Anda di halaman 1dari 14

Nama : Edo Kelvin Simanjuntak

NPM : 150510170149

Tugas Modul 10

I. Latihan dan Tugas Khusus


1. Mahasiswa ditugaskan membuat resume dari modul ini dengan mencatat hal-hal
penting dalam merancang pola tanam spesifik lokasi dan berkelanjutan pada setiap
agroekosistem.

2. Mahasiswa ditugaskan untuk latihan merancang pola tanam di lahan kering ataupun
tadah hujan atas dasar curah hujan normal, dan bandingkan dengan SIKATAM,
melalui penentuan waktu tanam.

Jawab

1. Resume modul Pengaturan Pola Tanam pada Berbagai Agroekosistem

1.1. Pengaturan pola tanam di sawah irigasi


Ciri utama ekosistem lahan sawah beririgasi (irrigated low land) adalah potensi air
irigasi > 5 bulan, ketersediaan air tidak bergantung kepada curah hujan, dan elevasi < 700
m dpl. Selain itu, lahan yang ditanami padi sawah, susah dikeringkan untuk memiliki
aerasi baik yang diperlukan bagi pengembangan komoditas lainnya setelah padi, sehingga
intensitas tanam meningkat. Hal-hal yang perlu mempertimbangkan ke dalam pola tanam
berbasis padi sebagai berikut :
1) Pengembangan varietas-varietas tanaman semusim yang biasa ditanam di
lahan kering setelah padi sesuai dengan lingkungannya.
2) Pengembangan varietas-varietas yang umur pendek (cepat matang) setelah
padi.
3) Modifikasi budidaya padi secara sederhana seperti pada padi gogo yang cocok
untuk padi sawah (misal padi gora).
4) Modifikasi budidaya padi untuk memberi kesempatan kepada komoditas lain
dapat dikembangkan (misal Tabela).
Tanaman sebelum padi memungkinkan pula dikembangkan di sawah dengan
syarat : komoditas tersebut harus cepat matang (umur pendek, cepat dipanen yaitu pada
periode awal musim hujan s/d saat tanam padi). Namun masalahnya komoditas yang
dikembangkan sebelum padi ini akan mengalami hal-hal sebagai berikut :
1) Peluang terbesar terjadi cekaman air (kekeringan pada masa fase awal
berkecambah sebab curah hujan belum cukup (belum teratur) pada awal musim.
2) Kelebihan air saat fase pematangan, sehingga panen biasanya bersamaan
dengan curah hujan mendekati puncak.
3) Diperlukan periode pertumbuhan yang singkat (60-90) hari, sebab tanaman
harus cepat dipanen untuk segera diusahakan dengan tanaman padi. Oleh karena itu
tanaman yang diusahakan pada kondisi tersebut harus : cepat dipanen, memiliki vigor
tinggi, dan toleran terhadap curah hujan tinggi saat pematangan.
Jenis komoditas yang disarankan seperti jagung muda (baby corn), kacang-kacangan yang
dipungut muda (green soybean).

- Melaksanakan budidaya komoditas setelah padi di sawah


Kesulitan melaksanakan budidaya komoditas setelah padi sawah adalah
mengkonversi tanah ke dalam keadaan tanah dengan aerasi baik yang cocok untuk
tanaman palawija, terutama bila tekstur tanah berat. Cara mengatasinya melalui
pengeringan dan pembasahan secara terputus-putus (bergantian), dan proses tersebut
hanya dapat dilakukan jika suplai penyinaran dan kelembaban tersedia dari curah hujan
atau irigasi.

