Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM INTRUMENTASI

ANALITIK
PENENTUAN KADAR Fe MENGGUNAKAN
SPEKTROFOTOMETRI NYALA SERAPAN ATOM

Laporan ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah


Instrumentasi Analitik

Dosen pengampu : Drs. Haryadi, M.sc, Ph.D


Disusun oleh :
Muhammad Helmi Nauvaldi (211424021)
Muhammad Rafi Nugroho (211424022)
Mustika Agustini Alfithroh (211424023)
Naufal Syakir Munggaran (211424024)

1 TKPB

JURUSAN TEKNIK KIMIA

PROGRAM STUDI D4-TEKNIK KIMIA PRODUKSI BERSIH


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
TAHUN AJARAN 2021/2022
I. TUJUAN
Setelah melakukan praktikum ini, mahasiswa diharapkan mampu :

1. Menjelaskan prinsip pengukuran spektrofotometri serapan atom

2. Menentukan konsentrasi unsur logam secara SSA

II. DASAR TEORI


Spektrofotometri merupakan metode analisis kimia yang berdasarkan pada
inter aksi cahaya yang bersifat kontinyu dan stabil dengan senyawa kimia. Ada
dua bentuk senyawa yang dapat dianalisis yaitu molekul dan atom.
Spektrofotometri UV-VIS merupakan salah satu metoda analisis kualitatif dan
kuantitatif senyawa bentuk molekul dengan pengukuran serapan pada daerah
panjang gelombang ultra violet hingga sinar tampak (visible), sering kali disebut
sebagai spektrofotometri molekul. Pada spektrofotometri atom pengukuran dapat
berdasarkan peristiwa emisi atau absorpsi cahaya oleh atom. Jika yang diamati
adalah peristiwa emisi cahaya oleh atom dinamakan spektrofotometri emisi atom,
sedangkan untuk peristiwa absorpsi atom disebut spektrofotometri serapan atom.
Perbedaan yang mendasar antara spektrofotometri serapan atom dengan
spektrofotometri UV-VIS adalah perlakuan analit yang menyerap sinar. Pada
gambar 1 menunjukkan proses pengukuran secara spektrofotometri serapan
atom. Atom Natrium (Na) menyerap energi cahaya dari sumber cahaya, cahaya
yang tidak terserap dikorelasikan terhadap konsentrasi Na.
Atom pada keadaan energi dasar akan menyerap energi dari sumber cahaya
akibatnya elektron terluar dari atom tersebut mengalami proses eksitasi yaitu
elektron berpindah ke tingkat energi yang lebih tinggi. Elektron yang tereksitasi
tidak stabil maka elektron dari atom tersebut akan kembali ke keadaan energi
dasar dengan melepaskan energy.

Kurva yang menunjukkan hubungan antara serapan terhadap panjang


gelombang dalam spektrofotometri disebut spektrum serapan.

Spektrum serapan untuk molekul berupa pita (kontinyu) sedangkan spektrum


serapan dari atom bentuk garis dan diskontinyu. Oleh karena itu tidak diperoleh
panjang gelombang maksimum, seperti pada spektrofotometri molekul.
Spektrum serapan dari atom berada pada daerah panjang gelombang ultra violet
hingga sinar tampak. Berikut skema dari spektrofotometer serapan Atom (SSA)
Pada spektrofotometri serapan atom, spesi yang menyerap sinar dari sumber
sinar adalah atom, sehingga pada skema alat terdapat tempat pembentukan atom
atau disebut atomisasi. Tempat terjadinya atomisasi disebut atomizer, ada dua
jenis yaitu yang kontinyu dan diskrit. Atomizer yang jenis diskrit dihasilkan dari
elektrotermal, dikenal sebagai GFAA (Graphite Furnace Atomic Absorption),
sedangkan atomizer jenis kontinyu, secara umum menggunakan nyala api
(pembakar). Berikut ini proses atomisasi menggunakan nyala, Gambar 3. Larutan
yang diaspirasikan ke dalam nyala api mengalami tahapan-tahapan yaitu
pengkabutan, penghilangan pelarut, penguapan, atomisasi, absorpsi dan atau
emisi.
Berdasarkan tahapan-tahapan yang terjadi dalam nyala (Gambar 5)
menunjukkan bahwa suhu nyala berpengaruh terhadap proses atomisasi, dan
suhu nyala dipengaruhi oleh jenis-jenis gas bahan bakar dan oksidan. Tabel 1
menunjukkan gas-gas yang digunakan sebagai bahan bakar, oksidan dan suhu
yang dihasilkan dari pembakaran tersebut.

Gangguan yang dapat terjadi pada spektrofotometri nyala serapan atom.


