Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS SEDIAAN

FARMASI
“Penetapan Kadar Isoniazid dan Pirodiksin HCl dalam sediaan secara
Spekrofotometri dengan Metode Simultan”

Golongan : U / E
Nama Kelompok :
1. Kevin Widjaja (2443012031)
2. Chatarina Martanti (2443012048)
3. Claudencya Natalya Wea(2443012182)

Assisten: Sumi Wijaya, Ph.D, Apt.

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA


SURABAYA

I. Tujuan :
Untuk menentukan kadar campuran Isoniazid dan Pirodiksin HCl dalam campuran
secara Spektrofotometri dengan Metode Simultan

II. Dasar teori

Kadar larutan campuran dua zat dapat ditentukan dengan metode


spektrofotometri tanpa harus dipisahkan lebih dahulu. Kedua zat harus memiliki
panjang gelombang maksimum yang tidak berimpit. Absorpsi larutan sampel atau
campurannya pada panjang gelombang pengukuran merupakan jumlah absorpsi
dari masing-masing zat tunggalnya. Kadar masing-masing zat ditentukan
menggunakan metode simultan (Widjaja dan Laksmiani, 2010).

Jika absorbansi suatu seri konsentrasi larutan diukur pada panjang


gelombang, suhu, kondisi pelarut yang sama, dan absorbansi masing-masing
larutan diplotkan terhadap konsentrasinya, maka suatu garis lurus akan teramati
sesuai dengan persamaam A=abc. Grafik ini disebut dengan plot hukum Lambert-
Beer dan jika garis yang dihasilkan merupakan suatu garis lurus maka dapat
dikatakan bahwa hukum Lambert-Beer dipenuhi pada kisaran konsentrasi yang
diamati (Gandjar dan Rohman, 2007).

Bila diinginkan dua buah senyawa secara bersama-sama secara


spektrofotometri, maka dapat dilakukan pada dua panjang gelombang yang mana
masing-masing komponen tidak saling mengganggu atau gangguan dari
komponen yang lain paling kecil. Dua buah kromofor yang berbeda akan
mempunyai kekuatan absorbsi cahaya yang berbeda pula pada satu daerah panjang
gelombang. Pengukuran dilakukan pada masing-masing larutan pada dua panjang
gelombang sehingga diperoleh dua persamaan hubungan antara absorbansi dengan
konsentrasi pada dua panjang gelombang, akibatnya konsentrasi masing-masing
komponen dapat dihitung. Mula-mula dipilih panjang gelombang yang mana
perbandingan absorptivitas maksimum, yaitu : maksimum pada
λ1 dan maksimum pada λ2 (Gandjar dan Rohman, 2007).

Absorban jumlah suatu campuran beberapa senyawa yang mengabsorpsi


pada masing-masing panjang gelombang merupakan jumlah absorban masing-
masingnya. Pada campuran dua komponen akan terlihat absorban yang diukur
pada λ1 serta λ2 merupakan jumlah dari absorban komponen tunggal pada panjang
gelombang tersebut. Hal ini memungkinkan untuk pemeriksaan kemurnian
senyawa obat secara spektrofotometri serta penentuan campuran beberapa
komponen (Rot dan Blaschke, 1985).

Dari hukum Lambert-Beer, dapat diketahui bahwa absorbansi berbanding


lurus dengan absortivitas (a), tebal kuvet (b), dan konsentrasi (c). Supaya nilai b
tetap maka selama pengukuran digunakan kuvet yang sama.

Absorbansi senyawa 1, A1= a1b1c1......................(1)

Absorbansi senyawa 1, A1= a2b2c2......................(2)

Selama kuvet yang digunakan sama, maka nilai b tetap sehingga persamaan 1 dan
2 menjadi persamaan 3 dan 4.

