Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNARUNGU

DI SLB B-F MANDARA

OLEH :

RACHMAT HIDAYAT SAMSU

N201901074

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

PROFESI NESR

STIKES MANDALA WALUYA

KENDARI 2019
A. PENGERTIAN
Tuna rungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan
kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan karena tidak
berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran, sehingga ia tidak dapat
menggunakan alat pendengaranya dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak
terhadap kehidupannya secara kompleks.
Tuli ialah keadaan dimana orang tidak dapat  mendengar sama sekali (total
deafness), suatu bentuk yang ekstrim dari kekurangan pendengaran. Istilah yang
sekarang lebih sering digunakan ialah kekurangan pendengaran (hearing-loss)
(Louis,1993). Kekurangan pendengaran ialah keadaan dimana orang kurang dapat
mendengar dan mengerti perkataan yang didengarnya.Pendengaran normal ialah keadaan
dimana orang tidak hanya dapat mendengar, tetapi juga dapat mengerti apa yang
didengarnya.(Anderson,1874)
B. ETIOLOGI
Penurunan fungsi pendengaran bisa disebabkan oleh : Suatu masalah mekanis di
dalam saluran telinga atau di dalam telinga tengah yang menghalangi penghantaran suara
(penurunan fungsi pendengaran konduktif)  yaitu :
1. Kerusakan pada telinga dalam, saraf pendengaran atau jalur saraf Pendengaran di otak
(penurunan fungsi pendengaran sensorineural).
2. Penurunan fungsi pendengaran sensorineural dikelompokkan menjadi :
a. Penurunan fungsi pendengaran sensorik (jika kelainannya terletak pada telinga
dalam.
b. Penurunan fungsi pendengaraan neural (jika kelainannnya terletak pada saraf
pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak).
3. Penurunan fungsi pendengaran sensorik bisa merupakan penyakit keturunan Tetapi
mungkin juga disebabkan oleh :
a. Trauma akustik (suara yang sangat keras)
b. Infeksi virus pada telinga dalam
c. Obat-obatan tertentu
d. Penyakit meniere.
4. Penurunan fungsi pendengaran neural bisa disebabkan oleh :
a. Tumor oatak yang juga menyebabkan kerusakan pada saraf-saraf disekitarnya dan
batang otak
b. Infeksi
c. Berbagai penyakit otak dan saraf (misalnya stroke)
d. Dan beberapa penyakit keturunan (misalnya penyakit Refsum).
5. Pada anak-anak,kerusakan saraf pendengaran bisa terjadi akibat :
a. Gondongan
b. Campak jerman (rubella)
c. Meningitis
d. Infeksi telinga dalam.
Kerusakan jalur saraf pendengaran di otak bisa terjadi akibat penyakit
demielinasi (penyakit yang menyebabkan kerusakan pda selubung saraf).
GEJALA:
1. Deterlorisasi wicara
Individu yang bicara dengan bagian akhir kata tidak jelas atau dihilangkan, atau
mengeluarkan kata-kata bernada datar, mungkin karena tidak mendengar dengan baik,
Telinga memandu suara, baik kekerasan maupun ucapannya.
2. Keletihan
Bila Individu merasa mudah lelah ketika mendengarkan percakapan atau pidato,
keletihan bisa disebabkan oleh usaha keras untuk mendengarkan. Pada keadaan ini,
Individu tersebut menjadl mudah tersinggung.
3. Acuh
Individu yang tak bisa mendengar perkataan orang lain mudah mengalami depresi dan
ketidaktertarikan terhadap kehidupan secara umum. Menarik dlri dari sosial Karena
tak mampu rnendengar apa yang terjadi di sekitarnya.
4. Rasa tak nyaman
Kehilangan rasa percaya diri dan takut berbuat salah menciptakan suatu perasaan tak
aman pada kebanyakan orang dengan gangguan pendengaran. Tak ada seorang pun
yang menginglnkan untuk mengatakan atau melakukan hal yang salah yang cenderung
membuatnya nampak bodoh. Tak mampu membuat keputusan-
prokrastinal.Kehilangan kepercayaan diri membuat seseorang dengan gangguan
pendengaran sangat kesulitan untuk membuat keputusan.
5. Kecurigaan
Individu dengan kerusakan pendengaran, yang sering hanya mendengar sebagian dari
yang dikatakan, bisa merasa curiga bahwa orang lain membicarakan dirinya atau
bagian percakapan yang berhubungan dengannya sengaja diucapkan dengan lirih
sehingga la tak dapat mendengarkan
6. Kebanggaan semu
Individu dengan kerusakan pendengaran berusaha menyembunyikan kehilangan
pendengarannya. Konsekwensinya, ia sering berpura-pura mendengar padahal
sebenarnya tidak. Kesepian dan ketidak bahagiaan Meskipun setiap orang selalu
menginginkan ketenangan, namun kesunyian yang dipaksakan dapat membosankan
bahkan kadang menakutkan. Individu dengan kehilangan pendengaran sering merasa
(terasing)
7. Kesulitan dalam mendengarkan percakapan, terutama jika di sekelilingnya berisik
8. Terdengar gemuruh atau suara berdenging di telinga (tinnitus)