Gangguan dapat digolongkan berdasarkan penyebabnya :

1. Gangguan spektral yaitu gangguan yang diakibatkan antara lain


• Bertumpuknya panjang gelombang dari analit dengan unsur lain, seperti
unsur Al (alumunium) dengan V (vanadium) keduanya diukur pada
panjang gelombang 308,21 nm; unsur Fe (besi) dengan Pt (platina)
keduanya pada panjang gelombang 271,90 nm; dsb. Meskipun
gangguan ini sangat jarang terjadi pada pengujian sampel. Untuk
menghilangkan gangguan ini dilakukan penghilangan secara kimiawi,
seperti ekstrasi
• Cahaya yang dipancarkan oleh lampu katoda berongga baik yang tidak
terserap maupun yang diserapanya sedikit, dilewatkan ke
monokromator
• Adanya cahaya sesat
• Serapan yang berasal dari bukan atom (hamburan cahaya atau serapan
molekul), disebabkan oleh adanya molekul yang menyerap atau adanya
cahaya hamburan dari partikel endapan. Untuk mengatasi hal ini
digunakan selain lampu katoda berongga digunakan juga lampu
hidrogen kontinyu atau lampu deuteurium.
2. Gangguan kimia, yang diakibatkan oleh
• Pengaruh matriks, seperti adanya andapan, larutan uji yang kental,
tegangan permukaan besar, berat jenis besar, pH basa dan tekanan uap
dari pelarut yang besar.
• Pembentukan senyawa yang stabil atau yang disebut senyawa refraktori,
senyawa yang tidak dapat diuraikan jika menggunakan jenis nyala udara
– asetilen. Sehingga harus jenis nyala yang lain. Untuk menghilangkan
gangguan ini selain mengganti jenis nyala adalah menambahkan
senyawa pembebas seperti senyawa lantanum atau strontium.
• Gangguan ionisasi, jenis nyala yang tidak sesuai mengakibatkan suhu
terlalu tinggi hingga terbentuk ion.

Metode pengujian secara SSA ada beberapa cara antara lain


• Metode Kurva Kalibrasi
• Metode standar tunggal
• Metode penambahan standar terdiri dari standar tunggal dan banyak
standar
III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Pengujian logam Fe memakai metode SSA

3.1 Alat dan Bahan


Alat :
• Labu takar 50 mL 10 buah
• Pipet volum 10 mL
• Labu takar 100 mL 2 buah

Bahan :
• Serbuk logam Fe
• Aquadest
• Aqua regia (HCl : HNO3 = 3 : 1)
• HCl 0,1 M

3.2 Pembuatan Larutan


Larutan Induk Fe 1000 ppm
• Timbang teliti serbuk logam Fe sebanyak 0,5 gram
• Larutkan dengan pelarut aqua regia sekitar 50 mL
• Setelah bebas asap/tidak mengeluarkan asam, tambahkan air suling dan
tanda bataskan hingga 500 mL

Deret Larutan Baku Fe

Konsentrasi Fe Volume Kafein yang Dibutuhkan


10 ppm 𝑀1 . 𝑉1 = 𝑀2 . 𝑉2
10 𝑝𝑝𝑚 . 50 𝑚𝑙 = 100 𝑝𝑝𝑚 . 𝑉2
𝑉2 = 5 𝑚𝑙
20 ppm 𝑀1 . 𝑉1 = 𝑀2 . 𝑉2
20 𝑝𝑝𝑚 . 50 𝑚𝑙 = 100 𝑝𝑝𝑚 . 𝑉2
𝑉2 = 10 𝑚𝑙
40 ppm 𝑀1 . 𝑉1 = 𝑀2 . 𝑉2
40 𝑝𝑝𝑚 . 50 𝑚𝑙 = 100 𝑝𝑝𝑚 . 𝑉2
𝑉2 = 20 𝑚𝑙
60 ppm 𝑀1 . 𝑉1 = 𝑀2 . 𝑉2
60 𝑝𝑝𝑚 . 50 𝑚𝑙 = 100 𝑝𝑝𝑚 . 𝑉2
𝑉2 = 30 𝑚𝑙
80 ppm 𝑀1 . 𝑉1 = 𝑀2 . 𝑉2
80 𝑝𝑝𝑚 . 50 𝑚𝑙 = 100 𝑝𝑝𝑚 . 𝑉2
𝑉2 = 40 𝑚𝑙

3.3 Cara Kerja


• Nyalakan AAS/SSA sesuai prosedur pengoperasian standar
• Kondisikan alat sesuai dengan tabel lampiran
• Ukur serapan dari deret larutan baku dan sampel

