Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

PERCOBAAN 2

PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT PADAT

REKRISTALISASI DAN TITIK LELEH

Disusun Oleh:

Nama : Wildan Khaidir Amarulloh


NPM : 10060317048
Shift/Kelompok : Shift B/5
Tanggal Percobaan Praktikum : 16 April 2019
Tanggal Pengumpulan Laporan : 23 April 2019
Nama Asisten : Humairani Rahman, S.Farm

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT A


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
BANDUNG
2019 M/1439 H
PERCOBAAN 2

PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT PADAT

REKRISTALISASI DAN TITIK LELEH

I. Tujuan Percobaan
1. Mengkalibrasi titik skala 100℃ termometer menggunakan cara panas.
2. Memurnikan senyawa asam benzoat dari pengotornya menggunakan
metode rekristalisasi dan menguji kemurniannya dengan uji titik leleh.
3. Memurnikan senyawa kamper dari pengotornya menggunakan metode
sublimasi dan menguji kemurniannya dengan uji titik leleh.

II. Prinsip Percobaan


1. Kalibrasi termometer dilakukan untuk memastikan termometer dapat
mencapai suhu titik didih larutan yang digunakan dan menguji apakah
termometer layak pakai atau tidak, dengan cara panas yaitu dengan
menggunakan uap air mendidih dan uji kestabilan kolom air raksa hingga
mencapai titik 100℃.
2. Rekristalisasi merupakan suatu metode pemurnian zat padat dari
pengotornya berdasarkan perbedaan kelarutan antara zat yang akan
dimurnikan dengan pengotornya dengan cara mengkristalkan kembali
setelah dilarutkan dalam pelarut yang sesuai.
3. Sublimasi merupakan suatu metode pemurnian zat padat dari pengotornya
berdasarkan perbedaan suhu dan tekanan uap dari fase padat menjadi fase
gas tanpa melalui fase cair.

III.Teori Dasar
III.1 Termometer
III.1.1 Definisi
Termometer adalah alat yang dapat digunakan untuk mengukur suhu.
Istilah termometer berasal dari bahasa latin thermo yang berarti panas dan meter
yang berarti untuk mengukur. Prinsip kerja dari termometer adalah memanfaatkan
perubahan fisik akibat terjadinya perubahan suhu. Termomoeter yang paling
umum digunakan adalah termometer air raksa namun ada juga termometer
alkohol.  (Giancoli, 2001).

Kalibrasi termometer adalah penetapan tanda untuk pembagian skala


termometer. Pembuatan skala pada termometer menggunakan dua titik tetap, yaitu
titik tetap atas; suhu air dan uap yang berada dalam keadaan setimbang pada
tekanan 1 atm, titik tetap bawah; suhu percampuran es dengan air dalam keadaan
setimbang dengan udara jenuh pada tekanan 1 atm. Pada skala celcius, kedua titik
ini diberi angka 0 untuk titik tetap bawah dan angka 100 untuk titik tetap atas.
(Giancoli, 2001).

III.1.2 Jenis-jenis Termometer

Jenis-jenis termometer adalah sebagai berikut: (Halliday, 1991)

1. Berdasarkan kegunaannya
a. Termometer tubuh / klinis: Digunakan untuk mengukur suhu
tubuh, skala termometer berkisar antara 35-42 oC.
b. Termometer dinding: Untuk mengukur suhu kamar atau ruang.
Skala thermometer berkisar antara -50-50 oC.
c. Termometer maksimum minimum: Untuk mengukur suhu
maksimun disiang hari dan suhu minimum pada malam hari.
d. Termometer batang: Untuk mengukur suhu benda. Skala
thermometer batang berkisar antara -10-110 oC.
2. Termometer berdasarkan zat termometriknya
a. Termometer zat padat
b. Termometer zat cair
c. Termometer gas
3. Berdasarkan cara kerjanya
a. Termometer raksa
b. Termometer kopel
c. Termometer infrared
d. Termometer galileo
e. Termometer termisator
f. Termometer bimenal mekanik
g. Termometer alcohol
h. Termometer temo
4. Termometer berdasarkan pembuatannya
a. Termometer calcius. Skalanya 0-100 oC
b. Termometer farenheit. Skalanya 32-212 o F
c. Termometer reamur . skalanya 273-373 o K
d. Termometer kelvin. Skalanya 0-80 o R
III.1.3 Zat Cair Pengisi Termometer
Untuk membuat sebuah termometer, khususnya termometer zat cair, hal
yang perlu diperhatikan adalah prinsip kerja termometer tersebut, yaitu bekerja
berdasarkan pemuaian zat cair. Untuk itu, perlu memilih zat cair yang peka
terhadap perubahan suhu, yaitu cepat memuai bila terkena panas dari benda yang
diukur suhunya. Umumnya, zat cair yang mengisi termometer adalah raksa. Raksa
mempunyai beberapa keunggulan, antara lain:
a. Cepat menyerap panas dari benda yang diukursuhunya.
b. Pemuaiannya teratur.
c. Daerah ukurannya besar karena raksa baru akan membeku pada suhu – 39℃
dan baru akan mendidih pada suhu 357℃.
d. Tidak membasahi dinding kaca
e. Warnanya mengkilap sehingga mudah dilihat.
Selain mempunyai beberapa keunggulan, raksa juga memiliki kelemahan
antara lain: Raksa tidak dapat digunakan mengukur lebih rendah dari -390℃,
padahal suhu di kutub utara dan selatan lebih rendah daripada suhu tersebut.
Raksa berharga mahal. Bila tabungnya pecah, raksa sangat berbahaya. Bila suhu
meningkat, air raksa dalam tabung yang sempit akan naik. Selain raksa, zat cair
yang juga digunakan untuk mengisi termometer adalah alkohol. Termometer
alkohol mempunyai keuntungan, antara lain: Alkohol dapat digunakan untuk
mengukur suhu yang sangat rendah, sampai -1140℃, alkohol lebih murah jika
dibandingkan dengan raksa, alkohol lebih cepat mengalami pemuaian meskipun
kenaikan suhunya kecil sehingga lebih akurat. Termometer alkohol juga memiliki
kelemahan, antara lain: Pemuaiannya tidak teratur, tidak berwarna sehingga sulit
dilihat membasahi dinding kaca, tidak bisa digunakan untuk mengukur suhu
benda yang tinggi, sebab pada suhu 780℃ alkohol sudah mendidih. Dengan
meningkatnya suhu maka volumenya naik. (Tippler, 1998).

