Anda di halaman 1dari 61

LAPORAN PRAKTIKUM

Teknik Imobilisasi Sel dengan Inokulum Terisolasi (Lactobacillus) dan


Evaluasi Kinerja Sel Terimobilisasi menggunakan Reaktor Packed Bed
(Asam Laktat, L. casei)

Laporan praktikum ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah

Praktikum Bioproses

Dosen Pembimbing: Ir. Rintis Manfaati, M. T.

Disusun oleh:

Kelompok 2, Kelas 2-TKPB

Angelina Putri 201424004

Angely Luviana 201424005

Anggita Cahya Maulida 201424006

PROGRAM STUDI D-4 TEKNIK KIMIA PRODUKSI BERSIH

JURUSAN TEKNIK KIMIA

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2021
I. TUJUAN

1. Pada praktikum modul Teknik Imobilisasi Sel dengan Inokulum Terisolasi


(Lactobacillus), mahasiswa diharapkan mampu:
 Memahami dan menguasai prosedur pembuatan sel terimobilisasi.
 Memahami karakteristik matriks pendukung sel terimobilisasi.
 Memahami dan menguasai prosedur penggunaan sel terimobilisasi dalam
proses fermentasi.
2. Pada praktikum modul Evaluasi Kinerja Sel Terimobilisasi menggunakan
Reaktor Packed Bed (Asam Laktat, L. casei) ini mahasiswa diharapkan
mampu mengevaluasi kinerja dari reaktor packed bed dengan cara
menentukan laju alir optimum pada reaktor packed bed yang menghasilkan
konsentrasi dan yield asam laktat tertinggi.

II. DASAR TEORI

2.1 Teknik Imobilisasi Sel dengan Inokulum Terisolasi (Lactobacillus)


Salah satu masalah dalam proses fermentasi yang menggunakan sel bebas sebagai
biokatalis adalah pemisahan sel dari media fermentasi yang mengandung produk.
Biaya recovery dan recycle sel dapat dikurangi dengan menerapkan metoda untuk
menahan sel agar tetap berada dalam reaktor yaitu dengan cara immobilisasi sel.
Sel immobilisasi adalah sel yang dibatasi ruang gerak/mobilitasnya di dalam
matriks tertentu sehingga tidak terbawa dalam aliran produk dan dapat digunakan
kembali.
Sel imobilisasi merupakan suatu sel yang dilekatkan pada suatu bahan
inert dan tidak larut dalam bahan tersebut, misalnya pada kalsium alginat atau
sodium alginat. Sel tersebut secara fisik terlokalisasi atau terjerat pada suatu
daerah tertentu dan sel tersebut tetap memiliki peran sebagai biokatalisator.
Salah satu metode imobilisasi adalah metode penjeratan. Sel diperangkap
dalam suatu matriks polimer, dimana sel dilarutkan bersama prekursor polimer
dan terjadi polimerisasi. Metode penjeratan dilakukan dengan dua jenis polimer
yaitu, gel poliakrilamida dan gel jenis alami seperti selulosa triasetat, agar, gelatin,
karaginan dan alginat. Polimer gel alami merupakan matriks yang paling umum
digunakan untuk imobilisasi sel. Polimer alam memiliki keuntungan yang tidak
dimiliki oleh polimer sintetis karena polimer alam dapat diterima oleh hampir
semua jenis sel karena pada polimer alam kerusakan sel-sel hidup dapat
diminimalkan (Kothari, TT).
Matriks penjerat berupa gel umumnya memiliki bentuk seperti manik-
manik (beads) berukuran 1-5 mm. Matriks penjerat memiliki beberapa kekurangan
yaitu, buruknya kekuatan mekanik serta panjang struktur gel yang terbatas.
Struktur gel mudah hancur akibat pertumbuhan sel didalam beads dan adanya
produksi karbon dioksida dari proses fermentasi (Willaert, 1996).
Sel imobilisasi memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan sel bebas
seperti:
 Imobilisasi memungkinkan penggunaan sel kembali dan mengurangi biaya
recovery dan recycle sel.
 Imobilisasi dapat mengurangi masalah washout sel pada laju alir yang
tinggi.
 Kombinasi konsentrasi sel yang tinggi dan laju alir yang tinggi (tanpa
batasan washout) menghasilkan produktivitas volumetrik yang tinggi pula.
 Imobilisasi menyediakan kondisi microenviromental yang
menguntungkan (seperti kontak antar sel, gradien nutrien-produk, gradien
pH) untuk sel, sehingga menghasilkan kinerja bokatalis yang lebih baik
(kecepatan pembentukan dan yield produk yang lebih tinggi)
Beberapa sel imobilisasi dapat melindungi sel dari kerusakan Sel imobilisasi
juga memiliki beberapa kekurangan seperti:
 Adanya hambatan pada proses difusi baik substrat maupun produk yang
terbentuk
 Pada sel yang hidup, pertumbuhan dan evolusi gas sering
merusak matriks pendukung sel terimobilisasi
Menurut Kothari (TT) metode penjeratan dilakukan dengan dua jenis
polimer yaitu, gel poliakrilamida dan gel jenis alami seperti selulosa triasetat,
agar, gelatin, karaginan dan alginat. Polimer gel alami merupakan matriks yang
paling umum digunakan untuk imobilisasi sel.
Pada percobaan ini digunakan matriks penjerat natrium alginate. Natrium
alginat merupakan matriks imobilisasi sel yang paling banyak digunakan, karena
ramah terhadap sel, mudah dalam proses pembuatannya dan harganya murah.
Natrium alginat dapat memberikan kekuatan dan fleksibilitas pada suatu
jaringan. Natrium alginat memiliki kemampuan dalam mengikat air dan
membentuk gel, viskositas tinggi serta memiliki stabilitas yang baik. Natrium
alginat juga memiliki kekurangan yaitu, rendahnya kemampuan menahan sel di
dalam matriks apabila dibandingkan dengan polimer sintetis. (Brodelius dalam
Betha, Ofa Suzanti. 2009).
Inokulum merupakan kultur mikroorganisme yang ditumbuhkan pada
substrat sebagai media tumbuh. Media inokulum yang digunakan untuk jenis
bayaitu media MRS dengan komposisi yang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi yang Terkandung di dalam MRS Broth
Komposisi Jumlah
Yeast extract 20,0 g/L
Beef extract 4,0 g/L
D(+) Glucose 20,0 g/L
K2HPO4 2,0 g/L
Tween 80 1,0 g/L
MgSO4 0,2 g/L
MnSO4 0,05 g/L
(Sumber: Setiarto et al. 2017)

2.2 Evaluasi Kinerja Sel Terimobilisasi menggunakan Reaktor Packed


Bed (Asam Laktat, L. casei)

Teknik imobilisasi sel adalah pembatasan gerak/mobilitas sel dalam suatu matriks
tertentu, sehingga sel tidak akan terbawa ke dalam aliran produk dan dapat
dipergunakan kembali untuk proses berikutnya. Proses fermentasi dengan metode
imobilisasi sel dapat dilakukan guna meningkatkan produktivitas produksi.
Fermentasi yang menggunakan sel terimobilisasi dilakukan dalam reaktor yang
memiliki gesekan hidrodinamik rendah agar tidak terjadi kerusakan pada matriks,
salah satunya yaitu reaktor packed bed. Reaktor jenis packed bed tidak
membutuhkan volume reaktor yang besar apabila dibandingkan dengan reaktor
fluidized bed. Berdasarkan beberapa penelitian, penggunaan metode imobilisasi
sel pada proses fermentasi untuk menghasilkan suatu produk merupakan metode
yang lebih efisien dibandingkan menggunakan sel bebas. Pada proses fermentasi
menggunakan metode imobilisasi, sel mampu menghasilkan perolehan yield yang
cukup tinggi.

2.2.1 Imobilisasi Sel

Menurut Brodelius (dalam Betha, 2009) imobilisasi merupakan suatu cara yang
digunakan untuk menempatkan suatu sel, enzim, organel atau protein ke dalam
suatu penyangga berupa bahan padat, matriks, atau membran. Imobilisasi
dilakukan untuk meningkatkan stabilitas dan membuat sel, organel, atau enzim
dapat dipergunakan terus menerus.

Imobilisasi sel terdiri dari beberapa metode yang dapat diaplikasikan.


Metode imobilisasi digolongkan menjadi tiga bagian yaitu, metode carrier-
binding, metode cross linking, dan metode entrapping (Sa’id, 1987). Salah satu
metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode penjeratan
(metode entrapping).
Gambar 1. Metode Imobilisasi Secara Umum (Shuler et al, 2017)

2.2.2 Reaktor Imobilisasi

Gambar 2. Reaktor imobilisasi a) packed bed reactor, b) stirred tank


reactor, c) fluidized bed reactor (Goldstein, Leon et al., 1976)

a. Reaktor Packed Bed


Reaktor packed bed memiliki gerakan substrat yang stabil dengan enzim
terimobilissi dengan arah yang spasial. Kecepatan fluida yang membentuk bagian
penampang melintang secara datar sempurna dapat dikatakan bahwa reaktor
beroperasi sebagai reaktor aliran sumbat (PFR) di bawah kondisi ideal. Pada
reaktor PFR, fluida divisualisasikan bergerak melalui reaktor dengan cara seperti
sumbat. Sistem reaktor yang sebenarnya, memiliki pola aliran fluida yang
cenderung
berbeda dari kondisi ideal. Penyimpangan pada aliran sumbat terjadi karena
adanya difusi substrat dalam arah aksial dan keberadaan gradien suhu normal
terhadap arah aliran (Goldstein, Leon et al., 1976).
Pada reaktor packed bed, terdapat dua pengaruh pola aliran dalam
pengaplikasiannya. Aliran substrat dari atas ke bawah tidak banyak digunakan
karena dapat menyebabkan pemampatan yang diakibatkan oleh beads yang berada
pada bagian bawah reaktor. Sedangkan aliran dari bawah ke atas lebih banyak
digunakan karena sel tidak menghalangi jalur keluar produk dan sel dapat
langsung kontak dengan substrat.

b. Reaktor Stirred Tank Reactor


Reaktor stirred tank digunakan dengan cara memasukkan sel atau enzim bersama
substrat ke dalam suatu reaktor dan reaksi dilakukan pada tingkat konversi yang
diinginkan. Reaktor stirred tank memiliki suatu pengaduk yang dapatt
memperbesar kontak antara enzim dan substrat. Namun, pengaduk yang terdapat
pada reaktor dapat menyebabkan matriks lebih mudah hancur akibat adanya
gesekan hidrodinamik yang tinggi.

