Anda di halaman 1dari 21

Policy Analysis: Framework

Outline
• Objectives (tujuan)
• Constraints (hambatan atau kendala)
• Instruments
• Policy as a linier process: a critical view
• Concepts in applied welfare economics
Pendahuluan
• Tujuan bahasan:
(1) menggambarkan kerangka kerja (framework) yg
biasa digunakan ekonom untuk mengorganisir ide2
tentang kebijakan pertanian negara,
(2) mempelajari kritikal proses dari formulasi dan
penerapan kebijakan yang biasanya dilaksanakan pada
kerangka kerja ini, dan
(3) menyediakan pedoman sederhana pada konsep
dalam terapan ekonomi kesejahteraan (concepts in
applied welfare economics).
• Social welfare/kesejahteraan sosial the material well-
being of society as a whole
• Tinbergen Framework of Policy Analysis
• Goal of government  memaksimumkan kesejahteraan
sosial
• Memilih target variabel untuk mencapai tujuannya
(goal) (co. pendapatan per kapita, jumlah pasien
rumah sakit per kamar, atau cadangan pangan per
distrik)
• Tugas kebijakan adalah memilih instrumen terbaik untuk
mencapai target pilihan dengan mempertimbangkan:
(a) constraints, seperti SD negara atau kemampuan
administratif,
(b) adanya faktor tertentu dimana pembuat kebijakan
tidak dapat mengontrolnya, seperti iklim, dan
(c) side-effects, jika membahayakan atau kurang baik
harus diminimisasi.
• “objectives-constraints-instruments” approach
Objectives
• Tujuan intervensi kebijakan pertanian dapat beragam
dan banyak, dengan pertimbangan stabilitas sosial dan
politik, integritas ekonomi nasional, peningkatan
ketahanan pangan, peningkatan pendapatan ekspor,
pencegahan malnutrisi, pertumbuhan ekonomi,
penciptaan lapangan kerja, dll.
• Scope lokal  meningkatkan pendapatan kelompok
petani miskin
• Scope provinsi  meningkatkan distribusi pupuk di
propinsi X
• Scope nasional  mengatasi defisit neraca
perdagangan
• Tujuan bisa dikategorikan:
(1) pertumbuhan ekonomi  efficiency, dan
(2) peningkatan distribusi pendapatan  equity
• Effisiensi  penggunaan ekonomis optimum
dari serangkaian SD nasional, mencapai level
tertinggi dari kesejahteraan materi untuk
konsumen masyarakat secara keseluruhan,
pada kondisi harg tertentu di pasar SD dan
output.
• Pertumbuhan  pergerakan dari penggunaan
yang kurang efisien ke yang lebih efisien dari
SD yg ada, atau peningkatan produktivitas SD
dimana dapat dihasilkan output lebih banyak
dari tingkat SD tertentu.
• Equity  distribusi total output antara
individu atau kelompok sosial dalam
masyarakat.
• Welfare economics efficiency sbg
fenomena objektif, dan equity sbg
fenomena subjektif. Income distribution 
fairness
• Efficiency objectives dan equity objectives
 sering saling bertentangan.
Constraints
• Kendala/hambatan dalam mencapai tujuan
berbeda sesuai dengan scope dan masalah
kebijakannya.
• Ketidakstabilan harga sbg kendala untuk
meningkatkan output petani kecil  analisis
kebijakan fokus pada instrumen untuk
menstabilkan harga2 pertanian.
• Kekurangan air sebagai hambatan  kebijakan
irigasi
• Kerentanana thd hama penyakit  kebijakan
penelitian untuk varietas resisten hama penyakit
• Iklim, curah hujan, kondisi lahan, dan SDA lainnya 
hambatan nyata
• Ekonomi  ketersediaan mata uang asing, anggaran
pemerintah, harga dunia untuk input dan output
pertanian, dll
• Politis  keamanan nasional, stabilitas kekuasaan
pemerintah, pertentangan antar fraksi atau birokrasi, dll.