3.4 SOP Spektrofotometer Serapan Atom “Savantaa”


A. Menyalakan alat dan mengukur absorbansi dari larutan
1. Menyiapkan larutan-larutan yang diukur
2. Mengecek lampu katoda yang berongga sesuai dengan ion logam yang
akandianalisis, apakah sudah terpasang atau belum
3. Hubungkan alat dengan sumber listrik
4. Menyalakan exhaust
5. Membuka tabung gas asetilen dan atur tekanan pada 10 psi
6. Menghubungkan kompresor dengan sumber listrik dan buka aliran
udaranya (cek tekanan udara pada 50 psi)
7. Menyalakan AAS dengan menekan tombol hijau (bagian bawah kanan)
8. Menyalakan komputer dan pilih folder GBC SavantAA
9. Pilih menu “methods” dan
a. Pada sub menu “description”, pilih jenis logam yang akan dianalisis
(AAS akan otomatis memilih lampu katoda yang diinginkan)
b. Pilih sub menu “instrument” dan masukkan nilai arus, panjang
gelombang, lebar celah/slit width yang digunakan (lihat tabel)
c. Pilih sub menu “measurement” dan masukkan integrasi, waktu
dan keberluangan pembacaan parameter
d. Pilih sub menu “ calibration” dan
i. Pada “calibration mode” pilih ‘Linier LS through zero’
ii. Pilih satuan konsentrasi yang digunakan
iii. Pilih desimal dari konsentrasi
iv. Pilih ‘zero before calibration’
v. Pilih ‘zero before samples’
e. Pilih sub menu”standards” dan masukkan data-data konsentrasi
larutanlarutan standard (pastikan nilai absorbansinya nol)
f. Pilih sub menu “flame” masukkan data ‘flame type’, ‘fuel flow’ dan
‘air flow’ dan pilih ‘optimize’
i. Nyalakan burner, klik ‘ignition flame’ (atau tekan tombol
kuning pada bagian bawah kanan alat AAS)
ii. Masukkan selang kapiler ke dalam Aqua DM
iii. Perhatikan pada display komputer kiri bawah muncul tulisan
status instrument ‘ready’
10. Pilih menu “samples” dan masukkan jumlah dan nama sampel yang
akan diukur
11. Pilih menu “result” dan Pilih ‘File’; ‘New’; tuliskan nama file dan klik
‘create’
12. Pilih menu “analysis” dan klik lingkaran hijau, maka akan muncul
perintah yang akan dikerjakan
a. Insert zero concentration: masukkan selang kapiler ke dalam aqua
DM dan klik ‘OK’
b. Insert blank: masukkan selang pipa kapiler ke dalam larutan blanko
lalu klik ‘OK’
c. Insert zero concentration: masukkan selang kapiler ke dalam aqua
DM dan klik ‘OK’, maka akan menampilkan “insert standard 1”
pilih “recalibrate” lalu muncul insert zero concentration dan tekan
‘OK,
d. Lanjutkan sesuai peritah dalam layer
13. Pilih menu ‘result’ dan pilih ‘File’ dan ‘print preview’ untuk melihat
hasil pengukuran.

B. Mematikan Alat
1. Pilih menu”methods” dan pilih ‘Flame’
2. Klik “optimize” lalu klik “ exteinguish flame”, maka nyala api akan
padam
3. Tutup tabung gas asetilen dan aliran udara tekan dari kompresor
4. Untuk mengeluarkan gas-gas yang masih tersisa pada pipa-pipa yang
menuju alat AAS, lakukan klik “Bleed line”
5. Matikan alat AAS dengan menekan tombol hijau
6. Matikan komputer dan exhaust
7. Matikan stabilator dan cabut kabel yang menghubungkan dengan
sumber listrik.

IV. KESELAMATAN KERJA


Selalu menggunakan alat pelindung diri dasar seperti jas lab, kaca mata
pengaman, masker Dalam proses pembuatan larutan induk karena
menggunakan asam-asam pekat, selain menggunakan APD juga menggunakan
sarung tangan dan bekerja di lemari asam
V. DATA PENGAMATAN
5.1 Kondisi dan parameter dari instrumen SSA pada saat percobaan
Jenis lampu : Lampu Fe
Arus lampu : 0,6 mA
Lebar celah (slit width) : 0,2 nm

5.2 Pengolahan Data

Konsentrasi
No Label Sampel %RSD Mean Abs
(ɥg/Ml)
1 Blanko 0.00 HIGH -0.0002
2 Standar 1 10.00 1.23 0.0827
3 Standar 2 20.00 0.78 0.1583
4 Standar 3 40.00 0.92 0.3047
5 Standar 4 60.00 0.68 0.4406
6 Standar 5 80.00 0.91 0.5448

Kurva Kalibrasi

Grafik Spektrofotomeri Serapan Atom Pada


Penngujian larutan Fe
0,6
y = 0,0069x + 0,0148
0,5 R² = 0,9953

0,4
Absorbansi

0,3

0,2

0,1

0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
-0,1
Konsentrasi (ppm)
Perhitungan sampel menggunakan spektrofotometer serapan atom:

Konsentrasi sampel 1 dan 2 dapat diperoleh dari persamaan kurva kalibrasi


dengan mengunakan data absorbansi dari sampel 1 sebesar 0,157 dan sampel
2 sebesar 0,301, maka dilakukan perhitungan dengan :

• Sampel 1
y = 0.0069x – 0.0148
0.157 = 0.0069x – 0.0148
0.0069x = 0.1718
x = 24,90
Dari persamaan tersebut dapat diperoleh konsentrasi sampel yaitu 24,90
ppm.
• Sampel 2
y = 0.0069x – 0.0141
0.301 = 0.0069x – 0.0148
0.0069x = 0.3158
x = 45,768
Dari persamaan tersebut dapat diperoleh konsentrasi sampel yaitu 45,768
ppm.

Konsentrasi
No Label Sampel %RSD Mean Abs
(ɥg/Ml)
1 Sampel 1 24.90 1.57 0.157
2 Sampel 2 45.768 1.14 0.301
VI. PEMBAHASAN
6.1 Pembahasan oleh Muhammad Helmi
Spektrofotometri Serapan Atom bertujuan untuk mengetahui nilai
absorbansi yaitu banyaknya cahaya yang terserap oleh atom dari sampel. Nilai
absorbansi sebanding dengan konsentrasi larutan sampel sehingga nilai
konsentrasi dapat ditentukan. Pada percobaan ini sampel yang digunakan
adalah Fe. Larutan sampel dibuat berbeda konsentrasinya dengan
menambahkan volume Fe dengan jumlah tertentu. Ada enam sampel yang
dibuat termasuk sampel blanko yang digunakan pada tahap awal sebelum
menganalisis sampel.

Pembuatan Larutan
Larutan sampel dibuat dari larutan induk Fe yang konsentrasinya 1000
ppm. Konsentrasi ini terlalu tinggi sehingga Fe yang digunakan volumenya
sedikit dan sulit terukur oleh pipet ukur hal ini akan menyulitkan pengukuran.
Dengan begitu larutan induk diencerkan 10 kali sehingga konsentrasinya
menjadi 100 ppm dan volume yang dibutuhkan menjadi lebih mudah dalam
pengukurannya.
Praktikan membuat 6 sampel termasuk larutan blangko. Larutan
blangko merupakan larutan yang tidak memiliki konsentrasi zat yang akan diuji.
Larutan blangko digunakan untuk tujuan kalibrasi sebagai pembanding dalam
analisis fotometri. Perlakuannya pun sama seperti sampel lainnya hanya saja
tidak diberikan komponen analit. Labu takar yang digunakan memiliki ukuran
50 ml. Larutan sampel yang dibuat konsentrasinya dibuat bervariasi sebagai
berikut.

• Larutan Blangko = 0 ppm


• Larutan Standar 1 = 10 ppm
• Larutan Standar 2 = 20 ppm
• Larutan Standar 3 = 40 ppm
• Larutan Standar 4 = 60 ppm
• Larutan Standar 5 = 80 ppm

Tahap selanjutnya yaitu penambahan HCl 0,1 M ke dalam setiap larutan


yang dibuat. Penambahan HCl bertujuan agar larutan memiliki suasana asam
dan mencegah ion 𝐹𝑒 2+ teroksidasi menjadi 𝐹𝑒 3+membentuk senyawa
𝐹𝑒(𝑂𝐻 )3.

Setelah penambahan HCl, setiap larutan ditambahkan akuades sampai


batas garis yang terdapat pada labu takar. Kemudian larutan digojok agar
tercampur secara homogen. Larutan yang kurang homogen akan mempengaruhi
hasil analisis.

Persiapan Alat Spektrofotometer Serapan Atom


Sebelum melakukan analisis terhadap sampel, beberapa komponen yang
digunakan dalam alat SSA perlu disiapkan.
Lampu Katoda Berongga:

Lampu yang digunakan dalam percobaan ini yaitu lampu Fe karena zat
yang diuji merupakan Fe. Lampu katoda ini memiliki arus 7mA dan panjang
gelombang 248,4nm.

Gas Bahan Bakar dan Oksidan:

Pengujian membutuhkan gas sebagai bahan bakar dan oksidan agar


terjadi nyala api. Gas bahan bakar yang digunakan adalah asetilen dengan
tekanan sebesar 10 psi dan gas oksidannya adalah udara tekan yang diperoleh
dari kompresor yang bertekanan 50 psi. Suhu nyala yang dicapai oleh kedua
gas ini berkisar antara 2100 − 2400℃. Kecepatan pembakaran yang dihasilkan
𝑐𝑚
berkisar antara 158 − 266 𝑠
Exhaust:

Udara yang dihasilkan dari proses atomisasi sampel akan terisap oleh
exhaust yang berada di atasnya. Hal ini bertujuan agar tidak adanya asap dan
bau yang tersebar ke dalam ruangan praktikum.