A1= a1c1.......................(3)

A2= a2c2.......................(4)

Pengukuran campuran 2 senyawa dilakukan baik pada panjang gelombang 1 (λ1)


maupun pada panjang gelombang 2 (λ2), oleh karena itu absorbansi pada kedua
panjang gelombang tersebut merupakan jumlah dari absorbansi senyawa 1 dan
absorbansi senyawa 2, yang secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

Aλ1= (a1c1)λ1 + (a2c2)λ2.......................(5)

Aλ2= (a1c1)λ2 + (a2c2)λ1.......................(6)

Keterangan: nilai a (absortivitas) dapat juga diganti dengan absorptivitas molar.

Yang mana:

C1 : konsentrasi senyawa 1

C2 : konsentrasi senyawa 2

(a1) λ1 : absorpsivitas senyawa 1 pada panjang gelombang pertama

(a2) λ2 : absorpsivitas senyawa 1 pada panjang gelombang kedua

(a2) λ1 : absorpsivitas senyawa 2 pada panjang gelombang pertama


(a2) λ2 : absorpsivitas senyawa 2 pada panjang gelombang kedua

Aλ1 : absorbansi senyawa campuran pada panjang gelombang pertama

Aλ2 : absorbansi senyawa campuran pada panjang gelombang kedua (Gandjar


dan Rohman, 2007).

Spektrofotometri UV-Vis termasuk salah satu metode analisis


instrumental yang frekuensi penggunaannya paling banyak serta merupakan
instrumental yang banyak ditemukan dalam laboratorium kimia analisis.
Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang besar pada molekul
yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai untuk
analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif (Widjaja dkk, 2008).

Spektra UV-Vis dapat digunakan untuk informasi kualitatif dan sekaligus dapat
digunakan untuk analisis kuantitatif.

1. Aspek kualitatif

Data spektra UV-Vis secara tersendiri tidak dapat digunakan untuk


identifikasi kualitatif obat atau metabolitnya. Akan tetapi jika digabung dengan
cara lain seperti spektrofotometri inframerah, resonansi magnet inti, dan
spektroskopi massa, maka dapat digunakan untuk maksud identifikasi atau analisis
kualitatif suatu senyawa terebut. Data yang diperoleh dari spektroskopi UV dan
Vis adalah panjang gelombang maksimal, intensistas, efek, pH dan pelarut. Yang
kesemuanya itu dpat diperbandingkan dengan data yang sudah dipublikasi. Dari
spektra yang diperoleh dapat dilihat, misalnya :

- Serapan (absorbansi) berubah atau tidak karena perubahan pH. Jika


berubah, bagaimana perubahannya apakah dari batokromik ke hipsokromi dan
sebaliknya atau dari hipokromik ke hiperkromik, dan sebagainya.

- Obat-obat yang netral misalnya kafein, kloramfenikol; atau obat-obat yang


berisi auksukrom yang tidak terkonjugasi seperti amfetamin, siklizin, dan
penisiklidin.

2. Aspek kuantitatif
Dalam aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan
(larutan sampel) dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya.
Radiasi yang diserap oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas
sinar yang diserap jika tidak ada spesies penyerap lainnya. Intensitas atau
kekuatan radiasi cahaya sebanding dengan jumlah foton yang melalui satu satuan
luas penampang per detik. Serapan dapat terjadi jika foton atau radiasi yang
mengenai cuplikan memiliki energi yang sama dengan energi yang dibutuhkan
untuk menyebabkan terjadinya perubahan tenaga. Kekuatan radiasi juga
mengalami penurunan dengan adanya penghamburan dan pemantulan cahaya,
akan tetapi penurunan karena hal ini sangat kecil dibandingkan dengan proses
penyerapan (Gandjar dan Rohman, 2007).

III. Pemerian Bahan


- Isoniazid (Depkes RI,1995)

Isoniazid mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 102,0%
C6H7N3O dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Pemerian
Hablur putih atau tidak berwarna atau serbuk hablur putih; tidak berbau, perlahan-
lahan dipengaruhi oleh udara dan cahaya.
Kelarutan
Mudah larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol; sukar larut dalam kloroform
dan eter.

