Anda di halaman 1dari 148

JURNAL MAJELIS

Media Aspirasi Konstitusi

PENEGASAN SISTEM PRESIDENSIAL


DI INDONESIA

Badan Pengkajian MPR RI


2019
Susunan Dewan Redaksi

Penasehat : Dr. (H.C.) Zulkifli Hasan, S.E., M.M.


Dr. Mahyudin, S.T., M.M.
E.E. Mangindaan, S.IP.
Dr. H.M. Hidayat Nur Wahid, M.A.
Dr. (H.C.) Oesman Sapta Odang
Dr. Ahmad Basarah, M.H.
H. Ahmad Muzani
Dr. (H.C.) H. A. Muhaimin Iskandar, M.Si.

Pengarah : Dr. dr. Delis Julkarson Hehi, MARS


Prof. Dr. Hendrawan Supratikno
Rambe Kamarul Zaman, M.Sc., M.M.
Martin Hutabarat, S.H.
Ir. Tifatul Sembiring

Penanggung Jawab : Dr. Ma’ruf Cahyono, S.H., M.H.


Wakil Penanggung Jawab : Dra. Selfi Zaini
Pemimpin Redaksi : Drs. Yana Indrawan, M.Si.
Redaktur Pelaksana : Tommy Andana, S.IP, M.AP.
Drs. Joni Jondriman
Editor : Siti Aminah; Pradita Devis Dukarno; Otto Trengginas Setiawan.
Pengumpul Bahan : Endang Sapari; Endang Ita; Rindra Budi Priyatmo; Dian
Kartika Sari; Widhi Aditia Putra; Wafistrietman Corris; Elias Petege; Indra
Ardianto; Wasinton Saragih;

Alamat Redaksi
Biro Pengkajian, Sekretariat Jenderal MPR RI
Gedung Bharana Graha, Lantai 3,
Jl. Jend. Gatot Subroto No. 6 Jakarta 10270
Telp. (021) 57895421, Fax: (021) 57895420
E-mail : biro.pengkajian@setjen.mpr.go.id / biro.pengkajian@gmail.com
DAFTAR ISI
Hal

Daftar Isi I

Pengantar III

Sepatah Kata VII

Sambutan IX

Hubungan Kekuasaan Presiden Dan Partai Politik 1


Dalam Pembentukan Kabinet - Khairul Fahmi

Peran Presiden Dalam Memegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan 11


Negara Sebagai Bagian Dari Kekuasaan Pemerintahan - Ilhamdi Taufik,
Beni Kurnia Illahi

Meneguhkan Pancasila Sebagai Fondasi Sistem Pemerintahan 25


Presidensial Indonesia - Charles Simabura

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 39


Dalam Sistem Presidensial Di Indonesia - Yuliandri, Ari Wirya Dinata

Problematika Pengaturan Pembatasan Sumbangan 57


Dana Kampanye Pemilu Di Dalam UU No. 7 Tahun 2017
Tentang Pemilihan Umum - Fadli Ramadhani

Konstitusionalitas Kebijakan Hukum Terbuka Ketentuan Ambang Batas 71


Pencalonan Presiden - Feri Amsari

Rekonstruksi Hukum Penguatan Posisi Wakil Presiden 83


Dalam Sistem Pemerintahan Presidensial Di Indonesia - Agus Riewanto

Peranan Presiden Dalam Penataan Peraturan 103


Perundang-Undangan Di Bawah Undang-Undang - Bayu Dwi Anggono

Presiden Sebagai Pemegang Kekuasaan Pemerintahan - Oce Madril 113

Tafsir Konstitusi Masa Jabatan Wakil Presiden - Refly Harun 123

Daftar Penulis 131

I
II Jurnal Majelis, Edisi 01, Januari 2019
Pengantar

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa


Ta’ala, Tuhan Yang Maha Esa, Jurnal Majelis dengan pokok bahasan “Penegasan
Sistem Presidensial Indonesia” dapat diselesaikan tepat waktu. Jurnal ini
berisikan hasil penelitian yang dilakukan oleh pakar dan akademisi dari berbagai
kalangan. Penelitian salah satu bentuk upaya dalam rangka memasyarakatkan
sekaligus pengkajian sistem ketatanegaraan, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, serta pelaksanaanya yang dilakukan oleh Alat
Kelengkapan MPR yakni Badan Pengkajian MPR.
Artikel dengan tema “Penegasan Sistem Presidensial Indonesia”
merupakan salah satu varian, dalam rangka mengemban amanah tugas MPR
sebagaimana tertuang dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, yaitu (a) memasyarakatkan Ketetapan
MPR, (b) memasyarakatkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka
Tunggal Ika, (c) mengkaji sistem ketatanegaraan, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta pelaksanaanya, dan (d) menyerap
aspirasi masyarakat berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kumpulan tulisan ini merupakan hasil penelitian dan yang dikaji bersama
dengan Pimpinan dan Anggota Badan Pengkajian dalam rangka memperkaya
materi kajian tentang penataan sistem ketatanegaraan melalui perubahan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang sedang
disusun oleh Badan Pengkajian MPR. Secara simultan, kajian difokuskan pada
upaya-upaya melakukan penataan konstitusi agar sesuai dengan tuntutan,
kebutuhan, peluang dan tantangan zaman. Dalam jurnal ini memuat pendapat
dan pemikiran dari:
Pertama, Khairul Fahmi, dengan judul tulisan “Hubungan Kekuasaan dan
Partai Politik Dalam Pembentukan Kabinet”. Penulis menuturkan bahwa Presiden
sebagai bagian dari suprastruktur dan partai politik sebagai infrastruktur
kekuasaan, sama-sama memiliki kewenangan konstitusional yang secara
eksplisit dimuat dalam UUD 1945. Presiden sebagai pemegang kekuasaan
pemerintahan dengan segala hak prerogatif yang dimilikinya ternyata tidak
sepenuhnya dapat dijalankan secara utuh. Hal itu terjadi karena kekuasaan
presiden selalu dibayangi oleh kekuasaan partai politik. Kajian ini menelaah
bagaimana kekuasaan dua institusi tersebut saling berinteraksi dan saling
mempengaruhi sehingga memunculkan anomali sistem presidensial, khususnya
dalam pembentukan kabinet. Kajian ini menawarkan agar desain konstitusional
pembentukan kabinet disesuaikan dengan sistem demokrasi konsensus yang

III
IV Jurnal Majelis, Edisi 01, Januari 2019

menjadi karakter khusus demokrasi Indonesia. Dalam konteks itu, pembentukan


kabinet tidak lagi dengan menempatkan kewenangan pengangkatan menteri
sebagai hak prerogatif presiden, melainkan dilakukan atas persetujuan partai
politik pendukung pemerintah di DPR.
Kedua, Ilhamdi Taufik dan Beni Kurnia Illahi, dengan judul tulisan “Peran
Presiden Dalam Memegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara Sebagai Bagian
Dari Kekuasaan Pemerintah”. Penulis menuturkan bahwa Perubahan Undang-
Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945) meletakkan kedudukan Presiden dan
Wakil Presiden sebagai satu institusi penyelenggara kekuasaan eksekutif negara
yang tertinggi di bawah Undang-Undang Dasar. Di mana, Presiden dan Wakil
Presiden bertindak sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan sekaligus
juga bertanggungjawab secara politik (concentration of power and responsibility
upon the President). Atas dasar itu semua, maka para pendiri bangsa (the
founding fathers and mothers) Indonesia kemudian menukilkan di dalam Pasal 4
ayat (1) UUD 1945 bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
Pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.
Sebagai kekuasaan yang memegang penuh supremasi pemerintahan,
tentu saja Presiden memiliki kewenangan yang sangat besar dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan. Salah satu kewenangan tersebut adalah
Presiden memegang kewenangan tertinggi dalam pengelolaan keuangan
negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan negara sebagaimana diatur
dalam Pasal 6 ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Di
mana, pengelolaan keuangan negara yang berada dalam kewenangan Presiden
tersebut meliputi kewenangan secara umum dan kewenangan secara khusus
sehingga kedudukannya dalam konsep hukum keuangan negara disebut
sebagai Chief Financial Officer (CFO).
Ketiga, Charles Simabura dengan judul tulisan “Meneguhkan Pancasila
Sebagai Fondasi Sistem Pemerintahan Presidensial Indonesia”. Tulisan ini
menjelaskan tentang Pancasila sebagai dasar negara menjadi pondasi utama
dalam bangunan sistem pemerintahan indonesia. Sistem presidensial indonesia
dianggap tidak sesuai dengan Pancasila yang berlandaskan filosofi perwakilan
dan musyawarah. Bangunan sistem presidential sejalan dengan nilai dasar
bangsa Indonesia yang menganut demokrasi langsung dan demokrasi tidak
langsung secara bersamaan.
Keempat, Yuliandri dan Ari Wirya Dinata, dengan judul tulisan
“Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dalam Sistem Presidensial
di Indonesia”. Penulis menjelaskan bahwa Konstitusi, UUD 1945 tidak
menyebutkan secara eksplisit sistem pemerintahan yang dianut di Indonesia,
tetapi beberapa norma konstitusi mensinyalkan ciri-ciri sistem pemerintahan
yang dianut adalah sistem pemerintah presidensial. Disisi lain, langgam
pembentukan peraturan perundang-undangan khususnya undang-undang
Jurnal Majelis, Edisi 01, Januari 2019 V

di Indonesia memiliki keunikan jika ditelaah dari model sistem presidensial


yang diterapkan. Tidak dapat dipungkiri hubungan relasi antara Presiden dan
Parlemen dalam pembentukan undang-undang yang dipraktekan di Indonesia
memiliki perbedaan dengan model yang diaplikasikan di beberapa negara
yang menggunakan sistem presidensial. Tulisan ini mengupas mengenai napak
tilas pembentukan peraturan perundang-undang khususnya undang-undang
berdasarkan konstitusi yang pernah berlaku dan perbandingan hukum praktek
di beberapa negara.
Kelima, Fadli Ramadhani dengan judul tulisan “Problematika Pengaturan
Pembatasan Sumbangan Dana Kampanye Pemilu di Dalam UU No 7 Tahun 2017
Tentang Pemilihan Umum”. Penulis menjelaskan tentang mewujudkan Dana
kampanye adalah salah satu isu krusial dalam setiap pemilu. Salah satu yang
paling penting di dalam proses pemilu terkait dengan dana kampanye adalah
prinsip kesetaraan dan keadilan di dalam pelaksanaan kampanye. Hal itu hanya
bisa terwujud dengan pengaturan dana kampanye yang adil dan setara. Oleh
sebab itu, penting untuk dilihat apakah ada persoalan terkait dengan pembatasan
belanja kampanye di dalam UU No. 7 Tahun 2017. Kemudian penting pula
dilihat, apakah pengaturan dana kampanye di dalam UU No. 7 Tahun 2017
sudah memenuhi prinsip keadilan dan kesetaraan di dalam pelaksanaan
kampanye pemilu. Ternyata, ada tiga persoalan di dalam pengaturan
pembatasan belanja kampanye pemilu di dalam UU No. 7 Tahun 2017. Pertama,
pengatuannya menimbulkan ketidakpastian hukum, kedua membuka celah
untuk penyumbang melakukan praktik curang, dan ketiga tidak sejalan dengan
upaya untuk mewujudkan dana kampanye pemilu yang transparan dan
akuntabel. Selain itu, pengaturan dana kampanye pemilu di dalam UU No. 7
Tahun 2017 juga belum mampu membuat regulasi yang menjadikan kompetesi
pemilu adil dan setara. Oleh sebab itu, perlu dilakukan perbaikan dan perubahan
regulasi untuk mewujudkan pengaturan dana kampanye pemilu yang adil dan
setara, paling tidak kepastian batasan sumbangan, dan adanya batasan belanja
kampanye pemilu.
Keenam, Feri Amsari dengan judul artikel “Konstitusionalitas Kebijakan
Hukum Terbuka Ketentuan Ambang Batas Pencalonan Presiden”. Penulis menjelaskan
tentang ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden diperdebatkan.
Konstitusionalitasnya dipertanyakan meskipun Mahkamah Konstitusi
telah menyatakan bahwa pengaturan mengenai ambang batas merupakan
kewenangan pembentuk undang-undang. Namun argumentasi bahwa ambang
batas pencalonan presiden sebagai sebuah kebijakan hukum terbuka (open
legal policy) terbuka dipertanyakan banyak kalangan. Terutama ketika dibaca
ketentuan Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan
Umum yang mengatur ambang batas pencalonan berbeda dengan teks
ketentuan Pasal 6A Ayat (2) UUD 1945 yang mengatur siapa yang berwenang
mengusulkan calon presiden dan wakil presiden. Perdebatan ilmiah mengenai
VI Jurnal Majelis, Edisi 01, Januari 2019

itu adalah darimana Mahkamah Konstitusi dapat menilai sebuah ketentuan


kebijakan hukum terbuka jika pada dasarnya ketentuan mengenai ambang batas
itu diatur secara eksplisit di dalam konstitusi. Tulisan ini menelaah mengenai
kebijakan hukum terbuka itu dan bagaimana Mahkamah Konstitusi dapas saja
mengalami kealpaan dalam memahami teks ambang batas pencalonan presiden
yang diatur dalam UUD 1945.
Ketujuh, Agus Riewanto dengan judul tulisan “Rekonstruksi Hukum
Penguatan Posisi Wakil Presiden Dalam Sistem Pemerintahan Presidensial di
Indonesia”. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji tentang perlunya rekonstruksi
hukum penguatan posisi jabatan Wakil Presiden dalam sistem pemerintahan
Presidensial. Karena konstruksi UUD 1945 pascamandemen melalui Pasal 4
Ayat (2), Pasal 6 ayat (2) dan (2), Pasal 6A ayat (1) hingga (5), Pasal 7A, Pasal 7B
ayat (1) hingga (6) Pasal 8 ayat (1) hingga (3), dan Pasal 9 menunjukkan secara
yuridis posisi jabatan Wakil Presiden hanyalah sebagai orang kedua dan prioritas
kedua setelah Presiden. Akibatnya pembagian tugas dan kewenangan pada
Wakil Presiden tergantung keinginan dan kebaikan Presiden tidak berdasarkan
peraturan yang rigid dan berkepastian hukum. Diperlukan rekonstruksi hukum
ketatanegaraan dalam memperkuat posisi jabatan Wakil Presiden dalam sistem
pemerintahan Presidensial dengan melakukan amandemen terhadap ketentuan
Pasal 4 Ayat (2) UUD 1945 guna memperjelas dan merinci arti kata “dibantu”.
Bantuan Wakil Presiden pada Presiden seharusnya berlandaskan pada prinsip
saling bantu fungsional yang proporsional. Substansi hukum rekonstruksi
ketatanegaraan dalam penguatan posisi jabatan Wakil Presiden antara lain:
memberi kewenangan khusus dan rinci sebagai wakil penyelenggara negara
dan sebagai wakil penyelenggara pemerintahan.
Kedelapan, Bayu Dwi Anggono, berjudul “Peranan Presiden Dalam
Penataan Peraturan Perundang-Undangan di Bawah Undang-Undang”. Penulis
menjelaskan bahwa Presiden Joko Widodo menyatakan pentingnya dilakukan
penataan peraturan perundang-undangan. Melihat ke belakang Presiden
sebelum-sebelumnya juga memiliki niatan serupa. Menarik dibahas bagaimana
kewenangan Presiden melakukan penataan peraturan perundang-undangan,
dan strategi seperti apakah yang dapat efektif mengatasi permasalahan
peraturan perundang-undangan di Indonesia. Presiden sebagai kepala
pemerintahan bertanggung jawab untuk memastikan hukum yang dibentuknya
dan jajarannya yaitu Menteri, LPNK, Badan Hukum Negara dan Pemerintahan
Daerah memiliki daya laku dan daya guna. Selain belum terlembagakan,
evaluasi peraturan perundang-undangan di Indonesia juga belum memiliki
model baku (mekanisme dan metode) yang didesain secara sistematis. Untuk
itu kebijakan penataan peraturan perundang-undangan oleh Presiden sudah
seharusnya diarahkan kepada tindakan melakukan evaluasi (executive review)
secara rutin dengan model yang ditentukan terlebih dahulu.
Jurnal Majelis, Edisi 01, Januari 2019 VII

Kesembilan, Oce Madril dengan judul tulisan “Presiden Sebagai Pemegang


Kekuasaan Pemerintahan”. Penulisan menjelaskan bahwa pembahasan mengenai
kekuasaan Presiden tentu tidak bisa dilepaskan dari diskursus tentang
kekuasaan pemerintahan. Perkembangan mengenai kekuasaan pemerintahan
negara Indonesia tidak bisa terlepas dari perkembangan konstitusi dan
praktik ketatanegaraan Indonesia. Kedudukan Presiden, baik sebagai Kepala
Negara atau Kepala Pemerintahan, telah banyak mengalami dinamika seiring
perkembangan pengaturan dalam konstitusi. Mulai dari UUD 1945 sebelum
perubahan, konstitusi RIS 1949, UUDS 1950 dan UUD 1945 setelah perubahan.
Dinamika konstitusi tersebut turut berimplikasi pada rumusan pengaturan
kedudukan Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan. Sebagai
pemegang kekuasaan pemerintahan, Presiden memiliki sejumlah wewenang
yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan negara. Tulisan ini akan
membahas perkembangan pengaturan kedudukan Presiden sebagai pemegang
kekuasaan pemerintahan dan secara lebih khusus, tulisan ini juga membahas
mengenai tindakan pemerintahan yang dapat dilakukan oleh Presiden dalam
rangka menjalankan pemerintahan negara.
Kesepuluh, Refly Harun dengan judul tulisan “Tafsir Konstitusi Masa
Jabatan Wakil Presiden”. Penulis menjelaskan bahwa masa jabatan Presiden
dan Wakil Presiden pada dasarnya telah diatur di dalam Pasal 7 UUD 1945.
Secara tekstual, UUD 1945 menghendaki pembatasan baik secara berturut-turut
maupun tidak berturut-turut. Dalam perspektif hukum tata negara, perdebatan
pembatasan masa jabatan wakil presiden yang muncul dewasa ini menarik
untuk dikaji lebih dalam. Sejatinya, wakil presiden bukan merupakan pemegang
kekuasaan pemerintahan negara. Ia berkedudukan sebagai pembantu presiden.
Pemegang kekuasaan pemerintahan negara dalam sistem pemerintahan
presidensial adalah presiden, sehingga pembatasan kekuasaan, dalam hal ini
masa jabatan, seharusnya hanya ditujukan kepada empunya kekuasaan tertinggi
dalam pemerintahan negara.
Atas segala kekurangan yang hadir dalam penyusunan jurnal ini,
kami mengucapkan terima kasih kepada para penulis atas partisipasi dan
kesediaanya menyampaikan tulisan serta memberikan izin untuk dimuat dalam
Jurnal Majelis. Harapan kami, semoga jurnal ini dapat bermanfaat dan menjadi
referensi bagi seluruh lapisan masyarakat, khususnya Anggota MPR, kalangan
akademisi dan cendekiawan.

Pemimpin Redaksi,

YANA INDRAWAN
VIII Jurnal Majelis, Edisi 01, Januari 2019
Sepatah Kata

Pada tahun 2014, dalam Sidang Akhir Masa Jabatan Majelis


Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia periode 2009-2014, telah
diputuskan keputusan MPR Nomor 4/MPR/2014 tentang rekomendasi Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia periode 2009-2014. Muatan
rekomendasi MPR masa jabatan 2009-2014 adalah: (1) Melaksanakan penataan
sistem ketatanegaraan Indonesia melalui perubahan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan tetap berdasarkan pada nilai-
nilai Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum negara dan Kesepakatan
Dasar untuk tidak mengubah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, tetap mempertahankan bentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia, mempertegas sistem pemerintahan presidensial
serta melakukan perubahan dengan cara adendum, (2) Melakukan reformulasi
sistem perencanaan pembangunan nasional dengan model GBHN sebagai
haluan penyelenggaraan negara, (3) Melakukan revitalisasi nilai-nilai Pancasila,
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika secara melembaga
melalui semua tingkatan pendidikan nasional dalam rangka pembangunan
karakter bangsa, (4) Membentuk lembaga kajian yang secara fungsional bertugas
mengkaji sistem ketatanegaraan, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika serta implementasinya, (5)
Mewujudkan akuntabilitas publik lembaga negara dalam melaksanakan tugas
konstitusional yang diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Repbulik
Indonesia Tahun 1945 melalui laporan kinerja pelaksanaan tugas dalam Sidang
Tahunan MPR, (6) Melakukan penataan sistem peraturan perundang-undangan
dengan berdasarkan Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum negara,
dan (7) Memperkuat status hukum Ketetapan MPRS dan MPR dalam sistem
hukum Indonesia.
Rekomendasi tersebut menjadi pertimbangan dalam pelaksanaan
wewenang dan tugas MPR sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan dalam Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Dalam rangka
melaksanakan wewenang dan tugasnya, dibentuk alat kelengkapan MPR
yaitu Badan Sosialisasi, Badan Pengkajian, dan Badan Penganggaran MPR.
Selain alat kelengkapan MPR yang beranggotakan Anggota MPR, MPR juga
telah membentuk Lembaga Pengkajian yang keanggotaanya berasal dari pakar
ketatanegaraan, anggota MPR yang pernah terlibat langsung secara aktif dalam
proses perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, sosialisasi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika,
serta Ketetapan MPR maupun kajian sistem ketatanegaraan.

IX
X Jurnal Majelis, Edisi 01, Januari 2019

Sesuai dengan sifat wewenang dan tugas, wewenang MPR adalah


insidentil dan dilaksanakan pada waktu tertentu sesuai dengan siklus
ketatanegaraan, seperti pelaksanaan sidang untuk pelantikan Presiden dan
Wakil Presiden hasil pemilihan umum. Wewenang lain menunggu mengikuti
mekanisme ketatanegaraan apabila hal tersebut terjadi, seperti mengubah dan
menetapkan Undang-Undang Dasar atau apabila dalam hal melaksanakan
tugas dalam rangka proses pemberhentian Presiden dan Wakil Presiden
ataupun dalam hal pemilihan Presiden dan/atau Wakil Presiden apabila terjadi
kekosongan jabatan Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Peran MPR lebih lanjut pada pelaksanaan tugas sebagaimana diatur dalam
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 yaitu (a) memasyarakatkan
Ketetapan MPR, (b) memasyarakatkan Pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia,
dan Bhinneka Tunggal Ika, (c) mengkaji sistem ketatanegaraan, Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta pelaksanaanya,
dan (d) menyerap aspirasi masyarakat berkaitan dengan pelaksanaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam rangka pelaksanaan tugas tersebut, MPR dengan dukungan
Sekretariat Jenderal MPR menyusun dan menetapkan program serta rencana
kerja untuk menjadikan MPR sebagai Rumah Kebangsaan, Pengawal Ideologi
Pancasila, dan Kedaulatan Rakyat. MPR menetapkan program dan kegiatan
dengan fokus pada bidang tugas MPR, baik untuk pelaksanaan pemasyarakatan,
pengkajian, maupun penyerapan aspirasi masyarakat. Penerbitan buku Jurnal
Majelis yang berisi tentang artikel yang ditulis oleh beberapa pakar dan
akademisi dari berbagai kalangan ini merupakan salah satu bentuk upaya dalam
rangka memasyarakatkan sekaligus pengkajian sistem ketatanegaraan, Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta pelaksanaanya
yang dilakukan oleh Alat Kelengkapan MPR yakni Badan Pengkajian MPR.
Artikel dalam bentuk jurnal yang disusun ini memuat tentang bahasan
mengenai “Penegasan Sistem Presidensial di Indonesia”. Dalam jurnal ini dibahas
antara lain “Hubungan Kekuasaan dan Partai Politik Dalam Pembentukan Kabinet”,
“Peran Presiden Dalam Memegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara Sebagai
Bagian Dari Kekuasaan Pemerintah”, “Meneguhkan Pancasila Sebagai Fondasi
Sistem Pemerintahan Presidensial Indonesia”, “Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan dalam Sistem Presidensial di Indonesia”, “Problematika Pengaturan
Pembatasan Sumbangan Dana Kampanye Pemilu di Dalam UU No 7 Tahun 2017
Tentang Pemilihan Umum”, “Konstitusionalitas Kebijakan Hukum Terbuka Ketentuan
Ambang Batas Pencalonan Presiden”, “Rekonstruksi Hukum Penguatan Posisi Wakil
Presiden Dalam Sistem Pemerintahan Presidensial di Indonesia”, “Peranan Presiden
Dalam Penataan Peraturan Perundang-Undangan di Bawah Undang-Undang”,
“Presiden Sebagai Pemegang Kekuasaan Pemerintahan”, dan Tafsir Konstitusi Masa
Jabatan Wakil Presiden”.
Jurnal Majelis, Edisi 01, Januari 2019 XI

Penyusunan jurnal ini didasari dengan semangat untuk memberikan


informasi yang mendalam sekaligus membangun pemahaman mengenai materi
Penegasan Sistem Presidensial di Indonesia. Artikel yang dimuat berisi tentang
informasi dan kajian yang khusus sehingga pembaca dapat memperoleh
pandangan yang komprehensif mengenai pokok bahasan yang disampaikan.
Dengan penerbitan jurnal ini, diharapkan dapat memberikan kemudahan
kepada masyarakat yang hendak mengetahui dan melakukan kajian tentang
Pancasila. Dengan pengetahuan yang mendalam, seluruh warga masyarakat
dapat senantiasa memberikan sumbangsih pemikiran untuk mewujudkan
sistem ketetanegaraan. Melalui jurnal ini juga, diharapkan dapat memberikan
infomasi serta menjadi rujukan yang berharga bagi Anggota MPR dan pihak
yang berkepentingan dalam rangka membangun pendapat yang menyeluruh
tentang sistem dalam kerangka penataan sistem ketatanegaraan Indonesia.

Sekretaris Jenderal MPR,

Dr. MA’RUF CAHYONO, S.H., M.H.


XII Jurnal Majelis, Edisi 01, Januari 2019
Sambutan

MPR masa jabatan 2009-2014, telah menyampaikan rekomendasi melalui


Keputusan Nomor 4/MPR/2014 untuk menjadi pertimbangan MPR masa
jabatan 2014-2019 dalam melakukan penataan sistem ketatanegaraan Indonesia
serta memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional dalam bingkai Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan semangat Bhinneka Tunggal Ika.
Salah satu muatan rekomendasi itu adalah: “Melaksanakan penataan sistem
ketatanegaraan Indonesia melalui perubahan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dengan tetap berdasarkan pada nilai-nilai
Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum negara dan Kesepakatan Dasar
untuk tidak mengubah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
Penataan sistem bernegara perlu terus menerus dilakukan agar sistem
ketatanegaraan Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mampu menjadi instrumen hukum
dalam rangka memenuhi kebutuhan berbangsa dan bernegara dalam rangka
mewujudkan tujuan nasional. Pengkajian sistem ketatanegaraan, Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta pelaksanaannya,
merupakan suatu kebutuhan dalam rangka melakukan penataan sistem
ketatanegaraan, konsepsi konstitusi dan implementasinya agar tetap selaras
dengan kebutuhan masyarakat, bangsa, dan negara.
Aspirasi masyarakat dan daerah memiliki nilai yang sangat penting
bagi MPR sebagai lembaga demokrasi dan perwakilan yang dituntut responsif
terhadap dinamika aspirasi masyarakat dan daerah. Oleh karenanya setiap
aspirasi masyarakat dan daerah yang diterima oleh MPR perlu dikelola dan
dikaji secara seksama untuk ditindaklanjuti dalam pengambilan kebijakan.
Responsifitas MPR dalam mengelola aspirasi masyarakat adalah bagian
daripada upaya untuk menegakan kedaulatan rakyat dan supremasi konstitusi.
Melihat urgensi tersebut Badan Pengkajian memilih tema jurnal kali ini
dengan judul “Penegasan Sistem Presidensial di Indonesia”. Menghimpun
dan menyusun materi tentang pokok kajian merupakan upaya yang dapat
dilakukan oleh Badan Pengkajian MPR untuk memberikan ruang pemikiran
dan gagasan secara akademis dari para pakar, penyelenggara negara, dan
praktisi dalam bidang tertentu untuk merumuskan materi sesuai dengan fokus
kajian. Tugas Badan Pengkajian termuat dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor

XIII
XIV Jurnal Majelis, Edisi 01, Januari 2019

17 Tahun sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor


2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, dan DPD, dan DPRD menetapkan tugas MPR
adalah memasyarakatkan Ketetapan MPR, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan
Bhinneka Tunggal Ika serta mengkaji sistem ketatanegaraan dan menyerap
aspirasi masyarakat berkaitan dengan pelaksanaan Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan tugas tersebut, MPR telah
menetapkan berbagai program kegiatan berupa kegiatan sosialisasi, kajian, dan
penyelenggaran aspirasi masyarakat.
Harapannya, dengan terbitnya Jurnal Majelis ini dapat menginspirasi
para pembaca untuk berpikir kritis terhadap permasahalan bangsa dan negara
yang terjadi serta turut berkontribusi dalam pembenahan sistem ketatanegaraan
Indonesia.
Dalam kesempatan ini, tidak lupa saya mengucapkan terimakasih
kepada para akademisi dan peneliti yang telah dengan serius berkontribusi
menyumbangkan gagasan pemikirannya dan seluruh pihak yang terkait.
Semoga jurnal ini memberikan manfaat.

BADAN PENGKAJIAN
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA,

Ketua,

LIS JU
Dr. dr. DELIS ULK
KARSON
N HEHI, MARS
JULKARSON

W
Wa
Wakil
kil Ketua, Wakil Ketua,

Prof. Dr. HE
HENDRAWAN
END
NDRAWAN
D SUPRATIKNO RAMBE KAMARUL ZAMAN, M.Sc., MM

Wakil Ketua, Wakil


Wa
W k l Ketua,
aki

MARTIN HUTABARAT, S.H. Ir. TIFATUL SEMBIRING


IIr G
Pemilu Serentak Di Indonesia:
1
Kajian Sejarah dan Original Intent Pembentuk UUD

HUBUNGAN KEKUASAAN PRESIDEN DAN PARTAI POLITIK


DALAM PEMBENTUKAN KABINET

Khairul Fahmi *

Abstrak

Presiden sebagai bagian dari suprastruktur dan partai politik sebagai infrastruktur
kekuasaan, sama-sama memiliki kewenangan konstitusional yang secara eksplisit dimuat
dalam UUD 1945. Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan dengan segala
hak prerogatif yang dimilikinya ternyata tidak sepenuhnya dapat dijalankan secara utuh.
Hal itu terjadi karena kekuasaan presiden selalu dibayangi oleh kekuasaan partai politik.
Kajian ini menelaah bagaimana kekuasaan dua institusi tersebut saling berinteraksi dan
saling mempengaruhi sehingga memunculkan anomali sistem presidensial, khususnya
dalam pembentukan kabinet. Kajian ini menawarkan agar desain konstitusional
pembentukan kabinet disesuaikan dengan sistem demokrasi konsensus yang menjadi
karakter khusus demokrasi Indonesia. Dalam konteks itu, pembentukan kabinet tidak
lagi dengan menempatkan kewenangan pengangkatan menteri sebagai hak prerogatif
presiden, melainkan dilakukan atas persetujuan partai politik pendukung pemerintah
di DPR.

Kata kunci : kekuasaan presiden, partai politik, pembentukan kabinet.

A. Pendahuluan sangat kuat, di mana ia dipilih secara


langsung oleh rakyat.2
Dalam sistem ketatanegaraan Sebagai pemegang kekuasaan
Indonesia, lembaga kepresidenan pemerintahan, Presiden dalam
adalah penyelenggara pemerintahan menjalankan tugasnya dibantu oleh
(chief executive), di mana Presiden menteri-menteri, dimana menteri
bertindak sebagai eksekutif tunggal.1 tersebut diangkat dan diberhentikan
Sebagai eksekutif tunggal, Pasal oleh Presiden.3 Sesuai Pasal 17
4 ayat (1) UUD 1945 meletakkan UUD 1945, pengangkatan dan
kekuasaan pemerintahan negara di pemberhentian menteri-menteri
tangan Presiden. Dengan kekuasaan merupakan hak mutlak Presiden
yang demikian besar, jabatan Presiden atau dikenal juga dengan Hak
pun ditopang dengan legitimasi yang Prerogatif Presiden.4 Konsekuensinya,
*) Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas, email : fahmihukum@gmail.com
1) Bagir Manan, Lembaga Kepresidenan, Yogyakarta, FH UII Press, 2003, h. 56
2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 6A ayat (1)
3) Ibid., Pasal 17 ayat (2)
4) Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan dalam UUD 1945, Yogyakarta, FH UII Press, 2004, h. 75

1
2 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

pengangkatan dan pemberhentian hanya sebuah kewenangan formal.


tersebut juga berakibat bahwa menteri- Adapun secara substantif, tidak ada
menteri sepenuhnya bertanggung lagi kewenangan mutlak presiden
jawab kepada Presiden. untuk membentuk kabinet. Padahal,
Sebagai hak prerogatif, idealnya secara teoritik, wewenang mutlak
tidak ada kekuasaan lain yang dapat pengangkatan menteri merupakan
mengintervensi presiden dalam peng- salah satu karakteristik yang
angkatan maupun pemberhentian menunjukkan Presiden sebagai
menteri-menteri. Presiden memiliki eksekutif tunggal.7 Sehubungan
otoritas penuh dalam menentukan dengan itu, kajian ini akan menelaah
siapa yang menurutnya layak dan bagaimana relasi antara kekuasaan
dapat dipercaya untuk diangkat Presiden dalam pembentukan kabinet
sebagai pembantunya. Presiden tidak sesuai Pasal 17 UUD 1945 dengan
berbagi kekuasaan dengan siapapun kekuasaan partai politik sebagai
dalam mengangkat pembantu- infrastruktur politik yang berperan
pembantunya itu. besar dalam pelaksanaan kekuasaan
Pada faktanya, praktik presiden dalam pengangkatan
pengangkatan menteri-menteri menteri-menteri.
atau pembentukan kabinet tidaklah
sepenuhnya menjadi wewenang B. Pembahasan
presiden. Terdapat kekuatan lain
yang memaksa presiden agar berbagi 1. Kekuasaan Presiden dalam UUD
kewenangan dengannya, dalam hal 1945
ini partai politik. Partai politik koalisi
pendukung pemerintah menuntut Secara istilah, kata president
adanya keseimbangan akomodasi merupakan derivatif dari to preside
kepentingan di kabinet.5 Pada yang artinya memimpin atau tampil
gilirannya, kewenangan presiden di depan.8 Jabatan presiden erat
untuk menentukan menteri-menteri kaitannya dengan bentuk republik,
pun harus berkompromi dengan di mana presiden merupakan kepala
realitas politik tersebut.6 negara dari negara yang berbentuk
Dalam konteks ini, desain republik.9 Dalam konteks Indonesia,
konstitusi sebagaimana dimaktubkan sesuai UUD 1945, Indonesia adalah
dalam Pasal 17 UUD 1945 terkait sebuah republik,10 dimana presiden
pengangkatan menteri-menteri ditempatkan sebagai jabatan yang
atau pembentukan kabinet tidak memegang kekuasaan pemerintahan

5) Hanta Yuda AR., Presidensialisme Setengah Hati, dari Dilema ke Kompromi, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2010, h. 98
6) Saldi Isra, Sistem Pemerintahan Indonesia, Pergulatan Ketatanegaraan Menuju Sistem Pemerintahan Presidensial, Jakarta,
Rajawali Pers, 2018, h. 252
7) Denny Indrayana, Amandemen UUD 1945 Antar Mitos dan Pembongkaran, Jakarta, Mizan, 2007, h. 375
8) Harun Alrasid, Pengisian Jabatan Presiden, Jakarta, Pustaka Utama Grafiti, 1999, h.
9) Ibid., h. 10
10) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 1 ayat (1)
Hubungan Kekuasaan Presiden Dan Partai PolitikPemilu
DalamSerentak Di Indonesia:
Pembentukan Kabinet 3
Kajian Sejarah dan Original Intent Pembentuk UUD

negara.11 Hal itu ditegaskan dalam presiden yang bersifat prerogatif


Pasal 4 UUD 1945 yang menyatakan, (di bidang pemerintahan).16 Dengan
Presiden memegang kekuasaan demikian, presiden ditempatkan
pemerintahan menurut Undang-Undang sebagai sentral kekuasaan eksekutif.
Dasar. Sebagaimana disinggung sebelumnya,
Apa yang dimaksud dengan hal itu merupakan konsekuensi bahwa
kekuasaan pemerintahan dalam dalam sistem presidensial, kekuasaan
ketentuan UUD 1945 tersebut? Kata pemerintahan dijalankan oleh satu
“pemerintahan” dalam ketentuan orang atau eksekutif tunggal (single
tersebut berhubungan dengan executive).17
kata “pemerintah” yang menurut Terkait hal itu, Arendt Lijphart
Pringgodigdo adalah presiden itu mengemukakan bahwa ketika
sendiri.12 Adapun “pemerintahan” eksekutif dijalankan oleh satu orang,
adalah kekuasaan eksekutif.13 Artinya, maka kondisi tersebut menunjukan
presiden sebagai sebuah jabatan karakter sistem pemerintahan
memegang jabatan eksekutif secara presidensial.18 Lebih jauh, ia
penuh, dimana tidak ada jabatan lain mengidentifikasi tiga karakter spesifik
yang berbagi dengan presiden dalam sistem presidensial, yaitu : (1)
ranah kekuasaan eksekutif tersebut. eksekutif yang dijalankan oleh satu
Lebih jauh, Bagir Manan mem- orang, bukan gabungan; (2) eksekutif
bedakan kekuasaan pemerintahan yang dipilih secara langsung oleh
yang ada di tangan Presiden antara rakyat; dan (3) masa jabatan tertentu
kekuasaan pemerintahan yang yang tidak bisa dicabut oleh sebuah
bersifat umum dan kekuasaan pemungutan suara di parlemen.19
pemerintahan yang bersifat khusus.14 Terkait karakteristik pertama, dapat
Dalam pelaksanaan kekuasaan yang dimaknai bahwa antara Presiden
bersifat umum, Presiden adalah dengan Wakil Presiden dan menteri-
pimpinan tertinggi penyelenggaraan menteri dalam sistem presidensial
administrasi pemerintahan,15 tidak bersifat collegiaal.20 Wakil
sedangkan dalam pelaksanaan Presiden dan menteri-menteri adalah
kekuasaan yang bersifat khusus adalah pembantu presiden. Dalam UUD 1945,
Presiden menyelenggarakan tugas hal itu secara ditegaskan dalam Pasal 4
dan wewenang pemerintahan yang ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan,
secara konstitusional ada pada pribadi dalam melakukan kewajibannya Presiden

11) Ibid., Pasal 4 ayat (1)


12) Harun Alrasid, Op.cit., h. 68
13) Bagir Manan, Op.cit., h. 43
14) Ibid., h. 122
15) Ibid., h. 122
16) Ibid., h. 127
17) Ibid., h. 43
18) Denny Indrayana, Op,cit., h.375
19) Ibid., h. 374-375
20) Bagir Manan, Op.cit., h. 43
4 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

dibantu oleh seorang Wakil Presiden; 2. Kekuasaan Partai Politik dalam


dan Pasal 17 ayat (1) UUD 1945 yang UUD 1945
berbunyi, Presiden dibantu oleh menteri-
menteri negara. Secara konseptual, partai
Khusus kewenangan untuk politik didefinisikan sebagai suatu
mengangkat dan memberhentikan kelompok terorganisir yang anggota-
menteri-menteri, Presiden berhak anggotanya mempunyai orientasi,
melakukannya tanpa campur tangan nilai-nilai, dan cita-cita bersama,
pihak lain.21 Hal itu memberikan serta bertujuan untuk memperoleh
kesempatan luas bagi presiden untuk kekuasaan politik dan merebut
memilih tokoh-tokoh terbaik untuk kedudukan politik (biasanya) dengan
mengisi jabatan politik tersebut22 cara konstitusional.25 Dengan segala
dalam rangka membantunya fungsi yang dimilikinya, termasuk
menjalankan kekuasaan pemerintahan. fungsi elektoral dan mobilisasi rakyat
Sebagai pembantu sekaligus jabatan untuk berpartisipasi dalam pemilu,26
yang diangkat oleh presiden, maka partai politik mendapatkan tempat
presiden tidak berbagi kekuasaan khusus dalam UUD 1945. Konstitusi
pemerintahan dengan menteri- negara tersebut memberikan hak atau
menterinya. Menteri-menteri adalah wewenang strategis kepada partai
bagian dari kekuasaan presiden, di politik, yaitu mengusulkan calon
mana tanggung jawab pelaksanaan presiden dan wakil presiden;27 dan
pemerintahan oleh menteri tetap menjadi satu-satunya peserta pemilu
ada di tangan Presiden. Oleh karena untuk memilih anggota DPR dan
itu, menteri-menteri seharusnya DPRD.28
diangkat dan bekerja berdasarkan Dalam Pasal 6A ayat (2) dinyata-
pertimbangan profesionalisme23 kan, Pasangan calon Presiden dan Wakil
dan dalam bekerja ia tunduk pada Presiden diusulkan oleh partai politik atau
arahan presiden. Apabila dalam gabungan partai politik peserta pemilihan
pengangkatan menteri-menteri lebih umum sebelum pelaksanaan pemilihan
mengedepankan pertimbangan politik umum. Sesuai ketentuan tersebut,
dibanding profesionalitas, maka dapat untuk dapat diajukan sebagai calon
diartikan bahwa presiden tidak secara Presiden dan/atau Wakil Presiden,
sungguh-sungguh memanfaatkan diperlukan dukungan partai politik
keunggulan sistem presidensial.24 peserta pemilu.29 Artinya, tanpa
21) Moch. Nurhasim dan Ikrar Nusa Bhakti, Sistem Presidensial dan Sosok Presiden Ideal, Yogyakarta, Pustaka Pelajar dan AIPI,
2009, h. 39
22) Ibid., h. 39
23) Ibid., h. 39
24) Ibid., 39-40
25) Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik (Edisi Revisi), Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2008, h. 404
26) Sigit Pamungkas, Partai Politik, Teori dan Praktik di Indonesia, Yogyakarta, Institute for Democracy and Welfarism, 2011, h.
27) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 6A ayat (2)
28) Ibid., Pasal 22E ayat (3)
29) Jimly Asshiddiqie, Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Keempat, Jakarta, Pusat Studi Hukum Tata Negara,
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002, h. 8
Hubungan Kekuasaan Presiden Dan Partai PolitikPemilu
DalamSerentak Di Indonesia:
Pembentukan Kabinet 5
Kajian Sejarah dan Original Intent Pembentuk UUD

dukungan partai politik, seseorang posisi tersebut justru mengantarkan


tidak dapat diajukan sebagai calon partai politik sebagai aktor kunci yang
presiden atau wakil presiden. Partai menentukan arah penyelenggaraan
politik menjadi satu-satunya pintu pemerintahan negara.
masuk bagi seorang warga negara
yang memenuhi syarat untuk menjadi 3. Hubungan Kekuasaan Presiden
calon Presiden dan/atau Wakil dan Partai Politik
Presiden. Dalam konteks ini, sekalipun
partai politik bukanlah suprastruktur Secara konstitusional, hubungan
kekuasaan negara, namun ia memiliki kekuasaan presiden dan partai
kewenangan sangat kuat dalam politik dapat terjadi dalam setiap
menentukan siapa yang akan diajukan proses penyelenggaraan kekuasaan
sebagai calon Presiden dan/atau pemerintahan. Terjalinnya hubungan
Wakil Presiden. keduanya didorong oleh faktor bahwa
Selain itu, dalam Pasal 22E ayat proses pencalonan Presiden dan Wakil
(3) UUD 1945 dinyatakan, Peserta Presiden dalam pemilu dilakukan oleh
pemilihan umum untuk memilih anggota partai politik. Partai politik begitu
Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota berkuasa dalam menentukan siapa
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah yang akan menjadi calon presiden
partai politik. Sesuai ketentuan tersebut, dan wakil presiden. Jadi, sekalipun
pencalonan menjadi anggota DPR dan presiden dipilih secara langsung,
DPRD dilakukan melalui mekanisme namun hubungan partai politik
kepartaian.30 Dengan demikian, tanpa dengan presiden tidak dapat diputus
melalui partai politik, seseorang tidak pada saat pencalonan atau pemilu
dapat menjadi calon anggota DPR sudah selesai dilaksanakan.
maupun DPRD. Dalam konteks itu, posisi
Sesuai desain konstitusional ihwal partai politik sebagai pengusung
keberadaannya, sangat jelas bahwa calon presiden tetap akan selalu
institusi partai politik memiliki peran membayangi calon Presiden ketika
strategis dalam pengisian jabatan ia sudah terpilih. Jadi, sekalipun
presiden dan/atau wakil presiden; konstitusi hanya mengatur bahwa
dan jabatan anggota DPR dan/atau hubungan antara partai politik dan
DPRD. Dengan peran dimaksud, presiden terjadi pada saat pencalonan,
partai politik memiliki kewenangan namun realitasnya kekuasaan
yang sangat kuat dan berpengaruh partai politik selalu mengiringi dan
terhadap berjalankan kekuasaan mempengaruhi kekuasaan presiden.
eksekutif maupun kekuasaan legislatif. Hubungan keduanya akan terus
Sekalipun konstitusi secara eksplisit terjalin karena proses penyelenggaraan
hanya menempatkan partai politik pemerintahan memang didasarkan
pada pintu masuk ke dalam jabatan atas keputusan-keputusan politik di
eksekutif maupun legislatif, namun mana partai politik ada di dalamnya.
30) Ibid., h. 35
6 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

Selain itu, hubungan keduanya juga telah merancang dan mewacanakan


terlihat jelas pada saat Presiden sebuah kabinet ramping, namun
akan membentuk kabinet dengan untuk mengakomodasi partai politik
melakukan pengangkatan menteri- pendukung, rencana itupun tidak
menteri. dapat direalisasi. Parahnya lagi,
Sekalipun Presiden ditempatkan pada masa pemerintahan Presiden
sebagai jabatan tunggal,31 dipilih Jokowi, untuk calon menteri yang
secara langsung, dan berwenang berasal dari partai politik pendukung
sesuai konstitusi untuk mengangkat koalisi pemerintah, peran ketua
dan memberhentikan menteri- umum partai politik lebih dominan
menteri, namun kekuasaan presiden dalam menentukan calon menteri.34
ternyata tidak utuh. Relasi kekuasaan Dalam konteks ini, kekuasaan partai
yang terbangun antara presiden politik tampak makin dominan dalam
dengan partai politik sejak awal pembentukan kabinet. Pada saat yang
proses pemilu memaksa presiden sama, kekuasaan presiden makin
untuk berbagi kekuasaan dengan tereduksi.
partai-partai pendukung. Pada era Tidak hanya sebatas itu, pada saat
Presiden Yudhoyono misalnya, telah bertugas membantu presiden
sekalipun ia dipilih secara langsung menjalankan pemerintahan, menteri-
oleh rakyat, namun saat mengangkat menteri pun tidak sepenuhnya
menteri-menteri ia sulit dan dilematis tunduk pada presiden sebagai orang
untuk mengabaikan kekuatan politik yang mengangkatnya. Pada tahun
di parlemen demi mengangkat 2012 misalnya, Presiden Yudhoyono
menteri berdasarkan kompetensi mengeluhkan tidak adanya dukungan
dan profesionalisme.32 Ia tetap harus memadai dari anggota kabinet ihwal
memperhatikan berbagai kehendak rencana kenaikan harga BBM.35
partai politik pendukungnya. Bahkan, Bahkan, pada masa Presiden Jokowi,
sekalipun mengangkat menteri silang pendapat antar-menteri secara
merupakan hak prerogatif presiden, terbuka hingga sikap konfrontatif
Presiden Yudhoyono bahkan terlalu menteri terhadap wakil presiden juga
mengkomodasi partai politik dalam terjadi.36
perombakan kabinet.33 Hubungan kekuasaan partai
Sama dengan apa yang dialami politik dan presiden yang kemudian
Yudhoyono, Presiden Jokowi juga mereduksi sebagian kewenangan
mengalami masalah yang sama konstitusional presiden dinilai
dalam pembentukan kabinet. oleh sebagian kalangan sebagai
Jokowi di awal keterpilihannya praktik presidensial setengah hati

31) Harun Alrasid, Op.cit., h. 12


32) Hanta Yuda AR., Op.cit., h. 154
33) Ibid., h. 154
34) Saldi Isra, Op.cit., h. 253
35) Ibid., h. 253
36) Ibid., h. 254
Hubungan Kekuasaan Presiden Dan Partai PolitikPemilu
DalamSerentak Di Indonesia:
Pembentukan Kabinet 7
Kajian Sejarah dan Original Intent Pembentuk UUD

