Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH KIMIA MEDISINAL

PENGARUH IONISASI TERHADAP AKTIVITAS BIOLOGIS

Disusun Oleh:

Amilia Citra

Ananda Sarah

Juwairiyah (1604015041)

Meitriyana

Vitri Vianti

Nadila Azhari Putri

Kelas/kelompok: 7D

Dosen: Herlina

FAKULTAS FARMASI DAN SAINS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA

JAKARTA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sifat fisika kimia partikel-partikel obat memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kinetika
pelarutan. Secara umum pelarutan obat dalam media berair memiliki peran yang penting sebelum
diabsorpsi dalam suatu sistem biologi. Obat harus berada dalam bentuk terlarut pada saluran cerna agar
dapat diabsorpsi dengan baik oleh tubuh (Shargel dan Yu, 1989).
Parameter kelarutan merupakan suatu ukuran dari gaya intermolekuler dalam pelarut, sehingga
parameter kelarutan dapat memberikan informasi tentang kemampuan suatu larutan untuk bertindak
sebagai suatu pelarut. Parameter kelarutan suatu obat memiliki korelasi terhadap kecepatan absorpsi
membran dalam sistem biologis (Florence dan Attwood, 2006).
Suatu senyawa obat harus mampu menembus membran biologis dan mencapai jaringan target dalam
jumlah yang cukup untuk dapat memberikan aktivitas. Parameter sifat fisika kimia yang paling berperan
dalam proses distribusi tersebut adalah parameter lipofilik. Parameter sifat lipofilik yang sering digunakan
dalam hubungan kuantitatif struktur aktivitas salah satunya adalah logaritma koefisien partisi (log P)
(Siswandono dan Soekardjo, 2000). Reksohadiprodjo (1983) menyatakan bahwa koefisien partisi (log P)
merupakan salah satu sifat fisika kimia yang penting dalam menggambarkan aktivitas biologis suatu
senyawa. Koefisien partisi dapat digunakan untuk menunjukkan kemampuan suatu molekul dalam
menembus membran biologis yang bersifat seperti halnya lapisan lemak (Hansch, et al, 1972). Koefisien
partisi digunakan dalam persamaan matematika yang mencoba menghubungkan aktivitas biologis suatu
obat dengan karakteristik fisika dan kimianya (Cairns, 2004).
B. Tujuan
1. Tujuannya mengetahui obat-obat yang aktif dalam bentuk terion dan tak terion.
2. Mengetahui proses pembentukan kelat
3. Mengetahui potensial redoks dan aktivitas permukaan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Dasar
BAB III

PEMBAHASAN

A. Ionisasi dan Aktifitas Biologis


Ionisasi sangat penting dalam hubungannya dengan proses penembusan obat ke dalam membran
biologis dan interaksi obat-reseptor. Untuk dapat menimbulkan aktivitas biologis, pada umumnya obat
dalam bentuk tidak terionisasi, tetapi ada pula yang aktif adalah bentuk ionnya.
1. Obat yang Aktif dalam Bentuk Tidak Terionisasi
Sebagian besar obat yang bersifta asam atau basa lemah, bentuk tidak terionisasinya dapat
memberikan efek biolgis. Hal ini dimungkinkan bila kerja obat terjadi di membran sel atau di dalam sel.
Contoh: fenobarbital, turunan asam barbiturate yang bersifat asam lemah, bentuk tidak
terionisasinya dapat menembus sawar darah otak dan menimbulkan efek penekan fungsi sistem saraf
pusat dan pernapasan.
Obat modern sebagaian besar bersifat elektrolit lemah, yaitu asam atau basa lemah, dan dearjat
ionisasi atau bentuk ionisasi dan tidak terionisasinya ditentukan oleh nilai oKa dan suasana pH
lingkungan. Hubungan antara pKa dengan fraksi obat terionisasi dan yang tidak terionisasi dari obat yang
bersifat asam dan basa lemah, dinyatakan melalui persamaan Henderson-Hasselbach sebagai berikut.
Untuk asam lemah:
pKa = pH + log Cu/Ci
Cu = fraksi asam yang tidak terionisasi
Ci = fraksi asam terionisasi
Contoh: RCOOH RCOO- + H+
pKa = pH + log (RCOOH)/(RCOO-)( H+)
Untuk basa lemah:
pKa = pH + log Ci/Cu
Cu = fraksi asam yang tidak terionisasi
Ci = fraksi asam terionisasi
Contoh: RNH3+ RNH2 + H+
pKa = pH + log (RNH3+)/( RNH2)
Persen perhtungan ionisasi fenobarbital (pKa = 7,4) pada berbagai macam pH dapat dilihat pada
Tabel 7.1.
Perubahan pH dapat berpengaruh terhadap sifat kelarutan dan koefisien partisi obat. Garam dari
asam atau basa lemah, bentuk tidak terionisasinya mudah diabsorpsi oleh saluran cerna, dan aktivitas
biologis sesuai dengan kadar obat bebas yang terdapat dalam cairan tubuh.
Pada obat yang bersifat asam lemah, dengan meningkatnya pH, sifat ionisasi bertambah besar,
bentuk tak terionisasi bertambah kecil, sehingga jumlah obat yang menembus membrane biologis
semakin kecil. Akibatnya, kemungkinan obat yang berinteraksi dengan reseptor semakin rendah dan
aktivitas biologisnya semakin menurun.
Tabel 7.1 Persen perhitungan bentuk terionisasi dan tak terionisasi fenobarbital pada berbagai
macam pH (Lemke, et al, 2008)

pH Persen Tak terionisasi Persen Terionisasi


2,0 100,0 0,00
4,0 99,96 0,04
6,0 96,17 3,83
7,0 71,53 28,47
8,0 20,0 79,93
10,0 0,25 99,75
12,0 0,0 100,0