Komputer:

Komputer berfungsi sebagai rekorder yang akan menampilkan hasil


analisis sampel. Hasil analisis akan divisualisasi dan diolah datanya. Di dalam
komputer juga terdapat pengaturan metode analisis yang digunakan.

Proses Analisis
Larutan yang telah dibuat kemudian siap untuk diuji dengan alat
spektrofotometer serapan atom. Selain larutan sampel yang telah dibuat,
ditambahkan juga dua larutan sampel yang tidak diketahui konsentrasinya.
Larutan ini akan dihitung konsentrasinya menggunakan persamaan kurva
kalibrasi yang dihasilkan setelah proses analisis selesai. Pada saat pergantian
analisis sampel, perlu didahului oleh larutan blangko sebagai pembanding.
Waktu pergantian analisis mengikuti perintah yang ada di dalam komputer.
Larutan akan diaspirasi dengan pipa kapiler masuk ke dalam bagian atomizer
yang terdiri dari beberapa bagian.

a) Nebulizer,
Berfungsi untuk mengubah larutan menjadi butir-butir kabut (aerosol)
dengan cara menarik larutan melalui kapiler dengan pengisapan pancaran
gas bahan bakar dan gas oksidan, disemprotkan ke ruang pengabut. Partikel-
partikel kabut yang halus kemudian bersama-sama aliran gas bahan bakar
masuk ke dalam nyala, sedang titik-titik kabut yang besar dialirkan melalui
saluran pembuangan.
b) Burner
Terjadi atomisasi yaitu pengubahan kabut atau uap garam unsur yang akan
dianalisis menjadi atom-atom normal di dalam nyala. Di dalam nyala api
terjadi reaksi redoks, reaksi reduksi terjadi pada sampel. Ion 𝐹𝑒 2+akan
diatomisasi menjadi atom netral tidak bermuatan 𝐹𝑒 0 . Sedangkan reaksi
oksidasi yang terjadi yaitu antara gas bahan bakar asetilen dengan gas
oksidannya udara.

Atom tersebut mengabsorbsi radiasi dari sumber cahaya yang


dipancarkan dari lampu katoda yang mengandung unsur yang akan ditentukan.
Banyaknya radiasi yang diserap kemudian diukur pada panjang gelombang
tertentu menurut jenis logamnya.

Setelah radiasi dari lampu katoda rongga melalui populasi atom di


dalam nyala, energi radiasi ini sebagian diserap dan sebagian lagi diteruskan.
Fraksi radiasi yang diteruskan, dipisahkan dari radiasi lainnya. Pemilihan atau
pemisahan radiasi tersebut dilakukan oleh monokromator yang terdiri dari
sistem optik, yaitu celah, cermin dan griting. Intensitas radiasi yang diteruskan
ini kemudian diubah menjadi energi listrik oleh photomultifier dan selanjutnya
diukur dengan detektor dan dicatat oleh komputer.

Hasil Analisis:
Data absorbansi dari 6 larutan standar dan 2 larutan sampel yang belum
diketahui konsentrasinya.
• Larutan blanko (0 ppm) : -0.0002
• Larutan standar 1 (10 ppm) : 0.083
• Larutan standar 2 (20 ppm) : 0.158
• Larutan standar 3 (40 ppm) : 0.305
• Larutan standar 4 (60 ppm) : 0.441
• Larutan standar 5 (80 ppm) : 0.545
• Sampel 1 : 0,157
• Sampel 2 : 0,301

Persamaan kurva kalibrasi yang diperoleh dari kurva kalibrasi antara


nilai absorbansi terhadap konsentrasi adalah 𝑦 = 0,0069𝑥 − 0,0148
persamaan ini memiliki nilai 𝑅2 = 0,9953 nilai. Nilai 𝑅2 yang ideal adalah 1.
Pada percobaan bisa saja disebabkan karena ketidaktepatan saat membuat
larutan standar dan juga larutan yang telah dibuat tidak tercampur sempurna
secara homogen sehingga persamaan yang terbentuk juga tidak sempurna
secara linear, ada beberapa titik koordinat yang tidak sesuai pada letaknya.