• Dlm applied welfare economics, hambatan dasar utama
untuk mencapai kelayakan ekonomi adalah ketersediaan
SD dan teknologi yang ada.
• Teknologi baru dpt meningkatkan produktivitas dr SD yg
ada dan memanfaatkan SD yg tadinya tidak
dimanfaatkan.
• Kebijakan terpenting adalah mempercepat perubahan
teknologi scr langsung (kebijakan penelitian pertanian)
atau scr tidak langsung (kebijakan pendidikan dan
training)
Instruments
• Instrumen kebijakan, sebagai metode intervensi negara,
didisain dengan mempertimbangkan tujuan dan
hambatan.
• Jika hambatannya rata2 curah hujan dan suhu pada
suatu wilayah, maka instrumennya didisain dengan
menanam tanaman yg sesuai dg curah hujan dan
suhunya.
• Satu instrumen kebijakan bisa mencapai lebih dari satu
tujuan.
• Contoh jika jagung adalah makanan pokok dan petani
jagung itu miskin, maka peningkatan harga jagung akan
mencapai 2 tujuan, growth (peningkatan output jagung)
dan equity (meningkatkan distribusi pendapatan)
• Analisis kebijakan pertanian  mengkaji keuntungan
dan kerugiannya, benefit dan costnya dari alternatif
instrumen kebijakan yg tersedia.
Instrumen kebijakan dapat dikategorikan:
1. Tujuan utamanya efficiency atau equity
2. Berlaku pada tingkat usahatani, pasar,
konsumen, atau border poin dari rantai
pemasaran pertanian
3. Instrumen yg berlaku pada harga,
kelembagaan atau teknologi
4. Scope dan efek pertanian yg spesifik atau
general (co. exchange rate policy atau
minimum wage legislation)
5. Kebijakan pasar komoditi (co. subsidi input
kopi), kebijakan perdagangan (co. tarif, kuota,
pajak ekspor), atau kebijakan makroekonomi
(nilai tukar, suku bunga, supply uang, dll)
Perbedaan instrumen yang penting antara:
i. Instrumen untuk efficiency vs. equity
ii. Instrumen untuk kebijakan komoditas,
perdagangan, dan makroekonomi
iii. Instrumen kebijakan harga vs. non harga
Policy as a linear process: a critical view
• Linier policy cycle model
• Ada 2 fase: formulasi dan implementasi kebijakan
• Fase pertama:
a. Pembuat kebijakan menentukan goal yg ingin dicapai
pemerintah, co output jangung naik 10% tahun depan
b. Technical dan economic analysis mengenai cara2
alternatif untuk mencapai target, co menaikkan harga
jagung, menurunkan harga pupuk, atau memperluas
skema irigasi jagung di daerah baru
c. Menghitung costs dan benefits dari altenatif kebijakan
dan membuat skema
d. Menteri memilih alternatif terbaik kebijakan yg
mempertimbangkan net social benefit, kelayakan
administrasi, dan hambatan laing atau efek samping
dari implementasinya.
• Fase kedua:
1. Kebijakan terbaik diimplementasikan, co
subsidi harga pupuk.
2. Outcome yang dapat diukur, co. output
jagung meningkat, tetapi hanya 5%.
3. Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui
kekuatan dan kelemahan kebijakan, dan
kemudian penyesuaian dibuat untuk
kegiatan selanjutnya.
4. Mulai ke formulasi kebijakan lagi, siklus
kebijakan mulai lagi.
• Model linier policy cycle dibentuk dengan
asumsi;
(1) pemerintah sangat concern thd
kesejahteraan sosial yang maksimal, dan
(2) aparat negara beroperasi netral-
objective, technical, competent- dalam
peranannya dalam siklus kebijakan.
