Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH MIKROBIOLOGI INDUSTRI

“SEL AMOBIL”

Disusun oleh:
Kelompok 7
DESI FITRIA
SRI TUTI YUNITA (17032076)
DOSEN PENGAMPU
Irdawati, S. Si., M. Si

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2020
A. Pengertian Sel Amobil
Sel amobil adalah suatu sel atau gumpalan sel yang terdapat dalam matriks tertentu.
Biomassa yang tertahan pada media amobil akan menghasilkan metabolit yang lebih tinggi dan
meningkatakan konsentrasi produk. Hal ini dikarenakan sel yang tertahan akan mengalami stress
sehingga produksi metabolit akan meningkat dengan sendirinya dalam waktu yang cepat
dibandingkan dengan kultur sel biasa.

B. Pembuatan Sel Amobil


Proses amobilisasi diawali dengan menginisiasi kalus dengan cara penanaman ekspla
pada media padat aseptis yang telah ditambahkan pengatur tumbuh. Kemudian ditutup dengan
kertas alumunium, selanjutnya diinkubasi pada suhu 25oC sampaiterbentuk kalus. Setelah kalus
cukup besar lakukan subkultur yaitu memindahkan kalus yan telah dibagi ke media padat.
Subkultur dilakukan berulang kali hingga diperoleh kalus friable (rapuh/gembur). Dari kalus
tersebut dibuat kultur suspensi sel dengan media cair, kemudian diinkubasi. Selanjutnya
dilakukan subkultur sehingga diperoleh biomassa yang cukup. Suspensi sel yang diperoleh
disaring. Biomassa sel yang lolos disebut sel halus dan yang tertinggal di penyaring disebut sel
kasar. Amobilisasi dilakukan terhadap suspensi sel halus dan sel kasar dalam larutan natrium
alginat. Manik-manik yang mengandung sel (sel amobil) diinkubasi dalam media cair sebagai
kontrol, media produksi ditambah elisitor dan prazat/percusor. Pertumbuhan sel untuk kultur sel
amobil diamati berdasarkan berat kering (BK) sel. Sel yang diamobilisasi tumbuh lebih lambat
dari pada kultur suspensi sel. Kadar dalam sampel kultur sel amobil dianalisis dengan
menggunakan HPLC (High Performance Liqud Chromatography) yang dilengkapi dengan
detektor UV (254 nm).
C. Metode pembuatan sel amobil
1. Metoda ikatan antar polimer (cross-linking). Dinding sel mikroba yang mengandung
gugus amin bebas dan gugus karboksil dapat berikatan silang dengan senyawa seperti
glutaraldehid atau toluene diisosianat. Sel mikroba juga dapat diamobilisasi melalui
ikatan ion dengan senyawa polielektrolit. Metoda amobilisasi dengan cara ini jarang
dilakukan untuk sel. Dalam penggunaan untuk amobilisasi sel, metoda ini biasanya
dikombinasikan dengan metoda penjerapan (entrapment) untuk stabilisasi proses
amobilisasi.
2. Metoda kopolimerisasi (copolymerization). Metoda ini merupakan metoda
pengembangan dari metoda ikatan antar polimer (cross-linking). Pada saat proses
amobilisasi biasanya ditambahkan senyawa yang berfungsi sebagai “spacer” seperti
gelatin, albumin, polietilenimin ke dalam suspense sel yang akan diamobilisasi.
Selanjutnya suspensi sel ini diamobilisasi dengan metoda ikatan antar polimer. Prosedur
ini akan membuat sel terperangkap. pada suatu jaring kovalen. Metoda ini banyak
menyebabkan kematian sel, akan tetapi pada beberapa aplikasi metoda ini dapat
digunakan ( Brodelius, 1987). 2.1.2 Metoda ikatan kovalen. Metoda ini dilakukan dengan
cara menggunakan sistem dimana sel dapat terikat secara kovalen dengan gugus reaktif
dari suatu matrik, atau sel terikat pada suatu senyawa perantara yang menghubungkan sel
dengan matriknya. Contohnya matrik selulosa dapat dikombinasi dengan glutaraldehid
sebagai senyawa perantara. Senyawa perantara ini sebagian besar bersifat toksik sehingga
dapat merusak sel (Brodelius, 1987).
3. Metoda adsorpsi, Metoda ini didasarkan kepada afinitas mikroba terhadap suatu
permukaan padat. Fenomena ini dapat terjadi secara alami. Misalnya, mikroba yang
terikat pada butiran pasir, partikel tanah, permukaan gigi, permukaan logam dan
permukaan senyawa polivinilklorida. Kekuatan afinitas mikroba terhadap suatu
permukaan padat tergantung pada jenis mikroba. Reaksi yang terjadi antara permukaan
padat dengan sel adalah interaksi elektrostatik. Beberapa jenis bahan yang telah
digunakan untuk amobilisasi sel dengan cara ini adalah selulosa, lektin, polivinilklorida
(Brodelius, 1987).
4. Metoda penjerapan (entrapment). Metoda ini adalah metoda yang paling banyak
dikembangkan untuk amobilisasi sel. Metoda ini dilakukan dengan membuat sel mikroba
terperangkap di dalam matrik polimer. Metoda didasarkan pada terjadinya inklusi sel-sel
di dalam suatu jaringan atau matrik yang kaku yang mencegah sel berdifusi ke
lingkungan atau medium disekitarnya, akan tetapi masih dapat berinteraksi dengan
substrat. Matrik yang umum digunakan adalah agar, alginat, karagen, selulosa dan
turunannya, kolagen, gelatin, resin epoksi, poliakrilamid. Metoda ini lebih banyak
digunakan untuk amobilisasi sel karena tingkat keberhasilannya tinggi dan lebih kuat
dalam menahan sel tetap berada di dalam matrik apabila dibandingkan dengan metoda
adsorpsi atau secara kimia (Brodelius, 1987).
5. Teknik Pembuatan Sel Amobil. Ada beberapa teknik dalam pembuatan butiran sel
amobil diantaranya dengan membuat desintegrasi sel ke dalam blok-blok polimer secara
mekanik. Cara ini menghasilkan keseragaman partikel yang rendah. Cara lain adalah
dengan membekukan sel bersama-sama dengan matriknya, setelah itu diperkecil
ukurannya dengan pemotongan. Cara ini kurang efisien untuk pembuatan dalam jumlah
besar. Cara ketiga dengan membuat sel menjadi manik-manik atau butiran (beads)
bersama-sama dengan matriknya (Brodelius, 1987)

