NPM : 150510170149
Tugas Modul 10
2. Mahasiswa ditugaskan untuk latihan merancang pola tanam di lahan kering ataupun
tadah hujan atas dasar curah hujan normal, dan bandingkan dengan SIKATAM,
melalui penentuan waktu tanam.
Jawab
1) Tanah didrainase (2-3) hari sebelum panen padi, saat panen, jerami, dibabad
sampai bawah sekali.
2) Buat saluran drainase yang dangkal untuk mencegah banjir, segera tanam
palawija setelah panen padi (dengan modifikasi sistim pertanaman yang telah
direncanakan).
3) Benih-benih tersebut ditugal di sebelah tunggul jerami dengan maksud agar :
a. Cukup O2 tersedia pada tanah dekat lubang padi
b. Daerah dekat lubang bekas padi biasanya lebih tinggi dari tanah
sekitarnya beberapa mm, hal ini dapat memperkecil genangan dari benih yang baru
ditanam.
Faktor-faktor yang paling menentukan pola tanam di ekosistem sawah yaitu faktor
terkendali seperti pengendalian hama penyakit, penggunaan pupuk, dan pemeliharaan
tanaman. Adapun faktor tidak terkendali adalah faktor lingkungan fisik (iklim, tekstur
tanah, topografi) dan faktor sosial ekonomi (pemasaran hasil). Sehingga penerapan pola
tanam pada suatu ekosistem (khusus sawah) hanya perlu memodifikasi faktor lingkungan
yang tidak terkendali itu sehingga mencapai hasil optimum.
Faktor penentu utama frekuensi pertanaman pada lahan sawah tadah hujan dan
tegalan, yaitu pola curah hujan stabil, baik jumlah maupun distribusinya yang terjadi
setiap tahun. Sifat curah hujan dari masing-masing tipe curah hujan digambarkan dalam
piramida tipe .
Pergiliran tanaman pilihan/ideal yaitu pergiliran tanaman yang tepat tanam dan
tepat waktu, sehingga dapat menjamin : (1) Keselamatan tanaman, (2) Produksi, (3)
Kelestarian sumberdaya (kesuburan tanah/dan pendapatan petani). Dalam pengaturan pola
tanam pada sawah tadah hujan, menentukan jenis-jenis tanaman dan waktu tanam yang
paling cocok pada kondisi pola curah hujan setempat, dapat dilaksanakan dengan
menggunakan metode “tarik giring”.
a. Rata-rata curah hujan per dekade dan per bulan untuk jangka waktu 10-30
tahun dari lokasi yang akan dikembangkan pada pola tanam dengan
memasukkan gogorancah.
b. Varietas padi yang akan ditanam beserta umur tanaman tersebut (dihitung dari
semai).
c. Lamanya di persemaian apabila padi tersebut disemaikan dulu untuk padi
sawah biasa.
d. Grafik rata-rata curah hujan per dekade dan per bulan dalam jangka waktu
1(satu) tahun di atas kertas grafik dengan skala hari
Dari semua faktor yang telah disebutkan, iklim merupakan faktor yang sangat krusial,
dan paling mengemuka saat ini, yaitu dengan adanya perubahan iklim global, dan telah
menjadi tantangan besar dalam keberlangsungan produksi pertanian. Untuk mengantisipasi
keadaan ini, agar setiap komoditas di dalam pola tanam dapat terselamatkan, pemerintah
dalam hal ini kementrian pertanian melalui Indonesian Agency For Agriculural Research and
Development (IAARD) sejak tahun 2007 telah mengkompilasi informasi jadwal tanam padi
sebagai basis pola tanam untuk setiap wilayah di seluruh Indonesia. Kegiatan ini terus
dikembangkan secara terintegrasi melalui program Integrated Cropping Calender
Information Systems (ICCIS) dan / atau SIKATAM (Sistem Informasi Kalender Tanam
Terpadu). Melalui program ini dapat diketahui potensi sebaran luas wilayah untuk ditentukan
jadwal tanamnya berdasarkan pengelompokkan data curah hujan, apakah berlebihan, normal,
atau kering (BMKG, 2012). ICCIS merupakan pedoman atau alat yang menyediakan
informasi mengenai kondisi wilayah di seluruh Indonesia atas dasar prediksi musim, meliputi
jadwal tanam disetiap sub wilayah, pola tanam, luas lahan yang terancam banjir dan
kekeringan, potensi terserang hama penyakit, varietas padi, dan kebutuhan benih, serta
rekomendasi dosis pupuk. Kesemua ini sangat diperlukan untuk mempersiapkan penanaman
pada musim berikutnya. Tantangan di dalam mengembangkan ICCIS antara lain : (1) Adanya
peningkatan variabilitas dan perubahan iklim yang tidak terduga, menyulitkan didalam
ketepatan menentukan waktu tanam, (2) menurunnya produksi dan produktivitas,
memerlukan informasi inovasi teknologi yang sangat komplek, (3) adanya fragmentasi dan
konversi lahan pertanian ke non pertanian yang semakin besar, akan menyebabkan hasil padi
semakin menurun.