(soft presidentialism-weak president).37 multak bagi presiden seperti untuk


Saldi Isra menyebutnya sebagai mengangkat menteri-menteri, ia tetap
praktik presidensialme minoritas, saja akan masuk ke ranah demokrasi
dimana presiden tidak mungkin konsensus. Presiden tidak dapat
lagi menggunakan kewenangan menafikan dan menghindar dari
konstitusionalnya secara utuh dalam realitas demokrasi konsensus tersebut,
pengangkatan menteri.38 sebab ia merupakan kenyataan politik
Dalam batas-batas tertentu, yang tumbuh dalam dinamika politik
evaluasi teoritik yang dikemukan Saldi Indonesia sejak lama. Sehingga,
Isra dan Hanta Yuda ihwal disparitas presiden akan terus secara terpaksa
desain konstitusional kekuasaan membagi sebagian kekuasaan yang
presiden dalam pembentukan kabinet ia memiliki kepada partai politik
dengan realitas yang terjadi dapat pendukung ketika sudah terpilih.
diterima. Hanya saja, Indonesia Dalam konteks itu dan dengan
dengan segala karakter dan budaya pengalaman dua orang presiden yang
politik yang dimiliki juga memiliki dipilih secara langsung, desain sistem
alasan lain untuk membenarkan presidensial Indonesia dalam UUD
praktik tersebut. Djayadi Hanan 1945 sudah saatnya untuk dievaluasi,
misalnya menilai bahwa dalam konteks khususnya ihwal pengangkatan
hubungan presiden dengan legislatif menteri-menteri. Evaluasi tersebut
dapat dijumpai institusi demokrasi diarahkan untuk menyesuaikannya
konsensus, dimana dalam demokrasi dengan karakteristik demokrasi
konsensus muncul keharusan untuk konsensus Indonesia. Sesuai konsep
merangkul sebanyak mungkin partai demokrasi konsensus, pengangkatan
dan bekerjasama dengan semua menteri tidak lagi ditempatkan sebagai
pihak (termasuk oposisi).39 Jika tidak, hak prerogatif presiden, melainkan
stabilitas pemerintahan presidensial dilakukan atas persetujuan partai
akan menjadi taruhannya. politik pendukung pemerintah yang
Mengamini pandangan Djayadi ada di DPR.
Hanan, sistem presidensial Indonesia, Dengan cara demikian, hubungan
dimana presiden memiliki kekuasaaan kekuasaan presiden dengan partai
menjalankan pemerintahan dan politik dalam pengangkatan menteri
membentuk kabinet, tetap akan selalu tidak lagi terjadi secara informal,
berada dalam sistem demokrasi melainkan diformalisasi menjadi relasi
konsensus ala Indonesia. Oleh kekuasaan eksekutif dan partai politik
karena itu, sekalipun konstitusi di lembaga legislatif. Pada saat yang
didesain untuk memperkuat sistem sama, pola pengangkatan menteri
presidensial dengan memberikan yang demikian akan berkonsekuensi
sejumlah kewenangan yang bersifat terhadap pertanggungjawaban kinerja
37) Hanta Yuda AR., Op.cit., h. 155
38) Saldi Isra, Op.cit., h. 254
39) Djayadi Hanan, Menakar Presidensialisme Multipartai di Indonesia, Upaya Mencari Format Demokrasi yang Stabil dan Dimanis
dalam Konteks Indonesia, Bandung, Mizan, 2014, h. 372
8 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

menteri yang tidak saja dibebankan dan DPRD.


kepada presiden, melainkan kepada Kekuasaan presiden dan
partai politik yang mendukung kekuasaan partai politik selalu
dan menyetujuinya. Lebih jauh, berkelindan. Bahkan, kekuasaan yang
konsensus tidak saja akan terjadi merupakan hak prerogatif presiden
antara presiden dengan masing- sekalipun dapat dicampuri oleh partai
masing partai pendukung, melainkan politik. Dalam konteks ini, wewenang
juga akan terbangun konsensus mengangkat menteri-menteri sebagai
bersama antar-partai politik dalam hak prerogatif presiden pun dibagi
pengangkatan menteri dan dukungan kepada partai politik pendukung
kepada presiden. Selain itu, pola pemerintah. Artinya, desain
demikian juga akan membuka ruang konstitusional pengangkatan menteri
keterlibatan publik untuk memantau sebagai hak prerogatif presiden
dan mengawasi pola pengangkatan tidak implementatif ketika presiden
menteri yang dilakukan presiden terpaksa harus mengakomodasi partai
melalui persetujuan partai politik di politik pendukung.
DPR. Di satu sisi, realitas tersebut dinilai
sebagai kelemahan dalam praktik
C. Kesimpulan sistem presidensial Indonesia. Di sisi
lain, praktik tersebut dapat diterima
Presiden sebagai kepala sebagai konsekuensi demokrasi
pemerintahan atau eksekutif konsensus Indonesia. Disparitas
memegang kekuasaan pemerintahan kehendak konstitusi dengan praktik
negara. Kekuasaan pemerintahan demokrasi konsensus tersebut
tersebut mencakup semua urusan dapat diselesaikan salah satunya
pemerintahan yang bersifat umum melalui penyesuaian terhadap
maupun khusus. Untuk menjalankan desain pembentukan kabinet
pemerintahan, presiden memiliki dengan tidak lagi menempatkan
kekuasaan yang ditentukan secara wewenang pengangkatan menteri
jelas dalam UUD 1945, termasuk sebagai hak prerogatif presiden.
kewenangannya untuk mengangkat Pengangkatan menteri dilakukan
menteri-menteri atau membentuk oleh presiden atas persetujuan partai
kabinet. Sesuai Pasal 17 UUD 1945, politik pendukung pemerintah di
kewenangan mengangkat dan DPR. Cara ini merupakan bentuk
memberhentikan menteri adalah formalisasi hubungan kekuasaan
hak prerogatif presiden. Selain presiden dan kekuasaan partai politik
Presiden, UUD 1945 juga memberikan dalam pembentukan kabinet. Hal itu
kekuasaan kepada partai politik setidaknya akan dapat membantu
sebagai infrastruktur politik, yaitu meringankan beban presiden dalam
kekuasaan untuk mengajukan calon mengontrol kinerja menteri melalui
presiden dan/atau wakil presiden komunikasi melalui partai politik yang
serta hak untuk menjadi peserta menyetujui pengangkatan menteri-
pemilu dalam pemilihan anggota DPR menteri dimaksud.
Hubungan Kekuasaan Presiden Dan Partai PolitikPemilu
DalamSerentak Di Indonesia:
Pembentukan Kabinet 9
Kajian Sejarah dan Original Intent Pembentuk UUD

DAFTAR PUSTAKA

Alrasid, Harun, Pengisian Jabatan Presiden, Jakarta, Pustaka Utama Grafiti,


1999
AR., Hanta Yuda, Presidensialisme Setengah Hati, dari Dilema ke Kompromi,
Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2010
Asshiddiqie, Jimly, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan dalam
UUD 1945, Yogyakarta, FH UII Press, 2004
_____________________, Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan
Keempat, Jakarta, Pusat Studi Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, 2002
Budiardjo, Miriam, Dasar-dasar Ilmu Politik (Edisi Revisi), Jakarta, Gramedia
Pustaka Utama, 2008
Hanan, Djayadi, Menakar Presidensialisme Multipartai di Indonesia, Upaya
Mencari Format Demokrasi yang Stabil dan Dimanis dalam Konteks Indonesia,
Bandung, Mizan, 2014
Isra, Saldi, Sistem Pemerintahan Indonesia, Pergulatan Ketatanegaraan Menuju
Sistem Pemerintahan Presidensial, Jakarta, Rajawali Pers, 2018
Indrayana, Denny, Amandemen UUD 1945 Antar Mitos dan Pembongkaran,
Jakarta, Mizan, 2007
Manan, Bagir, Lembaga Kepresidenan, Yogyakarta, FH UII Press, 2003
Nurhasim, Moch., dan Ikrar Nusa Bhakti, Sistem Presidensial dan Sosok Presiden
Ideal, Yogyakarta, Pustaka Pelajar dan AIPI, 2009
Pamungkas, Sigit, Partai Politik, Teori dan Praktik di Indonesia, Yogyakarta,
Institute for Democracy and Welfarism, 2011
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
10 Jurnal Majelis, Edisi 01, Januari 2019
Pemilu Serentak Di Indonesia:
1
Kajian Sejarah dan Original Intent Pembentuk UUD

PERAN PRESIDEN DALAM MEMEGANG KEKUASAAN


PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA SEBAGAI BAGIAN
DARI KEKUASAAN PEMERINTAHAN

Ilhamdi Taufik 1
Beni Kurnia Illahi 2

A. PENDAHULUAN pengelolaan keuangan negara sebagai


bagian dari kekuasaan pemerintahan
Perubahan Undang-Undang negara sebagaimana diatur dalam
Dasar Tahun 1945 (UUD 1945) Pasal 6 ayat (1) UU Nomor 17 Tahun
meletakkan kedudukan Presiden 2003 tentang Keuangan Negara.4 Di
dan Wakil Presiden sebagai satu mana, pengelolaan keuangan negara
institusi penyelenggara kekuasaan yang berada dalam kewenangan
eksekutif negara yang tertinggi di Presiden tersebut meliputi
bawah Undang-Undang Dasar. Di kewenangan secara umum dan
mana, Presiden dan Wakil Presiden kewenangan secara khusus sehingga
bertindak sebagai kepala negara dan kedudukannya dalam konsep hukum
kepala pemerintahan sekaligus juga keuangan negara disebut sebagai Chief
bertanggungjawab secara politik Financial Officer (CFO).5
(concentration of power and responsibility Meskipun Presiden sebagai
upon the President).3 Atas dasar itu pemegang tampuk kekuasaan tertinggi
semua, maka para pendiri bangsa (the dalam pengelolaan keuangan negara,
founding fathers and mothers) Indonesia akan tetapi secara sumber kewenangan
kemudian menukilkan di dalam Pasal dalam lapangan hukum administrasi
4 ayat (1) UUD 1945 bahwa Presiden serta beban tugas Presiden yang begitu
Republik Indonesia memegang berat di segala bidang, kewenangan
kekuasaan Pemerintahan menurut tersebut kemudian didelegasikan
Undang-Undang Dasar. kepada Menteri Keuangan sebagai
Sebagai kekuasaan yang bendahara negara. Dalam konsep
memegang penuh supremasi hukum keuangan negara, Menteri
pemerintahan, tentu saja Presiden Keuangan disebut dan sekaligus
memiliki kewenangan yang sangat bertindak sebagai Chief Operasional
besar dalam rangka penyelenggaraan Officer (COO) berdasarkan delegasi
pemerintahan. Salah satu kewenangan dari Presiden tersebut.
tersebut adalah Presiden memegang Berdasarkan alurnya Menteri
kewenangan tertinggi dalam Keuangan kemudian mendistribusi-
1) Dosen Hukum Tata Negara dan Peneliti Senior Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas
2) Dosen Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Bengkulu dan Koordinator Divisi Lembaga dan
Penyelenggara Negara Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas
3) Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Jakarta, Konstitusi Press, 2006, h. 75.
4) Muhammad Djafar Saidi, Hukum Keuangan Negara, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2011, h. 45.
5) Ibid.

11
2
12 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

kan kepada tiap-tiap kementerian, amanat yang tersirat dalam Pasal 23


lembaga pemerintah non-kementerian, ayat (1) UUD 1945.6
dan lembaga negara berdasarkan Itu sebabnya dalam kerangka
rencana kegiatan pada tahun anggaran konstitusi, APBN musti diletakkan
yang bersangkutan. Pelimpahan sebagai instrumen ideologis dan
wewenang pengelolaan keuangan salah satu alat bernegara dalam
Negara dari Presiden kepada Menteri mewujudkan cita-cita konstitusi.7
Keuangan itu didasarkan delegasi Untuk mewujudkan itu semua tentu
yang bersumber dari hukum keuangan perlu mekanisme kontrol dari Presiden
Negara. sebagai CFO dalam pengelolaan
Sekalipun strategis kedudukannya, dan pertanggungjawaban keuangan
Menteri Keuangan sebetulnya tidak negara tersebut. Sebab, dengan kondisi
boleh bertindak sewenang-wenang saat ini banyak sekali kalangan yang
dalam pengelolaan keuangan negara mengatakan dan menganggap bahwa
termasuk dalam mengeluarkan APBN itu hanya sekedar angka-angka
kebijakan atau peraturan yang yang alokasikan dalam undang-
dianggap bertentangan dengan undang,8 serta APBN juga sering
peraturan perundang-undangan yang dianggap sebagai alat politik.
lebih tinggi. Sebab, memang kehendak Padahal sebetulnya APBN
konstitusi yang menginginkan agar merupakan sebuah kedaulatan9 dan
anggaran dilaksanakan secara terbuka seperangkat kaidah hukum atau
dan bertanggungjawab untuk sebesar- aturan yang berbentuk undang-
besarnya kemakmuran rakyat yang undang yang disusun setiap
kemudian dikemas dalam sebuah tahunnya oleh Pemerintah dan DPR
struktur Anggaran Pendapatan dan yang harus dipatuhi dan ditaati
Belanja Negara (APBN) sebagaimana oleh setiap elemen penyelenggara

6) Mohammad Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Jilid I, Jakarta, Yayasan Prapantja, 1959, h. 311., dalam
Arifin P. Soeria Atmadja, Keuangan Publik dalam Perpektif Hukum, Teori, Kritik, dan Praktik, Jakarta, Rajawali Pers, 2009,
Hlm. 5.
7) Bahkan Muhammad Yamin sebagai salah satu tokoh the founding fathers bangsa ini pernah menyampaikan bahwa, pada
hakikatnya untuk menjalankan amanah konstitusi perihal keuangan negara diperlukan sebuah norma ataupun kaidah yang bisa
menopang dan mengakomodir pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dalam konstitusi tersebut, sehingga dapat
diimplementasikan secara konkret oleh pemerintah. Dikutip dalam Mohammad Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang
Dasar 1945, Jilid I, Jakarta, Yayasan Prapantja, 1959, h. 311., dalam Arifin P. Soeria Atmadja, Keuangan Publik dalam Perpektif
Hukum, Teori, Kritik, dan Praktik, Jakarta, Rajawali Pers, 2009, h. 5.
8) Dalam kajian hukum administrasi negara, perumusan APBN tidak bisa semata-mata hanya membiacarakan pada aspek
kebijakan, atau dikenal dengan istilah politik anggaran. Misalnya, terkait dengan bagaimana kebijakan anggaran, baik dari
sisi pendapatan dan belanja Negara harus memenuhi ketentuan- ketentuan yang sudah diatur di dalam konstitusi. Karena
logika hukumnya kebijakan APBN yang telah memenuhi ketentuan konstitusi sekalipun dapat dikatakan in-konstitusional
jika melanggar prosedur-prosedur dan hak-hak konstitusional yang bertentangan dengan konstitusi. Maka dari itu, tidak
mungkin menilai konstitusionalitas APBN hanya dari segi prosedur saja. Misalnya, berkenaan dengan transparansi, kontrol, dan
partisipasi masyarakat dalam proses perumusan dan pelaksanaan APBN. Dikutip dari Makalah Beni Kurnia Illahi pada kegiatan
Focus Group Discussion yang membahas tema “Penegasan Pancasila Sebagai Dasar Negara, Ideologi Bangsa dan Negara Dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945” yang diselenggarakan atas kerjasama Pusat Studi Konstitusi
(PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas dengan Biro Pengkajian Majelis Permusyawaratan Rakyat RI, pada Senin, 4
September 2017, di Hotel Mercure, Padang.
9) Filosofi tersebut sesungguhnya sejalan dengan pandangan Rene Stourrm yang menyatakan, “The constitutional right wich a
nation possesses to authorize public revenue and expenditures does not originates from the fact that the members of the nation
contribute the payments. The rights is based on a loftier idea. The idea of sovereignty”. Hal ini dikemukakan oleh Rene Stourm
dalam bukunya The Budget, sebagaimana dikutip oleh Vincent J. Browne, The Control of Public Budget, Public Affairs Press, h.
11.
Peran Presiden Dalam Memegang Kekuasaan Pengelolaan
Pemilu Serentak
Keuangan
Di Indonesia:
Negara
133
Kajian Sebagai
Sejarah Bagian
dan Original
Dari Kekuasaan
Intent Pembentuk
Pemerintahan
UUD

negara. Artinya, persetujuan bersama Presiden tidak bertanggung jawab


antara Pemerintah dan DPR untuk kepada badan mana pun, kecuali
menyusun dan menetapkan APBN melalui impechment.
memiliki hubungan kontrak sosial
dan konsekuensi yang mesti ditaati Meskipun hal ini terkesan
oleh seluruh elemen bangsa. Karena sederhana, namun dalam konsepsi
begitulah cerminan dari sistem negara hukum apalagi Indonesia
pemerintahan presidensial tersebut. yang dianggap sebagai negara yang
Hal ini senafas dalam pandangan Sri menganut sistem pemerintahan
Soemantri yang menyarikan pendapat presidensial, hal ini akan menjadi
Shepard L. Witman dan John J. Wuest sebuah persoalan ketatanegaraan.
yang menjelaskan bahwa ciri-ciri Sebab, jika kaidah hukum yang
sistem pemerintahan presidensial terdapat dalam Undang-Undang
sebagai berikut :10 APBN itu melenceng dari apa yang
1. Sistem pemerintahan ini direncanakan, maka akibat hukum
berdasarkan asas pemisahan yang timbul justru akan sangat besar.
kekuasaan. Hal itu dapat saja terjadi seperti
2. Tidak ada pertanggungjawaban ketidaktransparanan pengelolaan
bersama antara Kepala Eksekutif keuangan negara, pemborosan dan
(Presiden) dengan anggota ketidaktepatsasaran anggaran negara,
kabinetnya (para menteri). Para hingga tumpang-tindih kewenangan
menteri bertanggung jawab antar lembaga pengawas keuangan
sepenuhnya kepada kepala negara.
eksekutif. Tentu saja Presiden sebagai CFO
3. Kepala eksekutif tidak dapat atau Otorisatoir dalam melakukan
membubarkan badan legislatif tindakan hukum yang berakibat
(parlemen, Congress) dan pada keuangan Negara harus
sebaliknya kepala eksekutif bertanggungjawab penuh terhadap
tidak harus mengundurkan diri setiap persoalan yang muncul.11
(berhenti) jika tidak memperoleh Karena pada prinsipnya hukum
dukungan mayoritas dari legislatif keuangan negara harus diletakkan
(parlemen, Congress). pada konsep pertanggungjawaban
4. Kepala eksekutif (Presiden) dipilih penggunaan keuangan negara yang
oleh Dewan Pemilih (Electoral tentu saja membawa implikasi yuridis
College) atau dipilih langsung yang cukup signifikan dalam sistem
rakyat secara langsung dalam ketatanegaraan Indonesia.
satu Pemilu. Oleh karena Presiden Atas dasar dan pertimbangan di
dipilih oleh Dewan Pemilih atau atas, maka penulis perlu mengkaji
dipilih langsung oleh rakyat secara kembali bagaimana sebetulnya peran
langsung sebagai konsekuensinya ideal Presiden dalam memegang
10) Sri Soemantri, Hukum Tata Negara Indonesia, Pemikiran dan Pandangan, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2014, h. 161-
166.
11) W. Ryawan Tjandra, Hukum Keuangan Negara, Jakarta, Gramedia Widiasarana Indonesia, 2014, h. 37.
4
14 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

kekuasaan pengelolaan keuangan 2. Dikuasakan kepada menteri/


negara sebagai bagian dari kekuasaan pimpinan lembaga selaku
pemerintahan yang berdasarkan Pengguna Anggaran/Pengguna
konstitusi, meskipun kewenangan Barang kementerian negara/
tersebut didelegasikan kepada Menteri lembaga yang dipimpinnya. Di
Keuangan sebagai bendahara negara. mana setiap menteri/pimpinan
Karena hal ini tentu saja berimplikasi lembaga pada hakekatnya
terhadap tanggung jawab dalam adalah Chief Operational Officer
pengelolaan keuangan negara. (COO) untuk suatu bidang
tertentu pemerintahan. Dalam
B. PEMBAHASAN ketentuan ini yang dimaksud
dengan lembaga adalah lembaga
Pemberian kuasa oleh Presiden negara dan lembaga pemerintah
kepada Menteri Keuangan dan nonkementerian negara. Di
menteri/pimpinan lembaga di lingkungan lembaga negara,
bidang kekuasaan dalam rangka yang dimaksud dengan pimpinan
mengelola sebagian keuangan negara lembaga adalah pejabat yang
mengandung konsekuensi bahwa bertanggung jawab atas
menteri keuangan dan menteri/ pengelolaan keuangan lembaga
pimpinan lembaga bertanggung yang bersangkutan.
jawab untuk menciptakan sistem 3. Diserahkan kepada gubernur/
pengendalian intern yang efektif dan bupati/walikota selaku kepala
efisien dalam lingkup kekuasaannya.12 pemerintahan daerah untuk
Sebab, kewenangan untuk mengelola mengelola keuangan daerah dan
keuangan Negara dari Presiden mewakili pemerintah daerah
sebagai bagian dari pemerintahan dalam kepemilikan kekayaan
Negara secara yuridis didasari pada 4 daerah yang dipisahkan.
(empat) hal yaitu :13 4. Tidak termasuk kewenangan
1. Dikuasakan kepada Menteri dibidang moneter, yang meliputi
Keuangan, selaku pengelola antara lain mengeluarkan dan
fiskal dan Wakil Pemerintah mengedarkan uang, yang diatur
dalam kepemilikan kekayaan dengan undang-undang.
negara yang dipisahkan. Menteri
Keuangan sebagai pembantu Berdasarkan tingkatan
Presiden dalam bidang keuangan kewenangan yang dijelaskan di atas,
pada hakekatnya adalah Chief maka dapat dideskripsikan bahwa
Financial Officer (CFO) Pemerintah sesuai dengan asas desentralisasi pun
Republik Indonesia. dalam penyelenggaraan pemerintahan

12) Hendar Ristriawan dan Dewi Kania Sugiharti, Penguatan Pengelolaan Keuangan Negara Melalui Mekanisme Check and
Balances Systems, Jurnal Konstitusi Mahkamah Konstitusi, Volume 14, Nomor 3, September 2017, h. 611.
13) Muhammad Djafar Saidi, op.cit., h. 46.
Peran Presiden Dalam Memegang Kekuasaan Pengelolaan
Pemilu Serentak
Keuangan
Di Indonesia:
Negara
155
Kajian Sebagai
Sejarah Bagian
dan Original
Dari Kekuasaan
Intent Pembentuk
Pemerintahan
UUD

negara sebagian kekuasaan Presiden 2. Melakukan mekanisme kontrol


juga diserahkan kepada Gubernur/ oleh Presiden kepada Menteri
Bupati/Walikota selaku pengelola Keuangan selau Bendahara Umum
keuangan daerah.14 Demikian pula Negara (BUN) yang dikuasakan
untuk mencapai kestabilan nilai rupiah kepada Badan Pengawas Keuangan
tugas menetapkan dan melaksanakan dan Pembangunan (BPKP) sebagai
kebijakan moneter serta mengatur lembaga audit internal pemerintah
dan menjaga kelancaran sistem yang bertanggungjawab langsung
pembayaran dilakukan oleh bank kepada Presiden;
sentral.15 3. Mengidentifikasi dan mereviu
Prinsip pembagian kekuasaan kembali setiap peraturan dan
ini tentu saja perlu dilaksanakan kebijakan yang dikeluarkan
secara konsisten agar terdapat oleh Menteri Keuangan yang
kejelasan dalam pembagian berhubungan dengan pengelolaan
wewenang dan tanggung jawab, dan tanggung jawab keuangan
terlaksananya mekanisme checks Negara, khususnya soal
and balances serta untuk mendorong penerimaan dan pengeluaran
upaya peningkatan profesionalisme negara;
dalam penyelenggaraan tugas 4. Mengefektifkan pemberian reward
pemerintahan. Sebagaimana diulas and punishment oleh Presiden
sebelumnya, persoalan yang muncul kepada setiap kementerian/
di khalayak saat ini adalah maraknya lembaga dalam mengelola dan
ketidaktransparanan pengelolaan mempertanggungjawabkan
keuangan negara, pemborosan dan keuangan negara yang sudah
ketidaktepat sasaran anggaran negara, diaudit oleh Badan Pemeriksa
hingga tumpang-tindih kewenangan Keuangan (BPK) berdasarkan
antar lembaga pengawas keuangan prinsip performance budgeting.
Negara.
Menurut hemat penulis, ada Dengan format kewenangan
beberapa hal yang perlu ditata untuk seperti ini, peran presiden sebagai
mengefektifkan peran Presiden dalam pemegang kekuasaan tertinggi dalam
memegang kekuasaan pengelolaan pengelolaan keuangan negara betul-
keuangan Negara sebagai bagian dari betul mencerminkan prinsip dan ciri
kekuasaan pemerintahan antara lain dalam sistem presidensial. Disamping
yaitu : itu, campur tangan Presiden
1. Mengefektifkan proses sebagai kepala pemerintahan dalam
penyusunan dan penetapan memberikan kesejahteraan kepada
APBN yang konstitusional oleh masyarakat pun akan semakin nyata
Presiden bersama DPR serta bebas terlihat oleh publik. Sebab, dalam
dari prilaku korupsi, kolusi, dan sistem pemerintahan presidensial,
nepotisme. sistem yang didesain tersebut memang
14) Adrian Sutedi, Hukum Keuangan Negara, Jakarta, Sinar Grafika, 2012, h. 108.
15) Ibid.
6
16 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

didasari akan prinsip pemisahan tidak menyetujui rancangan anggaran


kekuasaan agar menimbulkan check pendapatan dan belanja negara yang
and balances dalam penyelenggaraan diusulkan oleh Presiden, Pemerintah
pemerintahan.16 Selain itu, para menjalankan Anggaran Pendapatan
menteri pun termasuk Menteri dan Belanja Negara tahun yang lalu.
Keuangan juga bertanggungjawab Meskipun demikian, karena
sepenuhnya kepada Presiden.17 Indonesia sudah terlanjur dengan
Sebetulnya keberadaan posisi sistem pemerintahan semi
Presiden sebagai CFO tersebut jika presidensialnya, bagaimanapun
kita menggunakan konsep dan kita harus menerima hal itu dan
teori dalam sistem pemerintahan mencarikan desain alternatif peran
presidensial murni, Presiden selaku ideal Presiden tersebut dalam
kepala pemerintahan sebetulnya mewujudkan pengelolaan dan
memiliki posisi tawar yang kuat tanggung jawab keuangan negara
dalam menyusun dan menetapkan yang baik (good financial governnce).
APBN. Hanya saja karena Indonesia Sebab, dalam prospek hukum
masih menganut sistem pemerintahan keuangan negara bagi Indonesia,
semi presidensial dan mengadopsi proses penyusunan kebijakan
konsep kedaulatan rakyat keuangan negara harus betul-betul
sebagaimana tertuang dalam UUD diarahkan sebagai pedoman kebijakan
1945, penggunaan keuangan negara yang sesuai dengan tujuan yang
yang diperoleh harus terlebih dahulu ingin dilaksanakan negara dan sesuai
mendapatkan persetujuan melalui dengan alat-alat politik ekonomi
DPR. yang ingin dipergunakan negara
Tentu saja konsekuensinya adalah untuk mencapai tujuan nasional dan
pemerintah/Presiden dengan seluruh kepentingan rakyat.19
perangkat kementerian/lembaganya Jika diintegrasikan dalam ilmu
dalam setiap penggunaan keuangan ekonomi, karena hukum keuangan
negara harus memperoleh persetujuan negara lebih dekat disiplin ilmu
DPR. Akibatnya, kedudukan DPR ekonomi, sebetulnya ada 3 (tiga)
menjadi powerfull dan memiliki fungsi yang harus dijalankan secara
kewajiban menjalankan kedaulatan maksimal oleh Presiden selaku CFO
rakyat secara efektif dalam hal agar desain tersebut sesuai dengan
anggaran negara.18 Bahkan dalam tujuan konstitusi yaitu fungsi politik
konstitusi Pasal 23 ayat (3) UUD 1945 (otorisasi), fungsi pengawasan, dan
menjelaskan bahwa, apabila DPR fungsi mikro ekonomi.20 Ketiga fungsi

16) Saldi Isra, Sistem Pemerintahan Indonesia, Pergulatan Ketatanegaraan Menuju Sistem Pemerintahan Presidensial, Depok,
Rajawali Pers, 2018, h. 1.
17) Syamsuddin Haris, Sistem Presidensial Indonesia, 2018, dalam Sarag Nuraini Siregar (ed), Sistem Presidensial Indonesia dari
Soekarno ke Jokowi, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2018 h. 6.
18) Beni Kurnia Illahi, op.cit., h. 2.
19) Arifin P. Soeria Atmadja, Mekanisme Pertanggungjawaban Keuangan Negara, Suatu Tinjauan Yuridis, Jakarta, PT. Gramedia,
1986, h. 11.
20) Beni Kurnia Illahi, Op.cit., h. 3.
Peran Presiden Dalam Memegang Kekuasaan Pengelolaan
Pemilu Serentak
Keuangan
Di Indonesia:
Negara
177
Kajian Sebagai
Sejarah Bagian
dan Original
Dari Kekuasaan
Intent Pembentuk
Pemerintahan
UUD

tersebut pada dasarnya menguatkan Budget Partnership (IBP), terdapat


struktur dan tujuan hukum keuangan 8 dokumen kunci anggaran yang
negara yang lazimnya menentukan harus tersedia bagi publik,22 seperti
kelangsungan pertumbuhan pem- dideskripsikan dalam Tabel 1. Selain
bangunan suatu negara. itu, perlunya peran serta masyarakat
Disamping itu, pijakan hukum dalam proses penyusunan anggaran
keuangan Negara juga harus mampu di Pemerintah dan DPR, serta
direfleksikan dalam Pancasila dan audit yang dilakukan BPK. Untuk
konstitusi sesuai dengan konsepsi memastikan anggaran yang disusun
teori hukum yang ada. Apabila setiap tahun memiliki semangat
penyusunannya mengabaikan konstitusional, sebagai aturan yang
teori hukum dan mengutamakan mengkooptasi seluruh persoalan
kepentingan politik pihak tertentu, keuangan negara melalui UU Nomor
hakikat kedaulatan rakyat sebagai 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
instrumen penting tidak akan Negara, seyogyanya pemerintah
terwujud dalam keuangan negara.21 perlu memberikan ruang bagi publik
Artinya keterbukaan informasi bagi melakukan uji publik terhadap
publik terhadap seluruh proses dan UU APBN sebelum diberlakukan,
dokumen anggaran pun menjadi tidak sehingga APBN yang di desain untuk
transparan dan akuntabel. satu anggaran mendapat legitimasi
Menurut Open Budget Index yang kuat bagi seluruh masyarakat.23
(OBI) yang dirilis oleh International
Tabel 1.
Delapan Dokumen Kunci Anggaran yang Harus Terbuka Bagi Publik

No. Dokumen Keterangan


1 Pre Budget Statement Berisi proyeksi anggaran dan indikator ekonomi makro
atau dikenal dengan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal dan
Ekonomi Makro
2 Citizen Budget Versi sederhana dari RAPBN dan APBN untuk
memudahkan publik membaca
3 Executive’s Budget Nota Keuangan, RAPBN, RKA-KL beserta dokumen
Proposal pendukung lainnya
4 Enacted Budget UU APBN dan DIPA
5 In-Year Reports Laporan realisasi anggaran bulanan atau tiga bulanan

6 Mid Year Review Laporan semester anggaran

7 Year End Report Laporan Akhir Anggaran atau LKPP

8 Audit Report Laporan Hasil Audit BPK

21) Yenny Sucipto, Dani Setiawan, Abdul Waidl, dan Ah Maftuchan, Anggaran Pendapatan Belanja Negara Konstitusional, Prinsip
dan Pilihan Kebijakan, Yogyakarta, Galang Pustaka, 2014, h. 96.
22) Lebih jauh mengenai Open Budget Index dapat dilihat pada link berikut http:// internationalbudget.org/what-we-do/ open-
budget-survey/ Diakses pada tanggal 5 Januari 2019, pukul. 09.23 wib.
23) Sekretariat Nasional Forum Indonesia Untuk Transparasi Anggaran, Reformasi Penganggaran di Indonesia, Jakarta, Sekretariat
Nasional Forum Indonesia Untuk Transparasi Anggaran, 2012, h. 2.
8
18 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

Berdasarkan rujukan kebijakan Pembangunan (BPKP). Karena, dalam


strategis R-APBN 2019, untuk belanja Pasal 58 Undang-Undang Nomor 1
negara saja pemerintah menargetkan Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
sebesar Rp. 2.204,4 triliun yang terdiri Negara mengamanatkan bahwa,
dari Belanja Pemerintah Pusat sebesar dalam rangka meningkatkan kinerja,
Rp 1.443,3 triliun, serta transfer ke transparansi, dan akuntabilitas
daerah dan dana desa sebesar Rp 761,1 pengelolaan keuangan negara,
triliun. Dimana anggaran tersebut Presiden selaku Kepala Pemerintahan
direncanakan akan diarahkan utamanya mengatur dan menyelenggarakan
untuk pengurangan kemiskinan dan sistem pengendalian intern di
kesenjangan guna menciptakan lingkungan pemerintahan secara
keadilan dan perlindungan sosial pada menyeluruh. Penjelasan pasal tersebut
masyarakat, yang akan dilakukan menjelaskan bahwa Menteri Keuangan
melalui peningkatan efektivitas selaku BUN menyelenggarakan
program perlindungan sosial dan sistem pengendalian intern di bidang
penajaman pada belanja pendidikan, perbendaharaan.
kesehatan, dan infrastruktur. Ternyata jika kita coba mengulas
Artinya kesempatan masyarakat norma yang termaktub dalam Pasal
untuk turut serta dalam penganggaran 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor
sangatlah besar. Di samping belanja 17 tahun 2003 tentang Keuangan
negara, pendapatan negara dalam Negara, Menteri Keuangan sebetulnya
R-APBN 2019 diproyeksikan sebesar mempunyai dual functions yaitu
Rp 1.878,4 triliun. Dari jumlah sebagai: (1) selaku pengelola fiskal dan
tersebut, penerimaan perpajakan wakil pemerintah dalam kepemilikan
direncanakan sebesar Rp 1.609,4 kekayaan negara yang dipisahkan;
triliun dan penerimaan negara bukan dan (2) selaku pengguna anggaran/
pajak sebesar Rp 267,9 triliun. Dengan pengguna barang di kementerian yang
begitu, pemerintah mesti bekerja keras dipimpinnya.24 Berdasarkan muatan
dan berupaya secara maksimal untuk pasal di atas, meskipun menurut Pasal
dapat mencapai target penerimaan 58 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
tersebut dengan pelbagai langkah 2004 tentang Perbendaharaan Negara
perbaikan serta memanfaatkan semua menjelaskan bahwa Menteri Keuangan
potensi ekonomi nasional, namun selaku BUN harus menyelenggarakan
dengan tetap menjaga iklim investasi sistem pengendalian intern termasuk
dan stabilitas dunia usaha. membentuk aparat pengawasan
Kedua, Presiden perlu secara intern. Akan tetapi selaku
berkala melakukan mekanisme pengguna anggaran/pengguna
kontrol terhadap Menteri Keuangan barang di kementerian yang
selau Bendahara Umum Negara dipimpinnya, Menteri Keuangan
(BUN) yang dikuasakan kepada juga harus menyelenggarakan sistem
Badan Pengawas Keuangan dan pengendalian intern termasuk

24) Hendar Ristriawan dan Dewi Kania Sugiharti, Op.cit., 613.


Peran Presiden Dalam Memegang Kekuasaan Pengelolaan
Pemilu Serentak
Keuangan
Di Indonesia:
Negara
199
Kajian Sebagai
Sejarah Bagian
dan Original
Dari Kekuasaan
Intent Pembentuk
Pemerintahan
UUD

membentuk aparat pengawasan disusun dan dikemas dengan produk


internnya.25 hukum undang-undang. Oleh karena
Persoalan yang terjadi saat ini itu, penyesuaian dan harmonisasi
adalah aparat pengawasan intern setiap norma yang dikeluarkan oleh
bagi Menteri Keuangan selaku BUN, Menteri Keuangan wajib untuk
sampai saat ini belum dibentuk. direviu kembali oleh tim harmonisasi
Dual functions Menteri Keuangan dan sinkronisasi dengan melibatkan
sebagaimana diuraikan di atas, perlu para ahli hukum keuangan Negara
ada pemisahan yang jelas antara dan hukum tata Negara.
aparat pengawasan intern Menteri Itu sebabnya, perumusan APBN
Keuangan sebagai pengelola fiskal tidak bisa semata-mata hanya
(BUN) dan aparat pengawasan intern membicarakan pada aspek matematis
Menteri Keuangan sebagai menteri dan politik saja, atau dikenal dengan
teknis (pengguna anggaran/barang).26 istilah politik anggaran. Melainkan
Pemisahan fungsi yang jelas ini dengan mendesain bagaimana setiap
diperlukan untuk membangun sistem kebijakan anggaran, baik dari sisi
pengendalian intern yang handal pendapatan dan belanja negara harus
bagi Menteri Keuangan dalam rangka memenuhi ketentuan-ketentuan yang
menjalankan delegasi dari Presiden. sudah diatur di dalam konstitusi
Sebab, hal ini berhubungan dan undang-undang. Karena
juga dalam konteks ketika Menteri logika hukumnya kebijakan APBN
Keuangan sebagai COO mengeluarkan yang telah memenuhi ketentuan
peraturan dan kebijakan dalam konstitusi sekalipun dapat dikatakan
pengelolaan keuangan Negara in-konstitusional jika melanggar
misalnya dalam bentuk Peraturan prosedur-prosedur dan hak-hak
Menteri Keuangan. Hal ini bukan konstitusional yang bertentangan
dalam rangka menafikan setiap dengan konstitusi.
peraturan/kebijakan yang dikeluar- Maka dari itu, tidak mungkin
kan oleh menteri keuangan, akan menilai konstitusionalitas APBN
tetapi karena produk hukum yang hanya dari segi prosedur saja,
dilahirkan dalam bentuk peraturan/ tetapi kemudian melihat seberapa
kebijakan tersebut lebih banyak besar peraturan-peraturan yang
bersifat teknis maka terlebih dahulu ada dibawahnya mengakomodir
Presiden bersama dengan tim Pasal 23 UUD 1945 dan UU APBN
harmonisasi dan sinkronisasi norma tersebut, sebagai rujukan dalam
harus melakukan identifikasi dan setiap pengelolaan keuangan
mereviu kembali setiap peraturan/ Negara. Terakhir, menurut penulis
kebijakan yang akan diberlakukan. Presiden sebagai CFO sudah saatnya
Tindakan ini perlu dilakukan mengefektifkan pemberian reward and
karena hakikat dari seluruh keuangan punishment kepada setiap kementerian
negara itu terletak pada APBN yang /lembaga dalam mengelola dan
25) Ibid.
26) Ibid,., h. 614.
10
20 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

mempertanggungjawabkan keuangan negara. Artinya, dengan kewenangan


negara yang sudah diaudit oleh BPK. Presiden yang begitu powerfull, tentu
Hal ini dianggap penting, karena saja hal ini berimplikasi kepada
indikator keberhasilan pengelolaan seberapa besar anggaran negara yang
keuangan Negara menurut UU Nomor dikucurkan oleh Pemerintah dapat
17 Tahun 2003 tentang Keuangan memberikan kesejahteraan kepada
Negara adalah anggaran yang berbasis masyarakat.
kinerja (Performance Based Budgeting). Meskipun Presiden sebagai
Di mana sistem penganggarannya pemegang tampuk kekuasaan
tersebut berorientasi pada output tertinggi dalam pengelolaan keuangan
organisasi dan berkaitan sangat erat negara, akan tetapi secara sumber
terhadap visi, misi, dan rencana kewenangan kemudian didelegasikan
strategis yang sudah disusun oleh kepada Menteri Keuangan sebagai
Pemerintah. bendahara umum negara sebagai
Tentu saja ketika visi, misi, dan Chief Operasional Officer (COO).
rencana strategis tersebut terwujud Dikarenakan sumber kewenangan ini
oleh seluruh perangkat lembaga bersifat delegasi dari Presiden kepada
Negara, maka tidak ada salahnya Menteri Keuangan, maka penulis
Presiden sebagai pemangku menyimpulkan terdapat 4 (empat)
kekuasaan pengelolaan keuangan peran ideal Presiden dalam memegang
negara memberikan reward berbentuk kekuasaan pengelolaan keuangan
penambahan alokasi anggaran serta Negara sebagai bagian dari kekuasaan
memberikan penghargaan juga bagi pemerintahan, yaitu pertama,
pejabat yang bersangkutan. Begitu efektivitas proses penyusunan dan
juga sebaliknya ketika tujuan tersebut penetapan APBN yang konstitusional
melenceng dari apa yang direncanakan oleh Presiden bersama DPR serta
maka punishment pun dapat dijatuhkan bebas dari prilaku korupsi, kolusi, dan
oleh Presiden sebagai CFO. nepotisme.
Kedua, melakukan mekanisme
C. KESIMPULAN kontrol oleh Presiden kepada Menteri
Keuangan selau BUN yang dikuasakan
Meskipun UU tentang Keuangan kepada BPKP sebagai lembaga
Negara telah mengatur secara jelas audit internal pemerintah yang
hubungan kewenangan dalam bertanggungjawab langsung kepada
pengelolaan keuangan negara, akan Presiden. Ketiga, mengidentifikasi dan
tetapi jika disandingkan dengan konsep mereviu kembali setiap peraturan
dan ciri dalam sistem pemerintahan dan kebijakan yang dikeluarkan
presidensial ternyata masih oleh Menteri Keuangan yang
menimbulkan ketidaksinkronan. berhubungan dengan pengelolaan
Presiden selalu Chief of Executive dan dan tanggung jawab keuangan
Chief Financial Officer memiliki kuasa negara dan terakhir mengefektifkan
penuh dalam pengelolaan keuangan pemberian reward and punishment oleh
Peran Presiden Dalam Memegang Kekuasaan Pengelolaan
Pemilu Serentak
Keuangan
Di Indonesia:
Negara
11
21
Kajian Sebagai
Sejarah Bagian
dan Original
Dari Kekuasaan
Intent Pembentuk
Pemerintahan
UUD

Presiden kepada setiap kementerian/ meminimalisir permasalahan-


lembaga dalam mengelola dan mem- permasalahan yang menimbulkan
pertanggungjawabkan keuangan kerugian keuangan negara
negara yang sudah diaudit oleh BPK. dikemudian hari sehingga melahirkan
Dengan mengefektifkan peran pengelolaan dan pertanggungjawaban
Presiden sebagai kepala pemerintahan keuangan negara yang transparan dan
dan CFO sebagaimana dijelaskan akuntabel.
di atas, maka setidaknya akan
12
22 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku
Anggaran, Sekretariat Nasional Forum Indonesia Untuk Transparasi,
2012, Reformasi Penganggaran di Indonesia, Jakarta: Sekretariat Nasional Forum
Indonesia Untuk Transparasi Anggaran.
Asshiddiqie, Jimly, 2006, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca
Reformasi, Jakarta: Konstitusi Press.
Djafar Saidi, Muhammad, 2011, Hukum Keuangan Negara, Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Isra, Saldi, 2018. Sistem Pemerintahan Indonesia, Pergulatan Ketatanegaraan
Menuju Sistem Pemerintahan Presidensial, Depok: Rajawali Pers.
Martosoewignjo, Sri Soemantri, 2014, Hukum Tata Negara Indonesia, Pemikiran
dan Pandangan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
J. Browne, Vincent, 1999, The Control of Public Budget, Public Affairs Press.
P. Soeria Atmadja, Arifin, 1986 Mekanisme Pertanggungjawaban Keuangan
Negara, Suatu Tinjauan Yuridis, Jakarta: PT. Gramedia.
_______________________, 2009, Keuangan Publik dalam Perpektif Hukum, Teori,
Kritik, dan Praktik, Jakarta: Rajawali Pers.
Siregar Sarag, Nuraini (ed), 2018, Sistem Presidensial Indonesia dari Soekarno ke
Jokowi, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Sucipto, Yenny, Dani Setiawan, Abdul Waidl, dan Ah Maftuchan, 2014,
Anggaran Pendapatan Belanja Negara Konstitusional, Prinsip dan Pilihan Kebijakan,
Yogyakarta: Galang Pustaka.
Sutedi, Adrian, 2012, Hukum Keuangan Negara, Jakarta: Sinar Grafika.
Tjandra, W. Ryawan, 2014, Hukum Keuangan Negara, Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Yamin, Mohammad, 1959, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Jilid I,
Jakarta: Yayasan Prapantja.
Peran Presiden Dalam Memegang Kekuasaan Pengelolaan
Pemilu Serentak
Keuangan
Di Indonesia:
Negara
13
23
Kajian Sebagai
Sejarah Bagian
dan Original
Dari Kekuasaan
Intent Pembentuk
Pemerintahan
UUD

Tulisan dan Jurnal


Kurnia Illahi, Beni, 2017, “Penegasan Pancasila Sebagai Dasar Negara, Ideologi
Bangsa dan Negara Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945”, Makalah kegiatan Expert Meeting yang diselenggarakan atas kerjasama
Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas dengan
Biro Pengkajian Majelis Permusyawaratan Rakyat RI, Padang: Hotel Mercure, 4
September 2017.

Ristriawan, Hendar, dan Dewi Kania Sugiharti, 2017, Penguatan Pengelolaan


Keuangan Negara Melalui Mekanisme Check and Balances Systems, Jurnal Konstitusi
Mahkamah Konstitusi, Volume 14, Nomor 3, September 2017.

Website

http:// internationalbudget.org/what-we-do/ open-budget-survey/


24 Jurnal Majelis, Edisi 01, Januari 2019
Pemilu Serentak Di Indonesia:
1
Kajian Sejarah dan Original Intent Pembentuk UUD

MENEGUHKAN PANCASILA SEBAGAI FONDASI SISTEM


PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL INDONESIA

Charles Simabura

Abstrak

Pancasila sebagai dasar negara menjadi pondasi utama dalam bangunan sistem
pemerintahan indonesia. Sistem presidensial Indonesia dianggap tidak sesuai dengan
Pancasila yang berlandaskan filosofi perwakilan dan musyawarah. Bangunan sistem
Presidential sejalan dengan nilai dasar bangsa Indonesia yang menganut demokrasi
langsung dan demokrasi tidak langsung secara bersamaan.