Menurut Goldstein, Leon et al. (1976) pada reaktor stirred tank biasanya
tidak dilakukan upaya untuk pemulihan suatu enzim dari produk reaksi, karena
biaya pemulihan enzim yang mahal. Enzim terimobilisasi dipisahkan dari aliran
produk dengan beberapa tahapan. Prosedur pemulihan enzim atau sel
terimobilisasi dapat dilakukan dengan cara filtrasi atau ultrasentrifugasi. Proses
tersebut dapat menyebabkan enzim atau sel hilang dan memungkinkan sel atau
enzim tidak dapat aktif kembali, sehingga reaktor jenis strirred tank jarang
digunakan dan memiliki potensi yang terbatas dalam katalis enzim terimobilisasi
di industri.

c. Reaktor Fluidized Bed


Pada reaktor fluidized bed, substrat dilewatkan ke atas melalui enzim
imobil dengan kecepatan yang cukup tinggi untuk mengangkat partikel. Namun,
kecepatan aliran substrat tidak terlalu tinggi yang menyebabkan beads menghilang
dari dalam
reaktor akibat terbawa oleh aliran keluar. Reaktor fluidized bed secara tradisional
sering digunakan ketika memerlukan karakteristik perpindahan panas dan massa
yang sangat baik. Secara khusus, hal ini dapat menghilangkan titik panas local
pada reaktor dalam reaksi eksotermik yang tinggi, tetapi kebanyakan reaksi
enzimatis adalah proses isothermal (Goldstein, Leon et al. 1976). Kelebihan dan
kekurangan reaktor imobilisasi sel disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kelebihan dan Kekurangan Reaktor Imobilisasi Sel

Tipe Reaktor Kelebihan Kekurangan

Stirred Tank Reactor  Fleksibel  Konsumsi daya


 Intensitas tinggi
pencampuran tinggi  Sensitif merusak
 Cocok untuk larutan matriks
viskositas tinggi.  Biaya tinggi
Packer Bed Reactor  Sederhana  Mengalami
 Biaya rendah pemampatan
pada laju alir
yang rendah

Fluidized Bed Reactor  Sederhana  Hanya untuk yang


 Biaya murah berviskositas rendah
 Transfer  Sulitnya
panas yang mencocokkan
baik antara laju fluidisasi
 Dapat digunakan dan umpan yang
untuk cairan masuk
atau padatan  Bagus untuk
pencampuran lokal

2.2.3 Fermentasi Asam Laktat

Fermentasi dapat diartikan sebagai suatu disimilasi senyawa-senyawa


organik yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme. Menurut
Sulistyaningrum (2008) pada proses disimilasi, senyawa substrat yang
merupakan sumber energi diubah menjadi senyawa yang lebih sederhana
atau tingkat energinya
lebih rendah. Proses fermentasi memanfaatkan aktivitas suatu mikroba
tertentu atau campuran beberapa spesies mikrob. Mikroba yang banyak
digunakan dalam proses fermentasi antara lain khamir, kapang, dan bakteri.
Asam laktat dapat diproduksi melalui dua cara yaitu sintesis kimia dan
fermentasi. Produksi asam laktat dengan cara sintesis kimia menggunakan bahan
baku berupa lactonitrile. Menurut Manfaati (2010) lactonitrile diperoleh dengan
mereaksikan antara asetaldehid dan hidrogen sianida yang kemudian dihidrolisis,
sehingga diperoleh asam laktat. Produksi asam laktat dengan cara fermentasi
dilakukan dengan menggunakan bantuan bakteri asam laktat.
Menurut Lahtinen et al. (2010), bakteri asam laktat adalah kelompok bakteri
gram positif yang tidak membentuk spora dan dapat mengubah karbohidrat
menjadi asam laktat melalui proses fermentasi. Beberapa bakteri asam laktat yang
sering digunakan dalam pngolahan pangan antara lain Aerococcus,
Carnobacterium, Lactobacillus, Lactococcus, dan Streptococcus.

Bakteri asam laktat digolongkan menjadi dua jenis yaitu homofermentative


lactic acid bacteria dan heterofermentative lactic acid bacteria. Bakteri
homofermentative lactic acid dapat menghasilkan asam laktat dan sel dalam
jumlah besar dengan menghasilkan sedikit produk samping melalui Embden-
Meyerhof pathway (Manfaati, 2010). Sel Lactobacillus casei merupakan bakteri
gram positif, anaerob fakultatif, non-motil, tidak membentuk spora, dan berbentuk
batang. Bakteri Lactobcillus casei bersifat toleran terhadap asam, tidak dapat
mensintesis porfirin dan menghasilkan asam laktat sebagai produk akhir
metabolisme. Bakteri ini termasuk ke dalam genus Lactobacillus yang bersifat
fakultatif heterofermentative dapat menghasilkan ±50% asam laktat dan 50%
bahan seperti asam asetat, etanol, dan CO2.
Lactobacillus casei dapat bertahan hidup pada suhu 15-45oC dan
membutuhkan riboflavin, asam folat, kalsium panatotenat, dan niasin. Bakteri ini
merupakan spesies yang mudah beradaptasi dan dapat diisolasi dari susu mentah
dan susu yang telah diferementasi, usus manusia, dan hewan lainnya (Kandler dan
Weiss, 1986). Bakteri Lactobacillus casei memiliki kondisi optimum untuk
pertumbuhan dan
pembentukan produk. Konsisi optimum dari keduanya hampir sama yaitu pada
temepratur 37oC dan nilai pH 6 (Hofvendahl & Hagerdal, 1997).
Menurut Mortazavian et al (2007) aktivitas bakteri asam laktat dalam proses
fermentasi dapat menurunkan pH lingkungan dari kondisi netral menjadi asam.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ayuti et al (2016), bakteri Lactobacillus
casei dapat menurunkan pH lingkungan hingga 3,44-4,19.
Gula dan tepung sering digunakan sebagai sumber karbon untuk media
produksi asam laktat secara komersial. Konsentrasi glukosa melebihi 50 g/L pada
media fermentasi akan menurunkan kinerja bakteri karena terjadi hambatan pada
pertumbuhan bakteri oleh substrat (Shuler dan Kargi, 1992).

2.2.4 Analisis Asam Laktat


Analisis produk dilakukan sebagai indikator teelah terbentuknya asam laktat.
Konsentrasi asam laktat dapat ditentuan dengan metode titrasi asam-basa. Selain
itu dilakukan pengujian konsentrasi glukosa sisa menggunakan brix refractometer
dan metode kolorimetrik dengan menggunakan reagen dinitrosalisilat (DNS), serta
pengujian derajat keasaman menggunakan pH meter.

2.2.5 Yield/Perolehan terhadap Substrat


Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan proses
biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker, 1972). Yield
produk per substrat (Yp/s) merupakan salah satu parameter penting yang
menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi produk. Menurut Collins dan
Walter (dalam Bowkamp, 1985) parameter tersebut dapat didefinisikan sebagai
jumlah produk yang terbentuk per jumlah substrat yang dikonsumsi dalam selang
waktu tertentu. Yield produk yang terbentuk terhadap substrat yang terkonsumsi
disajikan pada persamaan 1.

𝑌𝑝/𝑠 = 𝑃𝑡 − 𝑃𝑜
𝑆𝑜 − 𝑆𝑡
Sumber: Rahim, Dicka AR., 2009)
Pt = Massa produk saat t
Po = Massa produk awal
St = Massa substrat saat t
So = Massa substrat awal

III. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Keselamatan Kerja

Keselamatan kerja yang perlu diperhatikan selama praktikum berlangsung:


a. Selama praktikum, mahasiswa harus menggunakan sepatu tertutup, sarung
tangan, jas laboratorium, masker, dan penutup kepala.
b. Jangan tinggalkan pemanas (hotplate dan waterbath) tanpa pengawasan.
c. Hindari ceceran/ tumpahan cairan mengenai peralatan listrik untuk
mencegah terjadinya arus hubungan pendek.
d. Hati-hati dengan penggunaan pembakar spiritus.
e. Lakukan pengerjaan aseptis dengan benar agar tidak terjadi kontaminasi.
f. Gunakan pembakar spirtus dengan benar, untuk menghindari terjadinya
kebakaran

MSDS
Tabel 3. Tabel MSDS Bahan yang Digunakan

No. Nama Bahan Sifat Fisika dan Kimia Bahaya


1. CaCl2 Warna : putih
Bila tertelan dapat menyebabka
Bau : Tak berbau
kelainan perut/usus efek iritan.
pH : kira-kira 8 - 10 pada 100
Menyebabkan iritasi mata yang
g/l 20 °C
serius.
Densitas :2,15 g/cm3 pada 20 °C
Kelarutan dalam air : 740 g/l pada 20 °C
2. Glukosa Bentuk : Padat
Warna : Tidak berwarna  Bahan ini tidak
diklasifikasikan sebagai
Bau : Tidak berbau
berbahaya menurut undang-
Kelarutan : 470 g/l pada
o undang Uni Eropa.
20 C Titik lebur : 146oC
 Bukan bahan atau campuran
berbahaya menurut Peraturan
(EC) No 1272/2008.
4. K2HPO4 Bentuk : Padat
 Bahan ini tidak
Warna : Putih diklasifikasikan sebagai
Bau : Tak berbau berbahaya menurut undang-
pH kira-kira 9 pada 10 g/l 20 °C undang Uni Eropa.
Densitas : 2,44 g/cm³ pada 20 °C
Bukan bahan atau campuran
Kelarutan dalam air : 1.600 g/l pada 20°C
berbahaya menurut Peraturan
Suhu penguraian : > 180 °C
(EC) No 1272/2008.
5. MgSO4.7H2O Bentuk : Padat Dapat menyebabkan iritasi mata
Warna : Tidak berwarna dan kulit.
Bau : Tak berbau
pH : 5,0 - 8,0 pada 50
g/l 25 °C
Densitas : 1,68 g/cm3 pada
20°C
Kelarutan dalam air : 710 g/l pada 20 °C

6. MnSO4.H2O Bentuk : Padat Dapat menyebabkan kerusakan


Warna : merah jambu mata serius, toksik pada organ.
Bau : Tak berbau
pH : 3,0 - 3,5 pada 50 g/l
20 °C
Titik lebur : > 449 °C
Densitas : 2,95 g/cm3 pada
20 °C
Kelarutan dalam air : 762 g/l pada 20 °C
Suhu penguraian : 400 - 450 °C

7. Tween 80 Bentuk : cair


 Bahan ini tidak
Warna : kuning diklasifikasikan sebagai
Bau : Tak berbau berbahaya menurut undang-
pH : 5 – 7 pada 50 g/l 20 °C undang Uni Eropa.
Titik nyala : > 149 °C
 Bukan bahan atau campuran
Tekanan uap : < 1,33 hPa pada 20 °C berbahaya menurut Peraturan
Densitas : 1,07 g/cm3 pada 25 (EC) No 1272/2008.
°C
8. NaOH Bentuk : Cair
Menyebabkan kulit terbakar yang
Warna : Putih
Bau : Tidak berbau parah dan kerusakan mata, dapat
pH : kira-kira > 14 pada 100 korosif terhadap logam.
g/l 20 °C
Tekanan Uap : pada 20 °C Tidak berlaku
Densitas : 2,13 g/cm3 pada 20 °C
Titik didih : 1.390 °C pada 1.013 hPa
Titik lebur : 319 - 322 °C
9. C2H2O4.2 H2O Bentuk : Padat
Menyebabkan kerusakan mata
Warna : Putih
Bau : Tak berbau
yang serius, mudah terbakar,
pH : kira-kira 1 pada 100 dan menyebabkan toksisitas
g/l 20 °C akut.
Titik lebur : 189 °C
(penguraian)
Tekanan uap : 21,5 hPa pada 50°C
< 1 Pa pada 25 °C
Densitas : 1,9 g/cm3 pada
20°C
Kelarutan dalam air : kira-kira108 g/l
pada 25 °C
10. NaCl Bentuk : Padat
 Bahan ini tidak
Warna : Putih diklasifikasikan sebagai
Bau : tidak berwarna berbahaya menurut undang-
pH : 4,5 - 7,0 pada 100 undang Uni Eropa.
g/l 20 °C
 Bukan bahan atau campuran
Titik lebur : 801 °C berbahaya menurut Peraturan
Titik didih : 1.461 °C pada (EC) No 1272/2008.
1.013 hPa
Tekanan uap : 1,3 hPa pada
865°C
Densitas : 2,17 g/cm3 pada
20 °C
Kelarutan dalam air : 358 g/l pada 20 °C
Suhu penguraian : > 275 °C
3.2 Alat dan Bahan Yang Digunakan

3.2.1 Alat dan Bahan pada Praktikum Teknik Imobilisasi Sel dengan
Inokulum Terisolasi (Lactobacillus)

Alat:
- Hotplate - Pipet ukur
- Magnetic stirrer - Cawan petri
- Erlenmeyer - Jarum ose
- Gelas kimia - Pembakar spiritus
- Batang pengaduk - Spuit steril 20 ml
- Gelas ukur - Bola hisap
- Tabung reaksi - Tabung sentrifugasi

Bahan:
- Natrium alginat Komposisi Media Nutrient Agar (NA):
- Aquades - Beef Extract 0,3 gr
- CaCl2 - Pepton 1 gr
- Air garam steril - Bacto Agar 1,8 gr
- Sumber mikroba (Yakult) - NaCl 0,5 gr
- MRS Broth - Aquades