Pada obat yang bersifat basa lemah, dengan meningkatnya pH, sifat ionisasi bertambah kecil,
bentuk tak terionisasinya semakin besar, sehingga jumlah obat yang menembus membrane biologis
bertambah besar pula. Akibatnya, keungkinan obat untuk berinteraksi dengan reseptor bertambah besar
dan aktivitas bilogisnya semakin meningkat.
Hubungan perubahan pH dengan persen ionisasi senyawa yang bersifat asam dan basa lemah dapat
dilihat pada Gambar 7.1.
Contoh: Asam aromatik lemah, seperti benzoate, asam salisilat, dan asam mandelat, aktivitas
antibakterinya bertambah besar bila dalam media asam. Pada pH = 3, aktivitas antibakteri asam benzoate
100 kali besar disbanding aktivitasnya pada suasana netral.
Fenol, suatu asam lemah, memberikan gambaran hubungan perubahan pH dengan aktivitas biologis
yang berbeda. Pada pH yang lebih kecil 4,5 aktivitas antibakterinya akan semakin meningkat, tetapi bila
pH dinaikkan lebih besar 4,5 aktivitasnya akan meurun. Hal ini terjadi sampai pada pH = 10. Pada pH
lebih besar 10, aktivitasnya akan meningkat lagi karena enol teroksidasi menjadi bentuk kuinon, yang
juga mempunyai aktivitas antibakteri cukup besar.
Sedikit perubahan struktur dapat menyebabkan perubahan yang bermakna dari sifat ionisasi asam
atau basa, dan hal ini akan memengaruhi aktivitas biologis obat.
Contoh: golongan 5,5-disubstitusi dari turunan asam barbiturate mempunyai nilai pKa 7-8,5, contoh:
asam 5,5-dietilbarbiturat (fenobarbital) mempunyai nilai pKa = 7,4a. pada pH fisiologis, lebih dari
50% fenobarbital terdapat dalam bentuk tidak terionisasi, sehingga dengan mudah menembus jaringan
lemak dan menunjukkan aktivitas sebagai penekan sistem saraf pusat. Sifat keamanan turunan barbiturate
ditentuka oleh bentuk tautometri keto-enol dan laktim-laktam.
Golongan 5-substitusi barbiturate, bersifat lebih asam, contoh: asam 5-etilbarbiturat, mempunyai
nilai pKa = 4,4 pada pH fisiologis mudah terionisasi (99,9%), sehingga kurang efektif dalam menembus
sawar membrane lipofil sistem saraf pusat, dan tidak dapat menimbulkan efek penekan sistem saraf
pusat.Proses ionisasi dari 5-substitusi dan 5,5-disubstitusi barbiturate dapat dilihat pada Gambar 7.2.
Perubahan pH juga berpengaruh terhadap kereaktifan gugus asam atau basa pada permukaan sel atau
dalam sel mikroorganisme. Pada titik isoelektrik, kation dan anion potensial molekul protein sel, missal
gugus amino dan karboksilat pada alanine, selalu terdapat dalam bentuk ion Zwitter. Dengan
meningkatnya pH atau bertambah basa media, kadar anion sel akan bertambah besar sehingga
meningkatkan aktivitas obat yang bersifat kation katif. Sebaliknya, dengan menurunnya pH atau
bertambah asam media, kadar kation sel akan menjadi lebih besar, sehingga meningkatkan afinitas obat
anion aktif.
2. Obat yang Aktif dalam Bentuk Ion
Beberapa senyawa obat menunjukkan aktivitas biologis yang makin meningkat bila derajat
ionisasinya meningkat. Seperti diketahui dalam bentuk ion senyawa obat umumya sulit menembus
membran biologis, sehingga diduga bahwa senyawa obat dengan tipe ini memberikan efek biologis di luar
sel.
Bell dan Roblin (1942), memberikan postulat bahwa aktivitas antibakteri sulfonamida mencapai
maksimum bila mempunyai nilai pKa 6-8. Pada nilai pKa tersebut sulfonamida terionisasi ± 50%. Pada
nilai pKa 3-5, sulfonamida terionisasi sempurna, dan bentuk ionisasi ini tidak dapat menembus membrane
sehingga aktivitas antibakterinya rendah.
Bila kadar bentuk ion kurang lebih sama dengan kadar bentuk molekul (pKa 6-8), aktivitas
antibakterinya akan maksimal. Pada nilai pKa 9-11, penurunan pKa meningkatkan jumlah sulfonamida
yang terionisasi, jumlah senyawa yang menembus membrane kecil, sehingga aktivitas antibakterinya
rendah.
Menurut Cowles (1942), sulfonamida menembus membran sel bakteri dalam bentuk tidak
terionisasinya, dan sesudah mencapai reseptor yang bekerja adalah bentuk ion. Contoh obat yang aktif
dalam bentuk ion antara lain adalah turunan akridin dan turunan ammonium kuarterner.
B. Pembentukan Kelat dan Aktivitas Biologis
C. Potensial Redoks dan Aktivitas Biologis
D. Aktivitas Permukaan dan Aktivitas Biologis
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai