Anda di halaman 1dari 7

A.

Faktor Penentu Jenis Kelamin Mahluk Hidup

Terdapat dua faktor penting yang berperan dalam mekanisme penentuan jenis kelamin
mahluk hidup, diantaranya:

1. Faktor Lingkungan

Jenis kelamin suatu mahluk hidup dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, yang dalam
hal ini adalah keadaan fisiologi mahluk hidup tersebut. Keseimbangan kadar hormon kelamin
secara signifikan berpengaruh terhadap fenotip. Jika mahluk hidup tersebut mengalami ketidak
seimbangan kadar hormon akan menyebabkan terjadinya perubahan jenis kelamin. Berikut
beberapa fenomena yang berkaitan dengan perubahan jenis kelamin pada mahluk hidup terkait
faktor lingkungan.

a. Cacing laut Bonellia viridis, jenis cacing tersebut dapat mengalami perubahan jenis kelamin
di lingkungan air. Penelitian terkait fenomena tersebut dilakukan oleh F.Baltzer. Ia
menemukan bahwa setiap cacing yang didapatkan dari sel telur yang terisolisir akan menjadi
cacing betina. Jika cacing yang baru menetas dilepaskan di dalam air yang mengandung
cacing-cacing betina dewasa, maka beberapa cacing muda yang dilepaskan akan tertarik pada
cacing betina dewasa dan kemudian hidup di dalam rahim cacing betina. Cacing muda
tersebut kemudian akan berubah menjadi cacing jantan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
larva cacing Bonellia akan menjadi jantan jika bersentuhan dengan betina. Hal tersebut
disebabkan karena adanya sejenis bahan kimia yang dihasilkan oleh betina, yaitu bonellin.
Sebaliknya, larva akan menjadi betina apabila bersentuhan dengan dasar laut.

b. Buaya, penentuan jenis kelamin ditentukan oleh suhu telur yang dierami. Pada buaya muara,
di lingkungan yang bersuhu 31,6 °C, telur buaya yang menetas adalah jantan, dan apabila
kondisi suhu lingkungan lebih rendah atau lebih tinggi dari suhu tersebut, maka telur buaya
yang menetas adalah betina.

Genetika
Oleh: Rizki Nisfi Ramdhini, M.Si
2. Faktor Genetik

Perbedaan jenis kelamin mahluk hidup terkait faktor genetik disebabkan karena adanya
variasi komposisi kromosom. Teori tersebut berdasarkan hasil penelitian seorang Biologiwan
berkebangsaan Jerman yang bernama H. Henking (1891), yang menunjukkan adanya korelasi
antara kromosom dan perbedaan jenis kelamin mahluk hidup. Ia menemukan adanya struktur
tertentu di dalam nukelus pada beberapa Insecta pada tahap spematogenesis. Namun, Ia tidak
menjelaskan terkait "penting-nya" struktur tersebut, melainkan hanya menamakan struktur
tersebut sebagai "badan X" (pembeda spermatozoa yang memiliki badan X dan yang tidak).
Kemudian pada tahun 1902, C.E. McClung membenarkan penemuan Henking kemudian
melanjutkan penelitian terkait kromosom beberapa jenis belalang. Berdasarkan penelitian
tersebut, McClung tidak menemukan badan X pada ovum belalang betina. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa badan X memiliki korelasi terhadap penentuan jenis kelamin.

B. Tipe Penentuan Jenis Kelamin

1. Tipe XY

a. Pada Lalat Buah Drosophila melanogaster

Jumlah kromosom lalat buah Drosophila melanogaster relatif sedikit jika dibandingkan
kromosom mahluk hidup lainnya, yakni hanya memiliki 8 buah kromosom. Oleh karena itu
kromosom lalat buah sangat mudah diamati dan dihitung sehingga sering kali digunakan sebagai
bahan penelitian. Kromosom lalat buah dapat dibedakan menjadi:

1) 6 buah kromosom (3 pasang) baik pada lalat betina maupun jantan memiliki bentuk yang
sama. Keseluruhan kromosom tersebut disebut sebagai kromosom tubuh atau autosom
(disingkat huruf A).
2) 2 buah kromosom (1 pasang) disebut sebagai kromosom kelamin atau kromosom seks,
sehingga pada lalat jantan dan betina memiliki bentuk kromsom yang berbeda.

Genetika
Oleh: Rizki Nisfi Ramdhini, M.Si
Gambar 1. Kromosom Lalat Buah Drosophila melanogaster

Kromosom seks dibedakan atas:

1) Kromosom X yang berbentuk batang lurus. Pada lalat betina memiliki 2 kromosom X.
2) Kromosom Y yang memiliki bentuk sedikit membengkok pada salah satu ujungnya. Dari
segi ukuran, kromosom Y lebih pendek daripada kromosom X. Pada lalat jantan memiliki 1
kromosom X dan 1 kromosom Y (Gambar 1).

Berdasarkan hal tersebut, masing-masing lalat memiliki formula kromosom yang berbeda, yakni:

1) Lalat Betina, 3AAXX (3 pasang kromosom autosom dan satu pasang kromosom X (bersifat
homogenetik).
2) Lalat Jantan, 3AAXY (3 pasang kromosom autosom dan satu kromosom X dan satu
kromosom Y. (bersifat heterogenetik).