3.2.2. Alat dan Bahan pada Praktikum Evaluasi Kinerja Sel Terimobilisasi
menggunakan Reaktor Packed Bed (Asam Laktat, L. casei)

Rangkaian Peralatan

Gambar 3. Rangkaian Reaktor Packed Bed


Tabel 4. Alat dan Bahan Praktikum Evaluasi Kinerja Sel Terimobilisasi
menggunakan Reaktor Packed Bed (Asam Laktat, L. casei)

No. Daftar Alat Jumlah Bahan


1. Seperangkat Alat Reaktor 1 set Biakan murni
Packed Bed Lactobacillus casei
2. Pompa peristaltik 1 Glukosa
3. Hot plate stirrer 1 Yeast extract
4. Magnetic stirrer 2 Beef extract
5. Lemari incubator 1 Natrium alginat
6. Statif dan klem 3 CaCl2
7. Pipet ukur steril (1, 5, 10 mL) Pepton
8. Erlenmeyer steril (100, 250, K2HPO4
500 mL)
9. Gelas kimia steril (100, 250, MgSO4.7H2O
500 mL)
10. Gelas ukur 50 mL MnSO4.H2O
11. Spuit steril Tween 80
12. Jarum ose 1 NaOH
13. Pembakar spirtus 1 Indikator phenolptalein
14. Termometer 1 Aquadest
15. Bola hisap 1 Asam oksalat
16. Spektrofotometer UV-Vis 1
17. Kuvet 2
18. Brix meter 1
19. pH meter 1
20. Stopwatch 1
Tabel 5. Komposisi Media Inokulum dan Media Produksi
No. Jenis Jumlah
Media Inokulum Media Produksi
1. Glukosa 2g 24 g
2. Yeast extract 2g 12 g
3. Beef extract 0,4 g -
4. K2HPO4 0,2 g 3,6 g
5. MgSO4.7H2O 0,02 g 0,6 g
6. MnSO4.H2O 0,005 g 0,0026 g
7. Tween 80 0,1 mL 1,2 mL
8. Aquadest 100 mL 1.200 mL

3.4 Prosedur Kerja

3.4.1 Prosedur Kerja pada Praktikum Teknik Imobilisasi Sel dengan


Inokulum Terisolasi (Lactobacillus)

3.4.1.1 Pembuatan Media NA

Timbang bahan yang dibutuhkan, masukan ke dalam gelas kimia.

Tambahkan aquades hingga tepat 100 mL .

Panaskan hingga mendidih sambil diaduk hingga larut.

Masukkan bahan tersebut ke dalam tabung reaksi sebanyak 5 mL (untuk agar miring dan 10 mL
untuk agar cawan).

Kemudian tutup menggunakan kapas lemak dan lakukan proses sterilisasi selama 15 menit di
dalam autoclave pada suhu 121⁰C.

Simpan larutan Nutrient Agar dengan keadaan miring pada suhu ruang hingga terbentuk agar
miring Nutrient Agar.

Masukkan 2 tabung larutan Nutrient Agar steril ke dalam cawan petri steril.

Kemudian simpan agar cawan pada suhu ruang hingga larutan Nutrient Agar mengeras.
3.4.1.2 Persiapan Mikroba dan Pembuatan Inokulum

Siapkan 1 botol yakult yang telah di inkubasi selama 4 jam pada suhu 37⁰C dalam Incubator shaker.

Masukkan 1 botol yakult ke dalam tabung sentrifugasi kemudian sentrifugasi pada kecepatan 4500 rpm,
20⁰C, selama 15 menit.

Setelah sentrifugasi selesai, ambil endapan yang berada di bagian bawah tabung sentrifugasi kemudian
gesekkan pada agar cawan steril.

Agar cawan steril yang telah digesek kemudian diinkubasi pada suhu 37⁰C selama 48 jam.

Ambil koloni Lactobacillus casei menggunakan jarum ose, kemudian gesekkan koloni tersebut pada agar
miring steril.

Agar miring yang telah digesek kemudian diinkubasi pada suhu 37⁰C selama 48 jam, hingga diperoleh
kultur kerja Lactobacillus casei.

Buat larutan MRS Broth dengan melarutkan glukosa sebanyak 2 gram, yeast extract 2 gram, beef extract
0,4 gram, K2HPO4 0,2 gram, MgSO4 0,02 gram, Tween 0,1 mL dan MnSO4 0,005 gram dalam 100 mL.

Larutan MRS Broth dipanaskan pada suhu 80⁰C dan diaduk hingga larut.

Masukkan larutan MRS Broth ke dalam erlenmeyer berukuran 250 mL kemudian tutup menggunakan
kapas dan koran.

Larutan MRS Broth disterilisasi dalam autoclave pada suhu 121⁰C selama 15 menit.

Dinginkan larutan MRS Broth steril hingga suhu ruang.

Ambil 1 tabung Lactobacillus casei yang berada dalam kultur kerja menggunakan jarum ose, kemudian
ditambahkan ke dalam larutan MRS Broth. Penanaman mikroba dilakukan di dalam Laminar Air Flow
dalam keadaan aseptis.

Larutan MRS Broth yang telah ditanami biakan Lactobacillus casei kemudian diinkubasi pada suhu 37⁰C
selama 24 jam di dalam incubator shaker dengan kecepatan 150 rpm.

Larutan yang telah ditanami bakteri dinamakan inokulum. Inokulum yang telah siap digunakan ditandai
dengan adanya perubahan warna pada larutan yaitu cenderung berwarna keruh.
(A) (B)

Gambar 4. (a) Agar Miring yang Telah Digesekkan Bakteri Lactobacillus casei
(b) Agar Cawan yang Telah Digesekkan Bakteri Lactobacillus casei

Gambar 5. Media MRS Broth yang Digunakan untuk Penanaman


Bakteri (Inokulum).
(A) (B)

Gambar 6. (a) Media MRS Broth yang Telah Ditanam Bakteri Lactobacillus
Casei (b) Media MRS Broth yang Telah Ditanam Bakteri Lactobacillus Casei dan
Telah Diinkubasi Pada Suhu 37oC Selama 24 jam.

3.4.1.3 Pembuatan Sel Imobilisasi

Larutkan 5,1 gram natrium alginat ke dalam 140 mL aquades.

Larutan natrium alginat di pasteurisasi pada suhu 80⁰C selama 15 menit.

Dinginkan larutan natrium alginat hingga mencapai suhu 30-40⁰C.

Lakukan proses sentrifugasi pada media inokulum telah diinkubasi hingga didapatkan endapan
sebanyak 30 mL. Proses sentrifugasi dilakukan dengan kecepatan 4500 rpm pada suhu 20⁰C,
selama 15 menit.

Campurkan endapan tersebut ke dalam larutan natrium alginat pada suhu 30-40⁰C.

Suntikan campuran tersebut ke dalam 1000 mL larutan 0,2 M CaCl2 steril menggunakan spuit
steril. Larutan natrium alginat akan mengeras dan menbentuk beads berdiameter 3-4 mm.

Bilas beads dengan air aquades steril jika hendak digunakan.


Gambar 7. Larutan Natrium Alginat yang Telah Bercampur dengan Endapan dan
Melewati Proses Pasteurisasi.

Gambar 8. Hasil Penyuntikkan Natrium Alginat yang Telah Dicampur Bakteri ke


dalam Larutan CaCl2 Sehingga Membentuk Beads Berukuran 3 – 4 Mm.
3.4.2 Evaluasi Kinerja Sel Terimobilisasi menggunakan Reaktor Packed
Bed (Asam Laktat, L. casei)

3.4.2.1 Isolasi Lactobacillus casei

Inkubasi 1 botol yakult pada suhu 37⁰C selama 4 jam dalam inkubator shaker.

Masukkan 1 botol yakult ke dalam tabung sentrifugasi, kemudian sentrifugasi pada kecepatan
4.500 rpm dan suhu 20⁰C selama 15 menit.

Ambil endapan hasil sentrifugasi kemudian gesekkan pada agar cawan steril.

Agar cawan yang telah digesek kemudian diinkubasi pada suhu 37⁰C selama 48 jam.

Ambil koloni Lactobacillus casei menggunakan jarum ose, kemudian gesekan koloni tersebut
pada agar miring steril.

Agar miring yang telah digesek kemudian diinkubasi pada suhu 37⁰C selama 48 jam, hingga
diperoleh kultur kerja Lactobacillus casei.

3.4.2.2 Pembuatan Media Starter/Inokulum

Gambar 9. Proses Persiapan Mikroba Dan Pembuatan Inokulum


Glukosa 2 gr, Yeast extract 2 gr, Beef Extract 0,4 gr, K2HPO4 0,2 gr, MgSO4 0,02 gr, Tween
0,1 mL dan MnSO4 0,005 gr dilarutkan dengan 100 mL aquadest dalam gelas kimia 250 mL.

Larutan MRS broth dipanaskan pada 80⁰C dan diaduk hingga larut, kemudian larutan
disterilisasi pada suhu 121⁰C selama 15 menit, setelah itu di dinginkan.

Ambil 1 tabung kultur kerja Lactobacillus casei kemudian tambahkan ke dalam larutan MRS
broth menggunakan jarum ose.

Inkubasi pada suhu 37⁰C selama 24 jam di dalam Incubator shaker dengan kecepatan 150 rpm.

3.4.2.3 Pembuatan Beads

Gambar 10. Proses Pembentukan Beads


CaCl2 14,7 gr dilarutkan dalam 500 mL aquades di dalam Erlenmeyer berukuran 1 L,
kemudian larutan CaCl2 di sterilisasi pada suhu 121⁰C selama 15 menit.

Ambil inokulum yang telah diinkubasi dan masukkan inokulum ke dalam tabung sentrifugasi.
Inokulum disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 4.500 rpm.

Natrium alginat 5,1 gr dilarutkan dalam 140 mL air aquades. Aduk dan panaskan larutan pada
suhu 80⁰C.

Larutan natrium alginat dipasteurisasi pada suhu 80⁰C selama 10 menit kemudian didinginkan
hingga suhu 30-40⁰C.

Endapan yang terpisah pada bagian bawah tabung sentrifugasi dimasukkan ke dalam larutan
natrium alginat sebanyak 30 mL, sehingga didapatkan volume total sebanyak 170 mL.

Ambil larutan natrium alginat + bakteri Lactobacillus casei dengan menggunakan spuit steril,
suntikan larutan ke dalam larutan CaCl 0,2 M.

Tunggu beads hingga beads mengeras kemudian bilas menggunakan aquades steril.

3.4.2.4 Pembuatan Media Produksi Fermentasi

Glukosa 24 gr, Yeast extract 12 gr, MgSO4.7H2O 0,6 gr, MnSO4.H2O 0,036 gr, K2HPO4 3,6 gr
dan Tween 1,2 mL dilarutkan ke dalam 1.200 mL.

Larutan dipanaskan pada suhu 80⁰C di atas hotplate sambil dilakukan pengadukan hingga
larut.

Larutan media produksi disterilisasi dalam autoclave pada suhu 121⁰C selama 15 menit, dan
dinginkan media produksi hingga suhu ruang.
3.4.2.5 Penentuan Laju Alir

Rangkai seluruh peralatan reaktor packed bed.

Isi Erlenmeyer recycle chamber menggunakan air bersih .

Hidupkan pompa peristaltic yang terhubung pada rangkaian reaktor, sehingga air dapat mengalir
menuju reaktor.

Kalibrasi laju alir yang melewati reaktor berdasarkan kemampuan pompa (20 rpm, 30 rpm, dan
40 rpm)
3.4.2.6 Tahap Evaluasi Kinerja (Proses Fermentasi)

Lap seluruh bagian permukaan reaktor packed bed dengan menggunakan alkohol 70%
kemudian balut bagian luar reaktor menggunakan handuk.

Rangkai seperangkat reaktor packed bed dengan pompa peristaltic di dalam lemari incubator
yang telah diatur pada suhu 37⁰C.

Simpan recycle chamber di atas hotplate stirrer kemudian masukkan magnetic stirrer ke
dalamnya.

