Anda di halaman 1dari 4

KATANYA KERJA NYATA (KKN )

Oleh:
Mohammad Ghifari Rahmahadi
12202173045
Pendidikan Bahasa Arab
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

Adalah angin yang tak pernah berhenti membangun ingin. Adalah degup
jantung yang terjaga meraung. Untuk apa manusia di cipta ke muka bumi bersama
kitab suci puisi? tuhan tegas pada seluruh hamba melalui pucuk-pucuk toa sebagai
juru bicara agar mereka cepat-cepat menjemput suara menunaikan serangkai
ibadah. Semata-mata merawat oleh-oleh toha dari Sidratul Muntaha lewat lembut
suara tarhim bergema lambat-lambat masuk ke dalam telinga yang punya rasa.
Tanpa banyak kata yang tak pernah tahu menahu arti yang ada di
dalamnya saya akan mengawali sebuah kisah nyata dimana disitu saya menjadi
tokoh utama dengan diiringi serangkaian hiruk-pikuk dunia.
Jum’at, 10 Januari 2020. Hari pertama di mulainya perjalanan menuju
Blitar selatan tepatnya di desa Pasiraman yang masih minim pemukiman dan
masih dipenuhi banyak pepohonan yang rindang. Tak ada yang kenal dan hanya
tersenyum diam yang di andalkan tuk menghiasi awal perjumpaan. Yah apalah
daya menjadi sosok yang pendiam dan perlu memerlukan pikir panjang tuk
mengumpatkan beberapa pertanyaan apalagi untuk mengumpatkan beberapa
candaan alah bodo amat lah. Waktu itu kondisi posko atau bisa dibilang rumah
baru bagi segerombolan bocah yang katanya disebut mahasiswa yang lagi ada
tugas negara tepatanya pada semester lima dengan nama kuliah kerja nyata (KKN)
sangatlah memilukan. Bagaimana tidak memilukan jika rumah yang dijadikan
tempat bernaung untuk tiga puluh lima hari kedapan adalah sesosok rumah yang
tanpa tuan (suwong). Yang tampak hanya kumpulan laba-laba bersarang, debu-
debu halus berhamburan, barang-barang yang berserakan, dan tak lupa halaman
yang depenuhi dengan taman rindang rumput liar yang tak beraturan. Jadi,
tahukan apa yang aku dan teman-teman lakukan untuk satu sampai dua hari
kedepan?.
Senin, 13 Januari 2020. Hari dimana berlangsungnya pembukaan serta
pengasahan kuliah kerja nyata (KKN) yang berada di Desa Pasiraman yang
dimana disitu saya menjadi sosok bagian yang ada di dalam acara yang sebelum-
sebelumnya pun belum pernah menjadi bagian itu. mau tau bagian apa yang ku
maksud ?, makro’ (tukang qiro’at). Tak banyak persiapan bagi orang-orang yang
malas dan banyak alasan itulah yang saat itu ku rasakan dan hanya bermodal
mental dan iman tuk siap menerima segala cacian dan sindiran kataku. Para tamu
mulai berdatangan, mulai dari perangkat-perangkat desa yang bersangkutan dan
tak lupa para tokoh-tokoh masyarakat yang hadir dengan berkenan. Tak jarang
rasa deg-degan hadir dengan spontan, wajarlah perjuangan seorang introvert
melawan banyak pandangan apalagi kalau melakukan pekerjaan yang belum
pernah sebelumnya mengerjakan. Pada akhirnya hanya kata alhamdulillah yang
ku ucapkan sembari mulai redupnya gemetar badan yang menandai bahwa acara
itu lancar dan aman.
Selasa, 14 Januari 2020. Hari dimana mulainya kunjungan-kunjungan
(sowan tonggo teparuh) tuk menjalin silaturahmi alias menunjukkan eksistensi
bahwa ada sogerombol bocah yang akan menjadi warga baru selama tiga puluh
lima hari. Tak lupa juga menggali informasi mengenai daerah baru serta asing
bagi kami yang nantinya akan digunakan sebagai landasan acuan pertugasan yang
akan dipakai buat menjalankan segala program kerja (proker) katanya.
Singkat cerita, saya dalam tim kuliah kerja nyata (KKN) menjabat sebagai
koordinator dalam devisi kegamaan, sosial dan budaya. Jadi tak perlu ditanya soal
keseharian apa, pahamlah yang aku lakukan. Seperti mengajar di madrasah
diniyah (madin), yasinan serta tahlilan, dan kegiatan yang menjurus kebidang