Beberapa pola tanam alternatif di lahan sawah tadah hujan berdasarkan ketersediaan
air.
Pola tanam di lahan kering dapat menggunakan tanaman semusim (Annual Crops).
“Annual upland crops” adalah tanaman semusim di lahan kering yang siklus hidupnya kurang
dari 12 bulan, dan tanaman segera mati setelah buahnya dipanen. Atau sejak tumbuh sampai
dengan menghasilkan (panen) memerlukan waktu kurang dari 12 bulan. Yang termasuk
“Annual Upland Crops”
Padi + jagung (selama musim hujan) sebab keduanya toleran terhadap curah
hujan tinggi bahkan pada saat panen sekalipun.
Jagung + legum, biasanya ditanam sebagai tanaman kedua dan panen
bersamaan dengan musim kering.
Sereal + legum sering digunakan karena : Penting sebagai bahan
makanan
– Mudah disimpan (tidak memerlukan perlakuan khusus dalam
penyimpanan) seperti temperature
– Mudah dipasarkan
Pola tanam dengan tanaman-tanaman yang umur panjang (lambat matang), siklus
hidup lebih dari 6 bulan. Misalnya : ubikayu, rami, jarak, dan tebu. Spesies-spesies tersebut
dengan karakteristik sabagai berikut :
– Memiliki kanopi besar
– Ditanam dalam barisan yang relatif lebih lebar
– Pertumbuhan lambat pada fase awal (perlu waktu > 2 bulan, selanjutnya saling
menaungi).
Pola tanam dengan melibatkan tanaman yang berumur panjang dapat dibedakan dalam 2 hal
yaitu :
a. Intercropping tanaman semusim yang berumur pendek (merupakan
komponen dominan dalam kasus tersebut).
b. Intercropping tanaman semusim yang berumur panjang (merupakan
komponen dominan dalam kasus tersebut).
Beberapa pola tanam Alternatif di lahan kering bedasarkan ketersediaan air Lahan
kering
Lahan dataran tinggi (hilly land) atau high altitude area, atau daerah hulu, memiliki
berbagai karakteristik sebagai berikut :
Pola ladang berpindah, penanaman dilakukan (2-3) kali, setelah kesuburan tanah
menurun, segera membuka lagi lahan baru dan yang lama dibiarkan, begitu seterusnya.
Dengan demikian menyebabkan kesuburan tanah menurun, gulma yang tahan bakar tumbuh pada
kesuburan tanah rendah, dan lebih banyak semak-semak yang tumbuh daripada pohon-pohon,
akhirnya produktivitas lahan menurun.
Pola tanam yang dianjurkan, perlu dicari bentuk pola tanam yang dapat meningkatkan
intensitas tanam, dan memenuhi kebutuhan penduduk tanpa merusak lingkungan.