Cara kerja termometer air raksa adalah sebagai berikut: Alat ini terdiri
dari pipa kapiler yang menggunakan material kaca dengan kandungan air raksa di
ujung bawah. Untuk tujuan pengukuran, pipa ini dibuat hampa udara. Jika
temperatur meningkat, merkuri akan mengembang naik ke arah atas pipa dan
memberikan petunjuk suhu disekitar alat ukur sesuai dengan skala yang telah
ditentukan. Adapun cara kerja secara umum adalah sebagai berikut: Perubahan
suhu lingkungan disekitar termometer direspon air raksa dengan perubahan
volume. Volume merkuri akan mengembang jika suhu meningkat dan akan
menyusut jika suhu menurun. Skala pada termometer akan menunjukkan nilai
suhu sesuai keadaan lingkungan. (Halliday, 1991).

III.2 Rekristalisasi
Kristalisasi adalah proses pembentukan kristal padat dari suatu larutan
induk yang homogen. Kristal itu sendiri merupakan susunan atom yang beraturan
dan berulang, yang bentuknya dapat berupa kubik, tetragonal, orthorombik,
heksagonal, monoklin, triklin dan trigonal. Syarat utama terbentuknya kristal dari
suatu larutan adalah larutan induk harus dibuat dalam kondisi lewat jenuh
(supersaturated). Yang dimaksud dengan kondisi lewat jenuh adalah kondisi
dimana pelarut (solven) mengandung zat terlarut (solute) melebihi kemampuan
pelarut tersebut untuk melarutkan solut pada suhu tetap. Rekristalisasi adalah
pemurnian suatu zat padat dari campuran atau pengotornya dengan
cara mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut yang
cocok. Zat padat umumnya mempunyai titik lebur yang tajam (rentang suhunya
kecil). Prinsip rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara zat yang akan
dimurnikan dengan kelarutan zat pencampur atau pencemarnya. Larutan yang
terjadi dipisahkan satu sama lain, kemudian larutan zat yang diinginkan
dikristalkan dengan cara menjenuhkannya. (Arsyad, 2001).
Berdasarkan pelarut yang digunakan metode rekristalisasi terbagi menjadi
dua yaitu rekristalisasi dengan pelarut tunggal dan rekristalisasi dengan multi
pelarut. Sedangkan berdasarkan tekniknya, metode rekristalisasi dibagi menjadi
tiga yaitu rekristalisasi dengan penyaringan panas, rekristalisasi dengan nukleasi
spontan dan rekristalisasi menggunakan seeding dari filtrat. Meski sedikit masih
dimungkinkan senyawa pengotor terikut dalam Kristal. Pelakasanaan proses
pemurnian ini yang berulang-ulang akan mengakibatkan hilangnya sejumlah
Kristal karena terbatasnya kelarutan senyawa yang akan dimurnikan. Pada
dasarnya peristiwa rekristalisasi berhubungan dengan reaksi pengendapan.
Endapan merupakan zat yang memisah dari satu fase padat keluar ke dalam
larutannya. Endapan terbentuk jika larutan bersifat terlalu jenuh dengan zat yang
bersangkutan (Pinalia, 2011).
Pengotor yang ada pada kristal terdiri dari dua katagori, yaitu pengotor yan
g ada pada permukaan kristal dan pengotor yang ada di dalam kristal. Pengotor ya
ng ada pada permukaan Kristal berasal dari larutan induk yang terbawa pada
permukaan kristal pada saat proses pemisahan padatan dari larutan induknya
(retentionliquid). Pengotor pada permukaan kristalini dapat dipisahkan hanya
dengan pencucian. Cairan yang digunakan untuk mencuci harus mempunyai sifat
dapat melarutkan pengotor tetapi tidak melarutkan padatan kristal. Salah satu
cairan yang memenuhi sifat diatas adalah larutan jenuh dari bahan kristal yang
akan dicuci, namun dapa juga dipakai pelarut pada umumnya yang memenuhi
krteria tersebut. Adapun pengotor yang berada di dalam kristal tidak dapat
dihilangkan dengan cara pencucian. Salah satu cara untuk menghilangkan
pengotor yang ada di dalam kristal adalah dengan jalan rekristalisasi, yaitu dengan
melarutkan kristal tersebut kemudian mengkristalkannya kembali. Salah satu
kelebihan proses kristalisasi dibandingkan dengan proses pemisahan yang lain
adalah bahwa pengotorhanya bisa terbawa dalam kristal jika terorientasi secara
bagus dalam kisi Kristal (Puguh, 2003).
Proses kristalisasi adalah kebalikan dari proses pelarutan. Mula-mula
molekul zat terlarut membentuk agrerat dengan molekul pelarut, lalu terjadi kisi-
kisi diantara molekul zat terlarut yang terus tumbuh membentuk kristal yang lebih
besar diantara molekul pelarutnya, sambil melepaskan sejumlah energi.
Kristalisasi dari zat akan menghasilkan kristal yang identik dan teratur bentuknya
sesuai dengan sifat kristal senyawanya. Dan pembentukan kristal ini akan
mencapai optimum bila berada dalam kesetimbangan. Untuk merekristalisasi
suatu senyawa kita harus memilih pelarut yang cocok dengan senyawa tersebut.
Setelah senyawa tersebut dilarutkan kedalam pelarut yang sesuai kemudian
dipanaskan sampai semua senyawanya larut sempurna. Pemanasan dilakukan
apabila senyawa tersebut belum atau tidak larut sempurna pada keadaan suhu
kamar. Salah satu faktor penentu keberhasilan proses kristalisasi dan rekristalisasi
adalah pemilihan zat pelarut. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
memilih pelarut yang sesuai adalah sebagai berikut: (Pinalia, 2011).
1. Pelarut tidak hanya bereaksi dengan zat yang akan dilarutkan.
2. Pelarut hanya dapat melarutkan zat yang akan dimurnikan dan tidak
melarutkan zat pencemarnya.
3. Titik didh pelarut harus rendah, hal ini akan mempermudah pengeringan
kristal yang terbentuk.
4. Titik didih harus lebih rendah dari titik leleh zat yang akan dimurnikan agar
zat tersebut tidak terurai.
Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan, tergantung pada dua
faktor penting yaitu laju pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan
kristal. Jika laju pembentukan inti tinggi, banyak sekali kristal akan terbentuk,
tetapi tak satupun dari ini akan tumbuh menjadi terlalu besar, jadi terbentuk
endapan yang terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju pembentukan inti tergantung
pada derajat lewat jenuh dari larutan. Makin tinggi derajat lewat jenuh, makin
besarlah kemungkinan untuk membentuk inti baru, jadi makin besarlah laju
pembentukan inti. Laju pertumbuhan kristal merupakan faktor lain yang
mempengaruhi ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan berlangsung.
Jika laju ini tinggi, kristal-kristal yang besar akan terbentuk yang dipengaruhi oleh
derajat lewat jenuh. Kristal dapat digolongkan berdasarkan sifat ikatan antara
atom-atom, ion-ion atau molekul-molekul yang menyusunnya. (Svehla, 1979).
Tahap – Tahap rekristalisasi adalah: (Syukri, 1999).
1. Pelarut : melarutkan zat pengotor pada Kristal.
2. Penyaringan : memisahkan zat pengotor dari larutan Kristal yang murni.
3. Pemanasan : menguapkan dan menghilangkan pelarut dari Kristal.
4. Pendinginan : mengkristalkan kembali Kristal yang lebih murni.
III.3 Sublimasi

