Anda di halaman 1dari 12

POLA-POLA HEREDITAS

Peta Konsep

Pola-pola hereditas

Membahas tentang

Determinasi Pindah Gagal Gen


Seks Pautan berpisah Letal
silang

Terdiri atas

Pautan Autosomal Pautan seks

Terbagi atas

Terdiri atas
Letal Dominan Letal Resesif

Tipe XY Tipe XO Tipe ZW Tipe ZO Tipe ploidi


Konsep pola-pola hereditas
Hereditas adalah proses penurunan sifat-sifat dari induk kepada
keturunannya secara biologis melalui gen. Pola-pola hereditas pertama
diungkapkan oleh Gregor Johann Mendel (1858 – 1866) seorang tabib di
Brumn, Austria. Hasil penemuan Mendel tentang hereditas atau penurunan sifat Gregor Mendel
tersebut menjadikan dia disebut sebagai Bapak Genetika.
Dalam suatu garis keturunan sering kita jumpai adanya
persamaan dan perbedaan induk dengan keturunannya. Tidak semua
keturunan yang dihasilkan dari satu induk mempunyai fenotip yang
sama. Perhatikan anak-anak kucing pada gambar di samping, masing-
masing mempunyai warna rambut yang berbeda. Persamaan dan
Variasi sifat pada kucing perbedaan warna rambut anak-anak kucing tersebut disebabkan oleh
gen-gen pembawa sifat dari induknya.
Meskipun prinsip dasar Hukum II Mendel adalah adanya pengelompokan secara bebas
(independent assortment), para ahli genetika akhirnya mengetahui bahwa tidak semua gen
berkelompok secara bebas. Beberapa gen diturunkan secara bersama-sama atau saling terkait.
Fenomena ini menyebabkan perbedaan hasil perkawinan silang yang tidak sesuai hukum Mendel yang
disebut pautan. Selain pautan, perbedaan perbandingan keturunan juga diperoleh jika terjadi pindah
silang (crossing over) antar bagian kromatin. Kejadian seperti ini disebut sebagai pola-pola hereditas.
Pada materi pola-pola hereditas akan dipelajari tentang determinasi seks, pautan, pindah silang, gagal
berpisah, dan gen letal.
A. DETERMINASI SEKS
Sebelum mempelajari pautan, kita terlebih dahulu harus mempelajari mengenai determinasi seks.
Sebab determinasi seks nantinya akan terkait dengan pautan seks. Seks adalah perbedaan sistem
reproduksi perempuan (betina) dengan laki-laki (jantan), yang sering disebut jenis kelamin. Jenis
kelamin pada makhluk hidup dapat dibedakan atas jantan dan betina. Perbedaan sifat dan jenis
kelamin ini dipengaruhi oleh dua faktor yaitu :
1. Faktor Lingkungan: Faktor lingkungan mempengaruhi keadaan fisiologis dari suatu hewan. Jika
kadar hormon kelamin dalam tubuh tidak seimbang penghasilan atau peredarannya, maka sifat-
sifatnya dapat berubah.
2. Faktor Genetik: Faktor genetik tergambar pada komposisi kromatin (karena bahan genetik terdapat
di dalam kromatin). Pada beberapa makhluk hidup, fenotip jenis kelamin dipengaruhi oleh
kegiatan yang berlainan dari gen-gen tunggal.
Berdasarkan dua faktor tersebut, terdapat beberapa macam tipe determinasi seks, yaitu :
1. Tipe XY
Sistem penentuan kelamin XY adalah sistem penentuan kelamin yang dapat ditemui pada
mamalia (termasuk manusia) dan beberapa lalat buah (Drosophilla) serta beberapa tumbuhan
(Ginkgo).
Pada sistem penentuan seks XY, terdapat 2 bentuk kromosom kelamin, yaitu:
a. kelamin homogametik yaitu memiliki dua kromosom seks yang sama jenisnya (XX) untuk
jenis kelamin betina, kromosom X berbentuk batang lurus.
b. kelamin heterogametik, memiliki dua kromosom seks berbeda (XY) untuk jenis kelamin jantan
dimana kromosom X berbentuk batang lurus dan kromosom Y berbentuk kail.
Melalui fertilisasi, gamet jantan dan gamet betina bersatu menghasilkan individu XX (betina)
dan XY (jantan) dengan perbandingan fenotipe 1:1. Oleh karena itu, kemungkinan didapatkannya
individu jantan adalah 50% dan betina 50%.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang menentukan jenis kelamin anak
adalah kromosom X dan kromosom Y pada sel sperma. Hal ini disebabkan sel telur akan
memberikan jenis kromosom seks yang sama, baik pada laki-laki (jantan) maupun pada
perempuan (betina). Adapun sperma akan memberikan kromosom X pada anak perempuan dan
kromosom Y pada anak laki-laki.
Perbandingan kariotipe Kromosom pada Drosophila dan manusia, lihat Tabel:
Aspek Manusia Drosophila
Kromosom 46 buah atau 23 pasang yang terdiri 8 buah atau 4 pasang
dari 22 pasang kromosom tubuh kromosom, terdiri atas 3
(autosom) dan 1 pasang kromosom pasang kromosom tubuh
seks (gonosom) (autosom) dan 1 pasang
kromosom seks (gonosom)
Kariotipe kromosom o wanita 44 A + XX (44 autosom + o Lalat betina 6A + XX (6
pada tubuh (diploid) sepasang gonosom) atau 22 AA + autosom + sepasang
XX (22 pasang autosom + gonosom) atau 3AA + XX
sepasang gonosom) (3 pasang autosom +
o pria 44 A + XY (44 autosom + 2 sepasang gonosom)
gonosom) atau 22 AA + XY (22 o Lalat jantan 6A + XY (6
pasang autosom + 2 gonosom) autosom + 2 gonosom)
atau 3AA + XY (3 pasang
autosom + 2 gonosom)
Kariotipe kromosom o Gamet wanita 22A + X (22 o Gamet betina 3A + X
pada sel gamet autosom + 1 gonosom) o Gamet jantan 3A + X dan
(haploid) o Gamet jantan 22A + X dan 22A + 3A + Y.
Y.
2. Tipe XO
Tipe penentuan kelamin XO dijumpai pada beberapa jenis serangga, misalnya belalang. Dalam
penentuan kelamin XO, diketahui bahwa :
a. Individu betina memiliki dua buah kromosom (kromatin) X, sehingga gonosomnya adalah XX
b. Individu jantan hanya mempunyai sebuah kromosom (kromatin) X, sehingga gonosomnya
adalah XO.
3. Tipe ZW
Pada kupu-kupu, ikan, dan reptil, ditemukan bentuk kromosom (kromatin) kelamin yang
berkebalikan dengan tipe XY, yakni :
a. Pada jantan bersifat homogametik memiliki sepasang kromosom (kromatin) kelamin yang sama
bentuknya, semua spermatozoa mengandung kromosom (kromatin) kelamin Z , maka
Kromosom (kromatin) kelamin hewan jantan adalah ZZ
b. Pada betina bersifat heterogametik yakni sel telurnya mengandung kromosom (kromatin)
kelamin Z dan kromosom (kromatin) kelamin W, maka kromosom (kromatin) kelamin hewan
betina adalah ZW.
4. Tipe ZO
Pada unggas ditemukan susunan kelamin yang berkebalikan dengan tipe XO, yaitu:
a. Kromosom (kromatin) kelamin unggas jantan adalah ZZ (homogametik). Jadi spermatozoa
ayam hanya satu macam saja, yaitu membawa kromosom (kromatin) kelamin Z.
b. Kromosom kelamin ayam betina adalah ZO (heterogametik) yakni sel telurnya ada dua macam,
mungkin membawa kromosom (kromatin) Z dan mungkin juga tidak memiliki kromosom
(kromatin) kelamin sama sekali.
5. Tipe Ploidi
Pada serangga yang termasuk ordo hymenoptera seperti lebah dan semut, penentuan jenis
kelaminnya sama sekali tidak ada hubungannya dengan kromosom (kromatin) kelamin. Lebah
madu jantan misalnya, terjadi karena partenogenesis, yaitu terbentuknya makhluk dari 8 sel telur
tanpa didahului oleh pembuahan. Dengan demikian maka lebah madu jantan bersifat haploid dan
memiliki 16 buah kromosom (kromatin). Sel telur yang dibuahi oleh spermatozoa akan
menghasilkan lebah madu betina yang berupa lebah ratu dan pekerja, masing-masing bersifat
diploid dan memiliki 32 kromosom (kromatin). Karena perbedaan tempat dan makanan, maka
lebah ratu menjadi subur (fertil), sedangkan lebah pekerja mandul (steril). Jadi, jenis kelamin dari
serangga-serangga tersebut tidak ditentukan oleh kromosom (kromatin) kelamin seperti yang
lazim berlaku pada makhluk lainnya, akan tetapi tergantung dari sifat ploidi serangga tersebut. Jika
serangga itu haploid, ia adalah jantan sedangkan jika serangga itu diploid, ia adalah betina.