Untuk mencegah penguapan yang dapat mempercepat kehilangan kelembaban


pada lahan sawah bekas padi, sebaiknya dilaksanakan tanpa olah tanah (zero tillage)
dengan cara sebagai berikut :

1) Tanah didrainase (2-3) hari sebelum panen padi, saat panen, jerami, dibabad
sampai bawah sekali.
2) Buat saluran drainase yang dangkal untuk mencegah banjir, segera tanam
palawija setelah panen padi (dengan modifikasi sistim pertanaman yang telah
direncanakan).
3) Benih-benih tersebut ditugal di sebelah tunggul jerami dengan maksud agar :
a. Cukup O2 tersedia pada tanah dekat lubang padi
b. Daerah dekat lubang bekas padi biasanya lebih tinggi dari tanah
sekitarnya beberapa mm, hal ini dapat memperkecil genangan dari benih yang baru
ditanam.
Faktor-faktor yang paling menentukan pola tanam di ekosistem sawah yaitu faktor
terkendali seperti pengendalian hama penyakit, penggunaan pupuk, dan pemeliharaan
tanaman. Adapun faktor tidak terkendali adalah faktor lingkungan fisik (iklim, tekstur
tanah, topografi) dan faktor sosial ekonomi (pemasaran hasil). Sehingga penerapan pola
tanam pada suatu ekosistem (khusus sawah) hanya perlu memodifikasi faktor lingkungan
yang tidak terkendali itu sehingga mencapai hasil optimum.

- Keberhasilan pola tanam di ekosistem sawah.


1) Ketersediaan air
2) Tekstur dan topografi tanah
3) Keadaan pasar
- Beberapa pola tanam alternatif di lahan sawah irigasi berdasarkan ketersediaan air

1.2. Pola tanam di sawah tadah hujan


Lahan sawah tadah hujan (rainfed lowland), dicirikan dengan potensi irigasi 5 bulan,
ketersediaan air sangat dipengaruhi oleh curah hujan, dan elevasi < 700 m dpl. Sawah tadah
hujan terdapat hampir di seluruh propinsi di Indonesia. Di samping tersebar di tiga propinsi di
Jawa, sawah tadah hujan ini cukup luas terdapat di Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Aceh,
Sumatera Barat, dan di Kalimantan. Pengaturan pola tanam di sawah tadah hujan, meliputi
tiga komponen utama yaitu :
(1) Pemilihan jenis-jenis tanaman yang paling sesuai dan menguntungkan.
(2) Peningkatan frekuensi pertanaman
(3) Penyempurnaan pergiliran tanaman
- Peningkatan frekuensi (banyaknya) pertanaman yang optimal pada setiap tipe
iklim
Frekuensi pertanaman yang optimal yaitu banyaknya pertanaman yang dapat
diusahakan pada sebidang lahan dalam setahun tanpa adanya resiko kegagalan.
Contoh : Pada tipe iklim B2 padi-padi-palawija.
Tujuannya yaitu untuk memperkecil/menghilangkan masa bera yang merugikan, karena
menyia-nyiakan sumberdaya (lahan, air, sinar matahari, dan tenaga kerja) dari waktu
yang tersedia, terutama selama pada lahan tersebut tidak ada hama penyakit yang bersifat
polipag. Frekuensi pertanaman banyak dipengaruhi oleh : (1) Umur tanaman, (2) Cara
dan waktu pengolahan tanah, (3) Jenis ekosistem lahan yang bersangkutan.

Faktor penentu utama frekuensi pertanaman pada lahan sawah tadah hujan dan
tegalan, yaitu pola curah hujan stabil, baik jumlah maupun distribusinya yang terjadi
setiap tahun. Sifat curah hujan dari masing-masing tipe curah hujan digambarkan dalam
piramida tipe .

Penyempurnaan pergiliran tanaman

Pergiliran tanaman pilihan/ideal yaitu pergiliran tanaman yang tepat tanam dan
tepat waktu, sehingga dapat menjamin : (1) Keselamatan tanaman, (2) Produksi, (3)
Kelestarian sumberdaya (kesuburan tanah/dan pendapatan petani). Dalam pengaturan pola
tanam pada sawah tadah hujan, menentukan jenis-jenis tanaman dan waktu tanam yang
paling cocok pada kondisi pola curah hujan setempat, dapat dilaksanakan dengan
menggunakan metode “tarik giring”.

