Anda di halaman 1dari 18

MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM 1

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


MODUL
PRAKTIKUM KE 11
IRIGASI TELINGA, IRIGASI MATA, TAMPON HIDUNG

A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa mampu melakukan penanganan irigasi Telinga
2. Mahasiswa mampu melakukan penanganan irigasi mata
3. Mahasiswa mampu melakukan penanganan tampon hidung

B. DASAR TEORI
Anatomi Telinga Luar
Telinga luar merupakan bagian telinga yang terdapat di lateral dari membrane timpani, terdiri dari
aurikulum, meatus akustikus eksternus (MAE) dan membran timpani (MT). Aurikulum merupakan tulang
rawan fibro elastis yang dilapisi kulit, berbentuk pipih dan permukaannya tidak rata. Melekat pada tulang
temporal melalui otot-otot dan ligamen. Bagiannya terdiri heliks, antiheliks, tragus, antitragus dan konka.
Daun telinga yang tidak mengandung tulang rawan ialah lobulus
Aurikulum dialiri arteri aurikularis posterior dan arteri temporalis superfisialis. Aliran vena menuju ke
gabungan vena temporalis superfisialis, vena aurikularis posterior dan vena emissary mastoid. Inervasi
oleh cabang nervus cranial V, VII, IX dan X.

Gambar 1. Gambar anatomi telinga

MAE merupakan tabung berbentuk S, dimulai dari dasar konka aurikula sampai pada membran timpani
dengan panjang lebih kurang 2,5 cm dan diameter lebih kurang 0,5 cm. MAE dibagi menjadi dua bagian
yaitu pars cartilage yang berada di sepertiga lateral dan pars osseus yang berada di dua pertiganya.
Pars cartilage berjalan ke arah posterior superior , merupakan perluasan dari tulang rawan daun telinga,
tulang rawan ini melekat erat di tulang temporal, dilapisi oleh kulit yang merupakan perluasan kulit dari
daun telinga , kulit tersebut mengandung folikel rambut, kelenjar serumen dan kelenjar sebasea. Kelenjar
serumen memproduksi bahan seperli lilin berwarna coklat merupakan pengelupasan lapisan epidermis,
bahan sebaseus dan pigmen disebut serumen atau kotoran telinga. Pars osseus berjalan ke arah antero
inferior dan menyempit di bagian tengah membentuk ismus. Kulit pada bagian ini sangat tipis dan

TIM MA KEPERAWATAN GAWAT DARURATJURUSAN KEPERAWATAN MAKASSAR


MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM 2
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
melekat erat bersama dengan lapisan subkutan pada tulang. Didapatkan glandula sebasea dan glandula
seruminosa, tidak didapatkan folikel rambut.
MAE dialiri arteri temporalis superfisialis dan arteri aurikularis posterior serta arteri aurikularis profundus.
Darah vena mengalir ke vena maksilaris, jugularis eksterna dan pleksus venosus pterygoid. Aliran limfe
menuju ke lnn. aurikularis anterior, posterior dan inferior. Inervasi oleh cabang aurikularis dari n. vagus
dan cabang aurikulotemporalis dari n. mandibularis.

Gambar 2 : Anatomi Aurikulum

MT berbentuk kerucut dengan puncaknya disebut umbo , dasar MT tampak sebagai bentukan oval. MT
dibagi dua bagian yaitu pars tensa memiliki tiga lapisan yaitu lapisan skuamosa, lapisan mukosa dan
lapisan fibrosa. Lapisan ini terdiri dari serat melingkar dan radial yang membentuk dan mempengaruhi
konsistensi MT. Pars flasida hanya memiliki dua lapis saja yaitu lapisan skuamosa dan lapisan mukosa.
Sifat arsitektur MT ini dapat menyebarkan energi vibrasi yang ideal.
MT bagian medial disuplai cabang arteri aurikularis posterior, lateral oleh ramus timpanikus cabang arteri
aurikularis profundus. Aliran vena menuju ke vena maksilaris, jugularis eksterna dan pleksus venosus
pterygoid. Inervasi oleh nervus aurikularis cabang nervus vagus, cabang timpanikus nervus
glosofaringeus of Jacobson dan nervus aurikulotemporalis cabang nervus mandibularis.

Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk
gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea, Proses mendengar melalui tiga tahapan
yaitu tahap pemindahan energi fisik berupa stimulus bunyi ke organ pendengaran, tahap konversi atau
tranduksi yaitu pengubahan energi fisik stimulasi tersebut ke organ penerima dan tahap penghantaran
impuls saraf ke kortek pendengaran.

Mekanisme Pendengaran Telinga Luar dan Tengah


Aurikula berfungsi untuk mengetahui arah dan lokasi suara dan membedakan tinggi rendah suara.
Aurikula bersama MAE dapat menaikkan tekanan akustik pada MT pada frekuensi 1,5 – 5 kHz yaitu
daerah frekuensi yang penting untuk presepsi bicara, selanjutnya gelombang bunyi ini diarahkan ke MAE
menyebabkan naiknya tekanan akustik sebesar 10-15 dB pada MT.
MAE adalah tabung yang terbuka pada satu sisi tertutup pada sisi yang lain. MAE meresonansi ¼
gelombang. Frekuensi resonansi ditentukan dari panjang tabung, lengkungan tabung tidak berpengaruh.
Tabung 2,5 cm, frekuensi resonansi kira-kira 3,5 kHz.
Fo (frekuensi resonansi) = kecepatan suara (4 x panjang tabung)
Dimana : Kecepatan suara = 350 m/detik Misal panjang tabung = 2,5 cm, maka :