Key Word: Pancasila, Demokrasi Perwakilan, Sistem Presidensial

A. Pendahuluan Pancasila yang disepakati oleh


the founding fathers merupakan alat
Pancasila merupakan philosofiche pemersatu seluruh warga negara
groundslag, staatsfundamentalnorm dan dari Sabang sampai ke Merauke.
weltanschauung yang dirumuskan Pancasila yang lahir dari Rahim ibu
oleh para pendiri bangsa pada pertiwi telah membuktikan dirinya
awal kemerdekaan.1 Perjuangan sebagai landasan dan cita-cita menuju
kemerdekaan Indonesia didasari masyarakat yang adil, makmur dan
oleh perasaan yang sama sebagai sejahtera sebagaimana termaktub
bangsa dan ingin bersatu menghadapi dalam pembukaan Undang Undang
kolonialisme. Semangat persatuan Dasar Negara Republik Indonesia
nusantara telah ada semenjak zaman Tahun 1945. Menurut Soeprapto
kerajaan sebelum era penjajahan. terdapat beberapa alasan yang
Hal ini dibuktikan dengan kebesaran menjadikan Pancasila sebagai dasar
kerajaan Sriwijaya dan Majapahit negara dan dapat diuraikan sebagai
yang hampir mempersatukan seluruh berikut:2
wilayah nusantara ditambah dengan a. Pancasila digali dari adat dan
kerajan-kerajaan besar lainnya seperti budaya bangsa Indonesia, menjadi
Samudera Pasai, Tarumaneraga, common denominator atau de grootste
Mataram, Demak, Padjajaran, Kediri, gemene deeler dan de kleinste gemene
Kutai, Banjar, Sunda Kelapa, Banten veelvoud dari adat dan budaya
dan lain-lain. bangsa Indonesia. Prinsip dan

1) Dosen Hukum Tata Negara dan Peneliti Senior Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas
2) Peneliti dan Koordinator Divisi Lembaga dan Penyelenggara Negara Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum
Universitas Andalas

25
2
26 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

nilai Pancasila telah diterapkan anti atau kritis terhadap pemerintah


dalam kehidupan keseharian dianggap sebagai anti Pancasila.
tanpa disadarinya; Pancasila berada pada titik terendah
b. Pancasila memiliki potensi yaitu dijadikan alat memberangus
menampung kondisi dan sifat lawan politik.
pluralistic bangsa. Bagi bangsa Pada saat bersamaan rakyat
Indonesia yang begitu majemuk merasa Pancasila justru membunuh
hanya Pancasila yang mampu keberagaman dan melanggengkan
mengikat unsur-unsur bangsa penyalahgunaan kekuasaan.
menjadi negara kesatuan; Buahnya dapat disaksikan pada masa
c. Pancasila menjamin kebebasan reformasi, sebagian rakyat menjauh
warga negara untuk beribadah dari Pancasila bahkan kehilangan
menurut agama dan keyakinannya; arah. Berbagai ideologi baru akhirnya
d. Pancasila menjamin keutuhan kembali tumbuh sebagai alternatif,
Negara Kesatuan Republik mulai dari fundamentalis kelompok
Indonesia; suku, agama dan ras, sosialis, eksterm
f. Pancasila memberikan landasan kanan dan ekstrem kiri bahkan
bagi bangsa Indonesia dalam liberalis yang individualis. Setelah
mengantisipasi ancaman, terombang ambing pasca reformasi
tantangan, hambatan, dan ternyata bangsa Indonesia menyadari
gangguan dalam hidup telah kehilangan nilai bersama yaitu
bermasyarakat, berbangsa dan Pancasila. Muncullah kesadaran untuk
bernegara; kembali merefleksi nilai-nilai Pancasila
g. Pancasila memberikan jaminan dalam segala bidang kehidupan baik
terselenggaranya demokrasi dan sosial, ekonomi, budaya, politik,
hak asasi manusia sesuai dengan agama dan sendi kehidupan lainnya.
adat dan budaya bangsa;
h. Pancasila menjamin terwujudnya B. Pembahasan
masyarakat yang adil dan (analisis dan sub-sub bahasan)
sejahtera.
Setelah hampir terpecah belah
Sayangnya sejarah membuktikan oleh isu disintegrasi bangsa pada awal
lain, selama era Orde Baru Pancasila reformasi, persatuan bangsa kembali
justru dijadikan alat oleh kekuasaan diuji oleh praktik demokratisasi
untuk melanggengkan kuasanya. di Indonesia. Pelaksanaan pesta
Tafsir tunggal Pancasila hanya dimiliki demokrasi baik di tingkat pusat dan
oleh penguasa. Pancasila yang dicita- daerah serta ketimpangan ekonomi
citakan sebagai ideologi yang terbuka dianggap sebagai pemicu utama
justru kehilangan makna. Pancasila perpecahan anak bangsa. Isu suku,
telah menjadi menjadi instrumen agama, ras dan antar golongan
yang kaku dan hanya boleh dimaknai selalu menghias pesta demokrasi.
oleh penguasa. Bahkan sikap yang Kemiskinan menjadi pemicu yang
Pemilu Serentak Di Indonesia:
Meneguhkan Pancasila Sebagai Fondasi Sistem Pemerintahan Presidensial Indonesia 273
Kajian Sejarah dan Original Intent Pembentuk UUD

sangat mudah untuk menciptakan dan menurunnya derajat Pancasila.


konflik antar warga masyarakat. Pancasila hanya dijadikan jargon oleh
Praktik politik para elit para penyelenggara negara tanpa
yang masih mempertontonkan menyadari sejauhmana tindakan
ketidaksantunan dan ketidakjujuran mereka sesuai atau tidak dengan
telah mendegradasi kepercayaan Pancasila.
publik terhadap negara. Otonomi
daerah ternyata masih dianggap 1. Pancasila sebagai Fondasi
belum mampu menyejahterahkan Konstitusi
bahkan jusrtu dianggap memperluas
praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Meskipun secara konstitusional
Sistem ketatanegaraan Indonesia kata Pancasila tidak disebutkan
diaggap telah menjauh dari Pancasila. sebagai dasar Negara di dalam
Akibatnya, muncul gagasan untuk Konstitusi namun sila-sila Pancasila
kembali ke UUD NRI tahun 1945 yang tertuang dalam Pembukaan UUD
rumusan asli sebagai jawaban atas NRI tahun 1945 menjadi satu kesatuan
segala persoalan bangsa kekinian. yang tak terpisahkan dari naskah UUD
Mengingat urgensi nilai-nilai NRI tahun 1945. Hal ini ditegaskan
Pancasila dalam kehidupan berbangsa dalam Pasal II Aturan Tambahan
dan bernegara maka perlu kiranya UUD NRI tahun 1945 : “Dengan
kembali mereformulasi ulang nilai- ditetapkannya perubahan Undang-
nilai Pancasila dengan berkaca pada Undang Dasar ini, UndangUndang Dasar
kondisi kekinian. Jika seluruh anak Negara Republik Indonesia Tahun 1945
bangsa bersepakat bahwa Pancasila terdiri atas Pembukaan dan pasalpasal”.
adalah ideologi yang hidup, fleksibel Pancasila sebagai gentlement agreement
dan terbuka maka sudah semestinya seluruh bangsa menjadi ruh dan jiwa
Pancasila harus direkonstruksi bagi Pasal-Pasal UUD NRI tahun 1945.
dengan kehidupan berbangsa dan Pancasila sekaligus menjadi landasan
bernegara termasuk dalam sistem ideologis instrumentalis bangunan
ketatatanegaraan saat ini. sistem ketatanegaraan Indonesia.
Dalam konteks penyeleng- Sila-sila Pancasila telah mewujud
garaan negara baik dalam hal dalam seluruh pasal-pasal UUD NRI
hubungan antar lembaga-lembaga tahun 1945. Pasal-pasal konstitusi
negara, upaya penegakan hukum, baik secara langsung maupun tidak
pelaksanaan demokrasi, menjalankan langsung merupakan impelemtasi
tata kepemerintahan yang baik, konstitusional sila-sila Pancasila.
maupun pengaturan ekonomi negara, Berikut akan diuraikan beberapa pasal
serta etika moral dalam kehidupan yang merupakan penjabaran dari sila-
sosial budaya dan kemasyarakatan, sila Pancasila:
kita dihadapkan pada salah 1. Ketuhanan Yang Maha Esa
satu fakta yang menimbulkan Sila ini mengakui dan
kekhawatiran memudarnya nilai menghendaki penyelenggaraan
4
28 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

negara berdasarkan kepada 36, Pasal 36A, Pasal 36B, Pasal


Ketuhanan Yang Maha Esa 36C;
dan nilai-nilai keagaman serta 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh
keyakinan bangsa Indonesia. hikmat kebijkasanaan dalam
Pasal-pasal terkait antara lain: permusyawaratan/perwakilan
Pasal 9, Pasal 22D Ayat (2) dan Sila ini menjadi dasar utama bagi
Ayat (3), Pasal 24 Ayat (2), Pasal sistem ketatanegaraan Indonesia
28E Ayat (1), Pasal 28I Ayat (1), yang berdasar pada kerakyatan
Pasal 28J Ayat (2), Pasal 29, Pasal yang sepadan dengan makna
31 Ayat (5); demokrasi. Dahl sebagaimana
2. Kemanusiaan Yang Adil dan dikutip oleh Jimly, dalam bukunya
Beradab Polyarchy, menuliskan delapan
Sila ini menghendaki perwujudan jaminan konstitusional yang
nilai kemanusiaan yang adil dan menjadi syarat bagi demokrasi,
beradab. Sila ini menjadi landasan yakni; Pertama, adanya kebebasan
utama hampir semua pasal-pasal untuk membentuk dan mengikuti
Hak Asasi Warga Negara dan organisasi atau berserikat; kedua,
Hak Asasi Manusia. Rumusannya adanya kebebasan berekspresi;
terdapat dalam: Pasal 27, Pasal 28, ketiga, adanya hak memberikan
Pasal 28A, Pasal 28B ,Pasal 28C, suara; keempat, adanya eligibilitas
Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28F, untuk menduduki jabatan publik;3
Pasal 28G, Pasal 28H, Pasal 28I, kelima, adanya hak para pemimpin
Pasal 28J, Pasal 29, Pasal 30, Pasal politik untuk berkompetisi secara
31 dan Pasal 34; sehat merebut dukungan dan
3. Persatuan Indonesia suara; keenam, adanya tersedianya
Sila ini menjadi landasan dalam sumber-sumber informasi
menjaga persatuan dan kesatuan alternatif; ketujuh, adanya pemilu
bangsa. Persatuan Indonesia yang bebas dan adil; dan kedelapan,
mewujud dalam pasal-pasal adanya institusi-institusi untuk
yang menyangkut bentuk negara, menjadikan kebijakan pemerintah
hubungan antar tingkatan tergantung pada suara-suara
pemerintahan, sistem pertahanan (pemilih, rakyat) dan ekspresi
dan keamanan dan identitas pilihan (politik) lainnya.4
kenegaraan berupa bahasa Bangunan demokrasi perwakilan
persatuan, lambang negara dan Indonesia dirumuskan
lagu kebangsaan. Pasal-pasal dalam pengaturan mengenai
dimaksud antara lain: Pasal 18, kelembagaan negara yang tertuang
Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 25A, dalam Pasal-Pasal berikut :
Pasal 30, Pasal 32, Pasal 35, Pasal Pasal 1 s.d. Pasal 5, Pasal 6 dan

3) Robert A. Dahl, On democracy, Yale University Press, 1998, h. 12


4) Jimly Asshidiqie, Hukum Tata Negara Dan Pilar-Pilar Demokrasi, Jakarta, Konstitusi Pers, 2005, h. xiii
Pemilu Serentak Di Indonesia:
Meneguhkan Pancasila Sebagai Fondasi Sistem Pemerintahan Presidensial Indonesia 295
Kajian Sejarah dan Original Intent Pembentuk UUD

Pasal 6A, Pasal 7 s.d. Pasal 7C, Demokrasi Langsung dan Demokrasi
Pasal 8 s.d. Pasal 17, Pasal 18 s.d. perwakilan, (v) Pemisahan Kekuasaan
Pasal 18B, Pasal 19, Pasal 20 dan dan Prinsip ‘Checks and Balances’, (vi)
Pasal 20A, Pasal 21, Pasal 22 s.d. Sistem Pemerintahan Presidensial,
Pasal 22E, Pasal 23 s.d. 23G, Pasal (vii) Prinsip Persatuan dan Keragaman
24 s.d. 24C, dan Pasal 25; dalam Negara Kesatuan, (viii)
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Demokrasi Ekonomi dan Ekonomi
Indonesia Pasar Sosial, dan (ix) Cita Masyarakat
Sila ini menjadi landasan Madani.5
bernegara dalam mewujudkan
kesejahteraan umum yang 2. Pancasila dan Sistem
menjelma dalam pasal-pasal yang Pemerintahan Presidensial
secara khusus terkait dengan
bidang kesejahteraan umum dan Artikel ini secara khusus hanya
perekonomian. Selain itu dalam akan menguraikan implementasi dari
mencapai keadilan sosial hampir sila keempat yaitu : Kerakyatan yang
semua Pasal terkait implementasi dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
sila Kemanusian yang adil dan permusyawaratan/perwakilan sebagai
Beradab menjadi bagian tak fondasi utama sistem pemerintahan
terpisahkan dari perwujudan di Indonesia. Esensi pokok sila
keadilan sosial. Beberapa pasal keempat bukanlah demokrasi yang
UUD NRI tahun 1945 yang sangat individualistik. Kerakyatan yang
erat kaitannya dengan sila kelima berarti kesesuaian hakikat struktur dan
antara lain: Pasal 31, Pasal 33, pelaksanaan negara dengan hakikat
Pasal 34. rakyat maka tidak bisa dipisahkan
dengan hakikat manusia yaitu kodrat
Dari uraian implementasi pasal- manusia yang terkandung dalam
pasal UUD NRI tahun 1945 sebagai sila kedua Pancasila. Kemudian sila
wujud Konstitusional kelima Persatuan Indonesia yang sesuai
sila Pancasila maka setidaknya dengan rumusan persatuan dan
terdapat sembilan prinsip pokok kesatuan sila-sila Pancasila, kedua
yang dirumuskan para ahli dan sila yang mendahuluinya menjiwai
para perumus/perancang naskah dan mendasari sila Kerakyatan yang
Undang-Undang Dasar maupun dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
naskah Perubahan Undang-Undang dalam permusyawaratan perwakilan.
Dasar 1945 sejak tahun 1945 sampai Dalam konteks sistem ketatanegaraan
sekarang. Kesembilan prinsip itu Indonesia berdasarkan UUD NRI
adalah: (i) Ketuhanan Yang Maha tahun 1945 setidaknya terdapat
Esa, (ii) Cita Negara Hukum atau beberapa ciri-ciri yang dijiwai oleh sila
Nomokrasi, (iii) Paham Kedaulatan keempat yaitu:
Rakyat atau Demokrasi, (iv)
5) Jimly Asshidiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme, Jakarta, Konstitusi Pers, 2005, h. 53.
6
30 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

1. Indonesia negara yang berbentuk 2. Indonesia menerapkan prinsip


Republik. kerakyatan (demokrasi) baik
Prinsip “kerakyatan atau secara langsung (direct democracy)
demokrasi” dalam sila keempat dan tidak langsung (indirect
ditegaskan dalam Pasal 1 ayat democracy).
(1) : Negara Indonesia ialah Abraham Lincoln (Presiden
Negara Kesatuan, yang berbentuk AS ke-16) menyatakan bahwa
Republik. Dalam pengertian demokrasi adalah pemerintahan
dasar, sebuah republik adalah dari, oleh dan untuk rakyat
sebuah negara dimana tampuk (Democracy is government of the
pemerintahan akhirnya bercabang people, by the people and for the
dari rakyat, bukan dari prinsip people).9 Negara Indonesia, telah
keturunan bangsawan dan meletakkan konstitusi berada
sering dipimpin atau dikepalai di derajat tertinggi dan melalui
oleh seorang presiden. Istilah ini konstitusilah sumber pengaturan
berasal dari bahasa Latin res publica berbagai aspek ketatanegaraan
(kepentingan/urusan publik), dan penyelenggaraan negara,
yang artinya negara dimiliki serta termasuk pelaksanaan kedaulatan
dikawal oleh rakyat.6 Menurut rakyat.10 Konstitusilah yang
Machiavelli seperti dikutip dari menentukan pembatasan terhadap
buku Il Principe dinyatakan ciri kekuasaan. Di sisi lain konstitusi
negara republik adalah kekuasaan memberikan legitimasi terhadap
tertinggi ada di tangan rakyat kekuasaan pemerintahan. Secara
(respublica) sehingga disebut konstitusional konstitusi juga
negara kerakyatan. Kekuasaan berfungsi sebagai instrumen untuk
penguasa di negara republik mengalihkan kewenangan dari
bersifat terbatas dan dibangun pemegang kekuasaan asal (baik
atas dasar checks and balances.7 Para rakyat dalam sistem demokrasi
penguasa dipilih berdasarkan atau Raja dalam sistem Monarki)
kemampuan dan keutamaan kepada organ - organ kekuasaan
bukan berdasarkan hubungan negara.11
darah.8 Hal tersebut jelas diatur Gagasan tentang demokrasi
dalam pasal-pasal menyangkut kadangkala di dalam praktik
pengisian jabatan pada lembaga seringkali ditafsirkan secara
negara mulai dari Presiden, MPR, sepihak oleh pihak yang berkuasa.
DPR, DPD, MA, KY, MK dan lain- Bahkan di sepanjang sejarah,
lain.
6) Allan Boom, (Trans), The Republic of Plato, BasicBooks: Harper Collins Publishers, 1991, h. 439
7) Niccolo Machiavelli, The prince, translated, translated, with introduction and notes, by James B. Atkinson, Hackett Publishing
Company, Inc, 2008, h. 35
8) Pax Benedento (Penyadur), Politik Kekuasaan Menurut Nicollo Machiavelli, Jakarta, Kepustakaan Populer Gramedia, 2015, h. 39
9) T. M. Eddy, D. D, Abraham Lincoln. A Memorial Discourse, Methodist Book Depository, 1865, h. 5
10) Jimly Asshiddiqie, Menuju Negara Hukum Yang Demokratis, Jakarta, Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia, 2009,.h 298
11) Op. Cit, Jimly Asshidiqie, Konstitusi… h. 24,
Pemilu Serentak Di Indonesia:
Meneguhkan Pancasila Sebagai Fondasi Sistem Pemerintahan Presidensial Indonesia 317
Kajian Sejarah dan Original Intent Pembentuk UUD

corak penerapannya juga terus frequent elections in which coercion


berkembang dari waktu ke waktu. is uncommon.
karena itu, konsepsi demokrasi c. Citizens are entitled to run for and
itu terus menerus mendapatkan serve in elective offices, though
atribut tambahan seperti “welfare requirements as to age and place of
democracy”, “people’s democracy”, residence may be imposed.
“social democracy”, “participatory d. Citizens may express themselves
democracy”, dan sebagainya.12 publicly over a broad range of
Termasuk di Indonesia yang politically relevant subjects,
pernah menerapkan demokrasi without danger of severe
terpimpin ala Soekarno dan punishment.
Demokrasi Pancasila ala Soeharto. e. All citizens are entitled to seek out
Puncak perkembangan gagasan independent sources of information
demokrasi itu yang paling from other citizens, newspapers,
diidealkan di zaman modern and many other sources; moreover,
sekarang ini adalah gagasan sources of information not under
demokrasi yang berdasar the control of the government or
atas hukum yang diistilahkan any single group actually exist and
dengan perkataan “constitutional are effectively protected by law in
democracy”.13 Prinsip ini telah their expression.
diadopsi dan ditegaskan dalam f. In full contrast to the prevailing
rumusan Pasal 1 ayat (2) dan view in earlier democracies and
ayat (3) UUD NRI tahun 1945: republics that political ‘‘factions’’
Kedaulatan berada di tangan rakyat were a danger to be avoided, both
dan dilaksanakan menurut Undang- theory and practice came to insist
Undang Dasar. Serta, Negara that in order for citizens to achieve
Indonesia adalah negara hukum. their various rights they must
Dahl memberikan karkateristik possess a further right to form and
dasar pemerintahan perwakilan participate in relatively independent
yang demokratis (democratic associations and organizations,
representative governments) itu including independent political
sebagai berikut:14 parties and interest groups.
a. Important government decisions
and policies are directly or indirectly Berdasarkan ketentuan konstitusi
adopted by, or accountable to, dan nilai-nilai Pancasila, maka
officials who are chosen in popular karakter-karakter yang diutarakan
elections. oleh Dahl telah diadopsi dalam
b. Citizens are entitled to participate sistem pemerintahan Presidensial
freely in fair and reasonably Indonesia saat ini. Sehingga secara

12) Op. Cit, Jimly Asshidiqie, Hukum… h. 243,


13) Ibid
14) Robert A. Dahl, On Political Equality, Yale University Press, 2006, h. 12
8
32 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

konseptual ideologis Indonesia dan perbuatan sesuai pengertian


yang berlandaskan Pancasila tersebut.16 Padanan kata hikmat
dapat dikatakan sebagai Negara adalah 1. kebijakan; kearifan.17
yang demokratis. Hikmat kebijaksanaan telah
3. Kerakyatan Indonesia dipimpin menjadi jiwa bangsa (voklgeist)18
oleh hikmat kebijaksanaan. Indonesia dalam wujud
Kerakyatan atau demokrasi harus demokrasi permusyawaratan atau
dilaksanakan secara hikmah musyawarah mufakat.
dan kebijaksanaan. Jurgen Perwujudan kedaulatan rakyat
Habermas yang memperkenalkan pada masa sekarang dipraktikkan
paham demokrasi deliberatif baik secara langsung maupun
menitikberatkan konsep melalui sistem perwakilan. Secara
demokrasi yang mengutamakan langsung, kedaulatan rakyat itu
proses mencapai konsesus atau diwujudkan dalam keterlibatannya
kesepakatan (musyawarah pada Pemilihan umum presiden/
mufakat) bersama bukan menang wakil presiden, DPR, DPD, DPRD,
kalah (mayoritas vs minoritas). Kepala daerah dan Kepala Desa.
Konsesus hanya dapat dicapai Kedaulatan rakyat dapat pula
manakala hikmat kebijaksanaan disalurkan setiap waktu melalui
lebih dikedepankan dalam proses pelaksanaan hak atas kebebasan
demokrasi deliberatif. Hikmat berpendapat, hak atas kebebasan
kebijaksanaan merefleksikan pers, hak atas kebebasan
orientasi etis, sebagaimana informasi, hak atas kebebasan
dikehendaki oleh Pembukaan beroganisasi dan berserikat
UUD NRI tahun 1945 bahwa serta hak-hak asasi lainnya yang
susunan kenegaraan Indonesia dijamin dalam Undang-Undang
yang berkedaulatan rakyat itu Dasar. Namun demikian, prinsip
hendaknya didasarkan pada nilai- kedaulatan rakyat yang bersifat
nilai ketuhanan, perikemanusiaan, langsung itu hendaklah dilakukan
persatuan permusyarawatan dan melalui saluran-saluran yang sah
keadilan.15 sesuai dengan prinsip demokrasi
Hikmat atau hikmah dalam perwakilan. Sudah seharusnya
Bahasa Inggris dikenal dengan lembaga perwakilan rakyat dan
istilah Wisdom adalah suatu lembaga perwakilan daerah
pengertian dan pemahaman diberdayakan fungsinya dan
yang dalam mengenai orang, pelembagaannya, sehingga dapat
barang, kejadian atau situasi, yang memperkuat sistem demokrasi
menghasilkan kemampuan untuk yang berdasar atas hukum
menerapkan persepsi, penilaian (demokrasi konstitusional) dan
15) Yudi Latif, Negara Paripurna, Historia, Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila, Jakarta, Gramedia, 2011, h. 477
16) https://id.wikipedia.org/wiki/Hikmat
17) https://Kbbi.Web.Id/Hikmat
18) Bernard L. Tanya, dkk, Teori Hukum, Strtategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Genta Publishing, 2010, h. 103
Pemilu Serentak Di Indonesia:
Meneguhkan Pancasila Sebagai Fondasi Sistem Pemerintahan Presidensial Indonesia 339
Kajian Sejarah dan Original Intent Pembentuk UUD

prinsip negara hukum yang perpecahan. Untuk mewujudkan


demokratis tersebut di atas.19 hal tersebut maka dibutuhkan
Kerakyatan (demokrasi) langsung penyelenggara pemilu, peserta
sekalipun haruslah tetap dipimpin pemilu dan pemilih yang
oleh “hikmat kebijaksanaan”. menjunjung tinggi filosofi hikmat
Artinya, penyelenggaraan kebijaksanaan.
pemilihan umum harus 4. Melembagakan Permusyawaratan
berdasarkan hikmah dan dan Perwakilan
kebijaksanaan. Implementasinya Pancasila sebagai ideologi terbuka
dapat dilihat dari asas-asas Pemilu akan tetap menjadi nilai yang hidup
yang tertuang dalam Pasal 22E dan tumbuh sesuai perkembangan
Ayat (1) yang menyatakan bahwa : zaman. Dengan demikian
Pemilihan umum dilaksanakan secara pendapat yang menyatakan bahwa
langsung, umum, bebas, rahasia, praktik demokrasi langsung
jujur, dan adil setiap lima tahun telah melenyapkan makna
sekali. Permusyawaratan/Perwakilan
Kerakyatan Indonesia melalui tidaklah tepat.22
pemilihan langsung tidak hanya Perwakilan/Permusyawaratan
berorientasi pada menang dan dapat dimaknai secara filosofis
kalah. Menurut Hatta Kerakyatan dan operasional/institusional.
yang dianut oleh bangsa Indonesia Secara filosofis permusyawaratan
bukanlah kerayatan yang mencari merupakan prinsip dasar dalam
suara terbanyak saja, tetapi proses pengambilan keputusan/
kerakyatan yang dipimpin oleh konsesus demokrasi. Secara
hikmat kebijaksanaan dalam institusional perwakilan mewujud
permusyawaratan perwakilan.20 dalam keberadaan lembaga
Oleh karena itu demokrasi perwakilan yaitu DPD, DPR,
Indonesia bukan demokrasi dan DPRD. Sedangkan lembaga
liberal dan juga bukan demokrasi permusyawaratan mewujud
totaliter karena berkaitan secara dalam Kelembagaan MPR sebagai
menyeluruh dengan sila-sila People’s Consultative Assembly
Pancasila lainnya.21 Dengan bangsa Indonesia.
demikian proses penyelenggaraan Dalam sistem perwakilan, para
pemilu harus mengedepankan wakil rakyat tidaklah terputus
hikmat dan kebijaksanaan seluruh sama sekali hubungannya
rakyat Indonesia sehingga lebih dengan rakyat dan semata-mata
mengedapankan rasionalitas, mempercayakan penyelenggaraan
kegotongroyongan dan bukanlah negara kepada para wakilnya.
perbedaan yang berujung pada Partispasi rakyat dapat
19) Op. Cit. Jimly Asshidiqie, Konstitusi…h. 57
20) Mohammad Hatta, Demokrasi Kita, Bandung: Sega Arsy, 2008, h. 55
21) Loc. Cit. JimlyAsshidiqie, h. 477
22) Op. Cit, Mohammad Hatta, h. 56
10
34 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

diwujudkan melalui saluran- dan pengawasan pemerintahan


saluran demokrasi yang ada baik di DPR maupun DPD.
sebagaimana telah diurai pada Bahkan melalui para wakil rakyat
poin sebelumnya. yang juga merangkap sebagai
Dalam demokrasi permusya- anggota MPR rakyat dapat
waratan, suatu keputusan melakukan perubahan konstitusi
politik yang dikatakan benar dan memberhentikan Presiden
jika memenuhi setidaknya dan Wakil Presiden dalam masa
empat prasyarat. Pertama, jabatannya.
harus didasarkan pada asas Dalam menentukan kebijakan
rasionalitas dan keadilan bukan pokok pemerintahan dan
hanya berdasarkan subjektivitas mengatur ketentuan-ketentuan
ideologis dan kepentingan. Kedua, hukum berupa Undang-Undang
didedikasikan bagi kepentingan Dasar dan Undang-Undang
banyak orang bukan demi (fungsi legislatif), serta dalam
kepentingan perseorangan atau menjalankan fungsi pengawasan
golongan. Ketiga, berorientasi (fungsi kontrol) terhadap jalannya
jauh jauh ke depan, bukan demi pemerintahan, pelembagaan
kepentingan jangka pendek kedaulatan rakyat itu disalurkan
melalui akomodasi transaksional melalui sistem perwakilan, yaitu
yang bersifat destruktif (toleransi melalui Dewan Perwakilan
negatif). Keempat bersifat Rakyat dan Dewan Perwakilan
imparsial dengan melibatkan dan Daerah. Di daerah-daerah
mempertimbangkan pendapat provinsi dan kabupaten/kota,
semua pihak (minoritas terkecil pelembagaan kedaulatan rakyat
sekalipun) secara inklusif, yang itu juga disalurkan melalui sistem
dapat menangkal dikte-dikte perwakilan, yaitu melalui Dewan
minoritas elit penguasa dan Perwakilan Rakyat Daerah.24
pengusaha serta klaim-klaim Praktik pengisian jabatan
mayoritas.23 Presiden secara langsung juga
Keberadaan Majelis Permusya- dianggap sebagai praktik
waratan Rakyat yang terdiri demokrasi langsung. Praktik
dari Dewan Perwakilan Rakyat lebih ditujukan bagi penegasan
dan Dewan Perwakilan Daerah sistem Presidensial dan tidak
dimana proses pengisiannya dalam rangka mendelegitimasi
melalui pemilu menjadi wujud lembaga permusyawaratan dan
dari sistem demokrasi langsung. perwakilan. Adapun ciri-ciri
Berdasarkan fungsinya rakyat dari sistem presidensial25 pada
melalui para wakil rakyat terlibat umumnya yang juga dianut
dalam fungsi legislasi, anggaran Indonesia adalah:
23) Op.Cit. h. 478
24) Loc. Cit. Jimly Asshidiqie, Konstitusi…
25) Ibid. h. 60
Pemilu Serentak Di Indonesia:
Meneguhkan Pancasila Sebagai Fondasi Sistem Pemerintahan Presidensial Indonesia 11
35
Kajian Sejarah dan Original Intent Pembentuk UUD

a. Masa jabatan Presidennya biasa dikatakan concentration of


yang ditentukan yaitu 5 tahun, governing power and responsibility
sehingga Presiden dan juga upon the president. Di atas
Wakil Presiden tidak dapat presiden, tidak ada institusi
diberhentikan di tengah masa lain yang lebih tinggi, kecuali
jabatannya karena alasan konstitusi. Karena itu, dalam
politik; sistem constitutional state, secara
b. Presiden dan Wakil Presiden politik presiden dianggap
tidak bertanggungjawab kepada bertanggungjawab kepada
lembaga DPR, melainkan rakyat, sedangkan secara
langsung bertanggungjawab hukum ia bertanggungjawab
kepada rakyat; 26 kepada konstitusi.27
c. Presiden dan Wakil Presiden g. Meskipun tidak diperkenankan
itu dipilih oleh rakyat secara memberhentikan presiden
langsung; karena alasan politik, UUD
d. Dalam hubungannya dengan NRI Tahun 1945 memberikan
lembaga parlemen, Presiden hak kepada DPR untuk
tidak tunduk kepada parlemen, menyatakan pendapat yang
tidak dapat membubarkan dapat berimplikasi pada
parlemen, dan sebaliknya pemberhentian Presiden. Dasar
parlemen juga tidak dapat hak menyatakan pendapat
menjatuhkan Presiden dan tersebut apabila presiden
membubarkan kabinet diduga melakukan pelanggaran
sebagaimana dalam praktek pelanggaran hukum berupa
sistem parlementer. pengkhianatan terhadap
e. Tidak adanya pembedaan negara, korupsi, penyuapan,
antara fungsi kepala negara dan tindak pidana berat lainnya,
kepala pemerintahan. atau perbuatan tercela maupun
f. Tanggungjawab pemerintahan apabila terbukti tidak lagi
berada di pundak Presiden, dan memenuhi syarat sebagai
oleh karena itu Presidenlah pada Presiden dan/atau Wakil
prinsipnya yang berwenang Presiden.28 Artinya meskipun
membentuk pemerintahan, menganut demokrasi langsung
menyusun kabinet, mengangkat melalui sistem presidensial,
dan memberhentikan para lembaga kepresidenan tetap
Menteri serta pejabat-pejabat dalam kontrol dan pengawasn
publik yang pengangkatan dari lembaga perwakilan dan
dan pemberhentiannya permusyarwaratan.
dilakukan berdasarkan political 5. Pemilu Sebagai Wujud
appointment. Dalam sistem ini Permusyawaratan Umum
26) Bagir Manan, Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara, Mandar Maju, Bandung, 1995, h. 78.
27) Ibid. h. 162
28) Lihat Pasal 7A UUD NRI Tahun 1945
12
36 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

Pemilihan umum harus dimaknai sistem pemerintahan Presidensial


sebagai permusyawaratan umum di Indonesia. hal tersebut mewujud
seluruh rakyat Indonesia. Pada dalam desain ketatanegaraan, sebagai-
akhirnya, negara berbentuk mana telah diuraikan bahwa sila ke-
republik yang berdasarkan empat diterapkan sebagai nilai-nilai
kedaulatan rakyat dipahamkan demokrasi yang institusional melalui
dalam kalangan pergerakan lembaga-lembaga negara. Indonesia
nasional berlainan dengan konsep yang berbentuk Repubik menerapkan
Rousseau yang bersifat liberal dan demokrasi langsung pada tahap
indivudalisme. Kedaulatan rakyat pengisian jabatan Presiden dan
diciptakan Indonesia harus berakar Lembaga Perwakilan. Sedangkan pada
dalam pergaulan hidup sendiri pengisian lembaga negara lainnya
yang bercorak kolektivisme. diterapkan konsep demokrasi tak
Demokrasi Indonesia harus pula langsung dengan melibatkan lembaga
perkembangan dari demokrasi perwakilan dan Presiden. Misalnya
Indonesia yang asli.29 Artinya dalam pengisian jabatan hampir
demokrasi Indonesia merupakan keseluruhan lembaga negara seperti:
perpaduan nilai-nilai asli yang MA, MK, KY, KPU, KPK, Komnas
beragam dan berkarakter lokal HAM, KPU, BAWASLU, BPK, BI dan
dengan nilai-nilai demokrasi lembaga negara lainnya.
kekinian. Sehingga demokrasi Konsep demokrasi tak
Indonesia tumbuh menyesuaikan langsung menginstitusionalisasi
perkembangan zaman dan permusyawaratan/perwakilan dalam
perkembangan demokrasi di dunia kelembagaan MPR, DPR, DPD dan
namun tidak meniggalkan nilai- DPRD. Keterlibatan rakyat dalam
nilai kearifan lokal. Demokrasi pemerintahan diwakilkan kepada para
permusyawaratan lebih menge- wakil rakyat sesuai dengan tingkatan
depankan kolektivisme dan bukan pemerintahan namun tetap membuka
individualisme. Hal ini sejalan ruang bagi partisipasi publik.
dengan sila kelima dimana tujuan Prinsip kerakyatan/demokrasi
akhir demokrasi adalah keadilan harus dilaksanakan dengan penuh
sosial dan bukan keadilan hikmat dan kebijaksanaan. Maknanya,
orang-perorang/individual dan proses demokrasi baik secara formal
kelompok. maupun subtansial tunduk pada nilai-
nilai dan asas-asas negara hukum dan
C. Kesimpulan demokrasi dengan menjunjung tinggi
nilai Ketuhanan Yang Maha Esa,
Berdsarakan uraian diatas Kemanusian yang adil dan Beradab,
maka dapat disimpulkan beberapa Persatuan Indonesia serta Keadilan
hal terkait perwujudan nilai- Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
nilai Pancasila dalam membentuk
29) Kaelan, Negara Kebangsaan Pancasila, Yogyakarta, Paradigma, 2013, h. 360
Pemilu Serentak Di Indonesia:
Meneguhkan Pancasila Sebagai Fondasi Sistem Pemerintahan Presidensial Indonesia 13
37
Kajian Sejarah dan Original Intent Pembentuk UUD

DAFTAR PUSTAKA

Asshidiqie, Jimly, 2005, Hukum Tata Negara Dan Pilar-Pilar Demokrasi, Jakarta,
Konstitusi Pers.
______________, 2009, Menuju Negara Hukum Yang Demokratis, Jakarta, PT
Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia.
______________, 2005, Konstitusi dan Konstitusionalisme, Jakarta, Konstitusi
Pers.
Boom, Allan, (Trans), 1991, The Republic of Plato, BasicBooks: Harper Collins
Publishers.
Benedento, Pax (Penyadur), 2015, Politik Kekuasaan Menurut Nicollo Machiavelli,
Jakarta, Kepustakaan Populer Gramedia.
Dahl, Robert A, 1998, On democracy, Yale University Press.
_____________, 2006, On Political Equality, Yale University Press.
Hatta, Mohammad, 2008, Demokrasi Kita, Bandung: Sega Arsy.
Indarti, Maria Farida, 2006, Ilmu Perundang-undangan, Jenis, Fungsi dan Materi
Muatan, Jakarta, Penerbit Kanisius.
Kaelan, 2013, Negara Kebangsaan Pancasila, Yogyakarta, Paradigma.
Manan, Bagir, 1995, Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara,
Mandar Maju, Bandung.
Machiavelli, Niccolo, 2008, The prince, translated, translated, with introduction
and notes, by James B. Atkinson, Hackett Publishing Company, Inc.
Latif, Yudi, 2011, Negara Paripurna, Historia, Rasionalitas dan Aktualitas
Pancasila, Jakarta, Gramedia.
Eddy D. D, T. M., 1865, Abraham Lincoln. A Memorial Discourse, Methodist
Book Depository.
Tanya, Bernard L. dkk, 2010, Teori Hukum, Strtategi Tertib Manusia Lintas
Ruang dan Generasi, Yogyakarta, Genta Publishing.
Soeprapto, 2013, Pancasila, Jakarta, Konstitusi Pers.

Web Site
https://id.wikipedia.org
https://Kbbi.Web.Id
38 Jurnal Majelis, Edisi 01, Januari 2019
Pemilu Serentak Di Indonesia:
1
Kajian Sejarah dan Original Intent Pembentuk UUD

PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM


SISTEM PRESIDENSIAL DI INDONESIA

Yuliandri
Ari Wirya Dinata

Abstrak

Konstitusi, UUD 1945 tidak menyebutkan secara eksplisit sistem pemerintahan yang
dianut di Indonesia, tetapi beberapa norma konstitusi mensinyalkan ciri-ciri sistem
pemerintahan yang dianut adalah sistem pemerintah presidensial. Disisi lain, langgam
pembentukan peraturan perundang-undangan khususnya undang-undang di Indonesia
memiliki keunikan jika ditelaah dari model sistem presidensial yang diterapkan. Tidak
dapat dipungkiri hubungan relasi antara Presiden dan Parlemen dalam pembentukan
undang-undang yang dipraktekan di Indonesia memiliki perbedaan dengan model yang
diaplikasikan di beberapa negara yang menggunakan sistem presidensial. Tulisan ini
mengupas mengenai napak tilas pembentukan peraturan perundang-undang khususnya
undang-undang berdasarkan konstitusi yang pernah berlaku dan perbandingan hukum
praktek di beberapa negara.

PENDAHULUAN kekuasaan semata akan berpotensi


untuk disalahgunakan. Sejalan dengan
The rule of law, not of man, istilah postulat klasik yang diutarakan oleh
ini begitu inheren dengan konsep Lord Acton “Power tends to corrupt,
negara hukum modern. Sebab dalam absolute power corrupts absolutetly.
konsep negara hukum modern, Oleh karenanya, dikenal konsep
hukum dijadikan acuan bernegara. pemisahan kekuasaan. Ada dua
Segala hal dan sesuatu diatur dan tokoh sentral yang acapkali dikutip
berlaku berdasarkan hukum yang pendapatnya berkaitan dengan
telah ditetapkan. Konsep negara konsep ini. Pertama John Lock
hukum tidak dapat dilepaskan dengan dalam bukunya “Two Treaties of
konsep pemisahan kekuasaan. Karena Civil Government”, Locke membagi
dalam negara hukum menghendaki kekuasaan kedalam 3 (tiga) elemen
adanya suatu pemisahan kekuasaan yaitu: kekuasaan pembentuk undang-
guna menciptakan spektrum check undang (legislative power), kekuasaan
and balance dalam pelaksanaanya. pelaksana undang-undang (executive
Pemikiran ini tentunya bermula power), dan kekuasaan menjalankan
dari hipotesis bahwa kekuasaan hubungan luar negeri (federative
yang menumpuk pada satu cabang power).1 Sedikit berbeda dengan
1) Jimly Asshidiqie, Pengantar Hukum Tata Negara, Jakarta, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2006,
h.12

39
2
40 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

konsep yang diperkenalkan oleh terjadi anomali serta menimbulkan


Locke, Baron de Montesquieu dalam pertanyaan sebenarnya bagaimana
bukunya berjudul “ The Spirit of Laws) relasi hubungan Presiden dan
membagi kekuasan pemerintahan Lembaga Legislatif (DPR dan DPD)
dalam 3 (tiga) cabang yaitu kekuasaan yang di desain dalam konstitusi UUD
membuat undang-undang, kekuasaan 1945 berkaitan dengan pembentukan
untuk menjalankan undang-undang, peraturan perundang-undangan
dan kekuasaan untuk mengawasi khususnya UU.
pelaksanaan undang-undang.2 Konsep Saldi Isra dalam bukunya
Montesquieu ini kemudian dikenal menyebutkan bahwa secara umum,
dengan istilah Trias Politica. sistem pemerintahan presidensial
Undang-Undang Dasar 1945 adalah sistem yang memisahkan
setelah perubahan memberikan antara pemegang kekuasaan legislatif
kewenangan kepada lembaga dengan kekuasaan eksekutif.3 Lebih
Presiden dalam membentuk sejumlah lanjut Saldi Isra mengutip Alan R Ball
peraturan perundang-undangan yang dan B Guy Peter dalam buku “modern
diatur didalam konstitusi diantaranya: politic and government menyatakan
membentuk UU, membentuk bahwa President is not part of
Peraturan Pemerintah dan membentuk legislature.4 Dengan kata lain relasi
Peraturan Pemerintah Pengganti UU. antara Presiden sebagai penguasa
Dalam membentuk UU, Presiden lembaga eksekutif dan DPR sebagai
bukanlah pelaku tunggal sebab UU penguasa lembaga legislatif berada
tersebut harus melibatkan DPR dan pada posisi yang sejajar dan bersifat
untuk beberapa UU tertentu melibat- koordinasi bukan subordinasi. Karena
kan DPD dalam pembahasannya. posisi yang demikian maka presiden
Jika dibenturkan dengan prinsip dalam menjalankan pemerintahan
pemisahan kekuasaan (separation of tidak tergantung dengan lembaga
power) maka kewenangan Presiden legislatif. Apalagi dalam desain sistem
sebagai lembaga eksekutif dalam pemilihan umum di Indonesia saat ini,
membentuk UU ini terasa mencaplok dimana Presiden dan anggota lembaga
kewenangan lembaga legislatif (DPR). legislatif dipilih secara langsung. Oleh
Sehingga membuat tidak relevannya karenanya masing-masing lembaga
konsep pemisahan kekuasaan dalam tersebut mendapatkan legitimasi
praktek ketatanegaraan di Indonesia. secara langsung dan kuat dari rakyat.
apalagi jika Pasal 5 ayat (1) dan Pemisahan dengan demarkasi
Pasal 20 UUD 1945 tersebut dikaji yang tegas antara cabang kekuasaan
dengan menggunakan parameter eksekutif dan cabang kekuasaan
sistem pemerintahan presidensial legislatif menjadi titik penting untuk
yang diterapkan di Indonesia maka menjelaskan bagaimana fungsi

2) Mirriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2006, h.52.
3) Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi Edisi Kedua, Depok: Rajawali Press, 2018, h. 56
4) Ibid h. 56
Pemilu Serentak
Pembentukan Peraturan Di Indonesia:
Perundang-Undangan
413
Kajian Sejarah dan Original
Dalam Intent Pembentuk
Sistem Presidensial UUD
Di Indonesia

legislasi dalam sistem pemerintahan pertanyaan yang timbul adalah


presidensial bekerja.5 Seperti yang bagaimana rancang bangun konstitusi
disadur oleh Saldi Isra dalam dalam menciptakan relasi hubungan
bukunya mengenai pendapat dari antara parlemen sebagai pembentuk
Paul Christoper Manuel dan Anne M undang-undang dengan Presiden
Camissa menyebutkan yaitu salah satu sebagai kepala negara dan kepala
karakter mendasar sistem presidensial, pemerintahan. Ditambah dengan corak
adalah adanya pemisahan legislasi dan kepartaian dan tingkat demokrasi
kekuasan eksekutif dalam legislasi.6 Indonesia yang cukup dinamis dan
Dengan pemisahan itu, dalam beragam.
sistem presidensial, badan legislatif Oleh karena itu tulisan ini
menentukan agendanya sendiri, bermaksud menyigi meng enai
membahas dan menyetujui rancangan pola interaksi yang terjadi antara
undang-undang pun sendiri pula. Presiden sebagai pemegang
Lembaga legislatif mengusulkan kekuasaan pemerintahan dalam
dan memformulasikan dan dapat sistem presidensial di Indonesia
bekerja sama dengan eksekutif dalam dengan Parlemen sebagai pelaksanaan
merumuskan legislasi terutama pada kekuasaan legislatif dengan merujuk
saat partai politik yang sama berkuasa kepada teori konstitusi berkaitan
di kedua cabang pemerintahan ini. 7 dengan hubungan lembaga negara
Namun pada saat dihadapkan dalam sistem pemerintahan, napak
dengan realitas politik bahwa partai tilas sejarah hubungan antara Parlemen
yang berkuasa pada cabang kekuasaan dan Presiden dalam pembentukan
eksekutif dan cabang kekuasaan peraturan perundang-undangan
legislatif bukanlah partai yang sama, khususnya UU berdasarkan konstitusi
maka lobi untuk meloloskan suatu yang pernah berlaku di Indonesia
UU dapat dilakukan presiden melalui serta studi perbandingan penerapan
anggota-anggota legislatif melalui perkawinan sistem pemerintahan
pendekatan yang bersifat personal presidensial dan pembentukan UU
atau melalui partai politik yang di pelbagai negara di dunia. tulisan
duduk di parlemen dan mendukung ini menggunakan metode penelitian
eksekutif.8 yuridis normatif yaitu penelitian
Ketika pembentukan peraturan yang berbasis kepada studi literatur
perundang-undangan vis a vis dan peraturan perundang-undangan
sistem pemerintahan presidensial berserta doktrin dan putusan
yang diterapkan di Indonesia, maka pengadilan.

5) Ibid, h. 57
6) Ibid, h. 57
7) Ibid, h. 57
8) Ibid, h. 57
4
42 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

PEMBAHASAN pembentuk yang tepat;


c) Kesesuaian antara jenis, hirarki
1. Pembentukan Peraturan dan materi muatan;
Perundang-undangan d) Dapat dilaksanakan;
e) Kedayagunaan dan kehasilgunaan;
Pembentukan peraturan perundang- f) Kejelasan rumusan dan;
undangan didefinisikan sebagai g) Keterbukaan.
pembuatan peraturan perundang- Berkaitan dengan asas-asas
undangan yang mencangkup yang dijadikan pedoman dalam
tahapan perencanan, penyusunan, pembentukan peraturan perundang-
pembahasan, pengesahan atau undangan yang baik, Yuliandri
penetapan dan pengundangan.9 mengutip pendapat Van der Vlies,
Kelima tahapan dasar tersebut menyebutkan bahwa dua asas,
merupakan mekanisme yang harus yakni asas-asas formal dan asas-asas
dilalui untuk menghasilkan suatu materiil. Asas-asas formal tersebut
peraturan perundang-undangan. meliputi: het beginsel van duidelijke
Lebih lanjut Yuliandri menyebutkan doelstelling, beginsel van het juiste
bahwa pembentukan peraturan orgaan, het noodzakelijkheids beginsel,
perundang-undangan pada het beginsel van uitvoerbaarheid, het
hakikatnya ialah pembentukan norma- beginsel van consensus.12 Sedangkan
norma hukum yang berlaku keluar dan asas-asas materiil meliputi: het
bersifat umum dalam arti yang luas.10 beginsel van duidelijke terminologie en
Sementara itu, Peraturan perundang- duidelijke systematiek, het beginsel van de
undangan sendiri diartikan sebagai kenbaarheid, het rechtsgelijkheidsbeginsel,
peraturan tertulis yang memuat het rechtszekerheidsbeginsel, het baginsel
norma hukum yang mengikat secara van de individuele rechtsbedeling.13 asas
umum dan dibentuk atau ditetapkan formal dan asas materil ini harus
oleh lembaga negara atau pejabat yang tergambar pula dalam pembentukan
berwenang melalui prosedur yang UU.
ditetapkan oleh peraturan perundang- Undang-Undang merupakan
undangan.11 Terdapat sejumlah salah satu bagian dari sistem hukum,
asas yang perlu diperhatikan dalam karenanya, proses pembentukan
pembentukan peraturan perundang- undang-undang akan sangat
undangan yang diantaranya adalah dipengaruhi oleh sistem hukum yang
sebagai berikut: dianut oleh negara tempat undang-
a) Kejelasan Tujuan; undang itu dibentuk. Sehingga, untuk
b) Kelembagaan atau pejabat mengkaji pembentukan undang-

9) Lihat Pasal 1 angka 1 UU No 12 Tahun 2011


10) Yuliandri, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang Baik: Gagasan Pembentukan Undang-Undang
Berkelanjutan, Jakarta: Rajawali Press, h.25
11) Lihat Pasal 1 angka 2 UU No 12 Tahun 2011
12) Ibid,h.23
13) Ibid h.24
Pemilu Serentak
Pembentukan Peraturan Di Indonesia:
Perundang-Undangan
435
Kajian Sejarah dan Original
Dalam Intent Pembentuk
Sistem Presidensial UUD
Di Indonesia

undang secara komprehensif, haruslah Selain varian sebagaimana


dimulai dengan mengkaji sistem disebutkan diatas, Saldi Isra mengutip
hukum itu sendiri. 14 C.F Strong dalam buku “Modern
Indonesia sebagai negara bekas Political Constitution) membagi sistem
jajahan Belanda menyebabkan pemerintahan dalam dua kategori,
warisan praktek bernegara dan yakni parliamentary executive dan
berhukumnya sedikit banyak masih non-parliamentary executive atau fixed
melekat. Belanda sebagai negara yang executive. Begitupula halnya dengan
mempraktekan tradisi hukum Eropah Giovani Sartori membagi sistem
Kontinental menyebabkan tradisi pemerintahan menjadi tiga model
tersebut berasilimasi dalam sistem yaitu: presidentialism, parliamentary
hukum Indonesia.15 meski di masa system dan semi-presidentialism.
sekarang pembedaan antar dua sistem Pembagian Giovani ini hampir
hukum besar yaitu Anglo-Saxon dan sama dengan yang dikemukan oleh
Eropah Kontinental tidak lagi begitu Arend Lijphart yaitu: parliamentary,
relevan. presidetial dan hybrid. Selain varian
tersebut terdapat pula varian yang
2. Sistem Pemerintahan Indonesia disampaikan oleh Denny Indrayana
yang membagi sistem pemerintahan
Berdasarkan sifat hubungan antara dalam 5 tipe yaitu: sistem parlementer,
organ-organ yang diserahi kekuasaan sistem presidensial, sistem hybrid atau
yang ada di dalam negara, khususnya campuran, sistem kolegial dan sistem
berdasarkan sifat hubungan cabang monarki. 17
kekuasaan eksekutif dan cabang Lebih lanjut, Alan R Ball
kekuasaan legislatif, maka sistem menamakan sistem pemerintah
pemerintahan didalam negara yang presidensial itu sebagai the presidential
mengadakan atau menyelenggarakan type of government. Dengan ciri-ciri
sistem pemisahan kekuasaan dapat sebagai berikut: 18
dikategorikan menjadi 3 (tiga) yaitu:16 1. Presiden sebagai kepala negara
a) Negara dengan sistem dan sebagai kepala pemerintahan;
pemerintahan presidensial; 2. Presiden tidak dipilih oleh badan
b) Negara dengan sistem perwakilan tetapi dewan pemilih
pemerintahan parlementer; atau dipilih secara langsung;
c) Negara dengan sistem 3. Presiden bukan bagian dari
pemerintahan badan pekerja atau lembaga legislatif;
referendum 4. Presiden tidak dapat dijatuhkan
oleh lembaga legislatif kecuali
14) Ibid h.31
15) Hestu Cipto Handoyo, Prinsip-Prinsip Legal Drafting dan Desain Naskah Akademik, Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2014,
h.52
16) Soehino, Ilmu Negara, Yogyakarta: Liberty, 1986, h. 241
17) Saldi Isra, Sistem Pemerintahan Indonesia, Pergulatan Ketatanegaraan Menuju Sistem Pemerintahan Presidensial, Depok:
Rajawali Press, 2018, h.3-4
18) Sri Soemantri, Sistem-Sistem Pemerintahan Negara-Negara ASEAN, Bandung: Tarsito, h. 47
6
44 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

melalui dakwaan yang jarang menjadi menarik karena sepanjang


terjadi; sejarahnya, Indonesia mempraktekan
5. Presiden tidak dapat demokrasi sistem pemerintahan
membubarkan badan legislatif model sendiri yang didesain para
untuk kemudian memerintahan pendiri bangsa di bawah Undang-
pemilu baru; Undang Dasar 1945. Bahkan diantara
6. Biasanya presiden dan lembaga pakar dan bengawan hukum tata
legislatif dipilih untuk suatu negara Indonesia pun masih terdapat
jangka waktu jabatan yang pasti. perbedaan dimana Sri Soemantri
yang menyebutkan bahwa Indonesia
Disisi lain, sistem pemerintahan menganut sistem pemerintahan
Parlementer memiliki ciri-ciri sebagai campuran yaitu kombinasi sistem
berikut: 19 pemerintahan parlementer dan sistem
1. Anggota kabinet adalah anggota pemerintahan presidensial, di sisi lain,
parlemen; Hamid S Attamimi yang menyatakan
2. Anggota kabinet harus bahwa UUD 1945 justru menerapkan
mempunyai pandangan politik desain sistem pemerintahan
yang sama dengan parlemen. Ciri presidensial murni. 20
ini antara lain berlaku di Inggris Perdebatan dan diskursus ini
sedangkan di negara-negara yang terus bergulir dikalangan akademisi
tidak menganut sistem dua partai dan pemerhati kajian hukum tata
hal itu sering dilakukan dengan negara, ambiguitas dalam sistem
kompromi; hukum pemerintahan yang dianut
3. Adanya politik berencana untuk di Indonesia ini terus terjadi, sebagai
mewujudkan programnya; contoh bagaimana menjelaskan
4. Perdana mentri dan kabinet adanya kehadiran koalisi dalam
harus bertanggung jawab kepada sistem presidensial sementara dalam
parlemen; teori istilah koalisi sejatinya adalah
5. Para menteri mempunyai padanan terminologi yang dikenal
kedudukan dibawah perdana dalam negara yang menganut sistem
menteri; parlementer, atau melekatnya fungsi
6. Perdana menteri dapat dijatuhkan legislatif dalam pembentukan UU
dengan mosi tidak percaya. yang bercokol dalam kekuasaan
eksekutif Indonesia, padahal
Dalam sejarah perkembangan seharusnya praktek pembentukan UU
sistem pemerintahan di Indonesia dalam sistem presidensial berkiblat
menurut Saldi Isra agak sulit pada model sistem hukum Amerika,
melacak sistem pemerintahan atau isyu terkait adanya pertimbangan
yang sesungguhya dipraktekan di yang perlu diperhatikan oleh Presiden
Indonesia. sehingga Ia menyebut ini dalam mengangkat duta, konsul,

19) Ni’matul Huda, Ilmu Negara, Jakarta: Rajawali Press, 2010, h. 260
20) Ibid h.5
Pemilu Serentak
Pembentukan Peraturan Di Indonesia:
Perundang-Undangan
457
Kajian Sejarah dan Original
Dalam Intent Pembentuk
Sistem Presidensial UUD
Di Indonesia

membuat perjanjian internasional dan pemerintahan presidensial, namun


banyak hal lainnya. disisi lain kekuasaan pembentuk
Napak tilas salah satu alasan undang-undang tidak diletakan
fundamental perubahan Undang- ditangan legislatif melainkan
Undang Dasar 1945 adalah eksekutif. Namun kerancuan itu
tidak berjalannya prinsip saling dapat dipahami sebab pemusatan
mengimbangi dan Saling mengawasi kekuasaan diawal kemerdekaan pada
(check and balance) dalam praktik satu tangan yakni presiden hal itu
ketatanegaraan Indonesia. sistem yang juga dikarenakan mengingat organ-
dianut oleh Undang-Undang Dasar organ negara lainnya belum terbentuk
saat itu adalah dominan eksekutif berdasarkan UUD 1945. 22
(executive heavy) yakni, kekuasaan Oleh karenanya, perubahan
dominan berada di tangan Presiden. konstitusi yang berlangsung sejak
Dalam naskah asli UUD 1945, Pada tahun 1999-2002 salah satunya
diri Presiden terpusat kekuasaan dimaksudkan untuk memperbaiki
menjalankan pemerintahan (chief of tatanan pemerintahan Indonesia
executive) dilengkapi dengan sejumlah berdasarkan kepada prinsip check and
hak konstitusional berupa: hak balance (saling mengawasi dan saling
memberi grasi, amnesti, abolisi, dan mengimbangi). Terdapat sejumlah
rehabilitasi) sekaligus saat bersamaan upaya untuk menormalkan bandul
Presiden menjadi tokoh sentral dalam kekuasaan agar tidak dikuasai oleh
kekuasaan legislatif karena memiliki satu organ negara dalam hal ini
kekuasaan membentuk undang- lembaga Presiden. Sehingga Pasal
undang. Dua cabang kekuasaan yang mengatur mengenai kekuasaan
negara yang seharusnya terpisah dan Presiden dalam membentuk UU
dijalankan oleh lembaga negara yang mengalami amandemen. Hal
berbeda, tetapi nyatanya berada di demikian juga sejalan dengan salah
satu tangan Presiden. 21 satu kesepakatan dasar perubahan
Adanya pergeseran fungsi legislasi UUD 1945 yang dibuat oleh Panitia
yang merujuk pada amandemen Ad Hoc 1 yaitu untuk mempertegas
pertama UUD 1945. Pada awalnya sistem pemerintahan Presidensial.
sebelum amandemen, kekuasaan Tapi dalam faktanya proses purifikasi
pembentuk undang-undang ada pada sistem presidensial dalam sistem
presiden. Sebenarnya hal ini adalah pemerintahan Indonesia tersebut
suatu kerancuan mendasar dalam belum dapat dikatakan sempurna
menetapkan konsep negara yang sebab cita rasa parlementer dalam
dilakukan oleh founding fathers diawal sistem pemerintahan Indonesia masih
kemerdekaan. Di satu sisi, Indonesia cukup terasa.
sebagai negara dengan sistem

21) Sekretariat Jenderal MPR RI, Panduan Permasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945: sesuai
dengan urutan Bab, Pasal dan Ayat. Jakarta: Sekretariat MPR RI, 2007, h.6
22) Edward O.S Hiariej, Membangun Sarana dan Prasarana Hukum yang berkeadilan dalam Dialektika Pembaruan Sistem Hukum
Indonesia, Jakarta: Komisi Yudisial, 2012, h. 98
8
46 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

Namun, setelah perubahan UUD yang berkaitan dengan otonomi


1945, desain konstitusi mengenai daerah; hubungan pusat dan daerah;
pembentukan peraturan perundang- serta memberikan pertimbangan
undangan dapat dilihat dalam kepada DPR atas rancangan undang-
sejumlah Pasal hasil perubahan undang yang berkaitan dengan pajak,
UUD 1945 tahun 1999-2002. Pada pendidikan, dan agama diatur dalam
hakikatnya, kekuasaan pembentukan Pasal 22D ayat (2).
peraturan perundang-undangan Berdasarkan pengaturan yang
di Indonesia bersumber pada dua ada didalam UUD 1945, maka dapat
lembaga yaitu lembaga kepresidenan ditarik kesimpulan bahwa Presiden
(Presiden) dan lembaga perwakilan dalam sistem presidensial di Indonesia
(Dewan Perwakilan Rakyat dan memiliki kewenangan untuk
Dewan Perwakilan Daerah). Pelbagai membentuk 3 (tiga) jenis peraturan
ketentuan mengenai pembentukan perundang-undangan, yaitu:
peraturan perundang-undangan kesatu, Undang-Undang bersama
tersebut dapat ditemui dalam dengan DPR. Kedua, Peraturan
sejumlah Pasal dalam UUD 1945. Pemerintah sebagai instrumen hukum
Pertama, kewenangan Presiden untuk menjalan UU. Ketiga, dalam hal
mengajukan rancangan undang- ihwal kegentingan memaksa dapat
undang kepada DPR diatur dalam mengeluarkan peraturan pemerintah
Pasal 5 ayat (1). Kedua, kewenangan pengganti UU (Perpu).
Presiden untuk menetapkan peraturan
pemerintah dalam rangka menjalankan 3. Pembentukan Peraturan
UU diatur dalam Pasal 5 ayat (2). Perundang-Undang menurut
Ketiga, kewenangan DPR dalam Konstitusi yang pernah berlaku
membentuk produk hukum UU diatur di Indonesia.
dalam beberapa Pasal yaitu: Pasal 20
ayat (1), (2), (3), (4),(5), Pasal 20A ayat Bagian sub bab ini mencoba
(1), Pasal 21. Keempat, kewenangan menggambarkan mengenai
Presiden untuk membuat UU mekanisme pembentukan peraturan
dalam keadaan darurat atau dikenal perundang-undangan menurut
dengan istilah peraturan pemerintah Undang-Undang Dasar 1945,
pengganti undang-undang (Perpu) Konstitusi RIS 1949, Undang-Undang
diatur dalam Pasal 22 ayat (1), (2), (3). Dasar Sementara 1950, dan Undang-
Kelima, kewenangan DPD untuk ikut Undang Dasar 1945 setelah perubahan.
membahas rancangan undang-undang
Pemilu Serentak
Pembentukan Peraturan Di Indonesia:
Perundang-Undangan
479
Kajian Sejarah dan Original
Dalam Intent Pembentuk
Sistem Presidensial UUD
Di Indonesia

Tabel 2.1: Pengaturan Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan


menurut Konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia

No Konstitusi Sistem Pasal Pembentukan Peraturan


Pemerintahan Perundang-Undangan
1 UUD 1945 Presidensial 1. Pasal 5 ayat (1)
sebelum 2. (Pasal 5 ayat (2)
Perubahan 3. (Pasal 20 ayat (1)
4. (Pasal 21 ayat (1)
5. (Pasal 22 ayat (1))
6. (Pasal 3)
2 Konstitusi Parlementer 1. (Pasal 127 huruf a)
RIS 1949 2. Pasal 128 ayat (2))
3. (Pasal 128 ayat (3))
4. (Pasal 139 ayat (1))
5. (Pasal 141 ayat (1))
3 UUDS Parlementer 1. (Pasal 89)
1950 2. (Pasal 90)
3. (Pasal 96 ayat (1)
4. (Pasal 98 ayat (2))
4 UUD 1945 Presidensial 1. (Pasal 5 ayat (1))*
setelah 2. (Pasal 5 ayat (2))
perubahan 3. (Pasal 20 ayat (1)*
4. (Pasal 21)*
5. (Pasal 22 ayat 1)

Berdasarkan tabel diatas maka lembaga eksekutif dalam hal ini


dapat disusun narasi. pertama, lembaga Presiden dalam membentuk
pembentukan peraturan perundang- UU.
undangan atau kekuasaan legislatif Walaupun pada prakteknya
tidak pernah dilakukan oleh satu sulit sekali kemudian menemukan
lembaga melainkan dilakukan oleh negara yang benar-benar menerapkan
dua atau lebih lembaga negara. konsep pemisahan kekuasaan secara
Dengan kata lain, Indonesia memang mutlak, hal senada diutarakan oleh
tidak pernah menerapkan doktrin Jimly Asshiddiqie yang menyebutkan
“Separation of Power” secara murni/ bahwa konsepsi tria politica tidak
mutlak. Karena dalam doktrin lagi relevan dipraktekan dewasa
pemisahan kekuasaan seharusnya ini. Mengingat tidak mungkin lagi
kewenangan pembentukan peraturan mempertahankan bahwa ketiga
perundang-undangan berada pada organisasi kekuasaaan yaitu eksekutif,
satu lembaga/badan yaitu parlemen legislatif dan yudikatif hanya
atau dengan sebutan lainnya. Oleh berurusan secara eksklusif dengan
karenanya tidak boleh ada pelibatan salah satu dari ketiga fungsi kekuasaan
10
48 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

tersebut. Kenyataannya dewasa ini namun setelah perubahan UUD 1945.


menunjukan bahwa hubungan antar MPR tidak lagi memiliki kewenangan
cabang kekuasaan itu tidak mungkin untuk mengeluarkan ketetapan yang
tidak saling bersentuhan, dan bahwa bersifat mengatur (regeling) yang
ketiganya bersifat sederajat dan saling mengikat secara umum layaknya
mengendalikan satu sama lainnya peraturan perundang-undangan. Hal
sesuai dengan prinsip check and demikian ditegaskan dalam Ketetapan
balance.23 MPR No 1/MPR/2003 tentang
Oleh karena itu, dapat ditarik Peninjauan Kembali Status Hukum
kesimpulan bahwa Indonesia Ketetapan MPR dan Ketetapan MPRS
berdasarkan UUD 1945 sebelum sejak Tahun 1960-2002. Walaupun
perubahan, Konstitusi RIS 1949, pada prakteknya terdapat jenis
UUDS 1950 dan UUD 1945 setelah peraturan perundang-undangan
perubahan menganut doktrin lainnya baik yang disebutkan dalam
pembagian kekuasaan (Distribution of hirarki maupun dimasukan dalam
Power/Division of Power) yaitu adanya jenis peraturan perundang-undangan
pembagian fungsi-fungsi kekuasaan yang dibentuk oleh lembaga negara
kepada lembaga kekuasaan lainnya. tertentu. 24
Dengan kata lain fungsi legislasi Ketiga, hubungan antara lembaga
dapat saja dijalankan oleh lembaga Presiden dan DPR dalam UUD 1945
kekuasaan eksekutif dalam hal ini sebelum perubahan menunjukan
Presiden atau dapat pula disebut hubungan yang didominasi oleh
bahwa dalam kekuasan eksekutif Presiden selaku pemegang kekuasaan
Presiden di Indonesia melekat fungsi pemerintahan (executive power)
legislasi. termasuk dalam pembentukan
Kedua, berdasarkan konstitusi yang undang-undang. Hal itu, dapat dilihat
pernah berlaku menyebutkan bentuk dari segi pengaturan yang hanya
peraturan perundang-undagan yang memberikan kewenangan memberikan
diatur didalam konstitusi memiliki persetujuan kepada DPR untuk tiap-
3 jenis yaitu: Undang-Undang, tiap rancangan undang-undang yang
Peraturan Pemerintah Pengganti diajukan, padahal jamak diketahui
Undang-Undang atau disebut juga konfigurasi politik di parlemen pada
dengan istilah Undang-Undang saat itu dikuasai oleh mayoritas partai
Darurat, dan Peraturan Pemerintah. pendukung pemerintah sehingga
Meskipun pada awal kemerdekaan fungsi pengawasan dan kontrol tidak
ketetapan MPR yang dikeluarkan bekerja.25 Keadaan yang demikian
oleh MPR dianggap sebagai salah memicu terbentuknya pemerintahan
satu peraturan perundang-undangan yang otoriter hingga berkuasa selama
23) Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Jakarta: Sekretariat Kepaniteraan
Mahkamah Konstitusi RI, 2006, h. 36
24) Sebagaimana disebut dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan,
25) Lihat Pasal 20 UUD 1945 Sebelum Perubahan menyebutkan “Tiap-tiap undang-undang menghendaki persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat”
Pemilu Serentak
Pembentukan Peraturan Di Indonesia:
Perundang-Undangan
11
49
Kajian Sejarah dan Original
Dalam Intent Pembentuk
Sistem Presidensial UUD
Di Indonesia

kurang lebih 32 tahun, sebab produk 4. Praktek Pembentukan Peraturan


hukum yang dihasilkan bersifat Perundang-Undangan dalam
konservatif bukan bersifat responsif. 26 Negara yang Menganut Sistem
Keempat, hubungan antara Presidensial.
Presiden dan Parlemen dalam Dalam bukunya, Pergeseran
pembentukan UU negara federal Fungsi Legislasi, Saldi Isra
dalam Konstitusi RIS 1949 dijelaskan memberikan beberapa contoh praktek
dalam Pasal 127 huruf a yang pembentukan peraturan perundang-
menyebutkan bahwa pembahasan undangan di negara yang menerapkan
rancangan undang-undang dilakukan sistem pemerintahan presidensial.
bersama dengan DPR dan senat dan Adapun negara yang dijadikan contoh
Pemerintah terkait dengan UU federal. diantaranya adalah Amerika Serikat,
Corak membahas bersama ini sejatinya Filipina, Korea Selatan, Venezuela dan
cukup lazim diterapkan dalam negara Argentina.
yang menganut sistem pemerintahan Di Amerika Serikat, hubungan
parlementer. Tidak jauh berbeda pada antara Presiden dan Parlemen dalam
saat Indonesia menggunakan Undang- membentuk peraturan perundang-
Undang Dasar Sementara 1950 yang undangan dalam hal ini undang-
juga menganut sistem pemerintahan undang diatur dalam Artikel 1 bagian
parlementer dimana pembentukan 7 angka 2 Konstitusi Amerika Serikat.27
UU dilakukan bersama-sama antara Alur pembentukan peraturan
Pemerintah dengan Parlemen, hal ini perundang-undangan di Amerika
dapat dilihat dalam Pasal 89 UUDS Serikat dimulai dengan pengajuan
1950. rancangan UU yang dilakukan oleh
Kelima, hubungan antara Presiden DPR dan Senat kepada Presiden
dan Parlemen dalam pembentukan UU Amerika Serikat untuk mendapatkan
menurut UUD 1945 setelah perubahan persetujuan. Jika Presiden sepakat
agak sedikit berbeda dibandingkan dengan usulan UU yang disampaikan
UUD 1945 sebelum perubahan. Dalam oleh DPR dan Senat tersebut,
sistem pemerintahan presidensial maka Presiden akan menyatakan
yang dianutnya UU dibahas bersama kesetujuannya tersebut dalam
antara DPR dan Presiden untuk bentuk berupa penandatanganan UU
mendapatkan persetujuan bersama. dimaksud, namun apabila Presiden
tidak sepakat maka Presiden akan

26) Moh Mahfud, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta:LP3S, 1998, h. 25


27) “Every Bill Which Shall have passed the house of representatives and the senate, shall, before it becomes a law, be presented to the
President of the United States; if he approve he shall sign it, but if not he shall return it, with his objections to the House in which it shall
have originated, who shall enter the objections at large on their journal, and proceed to reconsider it. If after such reconsideration two
thirds of that House shall agree to pass the bill, it shal be sent together with the objections, to the other House, by which it shall likewise
be reconsidered, and if approved by two thirds of that House, it shall become a law. But in all such cases the votes of both of Houses shall
be determined by yeas and nays, and the names of the person voting for and against the bill shall be entered on the journal of each House
respectively. If any Bill shall not be returned by the President within ten days (Sunday excepted) after it shall have been presented to him, the
same shall be a law, in like manner as if he had signed it, unless the Congress by their adjournment prevent its return in which case it shall
not be a law”
12
50 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

mengembalikan UU dimaksud kepada undang-undang yang diajukan oleh


Parlemen dengan catatan alasan DPR dan Senat. 30
mengapa Presiden tidak sepakat yang Di Filipina yang hari ini berada
disebutkan didalam jurnal. Setelah dibawah administrasi Presiden
itu masing-masing kamar baik DPR Duterte juga memiliki hubungan
atau Senat mempelajari keberatan antara Parlemen dan Presiden yang
yang disampaikan oleh Presiden dan hampir sama dengan sistem yang
melalui voting DPR dan Senat dengan diterapkan di Amerika Serikat.
dukungan minimal 2/3 suara dapat Hal demikian dikarenakan sistem
menerima atau menolak keberatan pemerintahan Filipina dipengaruhi
yang disampaikan oleh Presiden. 28 oleh sistem pemerintahan Amerika
Dalam fungsi legislasi di Amerika Serikat pada Tahun 1935. 31
Serikat, Presiden dan jajaran eksekutif Namun, meski demikian dalam
tidak terlibat dalam proses pembahasan Konstitusi Filipina Artikel 26 Bagian
rancangan undang-undang. Bahkan 27 menyebutkan secara eksplisit
tidak ada satu pasal pun dalam istilah veto sebagai bentuk penolakan
konstitusi Amerika Serikat yang presiden atas usulan rancangan
secara Eksplisit menyebutkan bahwa undang-undang yang disampaikan
Presiden mempunyai kewenangan oleh parlemen.
mengajukan rancangan undang- Berbeda dengan Filipina, meskipun
undang. Dengan kata lain, Presiden Korea Selatan memiliki kedekatan
Amerika Serikat tidak mempunyai hak dalam hubungan internasional dan
untuk mengajukan rancangan undang- secara emosional dengan Amerika
undang dan tidak ikut membahas Serikat, tetapi pembentukan peraturan
rancangan undang-undang.29 Namun perundang-undang di dalam sistem
demikian Konstitusi Amerika pemerintahan presidensial Korea
Serikat memberikan kekuasaan bagi Selatan agak sedikit berbeda dengan
Presiden untuk menolak usulan yang diterapkan oleh Filipina maupun
rancangan undang-undang yang Amerika, bisa dikatakan model yang
sudah dibahas oleh DPR dan Senat. digunakan di Korea Selatan hampir
Hal tersebut terkonfirmasi dari frasa mirip dengan yang di praktekan di
“ before it becomes a law, be presented Indonesia dimana rancangan undang-
to the President of the United States; if undang tidak hanya diusulkan oleh
he approve he shall sign it, but if not he satu lembaga tunggal anggota DPR
shall return it”. Frasa terakhir dalam atau di Korea Selatan disebut dengan
potongan artikel 1 bagian 7 angka 2 anggota National Assembly tetapi
dari Konstitusi Amerika tersebutlah juga dapat diusulkan oleh Presiden.
yang kemudian diterjemahkan sebagai Hal tersebut dapat ditemukan dalam
veto oleh Presiden atas rancangan Pasal 52 Konstitusi Korea Selatan yang
28) Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi, Depok: Rajawali Press, 2018, h. 69
29) Ibid, h. 69
30) Ibid, h.70
31) Ibid, h. 71
Pemilu Serentak
Pembentukan Peraturan Di Indonesia:
Perundang-Undangan
13
51
Kajian Sejarah dan Original
Dalam Intent Pembentuk
Sistem Presidensial UUD
Di Indonesia

mengatakan “ bill may be introduced by National Assembly untuk mengubah


members of the National Assembly or by sebagian atau keseluruhan isi yang
the Executive”. 32 tidak disepakati tersebut. Lalu
Sementara itu, di Venezuela kemudian National Assembly
mempunyai kekhasan dan keunikan akan menelaah masukan keberatan
tersendiri pula dalam pembentukan yang diajukan oleh Presiden dan
peraturan perundang-undangan memutuskan hasilnya dalam
dimana di Venezuela yang menganut rapat dengan suara mayoritas baik
sistem pemerintahan presidensial menerima atau menolak keberatan
memang tidak melibatkan Presiden tersebut. Hasil keputusan tersebut
dalam membahas rancangan diserahkan kepada Presiden dimana
undang-undang seperti di Filipina presiden tidak boleh lagi melakukan
dan Amerika Serikat, namun dalam penolakan dan harus mengumumkan,
usulan rancangan undang-undang dengan kata lain dalam pembentukan
yang diajukan oleh National UU di Venezuela, National Assembly
Assembly, harus mengikut sertakan memiliki supremasi tertinggi. Meski
lembaga/organ negara tertentu demikian Konstitusi Venezuela masih
untuk berkonsultasi bahkan hingga memberikan ruang berupa pengujian/
melibatkan warga negara dan pre-review terhadap rancangan
kelompok masyarakat bahkan menteri undang-undang kepada pengadilan
kabinet sebagai wakil eksekutif, apabila Presiden merasa rancangan
hakim, perwakilan kekuatan undang-undang yang telah final
masyarakat, anggota komisi pemilu, dari National Assembly dipandang
dewan legislatif negara diundang bertentangan hukum yang lebih tinggi
untuk didengar pendapatnya terkait atau tidak sesuai dengan kepentingan
undang-undang tertentu. presiden.
Sedangkan mengenai pola Di sisi lain, Argentina menerapkan
interaksi yang dibangun dalam pola yang memiliki kemiripan dengan
pembentukan UU antara National yang diterapkan di Korea Selatan
Assembly dan Presiden dapat dilihat dan Indonesia, dimana lembaga
dalam uraian Artikel 214 Konstitusi pengusul dari suatu UU dapat
Venezuela. Secara sederhana berasal dari Congreso Nacional dan
artikel 214 menjelaskan bahwa Presiden. Masing-masing lembaga
dalam tenggat waktu 10 hari sejak dapat mengusulkan UU dengan
disetujuinya rancangan undang- alur setiap UU yang diusulkan baik
undangan oleh National Assembly oleh parlemen yang terdiri dari dua
maka Presiden berkewajiban harus kamar (bikameral) atau Presiden
mengumumkannya sebagai UU selesai dibuat maka masing-masing
yang sah, namun apabila Presiden lembaga pengusul berkewajiban
berkeberatan maka presiden dapat untuk menyerahkan kepada kamar
menundanya dengan meminta lainnya untuk dibahas bersama setelah
32) Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi, Menguatnya Model Legislasi Parlementer dalam Sistem Pemerintahan Presidensial
Indonesia, Jakarta: Rajawali Press, 2010, h. 91
14
52 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

mendapatkan persetujuan diserahkan undang-undang yaitu parlemen. (b)


kepada Presiden untuk diperiksa dan model yang dipraktektakan di Korea
disetujui, apabila tidak disetujui maka Selatan, Argentina, dan Indonesia
DPR diminta untuk memperbaiki dimana lembaga yang mengusulkan
bagian yang dianggap bermasalah terdiri dari parlemen dan Presiden.
tersebut. Seperti di Congreso Nacional
Sedangkan di Indonesia, Praktek Argentina yang menerapkan sistem
pembentukan UU diatur dalam Pasal 5 dua kamar (bikameral) masing-masing
ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1),(2),(3),(4), kamar dapat mengajukan rancangan
dan (5). Berdasarkan ketentuan UUD undang-undang tidak jauh berbeda
1945 maka dapat disimpulkan bahwa dengan Indonesia yang menganut
lembaga yang dapat mengajukan sistem parlemen dua kamar (DPR
rancangan UU terdiri dari 3(tiga) dan DPD) masing-masing institusi
lembaga yaitu : pertama, Presiden dapat mengajukan usulan rancangan
secara langsung mengajukan undang-undang, hanya saja dalam
rancangan undang-undang untuk konteks Indonesia DPD hanya dapat
dibahas bersama anggota parlemen mengajukan rancangan undang-
(Pasal 5 ayat (1), kedua, anggota DPR undang tertentu yang berkaitan
yang mengajukan usul rancangan dengan tupoksinya sebagaimana
undang-undang (Pasal 21) dan dijabarkan dalam ketentuan Pasal
ketiga, DPR mengajukan kepada 22 D ayat (2) dan rancangan tersebut
DPR rancangan undang-undang tidak langsung diajukan kepada
yang berkaitan dengan otonomi Presiden untuk dibahas bersama harus
daerah, hubungan pusat dan daerah, melalui corong/pintu kamar Dewan
pembentukan dan pemekaran serta Perwakilan Rakyat.
penggabungan daerah, pengelolaan Kedua, terkait dengan proses
sumber daya alam dan sumber daya pembahasan terdapat beberapa
ekonomi lainnya serta yang berkaitan model diantaranya (a) model yang
dengan perimbangan keuangan pusat dipraktekan oleh Amerika, Filipina
dan daerah (Pasal 22 D ayat (1)). dan Korea Selatan dimana Presiden
Berdasarkan perbandingan tidak ikut serta membahas bersama
hukum sejumlah langgam yang parlemen mengenai RUU tetapi
dipraktekan dalam pembentukan Presiden diberikan hak untuk
UU dibeberapa negara tersebut. menolak pembahasan yang sudah
maka dapat disimpulkan sebagai disetujui parlemen tersebut. (b)
berikut: pertama, berkaitan dengan model yang diterapkan Venezuela
lembaga yang mengajukan rancangan dimana Presiden tidak ikut membahas
UU, terdapat beberapa model rancangan undang-undang namun
yaitu (a) model yang dipraktekan National Assembly disyaratkan
Amerika Serikat dan Filipina yaitu untuk melakukan konsultasi dengan
hanya terdapat satu lembaga yang lembaga negara, masyarakat dan
berwenang mengajukan rancangan kelompok masyarakat berkaiatan
Pemilu Serentak
Pembentukan Peraturan Di Indonesia:
Perundang-Undangan
15
53
Kajian Sejarah dan Original
Dalam Intent Pembentuk
Sistem Presidensial UUD
Di Indonesia

dengan rancangan undang-undang Pemerintah dan Peraturan Pemerintah


yang diajukan untuk didengar Pengganti Undang-Undang dengan
pendapatnya. (c) model Indonesia nama lain dalam Konstitusi RIS 1949
dimana Presiden bersama dengan dan UUDS 1950 disebut dengan
DPR membahas rancangan undang- terminologi UU darurat. Kedua,
undang baik yang diajukan oleh dalam sistem pemerintahan Indonesia
Presiden, DPR ataupun DPD melalui baik sistem pemerintahan presidensial
DPR. yang berlaku pada era UUD 1945
sebelum dan setelah perubahan
KESIMPULAN maupun Konstitusi RIS 1949 dan
UUDS 1950, model interaksi dan
Pembentukan peraturan lembaga yang dapat mengajukan
perundang-undangan dalam sistem rancangan undang-undang terdiri
pemerintahan presidensial memiliki dari Presiden dan Parlemen. Ketiga,
langgam yang beragam. Baik yang terdapat sejumlah model penerapan
diatur dalam konstitusi yang pernah kombinasi pembentukan UU dalam
berlaku di Indonesia maupun dalam sistem pemerintahan presidensial di
prakteknya di beberapa negara di beberapa negara yaitu (a) Amerika
Indonesia. Perbedaan dalam praktek dan Filipina dimana lembaga eksekutif
yang diimplementasikan di berbagai sama sekali tidak dilibatkan dalam
negara tersebut seperti Amerika pembahasan dan mengusulkan, (b)
Serikat, Filipina, Korea Selatan, Korea Selatan dan Argentina dimana
Venezuela dan Argentina merupakan rancangan UU dibahas bersama
bukti bahwa sistem pemerintahan antara parlemen dan Pemerintah (c)
presidensial dalam praktek Venezuela yang tidak melibatkan
ketatanegaraanya memiliki kekhasan Presiden namun terdapat kewajiban
dan keunikanya masing-masing. Meski bagi Parlemen untuk mengundang
demikian terdapat beberapa poin lembaga negara dan masyarakat
yang dapat disimpulkan. Pertama, terkait dengan UU yang akan dibahas.
dalam konstitusi Indonesia peraturan
perundang-undangan yang disebut
secara eksplisit dalam konstitusi
meliputi: Undang-Undang, Peraturan
16
54 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

DAFTAR PUSTAKA

A. Book
Asshiddiqie, Jimly. 2006, Pengantar Hukum Tata Negara Edisi Revisi, Jakarta:
Rajawali Press
_________________. 2006, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca
Reformasi, Jakarta: Sekretariat Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI
__________________. 2006, Pengantar Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekretariat
Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi
Budiarjo,Mirriam. 2006, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama
Cipto Handoyo, Hesti. 2014, Prinsip-Prinsip Legal Drafting dan Desain Naskah
Akademik, Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka
Diantha, I Made Pasek. 1990, Tiga Tipe Pokok Sistem Pemerintahan dalam
Demokrasi Modern, Bandung: Abardin
Hieariej, Edward O.S. 2012, Membangun Sarana dan Prasarana Hukum yang
berkeadilan dalam Dialektika Pembaruan Sistem Hukum Indonesia, Jakarta: Komisi
Yudisial
Huda, Ni’matul. 2010, Ilmu Negara, Jakarta: Rajawali Press
Isra, Saldi. 2010, Pergeseran Fungsi Legislasi, Menguatnya Model Legislasi
Parlementer dalam Sistem Pemerintahan Presidensial Indonesia, Jakarta: Rajawali
Press
___________. 2018, Sistem Pemerintahan Indonesia, Pergulatan Ketatanegaraan
Menuju Sistem Pemerintahan Presidensial, Depok: Rajawali Press
_____________. 2018, Pergeseran Fungsi Legislasi Edisi Kedua, Depok: Rajawali
Press
______________. 2018, Pergeseran Fungsi Legislasi, Depok: Rajawali Press
Moh Mahfud, 1998, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta:LP3S
Sekretariat Jenderal MPR RI, 2007, Panduan Permasyarakatan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945: sesuai dengan urutan Bab, Pasal dan
Ayat. Jakarta: Sekretariat MPR RI
Pemilu Serentak
Pembentukan Peraturan Di Indonesia:
Perundang-Undangan
17
55
Kajian Sejarah dan Original
Dalam Intent Pembentuk
Sistem Presidensial UUD
Di Indonesia

Soehino, 1986, Ilmu Negara, Yogyakarta: Liberty


Soemantri, Sri. Sistem-sistem Pemerintahan Negara ASEAN, (Bandung: Tarsito
Yuliandri, 2013, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang
Baik: Gagasan Pembentukan Undang-Undang Berkelanjutan, Jakarta: Rajawali Press

B. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar NRI 1945
Konstitusi RIS 1949
Undang-Undang Dasar Sementara 1950
Undang-Undang Dasar NRI 1945 Setelah Perubahan
Konstitusi Amerika Serikat
Konstitusi Filipina
Konstitusi Korea Selatan
Konstitusi Venezuela
Konstitusi Argentina
TAP MPR RI No 1/MPR/2003
TAP MPR RI No III/MPR/2000
TAP MPRS RI No XX/MPRS/1966
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
56 Jurnal Majelis, Edisi 01, Januari 2019
Pemilu Serentak Di Indonesia:
1
Kajian Sejarah dan Original Intent Pembentuk UUD

PROBLEMATIKA PENGATURAN PEMBATASAN SUMBANGAN


DANA KAMPANYE PEMILU DI DALAM UU NO. 7 TAHUN 2017
TENTANG PEMILIHAN UMUM

Fadli Ramadhani 1

Abstrak

Dana kampanye adalah salah satu isu krusial dalam setiap pemilu. Salah satu yang
paling penting di dalam proses pemilu terkait dengan dana kampanye adalah prinsip
kesetaraan dan keadilan di dalam pelaksanaan kampanye. Hal itu hanya bisa terwujud
dengan pengaturan dana kampanye yang adil dan setara. Oleh sebab itu, penting untuk
dilihat apakah ada persoalan terkait dengan pembatasan belanja kampanye di dalam UU
No. 7 Tahun 2017. Kemudian penting pula dilihat, apakah pengaturan dana kampanye
di dalam UU No. 7 Tahun 2017 sudah memenuhi prinsip keadilan dan kesetaraan
di dalam pelaksanaan kampanye pemilu. Ternyata, ada tiga persoalan di dalam
pengaturan pembatasan belanja kampanye pemilu di dalam UU No. 7 Tahun 2017.
Pertama, pengatuannya menimbulkan ketidakpastian hukum, kedua membuka celah
untuk penyumbang melakukan praktik curang, dan ketiga tidak sejalan dengan upaya
untuk mewujudkan dana kampanye pemilu yang transparan dan akuntabel. Selain itu,
pengaturan dana kampanye pemilu di dalam UU No. 7 Tahun 2017 juga belum mampu
membuat regulasi yang menjadikan kompetesi pemilu adil dan setara. Oleh sebab itu,
perlu dilakukan perbaikan dan perubahan regulasi untuk mewujudkan pengaturan dana
kampanye pemilu yang adil dan setara, paling tidak kepastian batasan sumbangan, dan
adanya batasan belanja kampanye pemilu.

Kata Kunci: Dana Kampanye, Pembatasan, Keadilan, Kesetaraan

A. Pendahuluan sumbangan, jumlah yang dicatatkan


dan dilaporkan kepada KPU,
Pengaturan dana kampanye selalu kemudian dibandingkan dengan
menjadi diskursus menarik di dalam aktifitas kampanye dilapangan selalu
setiap pemiihan umum atau pemilihan saja tidak berimbang.
kepala daerah. Salah satu bagian yang Tetapi, diluar diskursus soal
hampir selalu menjadi perhatian kejujuran dan transparansi laporan
terkait dengan dana kampanye adalah dana kampanye kepada penyelenggara
soal isu transparansi dan akuntabilitas pemilu, ada persoalan lain yang
pelaporan dana kampanye. Besarnya terjadi di dalam pengaturan dana
nilai sumbangan, berapa nominal kampanye, khususnya terkait dengan
1) Peneliti Hukum Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)

57
2
58 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

pengaturan batasan sumbangan dana partai politik yang mengusulkan


kampanye dari pihak-pihak yang pasangan calon; dan
diperbolehkan oleh UU No. 7 Tahun b. Sumbangan yang sah menurut
2017 tentang Pemilihan Umum (UU hukum dari pihak lain.”
Pemilu). Persoalan tersebut adalah
terkait dengan batasan sumbangan Di dalam UU Pemilu,
yang bisa diberikan oleh pasangan selain mengatur terkait dengan
calon presiden dan wakil presiden di penanggungjawab pembiayaan dana
dalam pendanaan kampanye pemilu. kampanye yang disebutkan adalah
Ketentuan di dalam UU Pemilu pasangan calon, kemudian juga
memberikan tanggung jawab dana mengatur terkait dengan sumber dana
kampanye kepada pasangan calon kampanye, UU Pemilu juga mengatur
presiden dan wakil presiden. Hal ini terkait dengan batasan nominal
sesuai dengan pengaturan di dalam sumbangan yang dapat diberikan
Pasal 325 ayat (1) UU No. 7 Tahun kepada pasangan calon presiden dan
2017 yang mengatur “Dana kampanye waki presiden untuk pelaksanaan
pemilu presiden dan wakil presiden kampanye. Ketentuan batasan nominal
menjadi tanggung jawab pasangan sumbangan dana kampanye ini diatur
calon”. di dalam Pasal 327 ayat (1) UU No.
Artinya, pembiayaan kampanye 7 Tahun 2017 yang menyebutkan
pemilihan presiden, menjadi “Dana kampanye yang berasal dari
tanggungjawab dari pasangan perseorangan sebagaimana dimaksud
calon presiden dan wakil presiden. dalam Pasal 326 tidak boleh melebihi
Tanggung jawab ini mesti dilihat Rp. 2.500.000.000. (dua miliar lima
secara utuh, mulai dari pengumpulan ratus juta rupiah)”.
dana kampanye, penggunaan dana Selain batasan sumbangan untuk
kampanye untuk segala akfititas perseorangan, UU Pemilu juga
kampanye, sampai kepada pelaporan mengatur batasan sumbangan yang
dana kampanye. diberikan oleh kelompok atau badan
Karena tanggung jawab dana usaha kepada pasangan calon presiden
kampanye untuk pemilihan presiden dan wakil presiden. Hal ini diatur di
ada dipundak pasangan calon, UU dalam Pasal 327 ayat (2) UU No. 7
Pemilu memberikan tiga sumber dana Tahun 2017 “Dana kampanye yang
kampanye yang bisa dikumpulkan berasal dari kelompok,perusahaan,
oleh pasangan calon presiden. Di atau badan usaha nonpemerintah
dalam Pasal 325 ayat (2) UU No. sebagaimana dimaksud di dalam
7 Tahun 2017 disebutkan, “Dana Pasal 326 tidak boleh melebihi Rp.
kampanye sebagaimana dimaksud 25.000.000.000 (dua puluh lima miliar
pada ayat (1) dapat diperoleh dari: rupiah)”.
a. Pasangan calon yang Jika Kita berhenti membaca
bersangkutan; konstruksi ketentuan-ketentuan dana
b. Partai politik dan/atau gabungan kampanye diatas, pemahaman yang
Problematika Pengaturan Pembatasan Sumbangan
PemiluDana
Serentak
Kampanye
Di Indonesia:
Pemilu
593
Di Dalam
Kajian
UU Sejarah
No. 7 Tahun
dan Original
2017 Tentang
Intent Pemilihan
PembentukUmum
UUD

akan muncul adalah, dari tiga sumber terhadap pasangan calon presiden
dana kampanye bagi pasangan dan partai politik pendukung. Kedua,
calon presiden, semuanya memiliki apakah pengaturan dana kampanye di
batasan sumbangan sesuai dengan dalam UU No. 7 Tahun 2017 mampu
ketentuan Pasal 327 ayat (1) dan ayat memberikan keadilan dan kesetaraan
(2). Bahkan, batasan sumbangan itu di dalam kontestasi pemilu di
disebutkan secara eksplisit, yakni 2,5 Indonesia.
milyar rupiah untuk penyumbang Tulisan di dalam jurnal ini akan
perseorangan, dan 25 milyar rupiah menjabarkan pertanyaan tersebut
untuk penyumbang kelompok atau secara deskriptif analitis, dengan
badan usaha. menggunakan dua pendekatan.
Namun, terdapat persoalan Pendekatan pertama adalah
pengaturan terkait batasan pendekatan perundang-undangan dan
sumbangan ini. Ketentuan di dalam pendekatan kedua adalah pendekatan
Pasal 326 UU No. 7 Tahun 2017, konseptual, sehingga nanti dapat
batasan sumbangan 2,5 milyar bagi ditemukan jawaban terhadap dua
perseorangan, dan 25 milyar dari pertanyaan utama di dalam tulisan ini.
kelompok atau badan usaha, hanya
berlaku bagi “Sumbangan yang sah B. Ketiadaan Batasan Sumbangan
menurut hukum dari pihak lain” bagi Capres dan Partai Pendukung
sebagaimana diatur di dalam Pasal Bukti Lemahnya Regulasi Dana
325 ayat (2) huruf c UU No. 7 Tahun Kampanye
2017. Lebih utuh, Pasal 326 UU No.
7 Tahun 2017 menyebutkan, “Dana Pengaturan sumbangan dana
kampanye yang berasal dari pihak kampanye mesti rigid dan detail. Salah
lain sebagaimana dimaksud dalam satu alasannya karena pengelolaan
Pasal 325 ayat (2) huruf c berupa dana kampanye berkaitan dengan
sumbangan yang sah menurut hukum, akfititas yang cukup besar di dalam
dan bersifat tidak mengikat dan dapat pemilihan umum, yakni kampanye.
berasal dari perseorangan, kelompok, Kampanye adalah salah satu tahapan
perusahaan, dan/atau badan usaha pemilu yang melibatkan banyak aktor,
nonpemerintah”. mengeluarkan uang dengan nominal
Artinya, dengan melihat secara yang besar, dan memiliki waktu
sistematis ketentuan di dalam paling panjang dari tahapan-tahapan
UU Pemilu terkait dengan dana pemilu yang lainnya.
kampanye ini, terdapat persoalan Oleh sebab itu, luasnya ruang
pengaturan yang tidak konsisten. lingkup dan cakupan dari kampanye
Di dalam tulisan ini akan menjawab ini, maka dibutuhkan pengaturan
dua persoalan utama, bagaimanakah yang betul-betul cukup dan jelas
persoalan pengaturan di dalam Pasal di dalam regulasi pemilu. Bahkan,
326 UU No. 7 Tahun 2017 yang tidak keinginan untuk mengatur ketentuan
menjangkau batasan sumbangan terkait dengan kampanye ini agar
4
60 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

detail ini sudah menjadi rekomendasi Tahun 2008 untuk pemilu presiden,
pascapelaksanaan Pemilu 2004 lalu. kedua undang-undang tersebut tidak
Laporan Panitia Pengawas Pemilu mengubah substansi pengaturan dana
2004, merekomendasikan agar kampanye.4
pengaturan dana kampanye pemilu Penambahan-penambahan
dibuat lebih rinci dan dipertegas pengaturan hanya pada tataran
sanksinya.2 formalism pengaturan saja.
Di dalam laporan tersebut juga Pengaturan yang diubah mencakup
disebutkan salah satu sebab mengapa batasan sumbangan dana kampanye.
ketentuan-ketentuan dana kampanye Dalam pemilu legislatif Pemilu 2009
tidak diikuti oleh semua peserta sumbangan maksimal perseorangan
pemilu, karena ketentuan-ketentuan dinaikkan dari Rp. 100 juta menjadi Rp.
soal pengelolaan dana kampanye itu 1 milyar dan sumbangan perusahaan
tidak disertai sanksi. Memang dalam dinaikkan dari Rp. 750 juta menjadi
undang-undang disebutkan tentang Rp. 5 milyar. Sedangkan dalam
sanksi pidana bagi yang mengabaikan Pemilu Presiden 2009, sumbangan
larangan yang terkait dengan perseorangan dinaikkan dari Rp.
penerimaan dan dana kampanye. 100 juta menjadi Rp. 1 milyar, dan
Namun, ketentuan yang terkait sumbangan perusahaan dinaikkan
dengan prosedur dan mekanisme dari Rp. 750 juta menjadi Rp. 5 milyar.
pengelolaan dana kampanye mestinya Peningkatan batasan sumbangan
juga diikuti sanksi yang jelas bila tersebutmenunjukkan kebutuhan
terjadi pelanggaran. Oleh karena itu, partai politik akan dana semakin
kedepan undang-undang harus lebih besar, tetapi disisi lain, pengaturan
detail membuat pengaturan dana dan pembatasan belanja kampanye
kampanye.3 tetap tidak diatur.5
Tetapi, setelah pelaksanaan Pemilu Jika dilacak dari perjalanan
2004, penguatan dan perbaikan terkait Pemilu 2004, uraian diatas sebetulnya
dengan regulasi dana kampanye sudah memberikan petunjuk, bahwa
ternyata tidak mengalami perbaikan persoalan dana kampanye tersebut
signifikan. Bahkan, ketiadaan adalah terkait batasan belanja
perbaikan itu tidak hanya terjadi pada kampanye, serta proteksi pengaturan
pemilu legislatif dan pemilu presiden dana kampanye dengan ancaman
saja, tetapi juga pemilihan kepala sanksi yang bisa memberikan daya
daerah. Meskipun pada Pemilu 2009 cegah kepada peserta pemilu.
dikeluarkan undang-undang baru, Dengan adanya batasan belanja
yakni UU No. 10 Tahun 2008 untuk kampanye tersebut, diharapkan
pemilu legislatif, dan UU No. 42 para peserta pemilu tidak perlu

2) Didik Supriyanto (ed), Masalah, Pelanggaran, dan Sengketa Pemilu: Resume Laporan Pengawasan Pemilu 2004, Jakarta:
Perludem, 2006, hlm. 3
3) Ibid.
4) Didik Supriyanto dan Lia Wulandari, Basa-Basi Dana Kampanye, Jakarta: Perludem, 2013, hlm. 15.
5) Ibid, hlm. 16.
Problematika Pengaturan Pembatasan Sumbangan
PemiluDana
Serentak
Kampanye
Di Indonesia:
Pemilu
615
Di Dalam
Kajian
UU Sejarah
No. 7 Tahun
dan Original
2017 Tentang
Intent Pemilihan
PembentukUmum
UUD

lagi jorjoran dalam mengumpulkan Batasan sumbangan dari


uang, dan mengeluarkan uang untuk kelompok atau perseorangan di dalam
kebutuhan kampanye, sehingga UU No. 8 Tahun 2012 yang diberikan
untuk menghindari peserta pemilu oleh kelompok atau badan usaha,
dari jebakan kepentingan para nominalnya naik jika dibandingkan
penyumbang.6 dengan ketentuan di dalam UU No.
Di dalam perjalanan penyusunan 10 Tahun 2008, yang “hanya” Rp.
regulasi pemilu, ternyata harapan 5 milyar. Untuk pemilu presiden
terhadap perbaikan pengaturan 2014, pembentuk undang-undang
terkait dana kampanye kembali memilih tidak membuat UU baru.
terulang di dalam UU No. 8 Tahun Pertama kali sejak pemilu pertama di
2012 yang merupakan regulasi untuk era reformasi, satu undang-undang
pelaksanaan pemilu legislatif 2014. pemilihan presiden dipakai untuk dua
Di dalam Pasal 129 ayat (2) UU No. 8 kali pelaksanaan pemilihan. Artinya,
Tahun 2012, disebutkan bahwa dana untuk pengaturan dana kampanye di
kampanye untuk pemilu bersumber dalam pemilu presiden tahun 2014,
dari tiga sektor: a). partai politik; b). tidak ada perubahan sama sekali.
calon anggota DPR, DPRD provinsi, Penyusunan regulasi untuk
dan DPRD kabupaten/kota dari partai pelaksanaan Pemilu 2019 juga tidak
politik yang bersangkutan; dan c). banyak memberikan perbaikan
sumbangan yang sah menurut hukum. terkait dengan dana kampanye.
Kemudian, Pasal 130 UU No. 8 Hal krusial yang mestinya diatur di
Tahun 2012 mengatur bawah “Dana dalam pengaturan dana kampanye,
kampanye pemilu yang bersumber dari yakni terkait dengan batasan belanja
sumbangan pihak lain sebagaimana kampanye pemilu tidak diatur
dimaksud dalam Pasal 129 ayat (2) sama sekali di dalam UU No. 7
huruf c tidak bersifat mengikat dan Tahun 2017. Bahkan, pengaturan
dapat berasal dari perseorangan, dana kampanye di dalam UU No. 7
kelompok, perushaaan, dan/atau Tahun 2017, jauh lebih mengejutkan,
badan usaha nonpemerintah”. sekaligus mengkhawatirkan.
Selanjutnya di dalam Pasal 131 ayat Batasan sumbangan dana kampanye
(1) UU No. 8 Tahun 2012 disebutkan mengalami kenaikan drastis, jika
bahwa batasan sumbangan dari pihak dibandingkan dengan batasan
ketiga yang perseorangan adalah Rp. sumbangan yang diatur di dalam UU
1 milyar rupiah. Kemudian di dalam No. 8 Tahun 2012.
Pasal 131 ayat (2) UU No. 8 Tahun Di dalam UU No. 7 Tahun 2017,
2012 mengatur batasan sumbangan batasan sumbangan yang dapat
dari pihak ketiga yang merupakan diberikan oleh perseorangan pihak
kelompok atau badan usaha menjadi ketiga mencapai angka Rp. 2,5 milyar.
Rp. 7,5 milyar. Angka ini jika dibandingkan dengan

6) Ibid, hlm. 17
6
62 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

batasan sumbangan yang dapat Ini tentu menunjukkan bahwa


diberikan oleh perseorangan pihak regulasi pemilu ingin membangun
ketiga di dalam UU No. 8 Tahun 2012, fasilitas terhadap kebutuhan
naik 150% atau 1,5 kali lipat. Karena, besar partai politik terhadap uang
di dalam UU No. 8 Tahun 2012, kampanye, namun tidak mau
batasan sumbangan maksimal dari diberikan pembatasan belanja
pihak ketiga disyaratkan maksimal terhadap aktifitas kampanye, dimana
Rp. 1 milyar. pembatasan ini perlu diberikan untuk
Sementara, untuk batasan menciptakan prinsip fairness di dalam
sumbangan yang diberikan oleh pemilu. Apalagi, realitas pelaporan
kelompok atau badan usaha, UU dana kampanye dari pasangan calon
No. 7 Tahun 2017 menaikkannya maupun dari partai politik, termasuk
menjadi Rp. 25 milyar. Jika pengalaman laporan dana kampanye
membandingkan batasan sumbangan pemilihan kepala daerah, masih jauh
untuk kelompok atau badan usaha dari prinsip transparan dan akuntabel.
ini dengan ketentuan di dalam UU Apalagi, harapan dimana pelaporan
No. 8 Tahun 2012, kenaikannya jauh dana kampanye dapat mencerminkan
lebih signifikan, lebih 3,5 kali lipat. aktifitas kampanye sesungguhnya
Hal ini bisa dibandingkan, karena yang dilakukan oleh peserta pemilu,
ketentuan batasan sumbangan dana masih sangat jauh dari apa yang
kampanye bagi pihak ketiga dalam semestinya.
bentuk kelompok atau badan usaha di Ketiadaan pengaturan batasan
dalam UU No. 8 Tahun 2012, batasan belanja kamanye bagi peserta pemilu
sumbangannya menunjukkan angka tidak menjadi problem satu-satunya
Rp. 7,5 milyar. dalam kelemahan regulasi dana
Batasan sumbangan untuk pemilu kampanye di dalam UU Pemilu.
legislatif dengan pemilu presiden di Tetapi, terdapat persoalan mendasar
dalam UU No. 7 Tahun 2017 sama. lain, yang sesungguhnya sangatlah
Artinya, karena pemilu dilaksanakan penting dan fatal. Jika membaca UU
secara serentak, batasan sumbangan Pemilu, khususnya bagian terkait
pihak ketiga dari perseorangan dengan dengan dana kampanye, Kita akan
pihak ketiga dari kelompok atau tersadar bahwa batasan sumbangan
badan usaha adalah sama. Namun dana kampanye, tidak berlaku bagi
sayangnya, kenaikan signifikan sumber dana kampanye yang berasal
terhadap batasan sumbangan dana dari individu pasangan calon presiden,
kampanye ini tidak diiringi dengan partai politik pendukung pasangan
pembatasan belanja kampanye calon presiden.
terhadap partai politik sebagai peserta Sesuai dengan ketentuan di dalam
pemilu legislatif, dan batasan belanja Pasal 325 ayat (2) UU No. 7 Tahun 2017,
kampanye terhadap pasangan calon ada tiga sumber dana kampanye yang
presiden sebagai peserta pemilu dapat dikumpulkan oleh pasangan
presiden dan wakil presiden. calon presiden. Pertama, sumbangan
Problematika Pengaturan Pembatasan Sumbangan
PemiluDana
Serentak
Kampanye
Di Indonesia:
Pemilu
637
Di Dalam
Kajian
UU Sejarah
No. 7 Tahun
dan Original
2017 Tentang
Intent Pemilihan
PembentukUmum
UUD

dari pasangan calon presiden dan puluh lima miliar rupiah)”.


wakil presiden, kedua sumbangan Sesuai dengan ketentuan di dalam
dari partai politik pendukung UU No. 7 Tahun 2017 sebagaimana
pasangan calon presiden dan wakil dikutip diatas, dapatlah disimpulkan
presiden, dan ketiga sumbangan yang bahwa batasan sumbangan dana
sah menurut hukum dari pihak lain. kampanye itu hanya untuk sumbangan
Penjelasan lebih lanjut terkait dengan yang diberikan oleh “pihak lain”,
sumbangan yang sah menurut hukum selain dari individu pasangan calon
dari pihak lain terdapat di dalam presiden dan partai politik pengusung
Pasal 326 UU No. 7 Tahun 2017. Pasal pasangan calon presiden.
326 mengatur “Dana kampanye yang Artinya, individu pasangan
berasal dari pihak lain sebagaimana calon presiden, atau partai politik
dimaksud dalam Pasal 325 ayat (2) pengusung pasangan calon presiden,
huruf c berupa sumbangan yang yang notabene adalah badan hukum,
sah menurut hukum, dan bersifat boleh memberikan sumbangan
tidak mengikat dan dapat berasal sebebas-bebasnya, tanpa ada
dari perseorangan, kelompok, pembatasan di dalam UU Pemilu. Ada
perusahaan, dan/atau badan usaha beberapa keadaan dan konsekuensi
nonpemerintah”. hukum yang ditimbulkan dengan
Jika melihat susunan norma di ketiadaan batasan sumbangan dana
dalam Pasal 326, khususnya frasa kampanye dari pasangan calon dan
yang mengatakan bahwa “berasal partai politik pengusung seperti ini.
dari pihak lain sebagaimana Pertama, tidak adanya batasan
dimaksud Pasal 325 ayat (2) huruf sumbangan dana kampanye terhadap
c” memberikan konsekuensi lebih individu pasangan calon presiden atau
lanjut di dalam pengaturan batasan wakil presiden, serta sumbangan dari
sumbangan dana kampanye di pasal partai politik pengusung pasangan
yang lainnya. Pasal yang lain yang calon presiden akan menimbulkan
dimaksud ini adalah Pasal 327 ayat (1) ketidakpastian hukum terhadap
UU No. 7 Tahun 2017 yang mengatur pengaturan batasan sumbangan
“Dana kampanye yang berasal dari dana kampanye. Ketidakpastian ini
perseorangan sebagaimana dimaksud disebabkan oleh adanya pengaturan
dalam Pasal 326 tidak boleh melebihi yang berbeda terhadap sumber dana
Rp. 2.500.000.000. (dua miliar lima kampanye yang disebutkan di dalam
ratus juta rupiah)”. Begitu pula satu pasal yang sama pada UU Pemilu.
ketentuan di dalam Pasal 327 ayat (2) Dari tiga sumber dana kampanye,
UU No. 7 Tahun 2017 yang berbunyi mulai dari sumbangan pasangan calon
: “Dana kampanye yang berasal dari presiden dan wakil presiden, partai
kelompok, perusahaan, atau badan politik pengusung, dan sumbangan
usaha nonpemerintah sebagaimana yang sah menurut hukm dari pihak
dimaksud di dalam Pasal 326 tidak lain, kenapa hanya sumbangan dari
boleh melebihi Rp. 25.000.000.000 (dua pihak lain ini saja yang dibatasi.
8
64 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

Padahal, penanggungjawab dana dari “pihak lain”, selain sumbangan


kampanye pemilihan presiden dan dari pasangan calon presiden dan
wakil presiden itu adalah pasangan sumbangan dari partai politik
calon presiden dan wakil presiden. pendukung, dimana merupakan dua
Selain itu, seluruh dana yang sumber dana kampanye lain yang
dihimpun oleh pasangan calon melalui dapat digunakan oleh pasangan
rekening khusus dana kampanye, calon presiden. Lebih lanjut, untuk
akan tercampur menjadi satu, untuk membuktikan bahwa batasan
digunakan pada aktifitas kampanye. sumbangan dana kampanye hanya
Sumbangan yang diberikan oleh diperlakukan untuk pihak lain, dapat
setiap aktor yang menjadi sumber dilihat ketentuan di dalam Pasal 96
dana kampanye, mestinya dibatasi ayat (1) dan ayat (2) UU No. 42 Tahun
secara sama, sehingga ada konsistensi 2008. Di dalam ketentuan pasal ini
dan kepastian hukum terkait dengan disebutkan bahwa dana kampanye
batasan sumbangan dana kampanye. yang berasal dari perseorangan
Bagaimana mungkin, tiga sumber sebagaimana dimaksud dalam Pasal
dana kampanye berbeda, yang 95 tidak boleh melebihi Rp. 1 milyar.
kemudian dihimpun menjadi satu Sedangkan di dalam Pasal 96 ayat (2)
di dalam rekening khusus dana UU No. 42 Tahun 2008, disebutkan
kampanye, tetapi diatur secara bahwa “Dana kampanye yang
berbeda oleh UU Pemilu. Jika dilacak berasal dari kelompok, perusahaan,
pada UU Pemilu sebelumnya, ternyata atau badan usaha nonpemerintah
ketiadaan batasan sumbangan bagi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
pasangan calon presiden dan partai 95 tidak boleh melebihi Rp. 5 milyar”.
politik pengusung pasangan calon Artinya, ketidakcermatan di dalam
presiden ini juga sudah berlaku di penyusunan regulasi ini, merupakan
dalam UU No. 42 Tahun 2008 yang sesuatu yang sudah terjadi sejak Pemilu
digunakan untuk dua kali pemilihan 2009 dan Pemilu 2014. Kesempatan
presiden, yakni Pemilu 2009 dan untuk melakukan perbaikan di dalam
Pemilu 2014. Di dalam Pasal 95 UU penyusunan UU No. 7 Tahun 2017
No. 42 Tahun 2008 disebutkan “Dana untuk persiapan Pemilu 2019 juga tidak
kampanye yang berasal dari pihak diambil oleh para pembentuk undang-
lain sebagaimana dimaksud dalam undang. Tentu saja ketidakcermatan
Pasal 94 ayat (2) huruf c berupa pembentuk undang-undang di
sumbangan yang sah menurut hukum dalam menyusun regulasi pemilu,
dan bersifat tidak mengikat dan dapat dimana dibiarkannya persoalan dana
berasal dari perseorangan, kelompok, kampanye ini berulang di dua kali
perusahaan, dan/atau badan usaha perumusan undang-undang pemilu
nonpemerintah”. tentu saja sangat disayangkan. Politik
Ketentuan Pasal 94 ayat (2) huruf hukum pembentuk undang-undang
c yang dirujuk di dalam Pasal 95 ini tentu harus mendapatkan sorotan
adalah frasa sumbangan yang berasal tajam berkaitan dengan pengaturan
ini.
Problematika Pengaturan Pembatasan Sumbangan
PemiluDana
Serentak
Kampanye
Di Indonesia:
Pemilu
659
Di Dalam
Kajian
UU Sejarah
No. 7 Tahun
dan Original
2017 Tentang
Intent Pemilihan
PembentukUmum
UUD

Padmo Wahyono merumuskan (2,5 milyar untuk perseorangan, dan


politik hukum sebagai kebijakan 25 milyar untuk kelompok atau badan
dasar yang menentukan arah, bentuk, usaha), sangat mungkin sumbangan
maupun isi dari hukum yang akan dana kampanye itu akan diserahkan
dibentuk. Ia berkaitan dengan hukum dahulu kepada pasangan calon
yang diharapkan (ius constituendum).7 presiden atau partai politik pengusung
Oleh sebab itu jugalah, politik hukum pasangan calon presiden.
difungsikan sebagai leistern (bintang Artinya, pengaturan batasan
pemandu) bagi terwujudnya visi yang sumbangan dana kampanye yang
ingin diraih dari pembentukan hukum tidak konsisten ini, akan membuat
itu sendiri.8 pihak lain yang hendak menyumbang
Pentingnya kebutuhan akan dana kampanye tidak langsung
regulasi dana kampanye di dalam mencatatkannya sebagai sumbangan
UU Pemilu ternyata tidak mampu pihak ketiga, karena akan terhambat
dijawab oleh para pembentuk batasan sumbangan. Tetapi, uang dan/
undang-undang. Buktinya, di dalam atau barang tersebut akan diserahkan
tiga undang-undang pemilu terakhir, dulu kepada pasangan calon presiden,
ketidakpastian hukum terkait batasan dan kemudian uang dan/atau barang
sumbangan dana kampanye antara itu diberikan identitas sumbangan
pasangan calon presiden, partai pribadi pasangan calon presiden atau
politik, dan pihak lain, baik itu partai politik pendukung pasangan
perseorangan atau kelompok selalu calon presiden. Begitu juga potensi
dibiarkan terjadi. uang dan/atau barang yang akan
Kedua, tidak adanya batasan disumbangkan, bisa diberikan
sumbangan dana kampanye bagi identitas sebagai sumbangan dari
pasangan calon presiden dan partai pasangan calon presiden atau
politik pengusung, membuka celah sumbangan partai. Padahal, secara
praktik curang di dalam pencatatan faktual, sumbangan tersebut
sumbangan dana kampanye. Potensi adalah sumbangan uang dan/atau
ini sangatlah besar, karena ada standar barang dari pihak lain, baik secara
yang berbeda, serta prasyarat yang perseorangan ataupun kelompok atau
berbeda antara sumbangan yang badan usaha.
bersumber dari pasangan calon dan Ketiga, tidak konsistennya
partai politik pengusung, dengan pengaturan terkait dengan batasan
syarat sumbangan dana kampanye sumbangan dana kampanye ini
dari pihak lain. Jika ada pihak lain, tidak sejalan dengan upaya untuk
baik perseorangan atau kelompok membangun transparansi dan
dan/atau badan usaha nonpemerintah akuntablitas dana kampanye dari
hendak memberikan sumbangan dana peserta pemilu. Adanya potensi
kampanye ingin melebihi dari nominal ketidakjujuran identitas sumbangan
sumbangan yang disyaratkan oleh UU dari pihak ketiga melalui pasangan
7) Padmo Wahyono, Indonesia Negara Berdasar Atas Hukum (Cetakan II), Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986, hlm. 44.
8) Bernard L. Tanya, Politik Hukum: Agenda Kepentingan Bersama, Jakarta: Genta Publishing, 2011, hlm. 14.
10
66 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

calon presiden atau partai politik C. Prinsip Keadilan dalam


pendukung telah membuat upaya Pengaturan Dana Kampanye
untuk mendorong transparansi dan Pemilu
akuntabilitas dana kampanye peserta
pemilu sulit untuk diwujudkan. Prinsip adil adalah sesuatu yang
Saat ini, ketentuan Pasal 326 UU sangat penting di dalam pengaturan
No. 7 Tahun 2017 ini sedang diuji oleh dana kampanye pemilu. Hal ini juga
Mahkamah Konstitusi. Permohonan merupakan turunan langsung dari
ini tercatat di dalam registrasi perkara salah satu asas penyelenggaraan
di MK dengan nomor perkara 71/ pemilu sebagaimana diatur di dalam
PUU-XVI/2018. Jika dilihat di dalam konstitusi, yakni adil. Di dalam
permohonan permohonan pemohon perjalanan pengaturan dana kampanye
sebagaimana dipublikasikan oleh pemilu, pemenuhan prinsip adil dalam
pada laman mahkamah konstitusi. pengaturan dana kampanye pemilu,
go.id, permohon meminta mahkamah sering sekali dibenturkan dengan
konstitusi untuk memberikan tafsir prinsip kebebasan yang juga menjadi
baru terhadap ketentuan Pasal 326 asas di dalam penyelenggaraan
UU No. 7 Tahun 2017, dimana tidak pemilu.
hanya ketentuan Pasal 325 ayat Salah satu kondisi yang sering
(2) huruf c yang diwajibkan untuk dipertentangkan, terutama oleh
diberikan batasan sumbangan, tetapi penyelenggara pemilu adalah, dimana
juga ketentuan Pasal 325 ayat (2) semangat pembatasan dana kampanye
huruf a dan b, mesti diberikan batasan pemilu, tidak hanya pembatasan
sumbangan dana kampanye. sumbangan dana kampaanye, tetapi
Ketentuan di dalam Pasal 325 juga pembatasan belanja kampanye
ayat (2) huruf a dan b ini adalah pemilu, dipertentangkan dengan
sumber dana kampanye yang prinsip kebebasan bagi peserta pemilu
berasal dari pasangan calon presiden untuk mengumpulkan uang dan
dan wakil presiden, serta sumber modal untuk kampanye, tanpa perlu
dana kampanye dari partai politik dibatas-batasi melalui regulasi.
pengusung pasangan calon presiden. Beberapa dalih disampaikan oleh
Persidangan terakhir di Mahkamah peserta pemilu untuk dilakukannya
Konstitusi terkait pengujian ketentuan pembatasan belanja kampanye
Pasal 326 ini dilakukan pada 9 pemilu. Pertama, pembatasan belanja
Desember 2018 lalu, dengan agenda kampanye pemilu dapat mengurangi
mendengarkan keterangan saksi dari keleluasaan partai politik, calon
pemohon. Semoga saja Mahkamah anggota legislatif, dan calon pejabat
Konstitusi bisa menjatuhkan putusan eksekutif dalam menggalang dana
yang dapat memberikan kepastian kampanye. Kedua, pembatasan belanja
hukum terhadap perbaikan ketentuan kampanye tidak perlu dilakukan,
dana kampanye di dalam UU Pemilu. karena sudah ada pembatasan
Problematika Pengaturan Pembatasan Sumbangan
PemiluDana
Serentak
Kampanye
Di Indonesia:
Pemilu
11
67
Di Dalam
Kajian
UU Sejarah
No. 7 Tahun
dan Original
2017 Tentang
Intent Pemilihan
PembentukUmum
UUD

sumbangan dana kampanye. Ketiga, manfaat pada kebaikan manusia.10


pembatasan dana kampanye tidak Karena proses pemilu ini diharapkan
efektif dalam menekan persaingan akan memberikan kemanfaatan bagi
bebas antar partai politik, calon banyak orang, serta perwujudan dari
anggota legislatif dan calon pejabat kedaulatan rakyat, maka hukum yang
eksekutif dalam memperebukan suara dibuat mestilah memenuhi prinsip
pemilih. Dan keempat, pembatasan keadilan untuk semua, khususnya
belanja kampanye mempersulit dalam konteks pengaturan dana
partai politik, calon anggota legislatif, kampanye.
dan calon pejabat eksekutif dalam Terakhir, prinsip pemilu
membuat laporan dana kampanye demokratis adalah menjaga kesetaraan
pemilu.9 yang ruang lingkupnya mencapai
Alasan penolakan pembatasan kesetaraan dalam suara, kursi, dan
ini tidaklah sepenuhnya tepat, kompetisi. Kesetaraan dalam kompetisi
jika dibandingkan dengan prinsip inilah yang merupakan keadaan untuk
pemilu demokratis yang jauh lebih membuat partai politik, calon anggota
dalam, yakni kesetaraan kontestasi. legislatif, dan calon pejabat eksekutif
Kesetaraan kontestasi di dalam dalam kondisi yang kurang lebih
konteks dana kampanye sangatlah sama, termasuk dalam penyediaan
penting, agar peserta pemilu yang dana kampanye.11 Oleh sebab itu,
memiliki banyak uang, tidak dengan konsistensi dan kepastian hukum
sesuka hatinya memanfaatkan uang terkait dengan batasan sumbangan
tersebut untuk membiayai kampaye dana kampanye untuk setiap sumber
pemilu tanpa bisa diimbangi oleh dana yang diperbolehkan oleh
peserta pemilu lainnya. Pada titik ini, ketentuan UU Pemilu adalah upaya
adanya politik hukum dari pembentuk untuk mewujudkan kesetaraan dalam
undang-undang yang mengatur ada kontestasi pada pemilu itu sendiri,
beberapa item atau metode kampanye sebagai salah satu ciri pemilu yang
yang dibiayai negara, sesungguhnya demokratis.
adalah upaya untuk memenuhi
prinsip kesetaraan dan akses yang D. Penutup
sama dalam pelaksanaan kampanye
pemilu. Berdasarkan uraian di dalam
Selain itu, secara filosofis, tulisan ini, terdapat tiga persoalan di
berbicara hukum, berarti berbicara dalam ketentuan pengaturan batasan
tentang pengaturan keadilan, serta sumbangan dana kampanye di dalam
memastikan keadilan itu terwujud UU No. 7 Tahun 2017. Pertama,
dibawah jaminan aturan-aturan pengaturan batasan sumbangan dana
yang jelas-tegas, sehingga memberi kampanye di dalam UU No. 7 Tahun

9) Op.cit, Didik Supriyanto dan Lia Wulandari, Basa Basi Dana…hlm. 158-160.
10) Bernard L. Tanya, et al, Teori Hukum, Teori Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Yogyakarta: Genta Publishing, 2010,
hlm. 27.
11) Op.cit, Didik Supriyanto dan Lia Wulandari, Basi-Basi Dana…, hlm. 157.
12
68 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

2017 menimbulkan ketidakpastian 2017, belum mampu memenuhi


hukum, karena memberikan prasyarat prinsip keadilan dan kesetaraan dalam
yang berbeda antara tiga sumber kontestasi pemilu. Hal ini disebabkan
dana kampanye yang diatur di dalam oleh belum adanya ketentuan batasan
UU Pemilu, yakni sumbangan dari belanja kampanye pemilu, serta
pasangan calon presiden, partai politik adanya celah hukum yang dapat
pengusung, dan sumbangan yang sah dimanfaatkan oleh kelompok yang
menurut hukum dari pihak lain. ingin mencurangi ketentuan dana
Batasan sumbangan hanya kampanyepemilu.
diberikan kepada penyumbang Oleh sebab itu, dibutuhkan
dari pihak lain, sementara untuk perubahan regulasi terkait dengan
sumbangan dana kampanye yang dana kampanye pemilu ini, bisa
berasal dari pasangan calon presiden melalui proses legislasi di DPR dan
dan partai politik pengusung tidak pemerintah, atau dengan putusan
ada pembatasan. Kedua, pengaturan Mahkamah Konstitusi yang dimana
pembatasan sumbangan dana sedag berporses saat ini. Paling tidak
kampanye membuka peluang praktik membuat batasan sumbangan yang
curang yang begitu besar, dengan pasti dan sama antara seluruh sumber
cara mengubah identitas penyumbang dana kampanye adalah hal yang paling
dana kampanye dari pihak lain, mendesak untuk dilakukan, dan
menjadi sumbangan dari pasangan menyiapkan skema untuk mengatur
calon atau partai, untuk menghindari pembatasan belanja kampanye adalah
ketentuan batasan sumbangan. Dan upaya untuk mewujudkan pemilu
ketiga, ketidakpastian hukum dan yang setara dan adil.
potensi curang di dalam pengaturan
sumbangan telah tidak sesuai dengan
upaya mewujudkan dana kampanye
pemilu yang transparan dan akuntabel.
Selain itu, pengaturan dana kampanye
yang ada di dalam UU No. 7 Tahun
Problematika Pengaturan Pembatasan Sumbangan
PemiluDana
Serentak
Kampanye
Di Indonesia:
Pemilu
13
69
Di Dalam
Kajian
UU Sejarah
No. 7 Tahun
dan Original
2017 Tentang
Intent Pemilihan
PembentukUmum
UUD

DAFTAR PUSTAKA

Bernard L. Tanya, et al, 2010, Teori Hukum, Teori Tertib Manusia Lintas Ruang
dan Generasi, Yogyakarta: Genta Publishing.
Bernard L. Tanya, 2011, Politik Hukum: Agenda Kepentingan Bersama, Jakarta:
Genta Publishing.
Didik Supriyanto (ed), 2006, Masalah, Pelanggaran, dan Sengketa Pemilu: Re-
sume Laporan Pengawasan Pemilu 2004, Jakarta: Perludem.
Didik Supriyanto dan Lia Wulandari, 2013, Basa-Basi Dana Kampanye, Jakar-
ta: Perludem.
Padmo Wahyono, 1986, Indonesia Negara Berdasar Atas Hukum (Cetakan II),
Jakarta: Ghalia Indonesia.
70 Jurnal Majelis, Edisi 01, Januari 2019
Pemilu Serentak Di Indonesia:
1
Kajian Sejarah dan Original Intent Pembentuk UUD

KONSTITUSIONALITAS KEBIJAKAN HUKUM TERBUKA


KETENTUAN AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN

Feri Amsari 1

Abstrak

Ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden diperdebatkan.


Konstitusionalitasnya dipertanyakan meskipun Mahkamah Konstitusi telah menyatakan
bahwa pengaturan mengenai ambang batas merupakan kewenangan pembentuk undang-
undang. Namun argumentasi bahwa ambang batas pencalonan presiden sebagai sebuah
kebijakan hukum terbuka (open legal policy) terbuka dipertanyakan banyak kalangan.
Terutama ketika dibaca ketentuan Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017
tentang Pemilihan Umum yang mengatur ambang batas pencalonan berbeda dengan
teks ketentuan Pasal 6A Ayat (2) UUD 1945 yang mengatur siapa yang berwenang
mengusulkan calon presiden dan wakil presiden. Perdebatan ilmiah mengenai itu adalah
darimana Mahkamah Konstitusi dapat menilai sebuah ketentuan kebijakan hukum
terbuka jika pada dasarnya ketentuan mengenai ambang batas itu diatur secara eksplisit
di dalam konstitusi. Tulisan ini menelaah mengenai kebijakan hukum terbuka itu dan
bagaimana Mahkamah Konstitusi dapat saja mengalami kealpaan dalam memahami teks
ambang batas pencalonan presiden yang diatur dalam UUD 1945.

Kata kunci: Ambang batas pencalonan (presidential candidacy treshold), kebijakan


hukum terbuka (open legal policy), Pemilihan presiden, Mahkamah Konstitusi

Pendahuluan pencalonan pasangan calon presiden


dan wakil presiden.
Mahkamah Konstitusi (MK) Jika lebih jeli mencermati, Putusan
memutuskan ambang batas MK Nomor: 53/PUU-XV/2017 dan
pencalonan dalam Pemilu presiden Nomor 54/PUU-XV/2017 pada
dan wakil presiden (Pilpres) sebagai dasarnya Mahkamah tidak menyatakan
hak konstitusional partai politik bahwa ambang batas pencalonan
tertentu. Partai dengan perolehan presiden dan wakil presiden
kursi 20 persen di Dewan Perwakilan konstitusional atau inkonstitusional.
Rakyat (DPR) atau 25 persen suara sah Mahkamah hanya menyatakan
nasional berhak memperoleh “tiket” bahwa pengaturan ambang batas

1) Dosen Hukum Tata Negara dan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas.
Menyelesaikan sarjana pada 2004 dan melanjutkan program paska sarjana pada 2006 dan menyelesaikannya pada 2008. Aktiv
mengeluti advokasi hukum semenjak dari mahasiswa dan menjadi ketua pada beberapa lembaga mahasiswa, seperti Badan
Eksekutif Mahasiswa dan Dewan Legislatif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas, serta Unit Kegiatan Mahasiswa
Pengenalan Hukum dan Politik (UKM PHP) Universitas Andalas. Saat ini berkegiatan sebagai peneliti pada Pusat Studi
Konstitusi yang menggeluti isu-isu konstitusi dan hukum tata negara.

71
2
72 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

pencalonan presiden merupakan 3. Relasi presidential election


kewenangan konstitusional lembaga competitiveness dengan sistem
legislatif. Meski telah memutus pemerintahan presiden yang kuat;
konstitusionalitas lembaga yang lalu
berwenang menentukan angka 4. Bagaimana konstitusi semestinya
ambang batas, namun MK tidak ditafsirkan dalam pembentukan
menilai ambang batas pencalonan peraturan yang lebih rendah,
presiden itu adalah berkesesuaian atau terutama di dalam undang-
tidak dengan UUD 1945. Sepenuhnya undang;
Mahkamah berkeyakinan bahwa itu
adalah kewenangan dari pembentuk Keempat hal tersebut merupakan
undang-undang saja (open legal policy). bagian yang sangat berkaitan dengan
Sehingga menarik apabila tatanan demokrasi konstitusional
mengenai ambang batas pencalonan Indonesia, terutama perihal pen-
presiden itu digali kesesuaiannya calonan presiden dan wakil presiden.
dengan pasal-pasal UUD 1945. Untuk UUD 1945, sebagaimana konstitusi
mencermati kesesuaian Pasal 222 UU lain, mengatur sistem pemilihan
Nomor 7 Tahun 2017 yang mengatur presiden yang berkaitan dengan
mengenai ambang batas pencalonan pengaturan kehendak politik warga
presiden itu maka perlu dibahas negara melalui pasal-pasal dalam
beberapa hal yang akan mengantarkan batang tubuhnya. Pengaturan tersebut
kepada pemahaman apakah ambang tentu tidak boleh bertentangan satu
batas pencalonan presiden dan wakil sama lain atau melanggar “kodrat”
presiden betul merupakan kebijakan konstitusional dalam mengatur suatu
hukum terbuka atau open legal policy hal, termasuk mengenai ambang
dari pembuat undang-undang atau batas pencalonan presiden dan
Mahkamah menghindari dari fakta wakil presiden. Sebab pertentangan
bahwa ketentuan itu pada dasarnya antara pasal-pasal UUD 1945 adalah
adalah sesuatu yang inkonstitusional. sesuatu yang tidak masuk akal terjadi
Berikut ini merupakan beberapa hal dan jikapun terjadi lembaga yang
yang akan menjadi “pagar analisa” dibentuk menafsirkannya berwenanga
untuk menyigi ketentuan ambang melakukan pembenahan agar
batas tersebut, yaitu: konstitusi dapat terus “hidup” untuk
1. Mengenai konsep pengaturan menjadi panduan penyelenggaraan
pencalonan Presiden dalam negara.
Pemilu yang berkaitan dengan
pengaturan competitiveness in 1. Mengatur Persaingan dalam
election (persaingan dalam Pemilu); Pemilu
2. Mengenai bangunan konstitusional
yang dikehendaki pembuat UUD Dalam kajian Politik dan Hukum
1945 terkait pengusulan calon Pemilihan Umum, terdapat sebuah
Presiden dan Wakil Presiden; pandangan dan kajian mengenai
Konstitusionalitas Kebijakan
Pemilu Hukum
Serentak Terbuka
Di Indonesia:
733
KajianKetentuan Ambang
Sejarah dan Batas
Original Pencalonan
Intent PembentukPresiden
UUD

persaingan atau kompetisi memperoleh menggunakan prinsip-prinsip


“kursi” dalam Pemilu (competitiveness konstitusional. Lebih jelas lagi,
in election). Aiko Wagner menyebutkan Issacharoff dan Pildes menyatakan
bahwa pengaturan mengenai bahwa untuk mengatur daya kompetisi
persaingan politik merupakan elemen dalam Pemilu yang setidaknya akan
konstitusional yang harus ada dalam menggantikan prinsip-prinsip hak
demokrasi modern.2 Pengaturan asasi maka haruslah berlandaskan
persaingan dalam Pemilu tersebut pada ketentuan di dalam teks
menjadi hal penting pula bagi konstitusi.3
demokrasi di Indonesia. Pernyataan Issacharoff dan Pildes
Lalu bagaimana kemudian itu menjelaskan bahwa pengaturan
pengaturan persaingan tersebut mengenai kompetisi dalam Pemilu
dilakukan agar dapat memenuhi harus fokus kepada pengaturan yang
prinsip-prinsip atau asas-asas terdapat dalam “teks konstitusi”.
Pemilu yang baik. Menurut penulis, Selain perlu memperhatikan ketentuan
pengaturan persaingan dalam Pemilu yang diatur konstitusi daripada
itu haruslah menjunjung asas- ketentuan yang diatur undang-
asas Pemilu, terutama asas “adil”. undang, Issacharoff dan Pildes
Meskipun adil adalah objek yang mengeritik cara pandang peradilan
abstrak, termasuk pula keadilan di Amerika yang dalam perkara-
dalam Pemilu. Namun menurut perkara judicial review undang-undang
pemahaman penulis, konsep keadilan Pemilu yang hanya bersandar kepada
yang paling tepat tentu saja adalah gagasan perlindungan hak individual,
setiap orang harus diperlakukan padahal harus pula meninjau latar
sesuai dengan haknya masing-masing. belakang struktural dari pihak yang
Adil yang proporsional itu memang berkompetisi dan tugas peradilan
tidaklah harus memperoleh hak yang adalah menciptakan iklim kompetisi
sama. Namun meski tidak sama, tidak Pemilu yang layak.
berarti terdapat ketimpangan yang Pandangan itu penting karena
jauh antara yang memperoleh hak menjelaskan dua kutub cara pandang
dan yang dibatasi dalam memperoleh mengenai pengaturan kompetisi
haknya oleh negara. Pemilu, yaitu: 1. Berdasarkan hak
Lalu bagaimanakah prinsip asasi manusia; dan 2. Berdasarkan
keadilan yang proporsional itu dapat kondisi struktural kemasyarakatan.
diwujudkan dalam pengaturan Kedua hal tersebut menjadi penting
kompetisi Pemilu? Samuel Issacharoff untuk menata sistem kompetisi
dan Richard H. Pildes menjelaskan Pemilu dalam Pemilihan Presiden dan
bahwa untuk mengatur persaingan Wakil Presiden semestinya diatur.
Pemilu maka dilakukan dengan Penulis menyatukan dua kutub

2) Aiko Wagner, Comparing Electoral Availabilities: A Micro Perspective on Political Competition; 2013, Makalah disajikan pada
the 7th ECPR General Conference, Bordeux, 4-7 September 2013, h. 3.
3) Daniel Hays Lowenstein, dkk., Election Law, Cases and Materials; Durham, North Carolina, Amerika, Carolina Academic Press,
2008, h. 618.
4
74 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

perihal pengaturan kompetisi Pemilu mungkin Presiden (selaku petahana)


tersebut dilandaskan pada nilai-nilai mengkhawatirkan pengaturan
konstitusional yang diatur UUD 1945, kompetisi dalam pemilihan Presiden
terutama yang berkaitan dengan hak yang sesuai kehendak UUD 1945
sipil dan politik. Sebagai peraturan karena pengaturan kompetisi yang
perundang-undangan tertinggi, konstitusional membuka kesempatan
maka teks konstitusi harus menjadi bagi calon-calon alternatif untuk maju
landasan dari kompetisi Pemilu dalam dalam Pemilu kedepannya.
Pemilihan Presiden di Indonesia. Sehingga dengan mengatur
Agar mampu menilai bahwa persaingan terbatas, petahana dapat
dalam pengaturan kompetisi Pemilu mengukur lawan yang berkompetisi
dapat dipenuhinya hak asasi dan dan dapat memastikan kekalahan
kebutuhan struktural masyarakat, bagi pesaingnya karena kualitasnya
maka setidaknya dalam pengaturan yang berada di bawah angka
kompetisi Pemilu tersebut diatur keterpilihan petahana. Pada titik ini
berkenaan dengan 4 (empat) sesungguhnya petahana dan DPR
komponen kompetisi Pemilu yang telah melanggar hak-hak warga negara
dikemukakan Stefano Bartolini, yaitu: lainnya untuk dapat berperan dan
a. kontestasi pemilihan (electoral berpartisipasi dalam penyelenggaraan
contestability); b. ketersedian pemilihan pemerintahan, dalam hal ini sebagai
(electoral availability); c. kemampuan Presiden dan Wakil Presiden. Itulah
menentukan penawaran (decidability menurut penulis politik hukum yang
of offer); d. kerentanan petahana dapat dibaca dari lahirnya Pasal 222
(incumbent vulnerability). Dari UU Pemilu terkait pengusulan calon
keempat komponen competitiveness Presiden dan Wakil Presiden.
in election dari Bartolini tersebut,
penulis hanya akan membahas dua 2. Konstitusionalitas Pengusulan
komponen penting yang berkaitan Calon Presiden
langsung dengan pokok-pokok
perkara ini, yaitu: perihal kontestasi Pada bagian ini, penulis hendak
pemilihan dan kerentanan petahana. menjelaskan bahwa competitiveness
Penulis berpandangan bahwa perihal in election yang diatur konstitusi
kontestasi Pemilu itu berkaitan Indonesia adalah ketentuan yang
dengan rentannya posisi petahana. penting dan harus ditaati oleh
Petahana pada titik tertentu tidak pembuat undang-undang. Agar
yakin terhadap posisi dirinya sehingga hal itu sejalan dengan kehendak
menutup kesempatan pendaftaran pasal-pasal lain di dalam UUD 1945
bagi calon-calon potensial lain yang membuka ruang bagi seluruh
yang punya kemungkinan untuk warga negara Indonesia untuk dapat
mengalahkannya. Sebagai salah satu berpartisipasi dalam penyelenggaraan
yang memiliki kewenangan untuk pemerintahan. Pasal 27 Ayat (1) dan
membuat undang-undang, bukan tidak Pasal 28D Ayat (3) UUD 1945 mengatur
Konstitusionalitas Kebijakan
Pemilu Hukum
Serentak Terbuka
Di Indonesia:
755
KajianKetentuan Ambang
Sejarah dan Batas
Original Pencalonan
Intent PembentukPresiden
UUD

mengenai kesempatan tersebut, yaitu (2) UUD 1945 -sebagaimana yang


sebagai berikut: menjadi “batu uji” dalam permohonan
ini- dengan jelas mengatur bahwa:
Pasal 27 Ayat (1): “Pasangan calon Presiden dan Wakil
“Segala warga negara bersamaan Presiden diusulkan oleh partai politik
kedudukannya di dalam hukum dan atau gabungan partai politik peserta
pemerintahan dan wajib menjunjung pemilihan umum sebelum pelaksanaan
hukum dan pemerintahan itu dengan pemilihan umum.”
tidak ada kecualinya.”
Ketentuan itu sangat terang
Pasal 28D Ayat (3): memperlihatkan bahwa pencalonan
“Setiap warga negara berhak calon Presiden dan Wakil Presiden
memperoleh kesempatan yang sama hanya dapat melalui partai politik atau
dalam pemerintahan.” gabungan partai politik. Ketentuan
itu membuka kesempatan secara
Ketentuan tersebut tentu saja luas dalam pengaturan presidential
dapat dikaitkan dengan teori election competitiveness. Di dalam
persaingan dalam Pemilu (electoral UUD 1945 tidak terdapat persyaratan
competition/competitiveness in election), yang khusus atau lebih rigid dalam
terutama dalam kalimat “bersamaan hal pengusulan calon Presiden dan
kedudukannya di dalam hukum dan Wakil Presiden oleh partai tersebut.
pemerintahan” dan “kesempatan yang Ketentuan pengusulan calon ini
sama”. Bagaimana kedua kalimat harus benar-benar dibedakan dengan
tersebut diatur dalam undang-undang ketentuan mengenai syarat-syarat
yang lebih rendah sebagai aturan untuk menjadi Presiden.
main teknis dalam Pemilu –terutama Ketentuan mengenai syarat-syarat
dalam Pemilihan Presiden dan Wakil itu kerap disalah-artikan oleh sebagian
Presiden” agar terus sesuai dengan kalangan dengan menafsirkan secara
UUD 1945? Jawabannya sederhana, tidak tepat ketentuan Pasal 6 Ayat
undang-undang tidak dapat mengatur (2) UUD 1945 yang berbunyi sebagai
hal teknis yang sudah diatur UUD berikut:
1945 dengan cara meniadakan, “Syarat-syarat untuk menjadi
menambahkan, atau mengurangi Presiden dan Wakil Presiden diatur
ketentuan pasal-pasal konstitusi lebih lanjut dengan undang-undang.”
tersebut.
Dalam hal teknis pencalonan calon Ketentuan tersebut menjadi open
Presiden dan Wakil Presiden, UUD legal policy bagi pembentuk undang-
1945 telah jelas mengatur hal teknis undang dalam hal mengatur syarat
pengusulan calon. Competitiveness in menjadi Presiden dan Wakil Presiden
presidential election, terutama dalam sepanjang tidak berseberangan dengan
hal pencalonan presiden dan wakil ketentuan UUD 1945. Ketentuan itu
presiden diatur dalam Pasal 6A Ayat tidak mengatur tata cara pencalonan
6
76 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

Presiden dan Wakil Presiden tetapi 2. Pasangan Calon diusulkan oleh


mengatur agar pembuat undang- Partai Politik atau Gabungan Par-
undang dapat mengatur mengenai tai Politik Peserta Pemilu yang
syarat-syarat menjadi Presiden. memenuhi persyaratan perolehan
Praktiknya di dalam pembentukan UU kursi paling sedikit 20 % (dua
Pemilu, pembentuk undang-undang puluh persen) dari jumlah kursi
telah mengatur tata cara pencalonan DPR atau memperoleh 25% (dua
Presiden dan Wakil Presiden yang puluh lima persen);
diusulkan partai politik atau gabungan 3. Pasangan Calon diusulkan oleh
partai politik yang merupakan sesuatu Partai Politik atau Gabungan Par-
yang tidak dinyatakan oleh UUD 1945. tai Politik Peserta Pemilu yang
Kealpaan memahami ketentuan- memenuhi persyaratan perolehan
ketentuan UUD 1945 tersebut salah kursi paling sedikit 20 % (dua pu-
satunya dapat dilihat dari ketentuan luh persen) dari jumlah kursi DPR
Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 atau memperoleh 25% (dua puluh
tentang Pemilihan Umum yang lima persen) dari suara sah secara
berbunyi selengkapnya sebagai nasional pada Pemilu anggota
berikut DPR sebelumnya.
“Pasangan Calon diusulkan oleh
Partai Politik atau Gabungan Partai Pasangan Calon diusulkan oleh
Politik Peserta Pemilu yang memenuhi Partai Politik atau Gabungan Partai
persyaratan perolehan kursi paling Politik Peserta Pemilu adalah kalimat
sedikit 20 % (dua puluh persen) dari konstitusional yang tidak dapat
jumlah kursi DPR atau memperoleh dihilangkan, ditambahkan, atau
25% (dua puluh lima persen) dari dikurangi karena akan menghilangkan
suara sah secara nasional pada Pemilu makna konstitusionalnya.
anggota DPR sebelumnya.” Faktanya, pembuat undang-undang
mengabaikan unsur konstitusional
Jika ketentuan Pasal 222 UU Pemilu dengan menghilangkan kalimat
tersebut hendak dibedah unsur- original intent UUD 1945, yaitu kalimat,
unsurnya sehingga dapat ditelaah “sebelum pelaksanaan pemilihan umum.”
mana elemen yang konstitusional
dan mana yang menyimpang dari Mengenai hal tersebut dapat
kehendak UUD 1945, maka unsur- dibandingkan melalui tabel dua
unsurnya adalah sebagai berikut: ketentuan dalam UUD 1945 dan UU
Pemilu sebagai berikut:
1. Pasangan Calon diusulkan oleh
Partai Politik atau Gabungan
Partai Politik Peserta Pemilu;
Konstitusionalitas Kebijakan
Pemilu Hukum
Serentak Terbuka
Di Indonesia:
777
KajianKetentuan Ambang
Sejarah dan Batas
Original Pencalonan
Intent PembentukPresiden
UUD

Tabel 1.
Perbandingan Pasal Pencalonan antara UUD 1945 dan UU Pemilu

Pasal 6A Ayat (2) UUD 1945 Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang
Pemilu

Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diu- Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau
sulkan oleh partai politik atau gabungan partai poli- Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang me-
tik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan menuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit
pemilihan umum. 20 % (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR
atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen)
dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota
DPR sebelumnya.

Pasal 222 UU Pemilu sepenting itu tidak menjadi perhatian


juga bermasalah tidak hanya pembentuk UUD 1945 jika memang
menghilangkan kalimat penting angka-angka tersebut sangat penting
“sebelum pelaksanaan pemilihan bagi sistem pemilihan Presiden dan
umum”, tetapi juga menambahkan Wakil Presiden, tentu saja angka
persyaratan ambang batas yang harus tersebut dicantumkan dalam UUD
dipenuhi partai-partai peserta Pemilu 1945. Faktanya, angka-angka 20% dan
untuk dapat mencalonkan calon 25 % itu hanya muncul dalam UU
Presiden dan Wakil Presiden. Kalimat Pemilu. Artinya, angka-angka tersebut
pada Pasal 222 UU Pemilu yang adalah angka-angka politik sesaat
ditambahkan sehingga memberikan yang diputuskan dalam pembahasaan
makna yang berbeda dari ketentuan undang-undang Pemilu, bukan
konstitusi adalah: kehendak dari pembentuk UUD 1945.
“…yang memenuhi persyaratan Angka-angka sebesar itu akan
perolehan kursi paling sedikit 20 sangat mempengaruhi competitiveness
% (dua puluh persen) dari jumlah in election oleh karena itu ketentuan
kursi DPR atau memperoleh 25% tersebut menjadi tidak adil karena
(dua puluh lima persen) dari suara akan menghilangkan hak warga
sah secara nasional pada Pemilu negara lainnya yang sesungguhnya
anggota DPR sebelumnya.” telah dilindungi Pasal 6A Ayat (2) UUD
1945. Itu sebabnya angka-angka itu
Angka ambang batas sebesar adalah angka-angka inkonstitusional
20 % (dua puluh persen) dan 25 % yang harusnya dihapuskan agar
(dua puluh lima persen) itu sama berkesesuaian dengan kehendak teks
sekali tidak ada di dalam salah satu UUD 1945.
pasal UUD 1945. Secara sederhana Selain soal angka-angka tersebut,
tidak mungkin aturan sepenting itu Pasal 222 juga mengatur sesuatu hal
dengan konsekeuensi yang dapat yang berseberangan dengan ketentuan
ditimbulkan oleh angka-angka politik UUD 1945, yaitu kalimat, “pada
8
78 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

Pemilu anggota DPR sebelumnya.” berkaitan dengan dua dukungan,


Penentuan bahwa pengusulan calon yaitu dukungan rakyat pada satu
berdasarkan hasil Pemilu sebelumnya sisi dan dukungan partai politik
merupakan bentuk yang bertentangan pada sisi yang lain.”
dengan konstitusi dan tidak linier
dengan konsep electoral justice karena Putusan itu memperlihatkan
menguntungkan partai-partai yang bahwa rancang bangun
memenangkan Pemilu sebelumnya penyelenggaraan Pemilihan Presiden
padahal yang dijaring adalah aspirasi dan Wakil Presiden tidak bergantung
pemilih pada pemilu terkini (current pada hasil penyelenggaraan
election). Kenapa hal tersebut perlu Pemilu Legislatif. Itu sebabnya MK
diatur dengan baik karena berkaitan memutuskan, sebagaimana kehendak
dengan bangunan sistem presidensiil UUD 1945. Putusan itu tentu saja
yang kuat. mempertegas bahwa rancang bangun
Pandangan itu didukung dengan Pemilihan Presiden dan Pemilu
Pendapat Mahkamah Konstitusi di Legislatif, meskipun serentak, tetapi
dalam Putusan Nomor 14/PUU- tidak berkaitan hasilnya satu sama
XI/2013 bahwa: yang lain sebagaimana dijelaskan
“pasangan calon Presiden/ dalam Pendapat Mahkamah tersebut.
Wakil Presiden hanya dapat Dengan demikian, UUD 1945 juga
diajukan oleh partai politik atau membedakan antara pengusulan calon
gabungan partai politik dan di Presiden dan Wakil Presiden berbeda
sisi lain menempatkan rakyat tata laksananya dengan syarat menjadi
dalam posisi yang menentukan Presiden dan Pelaksanaan Pemilihan
karena yang menjadi Presiden Presiden.
sangat tergantung pada pilihan Pasal 6A Ayat (2) UUD 1945 pada
rakyat. Hak ekslusif partai dalam pokoknya tidak dapat digolongkan
pencalonan Presiden sangat sebagai pasal yang membuka ruang
terkait dengan hubungan antara bagi pembentuk undang-undang
DPR dan Presiden dan rancang untuk menentukan bagaimana tata
bangun sistem pemerintahan yang cara pengusulan calon Presiden
diuraikan di atas, karena anggota dan Wakil Presiden, tetapi Pasal 6A
DPR seluruhnya berasal dari partai Ayat (2) itu tidak memberi ruang
politik, akan tetapi hak eksklusif agar pembentuk undang-undang
partai politik diimbangi oleh hak mengatur tata cara pengusulan calon
rakyat dalam menentukan siapa Presiden dan Wakil Presiden. Berbeda,
yang terpilih menjadi Presiden dan misalnya dengan pasal-pasal yang
legitimasi rakyat kepada seorang dapat dinyatakan sebagai pasal yang
Presiden. Dengan demikian, membuka ruang untuk open legal policy
idealnya menurut desain UUD oleh pembentuk undang-undang.
1945, efektivitas penyelenggaraan Pasal-pasal itu di antaranya adalah
pemerintah oleh Presiden sangat sebagai berikut:
Konstitusionalitas Kebijakan
Pemilu Hukum
Serentak Terbuka
Di Indonesia:
799
KajianKetentuan Ambang
Sejarah dan Batas
Original Pencalonan
Intent PembentukPresiden
UUD

1. Pasal 6 Ayat (2): “Syarat-syarat undang-undang tidak menyusupkan


untuk menjadi Presiden dan Wakil kepentingan partai-partai mayoritas
Presiden diatur lebih lanjut den- dalam UU Pemilu sebagai ketentuan
gan undang-undang.” “permainan” dilaksanakan sesuai
2. Pasal 6A Ayat (5): “Tata cara asas-asas Pemilu, terutama asas “adil”.
pelaksanaan Pemilihan Presiden
dan Wakil Presiden lebih lanjut 3. Persaingan Pemilihan Presiden
diatur dalam undang-undang.” dan Sistem Pemerintahan
Presiden yang Kuat
Simak misalnya ketentuan Pasal
6A Ayat (5) UUD 1945 tersebut bahwa Morris P. Fiorina mencatat bahwa
konstitusi hanya memberi “mandat” dalam dekade terakhir pelaksanaan
kepada pembentuk undang-undang Pemilihan kepala negara di beberapa
untuk mengatur lebih lanjut di dalam negara yang menyebabkan terbelahnya
undang-undang segala sesuatu masyarakat disebabkan ras/etnisitas,
yang belum diatur di dalam UUD agama, jenis kelamin, dan orientasi
1945. Itu sebabnya karena mengenai seksual [the 2016 Presidential Election;
pengusulan calon Presiden dan Wakil Identities, Class, and Culture; 2017].
Presiden telah diatur pada Pasal 6A Kondisi yang ditelusuri Fiorina pada
Ayat (2) UUD 1945, maka pembentuk dasarnya juga dialami oleh dalam
undang-undang tidak diperkenankan Pemilihan Presiden 2014 di Indonesia.
untuk mengatur lebih lanjut soal Terbelahnya masyarakat dalam
pengusulan calon Presiden dan Wakil Pemilihan Presiden 2014 juga
Presiden. berpotensi terjadi apabila kemudian
Hal yang sama juga dapat dilihat fokus persaingan tidak diatur dalam
dari Pengaturan Pasal 22E Ayat (6) aturan electoral competition dengan
UUD 1945 yang membuka ruang bagi baik. Penataan kompetisi dalam
pembentuk undang-undang untuk pemilu itu penting untuk membangun
mengatur lebih lanjut tentang Pemilu. electoral justice yang sesungguhnya.
Selengkapnya pasal tersebut berbunyi Apabila tidak diatur maka subjek
sebagai berikut: dalam penyelenggaraan Pemilu, yaitu:
“Ketentuan lebih lanjut tentang penyelenggara, peserta, dan pemilih,
pemilihan umum diatur dengan akan ikut mengalami kerugian.
undang-undang.” Misalnya dalam kasus Pemilihan
Presiden Taiwan pada 1996, tanpa
Artinya, open legal policy yang akan pengaturan persaingan yang baik yang
dilakukan pembentuk undang-undang timbul adalah persaingan kampanye
hanya diperkenankan terhadap hal- terkait isu-isu tertentu. Presiden Lee
hal lain yang belum diatur dalam Pasal Teng-hui sengaja membangun simpati
22E Ayat (1), (2), (3), (4), dan Ayat (5) kepada kelompok tertentu agar
UUD 1945. Pembatasan open legal pemilih yang berada pada kelompok
policy itu diperlukan agar pembentuk itu merasakan Lee sebagai bagian dari
10
80 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

mereka.4 Model kampanye seperti itu saat ini (contextual approach). Teks UUD
hanya akan menghilangkan kampanye 1945 merupakan dasar berpijak paling
yang berbasis kepada rencana program shahih dalam menemukan kebenaran
dan bagaimana strategi agar program dalam perbedaan pandangan terhadap
itu dapat diwujudkan. hal-hal konstitusional.
Artinya, Presiden yang terpilih Pasal 6A Ayat (2) UUD 1945 sangat
haruslah Presiden yang memiliki eksplisit mencantumkan ketentuan
dukungan cukup, tidak sekedar mengenai pengusulan calon Presiden
dari mayoritas pemilih, tetapi juga dan Wakil Presiden. Penghilangan,
dukungan dari lembaga legislatif. penambahan, atau pengurangan
Pengusulan calon Presiden dan Wakil ketentuan Pasal 6A Ayat (2) UUD 1945
Presiden berbasiskan hasil Pemilu merupakan bentuk penyimpangan
DPR pada Pemilu sebelumnya akan ketatanegaraan yang serius oleh
merancukan bangunan Presiden pembuat undang-undang.
terpilih yang kuat. Textual intent (yang merupakan
Hasil Pemilu legislatif tahun bagian dari original intent) adalah
sebelumnya dapat saja berbeda 180 patokan penting. Penafsiran terhadap
derajat dengan hasil Pemilu terkini. teks-teks konstitusi dalam bentuk
Partai yang populis dan menguasai aturan baru oleh pembuat undang-
lembaga legislatif pada Tahun Pemilu undang hanya dapat dilakukan apabila
sebelumnya dapat saja kehilangan ketentuan pasal-pasal UUD 1945 tidak
populeritas pada Pemilu Terkini. mengatur secara jernih. Misalnya,
Sehinga bukan tidak mungkin calon dalam Pasal 24 Ayat (3) mengenai:
Presiden dan Wakil Presiden tidak “badan-badan lain yang fungsinya
memiliki dukungan lembaga legislatif berkaitan dengan kekuasaan kehakiman
yang memadai. Akibatnya, dengan diatur dalam undang-undang.”
konsep ini akan menyebabkan Apa maksud konstitusi dengan
pemerintahan Presiden terpilih akan badan-badan lain itu bisa sangat luas.
sangat lemah karena kebijakan- Pada konteks itulah seperti itulah
kebijakannya bertentangan dengan yang dapat menjadi salah satu alasan
“warna politik” mayoritas di DPR. bagi para pembuat undang-undang
dapat menafsirkan pasal-pasal
4. Bagaimana Menafsirkan dan konstitusi dalam pasal-pasal aturan
Melindunginya Kehendak undang-undang. Lalu, bagaimana
Konstitusi jika pasal-pasal undang-undang
karena kepentingan politik ditafsirkan
Penafsiran konstitusi yang berbeda dengan kehendak UUD 1945.
terbaik haruslah mempertimbangkan Dalam hal proses pencalonan presiden
kehendak pembuat (original intent) bukan tidak mungkin pemilihan
dan apa yang dibutuhkan masyarakat umum akan diikuti kontestan yang

4) C.Y. Cyrus Chu dan Emerson S. Niou; the Strategy of Ambiguity in Electoral Competition; North Carolina, Academia Economic
Papers, 2005, h. 282.
Konstitusionalitas Kebijakan
Pemilu Hukum
Serentak Terbuka
Di Indonesia:
11
81
KajianKetentuan Ambang
Sejarah dan Batas
Original Pencalonan
Intent PembentukPresiden
UUD

jauh dari standar kualitas seorang Sebagai penjaga konstitusi satu-


presiden sebagaimana mestinya. satunya, penulis percaya Mahkamah
Pada titik itu, UUD 1945 meng- Konstitusi akan menjalankan tugas-
andalkan Mahkamah Konstitusi untuk tugas perlindungan tersebut sebaik-
menjadi “penjaga” agar penyimpangan baiknya.
pasal-pasal konstitusi tidak terjadi
dengan mengembalikannya kepada
maksud asli pembuat UUD 1945.
12
82 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

DAFTAR PUSTAKA

Chu, C.Y. Cyrus dan Emerson S. Niou; the Strategy of Ambiguity in Electoral
Competition; North Carolina, Academia Economic Papers, 2005.

Lowenstein, Daniel Hays, dkk., Election Law, Cases and Materials; Durham,
North Carolina, Amerika, Carolina Academic Press, 2008.

Wagner, Aiko, 2013, Comparing Electoral Availabilities: A Micro Perspective on


Political Competition; Makalah disajikan pada the 7th ECPR General Conference,
Bordeux, 4-7 September 2013.
Pemilu Serentak Di Indonesia:
1
Kajian Sejarah dan Original Intent Pembentuk UUD

REKONSTRUKSI HUKUM PENGUATAN POSISI WAKIL PRESIDEN


DALAM SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL DI INDONESIA

Agus Riewanto 1

Abstrak

Artikel ini bertujuan untuk mengkaji tentang perlunya rekonstruksi hukum penguatan
posisi jabatan Wakil Presiden dalam sistem pemerintahan Presidensial. Karena konstruksi
UUD 1945 pascamandemen melalui Pasal 4 Ayat (2), Pasal 6 ayat (2) dan (2), Pasal
6A ayat (1) hingga (5), Pasal 7A, Pasal 7B ayat (1) hingga (6) Pasal 8 ayat (1) hingga
(3), dan Pasal 9 menunjukkan secara yuridis posisi jabatan Wakil Presiden hanyalah
sebagai orang kedua dan prioritas kedua setelah Presiden. Akibatnya pembagian tugas
dan kewenangan pada Wakil Presiden tergantung keinginan dan kebaikan Presiden
tidak berdasarkan peraturan yang rigid dan berkepastian hukum.
Diperlukan rekonstruksi hukum ketatanegaraan dalam memperkuat posisi jabatan
Wakil Presiden dalam sistem pemerintahan Presidensial dengan melakukan amandemen
terhadap ketentuan Pasal 4 Ayat (2) UUD 1945 guna memperjelas dan merinci arti
kata “dibantu”. Bantuan Wakil Presiden pada Presiden seharusnya berlandaskan pada
prinsip saling bantu fungsional yang proporsional. Substansi hukum rekonstruksi
ketatanegaraan dalam penguatan posisi jabatan Wakil Presiden antara lain: memberi
kewenangan khusus dan rinci sebagai wakil penyelenggara negara dan sebagai wakil
penyelenggara pemerintahan.

Kata Kunci: Rekonstruksi Posisi, Wakil Presiden dan Sistem Presidensial

Pendahuluan pemerintah dan kenegaraan adalah


Presiden dan Wakil Presiden.
Dalam sistem pemerintahan Demikian pula sistem parlementer
Presidensial terdapat dua jabatan berarti kekuasaan pemerintah dan
politik kekuasaan yang sangat penting, kenegaraan yang paling tinggi ada di
yaitu Presiden dan Wakil Presiden. tangan parlemen. Sistem kuasi berarti
Kedua jabatan ini merupakan mahkota kekuasaan tertinggi berbagi di dua
bagi jalannya sistem pemerintahan tangan, yakni Presiden dan parlemen.
Presidensial. Itulah sebabnya disebut Karena dalam prakteknya sebutan
Presidensial karena kekuasaan sistem pemerintahan dilekatkan pada
tertinggi dalam menjalankan ciri pokoknya, siapa yang paling

1) Dosen Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum,Universitas Sebelas Maret Surakarta. Alamat: Jl. Ir. Sutami No.36 A Kentingan
Surakarta. Kontak Person: Hp. 08122612990. E-mail:agusriwanto@staff.uns.ac.id.

83
2
84 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

dominan dalam memegang kendali kekuasaan nyata dan kekuasaan


kekuasaan dan hubungannya dengan politik simbolis yang mencerminkan
parlemen. kewenangan yang diberikan oleh
Dalam sistem parlementer, kepala negara.3
pemerintah adalah Perdana Menteri Indonesia pascaamandemen UUD
dan kepala negara disebut Presiden 1945 menganut sistem pemerintahan
atau bisa juga Raja atau Ratu. Perdana presidensial, bahkan memurnikannya,
Menteri memimpin kabinet dan jika merunut dari ciri-ciri yang ada
memikul tanggungjawab sepenuhnya dalam UUD 1945, antara lain: Presiden
sebagai pemimpin lembaga eksekutif. memegang jabatan eksekutif (Pasal 4),
Perdana Menteri adalah pemimpin Presiden tidak dipilih oleh MPR (Pasal
partai politik atau koalisi Parpol yang 6A); masa jabatan Presiden dibatasai
memenangi pemilu. Para menteri lima tahun (Pasal 7); adanya syarat
ditentukan oleh formatur kabinet rinci jabatan Presiden dan Wakil
yang biasanya menjadi Perdana Presiden (Pasal 6); ditetapkan tata
Menteri. Presiden atau Raja atau Ratu cara pemberhentian Presiden Wakil
dalam sistem ini tidak mempunyai Presiden (Pasal 7a dan 7 B); penegasan
kekuasaan sehari-hari yang nyata, Presiden tak dapat membubarkan DPR
karena kekuasaannya bersifat (Pasal 7C); pembatasan hak prerogatif
simbolis. Karena itu mereka tidak Presiden melaui persetujuan DPR,
dapat dimintai pertanggungjawaban seperti BPK (Pasal 23 F); Hakim Agung
atau “the king can do no wrong”.2 (Pasal 24 A ayata 93),dan lain-lain;
Sedangkan dalam sistem Presiden dapat membentuk Dewan
presedensial, kepala pemerintahan Pertimbanagn Presiden (Pasal 16);
adalah presiden yang sekaligus dalam pembentukan dan pembubaran
merupakan kepala negara. Presiden kementerian harus diatur dengan UU
dipilih oleh rakyat dapat langsung (Pasal 17 ayat 4).4
maupun tidak langsung. Presiden Jika dilacak dari konstruksi
memang kendali pemerintahan. awal dalam sidang BPUPKI ketika
Presiden adalah kepala lembaga menetapkan posisi jabatan Presiden.
eksekutif yang menunjuk menteri Prof. Soepomo mengatakan bahwa:
yang akan menduduki jabatan kabinet. “Presiden adalah merupakan penjelmaan
Menteri bertanggungjawab pada kedaulatan rakyat dan bukan ada di
Presiden. Maka Presiden adalah juga tangan dewan perwakilan rakyat”.5
kepala negara. Presiden memegang Ini adalah merupakan konstruksi
kekuasaan simbolis tersebut sehingga ketatanegaraan otentik bahwa pilihan
di dalam diri seorang Presiden terdapat sistem Presidensial telah nyata sejak
2) Maswadi Rauf, “Evaluasi Sistem Presidensial”, dalam Moch. Nurhasim dan Ikrar Nusa Bhakti,, Sistem Presidensial dan Sosok
Presiden Ideal, Pustaka Pelajar, Yogjakarta, 2009, h., 31 dan Douglas V. Verney, “Parliamentary Government And Presidential
Government”, in Arend Lijphart, 1992, Parliamentary Versus Presidential Government, Oxford University Press, 19922, p. 31-47
3) Ibid., h. 30
4) Fadjar, Mukhtie, Hukum Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi, Jakarta: KonPress Citra Media, 2006, h. 120
5) Harun Alrasid, Jabatan Presiden Rl, Sebuah Tinjauan Hukum Tata Negara. Pidato Dies Rede pada Sidang Senat Terbuka Daiam
Rangka Dies Natalis Ke-56 Univesitas Islam IndonesiaYogyakarta.Tanggal 8 November 1999, h. 14-15.
Rekonstruksi Hukum Penguatan Posisi Wakil
Pemilu Serentak Presiden
Di Indonesia:
853
Dalam
KajianSistem Pemerintahan
Sejarah dan OriginalPresidensial Di Indonesia
Intent Pembentuk UUD

awal dalam sidang BPUPKI. langsung oleh rakyat. Dalam


Salah satu problem ketatanegaraan prakteknya diterjemahkan melalui
ketika membincangkan sistem UU No. 23 Tahun 2003 Tentang
pemerintahan Presidensial adalah Pemilihan Presiden Wakil Presiden
perdebatan dan kontroversial diantara selanjutnya diubah menjadi UU No.42
para ahli tata negara tentang posisi Tahun 2008 tentang Pilpres yang
jabatan Wakil Presiden. Dimana melahirkan penyelenggaraan Pilpres
jabatan Wakil Presiden dianggap tidak secara langsung pertama tahun 2004.7
setara dengan Presiden sehingga posisi Pilpres kedua tahun 2009 dan Pilpres
jabatan Wakil Presiden dalam sistem ketiga tahun 2014.8 Pilpres keempat
Presidensial seolah hanya menjadi serentak dengan Pileg tahun 2019
ban serep dari Presiden.6 Karena posisi melalui UU No.7 tahun 2017 tentang
Wakil Presiden hanya melaksanakan Pemilu.9 Maka posisi Wakil Presiden
mandat Presiden dalam melaksanakan hanya dianggap strategis secara politis
jalannya pemerintahan sehari-hari. pada saat proses Pilpres mulai tahun
Itulah mengapa jabatan Wakil 2004 sampai dengan Pilpres 2019
Presiden dianggap tak strategis ini, dimana calon Wakil Presiden
dalam menjalankan roda kekuasaan hanya akan diperuntukkan bagi
pemerintahan, karena dalam posisi mereka yang memiliki potensi untuk
orang kedua setelah Presiden. meraih dukungan pemilih untuk
Pasca amandemen UUD 1945 memenangkan kompetisi dalam
telah mengkonstruksikan tentang Pilpres.
posisi jabatan Wakil Presiden yang Itulah sebabnya Calon Presiden
diatur dalam ketentuan Pasal 4 ayat yang akan memenangkan kompetisi
(2) UUD 1945 pascaamandemen yang Pilpres selalu dilihat seberapa besar
menyatakan, bahwa Presiden dalam pengaruh elektabilitasnya dari pilihan
melaksanakan kewajibannya dibantu Calon Wakil Presiden. Dengan kata
oleh satu orang Wakil Presiden. lain Calon Wakil Presiden menjadi
Diperkenalkannya sistem Pemilihan kunci dalam pemenangan Pilpres.10
Presiden dan Wakil Presiden Secara Sejarah mengajarkan dalam
Langsung (Pilpres) melalui Pasal 6A konteks Indonesia komposisi Capres
ayat (1) UUD 1945 yang mengatur dan Cawapres selalu diharmoniskan
tentang Presiden dan Wakil Presiden relasinya dengan mempertimbangan
dipilih dalam satu pasaagn secara tingkat elektabilitas Pilpres dengan

6) Kuntara Magnar, “Kedudukan dan Pertanggungjawaban Wakil Presiden Menurut UUD 1945“ dalam Bagir Manan, Beberapa
Masalah Hukum Tatanegara Indonesia, Alumni Bandung, 1993, h. 20-23.
7) J. Wanandi, The Indonesian General Elections 2004, Asia-Pacific Review Journal, Volume 11, 2004-Issue 2, P. 115-131.
8) Andi Naharuddin, 2 Seniwati, Elections In Indonesia After The Fall Of Soeharto, Proceedings Of 3 Rd Iastem International
Conference, Singapore, 6 Th November 2015, P.32-35.
9) Emirza Ady Syailendra, Indonesian Presidential Election 2019-The Coming Divisive Contest: Jokowi Vs. Prabowo, Rsis /
Commentaries / Country And Region Studies / International Politics And Security / Non-Traditional Security / South Asia /
Southeast Asia And Asean 01 August 2018, Https://Www.Rsis.Edu.Sg/Rsis-Publication/Rsis/Co18129-Indonesian-Presidential-
Election-2019-The-Coming-Divisive-Contest-Jokowi-Vs-Prabowo/#.Xc40cyfelhe. Diakses Pada tanggal 2 Januari 2018.
10) M. Aunul Hakim, Indonesian Presidential Candidacy on Constitutional Democracy Perspective, Academic Research
International Vol. 5(2) March 2014, P.445-452
4
86 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

aneka ramuan misalnya, asal daerah dan antar golongan yang perlu dirawat
Jawa-Luar Jawa dan komposisi dalam bingkai negara kesatuan
dukungan Parpol. Asal daerah (NKRI).
dipergunakan untuk mengukur Dalam perjalanan sejarah relasi
sebaran dukungan pemilih yang secara presden dan Wakil Presiden acapkali
geografis di belah menjadi dua: Jawa tak harmonis karena perbedaan
dan luar Jawa dan dukungan parpol pembagian kinerja dan pandangan
dipertimbangkan untuk mengukur politik. Hal ini dapat dilacak mulai
seberapa kuat sebaran kemenangan dari relasi antara Presiden Soekarno
Parpol dalam Pemilu legislatif. dan Wakil Presiden Mohammad
Pada soal asal daerah ini Hatta. Dimana Mohmamad Hatta
diinspirasi dari kompisisi Presiden harus mengundurkan diri dari
pertama RI Soekarno yang merupakan jabatannya pada 1 Desember 1956.12
representasi penduduk yang tinggal Alasan pengunduran dirinya bukan
secara geografis di Pulau Jawa-Bali hanya dikarenakan Bung Karno yang
dan Wakil Presiden RI I Mohammad tindakannya sering menyimpang.
Hatta yang merupakan representasi Terutama, karena keadaan
penduduk yang tinggal di luar Jawa. pemerintahan dewasa itu (1950-1958).
Kompoisisi ini dianggap ideal di Saat parpol saling menyerang dan
Indonesia karena belum seimbangnya bertengkar secara tidak sehat, karena
sebaran jumlah penduduknya. condong bersikap sebagai orang partai
Dimana penyebaran penduduk tahun daripada negarawan. Sedang partai
2019 yang tinggal di Pulau Jawa lebih yang berkuasa lebih mementingkan
banyak dibandingkan yang tinggal politik dan aspirasi partainya daripada
di luar pulau Jawa. Penduduk yang kepentingan bangsa dan negara.13
tinggal di pulau Jawa sebesar (56, 35 Sehingga praktis hingga berakhirnya
%), Pulau Sumatera (21, 90 %), Pulau kekuasaannya pada tahun 1967
Sulawesi (7, 33 %), Pulau Kalimantan Presiden Soekarno tanpa didampingi
(6, 08 %), Pulau Bali-Nusa Tenggara oleh Wakil Presiden.
(5, 60 % ) dan Maluku-Papua (2,74 Demikian pula relasi yang tak
%.)11 Untuk menjaga agar komposisi harmonis antara Presiden dan Wakil
jabatan kekuasaan tidak hanya di Presiden dalam babakan sejarah
pegang penduduk dari Jawa maka pasca Reformasi nyata terlihat antara
diperlukan akomodasi representasi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
jabatan kekuasaan dari luar Jawa. dengan Wakil Presden H.M. Jusuf
Lebih dari itu cara ini digunakan Kalla dalam menyelenggarakan
untuk memperkuat basis pluralitas kekuasaanya dari tahun 2004-2009
dan kemajemukan suku, agama, ras ketika menyikapi aneka macam
11) Sonny Harry B Harmadi, Situasi dan tantangan Kependudukan 2019, Opini,Kompas, 28 Desember 2018, h. 5
12) Maryono, Bung Hatta, Proklamator, Ilmuwan, Penulis dan Karya-Karyanya, Sebuah Analisis Bio-Biblimetrik, Jurnal Berkala
Ilmu Perpustakaan, Vol. XI No. 2 Tahun 2015, Ilmu Perpustakaan UGM, Yogjakarta, h. 25.
13) Alwi Syahab, 2017, Perbedaan Prinsip Membuat Hatta Bercerai dengan Soekarno, https://republika.co.id/berita/selarung/
nostalgia-abah-alwi/17/03/15/omtj18282-perbedaan-prinsip-membuat-hatta-memilih-bercerai-dengan-sukarno. Diakses pada
tanggal 31 Desember 2018.
Rekonstruksi Hukum Penguatan Posisi Wakil
Pemilu Serentak Presiden
Di Indonesia:
875
Dalam
KajianSistem Pemerintahan
Sejarah dan OriginalPresidensial Di Indonesia
Intent Pembentuk UUD

kebijakan antara lain, perombakan Sejarah Ketatanegaraan Jabatan


kabinet, pembentukan UKP3R, Wakil Presiden dari Masa ke Masa
penyelesaian konflik GAM di Aceh,
penanganan bencana Tsunami Aceh Perdebatan tentang urgensitas
dan masih banyak lagi. Acapkali jabatan Wakil Presiden telah dimulai
dianggap sebagai rivalitas antar mata sejak Orde Baru, dimana komposisi
hari kembar untuk bersaing dalam antara Presiden dan Wakil Presiden
kepemimpinan nasional.14 diramu sedemikian rupa dengan
Karena itu selama ini perbincangan kompisisi representasi penduduk
mengenai urgensitas posisi jabatan Jawa dan Luar Jawa, serta kalkulasi
Wakil Presiden ada di ranah proses kohesifitas sosial politik di Indonesia
Pemilu bukan pasca Pemilu. Karena saat itu.15 Karena di era Orba ini belum
pada saat kompetisi Pilpres berakhir dilakukan pemilihan langsung maka
posisi jabatan Wakil Presiden sepi dari Pilpres saat itu dipilih oleh MPR RI
perbincangan publik, bahkan nyaris sebagai lembaga tertinggi negara
rekam jejak kinerjanya tak dapat di dengan suara terbanyak sebagaimana
lihat dan dirasakan publik. dimaksud dalam ketentuan Pasal 6 ayat
Berdasarkan hal tersebut maka (2) UUD 1945 (sebelum perubahan)
tulisan ini hendak mengkaji dan sehingga Presiden dan Wakil Presiden
mendalami tentang rekonstruksi adalah mandataris MPR RI. Dalam
hukum tatanegara dalam upaya untuk sejarah selama 6 kali berturut-turut
memperkuat posisi jabatan Wakil Jenderal Soeharto secara politis dipilih
Presiden dalam sistem pemerintahan oleh MPR RI sebagai Presiden sesuai
Presidensial di Indonesia. ketentuan Pasal 7 UUD 1945 (asli)
Dengan mengajukan sejumlah yang menyatakan, bahwa Presiden
pertanyaan kritis: dan Wakil Presiden memegang
1. Bagaimanakah sejarah jabatan selam masa lima tahun, dan
ketatanegaraan jabatan Wakil sesudahnya dapat dipilih kembali.
Presiden di Indonesia ? Begitu kuatnya kekuasaan Presiden
2. Bagaiamanakah konstruksi jabatan Soeharto saat itu hingga tak pernah ada
Wakil Presiden menurut UUD Capres yang berani mencalonkan diri,
1945 dan sistem Presidensial ? akibatnya selama era Orde Baru ini
3. Bagaimanakah idealnya yang hangat diperbincangkan justru
rekonstruksi ketatanegaraan posisi jabatan Wakil Presiden. Itulah
dalam memperkuat posisi jabatan yang menyebabkan mengapa selama
Wakil Presiden dalam sistem 6 kali bertutut-turut komposisi Wakil
pemerintahan Presidensial ? Presiden diramu sedemikian rupa

14) Syamsuddin Haris, “Dilema Presidensialisme di Indonesia Pasca-Orde Baru dan Urgensitas Penataan Kembali Relasi
Presiden-DPR”, dalam Moch. Nurhasim dan Ikrar Nusa Bhakti, , Sistem Presidensial dan Sosok Presiden Ideal, Pustaka Pelajar,
Yogjakarta, 2009, h. 111
15) Lihat antara lain, Michel R.J Vatikotis, , Indonersian Politics under Soeharto The Rise and Fall of the New Order, London and
New York; Rotledge, 1998.
6
88 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

untuk menunjukkan pada kohesifitas (1973-1988), Adam Malik (1978-1983),


sosial politik saat itu. Secara berturut- H. R. Umar Wirahadikusama (1983-
turut jabatan Wakil Presiden telah 1988), Soedarmono (1988-1993), Try
diemban oleh sembilan orang, yakni Soetrisno (1993-1998), dan B.J. Habibie
Moh Hatta (1945-1956), Sri Sultan HB (1998-1999) hubungan kinerja antar
IX (1973-1988), Adam Malik (1978- Presden-Wakil Presiden mengalami
1983), H.R. Umar Wirahadikusama pasang surut dengan pembagian tugas
(1983-1988), Soedarmono (1988- yang berbeda-beda di setiap periode
1993), Try Soetrisno (1993-1998), dan jabatannya.
BJ. Habibie (1998-1999), Megawati Jabatan Wakil Presiden menjadi
Soekarno Putri (1999-2001), Hamzah urgen dalam ketatanegaraan
Haz (2001-2004), HM. Jusuf Kalla Indonesia dimulai pada saat Presiden
(2004-2009), Boediono (2009-2014) Soeharto menyatakan mundur dari
dan HM. Jusuf Kalla (2014-2019) yang Jabatan Presiden pada tanggal 20 Mei
masing-masing dipilih atas dasar 1998, karena gerakan Reformasi dan
pertimbangan aneka kepentingan melimpahkan kekuasaanya kepada
politik pada saat itu. Wakil Presiden BJ habibie untuk
Posisi jabatan Wakil Presiden menjadi Presiden.16 Dalam durasi
dalam sejarah ketatanegaraan jabatan Presiden di era transisi ni
Indonesia mengalami pasang surut sangat strategis karena diamanati
dan tidak sama disetiap etape publik untuk melakukan Reformasi
rezim Presiden yang berkuasa. Di sosial, politik, hukum, ekonomi dan
era Presiden Soekarno (1945-1967) budaya.17 Salah satu amanat Reformasi
jabatan Wakil Presiden diemban adalah mempercepat pelaksanaan
oleh Mohmmad Hatta posisinya pemilu untuk memilih anggota DPR
relatif statregis dimana era ini disebut dan DPRD dan pemilihan Presiden
sebagai pasangan “Dwi Tunggal”, dan Wakil Presiden.18
namun karena perbedaan pandangan Presiden B.J Habibie berhasil
politik dan pembagian kinerja yang mengantarkan transisi demokrasi
tak seimbang dimana Wakil Presiden dalam melaksanakan Reformasi
hanya melaksanakan pekerjaan di politik dengan menyelenggarakan
ranah kenegaraan, bukan diranah pemilu pertama pasca Orde Baru pada
kekuasaan eksektif membuat Wakil tahun 1999 yang diikuti oleh ratusan
Presiden mengundurkan diri. partai politik dengan partai pemenang
Di era Presiden Soeharto (1967- PDIP.19 Serta melakukan Pemilihan
1998) dengan jumlah Wakil Presiden Presiden dan Wakil Presiden oleh
terbanyak, yakni Sri Sultan HB IX MPR RI hasil pemilu 1999 dengan
16) Sulardi, Dinamika Pengisian Jabatan Presiden dan Pemberhentian Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia, Jurnal Unisia, Vol.
XXXII No. 74 Januari 2011, UII Yogjakarta, h. 125
17) Harold Crouch. Political Reform in Indonesia after Soeharto. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 2010. PP. 390.
18) R.E. Elson, Engineering from within: Habibie the man and Indonesia’s Reformasi, Paper Prepared for the Conference
“Indonesia’s Reformasi: Reflections on the Habibie Era”, SAIS, 26-27 March 2007, P, 1-17
19) Handy Martinus, Analisis Perubahan Partai Politik Pemenang Pemilu Di Indonesia, HUMANIORA Vol.4 No.2 Oktober 2013,
Universitas Bina Nusantara, Jakarta, h. 866-874
Rekonstruksi Hukum Penguatan Posisi Wakil
Pemilu Serentak Presiden
Di Indonesia:
897
Dalam
KajianSistem Pemerintahan
Sejarah dan OriginalPresidensial Di Indonesia
Intent Pembentuk UUD

Presiden terpilih K.H. Abdurahman penduduk luar Jawa. Karena kuatnya


Wahid dan Wakil Presiden Megawati sumbangan Wakil Presiden ini dalam
Soekarno Putri. Ini adalah pemilihan Pilpres, maka pasca Pilpres posisi
presiden Wakil Presiden pertama yang Wakil Presiden sangat kuat dan dalam
demokratis, kendati tidak dilakukan banyak hal kebijakan pemerintahan
secara langsung dan terdapat anomali secara mandiri dilakukan oleh Wakil
dimana partai pemenang pemilu Presiden dan ada nuansa matahari
PDIP gagal menempatkan Ketum- kembar antara Presiden dan Wakil
nya Megawati menjadi Presiden dan Presiden.22
memilih Gus Dur sebagai Presiden, Pada pemilu tahun 2009 dan
kendati partainya PKB berada di posisi 2014 posisi Wakil Presiden menjadi
ke empat dalam Pemilu tahun 1999.20 sangat kuat diperbincangkan tingkat
Kekuasaan Presiden Gus Dur tak urgensitasnya terutama tingkat
lama yakni (1999-2001) dan digantikan elektabilitasnya. Pada pemilu tahun
oleh Wakil Presiden Megawati karena 2009 SBY berpasangan dengan
dilengserkan dugaan korupsi dan Budiyono terpilih menjadi Presiden
Wakil Presiden dijabat oleh Hamzah untuk kedua kalinya. Namun posisi
Haz yang dipilih olerh MPR. Presiden jabatan Wakil Presiden tak begitu
Megawati dan Wakil Presiden Hamzah kuat perannya dalam pemerintahan.
Haz menjabat dari tahun (2001-2004). Pada pemilu 2014 Jokowi berpasangan
Pasca disahkannya UU No.23 Tahun dengan H.M. Yusuf Kalla terpilih
2004 tentang Pilpres. Maka pada tahun sebagai Capres dengan perbincangan
2004 dilakukan pemilu Presiden hangat Wakil Presiden pada saat
secara langsung.21 proses pemilu untuk menaikkan
Pada pemilu Presiden secara pengaruh elekatabilitas dalam Pilpres.
langsung tahun 2004 inilah posisi Namun pasca terpilih menjadi Wakil
Wakil Presiden sangat strategis Presiden posisi jabatan Wakil Presiden
dan diperbincangkan secara hangat tak kuat akuntabilitas kinerja dan
sebagai strategi untuk dapat perannya dalam penyelenggaraan
memenangkan kompetisi Pilpres. pemerintahan sehari-hari karena
Pada Pilpres 2014 ini SBY-H.M Jusuf hanya melaksanakan mandat Presiden
Kalla terpilih menjadi Presiden dan dan menggantikan Presiden atau
Wakil Presiden setelah sebelumnya mendampingi Presiden pada saat
melakukan dua putaran Pilpres. menlaksanakan aagenda seremonial
Kemenangan SBY ini ditentukan oleh kenegaraan dan praktis tak ada
faktor elektabilitas Wakil Presiden kegiatan dan program strategis yang
Yusuf Kalla sebagai representasi dilaksanakan oleh Wakil Presiden.

20) Lili Romli, Pemilihan Presiden di Indonesia: Perspektif Historis, dalam Lucky Sandra Amalia, dkk, 2016, Evaluasi Pemilihan
Presiden langsung di Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogjakarta, 2016. h, 47
21) Susan D. Hyde, Experimenting in Democracy Promotion: International Observers and the 2004 Presidential Elections in
Indonesia Volume 8, Issue 2 June 2010 , pp. 511-527.
22) Koichi Kawamura, Presidentialism And Political Parties In Indonesia: Why Are All Parties Not Presidentialized?, Ide No. 409
Discussion Papers Are Preliminary Materials Circulated To Stimulate Discussions And Critical Comments, March 2013, P.1-30.
8
90 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

Dalam sejarah ketatanegaraan Soekarno tidak dampingi oleh Wakil


terdapat tiga Presiden yang dalam Presiden. Ketiga, Presiden B.J. Habibie
kurun tertentu tidak memiliki Wakil (1998-1999) tidak dampingi Wakil
Presiden, yakni Pertama, Presiden Presiden saat ia ditunjuk oleh Presiden
Soekarno (1956-1967) tak didampingi Soeharto menggantikannya karena
Wakil Presiden karena mundurnya desakan gerakan Reformasi 1998.
Wakil Presiden M. Hatta. Kedua, Untuk memudahkan memahami
Presiden Soeharto (1967-1973) saat pembagian tugas Wakil Presiden
ditetapkan sebagai pejabat Presiden (1945-2019) akan dipaparkan melalui
untuk menggantikan Presiden bagan sebagai berikut:23

Wakil Presiden dan Kewenangan Wakil Pres- Dasar Hukum Pen- Dasar Hukum
Periode iden gangkatan Kewenangan
M. Hatta (1945-1950) Wakil Kepala Pemerintahan Pasal III Aturan Perali- -
dan Wakil Kepala Negara han UUD 1945
M. Hatta (1950-1956) Wakil Kepala Negara Pasal 45 Ayat (4) UUDS -
1950
Sri Sultan HB IX Wakil Kepala Negara, Pen- Pasal 6 ayat (2) UUD Pasal 4 ayat (2)
(1973-1978) gawasan operasional pemba- 1945 UUD 1945
ngunan
Adam Malik (1978- Wakil Kepala Negara, men- Pasal 6 ayat (2) UUD Pasal 4 ayat (2)
1983) gatur kebijakan luar negeri 1945 UUD 1945
H.R Wirahadikusuma Wakil Kepala Negara, Pasal 6 ayat (2) UUD Pasal 4 ayat (2)
(1983-1988) melakukan pengawasan 1945 UUD 1945
fungsional dan pengawasan
melekat
Soedarmono (1988- Wakil Kepala Negara, Pasal 6 ayat (2) UUD Pasal 4 ayat (2)
1993) melakukan pengawasan 1945 UUD 1945
fungsional dan pengawasan
melekat
Try Soetrisno (1993- Wakil Kepala Negara, Pasal 6 ayat (2) UUD Pasal 4 ayat (2)
1998) melakukan pengawasan dan 1945 UUD 1945
Ketua badan Pertimbangana
Jabatan Nasional
BJ. Habibie (1998- Wakil Kepala Negara, mem- Pasal 6 ayat (2) UUD Pasal 4 ayat (2)
1999) bantu tugas terkait organisasi 1945 UUD 1945
internasional, menserasikan
oembangunana industri, dan
membina persatuan dan ke-
satuan bangsa.
Megawati Soekarno Wakil Kepala Negara dan Pasal 6 ayat (2) UUD Pasal 4 ayat (2)
Putri (1999-2001) berbagai peran penyelesaian 1945 UUD 1945
urusan konflik di berbagai
provinsi, pengungsi dan lain-
lain

23) Mochamad Isaeni Ramadah, Jabatan Wakil Presiden Menurut Hukum Tata Negara Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2015, h. 146
Rekonstruksi Hukum Penguatan Posisi Wakil
Pemilu Serentak Presiden
Di Indonesia:
919
Dalam
KajianSistem Pemerintahan
Sejarah dan OriginalPresidensial Di Indonesia
Intent Pembentuk UUD

Hamzah Haz (2001- Wakil Kepala Negara dan Pasal 6 ayat (2) UUD Pasal 4 ayat (2)
2004) berbagai peran penyelesaian 1945 jo Pasal 8 UUD UUD 1945
urusan konflik di berbagai 1945
provinsi.
HM .Jusuf Kalla Wakil Kepala Negara dan Pasal 6A ayat (1)-(5) Pasal 4 ayat (2)
(2004-2009) berbagai peran penyelesaian UUD 1945 jo Pasal 8 UUD 1945
urusan konflik di berbagai ayat (1)- (3) UUD 1945
provinsi dan penanganan
bencana alam
Boediono (2009-2014) Wakil Kepala Negara dengan Pasal 6A ayat (1) UUD Pasal 4 ayat (2)
peran seremonial kenegaraan 1945 jo Pasal 8 UUD UUD 1945
1945
HM. Jusuf Kalla Wakil Kepala Negara dengan Pasal 6A ayat (1)-(5) Pasal 4 ayat (2)
(2014-2019) peran seremonial kenegaraan UUD 1945 jo Pasal 8 UUD 1945
ayat (1)-(3) UUD 1945
Sumber: (Diolah dari Mochamad Isaeni Ramadah, 2015:146)

Paparan di atas memperlihatkan, Presiden merupakan the second man.24


bahwa pembagian kinerja Wakil Berdasarkan perjalanan sejarah
Presiden dalam sistem pemerintahan jabatan Wakil Presiden di Indonesia
Presidensial adalah merujuk tugas- (1945-2019) ini juga menunjukkan
tugas yang terkait dengan fungsi bahwa Wakil Presiden tidak
kekuasaan negara yang bersifat merupakan penangungjawab
seremonial belaka, sedangkan kekuasaan pemerintahan sehari-hari
terkait dengan fungsi kekuasaan secara langsung. Hal ini sebangun
pemerintahan sehari-hari menyangkut dengan adigium dalam sistem
soal kebijakan pemerintah tidak pemerintahan Presidensial, bahwa
dilakukan oleh Wakil Presiden kecuali Presiden adalah penguasa tertinggi
diberikan mandat langsung oleh (concentration of power and responsibility
Presiden. upon the President).
Hal demikian menunjukkan
bahwa posisi jabatan Wakil Presiden Konstruksi Jabatan Wakil Presiden
adalah merupakan jabatan cadangan Menurut UUD 1945 dan Sistem
atau pembantu Presiden jika sewaktu- Presidensial
waktu diminta oleh Presiden dan
tidak boleh melakukan kebijakan Terdapat beberapa ketentuan
penyelenggaraan pemerintahan dalam UUD 1945 yang mengatur
sendiri tanpa dimintai bantuan oleh tentang posisi jabatan Wakil Presiden
Presiden. antara lain ketentuan Pasal 4 ayat (2)
Posisi jabatan Wakil Presiden UUD 1945 yang mengatur tentang
dalam sejarah ketatanegaraan Presiden dalam melaksanakan
berkaintan hubungannya dengan kewajibannya dibantu oleh satu orang
Presiden, maka Presiden tetap Wakil Presiden.
merupakan the first man dan Wakil Pasal 6 ayat (1) UUD 1945 yang
24) Wiryono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Tata Negara di Indonesia, Dian Rakyat, Jakarta 1989, h. 61.
10
92 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

mengatur tentang syarat Calon jika dihubungkan dengan Presiden,


Presiden dan calon Wakil Presiden kedudukan Wakil Presiden ada dua
harus seorang warga negara Indonesia kemungkinan, (1) Kedudukannya
sejak kelahirannya dan tidak pernah sederajat dengan Presiden; (2)
menerima kewarganegaraan lain kedudukannya berada di bawah
karena kehendaknya sendiri, tidak Presiden.25
pernah mengkhianati negara, serta Kemungkinan pertama, dapat
mampu secara rohani dan jasmani diketahui dari pendekatan yuridis
untuk melaksanakan tugas dan terhadap Pasal 6 ayat (2) dan (2),
kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Pasal 6A ayat (1) hingga (5), Pasal 7A,
Presiden. Pasal 6A ayat (1) UUD 1945 Pasal 7B ayat (1) hingga (6) Pasal 8
yang mengatur tentang Presiden dan ayat (1) hingga (3), Pasal 9 UUD 1945
Wakil Presiden dipilih dalam satu pascaamandemen. Dari Pendekatan
pasangan secara langsung oleh rakyat. tersebut dapat tersimpul, bahwa
Pasal 7 UUD 1945 yang mengatur antara Presiden dan Wakil Presiden
tentang periodesasi jabatan Presiden tidak terdapat hirarki hubungan
Wakil Presiden, dimana masa jabatan sebagai atasan terhadap bawahan,
Presiden dan Wakil Presiden dibatasi yang nampak hanya pembagian
hanya lima tahun dan seduh itu dapat prioritas dalam melaksanakan
dipilih kembali untuk satu kali masa kekuasaan pemerintahan, di mana
jabatan. Presiden pemegang prioritas pertama,
Pasal 9 Ayat (1) UUD 1945 yang sedang Wakil Presiden pemegang
mengatur tentang sumpah dan janji prioritas kedua. Apabila Presiden
yang harus diucapkan oleh Presiden berhalangan (sementara/tetap), Wakil
dan Wakil Presiden yang sama Presiden yang dengan sendirinya
sebelum memangku jabatan. Pasal 7A, harus melakukan kekuasaan Presiden.
Pasal 7 B Ayat (1) sampai dengan ayat Kemungkinan kedua, dapat
(7) yang mengatur tentang prosedur diketahui melalui penafsiran
dan mekanisme pertanggungjawaban, terhadap Pasal 4 ayat (2) jo Pasal 5
serta pemberhentian Presiden dan UUD pascacamandemen. Presiden
Wakil Presiden adalah satu-satunya penyelenggara
Pasal 8 Ayat (1) UUD 1945 yang pemerintahan negara yang tertinggi,
mengatur tentang posisi Wakil yang membawa konsekuensi
Presiden menggantikan Presiden segala tangggung jawab mengenai
jika Presiden mangkat, berhenti, penyelenggaraan pemerintahan
diberhentikan, atau tidak dapat negara yang tertinggi berada di tangan
melakukan kewajibannya dalam masa Presiden. Wakil Presiden tidak dapat
jabatannya. bertindak sendiri, karena semata-mata
Berdasarkan konstruksi UUD 1945 merupakan pembantu Presiden yang
pascacamandemen tersebut, maka tugas dan kewajibannya tergantung

25) Ni’matul Huda, Peningkatan Reran Wakil Presiden Melalui Keppres No. 121 Tahun 2000, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, No.14
Vol.7 Agustus 200, Fakultas Hukum UII,Yogjakarta, hal, 118-118
Rekonstruksi Hukum Penguatan Posisi Wakil
Pemilu Serentak Presiden
Di Indonesia:
11
93
Dalam
KajianSistem Pemerintahan
Sejarah dan OriginalPresidensial Di Indonesia
Intent Pembentuk UUD

pada adanya pemberian dan atau Konstruksi hukum tata negara


pelimpahan kekuasaan dari Presiden. tentang posisi Wakil Presiden dalam
Selain itu Wakil Presiden UUD 1945 pasca amandemen adalah
mempunyai lima kemungkinan posisi orang kedua setelah Presiden.
terhadap Presiden, yaitu : 1. Sebagai Artinya Wakil Presiden berada dalam
wakil yang mewakili Presiden; 2. posisi mengantikan Presiden dalam
Sebagai pengganti yang menggantikan melaksanakan pemerintahan sehari-
pesiden; 3. Sebagai pembantu yang hari. Karena dalam sistem Presidensial
membantu Presiden; 4. Sebagai posisi Presiden adalah jabatan
pendamping yang mendampingi eksekutif tunggal dimana semua
Presiden; 5. Sebagai Wakil Presiden proses dan pelaksanakan kekuasaan
yang bersifat mandiri.26 pemerintahan dan kenegaraan ada di
Posisi Wakil Presiden dalam tangan Presiden. Sehingga jika Wakil
hubungannya dengan Presiden Presiden melaksanakan kegiatan dan
dalam sistem ketatanegaraan bukan program kerja dalam pemerintahan
berarti Presiden itu berada di bawah sehari-hari adalah atas nama Presiden.
Presiden, dan tidak berarti ia setara Pertangungjawaban kinerja dan
kedudukannya dengan para menteri akuntabilitas kinerja Wakil Presiden
negara sebagaimana dimaksud dalam dilekatkan pada diri Presiden. Hal ini
ketentuan Pasal 17 UUD 1945 yang dapat dipahami dari konstruksi pasal
menyatakan bahwa Presiden dibantu 4 ayat (1) UUD 1945 yang menegaskan
oleh Menteri-menteri negara. bahwa Presiden Republik Indonesia
Tentu saja kedudukan Wakil memegang kekuasaan pemerintahan
Presiden lebih tinggi daripada menurut Undang-Undang Dasar.
para menteri, karena menteri Jadi yang memanggul kekuasaan
bertanggungjawab kepada Presiden pemerintahan itu adalah Presiden
dan Wakil Presiden sebagai bukan Wakil Presiden dan posisi
satu kesatuan jabatan. Dalam Wakil Presiden adalah membantu
pelaksanaannya Wakil Presiden dalam Presiden.
melakukan bantuan kepada Presiden Dalam UUD 1945 tidak diatur
dapat dibedakan: 1. Bantuan yang secara rigid apa dan bagaimana tugas
diberikan atas inisiatif Wakil Presiden Wakil Presiden dalam membantu
sendiri; 2. Bantuan yang diberikan Presiden dalam menjalankan
karena diminta oleh Presiden; 3. kekuasaan pemerintahan. Artinya
Bantuan yang harus diberikan oleh kinerja Wakil Presiden tergantung
Wakil Presiden karena ditetapkan seberapa kuat kemauan Presiden
dengan keputusan Presiden, biasanya berbagai pekerjaan dengan Wakil
Wakil Presiden mempunyai tugas- Presiden. Kendati dalam konstruksi
tugas khusus dari Presiden dengan UUD 1945 tidak konsisten di dalam
surat keputusan Presiden.27 mengatur peran penting Wakil
26) Dhanang Alim Maksum, Tugas Dan Fungsi Wakil Presiden Di Indonesia, Jurnal Lex Crimen, Vol./No.1/Jan-Mar/2015, Fakultas
Hukum Universitas Universitas Sam Ratulangi, Manado, h. 127.
27) Ibid., hal, 128.
12
94 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

Presiden dalam pemerintahan pemerintahan sehari-hari.29


Presidensial. Memang Wakil Presiden Karena itu perlu disusun suatu
pekerjaannya tergantung pada rekonstruksi ketatanegaraan `guna
Presiden, namun dalam syarat dan mengatur hubungan Presiden dan
proses untuk menduduki jabatannya Wakil Presiden secara tepat guna
sama dengan Presiden, yakni: mewujudkan kinerja pemerintahan
Pertama, sama-sama dipilih Presidensial yang efektif.30
langsung oleh rakyat dalam Pilpres Guna kepastian hukum dan
dengan pemenuhan syarat pencalonan tak lagi terjadi dimana tugas dan
yang sama diajukan oleh partai politik kewenangan Wakil Presiden
sebagai satu kesatuan pasangan calon tergantung pada kemauan Presiden
dan harus memenuhi syarat yang untuk berbagi pekerjaan, maka
sama diperlukan amandemen UUD 1945
Kedua, sama-sama mengucapkan untuk menafsirkan kembali atau
sumpah dan janji sebelum memangku setidak-tidaknya memperjelas arti
jabatan Presiden dan Wakil kata “dibantu”: dalam ketentuan
Presiden. Ketiga, sama-sama dalam Pasal 4 Ayat (2) UUD 1945 yang
pertanggungjawaban kinerjanya berbeda maknanya dengan kata
dihadapan rakyat karena dipilih “dibantu” pada ketentuan Pasal 17
melalui pemilu. UUD 1945. Ayat (1) Presiden dibantu
Keempat, dalam proses oleh menteri-menteri negara, (2)
pemberhentian dari jabatannya sama- Menteri-menteri itu diangkat dan
sama hanya dapat dilakukan melalui diberhentikan oleh Presiden, (3)
mekanisme pemakzulan (Impeachment) Setiap menteri membidangi urusan
yang melibatkan DPR, MK RI dan tertentu dalam pemerintahan, (4)
MPR RI.28 Pembentukan, pengubahan, dan
pembubaran kementerian negara
Rekonstruksi HTN Penguatan Wakil diatur dalam undang-undang.
Presiden dalam Sistem Presidensial Bantuan Wakil Presiden pada
Presiden ini seharusnya berlandaskan
Ketiadaan rigiditas apa dan pada prinsip saling bantu fungsional
bagaimana tugas Wakil Presiden yang proporsional, yakni:31
dalam membantu Presiden dalam Pertama, Presiden berkewajiban
menjalankan kekuasaan pemerintahan menjaga potensi Wakil Presiden
ini acapkali telah menyebabkan demi terselenggaranya tugas-tugas
ketegangan relasi antara keduanya yang dimandatkan kepadanya dan
dalam mengambil kebijakan strategis memelihara potensi Wakil Presiden
28) Hamdan Zulfa, Pemakzulan Presiden di Indonesia, Sinar Grafika,Bandung, 2013.
29) Aly Yusuf, Evaluasi Pemerintahan SBY-Kalla, dalam Policy Assesment Juni 2005, The Indonesia Institute, Jakarta, hal, 4. Lihat
Juga, Efriza, Sistem Presidensial Pascaamandemen UUD 1945: Studi Kasus Kepemimpinan Presiden SBY dan Jokowi, Jurnal
Renaissance, Vol.1 No.01, Mei 2016, h. 23-32.
30) Tentang informasi buku pemerintahan Presidensial efektif baca. Agus Riwanto, Hukum Partai Politik Dan Pemilu Dan
Pengarunya Terhadap Penyelengraan Pemilu Dan Pemerintahan Presidensial Efektif, Thafa Media,Yogjakarta, 2016.
31) Mochmad Isnaeni Ramadhan, Ibid., hal, 162.
Rekonstruksi Hukum Penguatan Posisi Wakil
Pemilu Serentak Presiden
Di Indonesia:
13
95
Dalam
KajianSistem Pemerintahan
Sejarah dan OriginalPresidensial Di Indonesia
Intent Pembentuk UUD

dalam rangka kesinambungan Undang-Undang khusus (lex specialis)


pemerintahan. tentang Lembaga Kepresidenan
Kedua, Wakil Presiden wajib yang di dalamnya mengatur tugas
menjaga keberadaan Presiden pokok dan fungsi (Tupoksi) Presiden
melaksanakan tugas-tugas ke dan Wakil Presiden. Karena terlalu
Presidenan tetap berlandaskan pada rendah derajatnya jika pengaturan
aturan konstitusional. Tupoksi Wakil Presiden diatur dalam
Operasionalisasi yang dapat UU sebab jika diasumsikan Wakil
ditempuh dalam melakukan Presiden berkedudukan yang sama
rekonstruksi penguatan posisi dengan Presiden, maka pengaturan
jabatan Wakil Presiden dalam sistem kewenangannya juga diatur di dalam
pemerintahan Presidensial adalah UUD 1945 sebagaimana juga tugas
perlunya amandemen kembali dan tanggungjawab Presiden telah
terhadap ketentuan Pasal 4 Ayat (1) diatur cukup rigid di dalam UUD 1945
UUD 1945 yang menyatakan bahwa, pascaamanden, yakni Pasal 4 ayat (1),
dalam melakukan kewajibannya Pasal 5 ayat 91) Pasal; 17 ayat (1), (2),
Presiden dibantu oleh satu orang (3), (4) Pasal 20 ayat (4) dan (5),Pasal
Wakil Presiden. Perlu diperjelas 23 ayat (2) dan (3), Pasal 24A ayat (3),
makna “dibantu” ini menyangkut pasal 24 C ayat (3), Pasal 10, Pasal 11,
hal-hal apa saja yang perlu dibantu Pasal 11 ayat (2), (3), Psala 12, Pasal 13
dan sejauhmana pertanggunjawaban ayat (1), Pasal 14 ayat (1)-(2) dan Pasal
permintaan bantuan itu, serta apakah 15.
bantuan ini bersifat wajib atau hanya Jika posisi dan kewenangan
sekehendaknya Presiden atau cukup Wakil Presiden dalam kerangka
mengandalkan inisiatif dari Wakil hubunganya dengan Presiden dalam
Presiden. sistem Presidensial diatur dalam
Amandemen ini perlu UU, maka dikhawatirkan akan ada
dilakukan semata-mata untuk penafsiran bahwa Wakil Presiden
menegaskan, bahwa posisi antara memang berada di bawah Presiden
Presiden dan Wakil Presiden itu secara hirarki akibatnya dapat saja
adalah setara sebagai pemegang sewaktu-waktu UU diuji materialkan
kekuasaan pemerintahan agar tidak ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan
menimbulkan kesan, bahwa Wakil akan berpotensi posisi jabatan Wakil
Presiden tak memikul tanggungjawab Presiden tak lagi fleksible karena
dalam penyelenggaraan kekuasaan sewaktu-waktu dapat diubah sesuai
pemerintahan. dengan keinginan politik di DPR.
Rekonstruksi tafsir “dibantu” Adapun substansi rekonstruksi
dalam ketentuan Pasal 4 ayat (2) pembagian kerja yang dapat
UUD 1945 hanya dapat dilakukan dilimpahkan kepada Wakil Presiden
melalui amandemen dan tidak perlu sebagai wakil kepala negara antara
dilakukan dengan cara menyusun lain:32

32) M. Isnaeni Ramdhan, Ibid., hal, 175


14
96 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

Pertama, Wakil Presiden koordinator pengawas utama pada


sekaligus menjabat sebagai aparatur pemerintah agar dapat taat
Dewan Pertimbangan Presiden pada kode etik jabatan dan koridor
(Wantimpres). Hal ini dimaksudkan hukum.
agar pertimbangan dalam mengambil Kedua, Wakil Presiden diberi
kebijakan negara yang paling tepat kewenangan dalam pengawasan
adalah merujuk pada pendapat dari penyelenggaraan pemerintahan sehari-
Wakil Presiden ketimbang dari Dewan hari. Penyelengaraan pemerintahan
Pertimbangan Presiden yang diangkat sehari-hari sangat dinamis dengan
sendiri oleh Presiden seperti dalam aneka macam problem, maka Wakil
prakteknya saat ini. Presiden dapat diberi porsi sebagai
Kedua, Wakil Presiden diberi ketua dalam rangka mengawasi
porsi sebagai Pembina Pelaksanaan jalanya pemerintahan sehari-hari
Perencanaan Pembangunan Nasional termasuk menerima masukan dan
agar mudah berkoordinasi antar keluhan publik untuk dilakukan
kementerian dan antar lembaga respon secara scepat. Peran ini ini
negara. acapkali tak dapat dilaksanakan
Ketiga, Wakil Presiden diberi porsi Presiden sendiri, maka diperlukan
sebagai Ketua Dewan Pertimbangan bantuan dari Wakil Presiden.
Jabatan-Jabatan Publik yang terkait Ketiga, Wakil Presiden sebagai
dengan jabatan-jabatan dalam ranah koordinator utama perumusan
negara dan pemerintahan. Dengan pelaksanaan peraturan perundang-
demikian tak ada satu jabatan dalam undangan yang akan dibentuk dan
kenegaraan yang tak sepengetahuan ditetapkan oleh Presiden dan lembaga-
Wakil Presiden. Hal ini dimaksudkan lembaga negara lainnya. Dalam hal
untuk menghindari pengelompokan ini perlu dibentuk Badan Legislasi
jabatan-jabatan negara yang hanya Nasional (BLN), seperti Amerika
mengakomodir pendukung politik memiliki lembaga yang disebut The
Presiden. Office Information and Regulatory Affairs
Adapun substansi rekonstruksi (OIRA). Kemudian di Inggris ada
pembagian kerja yang dapat The Office of Best Practice Regulation
dilimpahkan kepada Wakil Presiden (OBPR), dan di Jepang disebut Cabinet
dalam sebagai wakil kepala Legislation Bureau (CLB). Sedangkan,
pemerintah antara lain:33 di Korea ada Ministry of Government
Pertama, Wakil Presiden diberi Legislation (MoLeg).34 Badan ini
kewenangan dalam pengawasan diketuai oleh Wakil Presiden di
Aparatur Pemerintah. Dalam rangka kantor Kepresidenan dalam rangka
mencegah perilaku korupsi, maka untuk menghindari adanya begitu
Wakil Presiden dapat menjadi banyak lembaga-lembaga pembuat

33) M. Isnaeni Ramdhan, Ibid., hal, 176-177.


34) Tentang Usulan Badan Legislasi Nasional, baca Moch Prima Fauz, Bamsoet Dukung Rencana Pemerintah Bentuk Lembaga
Tunggal Legislasi, dalam https://news.detik.com/berita/4271222/bamsoet-dukung-rencana-pemerintah-bentuk-lembaga-
tunggal-legislasi. Diakses Pada tanggal, 2 Januari 2018.
Rekonstruksi Hukum Penguatan Posisi Wakil
Pemilu Serentak Presiden
Di Indonesia:
15
97
Dalam
KajianSistem Pemerintahan
Sejarah dan OriginalPresidensial Di Indonesia
Intent Pembentuk UUD

peraturan perundang-undangan yang Namun sepi dari perbincangan


menyebabkan obesitas peraturan Pasca Pilpres karena itu kinerja
dimana Indonesia memiliki 62 ribu Presiden tak begitu terlihat dalam
peraturan yang saling tumpang tindih penyelenggaraan kekuasaan
yang berpotensi menganggu jalannya kecuali hanya menjalankan acara
sistem pemerintahan.35 seremonial kenegaraan dan
Keempat, Wakil Presiden sebagai menjadi ban serep untuk sewaktu-
koordinator dalam penyelesaian waktu menggantikan Presiden
sengketa antar kementerian negara 2. Konstruksi Jabatan Wakil Presiden
ketika mengambil kebijakan yang Menurut UUD 1945 dan Sistem
tidak koheren dan sinkron. Presidensial dapat dilihat dari
Kelima, Wakil Presiden sebagai ketentuan Pasal 4 Ayat (2), Pasal
pemantau kebijakan pemerintahan 6 ayat (2) dan (2), Pasal 6A ayat
daerah. Dalam kerangka otonomi (1) hingga (5), Pasal 7A, Pasal 7B
daerah maka diperlukan koordinator ayat (1) hingga (6) Pasal 8 ayat
dalam rangka memastikan koherensi (1) hingga (3), Pasal 9 UUD 1945
program pemerintah pusat dan daerah pascaamandemen. Jika dibaca
agar dapat berkesimambungan, maka melalui pendekatan yuridis maka
Wakil Presiden dapat mengambil posisi jabatan Wakil Presiden
peran ini. adalah sebagai second man dan
berposisi sebagai prioritas kedua
Kesimpulan setelah Presiden. Akibatnya
pembagian tugas dan kewenangan
1. Dilihat dari aspek perjalanan untuk Wakil Presiden tergantung
sejarah ketatanegaraan jabatan pada keinginan dan kebaikan
Wakil Presiden telah memiliki Presiden tidak berdasarkan
9 orang Wakil Presiden dengan peraturan yang rigid dan
dinamika yang berbeda relasinya berkepastian hukum.
dengan Presiden pada setiap rezim 3. Rekonstruksi ketatanegaraan
kekuasaan Presiden. Relasi antara dalam memperkuat posisi jabatan
Presiden dan Wakil Presiden tak Wakil Presiden dalam sistem
selalu harmonis dalam pembagian pemerintahan Presidensial
kinerja penyelenggaraan adalah dengan melakukan
kekuasaan pemerintahan. Posisi amandemen terhadap ketentuan
Jabatan Wakil Presiden selama Pasal 4 Ayat (2) UUD 1945 agar
masa Reformasi hanya dibicarakan memperjelas dan merinci arti
pada saat proses Pilpres dalam kata “dibantu”. Bantuan Wakil
rangka meningkatkan tingkat Presiden pada Presiden ini
elektabilitas Calon Presiden. seharusnya berlandaskan pada

35) Tentang bahayanya obesitas regulasi dapat di baca, Andi Saputra, Obesitas Hukum, Indonesia Memiliki 62 Ribu Peraturan,
https://news.detik.com/berita/3330896/obesitas-hukum-indonesia-memiliki-62-ribu-peraturan. Diakses pada tanggal, 2
januari 2018 dan Bayu Dwi Anggono, Obesitas Regulasi, dalam https://news.detik.com/kolom/3130092/obesitas-regulasi.
Diakses Pada tanggal, 1 Januari 2019.
16
98 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

prinsip saling bantu fungsional rigid pada Wakil Presiden sebagai


yang proporsional. Substansi wakil penyelenggara negara dan
pengaturan rekonstruksi sebagai wakil penyelenggara
ketatanegaraan dalam penguatan pemerintahan.@
posisi Wakil Presiden antara lain,
memberi kewenangan khusus dan
Rekonstruksi Hukum Penguatan Posisi Wakil
Pemilu Serentak Presiden
Di Indonesia:
17
99
Dalam
KajianSistem Pemerintahan
Sejarah dan OriginalPresidensial Di Indonesia
Intent Pembentuk UUD

DAFTAR PUSTAKA

Alrasid, Harun 1999, Jabatan Presiden Rl, Sebuah Tinjauan Hukum Tata Negara.
Pidato Dies Rede pada Sidang Senat Terbuka Daiam Rangka Dies Natalis Ke-56
Univesitas Islam IndonesiaYogyakarta.Tanggal 8 November1999.
Anggono, Bayu Dwi, 2018, Obesitas Regulasi, dalam https://news.detik.com/
kolom/3130092/obesitas-regulasi. Diakses Pada tanggal, 1 Januari 2019.
Elson, R.E, 2007, Engineering from within: Habibie the Man and Indonesia’s
Reformasi, Paper Prepared for the Conference “Indonesia’s Reformasi: Reflections
on the Habibie Era”, SAIS, 26-27 March 2007.
Fadjar, Mukhtie 2010, Hukum Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi, Jakarta:
KonPress Citra Media.
Fauz, Moch Prima, 2018, Bamsoet Dukung Rencana Pemerintah Bentuk Lembaga
Tunggal Legislasi, dalam https://news.detik.com/berita/4271222/bamsoet-dukung-
rencana-pemerintah-bentuk-lembaga-tunggal-legislasi. Diakses Pada tanggal, 2
Januari 2018.
Hakim, M. Aunul, 2014, Indonesian Presidential Candidacy on Constitutional
Democracy Perspective, Academic Research International Vol. 5(2) March 2014
Harmadi, Sonny Harry B, Situasi dan tantangan Kependudukan 2019,
Opini,Kompas, 28 Desember 2018.
Huda, Ni’matul, 2000, Peningkatan Reran Wakil Presiden Melalui Keppres No. 121
Tahun 2000, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, No.14 Vol.7 Agustus 200, Fakultas
Hukum UII,Yogjakarta.
Haris, Syamsuddin, 2008, “Dilema Presidensialisme di Indonesia Pasca-Orde
Baru dan Urgensitas Penataan Kembali Relasi Presiden-DPR”, dalam Moch.
Nurhasim dan Ikrar Nusa Bhakti, 2009, Sistem Presidensial dan Sosok Presiden
Ideal, Pustaka Pelajar, Yogjakarta.
J. Wanandi, J, 2004, The Indonesian General Elections 2004, Asia-Pacific Review
Journal, Volume 11, 2004-Issue 2.
Martinus, Handy, 2013, Analisis Perubahan Partai Politik Pemenang Pemilu Di
Indonesia, HUMANIORA Vol.4 No.2 Oktober 2013, Universitas Bina Nusantara,
Jakarta.
Magnar, Kuntara, 1993, “Kedudukan dan Pertanggungjawaban Wakil
Presiden Menurut UUD 1945 “ dalam Bagir Manan, Beberapa Masalah Hukum
Tatanegara Indonesia, Alumni Bandung.
Mochamad Isaeni Ramadhan, 2015, Jabatan Wakil Presiden Menurut Hukum
Tata Negara Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.
18
100 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

Maksum, Dhanang Alim, 2015, Tugas Dan Fungsi Wakil Presiden Di Indonesia,
Jurnal Lex Crimen, Vol./No.1/Jan-Mar/2015, Fakultas Hukum Universitas
Universitas Sam Ratulangi, Manado.
Maryono, 2015, Bung Hatta, Proklamator, Ilmuwan, Penulis dan Karya-Karyanya,
Sebuah Analisis Bio-Biblimetrik, Jurnal Berkala Ilmu Perpustakaan, Vol. XI No. 2
Tahun 2015, Ilmu Perpustakaan UGM, Yogjakarta.
Hakim, M. Aunul,2014, Indonesian Presidential Candidacy on Constitutional
Democracy Perspective, Academic Research International Vol. 5(2) March 2014.
Naharuddin, Andi, Seniwati, 2015, Elections In Indonesia After The Fall Of
Soeharto, Proceedings Of 3 Rd Iastem International Conference, Singapore, 6 Th
November 2015.
Prodjodikoro, Wiryono, 1989, Azas-azas Hukum Tata Negara di Indonesia, Dian
Rakyat, Jakarta.
Rauf, Maswadi, 2009, “Evaluasi Sistem Presidensial”, dalam Moch. Nurhasim
dan Ikrar Nusa Bhakti, 2009, Sistem Presidensial dan Sosok Presiden Ideal, Pustaka
Pelajar, Yogjakarta.
Riewanto, Agus, 2016, Hukum Partai Politik Dan Pemilu Dan Pengarunya
Terhadap Penyelengraan Pemilu Dan Pemerintahan Presidensial Efektif, Thafa
Media,Yogjakarta.
Romli, Lili, 2016, Pemilihan Presiden di Indonesia: Perspektif Historis, dalam
Lucky Sandra Amalia, dkk, 2016, Evaluasi Pemilihan Presiden langsung di Indonesia,
Pustaka Pelajar, Yogjakarta.
Syahab, Alwi 2017, Perbedaan Prinsip Membuat Hatta Bercerai dengan Soekarno,
https://republika.co.id/berita/selarung/nostalgia-abah-alwi/17/03/15/
omtj18282-perbedaan-prinsip-membuat-hatta-memilih-bercerai-dengan-
sukarno. Diakses pada tanggal 31 Desember 2018.
Sulardi, 2011, Dinamika Pengisian Jabatan Presiden dan Pemberhentian Presiden
dan Wakil Presiden di Indonesia, Jurnal Unisia, Vol. XXXII No. 74 Januari 2011, UII
Yogjakarta.
Syailendra, Emirza Ady, 2018, Indonesian Presidential Election 2019-The Coming
Divisive Contest: Jokowi Vs. Prabowo, Rsis / Commentaries / Country And Region
Studies / International Politics And Security / Non-Traditional Security / South
Asia / Southeast Asia And Asean 01 August 2018, Https://Www.Rsis.Edu.Sg/
Rsis-Publication/Rsis/Co18129-Indonesian-Presidential-Election-2019-The-
Coming-Divisive-Contest-Jokowi-Vs-Prabowo/#.Xc40cyfelhe. Diakses Pada
tanggal 2 Januari 2018.
Rekonstruksi Hukum Penguatan Posisi Wakil
Pemilu Serentak Presiden
Di Indonesia:
101
19
Dalam
KajianSistem Pemerintahan
Sejarah dan OriginalPresidensial Di Indonesia
Intent Pembentuk UUD

Saputra, Andi, 2018, Obesitas Hukum, Indonesia Memiliki 62 Ribu Peraturan,


https://news.detik.com/berita/3330896/obesitas-hukum-indonesia-memiliki-62-
ribu-peraturan. Diakses pada tanggal, 2 januari 2018.
Verney, Douglas V, 1992 “Parliamentary Government And Presidential
Government”, in Arend Lijphart, 1992, Parliamentary Versus Presidential
Government, Oxford University Press
Vatikotis, Michel R.J, 1998, Indonersian Politics under Soeharto The Rise and Fall
of the New Order, London and New York; Rotledge.
Yusuf, Aly, 2005, Evaluasi Pemerintahan SBY-Kalla, dalam Policy Assesment
Juni 2005, The Indonesia Institute, Jakarta, hal, 4. Lihat Juga, Efriza, Sistem
Presidensial Pascaamandemen UUD 1945: Studi Kasus Kepemimpinan Presiden
SBY dan Jokowi, Jurnal Renaissance, Vol.1 No01, Mei 2016.
Zulfa, Hamdan, 2013, Pemakzulan Presiden di Indonesia, Sinar Grafika,Bandung.@
102 Jurnal Majelis, Edisi 01, Januari 2019
Pemilu Serentak Di Indonesia:
1
Kajian Sejarah dan Original Intent Pembentuk UUD

PERANAN PRESIDEN DALAM PENATAAN PERATURAN


PERUNDANG-UNDANGAN DI BAWAH UNDANG-UNDANG

Bayu Dwi Anggono 1

Abstrak

Presiden Joko Widodo menyatakan pentingnya dilakukan penataan peraturan


perundang-undangan. Melihat ke belakang Presiden sebelum-sebelumnya juga memiliki
niatan serupa. Menarik dibahas bagaimana kewenangan Presiden melakukan penataan
peraturan perundang-undangan, dan strategi seperti apakah yang dapat efektif
mengatasi permasalahan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Presiden sebagai
kepala pemerintahan bertanggung jawab untuk memastikan hukum yang dibentuknya
dan jajarannya yaitu Menteri, LPNK, Badan Hukum Negara dan Pemerintahan Daerah
memiliki daya laku dan daya guna. Selain belum terlembagakan, evaluasi peraturan
perundang-undangan di Indonesia juga belum memiliki model baku (mekanisme dan
metode) yang didesain secara sistematis. Untuk itu kebijakan penataan peraturan
perundang-undangan oleh Presiden sudah seharusnya diarahkan kepada tindakan
melakukan evaluasi (executive review) secara rutin dengan model yang ditentukan
terlebih dahulu.

Kata Kunci: Presiden, Penataan, Peraturan Perundang-undangan

PENDAHULUAN peraturan di tingkat daerah. Lebih


lanjut Presiden memerintahkan para
Presiden Republik Indonesia Joko menterinya memangkas 100 regulasi
Widodo saat berpidato pada acara penghambat investasi setiap bulan
Rapat Kerja Pemerintah yang dihadiri dan meminta pemerintah daerah juga
Bupati dan Walikota se Indonesia pada melakukan hal serupa.3
Maret 2018 menyatakan pentingnya Niatan Presiden Joko Widodo
dilakukan reformasi regulasi atau untuk melakukan penataan peraturan-
penataan peraturan perundang- perundang-undangan bukan kali
undangan.2 Menurut Presiden saat ini saja dilakukan, sebelumnya di
ini masih ada 42.000 regulasi yang awal 2017 Presiden meluncurkan
menghambat kemudahan investasi. Paket Reformasi Hukum Jilid II yang
Sebagian besar aturan itu berupa salah satunya berisikan penataan
1) Pengajar Ilmu Perundang-undangan Fakultas Hukum Universitas Jember dan Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan
Konstitusi (Puskapsi) Fakultas Hukum Universitas Jember
2) Kompas. Com, “Jokowi Targetkan Setiap Menteri Pangkas 100 Aturan Penghambat Investasi Per Bulan “, https://nasional.
kompas.com/read/2018/03/28/15365951/jokowi-targetkan-setiap-menteri-pangkas-100-aturan-penghambat-investasi-per,
diakses 10 November 2018
3) Ibid

103
2
104 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

regulasi.4 Penataan regulasi ini peraturan perundang-undangan yang


untuk menyelesaikan banyaknya dilakukan oleh Presiden Republik
regulasi yang tumpang tindih, Indonesia menarik untuk dibahas
tidak jelas kegunaan manfaatnya, dan dikaji lebih lanjut, utamanya
bahkan saling bertentangan. Melalui perihal bagaimana kewenangan dan
penataan regulasi ini diharapkan batas kewenangan Presiden untuk
peraturan perundang-undangan yang melakukan penataan peraturan
bermasalah ini segera ditata kembali perundang-undangan. Isu selanjutnya
dan dievaluasi sehingga regulasi adalah strategi penataan peraturan
yang tidak perlu dapat dihapuskan, perundang-undangan seperti
sehingga jelas mana regulasi yang apakah yang dapat efektif mengatasi
benar dan mana regulasi yang sudah permasalahan peraturan perundang-
tidak sesuai dengan kehidupan undangan di Indonesia.
sekarang.5
Melihat ke belakang maka PEMBAHASAN
kebijakan penataan regulasi
bukan hanya dilakukan Presiden A. Kewenangan Perundang-
Joko Widodo, Presiden sebelum- undangan Presiden
sebelumnya juga melakukan dengan
berbagai cara. Beberapa kebijakan Menurut Miriam Budiarjo Dalam
yang terkait dengan penataan regulasi sistem presidensil dapat disimpulkan
yang dilakukan di era Presiden beberapa kewenangan Presiden yang
sebelumnya diantaranya adalah biasa dirumuskan dalam UUD yaitu:
TAP MPRS No. XIX/MPRS/1966 Pertama, kewenangan yang bersifat
Peninjauan Kembali Produk-produk eksekutif atau menyelenggarakan
Legislatif Negara Diluar Produk pemerintahan berdasarkan UUD (to
MPRS Yang Tidak Sesuai Dengan govern based on the constitution). Kedua,
UUD 1945, Instruksi Presiden (Inpres) kewenangan yang bersifat legislatif
Nomor 3 Tahun 2006 Paket Kebijakan atau untuk mengatur kepentingan
Perbaikan Iklim Investasi, Inpres umum atau publik (to regulate public
Nomor 6 Tahun 2007 Kebijakan untuk affair based on the law and the constitution).
Percepatan Pembangunan Sektor Riil Dalam sistem pemisahan kekuasaan
dan Pemberdayaan UMKM, Master (separation of power), kewenangan
Plan Percepatan dan Perluasan untuk mengatur ini dianggap ada di
Pembangunan Ekonomi Indonesia tangan lembaga perwakilan, bukan
2011-2025. di tangan eksekutif. Jika lembaga
Berbagai kebijakan penataan eksekutif merasa perlu mengatur,

4) Isi lainnya dari Paket Reformasi Hukum Jilid II adalah Perluasan jangkauan bantuan hukum kepada masyarakat dan
membangun rasa aman di lingkungan. Kompas.Com. “Reformasi Hukum Jilid II, dari Penataan Aturan hingga Bantuan
Hukum”, https://nasional.kompas.com/read/2017/01/17/19334601/reformasi.hukum.jilid.ii.dari.penataan.aturan.hingga.
bantuan.hukum, diakse 10 November 2018
5) Hukumonline.Com, “Ini 3 Agenda Paket Reformasi Hukum Tahap II”,
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt587e0fdb06ea8/ini-3-agenda-paket-reformasi-hukum-jilid-ii, diakses 11
November 2018
Peranan Presiden Dalam
Pemilu Penataan
Serentak Peraturan
Di Indonesia:
1053
Perundang-Undangan
Kajian Di Bawah
Sejarah dan Original Undang-Undang
Intent Pembentuk UUD

maka kewenangan mengatur di yang saat ini di akui di Indonesia


tangan eksekutif itu bersifat derivatif adalah: Undang-Undang Dasar
dari kewenangan legislatif.6 Negara Republik Indonesia Tahun
Ketiga, kewenangan yang 1945 (UUD 1945), Ketetapan Majelis
bersifat judisial dalam rangka Permusyawaratan Rakyat, Undang-
pemulihan keadilan yang terkait Undang/Peraturan Pemerintah
dengan putusan pengadilan, yaitu Pengganti Undang-Undang (Perpu),
untuk mengurangi hukuman, Peraturan Pemerintah, Peraturan
memberikan pengampunan, ataupun Presiden, Peraturan Daerah Provinsi;
menghapuskan tuntutan yang terkait dan Peraturan Daerah Kabupaten/
erat dengan kewenangan pengadilan. Kota.8 Selain itu terdapat juga jenis
Keempat, kewenangan yang bersifat peraturan perundang-undangan
diplomatik, yaitu menjalankan lainnya yang disebutkan dalam Pasal
perhubungan dengan negara lain atau 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor
subjek hukum internasional lainnya 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
dalam konteks hubungan luar negeri. Peraturan Perundang-undangan
Kelima, kewenangan yang bersifat yaitu peraturan yang ditetapkan oleh
adminstratif untuk mengangkat Majelis Permusyawaratan Rakyat,
dan memberhentikan orang dalam Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
jabatan- jabatan kenegaraan dan Perwakilan Daerah, Mahkamah
jabatan-jabatan administrasi negara. Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan
Keenam, kewenangan dalam bidang Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial,
keamanan, yakni untuk mengatur Bank Indonesia, Menteri, badan,
polisi dan angkatan bersenjata, lembaga, atau komisi yang setingkat
menyelenggarakan perang, yang dibentuk dengan Undang-
pertahanan negara, serta keamanan Undang atau Pemerintah atas perintah
dalam negeri.7 Undang-Undang, Dewan Perwakilan
Untuk mengetahui dalam Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur,
sistem ketatanegaraan Indonesia Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
kewenangan mengatur kepentingan Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota,
umum atau publik seperti apakah Kepala Desa atau yang setingkat.
yang dimiliki oleh Presiden maka Pada dasarnya semua jenis
acuannya adalah dengan melihat peraturan perundang-undangan
jenis peraturan perundang-undangan tidak menjadi kewenangan Presiden
yang diakui di Indonesia dan jenis untuk membentuknya. Peraturan
peraturan perundang-undangan perundang-undangan yang menjadi
apakah yang menjadi kewenangan kewenangan Presiden adalah Undang-
Presiden untuk membentuknya. Jenis Undang/Perpu, Peraturan Pemerintah
peraturan perundang-undangan (PP), dan Peraturan Presiden (Perpres).

6) Miriam Budardjo, 2009, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,2009), hlm. 297
7) Ibid
8) Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
4
106 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

Kewenangan Presiden membentuk ini pada dasarnya berangkat dari


Undang-Undang bersumber dari pemikiran untuk menguatkan sistem
Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 yang presidensiil yang diterapkan dalam
menyebutkan “Presiden berhak sistem pemerintahan di Indonesia.
mengajukan rancangan undang- Sistem presidensiil memberikan
undang kepada Dewan Perwakilan kewenangan kepada Presiden dalam
Rakyat”, dan Pasal 20 ayat (2) UUD melaksanakan pemerintahan, sehingga
1945 yang menyebutkan “Setiap Presiden yang memegang kekuasaan
rancangan undang-undang dibahas pemerintahan perlu didukung dengan
oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan kewenangan membentuk Perpres
Presiden untuk mendapat persetujuan untuk dapat melaksanakan tugas
bersama”. pemerintahannya secara optimal.10
Kewenangan Presiden
membentuk Perpu bersumber dari B. Kewenangan Perundang-
Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 yaitu undangan Pejabat/Badan
“Dalam hal ihwal kegentingan Pemerintahan di bawah Presiden
yang memaksa, Presiden berhak
menetapkan peraturan pemerintah Ciri sistem pemerintahan
sebagai pengganti undang-undang’. Presidensiil dengan menggabungkan
Adapun kewenangan membentuk PP pendapat dari Giovanni Sartori,
oleh Presiden bersumber dari Pasal 5 Verney, Mainwaring, dan Aren
ayat (2) UUD 1945 yang menyebutkan Lijpart ditemukan kesamaan yaitu:
“Presiden menetapkan peraturan (i) Presiden sebagai kepala negara
pemerintah untuk menjalankan sekaligus kepala pemerintahan; (ii)
undang-undang sebagaimana Presiden dipilih secara langsung oleh
mestinya”. Terakhir kewenangan rakyat untuk masa jabatan tertentu
untuk membentuk Perpres yang dengan periode waktu yang tetap (fixed
dimiliki oleh Presiden Menurut A term); (iii) Presiden bertanggung jawab
Hamid S. Attamimi bersumber pada kepada konstitusi dan rakyat secara
peraturan yang lebih tinggi yang langsung; (iv) dalam masa jabatannya
mendelegasikan kepadanya yakni Presiden tidak dapat dijatuhkan
Peraturan Pemerintah, dan dapat pula oleh Parlemen melalui pemungutan
bersumber pada kewenangan atributif suara di parlemen; dan (v) Presiden
dari Pasal 4 ayat (1) UUD 1945.9 memimpin secara langsung
Diberikannya kewenangan pemerintahan yang dibentuknya.11
membentuk Perpres kepada Presiden Lebih lanjut menurut Moh. Mahfud
9) Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 isinya adalah: “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut
Undang-Undang Dasar”. A Hamid S. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan Negara, Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden yang Berfungsi Pengaturan Dalam Kurun Waktu
Pelita I – Pelita V. Desertasi untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Ilmu Hukum Pada Universitas Indonesia, 12 Desember
1990. hlm. 236-237.
10) Anang Puji Utama, Eksistensi Peraturan Presiden Dalam Sistem Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia, Ringkasan
Disertasi, Program Pascasarjana Program Studi Doktor Ilmu Hukum Universitas Brawijaya Malang, 2018, hlm. 63
11) Hanta Yuda AR, Presidensialisme Setengah Hati, Dari Dilema Ke Kompromi (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010), hlm.
80
Peranan Presiden Dalam
Pemilu Penataan
Serentak Peraturan
Di Indonesia:
1075
Perundang-Undangan
Kajian Di Bawah
Sejarah dan Original Undang-Undang
Intent Pembentuk UUD

MD ciri sistem pemerintahan dari kekuasaan eksekutif disebut


Presidensial adalah: (i) Kepala dalam Pasal 17 ayat (1) UUD 1945
negara menjadi kepala pemerintahan yaitu Presiden dibantu oleh menteri-
(eksekutif); (ii) Pemerintah tidak menteri negara. Lembaga pemerintah
bertanggungjawab kepada parlemen non kementerian disebut dalam Pasal
(DPR). Pemerintah dan Parlemen 25 ayat (1) Undang-Undang Nomor
adalah sejajar; (iii) Menteri-menteri 39 Tahun 2008 tentang Kementerian
diangkat dan bertanggungjawab Negara yang menyebutkan Hubungan
kepada presiden; dan (iv) Eksekutif fungsional antara Kementerian dan
dan legislatif sama-sama kuat.12 lembaga pemerintah nonkementerian
Ciri utama sistem Presidensial dilaksanakan secara sinergis sebagai
adalah Presiden memimpin satu sistem pemerintahan dalam Negara
secara langsung pemerintahan Kesatuan Republik Indonesia sesuai
yang dibentuknya. Pengertian dengan peraturan perundang-undangan.
pemerintahan yang dimaksudkan Peristilahan Badan Hukum
disini bukanlah Pemerintahan Negara ini mulai dikembangkan sejak
dalam arti luas yaitu segala urusan era reformasi. Badan Hukum Negara
yang dilakukan oleh negara dalam adalah lembaga negara atau lembaga
menyelenggarakan kesejahteraan pemerintah yang dibentuk dengan
rakyatnya dan kepentingan negara suatu Undang-Undang dan berfungsi
sendiri yang meliputi tugas eksektutif, menyelenggarakan urusan-urusan
legislatif dan yudikatif.13 Pemerintahan yang berhubungan dengan bidang
yang dipimpin oleh Presiden disini tugas dan kewenangannya.15 Contoh
adalah pemerintahan dalam arti Badan Hukum Negara adalah Badan
sempit yaitu yaitu pemangku jabatan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
sebagai pelaksanaan eksekutif Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang
(pelaksanaan undang-undang) atau Nomor 24 Tahun 2011 tentang
secara lebih penting, pemerintah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
sebagai penyelenggara administrasi menyebutkan BPJS adalah badan
negara.14 hukum publik berdasarkan Undang-
Melihat kepada hukum positif Undang ini. Lebih lanjut Ayat (2)
Indonesia maka badan/pejabat nya menyebutkan bertanggungjawab
pemerintahan di bawah Presiden yang kepada Presiden. Adapun
masuk dalam ruang lingkup eksekutif Pemerintahan Daerah sebagai bagian
adalah Menteri/ Lembaga Pemerintah eksekutif disebut dalam Pasal 1 angka
Non Kementerian (LPNK), Badan 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
Hukum Negara, dan Pemerintahan 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Daerah. Menteri sebagai bagian yaitu Pemerintahan Daerah adalah

12) Moh. Mahfud MD, Dasar Dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, (Yogyakarta: UII Press, Edisi Revisi, 2000 ), hlm. 74
13) Moh Kusnardi Dan Hermaily Ibrahim, Pengantar hukum tata negara Indonesia (Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara,
1983), hlm. 171.
14) Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, (Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum UII,Yogyakarta, 2001), hlm. 101
15) Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-Undangan: Jenis, Fungsi dan Materi Muatan (Yogyakarta: Kanisius, 2007), hlm. 178
6
108 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

penyelenggaraan urusan pemerintahan kontrol bersifat ekstern. Kontrol intern


oleh pemerintah daerah dan dewan disini diartikan bahwa pengawasan
perwakilan rakyat daerah menurut asas itu dilakukan oleh suatu badan
otonomi dan tugas pembantuan dengan yang secara organisatoris/struktural
prinsip otonomi seluas-luasnya dalam masih termasuk dalam lingkungan
sistem dan prinsip Negara Kesatuan Pemerintah sendiri. Bentuk kontrol
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud semacam ini dapat digolongkan
dalam Undang-Undang Dasar Negara dalam jenis teknis-administratif atau
Republik Indonesia Tahun 1945. disebut pula built-in control. Jenis
Semua badan/pejabat yang kontrol yang kedua adalah kontrol
masuk kriteria cabang kekuasan yang bersifat eksternal yaitu kontrol
eksekutif dibawah Presiden ini dapat yang dilakukan secara tidak langsung
membentuk peraturan perundang- melalui badan-badan peradilan
undangan. Kewenangan membentuk (judicial control) dalam hal terjadinya
ini pada dasarnya bersumber persengketaan atau perkara dengan
pada 2 (dua) kewenangan yaitu pihak Pemerintah.18
atribusi kewenangan atau delegasi Dalam konteks pengawasan
kewenangan. Atribusi kewenangan atas pembentukan peraturan
adalah pemberian kewenangan perundang-undangan maka teori
membentuk peraturan perundang- pengawasan intern dan ekstern
undangan yang diberikan oleh tersebut diwujudkan dalam
Grondwet (Undang-Undang Dasar) bentuk executive review dan judicial
atau wet (undang-undang) kepada review. Executive review merupakan
suatu lembaga negara/pemerintahan.16 kewenangan mengevaluasi peraturan
Delegasi kewenangan adalah perundang-undangan yang dimiliki
pelimpahan kewenangan membentuk oleh pemerintah (executive power),
peraturan perundang-undangan yang sementara itu judicial review merupakan
dilakukan oleh peraturan perundang- kewenangan mengevaluasi peraturan
undangan yang lebih tinggi kepada perundang-undangan yang dimiliki
peraturan perundang-undangan yang oleh Mahkamah Konstitusi (khusus
lebih rendah.17 untuk UU) atau Mahkamah Agung
(khusus peraturan perundang-
C. Kewenangan Presiden undangan di bawah UU), dimana
Melakukan Penataan Peraturan kedua mekanisme ini dapat berujung
Perundang-undangan di Lingkup pada pembatalan peraturan
Kekuasan Eksekutif perundang-undangan.
Dalam konteks pengawasan
Secara teoritis jenis pengawasan peraturan perundang-undangan
atau kontrol ini dapat dibedakan melalui mekanisme judicial review
atas kontrol yang bersifat intern dan (dalam hal ini MA dan MK) telah
16) Ibid, hlm. 55
17) Ibid, hlm. 56
18) Widodo Ekathahjana,PengujianPeraturanPerundang-undangan dan Sistem Peradilannya di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sutra,
2008), hlm. 41
Peranan Presiden Dalam
Pemilu Penataan
Serentak Peraturan
Di Indonesia:
1097
Perundang-Undangan
Kajian Di Bawah
Sejarah dan Original Undang-Undang
Intent Pembentuk UUD

diatur dalam Pasal 24A ayat (1) oleh MA dilaksanakan secara tidak
dan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, terbuka, sehingga pemerintah tidak
sedangkan untuk pengawasan melalui mengetahui secara pasti tahapan
mekanisme executive review belum dan proses pengujian yang sedang
diatur dalam UUD 1945 maupun dilakukan oleh MA. Tidak adanya
UU. Namun demikian tindakan gelar persidangan maka para pihak
Presiden untuk memerintahkan para termasuk pemerintah juga tidak dapat
menteri, kepala LPNK, Badan Hukum memberikan argumentasi secara
Negara maupun Pemerintah Daerah terbuka untuk mempertahankan
untuk membenahi regulasi yang peraturan perundang-undangan yang
telah dibentuknya diperkenankan dibentuknya.
oleh karena kualitas hukum baru
dapat diketahui setelah hukum itu D. Strategi Penataan Peraturan
diterapkan. Hukum yang buruk akan Perundang-Undangan Oleh
melahirkan akibat-akibat buruk dan Presiden
hukum yang baik akan melahirkan
akibat-akibat yang baik untuk itu Salah satu permasalahan dalam
pembentuknya wajib mengetahui manajemen pembentukan peraturan
dampak peraturan perundang- perundang-undangan di Indonesia
undangan yang dibentuknya. adalah belum terlembagakannya
Sesuai dengan sifatnya evaluasi oleh pembentuk terhadap
pengawasan peraturan perundang- peraturan perundang-undangan
undangan utamanya dibawah yang telah dibentuknya sendiri
Undang-Undang melalui mekanisme (executive review). Padahal Manfaat
judicial review di MA mempunyai dilakukannya executive review adalah
keterbatasan yaitu pengujian oleh MA untuk: (i) Mewujudkan manajemen
dilakukan secara pasif, dalam arti MA pembentukan peraturan perundang-
tidak bisa aktif (atas inisiatif sendiri undangan yang lebih baik; (ii) Hasil
tanpa adanya permohonan dari evaluasi akan menginformasikan
kelompok masyarakat atau perorangan apakah tujuan dibentuknya suatu
warga negara) memeriksa semua peraturan perundang-undangan
peraturan perundang-undangan di telah tercapai, sekaligus juga
bawah Undang-Undang yang telah mengenai manfaat dan dampak dari
diundangkan, melainkan Pemeriksaan pelaksanaan peraturan perundang-
oleh MA baru bisa dilaksanakan setelah undangan. Informasi yang diperoleh
adanya permohonan dari pihak-pihak dari hasil evaluasi akan menjadi
yang keberatan atas berlakunya suatu bahan yang sangat diperlukan dalam
peraturan perundang-undangan proses perencanaan berikutnya; dan
dibawah UU. Selain itu kelemahan (iii) Konsekuensi terjadinya hubungan
lainnya adalah Proses pengujian antara hukum dan perubahan sosial,
oleh MA berbeda dengan praktik maka untuk mempertahankan
pengujian di MK. Proses pengujian koherensi sistem yang berlaku
8
110 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

peraturan-peraturan yang lama pun Mengingat kondisi tersebut


perlu disesuaikan dengan yang baru. maka Kebijakan penataan peraturan
Evaluasi peraturan perundang- perundang-undangan yang ada di
undangan yang dilakukan sendiri Indonesia bisa dilakukan melalui
oleh pembentuk sudah dikenal luas tindakan: pertama, mengembangkan
sejak lama di dunia internasional sistem evaluasi ex post (pasca
dengan aneka pola, model, metode peraturan diundangkan) terhadap
dan pendekatan yang berbeda- stok peraturan yang ada secara
beda disesuaikan kondisi peraturan paralel dengan diperkenalkannya
perundang-undangan di masing- penilaian ex ante (sebelum peraturan
masing negara. Adapun di Indonesia diundangkan). Kedua, struktur
kegiatan evaluasi peraturan evaluasi peraturan perundang-
perundang-undangan selama ini lebih undangan yang ada dilakukan dengan
banyak dilakukan pada isu peraturan mengingat kebutuhan pihak yang
perundang-undangan tertentu dan terkena dampak, melibatkan tinjauan
bukan pada keseluruhan peraturan terhadap desain dan implementasi
perundang-undangan secara rutin. tujuan, termasuk penentuan prioritas.
Selain belum terlembagakan, Ketiga, evaluasi sebaiknya harus
evaluasi peraturan perundang- terjadwal rutin untuk menilai semua
undangan di Indonesia juga peraturan perundang-undangan yang
menghadapi tantangan yaitu signifikan secara sistematis dari waktu
ketiadaan model baku (mekanisme ke waktu, meningkatkan konsistensi
dan metode) evaluasi peraturan dan koherensi persediaan regulasi,
perundang-undangan yang didesain dan mengurangi beban regulasi yang
secara sistematis. Apa yang dilakukan tidak perlu.
selama ini dalam konteks evaluasi
peraturan perundang-undangan KESIMPULAN
masih sebatas uji coba (trial error),
menemukan metode yang sesuai 1. Berbagai kebijakan penataan
dan tepat dengan kebutuhan. Tidak peraturan perundang-undangan
adanya tools evaluasi peraturan yang dilakukan oleh Presiden
perundang-undangan yang sistematis Republik Indonesia dapat
mengakibatkan hasil dari evaluasi dilakukan mengingat Presiden
peraturan perundang-undangan tidak dan badan/pejabat pemerintahan
akan berkontribusi signifikan dalam dalam lingkup kekuasaan eksekutif
menilai apakah peraturan perundang- juga memiliki kewenangan untuk
undangan diterima oleh masyarakat, membentuk peraturan perundang-
dapat dilaksanakan dan berdaya undangan berdasarkan
guna sehingga dapat dipertahankan kewenangan atribusi dan delegasi.
atau perlu dilakukan perbaikan atau Mengingat memiliki kewenangan
diganti dengan kebijakan yang baru. mengatur maka Presiden yang
Peranan Presiden Dalam
Pemilu Penataan
Serentak Peraturan
Di Indonesia:
1119
Perundang-Undangan
Kajian Di Bawah
Sejarah dan Original Undang-Undang
Intent Pembentuk UUD

menurut sistem pemerintahan baku (mekanisme dan metode)


Presidensial bertindak sebagai evaluasi peraturan perundang-
kepala pemerintahan tertinggi undangan yang didesain secara
ikut bertanggung jawab untuk sistematis. Untuk itu kebijakan
memastikan hukum yang penataan peraturan perundang-
dibentuk jajarannya yaitu Menteri, undangan oleh Presiden sudah
LPNK, Badan Hukum Negara dan seharusnya diarahkan kepada
Pemerintahan Daerah memiliki tindakan melakukan evaluasi
daya laku dan daya guna yang (executive review) secara rutin
baik bagi Masyarakat; pembentuk peraturan terhadap
2. Evaluasi peraturan perundang- peraturan yang dibentuknya
undangan yang dilakukan sendiri sendiri melalui metode yang
oleh pembentuk sudah dikenal luas ditentukan sebelumnya.
sejak lama di dunia internasional
dengan aneka pola, model, metode
dan pendekatan yang berbeda-
beda, namun tidak demikian
dengan di Indonesia. Selain
belum terlembagakan, evaluasi
peraturan perundang-undangan
di Indonesia juga menghadapi
tantangan yaitu ketiadaan model
10
112 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

DAFTAR PUSTAKA

Attamimi, A Hamid S. Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam


Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan
Presiden yang Berfungsi Pengaturan Dalam Kurun Waktu Pelita I – Pelita V. Desertasi
untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Ilmu Hukum Pada Universitas
Indonesia, 12 Desember 1990.
AR, Hanta Yuda. Presidensialisme Setengah Hati, Dari Dilema Ke Kompromi.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010.
Budardjo, Miriam. 2009, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Ekathahjana, Widodo. PengujianPeraturanPerundang-undangan dan Sistem
Peradilannya di Indonesia. Jakarta: Pustaka Sutra, 2008.
Hukumonline.Com, “Ini 3 Agenda Paket Reformasi Hukum Tahap II”,
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt587e0fdb06ea8/ini-3-agenda-
paket-reformasi-hukum-jilid-ii, diakses 11 November 2018
Kusnardi, Moh Dan Hermaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia.
Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara, 1983.
Kompas. Com, “Jokowi Targetkan Setiap Menteri Pangkas 100 Aturan
Penghambat Investasi Per Bulan “, https://nasional.kompas.com/
read/2018/03/28/15365951/jokowi-targetkan-setiap-menteri-pangkas-100-
aturan-penghambat-investasi-per, diakses 10 November 2018
---------------. “Reformasi Hukum Jilid II, dari Penataan Aturan hingga Bantuan
Hukum”, https://nasional.kompas.com/read/2017/01/17/19334601/
reformasi.hukum.jilid.ii.dari.penataan.aturan.hingga.bantuan.hukum, diakse
10 November 2018
MD, Moh. Mahfud. Dasar Dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia. Yogyakarta:
UII Press, Edisi Revisi, 2000.
Manan, Bagir. Menyongsong Fajar Otonomi Daerah. Pusat Studi Hukum
Fakultas Hukum UII,Yogyakarta, 2001.
S, Maria Farida Indrati. Ilmu Perundang-Undangan: Jenis, Fungsi dan Materi
Muatan, Yogyakarta: Kanisius, 2007.
Utama, Anang Puji. Eksistensi Peraturan Presiden Dalam Sistem Peraturan
Perundang-Undangan Di Indonesia, Ringkasan Disertasi, Program Pascasarjana
Program Studi Doktor Ilmu Hukum Universitas Brawijaya Malang, 2018
Pemilu Serentak Di Indonesia:
1
Kajian Sejarah dan Original Intent Pembentuk UUD

PRESIDEN SEBAGAI PEMEGANG KEKUASAAN


PEMERINTAHAN

Oce Madril

Abstrak

Pembahasan mengenai kekuasaan Presiden tentu tidak bisa dilepaskan dari diskursus
tentang kekuasaan pemerintahan. Perkembangan mengenai kekuasaan pemerintahan
negara Indonesia tidak bisa terlepas dari perkembangan konstitusi dan praktik
ketatanegaraan Indonesia. Kedudukan Presiden, baik sebagai Kepala Negara atau
Kepala Pemerintahan, telah banyak mengalami dinamika seiring perkembangan
pengaturan dalam konstitusi. Mulai dari UUD 1945 sebelum perubahan, konstitusi RIS
1949, UUDS 1950 dan UUD 1945 setelah perubahan. Dinamika konstitusi tersebut
turut berimplikasi pada rumusan pengaturan kedudukan Presiden sebagai pemegang
kekuasaan pemerintahan. Sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan, Presiden memiliki
sejumlah wewenang yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan negara. Tulisan
ini akan membahas perkembangan pengaturan kedudukan Presiden sebagai pemegang
kekuasaan pemerintahan dan secara lebih khusus, tulisan ini juga membahas mengenai
tindakan pemerintahan yang dapat dilakukan oleh Presiden dalam rangka menjalankan
pemerintahan negara.