Menentukan waktu tanam yang relatif tepat berdasarkan formula “Wickham”

Akhir-akhir ini sering terjadi bencana kekeringan padi gadu (spekulasi) di


beberapa daerah Jawa Barat, sebagai akibat kelambatan tanam padi rendeng, dan
memaksakan padi gadu. Sebenarnya hal tersebut tidak perlu terjadi apabila dilaksanakan
pola tanam yan baik. Salah satu pola tanam untuk daerah-daerah demikian adalah
gogorancah-padi gadu-palawija atau sayuran. Langkah-langkah persiapan untuk
menentukan waktu tanam, perlu diketahui hal-hal sebagai berikut:

a. Rata-rata curah hujan per dekade dan per bulan untuk jangka waktu 10-30
tahun dari lokasi yang akan dikembangkan pada pola tanam dengan
memasukkan gogorancah.
b. Varietas padi yang akan ditanam beserta umur tanaman tersebut (dihitung dari
semai).
c. Lamanya di persemaian apabila padi tersebut disemaikan dulu untuk padi
sawah biasa.
d. Grafik rata-rata curah hujan per dekade dan per bulan dalam jangka waktu
1(satu) tahun di atas kertas grafik dengan skala hari

Dari semua faktor yang telah disebutkan, iklim merupakan faktor yang sangat krusial,
dan paling mengemuka saat ini, yaitu dengan adanya perubahan iklim global, dan telah
menjadi tantangan besar dalam keberlangsungan produksi pertanian. Untuk mengantisipasi
keadaan ini, agar setiap komoditas di dalam pola tanam dapat terselamatkan, pemerintah
dalam hal ini kementrian pertanian melalui Indonesian Agency For Agriculural Research and
Development (IAARD) sejak tahun 2007 telah mengkompilasi informasi jadwal tanam padi
sebagai basis pola tanam untuk setiap wilayah di seluruh Indonesia. Kegiatan ini terus
dikembangkan secara terintegrasi melalui program Integrated Cropping Calender
Information Systems (ICCIS) dan / atau SIKATAM (Sistem Informasi Kalender Tanam
Terpadu). Melalui program ini dapat diketahui potensi sebaran luas wilayah untuk ditentukan
jadwal tanamnya berdasarkan pengelompokkan data curah hujan, apakah berlebihan, normal,
atau kering (BMKG, 2012). ICCIS merupakan pedoman atau alat yang menyediakan
informasi mengenai kondisi wilayah di seluruh Indonesia atas dasar prediksi musim, meliputi
jadwal tanam disetiap sub wilayah, pola tanam, luas lahan yang terancam banjir dan
kekeringan, potensi terserang hama penyakit, varietas padi, dan kebutuhan benih, serta
rekomendasi dosis pupuk. Kesemua ini sangat diperlukan untuk mempersiapkan penanaman
pada musim berikutnya. Tantangan di dalam mengembangkan ICCIS antara lain : (1) Adanya
peningkatan variabilitas dan perubahan iklim yang tidak terduga, menyulitkan didalam
ketepatan menentukan waktu tanam, (2) menurunnya produksi dan produktivitas,
memerlukan informasi inovasi teknologi yang sangat komplek, (3) adanya fragmentasi dan
konversi lahan pertanian ke non pertanian yang semakin besar, akan menyebabkan hasil padi
semakin menurun.

Beberapa pola tanam alternatif di lahan sawah tadah hujan berdasarkan ketersediaan
air.

Lahan Sawah Tadah Hujan


A. Masa bertanam > 9 bulan
- Padi sawah-palawija-palawija
- Palawija-padi sawah-palawija
- Gogorancah- padi sawah-palawija
- Gogorancah-palawija-palawija
B. Masa bertanam 6-9 bulan
Palawija-padi sawah-palawija
-
Padi sawah-palawija-palawija
-
Gogorancah-palawija-palawija
-
C. Masa bertanam 4-6 bulan
- Padi sawah-palawija
- Gogorancah-palawija
- Palawija-palawija
D. Masa bertanam < 4 bulan
- Padi sawah-palawija
- Gogorancah-palawija
- Palawija-palawija

1.3 Pola Tanam di Lahan Kering


Lahan kering adalah lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian dengan
menggunakan air secara terbatas, dan biasanya hanya mengandalkan dari curah hujan. Lahan ini
memiliki kondisi agroekosistem yang beragam, umumnya berlereng dengan kondisi kemantapan
lahan yang lebih labil (peka terhadap erosi), terutama bila pengelolaannya tidak memperhatikan
kaidah konservasi tanah. Untuk usaha pertanian, lahan kering dapat dibagi dalam dua jenis
penggunaan lahan, yaitu lahan tegalan dan pekarangan. Lahan kering dibedakan juga ke dalam
lahan kering beriklim basah (dryland-wetclimate) dengan karakteristik curah hujan 2000 mm/th,
masa bertanam > 6 bulan, dan elevasi > 700 m dpl; dan lahan kering beriklim kering
(dryland-dry climate) dengan karakteristik curah hujan < 2000 mm/th, masa bertanam < 6
bulan, dan elevasi < 700 m dpl.

Pola tanam di lahan kering dapat menggunakan tanaman semusim (Annual Crops).
“Annual upland crops” adalah tanaman semusim di lahan kering yang siklus hidupnya kurang
dari 12 bulan, dan tanaman segera mati setelah buahnya dipanen. Atau sejak tumbuh sampai
dengan menghasilkan (panen) memerlukan waktu kurang dari 12 bulan. Yang termasuk
“Annual Upland Crops”

a. Grain Crops (Biji-bijian), dicirikan dengan produk yang memiliki nilai


ekonomis dalam bentuk biji kering. Budidayanya, kepadatan tinggi, sedikit membutuhkan
tenaga kerja, sedikit memerlukan biaya (low material input), tapi hasil per unit area stabil.

Yang termasuk ‘grain crops’ yaitu :


– Sereal (jagung, gandum, sorghum).
– Legum (kacang hijau, kedelai, kacang tanah).
b. Vegetables Crops (sayur-sayuran)
– Hasil ekonomi = bagian tanaman succulent
– Budidayanya memerlukan biaya dan keuntungan lebih tinggi. Contoh : tomat, kubis,
cowpeas, dsb. c. Root Crops
– Hasil ekonomi = bagian akar
– Dibudidayakan dalam kisaran lingkungan yang cukup luas, sehingga variasi hasil dan
keuntungan sangat beragam. Contoh : ubi jalar, ubi kayu.

c. Non Food Crops


– Hasil yang bernilai ekonomi, bukan bagian tanaman yang dapat dimakan, melainkan
bagian tanaman yang digunakan untuk keperluan industri. Contoh : tembakau, kapas
Pada umumnya tanaman-tanaman semusim yang dikembangkan di lahan kering adalah :

– Tanaman yang umurnya pendek, cepat matang (cepat dipanen)


– Umur kurang dari 140 hari
– Sifat morfologi berlainan
Pola tanam di lahan kering
Beberapa pola tanam yang penting di lahan kering dapat diklasifikasikan ke dalam
dua kelompok yaitu :

(1) Dengan menggunakan tanaman-tanaman semusim yang cepat matang/umur pendek.


(2) Dengan menggunakan tanaman-tanaman semusim yang lambat matang (umur
panjang).
Dengan tanaman berumur pendek (kurang dari 4 bulan) dapat dianjurkan pola tanam
berurutan (sequential cropping)sepanjang tahun. Bentuk lain dari intercropping dapat
dilakukan, misalnya :

 Padi + jagung (selama musim hujan) sebab keduanya toleran terhadap curah
hujan tinggi bahkan pada saat panen sekalipun.
 Jagung + legum, biasanya ditanam sebagai tanaman kedua dan panen
bersamaan dengan musim kering.
 Sereal + legum sering digunakan karena : Penting sebagai bahan
makanan
– Mudah disimpan (tidak memerlukan perlakuan khusus dalam
penyimpanan) seperti temperature
– Mudah dipasarkan
Pola tanam dengan tanaman-tanaman yang umur panjang (lambat matang), siklus
hidup lebih dari 6 bulan. Misalnya : ubikayu, rami, jarak, dan tebu. Spesies-spesies tersebut
dengan karakteristik sabagai berikut :
– Memiliki kanopi besar
– Ditanam dalam barisan yang relatif lebih lebar
– Pertumbuhan lambat pada fase awal (perlu waktu > 2 bulan, selanjutnya saling
menaungi).
Pola tanam dengan melibatkan tanaman yang berumur panjang dapat dibedakan dalam 2 hal
yaitu :
a. Intercropping tanaman semusim yang berumur pendek (merupakan
komponen dominan dalam kasus tersebut).
b. Intercropping tanaman semusim yang berumur panjang (merupakan
komponen dominan dalam kasus tersebut).
Beberapa pola tanam Alternatif di lahan kering bedasarkan ketersediaan air Lahan
kering