yang berkaitan tak jarang kulakukan. Apalagi kalau dijadikan imam sholat dengan
teman-teman itu menjadi makanan keseharian. Bukannya sombong karena
memang itulah kenyataan.
Awal mula ketika menjadi pengajar di madrasah diniyah (madin) wajarlah
jika masih merasakan perasaan yang tak beraturan kesetabilannya, gemetaran dan
deg-degan yang tak terduga menjadi momok penting yang menghiasi awal
pertemuan. Tapi akhirnya beriringan dengan waktu lama-kelamaan perasaan
tersebut mulai hilang adanya. Ngomong-ngomong tempat madrasah diniyah
(madin) yang kutempati sebagai tempat pelaksanaan program kerja (proker)
mengajar bertempat di Desa Pasiraman tepatnya di Dusun puringan ini berada
dibawah naungan Pondok Pesantren (Ponpes) Sidogiri yang juga dikenal dengan
pondok terbesar di Indonesia. Dengan sistem atau kurikulum yang sudah tertata
rapi siapa sih yang ngga minder kalau ditugaskan di dalamnya, apalagi buat saya
yang masih pemula. Untungnya semua asatidz (guru-guru) yang mengampu di
madrasah diniah (madin) tersebut sangatlah mengerti jikalau ada seorang
amatiran yang sedang mengemban amanat secara perlahan-lahan. Untungnya lagi
murid-murid disana sangatlah periang atau bisa dibilang senang dengan
kedatangan orang asing yang mau membantu pembelajaran. Anehnya tak butuh
banyak hari tuk meluluhkan hati para santri bagi seseorang yang bisa dibilang
pendiam seperti saya ini. Jadi hampir dari mereka sudah mengenal dan tau tentang
saya meskipun timbal baliknya saya tidak terlalu tahu tentang mereka semua,
cuma modal hafal wajah merekalah yang saya andalkan.
Kalau bicara soal kesenian, di Desa Pasiraman ini sangatlah kental dengan
ketradisionalnya. Bagaimana tidak, disini masih banyak dijumpai kesenian-
kesenian tradisional seperti karawitan, tari-tarian, dan masih banyak lagi.
Teruntuk kesenian tradisional karawitan masyarakat disini sering latihan pada
malam hari yang bertempat di area balai desa. Ketika mereka memulai
memainkan alat-alat karawitan tersebut sekilas langsung membuat malam-malam
yang sepi nan sunyi menjadi lebih syahdu berisi.
Kereligiusan masyarakat di Desa Pasiraman ini bisa terlihat jelas ketika
mengikuti kegiatan yasinan dan tahlilan. Bukannya ada beda bacaan atau beda
madzhab (aliran) yang menjadi tolok ukur kereligiusannya. Tetapi menurut saya
kereligiusan masyarakat di Desa Pasiraman ini bisa terlihat dari keantusiasan
mereke buat mengikuti acara-acara tersebut. Memang benar kata orang, kalau
masyarakat desa lebih lekat hubungan antar tetangganya jika dibanding dengan
masyarakat yang ada di perkotaan.
Kurasa sudah memenuhi kriteria lengkap jikalau nantinya menetap di desa
yang berada di kawasan Blitar Selatan ini. Mungkin hanya satu masalah yang
kerap terjadi dan pasti ada imbas jikalau masalah ini muncul. mau tahu masalah
apakah gerangan?. Ya benar, air. Jadi di Desa Pasiraman yang bisa disebut
sebagai tempat bernaung idaman ini hanya tergantung dengan air. Mengapa
demikian, ya karena disini tepatnya di Desa Pasiraman mayoritas penduduk atau
masyarakatnya berkerja dibidang pertanian dan perternakan. Jadi sumber
penghasilan mereka sangat tergantung dengan air. Terlebih lagi kandungan air
yang berada di Desa Pasiraman ini sangatlah berbahaya jika dikonsumsi langsung.
Mengapa tidak, jika kandungan air disini terdapat banyak zat kapur. Dan parahnya
lagi waktu musim kemarau panjang, masyarakat di Desa Pasiraman ini hanya
memiliki sumber air (belik) yang bisa dihitung jumlahnya. Mereka berbondong-
bondong menuju sumber air (belik) yang terdekat utnuk memenuhi kebutuhan air
seperti mandi, mencuci, bahkan buat memasak juga.

Anda mungkin juga menyukai