Dengan persamaan kurva kalibrasi juga dapat diperoleh konsentrasi dari dua
sampel yang ditambahkan saat pengujian

• Sampel 1 = 24,90 ppm


• Sampel 2 = 45,768 ppm

6.2 Pembahasan oleh Muhammad Rafi


Pratikum kali ini bertujuan untuk mengoperasikan alat kimia analisis
spektrofotometri serapan atom (SSA) dan menentukan konsentrasi unsur logam
dengan menggunakan alat tersebut. Metode analisis unsur pada
spektrofotometri serapan atom yaitu berdasarkan penyerapan cahaya oleh
logam dalam keadaan bebas dengan panjang gelombang tertentu, pada metode
ini larutan sampel diubah menjadi aerosol di dalam bagian pengkabutan
(nebulizer), sampel yang di analisis dihembuskan ke dalam nyala api dengan
bantuan gas bakar, bahan bakar yang digunakan ialah asitilen dan udara
sehingga dapat menghasilkan suhu nyala maksimal sebesar 2300 oC, yaitu suhu
yang tepat digunakan untuk percobaan pada pratikum ini.
Sampel yang digunakan dalam percobaan ini yaitu larutan induk logam
besi (Fe) dengan konsentrasi 1000 ppm, yang kemudian dibuat menjadi
beberapa larutan standar dengan konsentrasi tertentu. Untuk memudahkan
pembuatan larutan standar dengan konsentrasi 10 ppm, 20 ppm, 40 ppm, 60
ppm, dan 80 ppm, larutan induk kemudian di encerkan 10 kali menjadi 100
ppm. Lalu dibuatlah larutan standard yang kemudian ditambah dengan 3 ml
HCl 0,1 M pada masing-masing larutan standar. Pada percobaan ini diperlukan
larutan blanko sebagai pembanding dalam proses analisis dengan menggunakan
larutan HCl 0,1 M. Tujuan penambahan HCl dalam larutan standar ialah untuk
mengubah larutan menjadi suasana asam sehingga Fe tidak berubah menjadi
FeOH dan tetap pada bentuk kation yaitu Fe2+.
Pratikum didasari pada penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral
dalam bentuk gas, sehingga Fe2+ yang terbentuk akan diubah menjadi bentuk
atom netral dengan cara reduksi, dan memerlukan kalor (panas) dalam
prosesnya. Reaksi reduksi tidak berdiri sendiri, pastinya ada bagiannya yang
teroksidasi, dalam percobaan ini bagian yang mengalami oksidasi gas bakarnya
yaitu asitilen dan udara. Selain itu pada percobaan ini memerlukan lampu
sebagai sumber cahaya yang akan diserap untuk diketahui absorbansinya,
lampu yang digunakan adalah hollow catode lamp (HCL), pengunaan lampu
haruslah spesifik pada sampel yang akan diuji, sehingga jenis lampu yang
digunakan pada percobaan ini ialah lampu Fe dengan panjang gelombang 248,4
nm dan arusnya sebesar 7mA
Setelah sampel diuji dengan spektrofotometri serapan atom yang
dioperasikan sesuai SOP di dalam lab, maka akan menghasil data absorbansi
untuk setiap larutan standarnya, dalam pengujian ditambahkan sampel 1 dan
sampel 2 yang tidak diketahui konsentrasinya, sehingga akan dilakukan
perhitungan dengan menggunakan persamaan kurva kalibrasi untuk
menentukan konsentrasi dari kedua sampel tersebut.
Berikut data absorbansi dari lima larutan standar dan dua sampel yang
diuji :
• Larutan blanko (0 ppm) : -0.0002
• Larutan standar 1 (10 ppm) : 0.083
• Larutan standar 2 (20 ppm) : 0.158
• Larutan standar 3 (40 ppm) : 0.305
• Larutan standar 4 (60 ppm) : 0.441
• Larutan standar 5 (80 ppm) : 0.545
• Sampel 1 : 0,157
• Sampel 2 : 0,301
Setelah nilai absorbansi dari larutan-larutan standar yang diuji
diketahui, kurva kalibrasi pun dapat diperoleh, lalu dilanjutkan dengan
menghitung konsentrasi sampel dari persamaan linear kurva kalibrasi yang
diperoleh, kemudian diperoleh bahwa konsentrasi Fe pada sampel 1 sebesar
24,90 ppm, sedangkan konsentrasi Fe pada sampel 2 adalah 45,768 ppm. Dan
pada kurva kalibrasi diperoleh juga nilai R2 sebesar 0,9953, dimana hal tersebut
menunjukan sampel yang diuji tidak benar-benar sama seperti kondisi
seharusnya (R2 = 1). Hal tersebut disebabkan oleh adanya kesalahan dalam
proses pengukuran dan ketidak homogenan sampel yang diuji ketika melakukan
proses pelarutan.