A. Masa bertanam > 9 bulan


 Tumpangsari padi gogo + jagung, alley cropping ubikayu - kacang-
kacangan – kacang-kacangan.
 Tumpangsari padi gogo + jagung + kacang-kacangan – tumpangsari
jagung + kacang-kacangan.
 Tumpangsari padi gogo + jagung – alley croping ubikayu (rapat).
 Padi gogo – kacang-kacangan – kacang-kacangan.
Tanaman berumur sedang, potensi produksi tinggi, dan nilai ekonomi tinggi.
B. Masa bertanam 6-9 bulan
 Tumpangsari padi gogo + jagung – alley cropping ubikayu – kacang-
kacangan.
 Tumpangsari padi gogo + jagung + kacang-kacangan.
 Tumpangsari padi gogo + jagung - tumpangsari kacang-kacangan dan
jagung.
 Tumpang sari padi gogo + jagung-alley cropping ubikayu (rapat).
 Padi gogo – kacang-kacangan – kacang-kacangan.
C. Masa bertanam 4-6 bulan
 Tumpang sari padi gogo + jagung – alley cropping ubikayu (rapat).
 Tumpangsari padi gogo + jagung – tumpangsari kacang-kacangan +
jagung.
 Padi gogo – tumpangsari jagung + kacang-kacangan.
D. Masa bertanam < 4 bulan
 Tumpangsari padi gogo-jagung
 Padi gogo – palawija
 Palawija – palawija
Tanaman/varietas berumur pendek dan tahan kering serta menggunakan teknik alley
cropping.

1.4 Pola tanam di dataran tinggi

Lahan dataran tinggi (hilly land) atau high altitude area, atau daerah hulu, memiliki
berbagai karakteristik sebagai berikut :

- Topografi berbukit bergelombang


- Elevasi > 700 m dpl
- Didominasi kemiringan >15 %
- Areal cukup luas (di Indonesia) 151.889.000 ha (84% dari total area)
- Produktivitas lahan masih dapat ditingkatkan dengan didukung jumlah penduduk
yang berlebihan dari petani sawah banyak menyerap tenaga kerja.
- Sebagian besar petani, usahatani ilegal yang dapat merusak sumberdaya alam,
disebabkan faktor sosial ekonomi.
- Standar hidup rendah dibandingkan petani dataran rendah.
- Memiliki potensi penurunan produktivitas bila salah mengelolanya Pengelolaan di
dataran tinggi, perlu menyertakan prinsip-prinsip konservasi,
terutama pencegahan terhadap erosi. Erosi akan meningkat :
– Dengan bertambah curam lereng
– Seringnya pengolahan tanah
– Intensif penanaman
– Seringnya hujan
– Berkurang ukuran partikel-partikel tanah
– Berkurang tajuk-tajuk penutupan tanah
Dengan cepat menurunkan produktivitas lahan dan laju erosi meningkat. Pemilihan pola
tanam pada ekosistem ini harus mampu menekan erosi sekecil mungkin. Pola tanam ganda
ideal mengurangi erosi tanpa mengorbankan lahan yang dapat digunakan untuk tanaman-tanaman
yang bernilai ekonomi tinggi. Dengan tajuk-tajuk tanaman yang cukup untuk menutup tanah,
air hujan tidak langsung menimpa tanah dan erosi berkurang. Hal ini dapat ditempuh
melalui :
– Intercropping – tanah tertutup sepanjang tahun
– Relay cropping – sisa-sisa tanaman untuk mulsa
Pola tanam tradisional, biasanya dilakukan petani untuk budidaya ladang berpindah (shifting
cultivation). Hal ini tidak dibenarkan dan dilarang, karena dengan budidaya ladang
berpindah, akan membuka hutan yang masih subur, sehingga dengan membakar sisa-sisa
tanaman, menyebabkan banyak kehilangan bahan organik.

Pola ladang berpindah, penanaman dilakukan (2-3) kali, setelah kesuburan tanah
menurun, segera membuka lagi lahan baru dan yang lama dibiarkan, begitu seterusnya.
Dengan demikian menyebabkan kesuburan tanah menurun, gulma yang tahan bakar tumbuh pada
kesuburan tanah rendah, dan lebih banyak semak-semak yang tumbuh daripada pohon-pohon,
akhirnya produktivitas lahan menurun.

Pengaturan pola tanam

Pola tanam yang dianjurkan, perlu dicari bentuk pola tanam yang dapat meningkatkan
intensitas tanam, dan memenuhi kebutuhan penduduk tanpa merusak lingkungan.
Penyusunan pola tanam ditujukan untuk produktivitas dan konservasi. Ke dalam penyusunan
pola tanam di dataran tinggi diklasifikasikan menjadi 3 kategori, sebagai berikut :

Perennial Crops (Tanaman Tahunan)


- Sangat baik untuk konservasi tanah, sebab :
- Siklus hidup Panjang
- Memerlukan budidaya minimum
- Memiliki kanopi lebat untuk menutup tanah
a. Jenis tanaman yang dianjurkan yaitu pohon buah-buahan dan industri
Pada kasus penggunaan pohon buah-buahan (fruit tree farming), pada saat tanaman
masih muda dan kecil, penutupan tanah oleh kanopi belum mencukupi, sehingga pohon buah-
buahan harus dikelola untuk mencegah erosi, melalui 3 cara, sebagai berikut :

1) Pengolahan tanah minimum


2) Tanami dengan cover crops (penutup tanah) seperti : kacang-kacangan yang
merambat segera setelah penanaman pohon buah-buahan sehingga
tanah kosong tertutup vegetasi.
Alternatif lain, tanam dengan “fast maturing annuals” sebelum tanaman tahunan dipanen,
tanaman semusim berumur pendek ditanam di antara tanaman buah-buahan (interculture).
b. Selain tanaman buah-buahan dapat pula menggunakan tanaman industri (industrial forest
plantation).
Tanaman industri yaitu tanaman yang memiliki nilai ekonomi untuk industri dan
diusahakan pada lahan terbuka (tidak melulu pada lahan perkebunan), untuk diambil hasilnya
dalam bentuk : kayu, bubur kayu (pulp wood), tiang-tiang, bahan bakar, dan sebagainya.

Menggunakan tanaman tahunan + semusim (perennial + annual interculture)