TIM MA KEPERAWATAN GAWAT DARURATJURUSAN KEPERAWATAN MAKASSAR


MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM 3
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
Fo = 350 (4x2,5) = 3500 Hz = 3,5 kHz
Gelombang suara kemudian diteruskan ke MT dimana pars tensa MT merupakan medium yang ideal
untuk transmisi gelombang suara ke rantai osikular. Hubungan MT dan sistem osikuler menghantarkan
suara sepanjang telinga telinga tengah ke koklea. Tangkai maleus terikat erat pada pusat membran
timpani, maleus berikatan dengan inkus, inkus berikatan dengan stapes dan basis stapes berada pada
foramen ovale. Sistem tersebut sebenarnya mengurangi jarak tetapi meningkatkan tenaga pergerakan
1,3 kali, selain itu luas daerah permukaan MT 55 milimeter persegi sedangkan daerah permukaan stapes
rata-rata 3,2 milimeter persegi. Rasio perbedaan 17 kali lipat ini dibandingkan 1,3 kali dari dari sistem
pengungkit , menyebabkan penekanan sekitar 22 kali pada cairan koklea. Hal ini diperlukan karena
cairan memiliki inersia yang jauh lebih besar dibandingkan udara, sehingga dibutuhkan tekanan besar
untuk menggetarkan cairan, selain itu didapatkan mekanisme reflek penguatan, yaitu sebuah reflek yang
timbul apabila ada suara yang keras yang ditransmisikan melalui sistem osikuler ke dalam sistem saraf
pusat, reflek ini menyebabkan konstraksi pada otot stapedius dan otot tensor timpani. Otot tensor timpani
menarik tangkai maleus ke arah dalam sedangkan otot stapedius menarik stapes ke arah luar. Kondisi
yang berlawanan ini mengurangi konduksi osikular dari suara berfrekuensi rendah dibawah 1 000 Hz.
Fungsi dari mekanisme ini adalah untuk melindungi koklea dari getaran merusak disebabkan oleh suara
yang sangat keras , menutupi suara berfrekuensi rendah pada lingkungan suara keras dan menurunkan
sensivitas pendengaran pada suara orang itu sendiri.
Mekanisme Pendengaran Telinga Dalam
Koklea mempunyai dua fungsi yaitu menerjemahkan energi suara ke suatu bentuk yang sesuai untuk
merangsang ujung saraf auditorius yang dapat memberikan kode parameter akustik sehingga otak dapat
memproses informasi dalam stimulus suara.

Gambar 3. Skema mekanisme pendengaran.

Koklea di dalamnya terdapat proses transmisi hidrodinamik yaitu perpindahan energi bunyi dari foramen
ovale ke sel-sel bersilia dan proses transduksi yaitu pengubahan pola energi bunyi pada OC menjadi
potensial aksi dalam nervus auditorius. Mekanisme transmisi terjadi karena stimuli bunyi menggetarkan
perilim dalam skala vestibuli dan endolim dalam skala media sehingga menggetarkan membrana
basilaris. Membrana basilaris merupakan suatu kesatuan yang berbentuk lempeng-lempeng getar
sehinga bila mendapat stimuli bunyi akan bergetar seperti gelombang disebut traveling wave. Proses
transduksi terjadi karena perubahan bentuk membran basilaris. Perubahan tersebut karena bergesernya
membrana retikularis dan membrana tektorial akibat stimulis bunyi. Amplitudo maksimum pergeseran
tersebut akan mempengaruhi sel rambut dalam dan sel rambut luar sehinga terjadi loncatan potensial

TIM MA KEPERAWATAN GAWAT DARURATJURUSAN KEPERAWATAN MAKASSAR


MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM 4
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
listrik. Potensial listrik ini akan diteruskan oleh serabut saraf aferen yang berhubungan dengan sel rambut
sebagai impuls saraf ke otak untuk disadari sebagai sensasi mendengar.
Koklea di dalamnya terdapat 4 jenis proses bioelektrik, yaitu : potensial endokoklea (endocochlear
potential) , mikrofoni koklea (cochlear microphonic) , potensial sumasi (summating potensial), dan
potensial seluruh saraf (whole nerve potensial). Potensial endokoklea selalu ada pada saat istirahat,
sedangkan potensial lainnya hanya muncul apabila ada suara yang merangsang. Potensial endokoklea
terdapat pada skala media bersifat konstan atau direct current (DC) dengan potensial positif sebesar 80
– 100 mV. Stria vaskularis merupakan sumber potensial endokoklea yang sangat sensitif terhadap
anoksia dan zat kimia yang berpengaruh terhadap metabolisme oksidasi.
Mikrofoni koklea adalah alternating current (AC) berada di koklea atau juga di dekat foramen rotundum,
dihasilkan area sel indera bersilia dan membrana tektoria oleh pengaruh listrik akibat vibrasi suara pada
silia atau sel inderanya. Potensial sumasi termasuk DC tidak mengikuti rangsang suara dengan spontan,
tetapi sebanding dengan akar pangkat dua tekanan suara. Potensial sumasi dihasilkan sel-sel indera
bersilia dalam yang efektif pada intensitas suara tinggi. Sedangkan mikrofoni koklea dihasilkan lebih
banyak pada outer hair cell. Bila terdapat rangsangan diatas nilai ambang, serabut saraf akan bereaksi
menghasilkan potensial aksi. Serabut saraf mempunyai penerimaan terhadap frekuensi optimum
rangsang suara pada nilai ambangnya, dan tidak bereaksi terhadap setiap intensitas. Potensial seluruh
saraf adalah potensial listrik yang dibangkitkan oleh serabut saraf auditori. Terekam dengan elektroda di
daerah foramen rotundum atau di daerah saraf auditori, memiliki frekuensi tinggi dan onset yang cepat.
Rangsangan suara dari koklea diteruskan oleh nervus kranialis VIII ke korteks melalui nukleus koklearis
ventralis dan dorsalis. Jaras tersebut merupakan sistem pendengaran sentral.

Anatomi Bola Mata


Bola mata berbentuk bulat berdiameter sekitar 24 mm, dengan 3 komponen utamanya yakni :
A. tiga lapisan (tunika) yang membentuk dinding bola mata,
B. komponen optik yang melanjutkan dan memfokuskan cahaya, dan
C. komponen neural yaitu retina dan saraf optikus (Saladin, 2007).

Tunika
Terdapat tiga lapisan (tunika) yang menyusun dinding bola mata, yakni (Saladin, 2007):
1. The outer fibrous layer (tunika fibrosa) yang dibagi menjadi dua bagian yaitu sclera dan cornea
(Saladin, 2007).
a. Sklera Sklera merupakan dinding bola mata yang terdiri atas jaringan ikat kuat yang tidak
bening dan tidak kenyal dengan tebal satu milimeter. Pada sklera terdapat insersi atau
perlekatan enam otot penggerak bola mata (Ilyas, 2010).
b. Kornea Kornea normal berupa selaput transparan yang terletak di permukaan bola mata
(Ilyas, 2010). Kornea di bagian sentral memiliki tebal setengah milimeter. Kornea tidak
mempunyai pembuluh darah, namun kornea sangat kaya akan serabut 14 saraf. Saraf
sensorik ini berasal dari saraf siliar yang merupakan cabang oftalmik saraf trigeminus (saraf
V) (Ilyas, 2010).

TIM MA KEPERAWATAN GAWAT DARURATJURUSAN KEPERAWATAN MAKASSAR


MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM 5
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
2. The middle vascular layer (tunika vaskulosa) disebut pula uvea. Lapisan ini terdiri dari tiga
bagian yakni choroid, ciliary body, daniris. Di dalamnya terdapat intrinsic eye muscle yang terdiri dari
ciliary muscle, pupillary constrictor dan pupillary dilator (Saladin, 2007).
a. Choroid merupakan lapisan yang sangat kaya akan pembuluh darah dan sangat
terpigmentasi. Lapisan ini terletak di belakang retina (Saladin, 2007).
b. Ciliary body merupakan ekstensi choroid yang menebal serta membentuk suatu cincin
muscular di sekitar lensa dan berfungsi menyokong iris dan lensa serta mensekresi cairan
yang disebut sebagai aqueous humor (Saladin, 2007).
c. Iris merupakan suatu diafragma yang dapat diatur ukurannya dan lubang yang dibentuk oleh
iris ini disebut sebagi pupil. Diameter dari pupil dikontrol oleh dua kontraktil dari iris yakni
pupillary constrictor dan pupillary dilator. Pupil akan mengecil sebagai respon terhadap
intensitas cahaya yang tinggi dan objek yang terletak dekat dengan 15 mata. Sementara
pupil akan membesar ketika berada di tempat dengan cahaya kurang serta untuk
memfokuskan ke objek yang letaknya jauh.
Refleks pupil untuk konstriksi dan dilatasi ini disebut photopupillary reflex.Iris memiliki dua
lapisan berpigmen yaitu posterior pigment epithelium yang berfungsi menahan cahaya yang
tidak teratur mencapai retina dan anterior border layer yang mengandung sel-sel berpigmen
yang disebut sebagai chromatophores. Konsentrasi melanin yang tinggi pada
chromatophores inilah yang memberi warna gelap pada mata seseorang seperti hitam dan
coklat. Konsentrasi melanin yang rendah memberi warna biru, hijau, atau abu-abu (Saladin,
2007).
3. The inner layer (tunika interna) terdiri dari retina dan saraf optikus (Saladin, 2007).

Gambar 4. Anatomi Mata

TIM MA KEPERAWATAN GAWAT DARURATJURUSAN KEPERAWATAN MAKASSAR


MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM 6
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
Komponen Optik
Komponen optik dari mata merupakan elemen transparan dari mata yang tembus cahaya serta mampu
membelokkan cahaya (refraksi) dan memfokuskannya pada retina. Bagian-bagian optik ini mencakup
kornea, aqueous humor, lensa, dan vitreous body (Saladin, 2007). Aqueous humor merupakan cairan
serosa yang disekresi oleh ciliary body ke posterior chamber, sebuah ruang antara iris dan lensa. Cairan
ini mengalir melalui pupil menuju anterior chamber yaitu ruang antara kornea dan iris. Dari area ini, cairan
yang disekresikan akan direabsorbsi kembali oleh pembuluh darah yang disebut sclera venous sinus
(canal of Schlemm) (Saladin, 2007).
Lensa terdiri dari sel yang transparan, pipih, dan tertekan yang disebut lens fibers. Lensa tersuspensi di
belakang pupil oleh serat-serat yang membentuk cincin yang disebut suspensory ligament, yang
menggantungkan lensa ke ciliary body. Tegangan pada ligamen memipihkan lensa hingga mencapai
ketebalan 3,6 mm dengan diameter 9,0 mm (Saladin, 2007). Vitreous body (vitreous humor) merupakan
suatu jelly transparan yang mengisi ruangan besar di belakang lensa yang disebut vitreous chamber.
Sebuah kanal (hyaloids canal) yang berada di sepanjang jelly ini merupakan sisa dari arteri hyaloid yang
ada semasa embrio. Vitreous body berfungsi untuk mempertahankan bentuk bulat dari bola mata dan
menjaga retina untuk tetap menekan permukaan dalam dari chamber secara halus. Hal ini penting
untukmemfokuskan cahaya pada retina (Saladin, 2007).

Komponen Neural
Komponen neural dari mata adalah retina dan saraf optikus. Retina merupakan suatu membran yang tipis
dan transparan. Retina terfiksasi pada optic disc dan ora serrata. Optic disc adalah lokasi dimana saraf
optikus meninggalkan bagian belakang (fundus) bola mata. Ora serrate merupakan tepi anterior dari
retina. Retina tertahan ke bagian belakang dari bola mata oleh tekanan yang diberikan oleh vitreous body.
Pada bagian posterior dari titik tengah lensa, pada aksis visual mata, terdapat sekelompok sel yang
disebut macula lutea dengan diameter kira- kira 3 mm. Pada bagian tengah dari macula lutea terdapat
satu celah kecil yang disebut fovea centralis, yang menghasilkan gambar/ visual tertajam. Sekitar 3 mm
dari arah medial dari macula lutea terdapat optic disc. Serabut saraf dari seluruh bagian mata akan
berkumpul pada titik ini dan keluar dari bola mata membentuk saraf optikus. Bagian optic disc dari mata
tidak mengandung sel- sel reseptor sehingga dikenal juga sebagai titik buta (blind spot) pada lapangan
pandang setiap mata (Saladin, 2007)

Fisiologi Penglihatan
Penglihatan dimulai dari masuknya cahaya ke dalam mata dan difokuskan pada retina. Cahaya yang
datang dari sumber titik jauh, ketika difokuskan di retina menjadi bayangan yang sangat kecil (Guyton &
Hall, 2006). Cahaya masuk ke mata direfraksikan atau dibelokkan ketika melalui kornea dan bagian-
bagian lain dari mata (aqueous humor, lensa, dan vitreous humor). Bagian- bagian tersebut mempunyai
kepadatan yang berbeda-beda sehingga cahaya yang masuk dapat difokuskan ke retina. Cahaya yang
masuk melalui kornea diteruskan ke pupil. Pupil merupakan lubang bundar anterior di bagian tengah iris
yang mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata.
Pupil membesar bila intensitas cahaya kecil, misalnya saat berada di tempat gelap. Apabila berada di
tempat terang atau intensitas cahaya tinggi maka pupil akan mengecil. Pengatur perubahan pupil tersebut
adalah iris yang merupakan cincin otot yang berpigmen dan tampak dalam aqueous humor. Setelah
melalui pupil dan iris, maka cahaya sampai ke lensa (Guyton & Hall, 2006).
Ketika kita melihat benda pada jarak lebih dari 6 m (20 ft), lensa akan memipih hingga ketebalan sekitar
3,6 mm. Sedangkan ketika kita melihat sesuatu pada jarak kurang dari 6 m, lensa akan menebal hingga
4,5 mm pada pusatnya dan membelokkan cahaya (refraksi) dengan lebih kuat. Perubahan ketebalan

TIM MA KEPERAWATAN GAWAT DARURATJURUSAN KEPERAWATAN MAKASSAR


MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM 7
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
lensa tersebut dikenal dengan lens accommodation (akomodasi lensa) (Saladin, 2008). Selain daya
akomodasi, lensa juga berfungsi untuk 19 memfokuskan bayangan agar jatuh tepat di retina (Guyton &
Hall, 2008). Bila cahaya sampai ke retina, maka sel- sel batang dan sel- sel kerucut (sensitif terhadap
cahaya) akan meneruskan sinyal- sinyal cahaya tersebut ke otak melalui saraf optik. Bayangan atau
cahaya yang tertangkap oleh retina adalah terbalik, nyata, lebih kecil, tetapi pada persepsi otak terhadap
benda tetap tegak, karena otak mempunyai mekanisme menangkap bayangan yang terbalik itu sebagai
keadaan normal (tegak) (Guyton & Hall, 2006).
Penglihatan manusia dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Central Vision Central vision adalah penglihatan yang timbul pada saat cahaya jatuh pada area
macula lutea retina dan memberikan stimulus pada fotoreseptor yang berada pada area tersebut.
Dalam pemeriksaaannya, central vision dapat dibagi menjadi uncorrected visual acuity di mana
mata diukur ketajamannya tanpa menggunakan kacamata maupun lensa kontak dan corrected
visual acuity dimana mata yang diukur telah dilengkapi dengan alat bantu penglihatan seperti
kacamata maupun lensa kontak. Karena penurunan ketajaman penglihatan jarak jauh dapat
disebabkan oleh kelainan refraksi, umumnya jenis pemeriksaan yang dipilih untuk menilai
kesehatan mata adalah corrected visual acuity (Riordan-Eva & Whitcher, 2007).
b. Peripheral Vision Peripheral vision adalah penglihatan yang timbul pada saat cahaya jatuh pada
area di luar macula lutea retina dan memberikan stimulus pada fotoreseptor yang berada pada
area tersebut (RiordanEva & Whitcher, 2007). Penglihatan perifer dapat ditinjau secara cepat
dengan menggunakan confrontation testing. Pada pemeriksaan ini, mata yang tidak diperiksa
ditutup dengan menggunakan telapak tangan dan pemeriksa duduk sejajar dengan pasien. Jika
mata kanan pasien diperiksa, maka mata kiri pasien ditutup dan mata kanan pemeriksa ditutup.
Pasien diminta untuk melihat lurus sejajar dengan mata kiri pemeriksa. Untuk mendeteksi adanya
gangguan, pemeriksa menunjukkan angka tertentu dengan menggunakan jari tangan yang
diletakkan di antara pasien dan pemeriksa pada keempat kuadran penglihatan. Pasien diminta
untuk mengidentifikasi angka yang ditunjukkan (Riordan-Eva & Whitcher, 2007).

ANATOMI HIDUNG BAGIAN DALAM


Anatomi Hidung Dalam Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os.internum di
sebelah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari nasofaring. Kavum nasi
dibagi oleh septum, dinding lateral terdapat konka superior, konka media, dan konka inferior. Celah antara
konka inferior dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior, celah antara konka media dan inferior
disebut meatus media dan sebelah atas konka media disebut meatus superior.
a. Septum Nasi
Septum membagi kavum nasi menjadi dua ruang kanan dan kiri. Bagian posterior dibentuk oleh lamina
perpendikularis os etmoid, bagian anterior oleh kartilago septum (kuadrilateral), premaksila dan kolumela
membranosa; bagian posterior dan inferior oleh os vomer, krista maksila, krista palatine serta krista
sfenoid.

TIM MA KEPERAWATAN GAWAT DARURATJURUSAN KEPERAWATAN MAKASSAR


MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM 8
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
Kavum nasi Kavum nasi terdiri dari:
Dasar hidung
Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatine os maksila dan prosesus horizontal os palatum.
Atap hidung
Atap hidung terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os nasal, prosesus frontalis os maksila,
korpus os etmoid, dan korpus os sphenoid. Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa
yang dilalui oleh filamen-filamen n. olfaktorius yang berasal dari permukaan bawah bulbus olfaktorius
berjalan menuju bagian teratas septum nasi dan permukaan kranial konka superior.
Dinding Lateral
Dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis os maksila, os lakrimalis, konka
superior dan konka media yang merupakan bagian dari os etmoid, konka inferior, lamina perpendikularis
os platinum dan lamina pterigoideus medial.
Konka
Fossa nasalis dibagi menjadi tiga meatus oleh tiga buah konka; celah antara konka inferior dengan dasar
hidung disebut meatus inferior; celah antara konka media dan inferior disebut meatus media, dan di
sebelah atas konka media disebut meatus superior. Kadang-kadang didapatkan konka keempat (konka
suprema) yang teratas. Konka suprema, konka superior, dan konka media berasal dari massa lateralis
os etmoid, sedangkan konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada maksila bagian
superior dan palatum.
b. Meatus superior
Meatus superior atau fisura etmoid merupakan suatu celah yang sempit antara septum dan massa lateral
os etmoid di atas konka media. Kelompok sel-sel etmoid posterior bermuara di sentral meatus superior
melalui satu atau beberapa ostium yang besarnya bervariasi. Di atas belakang konka superior dan di
depan korpus os sfenoid terdapat resesus sfeno-etmoidal, tempat bermuaranya sinus sfenoid.
c. Meatus media
Merupakan salah satu celah yang penting yang merupakan celah yang lebih luas dibandingkan dengan
meatus superior. Di sini terdapat muara sinus maksila, sinus frontal dan bagian anterior sinus etmoid. Di
balik bagian anterior konka media yang letaknya menggantung, pada dinding lateral terdapat celah yang
berbentuk bulan sabit yang dikenal sebagai infundibulum. Ada suatu muara atau fisura yang berbentuk
bulan sabit yang menghubungkan meatus medius dengan infundibulum yang dinamakan hiatus
semilunaris. Dinding inferior dan medial infundibulum membentuk tonjolan yang berbentuk seperti laci
dan dikenal sebagai prosesus unsinatus. Di atas infundibulum ada penonjolan hemisfer yaitu bula etmoid
yang dibentuk oleh salah satu sel etmoid. Ostium sinus frontal, antrum maksila, dan sel-sel etmoid anterior
biasanya bermuara di infundibulum. Sinus frontal dan sel-sel etmoid anterior biasanya bermuara di bagian
anterior atas, dan sinus maksila bermuara di posterior muara sinus frontal. Adakalanya selsel etmoid dan
kadang-kadang duktus nasofrontal mempunyai ostium tersendiri di depan infundibulum.
d. Meatus Inferior
Meatus inferior adalah yang terbesar di antara ketiga meatus, mempunyai muara duktus nasolakrimalis
yang terdapat kira-kira antara 3 sampai 3,5 cm di belakang batas posterior nostril.
e. Nares
Nares terdiri dari anterior dan posterior, nares anterior /lubang hidung, menghubungkan dunia luar
dengan rongga hidung, sedangkan nares posterior atau koana adalah pertemuan antara kavum nasi dengan
nasofaring, berbentuk oval dan terdapat di sebelah kanan dan kiri septum. Tiap nares posterior bagian
bawahnya dibentuk oleh lamina horisontalis palatum, bagian dalam oleh os vomer, bagian atas oleh
prosesus vaginalis os sfenoid dan bagian luar oleh lamina pterigoideus. Di bagian atap dan lateral dari
rongga hidung terdapat sinus yang terdiri atas sinus maksila, etmoid, frontalis dan sphenoid. Sinus
maksilaris merupakan sinus paranasal terbesar di antara lainnya, yang berbentuk piramid yang iregular

TIM MA KEPERAWATAN GAWAT DARURATJURUSAN KEPERAWATAN MAKASSAR


MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM 9
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
dengan dasarnya menghadap ke fossa nasalis dan puncaknya menghadap ke arah apeks prosesus
zygomatikus os maksilla. Sinus paranasal adalah rongga-rongga di dalam tulang kepala yang berisi udara
yang berkembang dari dasar tengkorak hingga bagian prosesus alveolaris dan bagian lateralnya berasal
dari rongga hidung hingga bagian inferomedial dari orbita dan zygomatikus. Sinus-sinus tersebut
terbentuk oleh pseudostratified columnar epithelium yang berhubungan melalui ostium dengan lapisan
epitel dari rongga hidung. Sel-sel epitelnya berisi sejumlah mukus yang menghasilkan sel-sel goblet.

Vaskularisasi rongga hidung


Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari a. etmoid anterior dan posterior yang merupakan
cabang dari a. oftalmika dari a. karotis interna. Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari
cabang a. maksilaris interna, diantaranya adalah ujung a. palatina mayor dan a. sfenopalatina yang keluar
dari foramen sfenopalatina bersama n. sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung
posterior konka media. Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang – cabang a. fasialis.
Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a. sfenopalatina, a. etmoid
anterior, a. labialis superior, dan a. palatina mayor yang disebut pleksus Kiesselbach (Little’s area).
Pleksus Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah cedera oleh trauma, sehingga sering menjadi
sumber epistaksis (pendarahan hidung) terutama pada anak. Vena-vena hidung mempunyai nama yang
sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung
bermuara ke v. oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena di hidung tidak
memiliki katup, sehingga merupakan faktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi hingga ke
intrakranial.

Gambar 5. Anatomi hidung bagian dalam

C. IRIGASI TELINGA

TIM MA KEPERAWATAN GAWAT DARURATJURUSAN KEPERAWATAN MAKASSAR


MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM 10
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
IRIGASI TELINGA
Irigasi telinga adalah tindakan medis yang bertujuan untuk membersihkan liang telinga luar dari nanah,
serumen dan benda-benda asing. Irigasi telinga adalah suatu untuk memasukan cairan (air hangat
kuku) ke dalam telinga.
Tujuannya : untuk membersihkan telinga atau mengeluarkan benda asing dalam telinga.
Indikasi :
a. Untuk mengeluarkan cairan, serumen, bahan-bahan asing dari kanal audiotory
eksternal
b. Untuk mengirigasi kanal audiotory eksternal dengan larutan antiseptic
c. Untuk menghangatkan atau mendinginkan kanal audiotory eksternal
Kontraindikasi:
a. Perforasi membrane timpani atau resiko tidak utuh (injurie sekunder, pembedahan,
miringitomo)
b. Terjadi komplikasi sebelum irigasi
c. Temperature yang ekstrim panas dapat menyebabkan pusing, mual dan muntah 4. Bila
ada benda penghisap air dalam telinga, seperti bahan sayuran (kacang), jangan di
irigasi karena bahan-bahan tersebut mengembang dan sulit berkembang
Kemungkinan komplikasi :
a. Rupture (pecah) pada membrane tympani. Kehilangan pendengaran
b. Trauma/injury kanal telinga dalam
c. Vertigo, mual, nyeri selama dan setelah prosedur, stop segera bila terjadi
kemungkinan, ulangi lagi dan pastikan tekanan dan temperature yang cocok untuk
mencegah berulangnya gejala
Bahaya :
a. Infeksi pecahnya gendang telinga
b. Rupture membrane timpani
c. Kehilangan pendengaran
d. Trauma/injury kanal telinga dalam

Alat dan bahan Baki berisi alat-alat yang steril :


a. Mangkok kecil berisi cairan dengan suhu 37oc
b. Semprot telinga
c. Pinset telinga
d. Corong telinga
e. Pemilin telinga
f. Pengail telinga
Baki berisi alat-alat tidak steril
a. Bengkok 1 buah
b. Perlak dan alasnya
c. Lampu spiritus
d. Lampu kepala
e. Kapas dan tempatnya
f. Ember kotoran

PROSEDUR KERJA
NO LANGKAH KERJA GAMBAR

TIM MA KEPERAWATAN GAWAT DARURATJURUSAN KEPERAWATAN MAKASSAR


MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM 11
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
Fase Pra Interaksi
1 Gunakan APD (Prinsip 3 Aman)
2 Periksa kelengkapan alat
Fase Orientasi
1 Evaluasi ABCDE
Fase Kerja
1 a. Beritahu tindakan apa yang akan dilakukan kepada klien
b. Klien diberatu dalam posisi duduk. bila klien adalah anak kecil,
harus dipangku sambil dipegang kepalanya
c. Perlak dan alasnya dipasang di bahu dibawah telinga yang akan
dibersihkan
d. Pasang lampu kepala
e. Perawat mencuci tangan
f. Bersihkan kotoran telinga dengan kapas, memakai pemilin kapas
yang telah di flamber terlebih dahulu
g. Berikan bengkok kepada pasien dan minta kerja sama pasien
untuk memegang bengkok dengan posisi dibawah telinga
h. Hisaplah cairan dengan menggunakan semprotan dan keluarkan
udara dari semprotan
i. Tariklah daun telinga klien ke atas kemudian kebelakang dan
dengan tangan yang lain perawat memancarkan cairan ke dinding
atas dari liang telinga (penyemprotan cairan harus perlahan-lahan
dan tepat ditujukan ke dinding atas liang telinga)
j. Jika sudah bersih, keringkan daun telinga dengan kapas yang
telah dipilin dan di flamber
k. Lihat atau periksa kembali liang telinga klien apakah sudah bersih
atau belum dengan menggunakan corong telinga
l. Perawat cuci tangan
m. Bersihkan alat-alat
n. Tulis hasil dalam catatan keperawatan
Fase Terminasi
1 Lakukan reassessment untuk menilai keberhasilan terapi/Tindakan

IRIGASI MATA
Irigasi mata merupakan suatu tindakan pencucian kantung konjungtiva mata. Irigasi biasanya
menggunakan akuades, saline, atau cairan antiseptik. Teknik steril digunakan karena tindakan ini
berhubungan dengan mukosa mata

TUJUAN
a. Membersihkan
b. Menghantarkan obat

INDIKASI
a. Cedera dekontaminasi kimiawi
b. Pembersihan debris (mis. debu) dari mata.

TIM MA KEPERAWATAN GAWAT DARURATJURUSAN KEPERAWATAN MAKASSAR


MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM 12
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
KONTRAINDIKASI : Bola mata terluka atau tertusuk

PERSIAPAN ALAT/BAHAN :
1. Tabung steril untuk tempat cairan
2. Cairan irigasi dengan suhu 37° C
3. Lakmus (penguji pH bila terpajan asam/basa)
4. Irigator (contoh: selang infuse) atau spuit steril
5. Bola kapas steril
6. Bengkok steril
7. Perlak
8. Handuk
9. Sarung tangan steril

PROSEDUR KERJA
NO LANGKAH KERJA GAMBAR
Fase Pra Interaksi
1 Gunakan APD (Prinsip 3 Aman)
2 Periksa kelengkapan alat
Fase Orientasi
1 Evaluasi ABCDE
Fase Kerja
1 a. Mengucapkan salam terapeutik
b. Melakukan validasi/ evaluasi
c. Melakukan kontrak waktu
d. Jelaskan prosedur kepada klien
e. Mencuci tangan
f. Bantu klien mengatur posisi duduk atau berbaring, miring
kepala ke arah mata yang sakit
g. Tutup pakaian klien dengan handuk. Pasang perlak di
bawah kepala pasien
h. Pasang bengkok di bawah mata yang sakit
i. Pakai sarung tangan steril
j. Bersihkan kelopak mata dan bulu mata dengan kapas yang
telah dibasahi cairan irigan, dengan arah dari kanus dalam
ke kanus luar
k. Dengan perlahan, retraksi kelopak mata dengan telunjuk
dan ibu jari tangan non dominan (umumnya kiri).
l. Mulai alirkan irigan melalui irigator, pegang bagian distal
irigator dengan tangan dominan (umumnya kanan) 2,5 cm

TIM MA KEPERAWATAN GAWAT DARURATJURUSAN KEPERAWATAN MAKASSAR


MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM 13
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
diatas mata. Aliran cairan harus mengalir dengan kecepatan
sesuai kenyamanan klien.
m. Arahkan cairan irigan ke semua arah pada bila mata
anterior, dari kantus dalam ke kantus luar. Lanjutkan
tindakan sampai air yang keluar dari mata tampak bersih.
n. Bila sudah selesai, bersihkan sekitar mata dengan cara
mengusap dari arah dalam ke luar
o. Tutup mata bila diperlukan dan kaji respon
p. Bereskan alat yang digunakan dan dokumentasikan

Fase Terminasi
1 Lakukan reassessment untuk menilai keberhasilan terapi/Tindakan

PENATALAKSANAAN EPISTAKSIS
PERSIAPAN PASIEN
Menjelaskan prosedur yang akan dilakukan, risiko-risikonya, dan keuntungannya terhadap pasien dan
atau pendapat-pendapat mereka tentang prosedur tersebut. Buat informed consent untuk melakukan
prosedur itu. Serta pastikan pasien telah memahami semua instruksi post prosedur dan follow up yang
diperlukan

TAMPON HIDUNG
Penatalaksanaan pada epistaksis tergantung pada tingkat perdarahan dan lokasi perdarahannya. Tata
laksananya antara lain:

Hemostasis Manual
Penanganan awal dapat dilakukan dengan penekanan langsung pada cuping hidung. Cuping hidung
ditekan bersamaan selama 5 hingga 30 menit. Posisi kepala dalam keadaan elevasi tapi tidak
hiperekstensi karena dapat menyebabkan kemungkinan aspirasi. Jika tidak berhasil, maka penekanan
dapat dilakukan dengan menggunakan tampon hidung. Terdapat 2 macam tampon hidung yang dapat
digunakan, yaitu:

Teknik Pemasangan Tampon Anterior dan Posterior


Pemasangan tampon anterior dan posterior dilakukan jika perdarahan yang terjadi tidak dapat
dihentikan setelah 15 menit.

Tampon Anterior
Jika epistakis yang terjadi merupakan epistakis anterior, maka teknik yang digunakan adalah
pemasangan tampon anterior. Pertama, tampon anterior dibuat dengan menggulung kain atau kasa.
Kemudian, tampon diberi vaselin atau salep antibiotik sebelum dimasukkan ke dalam rongga hidung.
Lubang hidung pasien dibuka lebar dengan menggunakan spekulum, kemudian tampon dimasukkan
sebanyak 2-4 buah. Tampon disusun dengan teratur agar dapat menekan perdarahan yang terjadi.
Tampon ini dapat dipertahankan selama 2 x 24 jam dan harus dikeluarkan untuk mencegah terjadinya
infeksi.

TIM MA KEPERAWATAN GAWAT DARURATJURUSAN KEPERAWATAN MAKASSAR


MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM 14
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
Selain itu, Sumber Pustaka dari Alomedika.com menyatakan bahwa Tampon anterior dapat dibuat
dengan menggunakan kasa yang digulung dengan kuat dan membentuk ukuran yang pas untuk
memberikan tekanan yang adekuat pada rongga hidung. Sebelum dimasukkan ke rongga hidung, kassa
dilumuri dengan salep antibiotik sehingga mukosa hidung tidak kering dan untuk mencegah infeksi serta
toxic shock syndrome. Tampon dapat dibiarkan selama 5 hari dan disertai dengan pemberian antibiotik
oral sebagai profilaksis infeksi. Tampon anterior juga dapat dibasahi dengan adrenalin 1:10000 sebagai
vasokonstriktor sehingga perdarahan lebih cepat berhenti. Tampon ini biasa digunakan pada epistaksis
anterior.

Gambar 6.
Teknik pemasangan tampon anterior
(Sumber : http://www.aafp.org/afp/2005/0115/p305.html)

Tampon Posterior
Lain halnya dengan epistakis posterior. Epistakis posterior biasanya lebih sulit diatasi, sehingga
pemasangan tampon posterior pun terkesan lebih kompleks. Walaupun begitu, prinsipnya tetap sama,
yaitu memberi tekanan pada sumber perdarahan.
Tampon posterior umum digunakan untuk epistaksis posterior. Cara pembuatannya:
1. Ikat gulungan kassa dengan dua benang di satu ujung dan satu benang di ujung yang lain.
2. Masukkan kateter Foley ke salah satu rongga hidung mulai dari nares anterior sampai ke orofaring
kemudian ditarik keluar melalui mulut.
3. Ikatkan salah satu dari dua benang yang ada pada salah satu ujung kemudian tarik kembali kateter
melalui hidung.
4. Lakukan cara yang sama untuk mengeluarkan benang kedua melalui lubang hidung yang lain.
5. Tarik kedua benang dan dengan bantuan tangan yang lain, dorong tampon ke arah nasofaring
hingga tampon sampai dan tepat menutup koana.
6. Ikat kedua benang pada tampon lain yang terletak dekat rongga hidung.
7. Keluarkan satu benang yang terdapat pada ujung lain tampon melalui mulut dan lekatkan secara
longgar pada pipi. Benang ini berfungsi untuk menarik tampon saat akan dilepas.
8. Kedua benang yang keluar melalui hidung diikatkan pada suatu gulungan kain kasa di depan nares
anterior. Hal ini dilakukan untuk menahan tampon bellocq agar tetap berada pada posisinya. Di sisi
lain, 1 benang yang berada pada ujung tampon bellocq lainnya dikeluarkan lewat mulut dan
diikatkan secara longgar pada pipi pasien. Benang ini bertujuan untuk membantu penarikan
tampon keluar dari mulut setelah 2-3 hari.
Pemasangan tampon di daerah nasofaring dapat merangsang refleks kardiopulmoner yang
mengakibatkan apnea dan disritmia sehingga pasien dengan tampon posterior harus dimonitor ketat di

TIM MA KEPERAWATAN GAWAT DARURATJURUSAN KEPERAWATAN MAKASSAR


MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM 15
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
unit rawat intensif. Pasien juga diberikan antibiotik untuk mencegah terjadinya rinosinusitis atau
sindroma syok toksik.
Perbedaan dengan pemasangan tampon anterior, yaitu pemasangan tampon posterior menggunakan
bantuan kateter karet. Pertama, kateter dioleskan vaselin. Kemudian, kateter dimasukkan ke dalam
faring melalui lubang hidung. Mintalah pasien membuka mulut ketika kateter telah mencapai orofaring.
Setelah pasien membuka mulut, tarik kateter dari mulut menggunakan klem.

Gambar 7.
Teknik pemasangan tampon posterior
(Sumber : http://www.aafp.org/afp/2005/0115/p305.html)

Humidifikasi
Pada pasien dengan epistaksis yang diakibatkan udara panas atau kering, humidifikasi dapat
membantu mengurangi perdarahan. Menyemprot hidung dengan menggunakan cairan saline dan
penggunaan pelembab pada area pleksus Kiesselbach dapat bermanfaat untuk mengurangi episode
epistaksis.

Kauterisasi
Kauterisasi dapat menggunakan kauter kimia atau kauter elektrik. Kauter kimia dapat menggunakan
perak nitrat secara topikal, biasanya dilakukan pada epistaksis anterior, dan diberikan tepat pada
sumber perdarahan. Angka keberhasilan kauter dengan perak nitrat mencapai 80% pada epistaksis
anterior primer. Hindari penggunaan kauter kimia yang agresif dan berlebihan karena dapat
menyebabkan perforasi septum nasal. Kauter elektrik biasa dilakukan pada epistaksis posterior atau
epistaksis dengan perdarahan masif, umumnya dilakukan dengan menggunakan anestesi lokal atau
umum dan dikerjakan di kamar operasi.

Ligasi
Ligasi biasanya dilakukan pada epistaksis masif dan sudah gagal dengan penatalaksanaan
konservatif. Secara umum, semakin dekat ligasi dilakukan pada tempat perdarahan, semakin efektif

TIM MA KEPERAWATAN GAWAT DARURATJURUSAN KEPERAWATAN MAKASSAR


MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM 16
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
tindakan tersebut. Ligasi biasanya dilakukan pada arteri karotis eksterna, arteri maksilaris interna, dan
arteri ethmoidalis.

Embolisasi
Embolisasi dilakukan oleh dokter spesialis radiologi intervensi, dilakukan jika proses ligasi gagal
dilakukan. Suatu studi retrospektif oleh Wang et al menunjukkan keberhasilan pada semua pasien studi
yang dilakukan embolisasi.

Berobat Jalan
Rawat jalan biasanya ditujukan pada pasien dengan epistaksis berulang dan sulit berhenti. Pengkajian
ulang diperlukan untuk mencegah berulangnya epistaksis. Beberapa terapi suportif seperti semprotan
cairan hidung atau salep dapat diberikan. Rawat jalan juga dapat dilakukan pada pasien yang dipasang
tampon anterior. Biasanya tampon akan dilepas setelah 2-3 hari. Pada pasien epistaksis yang
disebabkan telangiectasia, terkadang diperlukan kauterisasi secara berkala.

Persiapan Rujukan ke Rumah Sakit


Epistaksis sering kali berhenti sendiri dan jarang merupakan sesuatu yang dapat mengancam nyawa.
Namun pada beberapa kondisi tertentu, epistaksis dapat menjadi masif dan membahayakan pasien.
Jika hal tersebut terjadi perlu dilakukan rujukan ke rumah sakit dengan fasilitas yang lebih lengkap
Untuk persiapan rujukan, terlebih dahulu pastikan tanda-tanda vital pasien stabil dan tidak terdapat
tanda syok hemoragik atau hipovolemik. Posisikan pasien pada posisi duduk atau berbaring semi
Fowler dengan kepala dielevasikan 45 derajat. Awasi jalan nafas dan perhatikan kemungkinan tanda-
tanda aspirasi.
Jika perdarahan masif, lakukan pemasangan jalur intravena untuk persiapan resusitasi cairan selama
perjalanan. Lakukan pemasangan tampon anterior atau posterior terlebih dahulu sebagai langkah
pertama sebelum merujuk ke rumah sakit.

Medikamentosa
Berikut rangkuman obat-obatan yang digunakan pada penanganan epistaksis:
Vasokonstriktor Topikal
Digunakan dengan membasahi kasa yang akan digunakan sebagai tampon atau dapat dioleskan
langsung pada membran mukosa. Obat ini akan mengakibatkan konstriksi pada pembuluh darah
sehingga perdarahan dapat terhenti. Contoh obatnya: Adrenalin 1 : 10.000 dan Oxymetazoline 0.05%.
Anestesi
Anestesi topikal biasanya digunakan bersamaan dengan vasokonstriktor untuk mengurangi rasa nyeri.
Anestesi topikal yang dapat digunakan adalah lidokain 4% atau pantokain 2%.
Kauter Kimia
Zat kauter kimia akan mengurangi perdarahan dengan mengkoagulasi protein selular. Kauter kimia
yang bisa digunakan adalah perak nitrat 20-30% atau asam triklorasetat 10%.
Salep Antibiotik
Antibiotik topikal dapat digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi. Selain itu, antibiotik topikal juga
dapat melembabkan mukosa hidung.