Kata Kunci: Presiden, kekuasaan pemerintahan, tindakan pemerintahan

PENDAHULUAN biasa disebut dengan prinsip Check and


Balances. Ajaran mengenai pemisahan
Secara konseptual, kekuasaan kekuasaan ini merupakan ide yang
atas suatu negara dibagi atas 3 fungsi ditelurkan oleh Montesquieu (1689-
kekuasaan; kekuasaan legislatif, 1755), yang menjelaskan bahwa dalam
kekuasaan eksekutif dan kekuasaan suatu pemerintahan negara, ketiga
yudikatif. Ketiga fungsi kekuasaan ini jenis kekuasaan itu harus terpisah,
merupakan antithesis dari kegundahan baik mengenai fungsi maupun
rakyat akan kediktatoran penguasa mengenai alat kelengkapan (organ)
tunggal (raja). Dalam konsepnya, yang melaksanakan yaitu: Kekuasaan
masing-masing fungsi kekuasaan Legislatif dilaksanakan oleh suatu
tersebut tidak memiliki sifat dominan badan perwakilan rakyat (parlemen),
terhadap kekuasaan yang lain. Secara Kekuasaan Eksekutif, dilaksanakan
lebih sederhana, masing-masing fungsi oleh pemerintah (presiden atau raja
kekuasaan negara tersebut saling dengan bantuan menteri-menteri atau
mengawasi dan mengimbangi, atau kabinet), dan Kekuasaan Yudikatif,

113
2
114 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

dilaksanakan oleh badan peradilan yang berlaku, mulai dari UUD 1945
(Mahkamah Agung dan pengadilan sebelum perubahan, Konstitusi RIS
dibawahnya).1 1949, UUDS 1950 dan UUD 1945
Keharusan pemisahan kekuasaan setelah perubahan, telah menunjukkan
negara menjadi tiga jenis itu adalah bagaimana dinamika pengaturan
agar tindakan sewenang-wenang oleh kekuasaan Presiden tersebut.
penguasa (kekuasaan) tunggal dapat
dihindarkan. Konsep inilah kemudian PEMBAHASAN
diadopsi oleh berbagai negara, salah
satunya adalah Indonesia. Upaya Perkembangan Pengaturan
mengadopsi gagasan pemisahan Kekuasaan Pemerintahan Dalam
kekuasaan tersebut selanjutnya Konstitusi
dituangkan dalam Undang-Undang
Dasar 1945 yang merupakan Ismail Suny seperti yang dikutip
konstitusi Negara Republik Indonesia. oleh Sumali mengemukakan
Jimly Asshiddiqie mengemukakan bahwa kekuasaan umum eksekutif
bahwa salah satu ciri negara hukum (pemerintahan) meliputi beberapa hal,
(rechtsstaat) adalah adanya pembatasan yaitu: pertama, kekuasaan administrasi
kekuasaan dalam penyelenggaraan yaitu pelaksanaan undang-undang
kekuasaan negara. Dalam konteks dan politik administratif; kedua,
yang sama pula Jimly menegaskan kekuasaan legislatif yaitu mengajukan
bahwa gagasan negara demokrasi rancangan undang-undang dan
atau kedaulatan rakyat disebut pula mengesahkannya; ketiga, kekuasaan
dengan istilah constitusional democracy yudikatif yaitu kekuasaan untuk
yang dihubungkan dengan pengertian memberi grasi dan amnesti; keempat,
negara demokrasi yang berdasarkan kekuasaan militer yaitu kekuasaan
atas hukum.2 mengenai angkatan perang dan
Tulisan ini tidak hendak pertahanan; kelima, kekuasaan
memperdebatkan konsep pemisahan diplomatik yaitu kekuasaan mengenai
atau pembagian kekuasaan di hubungan luar negeri; dan keenam,
Indonesia. Pembahasan dalam studi kekuasaan darurat yaitu kekuasaan
ini lebih diarahkan kepada kedudukan untuk mengantisipasi keadaan negara
Presiden sebagai pemegang kekuasaan dalam keadaan tidak normal.3
pemerintahan. Perkembangan Van Vollenhoven mengungkapkan
mengenai kekuasaan pemerintahan bahwa pemerintahan negara memiliki
tentunya tidak bisa dilepaskan dari arti secara luas dan secara sempit.
perkembangan konstitusi dan praktik Secara luas, pemerintahan mempunyai
ketatanegaraan Indonesia. Konstitusi 4 fungsi yaitu melaksanakan
1) C.S.T Kansil. 2003, Sistem pemerintahan Indonesia, Bumi aksara, Jakarta, hlm. 8
2) Jimly Asshiddiqie, 2006, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jilid II, Sekjend dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI,
Jakarta, hlm. 11.
3) Sejarah perjalanan ketatanegaraan Indonesia telah mencatat bahwa pengaturan kekuasaan eksekutif ini mengalami pasang surut
seiring dengan dinamika sosial politik yang menyebabkan corak sistem pemerintahan yang dianut. Lihat Sumali, 2002, Reduksi
Kekuasaan Eksekutif di Bidang Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu), UMM Press, Malang, hlm. 40.
Pemilu SerentakPemerintahan
Di Indonesia:
Presiden Sebagai Pemegang Kekuasaan 1153
Kajian Sejarah dan Original Intent Pembentuk UUD

tujuan negara (bestur); menjaga masa UUD 1945 sebelum perubahan,


keamanan (Politie); kekuasaan kekuasaan Presiden sebagai pemegang
peradilan (Rechtpraak); kekuasaan kekuasaan pemerintahan diatur dalam
membuat undang-undang (Regeling). ketentuan Pasal IV Aturan Peralihan.
Sedangkan fungsi pemerintahan Ketentuan tersebut menyatakan
secara sempit adalah terbatas pada bahwa sebelum MPR, DPR, dan
fungsi menjalankan kekuasaan untuk DPA dibentuk, Presiden memegang
menjalankan tujuan negara (bestuur).4 kekuasaan pemerintahan dengan
Pengertian pemerintahan secara dibantu oleh sebuah Komite Nasional
sempit ini didukung oleh pendapat (cikal bakal parlemen Indonesia) yang
C.F. Strong dan W. Ansley, yang sangat bersifat dominan. Namun
menyatakan bahwa istilah eksekutif dalam perjalanannya, berdasarkan
seringkali digunakan secara tidak Maklumat Wakil Presiden No. X
pasti (semu), kadang digunakan untuk tertanggal 14 November 1945, Presiden
menunjuk pada jabatan presiden hanya menjadi Kepala Negara,
dan perdana menteri, kadang juga sedangkan Kepala Pemerintahan
digunakan untuk menyebut seluruh dipegang oleh Perdana Menteri.6
lembaga pelayanan publik, sipil, Praktik ketatanegaraan Republik
maupun militer. Namun, dalam Indonesia mengalami perubahan,
kesimpulannya Strong memberikan selain dipengaruhi oleh kondisi sosial
batasan bahwa pengertian eksekutif politik, juga secara de jure dipengaruhi
adalah Kepala Pemerintahan oleh berlakunya beberapa konstitusi di
bersama-sama dengan kabinet Indonesia, yaitu; UUD 1945, Konstitusi
yang membantunya. Sedangkan W. RIS 1949, UUDS 1950, dan UUD 1945
Ansley, secara konsep fungsional hasil perubahan. UUD 1945 sebelum
mengemukakan bahwa kekuasaan amandemen menghendaki suatu
eksekutif merupakan kekuasaan dalam penyelenggaraan pemerintahan yang
negara yang melaksanakan undang- kuat dan stabil. Hal ini bisa dilihat
undang, menyelenggarakan urusan berdasarkan beberapa ketentuan di
pemerintahan dan memperhatikan dalam konstitusi tersebut, misalnya
tata-tertib dan keamanan, baik di Pasal 4 ayat (1) menyatakan bahwa
dalam maupun di luar negeri.5 kekuasaan eksekutif bersifat tunggal
Perkembangan mengenai bukan kolegial. Dalam penjelasaannya
kekuasaan pemerintahan negara juga disebutkan bahwa Presiden
Indonesia tidak bisa terlepas dari adalah penyelengara pemerintah
perkembangan konstitusi dan praktik sekaligus Kepala Negara.7
ketatanegaraan Indonesia. Pada
4) Lukman Hakim, 2012, Filosofi Kewenangan Organ & Lembaga Daerah; perspektif teori otonomi & desentralisasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan negara hukum dan kesatuan, Setara Press, Malang, h. 70.
5) Sumali, op.cit., hlm. 39.
6) Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2008, Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945: Latar Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan 1999-2002, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK, hlm. 9.
7) Berkenaan dengan ketentuan Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945 yang menyatakan bahwa kekuasaan terpusat pada Presiden
sampai terbentuknya MPR, DPR, dan DPA, sebenarnya ketentuan itu memberikan dasar hukum bagi berlakunya suatu sistem
ketatanegaraan yang disebut kediktatoran konstitusional. Lihat Sumali, Op.Cit, hlm. 42.
4
116 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

Sementara itu, kekuasaan eksekutif oleh seorang perdana menteri, juga


menurut Konstitusi RIS tepatnya Pasal tidak ada ketentuan secara eksplisit
68 menyatakan bahwa “Presiden yang menegaskan bahwa menteri
dan Menteri-menteri bersama- mempunyai tanggungjawab kepada
sama merupakan pemerintah”, presiden.8
sementara itu, Pasal 69 menegaskan Berdasarkan UUDS 1950 yang
bahwa “Presiden adalah Kepala menganut sistem parlementer,
Negara”. Perbedaan antara UUD kekuasaan eksekutif dialokasikan
1945 dengan konstitusi RIS mengenai kepada dewan menteri yang diketuai
status presiden adalah dalam hal oleh seorang perdana menteri.9
penyebutan presiden sebagai kepala Sementara itu presiden hanya
pemerintahan. Jika dalam UUD memerankan fungsinya sebagai
1945 disebutkan secara tegas bahwa kepala negara yang mempunyai
presiden adalah kepala pemerintahan, otoritas membentuk kementerian-
namun di konstitusi RIS hanya kementerian. Hal ini berdasarkan
disebutkan bahwa presiden adalah Pasal 45 ayat 1 yang menyatakan
bagian dari pemerintah. Perbedaan bahwa “Presiden adalah Kepala
ini lebih jelas lagi disebutkan oleh Negara”, dan pasal 50 menyebutkan
Pasal 76 yang menyatakan “Untuk Presiden membentuk kementerian-
merundingkan bersama-sama kementerian.
kepentingan-kepentingan umum Perubahan UUD 1945 yang
Republik Indonesia Serikat, Menteri- dilakukan pasca reformasi berimplikasi
menteri bersidang dalam Dewan pada kekuasaan presiden. Selama
Menteri yang diketuai oleh Perdana empat kali perubahan UUD 1945,
Menteri atau dalam hal Perdana sistem pemerintahan yang dianut
Menteri berhalangan, oleh salah Indonesia adalah sistem presidensial
seorang Menteri berkedudukan murni. Hal ini sebagaimana dikatakan
khusus”. Artinya, meskipun presiden oleh Saldi Isra bahwa purifikasi sistem
merupakan bagian dari pemerintahan, pemerintahan presidensial dilakukan
namun berdasarkan ketentuan pasal dalam bentuk: i) pemilihan Presiden
76 tersebut sudah jelas bahwa kepala secara langsung; ii) membatasi
pemerintahan dipimpin oleh seorang periodesasi masa jabatan presiden; iii)
Perdana Menteri. Konstitusi RIS memperjelas mekanisme pemakzulan
hanya menegaskan bahwa Presiden presiden; iv) larangan bagi Presiden
hanya sebagai simbol kenegaraan saja, untuk membubarkan DPR; v)
hal ini disebabkan karena disamping menata ulang eksistensi MPR; vi)
kepala pemerintahan diduduki melembagakan mekanisme pengujian

8) Ibid.
9) Hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 51 ayat 2 UUDS 1950 menyebutkan “Sesuai dengan andjuran pembentuk Kabinet itu,
Presiden mengangkat seorang dari padanja mendjadi Perdana Menteri dan mengangkat Menteri-menteri jang lain”. sementara
itu pasal 52 ayat 1 menegaskan “Untuk merundingkan bersama-sama kepentingan-kepentingan Republik Indonesia, Menteri-
menteri bersidang dalam Dewan Menteri jang diketuai oleh Perdana Menteri atau dalam hal Perdana Menteri berhalangan, oleh
salah seorang Menteri jang ditundjuk oleh Dewan Menteri”.
Pemilu SerentakPemerintahan
Di Indonesia:
Presiden Sebagai Pemegang Kekuasaan 1175
Kajian Sejarah dan Original Intent Pembentuk UUD

undang-undang (judicial review).10 diberikan oleh konstitusi kepada


UUD 1945 setelah perubahan Presiden, dapat dibedakan kekuasaan
disamping menegaskan sistem tersebut ke dalam dua hal, yaitu
presidensil, juga memberikan kekuasaan Presiden selaku Kepala
penegasan pada kedudukan Presiden Negara dan kekuasaan Presiden
sebagai pemegang kekuasaan selaku kepala pemerintahan. Selaku
pemerintahan. Ketentuan Pasal 4 (1) Kepala Negara misalnya, Presiden
UUD 1945 menegaskan bahwa Presiden mempunyai wewenang untuk
memegang kekuasaan pemerintahan memberikan grasi, amnesti, abolisi,
berdasarkan Undang-Undang Dasar. dan rehabilitasi serta kekuasaan
Selain kekuasaan pemerintahan memberi gelar. Kekuasaan tersebut
dan legislasi (mengajukan RUU, melekat pada diri seorang Presiden
menetapkan Perppu, dan menetapkan selaku simbol negara. Kemudian
Peraturan Pemerintah) ada beberapa selaku Kepala Pemerintahan, Presiden
kekuasaan lain yang dimiliki oleh mempunyai wewenang, misalnya
Presiden (pemerintah) yang diberikan mengangkat menteri-menteri kabinet.
oleh konstitusi, yaitu:11
1). Kekuasaan mengangkat menteri- Tindakan Pemerintahan Presiden
menteri
2). Kekuasaan atas angkatan darat, Philipus M. Hadjon merumuskan
angkatan laut, dan angkatan definisi Pemerintahan sebagai sebuah
udara; organisasi yang mempunyai fungsi
3). Menyatakan perang, membuat memerintah. Hal ini disimpulkan
perdamaian dan perjanjian dengan dari pembagian rumusan yang
negara lain; telah dikemukakan olehnya yaitu
4). Kekuasaan menyatakan keadaan memandang arti pemerintah sebagai
bahaya; fungsi pemerintahan (kegiatan
5). Kekuasaan mengangkat duta dan memerintah), dan organisasi
konsul serta menerima duta dari pemerintahan (kumpulan dari
negara lain; kesatuan pemerintahan). Philipus
6). Kekuasaan memberi grasi, M. Hadjon juga menegaskan bahwa
amnesti, abolisi dan rehabilitasi pemerintahan harus dibedakan dengan
7). Kekuasaan memberi gelar politik. Menurutnya, pemerintahan
8). Kekuasaan membentuk Dewan mengabdi kepada kekuasaan politik,
Pertimbangan Presiden hal ini bisa ditelusuri dari kata
Berdasarkan kekuasaan yang pemerintah yang berasal dari kata

10) Saldi Isra, 2010, Pergeseran Fungsi Legislasi: Menguatnya Model Legislasi Parlementer dalam sistem Presidensial Indonesia, PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm, 63.
11) Hal ini berdasarkan penelusuran dan kajian terhadap UUD 1945 pasca amandemen, lihat juga Mahkamah Konstitusi Republik
Indonesia, 2008, Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; latar
belakang, proses, dan hasil pembahasan 1999-2002, Buku IV Kekuasaan Pemerintahan Negara, Jilid I, Sekjend dan Kepaniteraan
MK, Jakarta, hlm. 65-674.
6
118 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

“administrare” yang berarti mengatur berwenang mengeluarkan Keputusan


urusan sebagai penugasan dari pihak Presiden (Keppres).
lain.12 Di samping kewenangan tersebut,
Dalam menjalankan tugas Presiden juga memiliki kewenangan
pemerintahan untuk mewujudkan untuk menerbitkan Peraturan
tujuan negara sebagaimana Kebijakan. Secara etimologis,
dirumuskan dalam pembukaan pengertian peraturan kebijakan ini
UUD RI 1945, pemerintah memiliki dalam bahasa belanda dikenal dengan
wewenang dan suatu instrumen yang sebutan Beleidsregels, dalam bahasa
diwujudkan dalam suatu tindakan Inggris dikenal dengan policy rules,
pemerintahan. Suatu tindakan sementara dalam bahasa Jerman
pemerintah (bestuurs handelingen) dikenal dengan istilah verwaltung-
dalam hukum administrasi negara verordnungen. Jimly Asshidiqie
dikelompokkan dalam 3 jenis, menegaskan bahwa Peraturan
yaitu tindakan pemerintah untuk Kebijakan yang dapat dikeluarkan
mengeluarkan peraturan yang bersifat oleh presiden adalah berupa Instruksi
mengatur secara umum (regeling) Presiden (Inpres). Instuksi presiden
dan berupa keputusan yang bersifat tidak berbeda dengan surat edaran
konkrit, individual, final (beschikking), dari seorang Menteri atau seorang
serta tindakan tertentu yang bersifat Direktur Jenderal yang ditujukan
nyata (feitlijke handelingen).13 kepada seluruh jajaran pegawai
Dengan kewenangan yang negeri sipil yang berada dalam
dimilikinya yang bersumber pada lingkup tanggung jawabnya, dapat
UUD 1945 khususnya Pasal 4 ayat dituangkan dalam surat biasa, bukan
(1) yang menyatakan bahwa Presiden berbentuk peraturan resmi, seperti
adalah kepala pemerintahan, maka Peraturan Menteri. Namun demikian,
Presiden berhak menggunakan isinya bersifat mengatur (regeling)
instrumen tindakan pemerintahan, dan memberi petunjuk dalam
misalnya dengan menerbitkan rangka pelaksanaan tugas-tugas
peraturan dan keputusan yang kepegawaian.14
berkaitan dengan fungsi administrasi Aminuddin Ilmar menjelaskan
pemerintahan. Dalam kapasitas bahwa karakteristik utama dari
menerbitkan peraturan yang bersifat Peraturan Kebijakan (Beleidsregels)
mengatur (regels), Presiden memiliki adalah pengaturannya tidak secara
kewenangan untuk menerbitkan tegas diperintahkan dalam peraturan
Peraturan Presiden (Perpres). perundangan. Dengan bahasa lain,
Sedangkan dalam kapasitas tidak ada pelimpahan kewenangan
menerbitkan keputusan yang bersifat dari peraturan perundangan kepada
konkrit (beschikking), Presiden pemegang jabatan pemerintahan
12) Philipus M. Hadjon, dkk, 1994, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia: Introduction to the Indonesian Administrative Law,
Cetakan Ketiga, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, hlm. 6-7.
13) Aminudin Ilmar, 2014, Hukum Tata Pemerintahan, Cetakan pertama, Prenademedia Group, Jakarta, hlm. 150.
14) Jimly Asshidiqqie, 2006, Perihal Undang-undang, Cetakan pertama, Konpress, Jakarta, hlm. 20.
Pemilu SerentakPemerintahan
Di Indonesia:
Presiden Sebagai Pemegang Kekuasaan 1197
Kajian Sejarah dan Original Intent Pembentuk UUD

untuk menerbitkan suatu peraturan peraturan perundang-undangan yang


kebijakan (beleidsregels). Lebih lanjut mengaturnya”.17 Meskipun demikian,
mengutip pendapat Van der Hoeven dalam penggunaannya kekuasaan
bahwa beleidsregels merupakan diskresi ini harus memiliki batas-batas
peraturan hukum semu yang tidak yaitu tidak boleh bertentangan dengan
memiliki kekuatan hukum yang absah. sistem hukum yang berlaku dan hanya
Namun demikian, dalam praktik ditujukan demi kepentingan umum.18
penyelenggaraan pemerintahan, hal Utrecht memberikan batasan bahwa
tersebut diberlakukan dan dipatuhi kewenangan diskresi presiden selaku
sebagaimana peraturan hukum yang kepala pemerintahan terbatas pada 3
absah.15 hal, yaitu19:
Kemudian dalam pelaksanaan 1. Kewenangan atas inisiatif sendiri,
fungsinya, Presiden memiliki yaitu kewenangan untuk membuat
kebebasan untuk memilih berbagai peraturan perundangan setingkat
tindakan untuk mencapai tujuan undang-undang tanpa meminta
negara. Presiden memiliki kewenangan persetujuan parlemen;
diskresi. Secara etimologis, diskresi 2. kewenangan karena delegasi
yang dikenal di Indonesia berasal perundang-undangan dari
dari bahasa Jerman yang dikenal UUD yaitu kewenangan untuk
dengan istilah Freies Ermessen yang membuat peraturan perundangan
kemudian dalam bahasa Inggris yang derajatnya lebih rendah dari
disebut sebagai discretion yang berarti undang-undang;
“kebebasan bertindak”. Thomas 3. Kekuasaan untuk menafsirkan
J. Aaron sebagaimana yang dikuti (droit function) baik memperluas
oleh Sadjijono mengungkapkan maupun mempersempit mengenai
bahwa diskresi adalah suatu ketentuan yang bersifat enunsiatif.
kekuasaan atau wewenang yang
dilakukan berdasarkan hukum atau KESIMPULAN
pertimbangan dan keyakinannya
dan lebih menekankan pertimbangan Indonesia sebagai negara yang
moral daripada pertimbangan menganut sistem presidensil,
hukum.16 menempatkan Presiden sebagai
Ridwan HR mengatakan bahwa pemegang kekuasaan pemerintahan.
konsep diskresi sejalan dengan prinsip Hal itu ditegaskan dalam ketentuan
“Pemerintah tidak boleh menolak Pasal 4 ayat (1) UUD 1945. Kekuasaan
untuk memberikan pelayanan kepada yang dimiliki Presiden selaku kepala
masyarakat dengan alasan tidak ada pemerintahan tersebut dimaksudkan
15) Aminudin Ilmar, Op.Cit., hlm. 188.
16) Sadjijono, 2011, Bab-Bab Pokok Hukum Administrasi, Laksbang PRESSindo, Jakarta, hlm. 70.
17) Ridwan HR, 2003, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, hlm. 132.
18) Muchsan, 1981, Beberapa catatan tentang Hukum Administrasi Negara dan Peradilan Administrasi di Indonesia, Liberty,
Yogyakarta, hlm. 28.
19) S.F Marbun dan Moh. Mahfud MD, 2006, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Cetakan ketiga, Liberty, Yogyakarta, hlm.
46-47.
8
120 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

untuk menjalankan roda pemerintahan pemerintahan itu Presiden memiliki


yang secara umum untuk mencapai suatu instrumen kebijakan hukum
tujuan negara (bestuur), yakni untuk yang dapat digunakan sebagai
memajukan kesejahteraan umum, landasan dalam menjalankan tugas
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan penyelenggaraan pemerintahan.
mewujudkan keadilan sosial. Presiden mempunyai wewenang
Presiden sebagai pemimpin untuk menggunakan berbagai
pemerintahan adalah aktor utama instrumen yang diwujudkan dalam
penentu kebijakan dalam menjalankan suatu tindakan pemerintah.
fungsi-fungsi pemerintahan. Dalam
rangka melaksanakan kekuasaan
Pemilu SerentakPemerintahan
Di Indonesia:
Presiden Sebagai Pemegang Kekuasaan 1219
Kajian Sejarah dan Original Intent Pembentuk UUD

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 sebelum perubahan


Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949
Undang-Undang Dasar Sementara 1950
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 setelah perubahan
Aminudin Ilmar, 2014, Hukum Tata Pemerintahan, Cetakan pertama, Prenademedia
Group, Jakarta
C.S.T Kansil. 2003, Sistem pemerintahan Indonesia, Bumi aksara, Jakarta
Jimly Asshiddiqie, 2006, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jilid II, Sekjend dan
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta
Jimly Asshidiqqie, 2006, Perihal Undang-undang, Cetakan pertama, Konpress,
Jakarta,
Lukman Hakim, 2012, Filosofi Kewenangan Organ & Lembaga Daerah; perspektif
teori otonomi & desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara hukum
dan kesatuan, Setara Press, Malang
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2008, Naskah Komprehensif Perubahan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945: Latar Belakang, Proses, dan
Hasil Pembahasan 1999-2002, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK, Jakarta
Muchsan, 1981, Beberapa catatan tentang Hukum Administrasi Negara dan Peradilan
Administrasi di Indonesia, Liberty, Yogyakarta
Philipus M. Hadjon, dkk, 1994, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia:
Introduction to the Indonesian Administrative Law, Cetakan Ketiga, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta
Ridwan HR, 2003, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta
Sadjijono, 2011, Bab-Bab Pokok Hukum Administrasi, Laksbang PRESSindo, Jakarta
S.F Marbun dan Moh. Mahfud MD, 2006, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara,
Cetakan ketiga, Liberty, Yogyakarta
Saldi Isra, 2010, Pergeseran Fungsi Legislasi: Menguatnya Model Legislasi
Parlementer dalam sistem Presidensial Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
Sumali, 2002, Reduksi Kekuasaan Eksekutif di Bidang Peraturan Pengganti Undang-
Undang (Perppu), UMM Press, Malang
122 Jurnal Majelis, Edisi 01, Januari 2019
Pemilu Serentak Di Indonesia:
1
Kajian Sejarah dan Original Intent Pembentuk UUD

TAFSIR KONSTITUSI MASA JABATAN WAKIL PRESIDEN

Refly Harun

Abstrak

Masa jabatan presiden dan wakil presiden pada dasarnya telah diatur di dalam Pasal 7
UUD 1945. Secara tekstual, UUD 1945 menghendaki pembatasan baik secara berturut-
turut maupun tidak berturut-turut. Dalam perspektif hukum tata negara, perdebatan
pembatasan masa jabatan wakil presiden yang muncul dewasa ini menarik untuk
dikaji lebih dalam. Sejatinya, wakil presiden bukan merupakan pemegang kekuasaan
pemerintahan negara. Ia berkedudukan sebagai pembantu presiden. Pemegang kekuasaan
pemerintahan negara dalam sistem pemerintahan presidensial adalah presiden, sehingga
pembatasan kekuasaan, dalam hal ini masa jabatan, seharusnya hanya ditujukan kepada
empunya kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan negara.

Kata Kunci: Masa Jabatan, Pemilihan Umum, Wakil Presiden

PENDAHULUAN Presiden Indonesia periode 2019 –


2024 mendampingi Joko Widodo
Indonesia akan kembali menjalani sebagai calon presiden.
perhelatan akbar demokrasi untuk Namun demikian, terjadi
memilih presiden dan wakil presiden perdebatan konstitusional terhadap
di tahun 2019. Antusiasme masyarakat ide pengusungan kembali Jusuf Kalla
untuk turut berkontribusi dalam di periode selanjutnya. Sebagaimana
pesta demokrasi ini telah terlihat jauh diketahui, Jusuf Kalla pernah
sebelum tahapan proses pemilihan menjabat sebagai wakil presiden di
umum diselenggarakan. Mendekati era kepemimpinan Presiden Susilo
pendaftaran kandidat calon presiden Bambang Yudhoyono pada tahun 2004
dan wakil presiden beberapa waktu – 2009. Di periode selanjutnya, yakni
lalu, masyarakat tentu memiliki 2009 – 2014, Jusuf Kalla mencalonkan
dan menaruh harapan kepada diri sebagai presiden yang didampingi
pribadi-pribadi tertentu untuk dapat oleh Wiranto, tetapi tidak terpilih.
melanjutkan estafet kepemimpinan Kemudian di tahun 2014 – 2019, Jusuf
bangsa, tidak terkecuali kepada Jusuf Kalla kembali menduduki jabatan
Kalla, Wakil Presiden Indonesia sebagai wakil presiden. Dengan
periode 2014 – 2019. Terdapat demikian, Jusuf Kalla terhitung pernah
kelompok-kelompok masyarakat menjabat sebagai wakil presiden
yang masih menginginkan Jusuf Kalla sebanyak dua kali, tetapi tidak secara
kembali menduduki jabatan Wakil terus-menerus.

123
2
124 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

Berdasarkan Pasal 7 Undang- nomor perkara 36/PUU-XVI/2018; 2)


undang Dasar Negara Republik Syaiful Bahari dan Aryo Fadlian yang
Indonesia 1945 (UUD 1945), Presiden teregistrasi dengan nomor perkara
dan wakil presiden memegang jabatan 40/PUU-XVI/2018; dan 3) Partai
selama lima tahun, dan sesudahnya Persatuan Indonesia (Perindo) yang
dapat dipilih kembali dalam jabatan teregistrasi dengan nomor perkara
yang sama, hanya untuk satu kali 60/PUU-XVI/2018. Dalam tulisan ini,
masa jabatan. Pasal 169 huruf n dan penulis akan mengkaji alasan-alasan
penjelasan Undang-undang Nomor 7 pengujian pasal tersebut dikaitkan
Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dengan original intent pembatasan
(UU Pemilu 2017) menjelaskan lebih masa jabatan wakil presiden dalam
rinci tentang ketentuan Pasal 7 UUD UUD 1945.
1945 sebagai berikut:
“Persyaratan menjadi calon ANALISIS PERMASALAHAN
Presiden dan calon wakil Presiden
adalah: n. belum pernah menjabat Pengujian Pasal Pembatasan Masa
sebagai Presiden dan Wakil Jabatan Wakil Presiden
Presiden selama 2 (dua) kali masa
jabatan dalam jabatan yang sama. Raison d’etre perkara pengujian
Penjelasan: Perkara Nomor 36/PUU-XVI/2018,
Yang dimaksud dengan “belum 40/PUU-XVI/2018, dan 60/
pernah menjabat 2 (dua) kali PUU-XVI/2018 pada pokoknya
masa jabatan dalam jabatan yang mempersoalkan diksi “dan” dan
sama” adalah yang bersangkutan “maupun tidak berturut-turut”.
belum pernah menjabat dalam Pembatasan masa jabatan presiden dan
jabatan yang sama selama dua kali wakil presiden dianggap untuk satu
masa jabatan, baik berturut-turut pasangan dalam masa jabatan yang
maupun tidak berturut-turut, sama, karena frasa yang digunakan
walaupun masa jabatan tersebut adalah “presiden dan wakil presiden”,
kurang dari 5 (lima) tahun.” yang mana penggunaan kata
sambung “dan” bersifat kumulatif,
Untuk dapat kembali mencalonkan sehingga presiden dan wakil presiden
Jusuf Kalla menjadi calon wakil merupakan satu pasangan yang tidak
presiden, beberapa pihak melakukan dapat dipisahkan. In casu, Jusuf Kalla
judicial review penjelasan Pasal 169 yang telah menjabat sebagai wakil
huruf n UU Pemilu terhadap UUD presiden di periode 2004 – 2009 dan
1945 di Mahkamah Konstitusi (MK), periode 2014 – 2019 dapat dipilih
di antaranya: 1) Muhammad Hafidz, kembali karena Jusuf Kalla baru satu
Dewan Pimpinan Pusat Federasi kali menjabat sebagai wakil presiden
Serikat Pekerja Singaperbangsa, dan berpasangan dengan Presiden Susilo
Perkumpulan Rakyat Proletar untuk Bambang Yudhoyono dan satu kali
Konstitusi yang teregistrasi dengan menjabat sebagai wakil presiden
Tafsir KonstitusiPemilu SerentakWakil
Masa Jabatan Di Indonesia:
Presiden 1253
Kajian Sejarah dan Original Intent Pembentuk UUD

berpasangan dengan Presiden Joko selaku organ tunggal pemegang


Widodo. Sementara itu, pembatasan kekuasaan pemerintahan. Hal ini tidak
masa jabatan dengan frasa “maupun terlepas dari sejarah ketatanegaraan
tidak berturut-turut” dianggap tidak Indonesia yang dikuasai oleh satu
relevan oleh pemohon, seharusnya pemimpin secara terus-menerus,
ditetapkan pembatasan masa jabatan khususnya di era Presiden Soeharto,
sebanyak dua kali sepanjang tidak sedangkan posisi wakil presiden selalu
berturut-turut, karena aturan ini diisi dengan tokoh yang berbeda-beda.
merugikan hak konstitusional Selain itu, pihak terkait juga
pemohon karena menghalangi mempersamakan kedudukan wakil
pemohon untuk mengusung kembali presiden dengan menteri negara
Jusuf Kalla sebagai wakil presiden. dengan menarik benang merah antara
Namun demikian, terhadap ketiga Pasal 4 Ayat (2) dan Pasal 17 ayat (1)
perkara tersebut, MK tidak memeriksa UUD 1945, yakni sama-sama sebagai
pokok permohonan. Dalam Perkara pembantu presiden dan bukan jabatan
Nomor 36/PUU-XVI/2018 dan 40/ yang memegang kekuasaan eksekutif.
PUU-XVI/2018, permohonan tidak Adapun kedua pasal tersebut
dapat diterima karena pemohon tidak berbunyi:
memenuhi legal standing. Sementara Pasal 4 Ayat (2) UUD 1945:
itu, dalam perkara nomor 60/PUU- “Dalam melakukan kewajibannya
XVI/2018, pemohon menarik kembali Presiden dibantu oleh satu orang
permohonan. Dengan demikian, tidak Wakil Presiden.”
terdapat legal reasoning dari MK yang Pasal 17 ayat (1) UUD 1945:
dapat dianalisis. “Presiden dibantu oleh menteri-
menteri negara.”
Kedudukan Wakil Presiden dalam
UUD 1945 Oleh karena kedudukannya
yang setara, menurut pihak terkait,
Dalam kasus ini, hal yang menarik ketentuan mengenai batasan masa
untuk dianalisis justru terdapat jabatannya pun sama, yakni tidak
pada keterangan Jusuf Kalla sebagai memiliki pembatasan selayaknya
pihak terkait dalam Perkara Nomor presiden.
60/PUU-XVI/2018. Pihak terkait Pasal 4 Ayat (2) UUD 1945 secara
tidak mendasarkan argumentasinya gamblang menyatakan bahwa presiden
pada diksi dalam undang-undang dibantu oleh satu orang wakil presiden.
dasar, melainkan hakikat dari Hal ini bertalian dengan Pasal 17 Ayat
keberadaan wakil presiden dalam (1) UUD 1945 yang mengamanatkan
struktur ketatanegaraan Indonesia. bahwa presiden dibantu oleh menteri-
Pihak Terkait mendalilkan bahwa menteri negara. Pada pokoknya,
pembatasan masa jabatan dalam Pasal kedua pasal ini menunjukkan bahwa
7 UUD 1945 dititikberatkan pada wakil presiden dan menteri negara
pembatasan masa jabatan presiden memiliki kedudukan yang sama,
4
126 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

yakni sebagai pembantu presiden, presiden; (ii) sebagai pengganti


tetapi dalam derajat yang berbeda, yang menggantikan presiden; (iii)
yang dapat ditinjau dari dua hal, sebagai pembatu yang membantu
yakni: (1) mekanisme pengisian dan presiden; (iv) sebagai pendamping
pemberhentian jabatan; dan (2) tugas yang mendampingi presiden; dan (v)
dan wewenang yang diemban. sebagai wakil presiden yang bersifat
Pengisian jabatan wakil presiden mandiri.
dilakukan melalui pemilihan umum Sementara itu, menteri telah
dalam satu pasangan bersama ditugaskan untuk membidangi urusan
presiden, sebagaimana diatur tertentu dalam pemerintahan sesuai
dalam Pasal 6A Ayat (1) UUD 1945. dengan Pasal 17 Ayat (3) UUD 1945.
Pemberhentian jabatan wakil presiden Selain itu, menilik Pasal 3 Undang-
pun sama dengan jabatan presiden, undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
yakni melalui mekanisme impeachment Kementerian Negara (UU Kementerian
yang diatur dalam Pasal 7A dan 7B Negara), jelas disebutkan bahwa
UUD 1945. Berbeda dengan jabatan kementerian berada di bawah dan
menteri, ia diangkat dan diberhentikan bertanggung jawab kepada Presiden.
oleh presiden, sebagaimana ditetapkan Menteri dapat menggantikan presiden
dalam Pasal 17 Ayat (2) UUD 1945, dan wakil presiden apabila mangkat,
atau dengan kata lain penujukan berhenti, diberhentikan, atau tidak
menteri berdasarkan hak prerogatif dapat melakukan kewajibannya dalam
presiden. masa jabatannya secara bersamaan.
Dalam hal pelaksanaan tugas dan Adapun pelaksana tugas kepresidenan
wewenang, tidak terdapat pengaturan tersebut menurut Pasal 8 Ayat (3)
lebih lanjut mengenai pembagian UUD 1945 adalah menteri luar negeri,
tugas dan wewenang wakil presiden, menteri dalam negeri, dan menteri
kecuali sebagai pembantu presiden. pertahanan secara bersama-sama, atau
Namun, apabila dikaitkan dengan dapat disebut sebagai triumvirate.
Pasal 4 Ayat (1) dan Pasal 8 UUD Apabila kedudukan wakil
1945 serta praktik ketatanegaraan di presiden dikaitkan dengan Pasal 6A
Indonesia selama ini, wakil presiden Ayat (1) UUD 1945, presiden dan wakil
dapat disebut sebagai the second person presiden merupakan satu kesatuan
yang menyokong tugas presiden yang tidak terpisahkan dalam naungan
sebagai kepala pemerintahan. Wakil sebuah lembaga kepresidenan. Satu
presiden ialah jabatan pertama yang kesatuan tersebut tidak hanya dibaca
menggantikan presiden melaksanakan dalam konteks pemilihan umum saja,
kewajiban presiden apabila melainkan juga dalam pemerintahan,
presiden berhalangan melakukan seperti halnya juga dengan menteri
kewajibannya. Setidaknya, wakil negara. Meskipun presiden dan wakil
presiden memiliki lima kemungkinan presiden merupakan satu kesatuan
posisi terhadap presiden, yaitu: dalam lembaga kepresidenan,
(i) sebagai wakil yang mewakili keduanya merupakan dua jabatan
Tafsir KonstitusiPemilu SerentakWakil
Masa Jabatan Di Indonesia:
Presiden 1275
Kajian Sejarah dan Original Intent Pembentuk UUD

konstitusional yang terpisah. disahkan pada Sidang Istimewa MPR


Namun demikian, mengapa Tahun 1998. Adapun isi ketetapan
kemudian kedudukan wakil presiden tersebut berbunyi: “Presiden dan Wakil
dengan menteri negara dapat disebut Presiden memegang jabatan selama 5
setara sebagai sama-sama pembantu (lima) tahun, dan sesudahnya dapat dipilih
presiden ialah karena kedua jabatan kembali dalam jabatan yang sama, hanya
tersebut tidak memegang kekuasaan untuk satu kali masa jabatan”. Namun
pemerintahan. Satu-satunya demikian, perlu diingat bahwa
pemegang kekuasaan pemerintahan ketetapan yang dikeluarkan MPR di
menurut UUD 1945 adalah presiden, masa itu tidak terlepas dari sejarah
sebagaimana diamanatkan dalam ketatanegaraan Indonesia yang pernah
Pasal 4 Ayat (1) UUD 1945 dan dinaungi otoritarianisme pemegang
hal tersebut merupakan hal yang kekuasaan eksekutif tunggal.
lumrah pada sistem pemerintahan Presiden Soekarno di masa
presidensial. pemerintahannya mengangkat
dirinya sendiri menjadi “Presiden
Penafsiran Pembatasan Masa Jabatan seumur hidup” setelah ditekennya
Dikaitkan dengan Kedudukan Wakil Ketetapan MPRS No. II/MPRS/1963
Presiden tentang Pengangkatan Pemimpin
Besar Revolusi Indonesia Bung Karno
Berdasarkan textual interpretation, Menjadi Presiden Republik Indonesia
pembatasan masa jabatan sebagaimana Seumur Hidup, tanggal 18 Mei 1963.
ditentukan dalam Pasal 7 UUD 1945, Kemudian, di masa pemerintahan
dikhususkan bagi presiden dan wakil Presiden Soeharto, penafsiran Pasal
presiden, yang bermakna, kedua 7 UUD 1945 sebelum amandemen
jabatan tersebut dibatasi hanya dua yang berbunyi: “Presiden dan Wakil
periode saja, baik secara berturut-turut Presiden memegang jabatan selama lima
maupun tidak berturut-turut. tahun, dan sesudahnya dapat dipilih
Pembacaan tekstual tersebut kembali”, dijadikan sebagai alat yang
tidak terlepas dari unsur-unsur yang melanggengkan kekuasaannya sebagai
terdapat dalam Pasal 7 UUD 1945, pemegang kekuasaan eksekutif.
di antaranya: (a) presiden dan wakil Dengan melihat kedua peristiwa
presiden; (b) memegang jabatan tersebut, dapat ditarik garis bahwa
selama lima tahun; (c) sesudahnya pembatasan kekuasaan yang telah
dapat dipilih kembali dalam jabatan ditegaskan di dalam konstitusi
yang sama; dan (d) hanya untuk satu tidak terlepas dari overpower
kali masa jabatan. presiden sebagai pemegang kendali
Keberadaan Pasal 7 UUD 1945 pemerintahan negara. Pembatasan
(setelah amandemen) diadopsi dari tersebut sejatinya ditujukan secara
TAP MPR No. XIII/MPR/1998 spesifik kepada presiden yang dalam
tentang Pembatasan Masa Jabatan sejarah ketatanegaraan Indonesia
Presiden dan Wakil Presiden yang langgeng menduduki jabatan tersebut
6
128 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

selama lebih dari dua periode. Masa Daniel Tompkins, Thomas Marshall,
jabatan wakil presiden pada saat itu John Nance Garner, Richard Nixon,
pun tidak dipermasalahkan mengingat George H.W. Bush, Al Gore, dan Dick
di setiap satu periode kepemimpinan Cheney.
wakil presiden selalu berganti. Apabila menafsirkan Pasal 7 UUD
Apabila mencermati Konstitusi 1945 tersebut dengan membaca roh
Amerika Serikat yang sama-sama konstitusi dan sistem konstitusional,
menganut sistem pemerintahan pembatasan tersebut jelas ditujukan
presidensial, pembatasan masa jabatan kepada pemegang kekuasaan
hanya ditujukan kepada presiden, eksekutif. Hal ini kemudian menjadi
yakni selama empat tahun dan menarik pula apabila dikaitkan dengan
maksimal dua periode. Pembatasan dalil pihak terkait yang menggunakan
masa jabatan bagi wakil presiden tidak penafsiran non-originalism yang
diatur secara spesifik, sebagaimana menyatakan bahwa layaknya menteri
tercantum dalam Amendment XXII negara, wakil presiden bukan
Section 1, yang berbunyi: “No person merupakan pemegang kekuasaan,
shall be elected to the office of the President kedudukannya hanya sebagai
more than twice, and no person who has pembantu presiden semata. Dengan
held the office of President, or acted as demikian, menjadi masuk akal apabila
President, for more than two years of pembatasan tersebut hanya ditujukan
a term to which some other person was kepada presiden, tidak mencakup
elected President shall be elected to the wakil presiden dan menteri.
office of the President more than once. ...”
Pembacaan pasal ini harus dibarengi KESIMPULAN
dengan Article II Section 1 Clause
1, yang mengamini pula bahwa Perdebatan mengenai masa jabatan
presiden adalah pemegang kekuasaan wakil presiden perlu dikaji lebih
pemerintahan negara yang harus mendalam dalam perspektif hukum
dibatasi kekuasaannya, yang tata negara. Perdebatan tersebut
lengkapnya berbunyi: “The executive seyogianya tidak hanya terbatas
Power shall be vested in a President of the pada sisi gramatikal atau tekstual
United States of America. He shall hold his semata, melainkan menggali lebih
Office during the Term of four Years, and, dalam tentang hakikat kedudukan
together with the Vice President, chosen wakil presiden dalam naungan sistem
for the same Term, be elected, as follows”. pemerintahan presidensial. Wakil
Namun demikian, meskipun tidak presiden sejatinya bukan merupakan
terdapat pembatasan tentang masa pemegang kekuasaan pemerintahan,
jabatan wakil presiden, dalam meskipun berkedudukan sebagai satu
sejarahnya, hanya terdapat delapan kesatuan bersama dengan presiden di
wakil presiden Amerika Serikat yang bawah lembaga kepresidenan. Wakil
menjabat selama dua periode, yakni presiden adalah pembantu presiden
delapan tahun, yaitu John Adams, dalam menjalankan pemerintahan.
Tafsir KonstitusiPemilu SerentakWakil
Masa Jabatan Di Indonesia:
Presiden 1297
Kajian Sejarah dan Original Intent Pembentuk UUD

Berdasarkan UUD 1945, pemegang kekuasaan, dalam hal ini masa


kekuasaan pemerintahan tertinggi jabatan, sepatutnya ditujukan kepada
ialah presiden yang menjalankan tugas pemegang kekuasaan saja.
dan fungsinya berdasarkan UUD
1945. Oleh karena itu, pembatasan
8
130 Edisi 02
Jurnal Majelis,
/ TahunEdisi
201701, Januari 2019

DAFTAR PUSTAKA

History, “America 101: Are There Term Limits for U.S. Vice Presidents?”,
<https://www.history.com/news/election-101-are-there-term-limits-for-u-s-
vice-presidents>, [20/12/2018], 2016.
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara, Jakarta:
Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006.
Mark O. Hatfield, Vice Presidents of the United States, Washington: US
Government Printing Office, 1997.
Konstitusi Amerika Serikat.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XVI/2018.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 40/PUU-XVI/2018.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XVI/2018.
TAP MPR No. XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden
dan Wakil Presiden.
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Jurnal Majelis, Edisi 01, Januari 2019 131

Daftar Penulis:

1. Dr. Khairul Fahmi, S.H., M.H. yakni Dosen Fakultas Hukum Universitas
Andalas. Tulisan dijurnal ini berjudul Hubungan Kekuasaan Presiden Dan
Partai Politik dalam Pembentukan Kabinet.
2. Ilhamdi Taufik yakni Dosen Hukum Tata Negara dan Peneliti Senior Pusat
Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, dan Beni
Kurnia Illahi adalah Dosen Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum
Universitas Bengkulu dan Koordinator Divisi Lembaga dan Penyelenggara
Negara Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas
Andalas. Tulisan dijurnal ini berjudul Peran Presiden Dalam Memegang
Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara Sebagai Bagian Dari Kekuasaan
Pemerintahan.
3. Charles Simabura, S.H., M.H. yakni dosen Fakultas Hukum Universitas
Indonesia. Tulisan dijurnal ini berjudul Meneguhkan Pancasila Sebagai
Fondasi Sistem Pemerintahan Presidensial Indonesia.
4. Prof. Dr. Yuliandri, S.H.,M.H. Lahir di Sungai Tarab, 18 Juli 1962. Ia adalah
Guru Besar Ilmu Perundang-undangan Fakultas Hukum Universitas
Andalas. Selain sebagai Guru Besar, Ia juga pernah menjabat sebagai Dekan
Fakultas Hukum Universitas Andala periode 2010-2014. Menyelesaia S-1 di
Fakultas Hukum Universitas Andalas Tahun 1986, S-2 di program
pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Tahun 1993 dan S-3 di
Fakultas Hukum Universitas Airlangga Tahun 2007. Ia juga pernah dipercaya
menjadi wakil ketua merangkap anggota seleksi (Pansel) Pemilihan Calon
Anggota Komisi Yudisial (KY) periode 2015-2020.
Ari Wirya Dinata, S.H.M.H. adalah Peneliti Muda di Pusat Studi Konstitusi
(PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Ari menyelesaikan
program Sarjana (S1) konsentrasi hukum internasional di Fakultas Hukum
Universitas Andalas Tahun 2014 dengan predikat cumlaude dan meraih
prestasi sebagai lulusan terbaik. Ari melanjutkan dan menyelesaikan studi
program magister konsentrasi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum
Universitas Indonesia dan lulus dengan predikat cumlaude serta meraih
prestasi lulusan terbaik kedua program magister hukum Tahun 2018.
5. Fadli Ramadhanil yakni Peneliti Hukum Perkumpulan untuk Pemilu dan
Demokrasi (Perludem). Tulisan dijurnal ini berjudul Problematika
Pengaturan Pembatasan Sumbangan Dana Kampanye Pemilu di Dalam UU
No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
132 Jurnal Majelis, Edisi 01, Januari 2019

6. Feri Amsari, S.H., M.H., LLM. yakni Dosen Hukum Tata Negara dan
Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas
Andalas. Menyelesaikan sarjana pada 2004 dan melanjutkan program paska
sarjana pada 2006 dan menyelesaikannya pada 2008. Aktiv mengeluti
advokasi hukum semenjak dari mahasiswa dan menjadi ketua pada
beberapa lembaga mahasiswa, seperti Badan Eksekutif Mahasiswa dan
Dewan Legislatif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas, serta
Unit Kegiatan Mahasiswa Pengenalan Hukum dan Politik (UKM PHP)
Universitas Andalas. Saat ini berkegiatan sebagai peneliti pada Pusat Studi
Konstitusi yang menggeluti isu-isu konstitusi dan hukum tata negara.
Tulisan dijurnal ini berjudul Konstitusionalitas Kebijakan Hukum Terbuka
Ketentuan Ambang Batas Pencalonan Presiden.
7. Dr. Agus Riewanto, S.H., M.H. adalah Dosen Hukum Tata Negara, Fakultas
Hukum,Universitas Sebelas Maret Surakarta. Alamat: Jl. Ir. Sutami No.36 A
Kentingan Surakarta. Kontak Person: Hp. 08122612990. E-mail:agusriwanto@
staff.uns.ac.id. Tulisan dijurnal ini berjudul Rekonstruksi Hukum Penguatan
Posisi Wakil Presiden Dalam Sistem Pemerintahan Presidensial Di Indonesia.
8. Dr. Oce Madril. yakni dosen dari Fakultas Hukum Unniversitas Gadjah
Mada. Tulisan dijurnal ini berjudul Presiden Sebagai Pemegang Kekuasaan
Pemerintahan
9. Dr. Bayu Dwi Anggono, S.H., M.H. yakni Pengajar Ilmu Perundang-
undangan Fakultas Hukum Universitas Jember dan Direktur Pusat
Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Fakultas Hukum Universitas
Jember. Tulisan dijurnal ini berjudul Peranan Presiden dalam Penataan
Perundang-undangan dibawah Undang-Undang.
10. Dr. Refly Harun, S.H., M.H., LL.M , eorang ahli hukum tata negara dan
pengamat politik Indonesia. Tulisan dijurnal ini berjudul Tafsir Konstitusi
Masa Jabatan Wakil Presiden.

Anda mungkin juga menyukai