- Prodiksin HCl (Depkes RI, 1995)


Pirodiksin HCl mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 102,0%
C8H11NO3. HCl, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Pemerian
Hablur atau serbuk hablur putih atau hampir putih; stabil diudara; secsara
perlahan-lahan dipengaruhi oleh cahaya matahari.
Kelarutan
Mudah larut dalam air; sukar larut dalam etanol; tidak larut dalam eter;. Larutan
mempunyai pH kurang lebih 3.

Isoniazid (AOAC, p.252)


Lamda Max A1% 1cm Solvent
265 420 0,01 N HCl
263 370 95% EtOH
267 374 0,5 N H2SO4
296 292 0,5 N NaOH

Pyridoxine HCl (AOAC, p.259)


Lamda Max A1% 1cm Solvent
288 345 95% EtOH
290 425 0,1 N HCl
324, 254 350, 180 H2O

Pelarut terpilih EtOH 95%

IV. Cara Kerja


Pembuatan Baku Isoniazid
Range 0,2 –2,5, rentang yang diambil 0,2 - 1,5 Sehingga range untuk kurva baku 5,40
ppm – 1,5 ppm

Pembuatan larutan baku

Timbang baku Isoniazid 50 mg adkan dengan Etanol 25 ml dalam labu ukur

Untuk C1  6 ppm  pipet baku induk 0,03 ml ad 10 ml etanol (labu takar)


Untuk C2  12 ppm  pipet baku induk 0,06 ml ad 10 ml etanol (labu takar)
Untuk C3  24 ppm  pipet baku induk 0,12 ml ad 10 ml etanol (labu takar)
Untuk C4  30 ppm  pipet baku induk 0,15 ml ad 10 ml etanol (labu takar)
Untuk C5  36 ppm  pipet baku induk 0,18 ml ad 10 ml etanol (labu takar)

Amati absorbansi kelima baku tersebut


 Pembuatan Baku Ibuprofen
Range 0,2 –2,5, rentang yang diambil 0,2 - 1,5 Sehingga range untuk kurva
baku 5,8 ppm – 43,48 ppm

Pembuatan larutan baku

Timbang baku Piridoksin HCl 50 mg adkan dengan Etanol 25 ml dalam labu ukur

Untuk C1  6 ppm  pipet baku induk 0,03 ml ad 10 ml etanol (labu takar)


Untuk C2  12 ppm  pipet baku induk 0,06 ml ad 10 ml etanol (labu takar)
Untuk C3  24 ppm  pipet baku induk 0,12 ml ad 10 ml etanol (labu takar)
Untuk C4  30 ppm  pipet baku induk 0,15 ml ad 10 ml etanol (labu takar)
Untuk C5  36 ppm  pipet baku induk 0,18 ml ad 10 ml etanol (labu takar)

Amati absorbansi kelima baku tersebut

* Pembuatan sampel

Sampel (tablet) digerus, kemudian ditimbang sebesar 25 mg.

Kemudian masukkan kedalam labu takar 25 ml, adkan dengan Etanol ad tanda labu takar.

Saring larutan kemudian pipet sebanyak 0,5 ml, ad kan dengan Etanol sampai tanda pada labu
takar 10 ml.

Amati absorbansi dengan menggunakan spektrofotometer

V. Hasil Pengamatan

Perhitungan baku isoniazid

0,0512 g/25 ml = 2048 ppm

Konsentrasi A INH (λ 267) A B6 (λ287,5) A1%1cm INH A1%1cm B6


(ppm)

6,144 0,163 0,052 265,299 84,635

12,288 0,306 0,110 249,023 89,52

24,576 0,630 0,245 256,317 99,69

30,72 0,856 0,339 278,645 110,35

36,864 0,975 0,409 264,486 110,95

Rata-rata 262, 76 99,029

Perhitungan baku piridoxin HCl

0,0516 g/25 ml = 2064 ppm

Konsentrasi A INH (λ 267) A B6 (λ287,5) A1%1cm INH A1%1cm B6


(ppm)

6,192 ppm 0,025 0,146 40,375 235,788

12, 384 0,091 0,295 73,482 238,211

24, 768 0,238 0,626 96,092 252,745

30, 96 0,276 0,795 89,147 256,783

37, 152 0,325 0,998 87,478 268,626

Rata-rata 77,315 250,43

Sampel

Sampel C (ppm) A INH (λ 267) A B6 (λ287,5) C INH C B6 Kadar INH Kadar B6

1 51,8 0,961 0,404 36,02 1,875 69,54% 3,62%

2 51 1,068 0,465 39,81 2,846 78,06% 5,58%

3 51,8 1,068 0,471 39,73 3,104 76,69% 5,99%


Bobot rata – rata tablet 616,2 mg

Perhitungan 4d INH
*
69,54%
7,15
76,69% 0,68
1,35 77,37% 0,67

78,04% = 0,675

4d= 2,7

d*>4d
7,83> 2,7

% kadar INH: = 77,37% . 616,2 = 476,73 mg

Perhitungan 4d PiridoxinHCl
*
3,62%
1,96
5,58% 0,21
0,41 5,79% 0,2

5,99% = 0,205

4d= 0,82

d*> 4d
2,17>0,82

% kadarPiridoxinHCl: = 5,79% . 616,2 = 35,67 mg

VI. Pembahasan
Kadar larutan campuran isoniazid (INH) dan piridoksin HCl dapat ditentukan
dengan metode spektrofotometri tanpa harus dipisahkan lebih dahulu. Kedua zat
tersebut harus memiliki panjang gelombang maksimum yang tidak berimpit.
Absorpsi larutan sampel atau campurannya pada panjang gelombang pengukuran
merupakan jumlah absorpsi dari masing-masing zat tunggalnya. Kadar masing-
masing zat ditentukan menggunakan metode simultan. Isoniazid dan piridoksin
HCL mempunyai gugus kromofor yaitu gugus tidak jenuh kovalen yang dapat
menyerap sinar tampak. Pelarut yang di gunakan dalam penetapan dalam
penetapan kadar isoniazid dan piridoksin HCL adalah etanol 95 % karena dapat
melarutkan zat warna yang terkandung dalam obat sehingga dapat menghasilkan
larutan jernih yang baik untuk dilakukan pengamatan. Dalam pembuatan sampel
diperlukan penyaringan karena kemungkinan ada bahan yang sukar sekali larut
yang dapat menggangu pembacaan di spektrofotometer.
Pada praktikum ini kelompok kami mendapatkan hasil jumlah isoniazid
77,37% . 616,2 = 476,73 mg / tablet sedangkan kadar sebenarnya adalah 400
mg/tablet sedangkan kadar piridoxin 5,79% . 616,2 = 35,67 mg / tablet sedangkan
kadar sebenarnya adalah 10 mg / tablet. Hal ini di tidak sesuai dengan kadar yang
tertera pada sampel, hal ini di mungkinkan adanya matrik yang terlarut sehingga
memberikan serapan pada sampel.

VII. Kesimpulan

1. Isoniazid dan piridoxin HCl dapat dilakukan penetapan kadar dengan


spektrofotometri metode simultan.
2. Kadar INH yang diperoleh 478,73mg / tablet sedangkan kadar piridoxin 35,67
mg / tablet.

VIII. Daftar Pustaka

Gandjar, Ibnu Gholib., Abdul Rohman. 2008. Kimia Farmasi Analisis.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Rot,Hermann J.,dan Gottfried Balsschke . 1985 . Analisis Farmasi. Yogyakarta :


Gadjah Mada University Press.

Widjaja, I.N.K., K.W. Astuti., N.M.P. Susanti., & I.M.A.G. Wirasuta.


AOAC ( Association of Official Analytical Chemistry ), An index of electric
spectra.

Anda mungkin juga menyukai