Masukkan media produksi fermentasi ke dalam recycle chamber. sebelum media dimasukan
ke dalam recycle chamber, cek pH maupun konsentrasi glukosa dari media produksi.

Masukkan beads ke dalam reaktor packed bed kemudian tutup bagian atas reaktor.

Lap seluruh permukaan reaktor ataupun bagian yang akan dilewati media produksi
menggunakan kapas yang telah diberi alkohol 70%.

Sebelum proses dimulai pastikan seluruh saluran jalur media fermentasi sudah terbuka.

Kemudian hidupkan pompa dan atur kecepatan pompa yang akan digunakan (20 rpm, 30
rpm, dan 40 rpm).

Hidupkan pengaduk pada hotplate stirrer dan atur kecepatan pengadukan pada 150 rpm.

Semprot seluruh lemari inkubator menggunakan alkohol 70%.

Lakukan pengambilan sampel setiap 4 jam sekali selama 32 jam.

Sampel yang telah di ambil kemudian disentrifugasi dan dilakukan pengecekan konsentrasi
asam laktat, konsentrasi glukosa dan pH.

Produk hasil fermentasi disentrifugasi pada kecepatan 4.500 rpm selama 15 menit, sehingga
produk yang diambil berwarna bening.

Cairan supernatant dilakukan analisis konsentrasi asam laktat, konsentrasi glukosa sisa, dana
derajat keasaman (pH).
3.4.2.7 Analisis Produk

a. Konsentrasi Asam Laktat


Sampel yang telah disentrifugasi diambil bagian supernatannya sebanyak 5
mL ke dalam Erlenmeyer 100 mL.

Tambahkan 2-3 tetes indikator phenlptalein ke dalam sampel kemudian


titrasi menggunakan larutan NaOH 0,01 N yang telah distandardisasi.

Lakukan titrasi hingga terjadi perubahan warna menjadi kuning kemerahan.

Catat jumlah larutan NaOH yang terpakai. Lakukan proses titrasi secara
duplo.

Masukkan hasil titrasi ke dalam persamaan (4.1) untuk mendapatkan


konsentrasi asam laktat yang terbentuk.

b. Konsentrasi Glukosa Sisa

Campurkan 2 mL larutan sampel dengan 3 mL larutan DNS.

Panaskan campuran (1) dalam air mendidih selama 15 menit.

Dinginkan campuran (2) menggunakan air es atau air mengalir.

Ulangi langkah (1) - (3) untuk sampel yang berbeda.

Ukur absorbansi dari larutan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan


gelombang λ = 540 nm dan catat nilai absorbansinya.

Substitusikan nilai absorbansi yang terukur ke dalam persamaan garis dari kurva
standar glukosa. Persamaan garis y = 0,4685x + 0,0306.
IV. DATA PENGAMATAN

Tabel 6. Dimensi Peralatan Penelitian

No Keterangan Dimensi
1 Tipe Packed bed
2 Tinggi kolom reaktor 40 cm
3 Diameter reaktor 3 cm
4 Tinggi/volume beads dalam reaktor 24 cm / 170 mL
5 Volume recycle chamber 2000 mL

Tabel 7. Nilai Absorbansi setiap Konsentrasi Glukosa (Metode DNS)

Air Glukosa Konsentrasi (g/L) Absorbansi


9 0 0 0
8 1 0,111111111 0,117
7 2 0,222222222 0,364
6 3 0,333333333 0,676
5 4 0,444444444 0,894
4 5 0,555555556 1,114

1. Run 1 : 20 rpm
Konsentrasi NaOH : 0,01023 N
Suhu : 37℃
pH Awal : 6,98
pH Produk Akhir : 4,93
Tabel 8. Data Laju Alir 3,96 L/Jam
Sampel Waktu V NaOH N NaOH V Sampel Absorbansi
(jam) (mL) (N) (mL)
1 0 0 0,01023 5 0,825
2 2 13,15 0,01023 5 0,787
3 4 13,9 0,01023 5 0,699
4 6 13,7 0,01023 5 0,673
5 8 16,45 0,01023 5 0,615
6 12 21,4 0,01023 5 0,003
7 16 24,7 0,01023 5 0,029
8 20 25 0,01023 5 0,069
9 24 27,55 0,01023 5 0,027
10 28 27,7 0,01023 5 0,026
11 32 27,2 0,01023 5 0,035

2. Run 2 : 30 rpm
Konsentrasi NaOH : 0,0101 N
Suhu : 37℃
pH Awal : 7,11
pH Produk Akhir : 4,24

Tabel 9. Data Laju Alir 5,4 L/Jam


Sampel Waktu V NaOH N NaOH V Sampel Absorbansi
(jam) (mL) (N) (mL)
1 0 0 0,0101 5 0,862
2 2 18 0,0101 5 0,756
3 4 18,25 0,0101 5 0,643
4 6 24,85 0,0101 5 0,582
5 8 41,25 0,0101 5 0,097
6 12 42,4 0,0101 5 0,076
7 16 42,8 0,0101 5 0,092
8 20 41,4 0,0101 5 0,086
9 24 44,25 0,0101 5 0,096
10 28 44 0,0101 5 0,088
11 32 43 0,0101 5 0,077

V. PENGOLAHAN DATA

1. Run 1
 Konsentrasi Asam Laktat
BE Asam Laktat : 90,08
1) Sampel 1 (t = 0 jam)
𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝐵𝐸 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡
Konsentrasi asam laktat = 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡)

0 × 0,01023 × 90,08
= 5

=0N
2) Sampel 2 (t = 2 jam)
𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝐵𝐸 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡
Konsentrasi asam laktat = 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡)

13,15 × 0,01023 × 90,08


= 5

= 2,42 N

3) Sampel 3 (t = 4 jam)
𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝐵𝐸 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡
Konsentrasi asam laktat = 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡)

13,9 × 0,01023 × 90,08


= 5

= 2,56 N
4) Sampel 4 (t = 6 jam)
𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝐵𝐸 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡
Konsentrasi asam laktat = 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡)

13,7 × 0,01023 × 90,08


= 5

= 2,52 N
5) Sampel 5 (t = 8 jam)
𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝐵𝐸 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡
Konsentrasi asam laktat = 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡)

16,45 × 0,01023 × 90,08


= 5

= 3,03 N
6) Sampel 6 (t = 12 jam)
𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝐵𝐸 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡
Konsentrasi asam laktat = 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡)

21,4 × 0,01023 × 90,08


= 5

= 3,94 N
7) Sampel 7 (t = 16 jam)
𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝐵𝐸 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡
Konsentrasi asam laktat = 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡)

24,7 × 0,01023 × 90,08


= 5

= 4,55 N
8) Sampel 8 (t = 20 jam)
𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝐵𝐸 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡
Konsentrasi asam laktat = 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡)

25 × 0,01023 × 90,08
= 5

= 4,61 N
9) Sampel 9 (t = 24 jam)
𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝐵𝐸 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡
Konsentrasi asam laktat = 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡)

27,55 × 0,01023 × 90,08


= 5

= 5,08 N
10) Sampel 10 (t = 28 jam)
𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝐵𝐸 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡
Konsentrasi asam laktat = 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡)

27,7 × 0,01023 × 90,08


= 5

= 5,11 N
11) Sampel 11 (t = 32 jam)
𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝐵𝐸 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡
Konsentrasi asam laktat = 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡)

27,2 × 0,01023 × 90,08


= 5

= 5,01 N

 Konsentrasi Glukosa Sisa


Tabel 10. Data Absorbansi dan Konsentrasi Glukosa pada Run 1

Sampel Absorbansi Konsentrasi (g/L)


1 0 0
2 0,117 0,111111111
3 0,364 0,222222222
4 0,676 0,333333333
5 0,894 0,444444444
6 1,114 0,555555556

Kurva Konsentrasi Glukosa terhadap


Absorbansi
0,6
y = 0,4685x + 0,0306
0,5 R² = 0,9895
Konsentrasi (g/L)

0,4

0,3

0,2

0,1

0
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2
Absorbansi

Gambar 11. Kurva Konsentrasi Glukosa Terhadap Absorbansi


Dengan persamaan garis yang didapat yaitu y = 0,4685x + 0,0306 maka
akan dihitung konsentrasi glukosa dengan dikalikan faktor pengenceran
(50 kali), dengan x = absorbansi dan y = konsentrasi glukosa sisa.
1) Sampel 1
Konsentrasi glukosa = (0,4685(0,825) + 0,0306) × 50
= 20,86 N

2) Sampel 2
Konsentrasi glukosa = (0,4685(0,787) + 0,0306) × 50
= 19,97 N
3) Sampel 3
Konsentrasi glukosa = (0,4685(0,699) + 0,0306) × 50
= 17,90 N
4) Sampel 4
Konsentrasi glukosa = (0,4685(0,673) + 0,0306) × 50
= 17,30 N
5) Sampel 5
Konsentrasi glukosa = (0,4685(0,615) + 0,0306) × 50
= 15,94 N
6) Sampel 6
Konsentrasi glukosa = (0,4685(0,003) + 0,0306) × 50
= 1,60 N
7) Sampel 7
Konsentrasi glukosa = (0,4685(0,029) + 0,0306) × 50
= 2,21 N
8) Sampel 8
Konsentrasi glukosa = (0,4685(0,069) + 0,0306) × 50
= 3,15 N
9) Sampel 9
Konsentrasi glukosa = (0,4685(0,027) + 0,0306) × 50
= 2,16 N
10) Sampel 10
Konsentrasi glukosa = (0,4685(0,026) + 0,0306) × 50
= 2,14 N
11) Sampel 11
Konsentrasi glukosa = (0,4685(0,035) + 0,0306) × 50
= 2,35 N
 Yield / Perolehan Asam Laktat
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑡−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙
Yp/s = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑎𝑡 × 100 %
𝑡

Tabel 11. Data Konsentrasi Asam Laktat dan Konsentrasi Glukosa pada
Run 1
Sampel Waktu Konsentrasi Asam Konsentrasi
(jam) Laktat (N) Glukosa (N)
1 0 0 20,86
2 2 2,42 19,97
3 4 2,56 17,90
4 6 2,52 17,30
5 8 3,03 15,94
6 12 3,94 1,60
7 16 4,55 2,21
8 20 4,61 3,15
9 24 5,08 2,16
10 28 5,11 2,14
11 32 5,01 2,35

1) Pada t = 0 jam
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑡−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙
Yp/s = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑎𝑡 × 100 %
𝑡

0−0
= 20,86 − 0
=0%
2) Pada t = 2 jam
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑡−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙
Yp/s = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑎𝑡 × 100 %
𝑡

2,42 − 0
= 20,86 − 19,97
= 272 %
3) Pada t = 4 jam
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑡−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙 × 100 %
Yp/s = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑎𝑡
𝑡

2,56 − 0
= 20,86 − 17,90
= 86 %
4) Pada t = 6 jam
× 100 %
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑡−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙
Yp/s = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑎𝑡
𝑡

2,52 − 0
= 20,86 − 17,30
= 71 %
5) Pada t = 8 jam × 100 %

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑡−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙


Yp/s = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑎𝑡
𝑡

3,03 − 0
= 20,86 − 15,94
= 62 %
× 100 %
6) Pada t = 12 jam
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑡−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙
Yp/s = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑎𝑡
𝑡

3,94 − 0
= 20,86 − 1,60
= 21 % × 100 %

7) Pada t = 16 jam
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑡−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙
Yp/s = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑎𝑡
𝑡

4,55 − 0
= 20,86 − 2,21
× 100 %
= 24 %
8) Pada t = 20 jam
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑡−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙
Yp/s = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑎𝑡
𝑡
4,61 − 0
= 20.86 − 3,15
= 26 %
9) Pada t = 24 jam
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑡−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙
Yp/s = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑎𝑡 × 100 %
𝑡

5,08 − 0
= 20.86 − 2,16
= 27 %
10) Pada t = 28 jam
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑡−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙
× 100 %
Yp/s = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑎𝑡
𝑡

5,11 − 0
= 20,86 − 2,14
= 27 %
11) Pada t = 32 jam
× 100 %
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑡−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙
Yp/s = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑎𝑡
𝑡

5,01 − 0
= 20,86 − 2,35
= 27 %
 Hubungan Konsentrasi Produk (Asam Laktat) dan Substrat (Glukosa)