• Kelemahan siklus kebijakan adalah
kenaifan asumsi dari pengambilan
kebijakan tentang pemimpin2 pemerintah
yang dapat menyebabkan state failure
Kegagalan/kelemahan model linier:
a. Pemisahan dari formulasi kebijakan dan implementasi
kebijakan dapat menyebabkan saling menyalahkan
jika terjadi policy failure.
b. Kurangnya partisipasi dan feedback, menyebabkan
banyak alasan atau menghindar jika terjadi kegagalan.
c. Kebijakan berorientasi top-down
d. Data yg digunakan terkadang kurang memadai atau
akurat untuk mendukung kebijakan yg diajukan.
e. Policy analysts terbentur kondisi kelembagaan dimana
mereka jarang objektif.
f. Lembaga bantuan eksternal biasanya mempengaruhi
keputusan domestik melalui pengalokasian SD untuk
proyek yg lebih disukai oleh donor.
Tujuan pembuat kebijakan, kompetensi aparat
pemerintah dan objektivitas analis kebijakan
Concepts in applied welfare economics
• Welfare economics  concept of the Pareto optimum
• Pareto optimum  situasi untuk suatu masyarakat scr
keseluruhan dimana tidak mungkin membuat seseorang
menjadi lebih baik tanpa membuat orang lain menjadi
lebih buruk.
• Jika masih mungkin untuk meningkatkan output dimana
setiap orang bisa menjadi lebih baik dg SD yg ada, atau
beberapa orang dapat menjadi lebih baik tanpa
membuat yg lain lebih buruk, maka peningkatan
kesejahteraan sosial masih bisa dicapai, situasinya
disebut Pareto sub-optimal.
• Social welfare  total volume dari barang2 dan jasa2
tersedia untuk konsumsi masyarakat.
• Peningkatan kesejahteraan sosial  konsumsi material,
final demand side, bukan SD atau produksi per se.
• Pareto optimum  maximum output (atau pendapatan)
dari suatu ekonomi pada saat paling efisien.
• Pareto criterion/kriteria Pareto 
perubahan kebijakan secara sosial
diinginkan jika hasil dari perubahan itu
setiap orang dapat menjadi lebih baik,
atau paling tidak bebapa orang menjadi
lebih baik, tetapi tidak ada seorangpun
yang menjadi lebih buruk.
• Pareto optimum terjadi pada saat pasar
ekonomi pada situasi kompetitif
ekuilibrium.
• Effisiensi pada ekonomi tidak
menggambarkan equity.
• Pada kenyataannya sulit menemukan kasus bahwa
sekelompok orang dapat menjadi lebih lebih baik tanpe
membuat yang lain buruk.
• Jika melakukan pembangunan jalan, maka pengguna
jalan akan mendapat keuntungan, tetapi mereka yg
lahan atau rumahnya dipakai untuk membuat jalan akan
mengalami kerugian.
• Jika hasil pajak digunakan untuk membayar biaya
sekolah, maka para pembayar pajak akan mengalami
kerugian (lebih buruk), sedangkan mereka yg
keluarganya bersekolah akan mengalami keuntungan
(lebih baik).
• Jika harga pangan pokok dinaikkan, maka petani surplus
pangan akan mengalami keuntungan, tetapi komsumen
akan dirugikan.
• Oleh karena itu Pareto Criterion jarang digunakan, lalu
muncul Compensation Criterion
• Compensation criterion (kriteria kompensasi) 
perubahan kebijakan secara sosial diinginkan
jika sebagai hasil dari perubahan itu yang
mengalami keuntungan dapat mengkompensasi
yang mengalami kerugian sehingga tidak ada yg
menjadi lebih buruk.
• Kompensasi  hanya potensial, jadi kebijakan
dapat berjalan terus dengan diterapkan atau
tidaknya kompensasi dan menyerahkan pada
keputusan kebijakan yang terpisah untuk
menentukan berapa banyak kompensasi yg
harus dibayar.
• Selesai

Anda mungkin juga menyukai