Tanaman sela antara perennial + annual, dapat meminimkan kompetisi, dan
meningkatkan komplementer. Karakteristik tanaman semusim, cepat tumbuh dan matang,
cepat dipanen, dan memerlukan budidaya intensif, sehingga mudah trejadi erosi, terutama
pada lahan-lahan yang sangat miring. Adapun karakteristik tanaman tahunan :
– Pertumbuhan lambat
– Sejak tanam sampai panen, waktunya panjang
– Satu kali tanam panen berkali-kali
– Tanah sedikit diolah dan erosi diperkecil
Menggunakan tanaman semusim (Annual crops)
Dengan meningkatnya jumlah penduduk secara terus menerus, terjadi fragmentasi
dari pengelolaan area ke dalam satuan unit-unit usahatani yang kecil, sehingga penanaman
tanaman semusim di dataran tinggi menyebabkan kurangnya konservasi tanah.
Kejadian itu terjadi karena :
a. Produktivitas (dalam bentuk kalori per unit area per unit waktu dari suatu
lahan) untuk serealia dan root crops, merupakan bahan makanan utama untuk
petani-petani pada umumnya di Asia dan lebih tinggi dibandingkan perennial
crops. Contoh : padi atau ubijalar menghasilkan > 2 kali setahun dalam bentuk
kalori dibandingkan mangga atau kelapa.
b. Potensial dari tanaman-tanaman semusim mampu mengabsorbsi tenaga kerja
lebih banyak daripada perennial crops.
c. Dengan siklus hidup yang pendek dari annual, sehingga dapat diusahakan
beberapa kali.
1.5 Pola Tanam di Lahan Pasang Surut
Pengembangan lahan rawa memerlukan perencanaan, pengelolaan dan pemanfaatan
yang tepat serta teknologi yang sesuai.
Budidaya
a. Jenis Tanaman dan varietas
Komoditas yang dapat dibudidayakan di daerah pasang surut dapat dikelompokkan
dalam tanaman pangan, sayuran, buah-buahan, tanaman industri dan ikan dengan
komoditas utama yaitu : pangan, kelapa, rambutan dan jeruk.
Tanaman pangan yang banyak dibudidayakan adalah padi sawah lokal yang berumur
dalam (± 8 bulan).
b. Pengolahan tanah dan pemupukan
Pembuatan tabukan menimbulkan tumpukan tanah yang disebut puntukan.
Pengolahan tanah ini akan membentuk sistem surjan di lahan pasang surut. Petani
lokal mengolah lahan dengan sistem tradisional yaitu ditajak ( dibabat), dipuntal dan
selanjutnya diurai.
c. Proteksi tanaman
Hama utama adalah tikus, penggerek batang walang sangi dan hewan liar,
sedaangkan penyakit fisiologis dan keracunan besi serta aluminium merupakan
penghambat pertumbuhan tanaman di daerah pasang surut. Hama penting dapat
diatasi dengan penggunaan insektisida yang tepat sedini mungkin.
d. Alat-alat pertanian
Yang biasa digunakan oleh petani pasang surut adalah tajak, kait dan golok. Tajak
digunakan untuk pembabatan rumput di daerah sawah yang basah, berbtuk cangkul
yang matanya seperti parang.
e. Sistem pengairan
- Kanalisasi
- Surjan

Pola Tanam
Pola tanam di lahan rawa pasang surut dan lebak (surjan dan bukan surjan) adalah :
a. Lahan rawa pasang surut bukan surjan
1. Padi sawah – padi sawah – bera
2. Padi sawah – padi sawah – palawija
b. Lahan pasang surut dengan surjan
1. Bagian bawah (tabukan)
- Padi sawah – padi sawah – palawija
2. Bagian atas (guludan)
- Palawija – palawija – palawija
- Padi gogo – palawija – palawija
3. Lahan rawa lebak
- Padi sawah (air dalam) – padi sawah (air dalam) – bera
- Padi sawah (air dalam) – padi sawah (air dalam) – palawija

Persyaratan memenuhi kebutuhan usaha tani :


- Tersedia pasar bagi tanaman dalam pola tanam
- Kecocokan tanaman terhadap jenis tanah
- Tanaman cocok dengan kondisi lingkungan
- Tanaman mampu dibudidayakan dengan peralatan yang ada

Persyaratan pola tanam bagi berkelanjutan :


- Pola tanam mampu memberikan pengendalian gulma yang efektif
- Pola tanam mampu memberikan keseimbangan antara produksi tanaman
dengan pelestarian tanah
- Pola tanam mampu membantu pembentukan tanah
- Pola tanam mampu mengendalikan OPT secara efektif
- Pola tanam mampu mencegah pementukan unsur yang tidak dikehendaki
- Pola tanam efektif dalam menggunakan kelembapan

2. Rerancangan pola tanam di lahan kering ataupun tadah hujan atas dasar curah hujan
normal, dan bandingkan dengan SIKATAM, melalui penentuan waktu tanam.

Pada lahan kering pola tanam dapat menggunakan tanaman semusim. Dimana “Annual
upland crops” adalah tanaman semusim di lahan kering yang siklus hidupnya kurang dari 12
bulan, dan tanaman segera mati setelah buahnya dipanen. Atau sejak tumbuh sampai dengan
menghasilkan (panen) memerlukan waktu kurang dari 12 bulan. Tanaman yang akan
dirancang adalah jagung yang termasuk ke dalam kelompok sereal pada tanaman biji-bijian
yang memiliki Budidayanya, kepadatan tinggi, sedikit membutuhkan tenaga kerja, sedikit
memerlukan biaya (low material input), tapi hasil per unit area stabil.
Tanaman jagung akan dirancang dengan Pola Tumpangsari, sehingga tanaman jagung
ditanam bersamaan dengan Padi dengan estimasi Jagung ditanam pada saat musim hujan.,
karena padi dan jagung merupakan tanaman yang toleran terhadap curah hujan tinggi bahkan
pada saat panen.

