Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH GENETIKA

“Penentuan Jenis Kelamin”

Dosen Pengampu:
Dr. Afreni Hamidah, S. Pt., M.Si
Dr. Evita Anggrereini, M.Si

Disusun oleh:
Kelompok VIII
Pisca Hana Marsenda (A1C412001)
Umi Rahmah (A1C412002)
Andreo Satria (A1C412042)
Hasanawati (A1C412047)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2014/2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mekanisme genetik dimana jenis kelamin ditentukan dalam semua
organisme hidup. Sifat dasar genetik penentuan seks sangat bervariasi di
antara berbagai bentuk kehidupan. Pada kebanyakan hewan dan tumbuhan,
individu menjadi khusus untuk menghasilkan satu jenis gamet. Biasanya
tidak hanya berbeda jenis gonad yang mereka miliki, tetapi juga berbeda
dalam hal morfologis dan fisiologis, atau karakteristik seks sekunder.
Bentuk yang biasanya menghasilkan ovum dikenal sebagai betina, salah
satu yang biasanya menghasilkan sperma atau serbuk sari dikenal sebagai
jantan. Karena beberapa proses seksual tidak melibatkan gamet, penerapan
lebih universal dari istilah “jender” mengacu pada setiap donor materi
genetik sebagai jantan dan penerima sebagai betina.
Diferensiasi seks sering disertai dengan dimorfisme kromosom yang
konsisten, yang mengarah bahwa perbedaan kromosom terkait dengan
perbedaan jenis kelamin. Kromosom yang tidak sama pada kedua jenis
kelamin diberi nama kromosom seks. Beberapa orang menggunakan istilah
“heterosomes” untuk membedakan dari autosom, yang merupakan
kromosom yang secara morfologis identik pada kedua jenis kelamin. Setiap
organisme yang melakukan perkembang biakan secara generatif memiliki
jenis kelamin yang berbeda sebagai alat reproduksinya. Jenis kelamin ada
dua macam, yaitu jantan dan betina. Penentuan jenis kelamin ditentukan
oleh kromosom kelamin yang diturunkan dari kedua parentalnya atau
induknya. Berdasarkan hal tersebut, dibuat makalah ini.
1.1 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini ialah sebagai berikut :
1. Apa saja faktor yang mempengaruhi penentuan jenis kelamin?
2. Apa saja tipe jenis kelamin pada makhluk hidup?
3. Bagaimana kelainan yang ditimbulkan oleh faktor genetik?

1.2 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, diperoleh tujuan adanya
makalah ini antara lain:
1. Untuk menyebutkan faktor yang mempengaruhi jenis kelamin.
2. Untuk menyebutkan tipe jenis kelamin pada makhluk hidup.
3. Untuk menjelaskan kelainan yang ditimbulkan oleh faktor genetic.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Faktor-Faktor Penentu Jenis Kelamin


Semua hal yang mempengaruhi suatu keadaan dari individu yang
berkaitan dengan jenis kelamin baik itu hanya bersifat sementara atau
permanen disebut dengan faktor penentu jenis kelamin. Faktor-faktor penentu
jenis kelamin ini ada yang berasal dari luar yang disebut dengan faktor
lingkungan. Dan ada yang berasal dari dalam yag disebut dengan faktor
genetik.
a) Faktor lingkungan
Penentu jenis kelamin bukan hanya karena faktor genetik
melainkan karena adanya faktor luar yang mempengaruhinya yang dikenal
dengan faktor lingkungan, biasanya yang mengambil peranan dalam faktor
lingkungan ini adalah keadaan fisiologis.. Jika kadar hormon kelamin
dalam tubuh tidak seimbang peredarannya, maka pernyataan fenotip pada
makhluk mengenai jenis kelaminnya dapat berubah, akibatnya watak
kelaminnya pun mengalami perubahan. Misalnya pada kasus hewan
aligator (buaya) yang jenis kelaminnya ditentukan oleh suhu telur yang di
eramnya, pada siput yang mengalami pergantian jenis kelamin dan pada
hewan tingkat rendah dalam hal ini adalah cacing laut Bonellia viridis
yang mana cacing muda hidup pada rahim dari cacing betina sehingga
menjadi cacing jantan. Penelitian cacing laut ini diteliti oleh F. Baltzer, ia
mengatakan bahwa setiap telur yang baru menetas (cacing muda) yang
dilepaskan di dalam air yang banyak terdapat cacing betina dewasa, maka
ada beberapa cacing muda itu tertarik kedalam rahim cacing betina dan
hidup di dalamnya, karena adanya pengaruh dari ekstrak uterus cacing
betina maka cacing tersebut berkembang menjadi cacing jantan.
b) Faktor Genetik
Umumnya dapat dikatakan bahwa faktor genetiklah yang menentukan
jenis kelamin suatu makhluk, tepatnya adalah komposisi dari suatu
kromosom (karena bahan genetik terdapat didalam kromosom) Pada
beberapa mahkluk hidup dipengaruhi oleh kegiatan yang berlainan dari
gen-gen tunggal. Contohnya pada kasus tanaman jagung, tanaman jagung
yang merupakan tanaman berumah satu. Jika gen (ba) homozigotik, maka
bongkol yang biasa merupakan bunga betina, akan berubah membentuk
benangsari. Sebaliknya jika gen (ts) homozigotik, maka malai yang
merupakan bunga jantan, berubah membentuk putik dan tidak
menghasilkan serbuk sari.

2.2 Penentuan Jenis Kelamin Tipe XX Dan XY


A. Pada Manusia
Manusia memiliki 46 kromosom atau 22 pasang kromosom yang
merupakan autosom dan 1 pasang kromosom seks pada atau gonosome.
Kromosom seks dilambangkan dengan X dan Y. Seorang perempuan
memiliki dua kromosom X dan seorang laki-laki X dan Y
kromosom. Jumlah gonosomes tidak menentukan gender,
melainkan ada atau tidak adanya kromosom Y, Penentuan jenis kelamin
pada manusia/mamalia dikatakan mengikuti sistem XY.
Seorang perempuan memiliki 22 pasang autosom dan 1 pasang
kromosom-X, sehingga formula kromosom untuk seorang perempuan
ialah 22AAXX, sedangkan sel telur haploid nya adalah 22AX yaitu 22 sel
autosom dan sebuah kromosom seks. Pada laki-laki memiliki 22 pasang
autosom dengan 2 sel gonosom yaitu X dan Y maka formula kromosom
untuk laki laki adalah 22XY, sehingga dalam bentuk sel diploidnya laki-
laki memiliki dua macam spermatozoa, yaitu:
a) Ginospermium yaitu, spermatozoa kromosom yang memiliki 22
autosom dan sebuah kromosom X sehingga formulanya 22AX
b) Androspermium yaitu spermatozoa yang memiliki 22 autosom dan
sebuah kromosom Y sehingga formulanya 22AY. Andropermium
memiliki ukaran yang ebih kecil jika dibandingkan dengan
ginospermium.
Apabila sebuah sel telur dibuahi oleh ginospermium maka anak
yang dihasilkan adalah anak perempuan. Tetapi bila sel telur dibuahi oleh
androspermium maka anak yang dihasilkan adalah laki-laki.

 Sel Kromatin (Kromatin kelamin)


Badan kromatin ditemukan oleh seorang ahli genetika dari Kanada,
yaitu M.L. Barr pada tahun 1949. Ia menemukan bahwa pada kandungan
inti sel betina, ditemukan suatu badan yang menyerap warna, badan itu
kemudian disebut dengan Barr Body. Adanya Barr Body menunjukan jenis
kelamin pada wanita. Pada sel somatis wanita terdapat sebuah kromatin
kelamin sementara sel somatis pria tidak memilikinya. Selanjutnya
diketahui bahwa banyaknya kromatin kelamin ternyata sama dengan
banyaknya kromosom X dikurangi satu. Jadi, wanita normal mempunyai
sebuah kromatin kelamin karena kromosom X-nya ada dua. Sedangkan,
pria normal tidak mempunyai kromatin kelamin karena kromosom X-nya
hanya satu. keberadaan kromatin kelamin sering kali digunakan untuk
menentukan jenis kelamin serta mendiagnosis berbagai kelainan
kromosom kelamin pada janin melalui pengambilan cairan amnion embrio
(amniosentesis). Perempuan bersifat seks kromatin positif, sedangkan laki-
laki seks kromatin negative.

 Hipotesa Lyon
Mary F. Lyon, seorang ahli genetika dari Inggris mengajukan
hipotesis bahwa kromatin kelamin merupakan kromosom X yang
mengalami kondensasi atau heterokromatinisasi sehingga secara genetik
menjadi inaktif (tidak aktif). Hipotesis ini dilandasi hasil pengamatannya
atas ekspresi gen rangkai X yang mengatur warna bulu pada mencit.
Individu betina heterozigot memperlihatkan fenotipe mozaik yang jelas
berbeda dengan ekspresi gen semidominan (warna antara yang seragam).
Hal ini menunjukkan bahwa hanya ada satu kromosom X yang aktif di
antara kedua kromosom X pada individu betina. Kromosom X yang aktif
pada suatu sel mungkin membawa gen dominan sementara pada sel yang
lain mungkin justru membawa gen resesif.
Berdasarkan hipotesa Lyon banyaknya kromatin kelamin yang
dijumpai pada suatu individu adalah sama dengan banyaknya kromosom-
X yang dimiliki oleh individu tersebut dikurangi dengan satu. Perempuan
normal memiliki kromosom XX maka ia memiliki 1 kromatin
kelamin. Sedangkan pada pria kromosomnya adalah XY sehingga tidak
memiliki kromosom kelamin. Selain itu kromosom kelamin juga
digunakan untuk diagnose terhadap berbagai kelainan kromosom pada
manusia.

B. Pada Lalat buah Drosophila sp.


Lalat buah ini sering dijadikan sebagai bahan percobaan maka
harus ditinjau cara penentuan jenis kelamin pada lalat ini. Inti sel tubuh
lalat buah Drosophila hanya memiliki 8 buah kromosom saja. Delapan
buah kromosom itu dibedakan atas :
a. 6 buah kromosom (atau 3 pasang) yang pada lalat betina dan jantan
bentuknya sama sehingga disebut autosom (kromosom tubuh), disingkat
dengan hurup A.
b. 2 buah kromosom (1 pasang) disebut kromosom kelamin (seks
kromosom) sebab bentuknya ada yang berbeda pada lalat betina dan
jantan.
Kromosom kelamin dibedakan atas:
 Kromosom-X, berbentuk batang lurus. Lalat betina memiliki 2
kromosom-X.
 Kromosom-Y, berbentuk sedikit bengkok pada salah satu
ujungnya. Lalat jantan memiliki per satu kromosom-X dan Y.
 Formula kromosom untuk lalat buah:
 Lalat betina 3AAXX (= 3 pasang autosom + 1 pasang
kromosom-X)
 Lalat jantan 3AAXY (=3 pasang autosom + 1 kromosom-X
+ 1 kromosom-Y)
Kromosom kelamin pada lalat betina itu sejenis (artinya kedua-
duanya berupa kromosom-X) maka lalat betina dikatakan bersifat
homogametik. Lalat jantan bersifat heterogametik, karena kromosom
kelamin satu sama lain berbeda. Lalat betina membentuk satu macam sel
telur saja yang bersifat haploid (3AX). Lalat jantan membentuk 2 macam
spermatozoa yang haploid. Ada spermatozoa yang membawa kromosom-
X (3AX) dan ada yang membawa kromosom-Y (3AY). Apabila sel telur di
buahi oleh spermatozoon yang membawa kromosom-X, maka hasilnya
lalat betina (3AAXX). Bila sel telur dibuahi oleh spermatozoon membawa
kromosom-Y, maka menghasilkan lalat jantan yang diploid (3AAXY).
Adapun peranan kromosom –X dan –Y pada Drosophila sp.
Sebelumnya telah diketahui bahwa kromosom –X pada Drosophila
memiliki gen-gen yang menentukan sifat betina. Kecuali kromosom –X
membawa kehidupan, karena itu lalat yang tidak memiliki kromosom –X
(lalat YO) tidak ada (letal). Kromosom –Y tidak mempunyai pengaruh
dalam penentuan jenis kelamin. Sifat kejantanan ditentukan oleh autosom,
tetapi komosom –Y menentukan kesuburan (fertilitas). Untuk itu, lalat
yang tidak memiliki kromosom –Y (lalat XO) mandul (steril).

C. Pada Tumbuhan-Tumbuhan Berumah Dua


Kebanyakan tumbuh-tumbuhan mempunyai benang dengan benang
sari (alat kelamin jantan) dan putik (alat kelamin betina). Bunga demikian
dinamakan bunga demikian disebut bunga hermafrodit (bunga banci).
Berhubungan dengan itu, kebanyakan tumbuh-tumbuhan tidak dapat
dibedakan jenis kelaminnya. Tetapi ada tumbuh-tumbuhan yang dapat
dibedakan atas tumbuhan jantan (bunganya hanya memiliki benang sari
saja tanpa putik) dan tumbuhan betina (bunganya memilikmi putik saja).
Pada tumbuh-tumbuhan demikian ini dapat dibedakan jenis kelamin, yang
mengikuti sistem XY pula, tumbuhan yang memiliki jenis kelamin betina
adalah XX, sedangkan yang jantan XY. Contohnya pada tanaman salak.
2.3 Penentuan Jenis Kelamin Tipe XO dan XX
Beberapa serangga, khususnya ordo Hemiptera (kepik) dan ordo
Orthoptera (belalang), hewan jantanya bersifat heterogametik . sel gamet yang
dihasilkan jantan ada dua macam, yaitu X dan O (tanpa kromosom kelamin).
Penentuan kelaminya adalah hewan jantan XO dan hewan betina XX. Contoh
penentuan jenis kelamin serangga tipe XO misalnya pada belalang (
Melanoplus differentialis ). Belalang betina memiliki 24 kromosom atau 22
+X. Saat pembuahan, pertemuan sel telur X dan sel sperma X membentuk
individu XX (belalang betina), sedangkan sel telur X dan sperma O
membentuk individu XO (belalang jantan).

2.4 Penentuan Jenis Kelamin Tipe ZZ dan ZW

Penentuan jenis kelamin pada tipe ini terdapat pada burung (termasuk
unggas), kupu-kupu. Sebagai contoh, penentuan jenis kelamin pada unggas,
misalnya Ayam. Ayam jantan memiliki kromosom kelamin ZZ, sedangkan
ayam betina ZW. Pada saat terjadi pembuahan, pertemuan sperma Z dan sel
telur W membentuk individu ZW (ayam betina) sedangkan pertemuan sperma
Z dan sel telur Z membentuk individu ZZ (ayam jantan).

2.5 Penentuan Jenis Kelamin Tipe Haploid (n) dan Diploid (n)
Pada serangga yang termasuk ordo Hymenoptera seperti lebah madu,
semut, lebah, penentuan jenis kelaminnya sama sekali tidak ada hubungannya
dengan kromosom kelamin. Lebah madu jantan misalnya, terjadi karena
pertenogenase, yaitu terbentuknya makhluk dari 8 sel telur tanpa didahului oleh
pembuahan. Dengaan demikian maka lebah madu jantan bersifat haplod, yang
memiliki 16 buah kromosom. Sel telur yang dibuahi oleh spermatozoon akan
menghasilkan lebah madu betina yang berupa lebah ratu dan pekerja, masing-masing
bersifat diploid (2n) dan memiliki 32 kromosom. Karena perbedaan tempat dan
makanan, lebah ratu subur (fertil), sedangkan lebah pekerja madu mandul (steril).
Jadi jenis kelamin dari serangga-serangga tersebut tidak ditentukan oleh
kromosom kelamin seperti yang lazim berlaku pada makhluk lainnya, akakn tetapi
tergantung dari sifat plodi dari serangga itu. Jika serangga bitu haploid, ia adalah
jantan sedangkan serangga itu diploid ia adalah betina.

2.6 Gen Tunggal Dan Penentuan Jenis Kelamin


Penentuan jenis kelamin pada beberapa makhluk hidup dipengaruhi oleh
kegiatan yang berlainan dari gen-gen tunggal. Tanaman jagung (Zea mays)
misalnya, merupakan tanaman berumah satu (bunga jantan dan bunga betina
terdapat pada satu tanaman). Jika gen (ba) homozigotik, maka tongkol yang
biasanya merupakan bunga betina akan berubah membentuk struktur benang
sari. Sebaliknya bila gen (ts) homozigotik maka malai yang biasanya
merupakan bunga jantan berubah membentuk struktur seperti putik dan tidak
menghasilkan serbuk sari. Tanaman dengan genotip babatsts adalah jantan.
Peristiwa ini menunjukkan tanaman berumah satu dapat berubah menjadi
tanaman berumah dua atau kebalikannya, sebagai akibat adanya mutasi dari
dua buah gen dalam hal ini Bb menjadi bb dan Ts menjadi ts.

2.7 Penentuan Jenis Kelamin Dan Lingkungan Luar


Pada beberapa hewan tingkat rendah, penentuan jenis kelamin tidak
genetic melainkan tergantung dari lingkungan luar. Individu jantan dan betina
mempunyai genotif yang sama, tetapi suatu rangsang dari sumber lingkungan
menentukan pertumbuhan kelamin jantan atau betina. Contohnya cacing laut
Bonnelia yang jantan kecil, mengalami degenerasi dan hidup didalam rahim
cacing betina yang besar. Semua alat dari cacing jantan mengalami
degenerasi kecuali alat reproduksi, sehingga dapat membuahi sel telur dari
cacing betina.

2.8 Seks Membalik Sebagian


Crew (1923) menemukan bahwa jenis kelamin ayam betina yang
dewasa dapat berubah menjadi jantan . ayam betina yang membalik jenis
kelaminnya itu memliki bulu ekor seperti ayam jantan, dapat berkokok dan
berlaku sebagai induk jantan terhadap anak-anaknya. Ayam betina yang
membalik jenis kelainnya itu disebabkan karena rusaknya ovarium atau
karena ovarium diserang suatu penyakit, walaupun ayam betina itu membalik
jenis kelaminnya tetapi susunan kromosomnya tetap sama, yaitu ZO. Ayam
memiliki dua gonada, tetapi pada ayam betina gonada yang sebelah kiri
berkembang menjadi ovarium, sedangkan yang kanan mengalami degenerasi.
Penyelidikankan oleh Crew ini membuktikan bahwa ovarium pada ayam
betina yang membalik jenis kelaminnya telah rusak karena tuberkulose,
sehingga gonad sebelah kanan berkembang menjadi testis.

2.9 Kelainan-Kelainan yang Terjadi pada Penentuan Jenis Kelamin

A. Drosophila sp.

Selain adanya kelainan–kelainan yang dijelaskan di atas, seperti lalat


betina super (XXX), lalat betina(XXY dan lalat jantan XO,Ada beberapa
kelainan yang lainnya, yaitu:

1. Lalat ginandromorf, yaitu lalat yang separuh tubuhnya terdiri dari


jaringan lalat betina sedangkan separuh lainnya terdiri dari jaringan
lalat jantan. Batas antara bagian betina dan jantan nyata. Lalat ini tidak
memiliki formula kromosom.
2. Lalat interseks, ialah alat yang jaringan tubuhnya merupakan mosaik
(campuran yang takteratur) dari jaringan lalatbetina dan jantan. Lalat ini
seharusnya akan menjadi lalat betina, akan tetapi lalat ini triploid (3n)
untuk autosomnya, maka lalat ini menjadi interseks (3AAAXX). Lalat
ini steril.
3. Lalat jantan super, lalatinisebenarnyaakanmenjadijantan, akan tetapi
lalat ini triploid (3n) untuk autosomnya (3AAAXY) dan steril. Seperti
halnya dengan lalat betina super, maka lalati ni tidak lama hidupnya.
4. Lalat dengan kromosom X yang melekat. Lalat ini betina, tetapi kedua
kromosom-X saling melekat pada salah satu ujungnya. Disamping itu
lalat ini memiliki sebuah kromosom-Y, sehingga lalat dengan
kromosom-X yang melekat mempunyai formula kromosom 3AAXXY.
Adapun teori perimbangan tentang penentuan jenis kelamin pada
Drosophila sp. Yaitu walaupun pada umumnya dianggap bahwa lalat XX
adalah betina dan XY adalah jantan, akan tetapi kenyataan dengan adanya
nondisjunction, menunjukkan bahwa kromosom –Y pada lalat Drosophila
tidak mempunyai pengaruh pada penentuan jeniskelamin. Kenyataan-
kenyataan ini didasarkan pada :

a) Lalat 3 AAXXY memiliki kromosom –Y, tetapi lalat ini betina.


b) Lalat 3 AAXO tidakm emiliki kromosom –Y, tetapi lalat ini jantan.

Penyelidikan C.B Bridges pada lalat buah Drosophila menyatakan


bahwa faktor penentu betina terdapat dalam kromosom–X, sedangkan
faktor penentu jantan terdapat dalam autosom.Bridges membuktian bahwa
lebih dari sebuah gen dalam kromosom –X mempengaruhi sifat betina,
sedangkan gen-gen yang mempengaruhi sifat jantan tersebar luas dalam
autosom dan tidak diketemukan dalam kromosom –Y. Berhubung denga
nitu Bridges berpendapat bahwa mekanisme penentuan jenis kelamin pada
lalat buah Drosophila lebih tepat didasarkan atas teori perimbangan
tentang penentuan jenis kelamin. Teori ini menyatakan bahwa untuk
menentukan jenis kelamin pada lalat Drosophila digunakan indeks
kelamin, yaitu atau disingkat dengan X/A Contohnya sebagai berikut :

a. Lalat betina (3AAXX) mempunyai indeks kelamin (X/A) = 2/2 = 1,0


b. Lalat jantan (3AAXY) mempunyai indeks kelamin (X/A) = 1/2 = 0,50.

Tabel indeks kelamin (X/A) pada Drosohila sp. Untuk menentukan


jenis kelamin.

SusunanKelamin IndeksKelamin X/A Kelamin


AAXXX 3/2 = 1,50 Betina Super
AAAXXXX 4/3 = 1,33 Betina Super
AAXX 2/2 = 1,0 Betina
AAAAXXXX 4/4 = 1,0 BetinaTetraploid (4n)
AAAXXX 3/3 = 1,0 Betina Triploid (3n)
AAAAXXX 3/4 = 0,75 Interseks
AAAXX 2/3 = 0,67 Interseks
AAXY 1/2 = 0,50 Jantan
AAAAXXY 2/4 = 0,50 Jantan
AAAXY 1/3 = 0,33 Jantan Super

Secara singkat dapat dikatakan bahwa lalat Drosophila berjenis kelamin jantan
bila I.K.=0,50; berjenis kelamin betina bila I.K.=1,00; interseks bila I.K antara
0,50 dan 1,00; betina super bila I.K. > 1,00; jantan super bila I.K. < 0,50.

1. Peranan kromosom –X dan –Y pada Drosophila sp.


Sebelumnya telah diketahui bahwa kromosom –X pada Drosophila
memiliki gen-gen yang menentukan sifat betina. Kecuali kromosom –X
membawa kehidupan, karena itu lalat yang tidak memiliki kromosom –X (lalat
YO) tidak ada (letal). Kromosom –Y tidak mempunyai pengaruh dalam
penentuan jenis kelamin. Sifat kejantanan ditentukan oleh autosom, tetapi
komosom –Y menentukan kesuburan (fertilitas). Untuk itu, lalat yang tidak
memiliki kromosom –Y (lalat XO) mandul (steril).

2. Terpaut Seks pada Drosophila melanogaster


Adanya peristiwa terpaut seks mula-mula ditemukan oleh T.H.
Morgan. Pada suatu hari, ia menemukan lalat Drosophila jantan berwarna
putih, sedangkan yang normal bermata merah. Oleh karena yang bermata
putih itu menyimpang dari yang normal maka lalat itu dinamakan
mutan.Warna mata pada Drosophila melanogaster, A. Betina bermata merah
(normal); B. Jantan berwarna putih (mutan).

Morgan segera mengawinkan lalat jantan bermata putih itu dengan


lalat betina normal (bermata merah) dan mendapatkan lalat-lalat keturunan
F1 yang semuanya normal (bermata merah), baik yang betina maupun yang
jantan. Ketika lalat-lalat F1 dikawinkan didapatkan keturunan F2 yang
memperlihatkan perbandingan ¾ bermata merah, ¼ bermata putih. Kecuali
itu, lalat F2 betina semuanya bermata merah, tetapi separuh dari jumlah lalat
jantan bermata merah sedang separuh yang lainnya bermata putih.

Perkawinan resiproknya memberi keturunan yang berlainan, yaitu


semua lalat betina dalam F1 bermata merah sedangkan semua lalat jantan
bermata putih. Dalam keturunan F2 baik yang betina maupun yang jantan
memisah 50% bermata merah dan 50% bermata putih.Berdasarkan hasil
beberapa percobaan perkawinan yang dilakukannya itu, Morgan mengambil
kesimpulan bahwa gen penyebab mata berwarna putih itu adalah resesif dan
terdapat pada kromosom-X.

3. Alel ganda pada Drosophila sp.

Banyak variasi tentang warna mata pada lalat ini dan warna mata itu
berderajat, mulai dari merah tua dan merah terang sampai pada warna putih.
Berbagai macam warna itu merupakan mutan yang ditentukan oleh suatu seri
alel ganda. Alel yang dominan adalah w+ , sedang yang resesif adalah w.

Tabel Warna Mata pada Drosophila (disusun mulai dari yang paling
dominan ke yang paling resesif).

Genotip Lalat Warna mata


w+w+ Merah tua (lalat normal)
wcolwcol Merah nyata
sat sat
w w Satsuma
wcowco Koral (karang)
wwww Anggur
wchwch Buah talok (“cherry”)
wewe Eosin
wblwbl Darah
wawa Aprikot
wbfwbf Kulit penggosok (“buff”)
Ww Putih

B. Manusia
1. Sindrom turner
Sindrom Turner atau Ullrich-sindrom Turner (juga dikenal sebagai
"disgenesis gonad") meliputi beberapa kondisi, yang monosomi X (tidak
adanya kromosom seks seluruh) adalah yang paling umum. Ini adalah
kelainan kromosom di mana semua atau bagian dari salah satu kromosom
seks tidak ada (manusia tidak terpengaruh memiliki 46 kromosom, dimana 2
adalah kromosom seks). Khas perempuan memiliki 2 kromosom X, tapi
dalam sindrom Turner.
Ada kelainan fisik karakteristik, seperti perawakan pendek,
pembengkakan, dada lebar, garis rambut rendah, rendah-set telinga, dan leher
berselaput. Anak perempuan dengan sindrom Turner biasanya mengalami
disfungsi gonad (ovarium tidak bekerja), yang mengakibatkan amenore (tidak
adanya siklus menstruasi) dan kemandulan. Masalah kesehatan Concurrent
juga sering hadir, termasuk penyakit jantung bawaan, hipotiroidisme (sekresi
hormon tiroid berkurang), diabetes, masalah penglihatan, masalah
pendengaran, dan banyak penyakit autoimun lainnya.

2. Sindrom Klinefelter
Sindrom Klinefelter adalah kelainan yang hanya terjadi pada laki-
laki. Laki-laki normal memiliki kromosom X dan kromosom Y (XY).
Tetapi laki-laki yang memiliki sindrom Klinefelter memiliki kromosom X
tambahan sehingga jumlah kromosom seks nya menjadi XXY, dan
formula kromosom mereka menjadi 47,XXY, bukan 46, XY , Orang-orang
dengan kelainan ini secara fenotip sebagai laki-laki dengan karakteristik
lebih feminin, hal ini semakin menjadi jelas saat mereka memasuki fase
pubertas. Tinggi badan mereka diatas tinggi rata-rata, tidak menunjukkan
adanya perkembangan kelamin sekunder, seperti tidak tumbuh rambut
pada wajah (kumis, jenggot, dan cambang), tidak tumbuh rambut pada
ketiak, dada dan pubis. Kelebihan kromosom X berdampak langsung pada
ketidakmampuan testis membentuk sperma dan hormon kelamin laki-laki
seperti testosteron.

3. Wanita super
Sindrom Triple-X adalah satu jenis variasi kromosom disebabkan
oleh perwujudan 3 kromosom X (trisomi) dalam gamet. Penderita
mempunyai fenotip perempuan. Sindrom Triple-X terjadi terjadi akibat
abnormalitas pembelahan kromosom menjadi gamet semasa meiosis.
Perempuan dengan keadaan ini (lebih kurang 0.1% populasi perempuan)
dan tidak memiliki risiko terhadap masalah kesehatan lainnya. Kariotip
penderita sindrom Triple-X mempunyai 47 kromosom. Sindroma tripel X
ini dalam beberapa hal dapat dibandingkan dengan lalat Drosophila betina
super (XXX). Tetapi pada Drosophila, lalat demikian itu biasanya sangat
abnormal dan steril atau bahkan letal. Sedangkan orang perempuan XXX
kadang-kadang sukar dibedakan dengan orang perempuan normal,
meskipun ada tanda-tanda kelainan seperti mental abnormal, menstruasi
sangat tidak teratur. ciri-ciri umum penderita syndrome triple X yaitu Fisik
Lebih tinggi dari orang normal (kira-kira 172cm), Kepala kecil,
mongolisme,Terdapat lipatan kulit pada epicanthal.

4. Pria XYY
Pada sindroma XYY seorang bayi laki-laki terlahir dengan
kelebihan kromosom Y, Pria biasanya hanya memiliki 1 kromosom X dan
1 kromosom Y.digambarkan sebagai 46,XY pria dengan sindroma XXY
memiliki 2 kromosom Y dan digambarkan sebagai47 XYY. Berikut
Contoh gambar pria dengan kromoso9m XYY

Selain kelainan yang ada pada sel kelamin, adapula kelainan


autosom dapat terjadi pada priadan wanita, suatu contoh yang banyak
terdapat diindonesia ialah sindrom down. Sifat penderita sindrom down
biasanya tubuhnya kelihatan pendek dan punting, muka lebih bulat,
kelopak mata atas memiliki lipatan epikantus sehingga mirip dengan orang
oriental, iris mata kadang-kadang bintik-bintik disebut “brushfield”, mulut
biasanya selalu terbukadan ujung lidah membesar keluar dari lubang
mulut, hidung lebar dan datar, pada telapak tangan (dari salah satu kedua
tangan) hanya terdapat sebuah garis horizontal, ibu jari kaki kedua jari
kaki biasanya tidak rapat, memiliki kelainan jantung, memiliki IQ yang
sangat rendah, selalu memperlihatkan wajah gembira, dan biasanya
kebanyakan penderita sindrom Down merupakan anak terakhir dari suatu
keluarga besar yang usia ibunya pada waktu melahirkan anak tersebut
sudah terlalu tua.
Ada sekitar 150 sifat menurun pada manusia yang kemungkinan
besar disebabkan oleh gen-gen tertaut X, diantaranya:
a) Buta warna
Ada dua macam buta warna, yaitu buta warna total dan buta
warna merah hijau. Penderita buta warna total hanya dapat melihat
warna hitam dan putih. Buta warna disebabkan oleh gen resesif, cb
(dari kata “color blind”) yang tertaut kromosom X. apabila gen resesif
berpasangan dengan kromosomX,tidak menyebabkan buta warna,tetapi
individu yang bersangkutan membawa sifat buta warna(carier). apabila
gen resesif berpasangan dengan kromosom Y,akan menyebabkan pria
buta warna.
b) Hemofilia
Hemofilia adalah suatu penyakit menurun yang mengakibatkan
darah sukar membeku. Jika orang normal mengalami luka, darahnya
akan segera membeku dalam waktu 5-7 menit , sedangkan penderita
hemofilia darahnya baru akan membeku antara 50 menit hingga 2 jam.
Sehingga, dapat mengakibatkan kematian karena kehabisan darah.
c) Anadontia
Anadontia merupakan kelainan menurun yang disebabkan
oleh gen resesif pada kromosom X. penderita Anadontia tidak pernah
memiliki benih gigi di dalam tulang rahangnya,sehingga gigi tidak
akan tumbuh. Kelainan ini lebih sering dijumpai pada pria. Alel A
menentukan orang yang bergigi normal, alel resesif a menentukan
orang yang anadontia .
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan dapat diperoleh kesimpulan


bahwa:
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi jenis kelamin ialah faktor genetik dan
faktor lingkungan.
2. Tipe-tipe jenis kelamin pada makhluk hidup ialah:
a. Tipe XX dan XY
b. Tipe ZO dan ZZ
c. Tipe XO dan XX
d. Tipe 2n dan n
3. Kelainan-kelainan yang ditimbulkan oleh faktor genetik antara lain:
a. Pada Drosophila kelainan yang dapat terjadi ialah, lalat
ginandromorf, lalat interseks, lalat jantan super, lalat dengan
kromosom X yang melekat.
b. Pada manusia kelainan yang dapat terjadi ialah sindrom turner,
sindrom klinefelter, wanita super, pria XXY, buta warna, hemofilia,
anadontia
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, N.A dan J.B. Reece. 2008. Biologi Edisi kedelapan Jilid Satu. Jakarta:
Erlangga

Dwidjoseputro, D. 1977. Pengantar Genetika. Jakarta : Bhatara

Rondonuwu, S. 1989. Dasar-Dasar Genetika. Jakarta : UM

Suryo. 1996. Genetika. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan


Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Tamarin, R.H. 2002. Prinsiples of Genetics. North America: Mc Graw Hill
Companies

Anda mungkin juga menyukai