B. PAUTAN (LINKAGE)
Pautan (Linkage) ditemukan oleh Thomas Hunt Morgan pada tahun 1910. Beliau menemukan
keanehan pada penelitian mengenai penurunan sifat yang diturunkan pada lalat buah. Perbandingan
fenotipe dan genotipe yang ditemukannya ternyata berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh
Mendel maupun perbandingan seperti penyimpangan hukum Mendel lainnya.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa satu kromosom (kromatin) belum tentu hanya
mengandung satu gen, bahkan banyak kromosom (kromatin) yang mengandung ratusan sampai ribuan
gen. Dua gen yang terdapat pada satu kromosom (kromatin) disebut pautan. Pada meiosis kedua, gen
ini tidak memisah. Oleh karena itu, jika terdapat dua pasang gen yang terpaut, maka kemungkinan
macam gamet yang terbentuk hanya ada dua. Pautan dapat terjadi pada kromosom (kromatin) tubuh
maupun kromosom (kromatin) seks.
1. Pautan Autosomal
Pautan autosomal merupakan pautan yang terjadi pada kromosom (kromatin) tubuh. Pada
suatu percobaan, Morgan mengawinkan lalat Drosophila. Berikut bagan perkawinan silang yang
terjadi :

P1 : ♂ sayap panjang abdomen lebar >< ♀ sayap pendek abdomen sempit


(VVAA) (vvaa)
G1 : VA va
F1 : Sayap panjang abdomen lebar
(VvAa)
P2 : VvAa >< VvAa
G2 : VA dan va VA dan va
F2 :

♀ VA va

VA VVAA VvAa
va VvAa vvaa
sayap panjang abdomen lebar : sayap pendek abdomen sempit
3 : 1
Hasil yang diperoleh pada perkawinan silang tersebut, perbandingan sayap panjang abdomen
lebar dengan sayap pendek abdomen sempit adalah adalah 3:1. Hasil yang diperoleh pada
perkawinan silang tersebut tidak sesuai dengan hasil perkawinan silang dihibrid Mendel (9:3:3:1).
Gen V untuk sayap panjang dan gen A untuk abdomen lebar, diketahui terdapat pada kromosom
yang sama. Tentu saja gen v dan a sebagai alelnya juga terletak pada kromosom (kromatin)
homolognya sehingga genotip A dengan genotip V tidak dapat dipisahkan. Seperti itu pula yang
terjadi pada genotip a dengan genotip v. Hal ini menunjukkan bahwa gen-gen yang menentukan
ukuran abdomen dan ukuran sayap mengalami pautan sehingga tidak terjadi kombinasi gamet Va
atau pun vA.
2. Pautan Seks
Gen-gen yang terletak pada kromosom (kromatin) seks disebut gen pautan seks. Pautan
dari gen seks atau hasil hubungan seks dalam pola penurunan yang berbeda dari pola penurunan
biasa yang ditunjukkan oleh gen yang hadir pada autosom. Gen pautan seks mungkin terjadi pada
kromosom (kromatin) X yang dikenal sebagai pautan X atau kromosom (kromatin) Y yang
dikenal sebagai pautan Y.
a. Pautan seks pada kromosom (kromatin) X
Pautan kromosom (kromatin) X berarti kromosom (kromatin) X membawa gen yang dapat
diturunkan pada keturunannya baik jantan atau pun betina.
1) Pautan seks pada lalat buah
Lalat buah betina mata merah homozigot dikawinkan dengan lalat jantan mata putih,
ternyata F1-nya berkelamin jantan dan betina masing-masing bermata merah. Setelah
sesama F1 tersebut dikawinkan, dihasilkan keturunan (F2) memperlihatkan perbandingan
3 lalat bermata merah : 1 lalat bermata putih. Berikut contoh bagan persilangannya :

P1 : ♂ XWY >< ♀ X+ X+
(mata putih) (mata merah)
+
Gamet : X XW dan Y
F1 : ♂ X Y (jantan, mata merah)
+

♀ X+XW (betina, mata merah)


P2 : ♂ X+ Y >< ♀ X+XW
(mata merah) (mata merah)
+
Gamet : X dan Y X+ dan XW
F2 : ♀ X+ X+ (betina, mata merah)
♀ XW X+ (betina, mata merah)
♂ X+ Y (jantan, mata merah)
♂X YW
(jantan, mata putih)

Pada perkawinan silang ini, gen penentu warna mata hanya dibawa oleh kromosom
(kromatin) X saja, baik kromosom (kromatin) X pada kelamin jantan atau pun betina.
Hasil perkawinan silang tersebut menunjukkan bahwa warna merah (X+) dominan terhadap
warna putih (XW) dan gen dominan (+) terangkai pada kromosom (kromatin) X.
2) Pautan seks pada kucing
Pautan seks pada warna rambut kucing ditentukan oleh gen-gen berikut.
B = gen yang menentukan warna rambut hitam.
b = gen yang menentukan warna rambut kuning.
Bb = gen yang menentukan warna rambut belang tiga (hitam - kuning - putih) yang
dikenal dengan istilah kaliko.
Perhatikan bagan perkawinan silang kucing betina berwarna hitam dengan kucing
jantan berwarna kuning berikut ini :

P1 : ♀ XB XB >< ♂ Xb Y
kucing hitam kucing kuning
G : XB Xb dan Y
FI :

Xb Y

B b
X X XB Y
XB
Betina calico Jantan hitam

P2 : ♀ XB Xb >< ♂ XBY
G : XB dan Xb B
X dan Y
F2 :

XB Y

XB XB XB Y
XB
Betina hitam Jantan hitam
XB Xb Xb Y
Xb
Betina calico Jantan kuning

3) Pautan seks pada Manusia


Pautan seks pada manusia terjadi pada gen pembawa hemofilia dan buta warna.
Kelainan-kelainan pada pautan seks manusia.
b. Pautan seks pada kromosom Y
Pautan kromosom (kromatin) Y berarti bahwa pada kromosom (kromatin) Y terdapat
gen yang hanya diturunkan pada keturunan laki-laki atau jantan saja. Oleh karena itu, jika
gen dominan terdapat pada kromosom (kromatin) Y, maka setiap keturunan jantan atau laki-
laki akan mewarisi sifat dominan tersebut. Pewarisan sifat ini disebut holandrik. Gen pada
kromosom (kromatin) Y dapat berangkai, demikian juga pada kromosom (kromatin) X.
Contoh gen yang terpaut kromosom (kromatin) Y adalah gen penentu jari-jari berselaput,
gen penentu tumbuhnya rambut pada telinga.

C. PINDAH SILANG (CROSSING OVER)


Pindah silang adalah pertukaran segmen antara dua kromosom homolog. Peristiwa ini
berlangsung pada saat kromosom homolog berpasangan dalam profase I meiosis, yaitu pada saat
pakiten. Pakiten merupakan peristiwa saat seluruh bagian kromosom berpasangan pada jarak yang
paling dekat. (Perhatikan gambar pindah silang dibawah ini)
Pada waktu kromosom-kromosom hendak memisah (yaitu pada anafase I), kromatid-kromatid
yang bersilang itu melekat dan putus dibagian kiasma, kemudian tiap potongan itu melekat pada
kromatid sebelahnya secara timbal-balik. Sehubungan dengan itu, gen-gen yang terletak pada bagian
yang berpindah itu akan terbawa pula ke kromatid sebelahnya (homolognya).
Pindah silang dibedakan atas 2 yaitu :
1. Pindah silang tunggal, ialah pindah silang yang terjadi pada satu tempat. Dengan terjadinya pindah
silang itu akan terbentuk 4 macam gamet. Dua macam gamet memiliki gen-gen yang sama dengan
gen-gen yang dimiliki induk (parental), maka dikatakan gamet-gamet tipe parental. Dua gamet
lainnya merupakan gamet-gamet baru, yang terjadi sebagai akibat adanya pindah silang. Gamet-
gamet ini dinamakan gamet-gamet tipe rekombinasi. Gamet-gamet tipe parental dibentuk jauh
lebih banyak dibandingkan dengan gamet-gamet tipe rekombinasi. Perhatikan gambar di bawah
ini:
Skema pindah silang tunggal

2. Pindah silang ganda, ialah pindah silang yang terjadi pada dua tempat. Jika pindah silang ganda
(double crossing over) berlangsung diantara dua buah gen yang terangkai (misalnya gen A dan B),
maka terjadinya pindah silang ganda itu tidak akan nampak dalam fenotip, sebab gamet-gamet
yang dibentuk hanya dari tipe parental saja, atau dari tipe rekombinasi saja, atau dari tipe parental
dan tipe rekombinasi akibat pindah silang tunggal. Akan tetapi jika diantara gen A dan B masih
ada gen ketiga, misalnya gen C, maka terjadinya pindah silang ganda antara gen A dan B akan
tampak.

Skema pindah silang ganda


Hasil dari pindah silang adalah :
a) Kombinasi Parental (KP)
b) Kombinasi Rekombinan (RK)
Gen yang berpautan tidak selamanya terpaut. Pindah silang menyebabkan pergantian alel
diantara kromosom homolog, menghasilkan kombinasi yang tidak ditemukan pada induknya.
Pindah silang meningkatkan keragaman genetik selain yang dihasilkan oleh pengelompokkan
gen secara bebas.

Nilai pindah silang adalah angka yang menunjukkan persentase kombinasi baru yang
dihasilkan akibat terjadinya pindah silang. Nilai pindah silang (satuan dalam %) sama dengan
jarak gen. Nilai pindah silang juga sama dengan nilai rekombinasi gen berpautan. Pindah silang
terjadi jika kombinasi parental > 50%. Pada umumnya pindah silang dijumpai pada makhluk
betina maupun jantan. Namun pada ulat sutra (Bombyx mori) betina tidak pernah terjadi pindah
silang. Sementara itu, Drosophila yang jantan tidak mengalami pindah silang.

Contoh soal pindah silang:


1) Jarak antara gen P dan gen H adalah 8%, gen P mengatur fenotip sayap panjang dan gen H
mengatur fenotip tubuh hitam, sedangkan gen p mengatur fenotip sayap pendek dan gen h
mengatur fenotip warna tubuh abu-abu. Tentukan rasio fenotip hasil perkawinan silang
genotip PpHh yang mengalami pindah silang! Tentukanlah pula NPS (Nilai Pindah Silang)!
Jawab:
P : PpHh >< pphh
(Panjang , Hitam) (pendek, hitam)
G: PH ph
Ph
pH
ph
hasil perkawinan silang
FI : PpHh : panjang, hitam
Pphh : panjang, abu
ppHh : pendek, hitam
pphh : pendek, abu

RK (Rekombinan) = jarak gen 8%


KP (Kombinasi Parental) = jarak gen (100% - 8%) = 92%
panjang, hitam = ½ X 92% =46 % = 23
panjang, abu = ½ X 8% =4% = 2
pendek, hitam = ½ X 8% =4% = 2
pendek, abu =½ X 92% =46 % = 23
Nilai pindah silang (NPS) sama dengan nilai RK = 8 %, yaitu jumlah rekombinasi hasil
pindah silang. Perbandingan gamet yang terbentuk akibat adanya pindah silang adalah PH :
Ph : pH : ph = 23 : 2 : 2 : 23
2) Hasil perkawinan silang PpHh menunjukkan perbandingan genotip 9 : 1 : 1 : 9.
a) Buktikan bahwa H dn P mengalami pindah silang !
b) Temukan jarak antara gen H dan P !
c) Tentukan Nilai Pindah Silang !
Jawab:
P : PpHh >< pphh

Hasil perkawinan silang

FI : 9 = HhPp
1 = hhPp
1 = Hhpp
9 = hhpp
Jumlah perbandingan adalah 9+1+1+9=20
a) Kombinasi parental= 18/20 x 100%= 90%
Kp > 50% ---- H dan P mengalami pindah silang
b) Jarak gen H dan P= 2/20 x 100%= 10%
c) Nilai Pindah Silang =RK = 10%

D. GAGAL BERPISAH (NON-DISJUNCTION)


Gagal berpisah merupakan peristiwa gagalnya satu atau lebih kromosom untuk berpisah pada
waktu meiosis (pembentukan gamet) sehingga menyebabkan jumlah kromosom berubah, dimana
gamet dan atau individu baru berakhir dengan jumlah kromosom yang abnormal. Contoh peristiwa
gagal berpisah adalah aneuploidi dan poliploidi. Perhatikan skema gagal berpisah di bawah ini!
Gambar 10: Skema gagal berpisah

Aneuploidi merupakan suatu keadaan dimana keturunan memiliki satu kromosom lebih atau
satu kromosom kurang dari jumlah kromosom yang dimiliki induk. Hal tersebut dapat terjadi pada sel
diploid yang mendapat satu tambahan kromosom (n + 1), selanjutnya jika gamet tersebut bersatu
dengan gamet lain yang normal maka individu baru akan memiliki kromosom (2n + 1) yang disebut
trisomi. Sebaliknya, jika sebuah gamet yang kekurangan satu kromosom bersatu dengan gamet
normal, maka individu baru tersebut memiliki jumlah kromosom (2n – 1) dan disebut monosomi.
Adapun poliploidi adalah keturunan yang memiliki kelipatan jumlah kromosom dari tetuanya, artinya
tiga kali atau lebih dari setiap haploid kromosom yang khas dimiliki tetuanya. Jika gamet yang
dihasilkan diploid (2n) dan bersatu dengan gamet normal haploid (n), maka hasil setelah fertilisasi
adalah individu 3n atau triploid, dan jika dua gamet diploid bersatu, terjadi individu 4n atau tetraploid.
Contoh gagal berpisah yang terjadi pada lalat buah (Drosophilla) seperti pada diagram berikut :

Gagal berpisah yang terjadi pada lalat buah (Drosophilla) dapat menghasilkan individu
dengan ciri-ciri berikut:
XX dan XY = individu normal, betina mata merah, jantan mata putih
XXX = betina super
XO = jantan steril
XXY = betina fertil, mata putih
YO = jantan mati

Bagan perkawinan silang lalat buah (Drosophilla)


P : ♀ XX >< ♂ XY
G : X, XX, dan O X dan Y

FI :

X XX O

XX XXX XO
X
Betina normal Betina super Jantan steril
XY XXY YO
Y
Jantan normal Betina fertil, mata putih letal

Gagal berpisah dapat terjadi pada manusia, sehingga menghasilkan sifat-sifat yang berbeda
dari keadaan normal. Pembahasan tentang gagal berpisah yang terjadi pada manusia akan dipaparkan
secara teperinci pada sub bab hereditas pada manusia.

E. GEN LETAL
Gen letal adalah gen yang apabila dalam keadaan homozigotik dapat menyebabkan kematian
individu yang memilikinya. Gen letal ada yang bersifat dominan dan ada yang bersifat resesif.
1. Gen Letal Dominan
Gen letal dominan ialah gen dominan yang bila homozigotik akan menyebabkan individunya
mati. Beberapa contoh dapat dikemukakan disini :
a. Gen letal ayam Creeper.
Pada ayam dikenal gen dominan C yang jika homozigot menyebabkan sifat letal, alel resesif
(c) mengatur pertumbuhan tulang ayam heterozigotnya Cc yaitu ayamnya hidup tapi
menunjukkan kecacatan yaitu memiliki kaki pendek disebut ayam redep ( dalam bahasa inggris
disebut creeper). Perhatikan bagan perkawinan silang di bawah ini :
Perhatikan bagan perkawinan silang di bawah ini!

P : ♀ Cc >< ♂ Cc
(Creeper) (Creeper)
G : C dan c C dan c
FI :
C C
C CC Cc
letal Creeper
C Cc cc
Creeper normal

Perkawinan antar dua ayam creeper menghasilkan perbandingan :


2 ayam creeper : 1 ayam normal : 1 letal

b. Gen letal tikus kuning


Gen letal dominan K yang dalam kondisi heterozigot menyebabkan kulit tikus berpigmen
kuning.tikus homozigot dominan KK tidak dikenal karena letal.tikus homozigot resesif kk
normal berbulu kelabu. Perkawinan silang dua tikus kuning menyebabkan perbandingan 2 tikus
kuning : 1 tikus kelabu (normal). Perhatikan peta perkawinan silang berikut ini.

Perhatikan bagan perkawinan silang di bawah ini!

P : ♀ Kk >< ♂ Kk
(kuning) (kuning)
G : K dan k K dan k
FI :
K k
KK Kk
K
letal kuning
Kk kk
k
kuning normal

Perkawinan antar dua tikus kuning menghasilkan perbandingan


2 kuning: 1 normal : 1 letal

2. Gen Letal Resesif


a. Letal resesif pada jagung albino
Pada jagung dikenal gen dominan G yang bila dalam kondisi homozigot menyebabkan
tanaman membentuk klorofil (zat hijau daun) secara normal sehingga daun berwarna hijau.
Namun apabila gen resesif g dalam kondisi homozigot, maka akan menyebabkan gen letal
sebab klorofil tidak akan terbentuk sama sekali pada zigot sehingga kecambah akan segera
mati. Sedangkan tanaman heterozigot Gg akan mempunyai daun hijau kekuning-kuningan, dan
akan hidup terus sampai dapat menghasilkan buah dan biji sehingga tergolong normal. Jika
kedua tanaman yang heterozigot ini sama-sama disilangkan akan diperoleh perbandingan 1
berdaun hijau normal : 2 berdaun hijau kekuning-kuningan : 1 letal. Perhatikan bagan
perkawinan silang berikut ini!

Genotip yang terdapat pada jagung, yaitu


GG = normal, berklorofil
Gg = normal, berklorofil, tetapi warnanya agak kuning
gg = albino, mati

Bagan perkawinan silang tanaman jagung


P : Gg >< Gg
(normal kekuningan) (normal kekuningan)
Gamet : G dan g G dan g
FI :

G g
GG Gg
G
normal normal
Gg gg
g
normal albino

DAFTAR PUSTAKA

Aryulina, Diah. 2004. Biologi SMA/MA untuk kelas XII. Jakarta : Erlangga
Departemen Pendidikan Nasional. 2009. Biologi 3 : Kelas XII SMA dan MA. Jakarta : Pusat
Perbukuan.
Elrod, Susan. 2006. Genetika Edisi Keempat. Jakarta Erlangga.
Nurhayati, Nunung. 2015. Buku Siswa Biologi untuk SMA/MA Kelas XII. Bandung : Yrama
Widya
Sumanto. 1997. Evolusi. Surakarta: Sebelas Maret university Press.
Suryo. 1986. Genetika Manusia. Yogyakarta : UGM Press
Suryo. 2004. Genetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Toegono. 1997. Genetika I. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

Anda mungkin juga menyukai