Kurva Hubungan Konsentrasi Produk dan Substrat

25
Konsentrasi Asam
y = 0,1292x + 1,745 Laktat (N)
20 R² = 0,7917

15 y = -0,6742x + 18,915 Konsentrasi


Konsentrasi (N)

R² = 0,7532 Glukosa (N)

10
Linear
5 (Konsentrasi Asam
Laktat (N))

0 Linear
0 5 10 15 20 25 30 35 (Konsentrasi
-5 Glukosa (N))
Waktu (jam)

Gambar 12. Kurva Hubungan Konsentrasi Produk dan Substrat


2. Run 2
 Konsentrasi Asam Laktat
BE Asam Laktat : 90,08
1) Sampel 1 (t = 0 jam)
𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝐵𝐸 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡
Konsentrasi asam laktat = 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡)

0 × 0,0101 × 90,08
= 5

=0N
2) Sampel 2 (t = 2 jam)
𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝐵𝐸 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡
Konsentrasi asam laktat = 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡)

18 × 0,0101 × 90,08
= 5

= 3,28 N
3) Sampel 3 (t = 4 jam)
𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝐵𝐸 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡
Konsentrasi asam laktat = 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡)

18,25 × 0,0101 × 90,08


= 5

= 3,32 N
4) Sampel 4 (t = 6 jam)
𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝐵𝐸 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡
Konsentrasi asam laktat = 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡)

24,85 × 0,0101 × 90,08


= 5

= 4,52 N
5) Sampel 5 (t = 8 jam)
𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝐵𝐸 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡
Konsentrasi asam laktat = 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡)

41,25 × 0,0101 × 90,08


= 5

= 7,51 N
6) Sampel 6 (t = 12 jam)
𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝐵𝐸 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡
Konsentrasi asam laktat = 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡)
42,4 × 0,0101 × 90,08
= 5

= 7,72 N
7) Sampel 7 (t = 16 jam)
𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝐵𝐸 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡
Konsentrasi asam laktat = 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡)

42,8 × 0,0101 × 90,08


= 5

= 7,79 N
8) Sampel 8 (t = 20 jam)
𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝐵𝐸 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡
Konsentrasi asam laktat = 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡)

41,4 × 0,0101 × 90,08


= 5

= 7,53 N
9) Sampel 9 (t = 24 jam)
𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝐵𝐸 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡
Konsentrasi asam laktat = 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡)

44,25 × 0,0101 × 90,08


= 5

= 8,05 N
10) Sampel 10 (t = 28 jam)
𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝐵𝐸 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡
Konsentrasi asam laktat = 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡)

44 × 0,0101 × 90,08
= 5

=8,01 N
11) Sampel 11 (t = 32 jam)
𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝐵𝐸 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡
Konsentrasi asam laktat = 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡)

43 × 0,0101 × 90,08
= 5

= 7,82 N
 Konsentrasi Glukosa
Tabel 12. Data Absorbansi dan Konsentrasi Glukosa pada Run 2

Sampel Absorbansi Konsentrasi (g/L)


1 0 0
2 0,117 0,111111111
3 0,364 0,222222222
4 0,676 0,333333333
5 0,894 0,444444444
6 1,114 0,555555556

Kurva Konsentrasi Glukosa terhadap


Absorbansi
0,6
y = 0,4685x + 0,0306
0,5 R² = 0,9895
Konsentrasi (g/L)

0,4

0,3

0,2

0,1

0
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2
Absorbansi

Gambar 13. Kurva Konsentrasi Glukosa terhadap Absorbansi

Dengan persamaan garis yang didapat yaitu y = 0,4685x + 0,0306 maka akan
dihitung konsentrasi glukosa dengan dikalikan faktor pengenceran (50)
1) Sampel 1 (t = 0 jam)
Konsentrasi glukosa = (0,4685(0,862) + 0,0306) × 50
= 21,72 N
2) Sampel 2 (t = 2 jam)
Konsentrasi glukosa = (0,4685(0,756) + 0,0306) × 50
= 19,24 N
3) Sampel 3 (t = 4 jam)
Konsentrasi glukosa = (0,4685(0,643) + 0,0306) × 50
= 16,60 N
4) Sampel 4 (t = 6 jam)
Konsentrasi glukosa = (0,4685(0,582) + 0,0306) × 50
= 15,16 N
5) Sampel 5 (t = 8 jam)
Konsentrasi glukosa = (0,4685(0,097) + 0,0306) × 50
= 3,80 N
6) Sampel 6 (t = 12 jam)
Konsentrasi glukosa = (0,4685(0,076) + 0,0306) × 50
= 3,31 N
7) Sampel 7 (t = 16 jam)
Konsentrasi glukosa = (0,4685(0,092) + 0,0306) × 50
= 3,69 N
8) Sampel 8 (t = 20 jam)
Konsentrasi glukosa = (0,4685(0,086) + 0,0306) × 50
= 3,54 N
9) Sampel 9 (t = 24 jam)
Konsentrasi glukosa = (0,4685(0,096) + 0,0306) × 50
= 3,78 N
10) Sampel 10 (t = 28 jam)
Konsentrasi glukosa = (0,4685(0,088) + 0,0306) × 50
= 3,60 N
11) Sampel 11 (t = 32 jam)
Konsentrasi glukosa = (0,4685(0,077) + 0,0306) × 50
= 3,33 N

 Yield / Perolehan Asam Laktat


𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑡−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙
Yp/s = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑡
Tabel 13. Data Konsentrasi Asam Laktat dan Konsentrasi Glukosa pada
Run 2
Sampel Waktu Konsentrasi Asam Konsentrasi
(jam) Laktat (N) Glukosa (N)
1 0 0 21,72
2 2 3,28 19,24
3 4 3,32 16,60
4 6 4,52 15,16
5 8 7,51 3,80
6 12 7,72 3,31
7 16 7,79 3,69
8 20 7,53 3,54
9 24 8,05 3,78
10 28 8,01 3,60
11 32 7,82 3,33

1) Pada T = 0 jam
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑡−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙
Yp/s = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑎𝑡 × 100 %
𝑡

0−0
= 21,72 − 0
=0%
2) Pada T = 2 jam
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑡−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙 × 100 %
Yp/s = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑎𝑡
𝑡

3,28 − 0
= 21,72 − 19,24
= 132 %
3) Pada T = 4 jam
× 100 %
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑡−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙
Yp/s = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑎𝑡
𝑡

3,32 − 0
= 21,72 − 16,60
= 65 %
4) Pada T = 6 jam
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑡−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙
Yp/s = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑎𝑡 × 100 %
𝑡

4,52 − 0
= 21,72 − 15,16
= 69 %
5) Pada T = 8 jam
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑡−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙 × 100 %
Yp/s = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑎𝑡
𝑡

7,51 − 0
= 21,72 − 3,80
= 42 %
6) Pada T = 12 jam
× 100 %
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑡−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙
Yp/s = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑎𝑡
𝑡

7,72 − 0
= 21,72 − 3,31
= 42 %
7) Pada T = 16 jam × 100 %

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑡−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙


Yp/s = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑎𝑡
𝑡

7,79 − 0
= 21,72 − 3,69
= 43 %
× 100 %
8) Pada T = 20 jam
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑡−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙
Yp/s = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑎𝑡
𝑡

7,53 − 0
= 21,72 − 3,54
= 41 % × 100 %
9) Pada T = 24 jam
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑡−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙
Yp/s = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑎𝑡
𝑡

8,05 − 0
= 21,72 − 3,78
× 100 %
= 45 %
10) Pada T = 28 jam
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑡−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙
Yp/s = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑎𝑡
𝑡
8,01 − 0
= 21,72 − 3,60
= 44 %
11) Pada T = 32 jam
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑡−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙
Yp/s = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑎𝑡 × 100 %
𝑡

7,82 − 0
= 21,72 − 3,33
= 43 %

 Hubungan Konsentrasi Produk (Asam Laktat) dan Substrat (Glukosa)

Kurva Hubungan Konsentrasi Produk dan Substrat


25
Konsentrasi Asam
y = 0.1968x + 3.2399 Laktat (N)
20 R² = 0.6207

y = -0.5459x + 16.432
15 R² = 0.6314 Konsentrasi
Konsentrasi (N)

Glukosa (N)

10
Linear
(Konsentrasi
5 Asam Laktat (N))

Linear
0
(Konsentrasi
0 5 10 15 20 25 30 35
Glukosa (N))
-5
Waktu (jam)

Gambar 14. Kurva Hubungan Konsentrasi Produk (Asam Laktat) dan Substrat
(Glukosa)

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Pembahasan oleh Angelina Putri (201424004)

Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan mengenai Teknik Imobilisasi Sel dan
Evaluasi Kinerja Imobilisasi Sel Bakteri Lactobacillus casei Untuk Produksi
Asam Laktat denngan Reactor Packed bed. Praktkum kali ini bertujuan agar
mahasiswa
mampu memahami dan menguasai prosedur pembuatan sel terimobilisasi,
memahami karakteristik matriks pendukung sel terimobilisasi, memahami dan
menguasai prosedur penggunaan sel terimobilisasi dalam proses fermentasi, dan
mampu mengevaluasi kinerja dari reaktor packed bed dengan cara menentukan
laju alir optimum pada reaktor packed bed yang menghasilkan konsentrasi dan
yield asam laktat tertinggi.

Teknik imobilisasi sel adalah pembatasan gerak/mobilitas sel dalam suatu


matriks tertentu, sehingga sel tidak akan terbawa ke dalam aliran produk dan
dapat dipergunakan kembali untuk proses berikutnya. Sel imobilisasi adalah
suatu sel yang dilekatkan pada suatu bahan inert dan tidak terlarut dalam bahan
tersebut. Kelebihan sel terimobilisasi ini tidak memerlukan recovery dan
regenerasi sel. Sel-sel ini akan tertahan di bioreaktor sehingga tidak ikut dalam
aliran produk atau produk yang keluar tidak mengandung biomassa sehingga
tidak memerlukan peralatan untuk memisahkan biomassa, sedangkan jika
menggunakan sel bebas terdapat proses silir yang berupa pemisahan biomassa
dari cairan fermentasi.
Pada percobaan ini digunakan matriks penjerat yaitu natrium alginat.
Natrium alginat memiliki banyak kelebihan, di antaranya adalah ramah terhadap
sel, murah, dan mudah dalam prosesnya pembuatannya. Matriks ini sangat cocok
digunakan dalam skala lab karena prosesnya yang mudah. Matriks ini pun
memiliki kemampuan dalam mengikat air dan membentuk del, viskositas tinggi
serta memiliki stabilitas yang baik. Namun, natrium alginat ini memiliki
kemampuan yang rendah dalam menahan sel di dalam matriks bila dibandingkan
dengan polimer sintesis.
Praktikum ini digunakan metode pemerangkapan dengan cara memerangkap
sel mikroba yang hidup ke dalam matriks berupa natrium alginat, sedangkan
metode pengikatan, mikrobanya akan menempel pada matriks yang digunakan
jenis matriks yang biasa digunakan polimer sintetis dan alami, dimana praktikum
ini digunakan polimer gel alami. Polimer gel alami ini dapat diterima hampir
semua jenis sel karena dapat meminimalisir kerusakan sel-sel hidup.
Pada praktikum kali ini, bakteri yang dipakai untuk pembuatan asam laktat
adalah Lactobacillus casei. Lactobacillus casei adalah bakteri gram-positif,
anaerob, tidak memiliki alat gerak, tidak menghasilkan spora, berbentuk batang
dan menjadi salah satu bakteri yang berperan penting dalam pencernaan.
Lactobacillus casei ini akan menghasilkan produk fermentasi yaitu Asam Laktat
dengan mengubah karbohidrat atau glukosa menjadi asam laktat.

Dalam praktikum ini proses fermentasi memakai Reactor Packed Bed.