9. Tidak dapat mendengarkan suara televisi atau radio dengan volume yang normal
10.Kelelahan dan iritasi karena penderita berusaha keras untuk bisa mendengar
11.Pusing atau gangguan keseimbangan
C. KARAKTERISTIK TUNA RUNGU
Karakteristik Tunarungu dalam segi emosi dan social
1. Egosentrisme yang melebihi anak normal.
2. Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas.
3. Ketergantungan terhadap orang lain
4. Perhatian mereka lebih sukar dialihkan.
5. Mereka umumnya memiliki sifat yang polos, sederhana dan tanpa banyak masalah.
6. Mereka lebih mudah marah dan cepat tersinggung.
7. Pada umumnya terbagi atas dua golongan besar yaitu tuli dan kurang dengar.
8. Orang tuli adalah seseorang yang mengalami kehilangan kemampuan mendengar
sehingga membuat proses informasi bahasa melalui pendengaran, baik itu memakai
atau tidak memakai alat dengar
9. Kurang dengar adalah seseorang yang mengalami kehilangan sebagian kemampuan
mendengar, akan tetapi masih mempunyai sisa pendengaran dan pemakaian alat bantu
dengar memungkinkan keberhasilan serta membantu proses informasi bahasa melalui
pendengaran.
D. KLASIFIKASI TUNA RUNGU
1. 0 db : Menunjukan pendengaran yang optimal.
2. 0 – 26 db : Menunjukan seseorang masih mempunyai pendengaran yang optimal.
3. 27 – 40 db : Mempunyai kesulitan mendengar bunyi – bunyi yang jauh, membutuhkan
tempat duduk yang strategis letaknya dan memerlukan terapi bicara (tergolong
tunarungu ringan).
4. 41 – 55 db : Mengerti bahasa percakapan, tidak dapat mengikuti diskusi kelas,
membutuhkan alat bantu dengar dan terapi bicara (tergolong tunarungu sedang).
5. 56 – 70 db : Hanya bisa mendengar suara dari jarak yang dekat, masih punya sisa
pendengaran untuk belajar bahasa dan bicara dengan menggunakan alat bantu dengar
serta dengan cara yang khusus (tergolong tunarungu berat ).
6. 71 – 90 db : Hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat, kadang – kadang
dianggap tuli, membutuhkan pendidikan khusus yang intensif, membutuhkan alat
Bantu dengar dan latihan bicara secara khusus ( tergolong tunarungu berat ).
7. 91 db : Mungkin sadar akan adanya bunyi atau suara dan getaran, banyak bergantung
pada penglihatan dari pada pendengaran untuk proses menerima informasi dan yang
bersangkutan diangap tuli (tergolong tunarungu berat sekali).
E. SKALA PERKEMBANGAN BAHASA TUNA RUNGU
1. Usia 0-6 tahun, anak tuna rungu dapat diperkenalkan bentuk bahasa yaitu huruf dan
angka.
2. Usia 6-8 tahun, sudah dapat diajarkan bentuk kata-kata dengan single picture
3. Usia 8-10 tahun, sudah dapat diajarkan kata-kata dengan menggunakan multiple
picture.
4. Usia 10-12 tahun, anak sudah dapat dikenalkan dengan bentuk kalimat sederhana
dengan menggunakan gambar bercerita.
5. Usia 0-6 tahun, anak tuna rungu dapat diperkenalkan bentuk bahasa yaitu huruf dan
angka.
6. Usia 6-8 tahun, sudah dapat diajarkan bentuk kata-kata dengan single picture
7. Usia 8-10 tahun, sudah dapat diajarkan kata-kata dengan menggunakan multiple
picture.
8. Usia 10-12 tahun, anak sudah dapat dikenalkan dengan bentuk kalimat sederhana
dengan menggunakan gambar bercerita.
F. BAHASA ISARAT UNTUK TUNA RUNGU
Sistem Isyarat Bahasa Indonesia dikembangkan menurut kaidah-kaidah
pengembangan sistem yang tepat guna bagi pelajar tuna rungu, yaitu :
1. Sistem isyarat harus secara akurat dan konsisten mewakili tata bahasa/ sintaksis
bahasa indonesia yang paling banyak digunakan oleh masyarakat indonesia.
2. Tiap isyarat dalam sistem yang disusun harus mewakili satu kata dasar yang berdiri
sendiri atau tanpa imbuhan, tanpa menutup kemungkinan adanya beberapa
perkecualian bagi dikembangkannya isyarat yang mewakili satu makna.
3. Sistem isyarat yang disusun harus mencerminkan situasi sosial, budaya, dan ekologi
bangsa indonesia.
4. Sistem isyarat harus disesuaikan dengan perkembangan kemampuan dan kejiwaan
siswa.
5. Sistem isyarat harus disesuaikan dengan perkembangan bahasa siswa, termasuk
metodologi pengajaran. 
6. Sistem isyarat harus memperhatikan isyarat yang sudah ada dan banyak dipergunakan
oleh kaum tuna rungu.
7. Sistem isyarat harus mudah dipelajari dan digunakan oleh siswa, guru, orang tua
siswa, dan masyarakat.
8. Isyarat dirancang harus memiliki kelayakan dalam wujud dan maknanya. Artinya
wujud isyarat harus secara visual memilliki unsur pembeda makna yang jelas, tetapi
sederhana dan indah/ menunjukkan sifat yang luwes (memiliki kemungkinan untuk
dikembangkan), jelas dan mantap (tidak berubah-ubah artinya).

Anda mungkin juga menyukai