Sublimasi merupakan cara yang


digunakan untuk pemurnian senyawa–senyawa organik yang berbentuk padatan.
Penggunaan teknik ini terbatas, karena hanya sedikit zat yang dapat mengalami
sublimasi, diantaranya adalah kapur barus, amonium klorida, dan iodium.
Pemanasan yang dilakukan tehadap senyawa organik akan menyebabkan
terjadinya perubahan sebagai berikut: apabila zat tersebut pada suhu kamar berada
dalam keadaan padat, pada tekanan tertentu zat tersebut akan meleleh kemudian
mendidih. Disini terjadi perubahan fase dari padat ke cair lalu ke fase gas. Apabila
zat tersebut pada suhu kamar berada dalam keadaan cair, pada tekanan dan
temperatur tertentu (pada titik didihnya) akan berubah menjadi fase gas. Apabila
zat tersebut pada suhu kamar berada dalam keadaan padat, pada tekanan dan
temperatur tertentu akan langsung berubah menjadi fase gas tanpa melalui fase
cair terlebih dahulu. Zat padat sebagai hasil reaksi biasanya bercampur dengan zat
padat lain. Oleh karena itu, untuk mendapatkan zat-zat padat yang kita inginkan
perlu dimurnikan terlebih dahulu. Prinsip proses ini adalah perbedaan kelarutan
zat pengotornya.  (Underwood, 2002).
Cara kerja sublimasi adalah zat yang akan disublimasi dimasukkan dalam
cawan/gelas piala untuk keperluar sublimasi, ditutup dengan cawan, berisi es batu,
kemudian di panaskan dengan api kecil pelan-pelan. Zat padat akan menyublim
berubah menjadi uap, sedangkan zat penyampur tetap padat. Uap yang terbentuk
karena adanya proses pendinginan berubah lagi menjadi padat yang menempel
pada dinding alat pendingin. Bila sudah tidak ada lagi zat yang menyublim,
dihentikan proses pemanasan dan di biarkan dingin supaya uap yang terbentuk
menyublim semua kemudian zat yang terbentuk dikumpulkan diperiksa
kemurniannya. Bila kurang murni diulang proses sublimasi sampai didapatkan zat
yang murni (Syukri, 1999).
Kapur barus adalah padatan lilin putih atau transparan dengan bau yang
kuat aromatik, dengan bahan kimia itu diklasifikasikan sebagai terpenoid. Kapur
barus diproduksi dari minyak terpentin, bisa digunakan untuk aroma sebagai
bahan memasak (terutama di India), sebagai cairan pembalseman untuk tujuan
pengobatan. (Soemanto, 1998).
III.4 Uji Titik Leleh
Titik leleh suatu zat adalah temperatur pada fase padat dan cair ada dalam
kesetimbangan. Jika kesetimbangan semacam ini diganggu dengan menambahkan
atau menarik energi panas, sistem akan berubah bentuk lebih banyak zat cair atau
lebih banyak zat padat. Namun temperatur akan tetap pada titik leleh selama fase
itu masih ada perubahan dari cair menjadi padat disebut pembekuan dan proses
kebalikannya disebut pelelehan atau peleburan. Titik leleh suatu padatan sama
dengan titik beku suatu cairan. (Chang, 2004).
Dewasa ini telah banyak alat penguji titik leleh yang berkembang dari
mulai yang sederhana sampai yang paling modern. diantaranya adalah: (Kosman,
2005).
1. Labu kjeldahl, labu yang berisi cairan tangas bersuhu didih tinggi kemudian
dipanaskan diatas pembakar bunsen sambil di aduk-aduk.