Genetika
Oleh: Rizki Nisfi Ramdhini, M.Si
Dalam keadaan normal, lalat betina membentuk satu macam sel ovum yang bersifat
haploid (3AX), sedangkan lalat jantan dapat membentuk dua macam spermatozoa yang bersifat
haploid. Masing-masing spermatozoa tersebut membawa kromosom X (3AX) dan kromosom Y
(3AY). Apabila terjadi pembuahan antara ovum dan spermatozoa yang membawa kromosom X
maka akan membentuk lalat betina diploid (3AAXX), dan apabila ovum dibuahi oleh
spermatozoa yang membawa kromosom Y akan membentuk lalat jantan diploid (3AAXY).
Dibeberapa waktu selama pembentukan sel-sel gamet (fase meisosis), sepasang
kromosom gamet dapat mengalami peristiwa nondisjunction, yakni sepasang kromosom tersebut
tidak dapat memisahkan diri (gagal berpisah), melainkan tetap berkumpul. Fenomena
nondisjunction yang terjadi selama oogenase dapat menyebabkan terbentuknya dua macam sel
ovum, yaitu sel ovum yang membawa dua kromosom X (3AXX) dan sel ovum yang tanpa
kromosom X (3AO). Jika dalam keadaan tersebut terjadi pembuahan, maka keturunan yang
diperoleh akan mengalami penyimpangan. Beberapa kemungkinan yang dapat terjadi
diantaranya (Gambar 1):

1) Sel ovum yang membawa dua kromosom X (3AXX) jika dibuahi oleh spermatozoa yang
membawa kromosom X (3AX) maka akan menghasilkan lalat betina super (3AAXXX) yang
memiliki 3 kromosom. Lalat super ini tidak memiliki ketahanan hidup yang lama terkait
kelainan dan kemunduran fungsi beberapa organ tubuhnya.
2) Sel ovum yang membawa dua kromosom X (3AXX) apabila dibuahi oleh spermatozoa yang
membawa kromosom Y (3AY) maka akan menghasilkan lalat betinna yang memiliki
kromosom Y (3AAXXY). Lalat ini bersifat fertil seperti lalat biasanya.
3) Sel ovum yang tidak memiliki kromosom X (3AO) apabila dibuahi oleh spermatozoa yang
membawa kromosom X maka akan menghasilkan lalat jantan yang bersifat steril (3AAXO).
4) Sel ovum yang tidak memiliki kromosom X apabila dibuahi oleh spermatozoa yang
membawa kromosom Y (3AY) tidak menghasilkan keturunan.

Genetika
Oleh: Rizki Nisfi Ramdhini, M.Si
Gambar 2. Perkawinan pada Lalat Drosophila melanogaster yang menunjukkan fenomena nondisjuction.

Selain adanya kelainan-kelainan seperti penjelasan di atas, terdapat juga beberapa kelaian
lainnya yang dapat terjadi pada keturunan Drosophila melanogaster, diantaranya:

1) Lalat Ginandromorf

Yaitu lalat yang separuh tubuhnya terdiri dari jaringan lalat jantan dan separuh tubuh
lainnya berupa jaringan lalat betina. Batas antara bagian tubuh jantan dan betina tampak jelas.
Oleh karena itu lalat ginandromorf tidak memiliki formula kromosom.

2) Lalat Interseks

Lalat interseks memiliki jaringan tubuh yang bersifat mosaik (jaringan yang tidak teratur)
dari jaringan jantan dan betina. Pada awalnya lalat ini akan menjadi lalat betina, hanya saja
karena kromosom autosom bersifat triploid (3n) maka lalat akan menjadi interseks (3AAAXX)
dan bersifat steril.

3) Lalat Jantan Super

Pada awalnya lalat ini akan menjadi lalat jantan, akan tetapi karena kromosom autosom-
nya bersifat triploid (3n) maka justru akan membentuk lalat jantan super (3AAAXY) yang steril
serta memiliki kemampuan hidup yang tidak lama.

Genetika
Oleh: Rizki Nisfi Ramdhini, M.Si
4) Lalat Dengan Kromosom X Yang Melekat.

Lalat ini bernya kelamin betina yang kedua kromosom X-nya saling melekat pada salah
satu ujungnya. Disamping itu, lalat tersebut memiliki kromosom Y, sehingga lalat dengan
kromosom X yang melekat "attached-X chromosome" mempunyai formulasi kromosom
3AAXXY.

Meskipun pada umumnya dianggap bahwa lalat XX adalah berjenis kelamin betina dan
lalat XY berjenis kelamin jantan, namun dikarenakan adanya feomena nondisjunction,
kromosom Y pada lalat Drosophila tidak berpengaruh pada penentuan jenis kelamin. Hal
tersebut dapat dilihat pada beberapa peristiwa berikut:

A. Lalat 3AAXXY memiliki kromosom Y, namun berjenis kelamin betina

B. Lalat 3AAXO tidak memiliki kromosom Y, namun berjenis kelamin Jantan.

Berdasarkan penelitian C.B Bridges pada Drosophila melanogaster, diperoleh


kesimpulan bahwa faktor penentu jenis kelamin betina terdapat dalam kromosom X, sedangkan
faktor penentu jenis kelamin jantan terdapat dalam autosom-nya. Hal tersebut telah dibuktikan
dengan penemuan lebih dari sebuah gen yang terdapat di dalam kromosom X mempengaruhi
sifat betina, sedangkan gen-gen yang mempengaruhi sifat jantan terdapat dalam autosom dan
tidak ditemukan di dalam kromosom Y. Oleh karena itu, untuk menentukan jenis kelamin pada
lalat Drosophila melanogaster digunakan indeks kelamin yaitu:

X/A (X: Banyaknya kromosom X dan A banyaknya autosom)

Lalat Betina 3AAXX mempunyai indeks kelamin (X/A)= 2/2= 0,1


Lalat Jantan 3AAXY mempunyai indeks kelamin (X/A)= 1/2= 0,5

Genetika
Oleh: Rizki Nisfi Ramdhini, M.Si
Genetika
Oleh: Rizki Nisfi Ramdhini, M.Si

Anda mungkin juga menyukai