D. Produksi Sel Amobil


Ada beberapa teknik dalam pembuatan butiran sel amobil diantaranya dengan membuat
desintegrasi sel ke dalam blok-blok polimer secara mekanik. Cara ini menghasilkan keseragaman
partikel yang rendah. Cara lain adalah dengan membekukan sel bersama-sama dengan
matriknya, setelah itu diperkecil ukurannya dengan pemotongan. Cara ini kurang efisien untuk
pembuatan dalam jumlah besar. Cara ketiga dengan membuat sel menjadi manik-manik atau
butiran (beads) bersama-sama dengan matriknya (Brodelius, 1987)
E.Permaslahan dalam Sistem Sel Amobil
1) Batas partisi dan difusi
 Sistem ketidak samaan
Nurisi yang terdapat diluar sel tidak sama dengan yang berada didalam sel
sehinggapengeluara metabolit sekunder susah.
2) Pengukuran parameter seluler setelah amobilisasi
 Parameter pengukuran dasar dari pertumbuhan sel seperti peningkatan berat
basah, berat kering, jumlah sel, dan indeks mitotic dan penetuan respirasi sel dan
viabilitas sel sulit dilakukan.
 Hilangnya nutrien didalam media akan membeikan informasi yang sedikit
mengenai pertumbuhan sel atau tingkatan fisiologinya.
3) Pelepasan produk dan recovery
 Pelepasan produk
Pengoperasian sistem sel tumbuhan amobil ini penting dalam pelepasan produk
dari sel kedalam medium dimana hal itu dapat diperbaiki tanpa kehilngan
biomassa. Bagaimanapun, eksresi dari meabolit sekunder dengan kultur sel
tanaman adalah hal yang tidak biasa, produknya akam terakumulasi dalam
vakuola. Pengambilan produk dari sel merupakan masalah yang utama dalam
kultur. Dalam sistem yang tidak alamiah mengesrsikan produk, duatahap sistem
kultur yang terdiri dari pengulangan akumulasi produk dan pelepasan produk
yang sudah dipakai. Biomassa amobil yang digunakan kembali harus dapat
mempertahankan membrannya atau dapat memperbaiki fungsi membran dengan
cepat.
 Produk recovery
Produksi sel amobil perlu dipertimbangkan juga dalam segi ekonominya. Metode
klasik misalnya, membutuhkan pelarut yang mahal sehingga tidak ekonomis
tetapi dapat membuka solusi baru dalam bidang bioteknologi, seperti penggunaan
sel amobil antibodi untuk menghilangkan produk tertentu dari medium.

F. Keunggulan Teknik Sel Amobil


 Mampu menggunakan kembali biomassa yang mahal harganya
 Mampu secara fisikawi memisahkan antara sel, media, dan produk
 Meningkatkan daya guna bioreaktor
 Mampu beroperasi secara berkesinambungan dalam jangka waktu lama

Anda mungkin juga menyukai