2. Alat thiele, memilki prinsip yang sama dengan labu


kjeldahl, namun pemanasan dilakukan di atas
penangas listrik. sehingga tidak diperlukan pengadukan.

3. Melting block, prinsip utama dari alat ini adalah


menggunakan proses konduksi dari logam untuk penghantaran panas. Pada
alat ini terdapat dua lubang di bagian atas yang digunakan untuk menaruh pipa
kapiler dan termometer, sementar dua lubang disamping digunakan untuk
mengamati keadaan padatan yang akan berubah menjadi cairan.

4. Elektrothermal, merupakan alat yang


lebih modern karena pengamatan sangat mudah dilakukan. ketika mulai dan
berakhirnya semua padatan mencair maka akan terdengar bunyi alarm.
sehingga suhunya dapat di atur, dan pengamatan dilakukan dengan
menggunakan kaca pembesar untuk lebih meyakinkan bahwa semua padatan
telah menjadi cair.
Rentang temperatur yang tidak begitu jauh menunjukkan kemurnian
padatan tersebut. Titik leleh biasanya dalam bentuk range titik leleh. Sampel
senyawa murni biasanya hanya terdiri atas satu bentuk kristal dan meleleh pada
temperature dengan range kurang dari 1℃. Besar daerah titik leleh atau range
lebih dari 1℃ menunjukan adanya pengotor.Jika zat padat yang diamati tidak
murni, maka akan terjadi penyimpangan dari titik leleh senyawa murninya.
Penyimpangan itu berupa penurunan titik leleh dan perluasan range titik leleh.
Dalam menentukan titik leleh suatu zat, adapun faktor-faktor yang memengaruhi
cepat atau lambatnya zat tersebut meleleh adalah: (Kosman, 2005).
1. Ukuran kristal, semakin besar ukuran partikel yang digunakan, maka
semakin sulit terjadinya pelelehan.
2. Banyaknya sampel. Semakin sedikit sampel yang digunakan maka
semakin cepat proses pelelehannya, begitu pula sebaliknya.
3. Pengemasan dalam pipa kapiler.
4. Pemanasan dalam suatu pemanas harus menggunakan bara api atau
panas yang bertahan. 
5. Adanya senyawa lain yang dapat mempengaruhi range titik leleh.
Senyawa-senyawa yang mempunyai berat molekul yang sama, maka
senyawa yang lebih polar dan yang mempunyai struktur molekul yang lebih
senetris yang mempunyai titik leleh lebih tinggi. Jadi titik leleh suatu zat sangat
tergantung dari struktur molekul yang merupakan salah satu dimensi fisis dari
suatu zat. Titik leleh suatu zat padat tidak mengalami perubahan yang berarti
dengan adanya perubahan tekanan. Pada umumnya titik leleh senyawa organik
mudah diamati sebab temperatur dimana pelelehan mulai terjadi hampir sama
dengan temperatur dimana zat telah meleleh semuanya. Titik leleh dari gas mulia
ditentukan oleh besarnya nomor atom. Semakin besar maka titik lelehnya makin
tinggi. Itu berarti ikatan Van Der Waals sangat lemah. (Chang, 2004).
III.5 Senyawa Kimia
III.5.1 Asam Benzoat