II. Evaluasi Formatif

1. Faktor-faktor apa yang perlu diperhatikan dalam merancang pola tanam spesifik
berkelanjutan di agroekosistem tadah hujan, lahan dataran tinggi, dan pasang surut?

Faktor-faktor apa yang perlu diperhatikan dalam merancang pola tanam spesifik
berkelanjutan di agroekosistem tadah hujan, lahan dataran tinggi, dan pasang surut.
 Tadah hujan

(1) Pemilihan jenis-jenis tanaman yang paling sesuai dan menguntungkan.


(2) Peningkatan frekuensi pertanaman
Frekuensi pertanaman banyak dipengaruhi oleh : (1) Umur tanaman, (2) Cara dan waktu
pengolahan tanah, (3) Jenis ekosistem lahan yang bersangkutan. Faktor penentu utama
frekuensi pertanaman pada lahan sawah tadah hujan dan tegalan, yaitu pola curah hujan
stabil, baik jumlah maupun distribusinya yang terjadi setiap tahun.
(3) Penyempurnaan pergiliran tanaman
Pergiliran tanaman pilihan/ideal yaitu pergiliran tanaman yang tepat tanam dan tepat
waktu, sehingga dapat menjamin : (1) Keselamatan tanaman, (2) Produksi, (3) Kelestarian
sumberdaya (kesuburan tanah/dan pendapatan petani). Dalam pengaturan pola tanam pada
sawah tadah hujan, menentukan jenis-jenis tanaman dan waktu tanam yang paling cocok pada
kondisi pola curah hujan setempat, dapat dilaksanakan dengan menggunakan metode “tarik
giring” (Abdulhay dan Sulaeman, 1984).

 Lahan dataran tinggi

Fakotr pemilihan pola tanam pada ekosistem ini harus mampu menekan erosi sekecil
mungkin. Pola tanam ganda ideal mengurangi erosi tanpa mengorbankan lahan yang dapat
digunakan untuk tanaman-tanaman yang bernilai ekonomi tinggi. Dengan tajuk-tajuk
tanaman yang cukup untuk menutup tanah, air hujan tidak langsung menimpa tanah dan erosi
berkurang. Hal ini dapat ditempuh melalui :
– Intercropping – tanah tertutup sepanjang tahun
– Relay cropping – sisa-sisa tanaman untuk mulsa

 Pasang surut
Pengembangan lahan rawa memerlukan perencanaan, pengelolaan, dan pemanfaatan yang
tepat serta penerapan teknologi yang sesuai, terutama pengelolaan tanah dan air.

a. Jenis tanaman dan varietas

b. Pengolahan tanah dan pemupukan

c. Proteksi tanaman

d. Alat-alat pertanian

e. Sistim pengairan

2. Berhubungan dengan perubahan iklim global, bagaimana merancang pola tanam di


agroekosistem sub optimal agar terhindar dari kekeringan? Jelaskan!

Strategi yang dapat dilakukan untuk mengembangkan pola tanam dan diversifikasi
usahatani di lahan kering yang terkendala dengan keterbatasan ketersediaan air antara
lain:
 Memanfaatkan curah hujan dan irigasi suplemen dengan komoditas yang sesuai,
sehingga lahan yang tadinya hanya ditanami sekali tanam dapat menjadi dua atau tiga
kali tanam (meningkatkan intensitas tanam);
 Memilih pola tanam yang sesuai dengan karakteristik wilayah, seperti pola
tumpangsari untuk mengurangi risiko kegagalan panen dan meningkatkan produksi
dibandingkan dengan pola monokultur; dan
 Menggunakan paket teknologi usahatani yang sesuai dengan situasi iklim dan tanah di
lahan kering, seperti kombinasi penggunaan mulsa dengan varietas berumur genjah
dan hemat air.

Anda mungkin juga menyukai