Reaktor Packed Bed memiliki gerakan substrat yang stabil dengan enzim
terimobilisasi dengan arah yang spasial.
Pada prosedur, ada beberapa yang perlu diperhatikan. Pada saat proses
inokulasi harus dilakukan dalam kondisi aseptis. Hal ini dilakukan agar tidak ada
bakteri lain yang masuk. Pada saat setelah jarum ose dipanaskan jangan dahulu
mengambil kultur untuk dipindahkan tetapi kita harus sentuhkan dahulu jarum
ose ke dalam media agar, supaya tidak langsung menyentuh kultur dalam
keadaan panas. Pada saat di inkubator shaker atur suhu pada 300C dan 150 rpm,
selama 24 jam.
Pada saat uji kesiapan rangkaian alat harus gunakan air terlebih dahulu yang
bertujuan untuk menguji apakah rangkaian alat ada kebocoran dan untuk
kalibrasi laju alir dari pompa peristaltik. Pastikan rangkaian reaktor telah di
sterilisasi menggunakan kapas yang diberi alkohol 70%, karena jika tidak maka
ditakutkan ada mikroba lain yang masuk ke dalam reaktor, maka reaktor tidak
lagi steril. Pada saat penambahan media produksi juga harus dilakukan dalam
kondisi aseptis.
Selanjutnya dilakukan persiapan dan pembuatan media padat dengan
menggunakan bakteri Lactobacillus shirota casei yang terdapat dalam produk
minuman yakult yang harus melalui proses sentrifugasi dan inkubasi terlebih
dahulu sebelum digunakan. Pada proses sentrifugasi endapan hasil sentrifugasi
akan diinkubasi dalam media agar cawan sehingga terbentuk koloni bakteri
Lactobacillus shirota casei. Setelah mikroba tumbuh dalam media padat maka
dapat dipindahkan ke dalam media cair yang berfungsi sebagai inokulum atau
media starter. Selanjutnya yaitu pembuatan beads, pembuatan beads poros yang
dibentuk harus cukup untuk mempermudah proses keluar masuknya substrat dan
produk. Pada pembuatan beads, natrium alginat dipasteurisasi pada suhu 80°C
selama 10 menit untuk membunuh mikroorganisme yang tidak diinginkan agar
natrium alginat tidak mengkontaminasi (Pasteurisasi ini disebut juga metode
sterilisasi yang bertujuan untuk membunuh kuman penyebab penyakit yang
dapat mengkontaminasi sel). Kemudian natrium alginat dimasukkan ke dalam
media inoculum yang sudah berisi bakteri Lactobacillus shirota casei dan
ditambahkan CaCl2 untuk menstabilkan beads dan memperkuat dinding beads.
Beads akan terbentuk karena adanya ikatan antara kalsium dengan alginate.
Secara teoritis, beads yang baik akan memiliki bentuk yang bulat sempurna dan
warna yang coklat, karena jika beads tidak berbentuk bulat sempurna beads akan
mudah hancur. Prosedur kerja selanjutnya yaitu pembuatan media produksi
fermentasi. Pada media produksi ini mengandung glukosa sebagai sumber
karbon, yeast ekstrak sebagai sumber nitrogen, KH2PO4 sebagai sumber fosfor,
dan MgSO4.7H2O sebagai sumber hara makro. Reaktor imobilisasi yang
digunakan proses fermentasi adalah reaktor packed bed karena reaktor ini tidak
membutuhkan volume reaktor yang besar serta memiliki gesekan hidrodinamik
yang kecil. Sel terimobilisasi akan di packing dalam bentuk bed sehingga sel
terimobilisasi dalam keadaan diam.
Proses fermentasi menggunakan reaktor packed bed diawali dengan uji
kesiapan alat menggunakan air untuk mengecek tidak ada kebocoran dan untuk
kalibrasi laju alir dari pompa peristaltik. Selanjutnya masukkan media produksi
fermentasi ke dalam recycle chamber dan beads ke dalam reaktor packed bed,
tunggu hingga larutan CaCl2 habis lalu nyalakan pompa peristaltik. Lama
kelamaan akan terjadi peningkatan produksi asam laktat dan konsentrasi asam
laktat setiap waktunya. Untuk mengetahui konsentrasi asam laktat (sampel) maka
dilakukan titrasi dengan menggunakan larutan NaOH setiap 2 jam sekali.

Kemudian tahapan prosedur selanjutnya yaitu menganalisis konsentrasi


glukosa menggunakan DNS, untuk menganalisis kadar glukosa dalam sampel
akan ditambahkan larutan DNS kemudian diukur absorbansinya menggunakan
Spektrofotometri UV-Vis dengan Panjang gelombang 540 nm (yang digunakan
dalam praktikum ini). Sedangkan untuk analisis asam laktat dilakukan dengan
titrasi larutan standar NaOH 0,01N. Penggunaan metode DNS karena DNS
sangat sensitif dalam mendeteksi perbedaan kadar glukosa atau ketelitian dalam
mendeteksi nilai glukosanya tinggi sehingga perbedaan nilai glukosa yang
dihasilkan akan lebih akurat.

Dari pengolahan data didapatkan beberapa pembahasan di antaranya:

1. Pengaruh waktu fermentasi terhadap konsentrasi asam laktat

Untuk mengetahui pengaruh waktu fermentasi terhadap konsentrasi asam laktat


dapat dilihat dari gambar kurva hubungan konsentrasi produk dan substrat.
Konsentasi etanol meningkat seiring berjalannya waktu fermentasi karena semakin
lama waktu fermentasi maka aktivitas ragi semakin tinggi dalam mengkonversi
glukosa menjadi etanol (Yeni dkk., 2016). Sama seperti fermentasi asam laktat,
konsentrasi produk atau asam laktat pun akan meningkat seiring berjalannya
waktu karena aktvitas ragi semakin tinggi dan mengubah glukosa menjadi asam
laktat. Maka, semakin lama waktu fermentasi, semakin tinggi konsentrasi asam
laktat.
2. Pengaruh waktu fermentasi terhadap konsentrasi gula sisa
Berdasarkan data yang diperoleh dan kurva grafik hubungan konsentrasi
produk dan substrat. Semakin lama proses fermentasi berlangsung maka akan
semakin sedikit pula glukosa yang terkandung. Penurunan konsentrasi gula
tersebut terjadi karena yeast membutuhkan substrat untuk pertumbuhan, baik
memperbanyak maupun mempertahankan sel. Gula digunakan oleh yeast untuk
beraktivitas sehingga menghasilkan etanol sebagai metabolit primer (Rachman,
1991). Hal ini menandakan bahwa glukosa yang terkandung sebagai substrat pada
fermentasi ini digunakan untuk menghasilkan asam laktat sehingga semakin lama
maka semakin banyak juga glukosa yang digunakan dalam proses fermentasi
asam laktat. Semakin lama waktu fermentasi, konsentrasi gula yang ada semakin
berkurang.
3. Perubahan pH

Variabel yang perlu diperhatikan juga adalah pH. pH merupakan derajat


keasamaan yang digunakan untuk menyatakan tingat keasamaan suatu larutan.
Apabila dilihat dari data pH run 1 yang didapat dari praktikum dimana pH
produk atau akhir yaitu 4.93 yang lebih asam dibanding dengan pH awal yaitu
6.98, hal ini dikarenakan asam laktat bertambah maka dari itu pH akhir menjadi
lebih asam dibanding dengan pH awal. Begitu pun dengan pH run 2 yaitu pH
awal 7.11 menjadi pH akhir 4.24. Aktivitas bakteri asam laktat menyangkut
penghasilan asam laktat dalam proses fermentasi mampu menurunkan pH
lingkungan dari kondisi netral menjadi asam (Mortazavian et al., 2007). Menurut
Sheeladevi (2011), keasaman produk fermentasi disebabkan adanya pemecahan
laktosa oleh bakteri asam laktat (Sheeladevi, 2011). Berdasarkan penelitian yang
dilakukan Ayuti et al (2016) bakteri Lactobacillus casei dapat menurunkan pH
lingkungan hingga 3,44-4,19. Hal tersebut membuktikan bahwa perubahan pH
diakibatkan oleh bakteri yang dapat menurunkan pH dan terbentuknya asam
laktat.
4. Pengaruh kecepatan pompa terhadap proses fermentasi

Pada run 1 dan run 2 terjadi kenaikan kecepatan pompa yaitu dari 20 rpm
menjadi 30 rpm. Pada run 1 produk konsentrasi asam laktat lebih besar
dibandingkan dengan run 2. Kecepatan pompa mempengaruhi kelarutan oksigen
(aerasi) dalam media fermentasi. Semakin tinggi kecepatan pompa semakin
banyak pula oksigen yang terlarut dalam media fermentasi. Kecepatan pompa
akan meningkatkan luas permukaan perpindahan oksigen dengan cara
mendispersikan udara ke dalam media fermentasi dalam bentuk gelembung-
gelembung kecil. Kecepatan pompa juga berfungsi untuk menahan terlepasnya
gelembung udara dari media fermentasi, mencegah penggabungan gelembung
udara dan mengurangi ketebalan film cairan pada antar muka gas/cairan dengan
cara menciptakan turbulensi dalam media fermentasi (Stanbury and Whitaker,
1984). Kenaikan kecepatan pompa dari 100 rpm ke 150 rpm meningkatkan
konsentrasi asam laktat akhir dari 7,05 ke 10,19 g/l (Rintis, 2010). Hal tersebut
menunjukkan bahwa kecepatan pompa memengaruhi produk dari fermentasi.
Namun, apabila kecepatan pompa terlalu
cepat akan juga mengakibatkan penurunan produk asam laktat. Peningkatan
kecepatan pompa menjamin ketersediaan oksigen dalam sel, kondisi tersebut
justru menghambat konversi pyruvate menjadi asam laktat (Rintis, 2016). Maka,
diperlukannya kondisi optimum dalam kecepatan pompa.
5. Pengaruh laju alir terhadap proses fermentasi
Laju alir media produksi dapat mempengaruhi hasil konsentrasi asam laktat
dan yield dari asam laktat. Pada run 2 yang memiliki laju alir yang lebih besar
didapatkan konsentrasi asam laktat yang memiliki jumlah konsentrasi yang lebih
besar dari run 1. Pada yield juga didapatkan yield yang lebih besar pada run 2
dibanding run 1 yaitu 45.5499 % untuk run 2 dan 27.0892 % untuk run 1. Hal ini
dikarenakan laju alir media produksi dengan laju alir yang lebih besar dapat
mengangkat beads yang berada di dasar kolom sehingga aliran masuk ke packed
bed lebih cepat dan terjadinya kontak antara substrat dengan sel yang akan
termobilisasi lebih efektif, dengan begitu maka hasil dari fermentasi lebih efektif
dan juga akan menghasilkan produk asam laktat yang lebih banyak. Selain itu,
laju alir berbanding lurus dengan waktu proses fermentasi, semakin cepat laju
alir akan menyebabkan waktu proses fermentasi semakin cepat dikarenakan
dengan laju alir substrat yang cepat, waktu tinggal substrat didalam fermentor
akan semakin singkat (Okky dkk., 2015).

6.2 Pembahasan oleh Angely Luviana (201424005)

Sel imobilisasi adalah suatu sel yang dilekatkan pada suatu bahan inert dan tidak
terlarut dalam bahan tersebut. Kelebihan sel terimobilisasi ini tidak memerlukan
recovery dan regenerasi sel. Sel-sel ini akan tertahan di bioreaktor sehingga tidak
ikut dalam aliran produk atau produk yang keluar tidak mengandung biomassa
sehingga tidak memerlukan peralatan untuk memisahkan biomassa. Sedangkan
jika menggunakan sel bebas terdapat proses silir yang berupa pemisahan biomassa
dari cairan fermentasi. Kelebihan lainnya dari sel terimobilisasi adalah walaupun
laju alir masuk dan keluarnya tinggi, mikrobanya tidak akan ikut terbawa ke aliran
yang keluar. Kekurangan dari sel terimobilisasi adalah karena selnya terdapat
dalam
bentuk matriks sehingga saat proses difusi, substrat masuk ke dalam bertemu
dengan mikroba kemudian keluar dari cairan fermentasi akan terhambat karena
terhalangi oleh matriks yang membungkusnya. Hal ini harus diatasi dengan
pemilihan jenis matriks dan konsentrasi matriks yang akan digunakan metode
untuk membuat sel terimobilisasi adalah metode pemerangkapan dan metode
pengikatan. Untuk praktikum ini digunakan metode pemerangkapan dengan cara
memerangkap sel mikroba yang hidup ke dalam matriks berupa natrium alginat.
Sedangkan metode pengikatan, mikrobanya akan menempel pada matriks yang
digunakan jenis matriks yang biasa digunakan polimer sintetis dan alami, dimana
praktikum ini digunakan polimer gel alami. Polimer gel alami ini dapat diterima
hampir semua jenis sel karena dapat meminimalisir kerusakan sel-sel hidup.