Asam benzoat berbentuk padat dengan berat


molekul 122,12 g/mol. Memiliki titik didih 249,2℃ dan titik lebur 122,4℃.
Sangat sedikit larut dalam air dingin. Memiliki rumus kimia C 6 H 5 COOH .
Senyawa ini mudah terbakar pada suhu tinggi. Jauhkan dari panas dan sumber api.
Simpan dalam wadah tertutup rapat dan simpan wadah di tempat yang sejuk dan
berventilasi baik. Dalam identifikasi bahaya asam benzoat memiliki potensi efek
kesahatan akut yaitu berbahaya dalam kasus kontak kulit (iritan), kontak mata
(iritan), menelan, inhalasi dan sedikit berbahaya dalam kasus kontak kulit
(permeator). Sedangkan untuk potensi efek kesehatan kronis asam benzoat adalah
racun bagi paru-paru, sistem saraf, membran mukosa. Jika berulang atau
berkepanjangan dapat menyebabkan kerusakan organ. (Soemanto, 1998).
Dalam hal tindakan pertolongan pertama, bila kontak dengan mata
segera lepaskan kontak lensa. Segera siram mata dengan banyak air selama
minimal 15 menit, lebih baik menggunakan air hangat. Cari pertolongan medis.
Apabila kontak dengan kulit, segera siram kulit dengan banyak air dan tutupi kulit
yang teritasi dengan emolien. Lepaskan pakaian dan sepatu yang terkontaminasi
dan cuci terlebih dahulu sebelum dipakai kembali. Cari pertolongan medis. Jika
kontak serius, kulit dicuci dengan sabun desinfektan dan tutupi kulit
terkontaminasi dengan krim anti-bakteri. Cari pertolongan medis segera. Jika
terhirup, pindah ke udara segar. Jika tida bernapas berikan nafas buatan, jika sulit
bernafas berikan oksigen dan cari pertolongan medis. Jika tertelan, jangan
merangsang muntah kecuali dianjurkan tenaga medis. Jangan memberi apapun
melalui mulut kepada orang yang tidak sadar. Jika bahan tertelan dalam jumlah
banyak segera hubungi dokter. Kendurkan pakaian ketat. Bila terjadi kebakaran
kecil, gunakan bubuk kimia kering dan bila terjadi kebakaran besar gunakan
semprotan air, kabut atau busa. (Soemanto, 1998).
III.5.2 Karbon (Arang Aktif) atau Norit
Sifat fisika dan kimia dari arang yaitu berbentuk padat, tidak berbau,
berwarna hitam dengan berat molekul 12,01 g/mol, titik lebur 3500℃. Tidak larut
dalam air dingin dan air panas, reaktif dengan oksidator, logam dan asam.
memiliki rumus kimia C, dan bersifat mudah terbakar. Jauhkan dari panas dan
sumber api. Inkompatibel dengan pengoksidasi, logam dan asam. Dalam
identifikasi bahaya potensi efek kesehatan akut sedikit berbahaya dalam kasus
kontak kulit (iritan), kontak mata (iritan), menelan dan inhalasi. Sedangkan
potensi efek kesehatan kronis karbon beracun untuk membran mukosa, paru-paru.
Jika berulang atau berkepanjangan dapat menyebabkan kerusakan organ.
(Soemanto, 1998).
Dalam hal tindakan pertolongan pertama, apabila kontak dengan mata
segera lepaskan kontak lensa. Segera siram mata dengan banyak air selama
minimal 15 menit. Dapatkan bantuan medis jika terjadi iritasi. Jika terkena kulit,
cuci dengan sabun dan air. Tutupi kulit yang teriritasi dengan emolien. Dapatkan
tindakan medis bila iritasi berkelanjutan. Jika terhirup pindah ke udara segar. Jika
tidak bernapas berikan pernapasan buatan. Jika sulit bernapas berikan oksigen.
Dalam hal inhalasi serius, evakuasi korban ke daerah yang aman secepatnya dan
kendurkan pakaian ketat. Jika tertelan, jangan merangsang muntah kecuali
disarankan tenaga medis. Jangan memberikan apapun melalui mulut kepada orang
tidak sadar. Bila terjadi kebakaran kecil gunakan bubuk kimia kering dan bila
terjadi kebakaran besar gunakan semprotan air atau kabut. (Soemanto, 1998).
III.5.3 Kamper
Senyawa kamper berbentuk padat dengan berat molekul 152,24 g/mol.
Memiliki titik didih 207,2℃ dan titik lebur 180℃. memiliki rumus kimia
C10H16O. Mudah larut dalam methanol, dietil eter dan aseton Bersifat mudah
terbakar, jauhkan dari panas dan sumber api. Disimpan dalam lemari
penyimpanan aman dan terpisah. Dalam hal identifikasi bahaya potensi efek
kesehatan akut, sangat berbahaya jika tertelan, berbahaya bila kontak dengan kulit
(iritan), inhalasi, kontak mata (iritan). Potensi efek kesehatan kronis adalah racun
bagi paru-paru, selaput lendir. Jika berulang dapat merusak organ. (Soemanto,
1998).
Dalam hal tindakan pertolongan pertama, jika kontak dengan mata
segera lepaskan kontak lensa dan segera basuh mata dengan air mengalir selama
minimal 15 menit dengan kelopak mata tetap terbuka. Dapat menggunakan air
dingin dan jangan gunakan salep mata. Jika kontak dengan kulit, segera cuci
dengan banyak air dan sabun non-abrasif. Tutupi kulit teriritasi dengan emolien.
Jika serius, cuci dengan sabun desinfektan dan tutupi dengan krim anti-bakteri.
Jika terhirup, biarkan korban beristirahat di area yang berventilasi. Jika serius,
evakuasi korban ke tempat aman secepatnya, kendurkan pakaian ketat. Jika sulit
bernapas berikan oksigen. Jika tertelan, jangan memaksakan muntah dan periksa
bibir dan mulut untuk memeriksa jaringan yang rusak. Bila terjadi kebakaran
kecil, padamkan dengan bubuk kimia kering dan jika besar padamkan dengan
semprotan air atau kabut. (Soemanto, 1998).