6.3 Pembahasan oleh Mustika Agustini


Pada praktikum kali ini, kami menganalisis kandungan Fe dari sebuah
sampel dengan menggunakan alat Spektrofotometri Serapan Atom (SSA).
Prinsip kerja SSA adalah absorbsi cahaya oleh atom. Mekanisme yang terjadi
untuk penentuan kandungan Fe menggunakan SSA adalah larutan sampel
diaspirasikan ke suatu nyala dan unsur-unsur didalam sampel diubah ke dalam
bentuk aerosol sehingga nyala mengandung atom dari unsur-unsur yang
dianalisis. Beberapa diantara atom akan tereksitasi secara termal oleh nyala.
Panjang gelombang yang dihasilkan oleh sumber radiasi asalah sama dengan
panjang gelombang yang diabsorpsi oleh atom dalam nyala. Absorpsi ini
mengikuti hukum Lambert-beer.
Langkah pertama kami membuat larutan Fe 100ppm yang diperoleh dari
pengenceran 10x larutan induk Fe 1000ppm. Selanjutnya kami membuat lima
larutan standar Fe dengan konsentrasi masing-masing adalah sebesar 10ppm,
20ppm, 40ppm, 60ppm, dan 80ppm dan terdapat satu larutan blanko serta dua
sampel yang tidak diketahui konsentrasi Fe didalamnya. Untuk setiap larutan
standar dan blanko ditambahkan masing-masing 3 mL HCl 0,1 M ke dalamnya.
Pada larutan standar, penambahan HCl ini berfungsi untuk membuat suasana
larutan menjadi asam sehingga Fe tidak berubah menjadi FeOH dan tetap pada
bentuk kationnya yaitu Fe2+.
Dalam penggunaan instrumentasi analitik Spektrofotometri Serapan
Atom, sampel yang akan dianalisis harus dalam bentuk atomnya. Sampel yang
kami miliki bentuknya masih berupa larutan Fe yang didalamnya mengandung
ion Fe2+. Ion tersebut harus diubah bentuknya menjadi atom melalui proses
atomisasi dengan cara reduksi. Setiap proses reduksi pasti akan diikuti oleh
proses oksidasi, sehingga diperlukan fuel gas dan oksidan gas. Fuel gas yang
digunakan adalah asetilen dan oksidan gas yang digunakan adalah udara yang
berasal dari kompresor. Selain itu, lampu yang digunakan sebagai sumber
cahaya yang akan diserap oleh atom untuk mengetahui absorbansi sampel harus
spesifik dengan sampel yang digunakan. Sehingga lampu Hollow Catode Lamp
(HCL) yang digunakan adalah lampu Fe dengan arus lampu 7 mA dan panjang
gelombang 248,4nm.
Kondisi operasi alat SSA diatur sesuai dengan kebutuhan praktikum dan
pengoprasian alat dilakukan sesuai dengan SOP yang sudah ada. Data
absorbansi yang diperoleh dari kelima larutan standar dan dua sampel yang
diuji adalah sebagai berikut:
• Larutan blanko (0 ppm) : -0.0002
• Larutan standar 1 (10 ppm) : 0.083
• Larutan standar 2 (20 ppm) : 0.158
• Larutan standar 3 (40 ppm) : 0.305
• Larutan standar 4 (60 ppm) : 0.44
• Larutan standar 5 (80 ppm) : 0.545
• Sampel 1 : 0.157
• Sampel 2 : 0.301
Kurva kalibrasi diperoleh setelah nilai absorbansi dari larutan-larutan
standar sudah diketahui. Kurva kalibrasi yang diperoleh adalah linear (garis
lurus) yang menunjukan bahwa konsentrasi sebanding dengan nilai
absorbansinya dan nilai absorbansi meningkat seiring dengan besarnya
konsentrasi. Kemudian konsentrasi dari sampel dapat dihitung dari persamaan
linear kurva kalibrasi yang telah diperoleh. Hasil perhitungan menunjukan
bahwa konsentrasi Fe pada sampel 1 adalah sebesar 24,90 ppm dan konsentrasi
Fe pada sampel 2 adalah 45,768 ppm. Selain itu, dari kurva kalibrasi kami
memperoleh nilai R2 sebesar 0,9953. Nilai R2 tersebut hasilnya tidak sama
dengan 1, adanya perbedaan ini dapat disebabkan oleh ketidakhomogenan
sampel atau kesalahsan saat proses pembuatan larutan sampel. Nilai R2 yang
kami peroleh menyatakan bahwa kurva kalibrasi percobaan kali ini memehuni
persyaratan linier karena konsentrasi dan absorbansi terletak pada satu garis
linier. Selain itu data menunjukan %RSD yang cukup tinggi. Hal ini
menunjukan bahwa rendahnya presisi pengukuran sampel dan dapat
disebabkan karena larutan sampel kurang homogen atau ketidaktepatan dalam
pembuatan larutan sampel.