Mikroba yang digunakan pada praktikum ini adalah Lactobacillus casei,


Lactobacillus casei merupakan bakteri gram positif, anaerob, tidak membentuk
spora sehingga aman, dan berbentuk batang. Bakteri Lactobacillus casei
menghasilkan asam laktat sebagai produk akhir metabolisme dan suhu optimum
pertumbuhannya 15℃ sampai 40℃.

Praktikum ini diawali pembuatan media padat, berhubung yang mikroba


yang digunakan adalah bakteri maka media padatnya berupa berupa Nutrient Agar
dengan komposisi beef extract 0,3 gr; pepton 1 gr; bacto agar 1,8 gr; NaCl 0,5 gr;
dan aquades. Setelah mikroba tumbuh dalam media padat maka dapat dipindahkan
ke dalam media cair yang berfungsi sebagai inokulum atau media starter. Media
cair yang digunakan adalah MRS Broth dengan komposisi yeast extract 20 g/L;
beef extract 4 g/L; D(+) Glucose 20 g/L; K2HPO4 2 g/L; tween 80 1 g/L; MgSO4
0,2 g/L; dan MnSO4 0,05 g/L. Mikroba akan ditumbuhkan pada media cair ini
sampai pada fase eksponensial dimana jumlah mikrobanya sudah cukup banyak
sehingga sudah siap dicampurkan dengan matriksnya. Selanjutnya masuk ke tahap
pembuatan sel imobilisasi dengan melarutkan 5,1 gram natrium alginat ke dalam
140 mL aquades, dengan komposisi tersebut diharapkan dapat membentuk beads
yang bagus, tidak hancur, tidak terlalu lembek dan keras, dan seragam. Kemudian
dilakukan pasteurisasi pada suhu 80℃ selama 10 menit. Pasteurisasi ini disebut
juga metode sterilisasi yang bertujuan untuk membunuh kuman penyebab
penyakit yang dapat mengkontaminasi sel. Setelah proses pasteurisasi selesai
maka dilanjutkan dengan mendinginkan larutan natrium alginat hingga mencapai
suhu 30
- 40℃ untuk menyesuaikan dengan suhu optimum dari bakteri tersebut dan
mencegah kematian bakteri yang akan dipakai karena pada praktikum ini
diinginkan bakteri dalam kondisi hidup dan aktif. Lalu melakukan proses
sentrifugasi pada media inokulum yang telah diikubasi dan campurkan endapan
pada media inokulum ke dalam larutan natrium alginat. Campuran tersebut
disuntikkan ke dalam 1000 mL larutan 0,2 M CaCl2 steril menggunakan spuit
steril sehingga larutan natrium alginat akan mengeras dan membentuk beads yang
berukuran sekitar 3 – 4 mm dan berbentuk bulat.

Reaktor imobilisasi yang digunakan proses fermentasi adalah reaktor


packed bed karena reaktor ini tidak membutuhkan volume reaktor yang besar serta
memiliki gesekan hidrodinamik yang kecil. Sel terimobilisasi akan di packing
dalam bentuk bed sehingga sel terimobilisasi dalam keadaan diam. Ketika
dimasukkan substrat dari bawah kolom maka sel terimobilasasi akan diam atau
yang mengalir hanya substrat kemudian ketika berdifusi masuk ke dalam matriks
dan bertemu mikroba maka mikrobanya akan mengubah substrat glukosa menjadi
produk asam laktat. Sehingga diharapkan substrat yang keluar dari atas bed sudah
diubah menjadi asam laktat. Sebelum melakukan proses fermentasi perlu dibuat
media produksi yang komposisinya terdiri dari glukosa 24 gr; yeast extract 12 gr;
K2HPO4 3,6 gr; MgSO4.7H2O 0,6 gr; MnSO4.H2O 0,0036 gr; tween 80 1,2 mL;
dan
aquadest 1.200 mL. Pada media produksi ini tidak terdapat beef extract seperti
pada media inokulum karena sumber protein atau nitrogennya sudah dipenuhi di
yeast extract.

Proses fermentasi menggunakan reaktor packed bed diawali dengan uji


kesiapan alat menggunakan air untuk mengecek tidak ada kebocoran dan untuk
kalibrasi laju alir dari pompa peristaltik. Selanjutnya masukkan media produksi
fermentasi ke dalam recycle chamber dan beads ke dalam reaktor packed bed,
tunggu hingga larutan CaCl2 habis lalu nyalakan pompa peristaltik. Setelah itu
media produksi akan memenuhi reaktor packed bed dari bawah menuju ke atas
dan terjadi over flow sehingga media akan mengalir kembali ke dalam recycle
chamber. Lama kelamaan akan terjadi peningkatan produksi asam laktat dan
konsentrasi asam laktat setiap waktunya. Untuk mengetahui konsentrasi asam
laktat (sampel) maka dilakukan titrasi dengan menggunakan larutan NaOH setiap
2 jam sekali.

Pada praktikum ini dilakukan 2 kali run untuk run 1 dilakukan pada laju
alir 3,96 L/jam, 20 rpm, suhu 37℃, pH awal 6,98, pH akhir 4,93, dan konsentrasi
NaOH 0,01023 N. Sedangkan run 2 dilakukan pada laju alir 5,4 L/jam, 30 rpm,
suhu 37℃, pH awal 7,11, pH akhir 4,24, dan konsentrasi 0,0101 N. Dilakukan
perhitungan untuk mencari konsentrasi asam laktat dengan volume sampel 5 mL.
Selanjutnya melakukan perhitungan konsentrasi glukosa dengan memplotkan
antara absorbansi dan glukosa pada konsentrasi tertentu. Dari kurva tersebut akan
didapat persamaan garis y = 0,4685x + 0,0306 lalu disubstitusikan x adalah
absorbansi sampel sehingga didapatkan konsentrasi glukosa sisa. Berdasarkan run
1 dan run 2 didapatkan konsentrasi asam laktat yang semakin lama semakin
meningkat sedangkan konsentrasi glukosa sisa cenderung menurun. Hasil tersebut
sesuai dengan teori yang ada bahwa bakteri Lactobacillus casei akan mengubah
substrat glukosa yang masuk menjadi asam laktat. Substrat glukosa ini lama-
kelamaan akan menurun karena sedikit demi sedikit diserap oleh bakteri
Lactobacillus Casei untuk diubah menjadi asam laktat. Selanjutya dapat dihitung
yield atau perolehan asam laktat dengan yield terkecil pada waktu 0 jam atau
belum terbentuk asam laktat. Yield ini dipengaruhi oleh massa produk dan massa
substrat sesuai dengan rumus yang digunakan untuk menghitung yield.

6.3 Pembahasan oleh Anggita Cahya Maulida (201424006)

Pada praktikum kali ini dilakukan immobilisasi sel untuk mengahasilkan produk
berupa asam laktat. Sel imobilisasi adalah suatu sel yang dilekatkan pada suatu
bahan inert dan tidak larut dalam bahan tersebut, diama kelebihan dari sel
terimobilisasi ini adalah tidak memrlukan recovery dan regenerasi sel. Salah satu
metode imobilisasi adalah metode penjeratan. Sel diperangkap dalam suatu
matriks sehingga sel akan tertahan dibioreaktor dan tidak ikut dalam aliran produk
atau produk yang keluar tidak mengandung biomassa sehingga tidak memerlukan
peralatan untuk memisahkan biomassa.

Pada praktikum ini matriks yang digunakan adalah gel alami, yaitu berupa
natrium alginat. Natrium alginat merupakan matriks imobilisasi sel yang paling
banyak digunakan, Karena ramah terhadap sel, mudah dalam proses
pembuatannya dan harganya yang murah. Selain itu inoculum merupakan kultur
mikroorganisme yang ditumbuhkan pada substrat sebagai media tumbuh. Media
inoculum yang digunakan untuk jenis bayaitu media MRS dengan komposisi
yeast extract 20 g/L, beef extract 4 g/L, D (+) Glucose 20 g/L, K2HPO4 2 g/L,
Tween 80 1 g/L, MgSO4 0,2 g/L, serta MnSO4 0,05 g/L.

Teknik imobilisasi sel adalah pembatasan gerak/mobilitas sel dalam suatu


matriks tertentu, sehingga sel tidak akan terbawa ke dalam aliran produk dan
dapat dipergunakan kembali untuk proses berikutnya. Fermentasi yang
menggunakan sel terimobilisasi dilakukan dalam reactor yang memiliki gesekan
hidrodinamik rendah agar tidak terjadi kerusakan pada matriks, salah satunya
yaitu reactor packed bed. Proses fermentasi dengan sel imobilisasi ini
menggunakan reactor packed bed dimana dengan menggunakan sel imobilisasi
maka tidak diperlukan recovery karena ketika substrat masuk, sel terimobilisasi
tetap diam atau tidak ikut mengalir terbawa substrat.

Fermentasi dapat diartikan sebagai suatu disimilasi senyawa-senyawa


organic yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme. Asam laktat dapat di
produksi melalui dua acara yaitu sintesis kimia dan fermentasi. Namun pada
praktikum kali ini asam laktat di produksi dengan cara fermentasi dengan
menggunakan bantuan bakteri asam laktat, yaitu bakteri Lactobacillus casei.
Bakteri ini termasuk ke dalam genus Lactobacillus yang bersifat fakultatif
heterofermentative yang dapat menghasilakn ±50% asam laktat dan 50% bahan
lainnya seperti asam asetat, etanol dan CO2. Lactobacillus casei memiliki kondisi
optimum untuk pertumbuhan dan pembentukan produk yaitu pada temperature
37⁰C dan nilai pH 6.

Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mengetahui konsentrasi dari


asam laktat dan konsentrasi glukosa, dimana di lakukan dengan 2 percobaan, pada
RUN 1 dengan laju alir 3,96 L/jam, konsentrasi NaOH 0,01023 N, suhu 37⁰C, pH
awal sebesar 6,98 dan pH akhir sebesar 4,93 serta putaran 20 rpm didapatin
konsentrasi asam laktat secara berturut-turut dari waktu 0 jam; 2 jam; 4 jam; 6
jam; 8 jam; 12
jam; 16 jam; 20 jam; 24 jam; 28 jam; dan 32 jam, yaitu 0 N; 2,42 N; 2,56 N; 2,52
N; 3,03 N; 3,94 N; 4,55 N; 4,61 N; 5,08 N; 5,11 N; 5,01 N. Setelahnya adalah
menentukan konsentrasi glukosa dengan cara membuat kurva konsentrasi glukosa
terhadap absorbansi dan didapatkan persamaan garis, yaitu: y = 0,4685x + 0,0306
maka akan dihitung konsentrasi glukosa dengan dikalikan factor pengenceran
(50x), dimana x adalah absorbansi dan y adalah konsentrasi glukosa sisa.
Berdasarkan perhitungan konsentrasi glukosa yang didapatkan secara berturut-
turut dari sampel 1; sampel 2; sampel 3; sampel 4; sampel 5; sampel 6; sampel 7;
sampel
8; sampel 9; sampel 10; dan sampel 11 adalah 20,86 N; 19,97 N; 17,90 N; 17,30N;
15,94N; 1,60 N; 2,21 N; 3,15 N; 2,16 N; 2,14 N; dan 2,35 N. selanjutnya didapatkan
perolehan yield secara berturut-turut dari waktu 0 jam; 2 jam; 4 jam; 6 jam; 8 jam;
12 jam; 16 jam; 20 jam; 24 jam; 28 jam; dan 32 jam, yaitu 0%; 272%; 86%; 71%;
62%; 21%; 24%; 26%; 27%; 27%; dan 27%.

Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mengetahui konsentrasi dari


asam laktat dan konsentrasi glukosa, pada RUN 2 dengan laju alir 5,4 L/jam,
konsentrasi NaOH 0,0101 N, suhu 37⁰C, pH awal sebesar 7,11 dan pH akhir
sebesar 4,24 serta putaran 30 rpm didapatin konsentrasi asam laktat secara
berturut-turut dari waktu 0 jam; 2 jam; 4 jam; 6 jam; 8 jam; 12 jam; 16 jam; 20
jam; 24 jam; 28 jam; dan 32
jam, yaitu 0 N; 3,28 N; 3,32 N; 4,52 N; 7,51 N; 7,72 N; 7,79 N; 7,53 N; 8,05 N;
8,01 N; dan 7,82 N. Setelahnya adalah menentukan konsentrasi glukosa dengan
cara membuat kurva konsentrasi glukosa terhadap absorbansi dan didapatkan
persamaan garis, yaitu: y = 0,4685x + 0,0306 maka akan dihitung konsentrasi
glukosa dengan dikalikan factor pengenceran (50x), dimana x adalah absorbansi
dan y adalah konsentrasi glukosa sisa. Berdasarkan perhitungan konsentrasi
glukosa yang didapatkan secara berturut-turut dari sampel 1; sampel 2; sampel 3;
sampel 4; sampel 5; sampel 6; sampel 7; sampel 8; sampel 9; sampel 10; dan
sampel
11 adalah 21,72 N; 19,24 N; 16,60 N; 15,16 N; 3,80 N; 3,31 N; 3,69 N; 3,54 N;
3,78 N; 3,60 N; dan 3,33 N. selanjutnya didapatkan perolehan yield secara
berturut- turut dari waktu 0 jam; 2 jam; 4 jam; 6 jam; 8 jam; 12 jam; 16 jam; 20
jam; 24 jam;
28 jam; dan 32 jam, yaitu 0%; 132%; 65%; 69%; 42%; 42%; 43%; 41%; 45%; 44%;
dan 43%.

Berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa konsentrasi asam asetat semakin


lama semakin meningkat sedangkan konsentrasi glukosa sisa cenderung menurun,
hasil tersebut sesuai dengan teori yang ada bahwa bakteri Lactobacillus casei akan
mengubah substrat glukosa yang masuk menjadi asam laktat.

VII. KESIMPULAN
7.1 Kesimpulan oleh Angelina Putri (201424004)
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Sel imobilisasi merupakan sel yang dibatasi ruang gerak/mobilitasnya di
dalam matriks tertentu sehingga tidak terbawa dalam aliran produk dan
dapat digunakan kembali. Sel terimobilisasi dibuat dengan memerangkap
sel pada matriks sehingga sel akan tertahan di bioreaktor dan tidak ikut
dalam aliran produk atau produk yang keluar tidak mengandung biomassa
sehingga tidak memerlukan peralatan untuk memisahkan biomassa.
2. Kelebihan Teknik Imobilisasi sel yaitu dapat meningkatkan produktivitas
produksi, menghasilkan produk yang lebih efisien dengan perolehan yield
yang tinggi dari pada menggunakan sel bebas, dan dapat menekan biaya
recovery dan recycle dalam proses produksinya.
3. Metode yang digunakan yaitu metode penjeratan dengan polimer gel alami
yaitu matriks natrium alginat. Penggunaan natrium alginat karena
memiliki beberapa keunggulan yaitu sifat ramah terhadap sel
sehingga dapat
meminimalisasi kematian mikroorganisme, mudah dalam proses
pembuatannya, kemudian harganya yang terjangkau. Media penjerat
berbentuk matriks yang stabil pada kondisi fermentasi, memiliki sifat
mekanik yang stabil sehingga dapat digunakan lebih lama dalam reaktor.
4. Fermentasi dengan sel imobilisasi menggunakan reaktor packed bed tidak
memerlukan recovery karena ketika substrat masuk, sel terimobilisasi
tidak ikut mengalir terbawa substrat.
5. Dari pengolahan data yang dilaukan didapatkan nilai laju alir optimum
dari kurva kalibrasi, yaitu laju alir optimum pada run 1 sebesar 3,96 L/jam
dan laju alir pada run 2 sebesar 5,4 L/jam. Dari penolahan diketahui
bahwa konsentrasi asam laktat yang semakin lama semakin meningkat
sedangkan konsentrasi glukosa sisa cenderung menurun. Hasil tersebut
sesuai dengan teori yang ada bahwa bakteri Lactobacillus casei akan
mengubah/mengkonversi substrat glukosa yang masuk menjadi asam
laktat.

7.2 Kesimpulan oleh Angely Luviana (201424005)


Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai
berikut.
2. Sel imobilisasi adalah suatu sel yang dilekatkan pada suatu bahan inert dan
tidak terlarut dalam bahan tersebut. Kelebihan sel terimobilisasi ini tidak
memerlukan recovery dan regenerasi sel.
3. Sel terimobilisasi dibuat dengan memerangkap sel pada matriks sehingga
sel akan tertahan di bioreaktor dan tidak ikut dalam aliran produk atau
produk yang keluar tidak mengandung biomassa sehingga tidak
memerlukan peralatan untuk memisahkan biomassa.
4. Matriks yang digunakan adalah gel alami, digunakan polimer alami karena
polimer alam dapat diterima oleh hampir semua jenis sel karena pada
polimer alam kerusakan sel-sel hidup dapat diminimalkan.
5. Proses fermentasi dengan sel imobilisasi ini menggunakan reaktor packed
bed dimana dengan menggunakan sel imobilisasi tidak diperlukan
recovery
karena ketika substrat masuk, sel terimobilisasi tetap diam atau tidak ikut
mengalir terbawa substrat.
6. Laju alir optimum didapatkan dengan kalibrasi, pada run 1 didapatkan laju
alir 3,96 L/jam dan laju alir run 2 adalah 5,4 L/jam.
7. Didapatkan konsentrasi asam laktat yang semakin lama semakin
meningkat sedangkan konsentrasi glukosa sisa cenderung menurun. Hasil
tersebut sesuai dengan teori yang ada bahwa bakteri Lactobacillus casei
akan mengubah substrat glukosa yang masuk menjadi asam laktat.

7.3 Kesimpulan oleh Anggita Cahya Maulida (201424006)

1. Sel immobilisasi adalah sel yang dibatasi ruang geraknya atau


mobilitasnya di dalam matriks tertentu sehingga tidak terbawa dalam
aliran produk dan dapat digunakan kembali.
2. Immobilisasi sel dapat mengurangi biaya recovery dan recycle sel.
3. Laju alir optimum pada run 1 adalah 3,96 L/jam sedangkan pada run 2
adalah 5,4 L/jam.
4. Kondisi optimum Lactobacillus casei untuk pertumbuhan dan
pembentukan produk adalah pada temperature 37⁰C dan nilai pH 6.
5. Matriks yang digunakan pada praktikum ini adalah natrium alginate.

VIII. DAFTAR PUSTAKA

 Rizki, Yeni dkk. 2016. FERMENTASI LARUTAN GLUKOSA UNTUK


PRODUKSI ETANOL DENGAN TEKNIK IMMOBILISASI SEL
SACCHAROMYCES CEREVISIAE. Jom FTEKNIK Volume 3 No.1.
 Rachman, A.K., dan Y. Sudarto. 1991. Nipah Sumber Pemanis Baru.
Kanisius, Yogyakarta.
 Ayuti, Siti Rani dkk. 2016. Dinamika Pertumbuhan Lactobacillus casei
dan Karakteristik Susu Fermentasi Berdasarkan Suhu dan Lama
Penyimpanan. Agripet Vol 16, No. 1.
 Mortazavian, A.M., Ehsani, M.R., Mousavi, S.M., Rezaul, K., Sohrab
Vandi, S., Reinheimer, J.A., 2007. Effect of Refrigerated Storage
Temperature on The Viability of Probiotic Micro-organisms in Yogurt.
Intern. J. of Dairy. Technol. 60(2):123-127.
 Sheeladevi, A., Ramanathan, N., 2011. Lactic Acid Production Using
Lactic Acid Bacteria under Optimized Conditions. Intern. J. Pharm. Biol.
Arch. 2(6):1686-1691.
 Manfaati, Rintis. 2010. KINETIKA DAN VARIABEL OPTIMUM
FERMENTASI ASAM LAKTAT DENGAN MEDIA CAMPURAN
TEPUNG TAPIOKA DAN LIMBAH CAIR TAHU OLEH RHIZOPUS
ORYZAE. Semarang. Universitas Dipenogoro.

LAMPIRAN

Tabel 14. Gambar Alat yang Digunakan beserta Fungsinya

No. Nama Alat Gambar Fungsi

1. Seperangkat Alat Untuk mereaksikan umpan


Reaktor Packed Bed dengan fase gas dan katalis
dalam bentuk padat.

2. Pompa peristaltik Untuk pompa cairan


melalui tabung.
3. Hot plate stirrer Untuk memanaskan dan
larutan satu dengan larutan
lain yang bertujuan untuk
membuat suatu larutan
homogen

4. Magnetic stirrer Untuk mengaduk suatu


sampel sehingga sampel
tersebut dapat tercampur
menjadi homogen

5. Lemari inkubator Digunakan untuk


menginkubasi atau
mengerami suatu biakan.

6. Statif dan klem Statif adalah stand sebagai


tempat untuk meletakkan
klem. Sedangkan klem
sendiri merupakan sebuah
alat jepit yang berbuat dari
besi dan digunakan untuk
menjepit alat gelas kimia.

7. Pipet ukur Untuk memindahkan cairan


atau larutan ke dalam
wadah dengan berbagai
ukuran volume.
8. Erlenmeyer steril Untuk menjadi wadah dari
bahan kimia cair dan juga
sering digunakan untuk
proses titrasi untuk
menampung larutan yang
akan digunakan..

9. Gelas kimia steril Untuk melarutkan bahan


kimia cair, padat, pasta
ataupun tepung serta dapat
digunakan sebagai
mereaksikan bahan kimia.

10. Gelas ukur 50 mL Untuk mengukur volume


larutan atau zat cair dengan
tepat.

11. Spuit steril Untuk menginjeksikan


cairan.

12. Jarum ose Untuk memindahkan


biakan mikroorganisme
untuk ditanam/
ditumbuhkan ke media
baru.
13. Pembakar spirtus Untuk membakar zat atau
memanaskan larutan.

14. Termometer Untuk mengukur suhu.

15. Bola hisap Digunakan untuk


membantu proses
pengambilan cairan.

16. Spektrofotometer Untuk mengukur


UV-Vis transmitan atau absorban
suatu sampel sebagai fungsi
panjang gelombang.

17. Kuvet Untuk mengukur


konsentrasi reagen yang
dibaca pada
spektrofotometer.
18. Brix meter Untuk mengukur besarnya
konsentrasi larutan yang
terkandung di dalam suatu
larutan.

19. pH meter Untuk mengukur kadar pH


atau keasaman dari suatu
benda.

20. Stopwatch Untuk mengukur lamanya


waktu yang diperlukan
dalam suatu kegiatan atau
kejadian.

21. Batang pengaduk Untuk mencampur


bahan kimia dan cairan
untuk keperluan
laboratorium serta untuk
membantu dekantasi
larutan, menginduksi
kristalisasi dan
memecahkan emulsi pada
suatu ekstraksi

22. Tabung reaksi Untuk tempat mereaksikan


dua larutan/bahan kimia
atau lebih, serta sebagai
tempat mengembangbiakan
mikroba dalam media cair.

23. Cawan petri Untuk kegiatan isolasi,


pemurnian dan
membiakkan (kultivasi)
mikroorganisme.

24. Tabung sentrifugasi Sebagai wadah untuk


memisahkan campuran
padat-cair atau cair-cair
yang tidak saling larut.

Anda mungkin juga menyukai