D. LATIHAN/KASUS

TIM MA KEPERAWATAN GAWAT DARURATJURUSAN KEPERAWATAN MAKASSAR


MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM 17
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
Seorang laki-laki usia 30 tahun masuk IRD dengan keluhan pendengaran terganggu karena ada merica
yang masuk ke lubang telinga. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa tidak ada kebocoran pada
membrane timpani, Nampak kemerahan pada lubang telinga, dan mengeluh nyeri.
1. Uraikan masalah keperawatan yang terjadi pada pasien
2. Jelaskan intervensi yang akan dilakukan?
3. Demonstrasikan tindakan irigasi telinga pada pasien tersebut

Seorang laki-laki usia 24 tahun masuk IRD dengan keluhan nyeri pada mata karena terkena pasir saat
bekerja. Klien tidak dapat membuka matanya karena adanya pasir yang menutupi bola mata.
1. Uraikan hal apa saja yang perlu dikaji pada pasien tersebut
2. Uraikan masalah keperawatan yang terjadi pada pasien
3. Jelaskan intervensi yang akan dilakukan?
4. Demonstrasikan tindakan irigasi mata pada pasien tersebut

Seorang wanita usia 15 tahun masuk IRD dengan keluhan nyeri pada hidung setelah terjatuh dari tangga.
Hasil pengkajian menunjukkan bahwa ada darah yang keluar dari dalam hidung dan sudah berlangsung
sekitar 15 menit yang lalu, Nampak kemerahan pada hidung. Perawat merencanakan memasang
tampon.
1. Uraikan hal apa saja yang perlu dikaji pada pasien tersebut
2. Uraikan masalah keperawatan yang terjadi pada pasien
3. Jelaskan intervensi yang akan dilakukan?
5. Demonstrasikan tindakan pemasangan tampon hidung pada pasien tersebut

E. KESIMPULAN
Pendengaran merupakan salah satu organ yang penting dalam tubuh kita. Organ ini dapat
mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Proses mendengar adalah proses yang tidak sederhana, agar
dapat mendengar manusia harus memiliki organ pendengaran dan fungsi pendengaran yang baik.
Sistem organ pendengaran dibagi menjadi perifer dan sentral. Pendengaran perifer dimulai dengan
adanya sumber bunyi yang ditangkap aurikula dan dilanjutkan ke saluran meatus akustikus eksternus
kemudian terjadi getaran pada membran timpani, membran timpani ini yang memiliki hubungan dengan
tulang pendengaran akan menggerakkan rangkaian tulang pendengaran yang terdiri dari maleus, inkus
dan stapes yang menempel pada foramen ovale. Gerakan stapes pada foramen ovale akan
menggerakkkan cairan yang ada dalam organ koklea, akibatnya terjadi potensial listrik mengakibatkan
terjadinya perubahan energi mekanik menjadi energi listrik yang diteruskan oleh saraf auditori ke batang
otak (disinilah batas sistem organ pendengaran perifer dan sentral) kemudian energi listrik dilanjutkan
ke kortek terletak pada bagian girus temporalis superior. Kortek serebri membuat manusia mampu
mendeteksi dan menginterpretasikan pengalaman auditori
Umumnya, mata dilukiskan sebagai bola, tetapi sebetulnya bentuk mata adalah lonjong dan bukan bulat
seperti bola. Bola mata mempunyai garis menengah kira-kira 2,5 centimeter, bagian depannya bening,
serta terdiri atas tiga lapisan, yaitu lapisan luar (fibrus) yang merupakan lapisan penyangga, lapisan
tengah yang merupakan lapisan vaskuler atau uvea atau yang disebut juga dengan tunika vaskulosa,
dan lapisan dalam yang merupakan retina. Lapisan terluar yang keras pada bola mata adalah tunika
fibrosa. Bagian posterior tunika fibrosa adalah sklera yang berisi jaringan ikat fibrosa putih. Sklera
memberi bentuk pada bola mata dan memberikan tempat perlekatan pada otot ekstrinsik. Sedangkan
kornea adalah perpanjangan anterior yang transparan pada sklera dibagian depan mata. Bagian ini

TIM MA KEPERAWATAN GAWAT DARURATJURUSAN KEPERAWATAN MAKASSAR


MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM 18
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
akan mentransmisi cahaya dan memfokuskan berkas cahaya. Lapisan tengah bola mata disebut tunika
vaskular atau uvea. Lapisan tengah ini tersusun dari koroid, badan siliaris, dan iris.
Penglihatan dimulai dari masuknya cahaya ke dalam mata dan difokuskan pada retina. Cahaya yang
datang dari sumber titik jauh, ketika difokuskan di retina menjadi bayangan yang sangat kecil. Cahaya
masuk ke mata direfraksikan atau dibelokkan ketika melalui kornea dan bagian- bagian lain dari mata
(aqueous humor, lensa, dan vitreous humor). Bagian- bagian tersebut mempunyai kepadatan yang
berbeda-beda sehingga cahaya yang masuk dapat difokuskan ke retina. Bayangan atau cahaya yang
tertangkap oleh retina adalah terbalik, nyata, lebih kecil, tetapi pada persepsi otak terhadap benda tetap
tegak, karena otak mempunyai mekanisme menangkap bayangan yang terbalik itu sebagai keadaan
normal (tegak).
Tindakan irigasi telinga, mata, dan pemasangan tampon harus dilakukan secara hati-hati. Keberhasilan
tindakan akan memberikan rasa nyaman kepada pendengaran, penglihatan, penciuman pasien.
.

F. REFERENSI
Guyton, AC & Hall, JE (2006). Textbook of Medical Physiology, 11th Edition. New York: Elsivier.
Diterjemahkan: Luqman Yanuar Rachman et al. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Ilyas, Sidartha (2010), Ilmu Penyakit Mata, Edisi III, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Kidd, Pamela, S. Sturt, Ann, S. Fultz, Julia. 2010. Pedoman Keperawatan Emergensi. Jakarta: EGC
Potter, P.A, Perry, A. G (2005) Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik.
Edisi 4.Volume 2.Alih Bahasa : Renata Komalasari, dkk. Jakarta: Salemba Medika
Riordan-Eva, P & Witcher, JP (2007). Vaughan & Asbury’s General Ophtalmology, 17th Edition. New
York: McGraw-Hill Companies. Diterjemahkan: Diana Susanto. 2009. Oftalmologi Umum
Vaughan &Asbury, Ed. 17. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Saladin (2007), Human Anatomy, McGraw-Hill
Sherwood L (2011), Fisiologi Manusia, Jakarta, EGC
Yudhistira Kurnia, Penatalaksanaan Epistaksis, https://www.alomedika.com/penyakit/telinga-hidung-
tenggorokan/epistaksis/edukasi-dan-promosi-kesehatan/penatalaksanaan, diakses tanggal 05
Maret 2019.

TIM MA KEPERAWATAN GAWAT DARURATJURUSAN KEPERAWATAN MAKASSAR

Anda mungkin juga menyukai