IV. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah cawan porselen, corong kaca,
corong buchner yang dilengkapi peralatan isap (suction), gelas kimia berukuran
100 ml, 250 ml dan 500 ml, kaca arloji, kaca pengaduk, kaki tiga, kasa asbes,
kertas perkamen, kertas saring, klem dan statif, labu erlenmeyer, lap basah,
melting block, pembakar bunsen, penangas air, penjepit kayu, pipa kapiler, spatel,
tabung reaksi, termometer, dan timbangan.
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah air, asam benzoat, aquades,
batu didih, karbon (charcoal) atau norit, potongan es dan serbuk kamper.

V. Prosedur Kerja
V.1Kalibrasi Termometer
Mengkalibrasi titik skala 100℃ termometer dilakukan sebagai berikut:
kedalam tabung reaksi diisikan aquades kira-kira sampai setengah tabung
terisi lalu dimasukkan satu buah batu didih. Tabung dijepit dengan
penjepit kayu agar tegak lurus dan dilakukan pemanasan sampai mendidih
dengan posisi memiringkan tabung. Termometer diposisikan pada uap
diatas permukaan air yang mendidih tersebut sampai kolom air raksa
mencapai suhu 100℃.
V.2Kristalisasi Asam Benzoat dalam Air
Alat dan bahan disiapkan. Sebanyak 2 gram asam benzoat ditimbang dan
dimasukkan kedalam gelas kimia sambil diaduk air dalam keadaan panas
sampai asam benzoat tepat larut. Setelah semua senyawa larut,
ditambahkan sedikit berlebih pelarut panas. Campuran ini dididihkan
diatas kasa asbes dengan menggunakan pembakar bunsen. Kepada
campuran panas tersebut dengan hati-hati dan sambil diaduk ditambahkan
sedikit demi sedikit 0,5 gram karbon (charcoal) atau norit untuk
menghilangkan warna lalu dididihkan. Disiapkan corong kaca, kertas
saring dan gelas kimia untuk menampung filrat panas. Dalam keadaan
panas, larutan dituangkan kedalam corong secepat mungkin agar tidak
sampai dingin. Filtrat dibiarkan dingin dengan penurunan suhu secara
perlahan diudara terbuka sambil gelas kimia direndam dengan air es (tanpa
diganggu). Saat semua kristal sudah terbentuk dan terpisah, disaring
dengan corong buchner yang telah dipasang kertas saring dan dilengkapi
dengan peralatan isap.

Kristal dalam corong buchner dicuci sambil ditekan sampai sekering


mungkin. Tebarkan kristal keatas kertas saring yang sebelumnya sudah
ditimbang dahulu dalam keadaan kosong. Lalu kertas saring yang sudah
diletakkan kristal ditimbang kembali sehingga didapatkan bobot kristal.
Kristal yang berada dikertas saring dimasukkan kedalam kapiler sampai
kira-kira 0,5 cm dan ditentukan titik lelehnya menggunakan alat melting
block. Suhu pada saat kristal mulai menguap sampai mencair seluruhnya
dicatat dan dihitung rendemennya.
V.3Sublimasi
Alat dan bahan disiapkan. Sebanyak 1 gram serbuk kamper ditimbang dan
ditempatkan dalam cawan porselen lalu cawan ditutup dengan kaca arloji.
Diletakkan potongan es dibagian atas kaca arloji sambil dijaga agar air
tidak mengganggu sublimasi. Cawan diletakkan diatas kasa asbes pada
kaki tiga dan dilakukan pemanasan langsung dengan pembakar bunsen
hingga serbuk kamper habis seluruhnya. Kristal yang menempel dikaca
dikumpulkan dan diletakkan dikertas saring yang sebelumnya sudah
ditimbang dahulu dalam keadaan kosong. Lalu kertas saring yang sudah
diletakkan kristal ditimbang kembali sehingga didapatkan bobot kristal.
Kristal dimasukkan kedalam kapiler sampai kira-kira 0,5 cm ditentukan
titik lelehnya dengan menggunakan alat melting block. Suhu pada saat
kristal mulai menguap sampai mencair seluruhnya dicatat dan dihitung
rendemennya.

VI. Hasil Pengamatan dan Perhitungan


VI.1 Hasil Pengamatan
VI.1.1 Kalibrasi Termometer
Suhu termometer setelah dikalibrasi dengan cara panas menunjukkan 98
℃.
VI.1.2 Kristalisasi Asam Benzoat dalam Air
Penimbangan asam benzoat sebanyak 2 gram, bobot kertas saring
kosong yang digunakan setelah ditimbang adalah 0,51 gram. Setelah filtrat
didinginkan didapatkan kristal kemudian ditimbang menggunakan ketas saring
mendapatkan hasil sebesar 1,98 gram.
Pada uji titik leleh saat kristal mulai meleleh pada suhu 102℃ dan saat
kristal sudah mencair seluruhnya pada suhu 110℃.
VI.1.3 Sublimasi
Penimbangan kamper sebanyak 1 gram, bobot kertas saring kosong yang
digunakan setelah ditimbang adalah 0,85 gram. Setelah filtrat didinginkan
didapatkan kristal kemudian ditimbang menggunakan ketas saring mendapatkan
hasil sebesar 1,26 gram.
Pada uji titik leleh saat kristal mulai meleleh pada suhu 58℃ dan saat
kristal sudah mencair seluruhnya pada suhu 68℃.
VI.2 Perhitungan
VI.2.1 Kristalisasi Asam Benzoat dalam Air
1. Bobot kristal asam benzoat
= (bobot kertas saring + kristal) – bobot kertas saring
= 1,98 gram – 0,51 gram
= 1,47 gram
Bobot kristal
2. Rendemen = x 100%
Penimbangan senyawa asam benzoat
1,47 gram
= x 100%
2 gram
= 73,5 %
3. Rentang trayek termometer hasil uji titik leleh
= Suhu saat kristal sudah mencair seluruhnya - suhu saat kristal
mulai menguap
= 110℃- 102℃
= 8℃
VI.2.2 Sublimasi
1. Bobot kristal kamper
= (bobot kertas saring + kristal) – bobot kertas saring
= 1,26 gram – 0,85 gram
= 0,41 gram
Bobot kristal
2. Rendemen = x 100%
Penimbangan senyawa asam benzoat
0,41 gram
= x 100%
1 gram
= 41%
3. Rentang trayek termometer hasil uji titik leleh
= Suhu saat kristal sudah mencair seluruhnya - suhu saat kristal
mulai menguap
= 68℃ - 58℃
= 10℃