Penyusunan pola tanam ditujukan untuk produktivitas dan konservasi. Ke dalam penyusunan
pola tanam di dataran tinggi diklasifikasikan menjadi 3 kategori, sebagai berikut :
Pola Tanam
Pola tanam di lahan rawa pasang surut dan lebak (surjan dan bukan surjan) adalah :
a. Lahan rawa pasang surut bukan surjan
1. Padi sawah – padi sawah – bera
2. Padi sawah – padi sawah – palawija
b. Lahan pasang surut dengan surjan
1. Bagian bawah (tabukan)
- Padi sawah – padi sawah – palawija
2. Bagian atas (guludan)
- Palawija – palawija – palawija
- Padi gogo – palawija – palawija
3. Lahan rawa lebak
- Padi sawah (air dalam) – padi sawah (air dalam) – bera
- Padi sawah (air dalam) – padi sawah (air dalam) – palawija
2. Rerancangan pola tanam di lahan kering ataupun tadah hujan atas dasar curah hujan
normal, dan bandingkan dengan SIKATAM, melalui penentuan waktu tanam.
Pada lahan kering pola tanam dapat menggunakan tanaman semusim. Dimana “Annual
upland crops” adalah tanaman semusim di lahan kering yang siklus hidupnya kurang dari 12
bulan, dan tanaman segera mati setelah buahnya dipanen. Atau sejak tumbuh sampai dengan
menghasilkan (panen) memerlukan waktu kurang dari 12 bulan. Tanaman yang akan
dirancang adalah jagung yang termasuk ke dalam kelompok sereal pada tanaman biji-bijian
yang memiliki Budidayanya, kepadatan tinggi, sedikit membutuhkan tenaga kerja, sedikit
memerlukan biaya (low material input), tapi hasil per unit area stabil.
Tanaman jagung akan dirancang dengan Pola Tumpangsari, sehingga tanaman jagung
ditanam bersamaan dengan Padi dengan estimasi Jagung ditanam pada saat musim hujan.,
karena padi dan jagung merupakan tanaman yang toleran terhadap curah hujan tinggi bahkan
pada saat panen.
1. Faktor-faktor apa yang perlu diperhatikan dalam merancang pola tanam spesifik
berkelanjutan di agroekosistem tadah hujan, lahan dataran tinggi, dan pasang surut?
Faktor-faktor apa yang perlu diperhatikan dalam merancang pola tanam spesifik
berkelanjutan di agroekosistem tadah hujan, lahan dataran tinggi, dan pasang surut.
Tadah hujan
Fakotr pemilihan pola tanam pada ekosistem ini harus mampu menekan erosi sekecil
mungkin. Pola tanam ganda ideal mengurangi erosi tanpa mengorbankan lahan yang dapat
digunakan untuk tanaman-tanaman yang bernilai ekonomi tinggi. Dengan tajuk-tajuk
tanaman yang cukup untuk menutup tanah, air hujan tidak langsung menimpa tanah dan erosi
berkurang. Hal ini dapat ditempuh melalui :
– Intercropping – tanah tertutup sepanjang tahun
– Relay cropping – sisa-sisa tanaman untuk mulsa
Pasang surut
Pengembangan lahan rawa memerlukan perencanaan, pengelolaan, dan pemanfaatan yang
tepat serta penerapan teknologi yang sesuai, terutama pengelolaan tanah dan air.
c. Proteksi tanaman
d. Alat-alat pertanian
e. Sistim pengairan
Strategi yang dapat dilakukan untuk mengembangkan pola tanam dan diversifikasi
usahatani di lahan kering yang terkendala dengan keterbatasan ketersediaan air antara
lain:
Memanfaatkan curah hujan dan irigasi suplemen dengan komoditas yang sesuai,
sehingga lahan yang tadinya hanya ditanami sekali tanam dapat menjadi dua atau tiga
kali tanam (meningkatkan intensitas tanam);
Memilih pola tanam yang sesuai dengan karakteristik wilayah, seperti pola
tumpangsari untuk mengurangi risiko kegagalan panen dan meningkatkan produksi
dibandingkan dengan pola monokultur; dan
Menggunakan paket teknologi usahatani yang sesuai dengan situasi iklim dan tanah di
lahan kering, seperti kombinasi penggunaan mulsa dengan varietas berumur genjah
dan hemat air.