6.4 Pembahasan oleh Naufal Syakir


Pada praktikum kali ini, kita akan melakukan analisi terhadap
kandungan Fe dalam sampel menggunakan spektrofotometri serapan atom
(SSA). Prinsip kerjanya yaitu larutan sampel diaspirasikan ke suatu nyala dan
unsur-unsur di dalam sampel diubah menjadi bentuk aerosol sehingga nyala
mengandung atom unsur-unsur yang dianalisis. Pada percobaan kali ini
dilakukan dengan metode kurva kalibrasi.
Pertama-tama pembuatan larutan dari larutan Fe 100ppm dari larutan
induk Fe 1000ppm melalui pengenceran. Lalu dari larutan Fe 100ppm tersebut
dibuat larutan standar dengan komposisi 10ppm, 20ppm, 40ppm, 60ppm, dan
80ppm, tidak lupa ditambahkan 3ml HCl 0,1M pada tiap tiap komposisi. Lalu
dibuat juga blanko yang berisi HCl 0,1M.
Spesi yang akan dianalisis adalah kandungan Fe dalam bentuk atom Fe
sedangkan larutan sampel masih berbentuk larutan Fe yang mengandung ion
Fe2+ sehingga ion tersebut harus diatomisasi dengan cara di reduksi. Proses
reduksi tentunya tidak terlepas dari proses oksidasi sehingga diperlukan fuel
gas dan oksidan gas. Fuel gas yang dipakai adalah asetilen sedangkan oksidan
gas yang dipakai ialah udara dari kompresor. Tabung gas asetilen diatur pada
tekanan 10psi sedangkan udara diatur pada 50psi. Dan lampu Hollow Catode
Lamp (HCL) yang digunakan adalah lampu Fe dengan arus lampu 7 mA dan
panjang gelombang 248,4nm.
Setelah diatur sedemikian rupa, lalu dilanjutkan dengan pengoperasian
SSA sesuai dengan SOP. Setelah sampel diaspirasikan, diperoleh nilai
absorbansi :
• Larutan blanko : -0.0002
• Larutan standar 1 : 0.083
• Larutan standar 2 : 0.158
• Larutan standar 3 : 0.305
• Larutan standar 4 : 0.441
• Larutan standar 5 : 0.545
Dan berdasarkan larutan standar tersebut, diperoleh kurva kalibrasi yang
linear (garis lurus). Kurva tersebut menyatakan bahwa konsentrasi sebanding
dengan absorbansinya. Nilai absorbansi meningkat seiring dengan besarnya
konsentrasi.

Setelah diperoleh kurva kalibrasi, lalu dilanjutkan dengan pengukuran


sampel dengan cara dihitung berdasarkan persamaan kurva kalibrasi yang
didapat dan diperoleh bahwa konsentrasi Fe pada sampel 1 adalah 24,90 ppm.
Sedangkan konsentrasi Fe pada sampel 2 adalah 45,768 ppm. Dari kurva
kalibrasi, diperoleh nilai R2 yaitu 0,9953 dimana nilai tersebut tidak seperti nilai
ideal yaitu R2=1. Hal tersebut bisa saja diakibatkan ketidaktepatan saat
pembuatan deret larutan standar. Nilai R2 menyatakan bahwa ada konsentrasi
dan absorbansi larutan standar yang tidak terletak secara pas pada 1 garis linier.
Pada data juga diperoleh nilai RSD yang cukup besar yang mengartikan bahwa
larutan standar yang diaspirasikan kurang homogen.
VII. KESIMPULAN
• Prinsip kerja alat ini berdasarkan penguapan larutan sampel, logam yang
dikandung di dalamnya diubah menjadi atom bebas. Atom tersebut
mengabsorbsi radiasi dari sumber cahaya yang dipancarkan dari lampu
katoda yang mengandung unsur yang akan ditentukan. Banyaknya radiasi
yang diserap kemudian diukur pada panjang gelombang tertentu menurut
jenis logamnya.
• Nilai Absorbansi yang diperoleh untuk membentuk kurva kalibrasi
o Larutan blanko (0 ppm) : -0.0002
o Larutan standar 1 (10 ppm) : 0.083
o Larutan standar 2 (20 ppm) : 0.158
o Larutan standar 3 (40 ppm) : 0.305
o Larutan standar 4 (60 ppm) : 0.441
o Larutan standar 5 (80 ppm) : 0.545
o Sampel 1 : 0,157
o Sampel 2 : 0,301
• Persamaan Kurva Kalibrasi yang diperoleh dari Kurva Kalibrasi
absorbansi terhadap konsentrasi adalah 𝑦 = 0,0069𝑥 + 0,0148
• Nilai konsentrasi pada larutan sampel uji
o Sampel 1 = 24,90 ppm
o Sampel 2 = 45,768 ppm

DAFTAR PUSTAKA
NATALIA, N. U. (2007). PENETAPAN KADAR POLUTAN TIMBAL (Pb) DALAM
DAUN SINGKONG (Manihot utilisima Pohl.) DITANAM DI LOKASI RAMAI DAN
SEPI LALU LINTAS KENDARAAN BERMOTOR SECARA SPEKTROFOTOMETRI
SERAPAN ATOM (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).

Anda mungkin juga menyukai