VII. Pembahasan
Praktikum kali ini terdiri dari tiga percobaan yaitu kalibrasi titik skala 100℃
termometer, pemurnian senyawa asam benzoat dari pengotornya menggunakan
metode rekristalisasi dan pemurnian senyawa kamper dari pengotornya
menggunakan metode sublimasi. Serta untuk pengamatan lebih lanjut terhadap
kemurnian kedua senyawa dilakukan uji titik leleh.
Pada kristalisasi, suatu senyawa dan pengotornya akan terpisah akibat
penambahan pelarut (solvent) yang dipengaruhi oleh perbedaan kelarutan antara
senyawa yang dimurnikan dengan pengotornya. Pada sublimasi, senyawa kimia
dimurnikan dengan cara dipanaskan sehingga berubah dari fase padat menjadi
fase gas tanpa melalui fase cair. Pembahasan lebih lanjut mengenai metode
sublimasi, rekristalisasi dan kalibrasi tercantum dalam sub bab berikut ini:
VII.1 Kalibrasi Temometer
Suatu alat ukur yang akan digunakan untuk percobaan harus dilakukan
kalibrasi, termasuk alat ukur termometer pada percobaan kali ini. Kalibrasi
termometer dilakukan dengan cara panas, prinsipnya yaitu dengan menggunakan
uap air mendidih dan diuji kestabilan kolom air raksa hingga mencapai titik 100
℃. Kalibrasi dilakukan untuk memastikan termometer bisa mencapai suhu titik
didih larutan yang digunakan dan kalibrasi sangat dibutuhkan untuk
meminimalisir kesalahan pengukuran. Pada percobaan ini, kedalam tabung reaksi
yang sudah berisi aquadest ditambahkan batu didih. Hal ini bertujuan agar larutan
yang dipanaskan tidak menjadi superheated pada bagian tertentu, dan mencegah
letupan/ledakan (bumping). Tabung tersebut dibuat tegak lurus dan dipanaskan
sehingga termometer dapat diposisikan pada uap diatas permukaan air yang
mendidih tersebut dan diamati sampai skala termometer stabil di suhu 100℃.
Hasil yang didapat dari kalibrasi ini menunjukkan skala termometer 98℃ artinya
termometer tersebut layak pakai.
VII.2 Rekristalisasi Asam Benzoat
Pada prinsipnya rekristalisasi adalah proses pembentukan kembali kristal
dari padatan yang dilarutkan. Proses kristalisasi didasarkan pada perbedaan
kelarutan antara zat yang akan dimurnikan dengan pengotornya. Sehingga pelarut
yang digunakan dalam proses kristalisasi harus memenuhi syarat-syarat tertentu.
Syarat pelarut yang dapat digunakan dalam proses kristalisasi diantaranya pelarut
tidak boleh bereaksi dengan zat padat yang akan direkristalisasi, titik didih pelarut
tidak melebihi titik leleh zat padat yang akan direkristalisasi, pelarut harus cukup
volatil (mudah menguap) sehingga mudah untuk dihilangkan setelah zat padat
yang diinginkan terlah terkristalisasi. Zat padat yang akan direkristalisasi harus
mempunyai kelarutan terbatas (sebagian) atau relatif tidak larut dalam pelarutnya
pada suhu kamar atau suhu kristalisasi, namun mempunyai kelarutan yang tinggi
(larut baik) dalam suhu didih pelarutnya. Zat pengotor yang tidak diinginkan
harus sangat larut dalam pelarut pada suhu kamar atau tidak larut dalam pelarut
panas. Perolehan kristal dari larutan dapat dilakukan dengan pemanasan yang
didasari pada perbedaan titik didih dimana zat lain (pengotor) akan menguap
terlebih dahulu dan zat yang akan dikristalkan akan mengendap.
Saat dilakukan percobaan, asam benzoat diaduk dengan air dalam keadaan
panas sampai tepat larut. Hal ini dikarenakan senyawa asam benzoat pada suhu
ruangan berbentuk kristal dan akan larut sempurna dalam pelarut air. Semakin
tinggi suhu yang digunakan akan semakin baik karena kenaikan suhu akan
meningkatkan kelarutan senyawa. Maka fungsi pemanasan kali ini adalah agar
asam benzoat dapat cepat larut dalam pelarutnya karena asam benzoat sukar larut
dalam suhu kamar. Arang aktif atau norit yang digunakan dalam rekristalisasi
asam benzoat bertujuan agar zat kotor pada asam benzoat dapat terserap. Fungsi
norit sebagai adsorben membuat proses pemurnian asam benzoat lebih baik
karena norit memiliki daya serap tinggi. Larutan yang berisi asam benzoat yang
telah larut dan arang aktif harus dituangkan ke corong penyaring dalam keadaan
panas. Hal ini dilakukan agar asam benzoat tidak mengkristal di kertas saring
sehingga rendemen yang didapat tidak berkurang. Lalu filtrat dibiarkan dingin
yang bertujuan agar terbentuk kristal dari asam benzoat.
Ketika seluruh kristal sudah terbentuk dan terpisah, kristal disaring dengan
corong buchner yang dilengkapi dengan pealatan isap (suction). Penyaring
Buchner memiliki kemampuan lebih handal dalam proses penyaringan
dikarenakan oleh daya dukung dari proses suction (pengisapan) berupa aspirator.
Aspirator inilah yang membuat ruangan vakum dan memisahkan kristal dengan
air. Sehingga terbentuklah kristal yang sangat kering. Berbeda dengan penyaring
biasa yang hanya memanfaatkan gaya berat dari pelarut karena gravitasi.
Massa kristal (murni) yang dihasilkan dari rekristalisasi sejumlah 1,47
gram, menunjukkan seberapa banyak zat yang diperoleh kembali dalam bentuk
murni (tanpa pengotor). Dari data tersebut dapat dihitung rendemennya dengan
cara membagi massa kristal murni yang diperoleh dengan penimbangan senyawa
asam benzoat dikalikan 100%, rendemen yang didapat dari kristal asam benzoat
ini sebesar 73,5%. Seharusnya, rendemen yang baik adalah 100%. Hasil yang
didapat masih kurang dari 100% dikarenakan masih adanya zat pengotor dan
pelarut yang terdapat dalam kristal atau adanya faktor-faktor kesalahan yang
dilakukan oleh praktikan, seperti pada saat mengumpulkan kristal diatas kertas
saring tidak seluruhnya terkumpul, atau ketidaktelitian dalam menimbang kertas
saring dan kristal.
VII.3 Sublimasi Senyawa Kamper
Prinsip sublimasi adalah membuat zat padat yang ingin dimurnikan
dipanaskan yang kemudian menguap dan menjadi padat kembali karena proses
pendinginan. Pada percobaan kali ini dilakukan pemurnian senyawa kamper dari
pengotornya dengan metode sublimasi. Pemurnian kamper dengan menggunakan
proses sublimasi dikarenakan sifatnya yang mudah menyublim dan merupakan
padatan kristal yang tak bewarna. Reaksi dari kamper berlangsung dengan sangat
cepat. Hal ini disebabkan zat padat dalam proses sublimasi mengalami proses
perubahan langsung menjadi gas tanpa melalui fase cair, kemudian terkondensasi
menjadi padatan atau kristal kembali. Sehingga dalam proses sublimasi, kamper
tidak berubah menjadi senyawa lain, hanya berubah bentuk  (fase) dari padat ke
gas. Pada proses sublimasi kamper, cawan porselen yang sudah diisi dengan
senyawa kamper kotor diatasnya ditutup dengan kaca arloji yang diatasnya
diletakkan es batu yang fungsinya sebagai penyerap kalor dalam gas kamper agar
mengalami rekristalisasi. Lalu, dilakukan pemanasan sehingga terbentuk kristal-
kristal disekitar cawan porselen dan menempel pada kaca arloji.
Massa kristal (murni) yang dihasilkan dari rekristalisasi sejumlah 0,41
gram, menunjukkan seberapa banyak zat yang diperoleh kembali dalam bentuk
murni (tanpa pengotor). Dari data tersebut dapat dihitung rendemennya dengan
cara membagi massa kristal murni yang diperoleh dengan penimbangan senyawa
kamper dikalikan 100%, rendemen yang didapat dari kristal kamper ini sebesar
41%. Seharusnya, rendemen yang baik adalah 100%. Hasil yang didapat masih
kurang dari 100% bisa dikarenakan masih ada zat pengotor dan pelarut yang
terdapat dalam kristal, atau ada sebagian uap yang keluar pada celah arloji dengan
cawan porselen sehingga ada sebagian massa yang hilang. % rendemen juga
dipengaruhi oleh massa pengotor yang masih tertinggal pada kristal atau karena
faktor-faktor kesalahan yang dilakukan oleh praktikan, seperti pada saat
mengumpulkan kristal diatas kertas saring tidak seluruhnya terkumpul, atau
ketidaktelitian dalam menimbang kertas saring dan kristal.
VII.4 Uji Titik Leleh
Pada percobaan kali ini dilakukan pengujian titik leleh, yang berfungsi
untuk menguji proses pemurnian yang dilakukan sudah berhasil atau belum. Suatu
senyawa murni biasanya memiliki titik leleh yang tajam, yaitu trayek titik
lelehnya sempit. Adanya zat pengotor dalam sampel memiliki dua pengaruh
terhadap pengukuran titik leleh, yaitu membuat suhu titik leleh lebih rendah dan
melebarnya trayek titik leleh. Prinsip dasar dari penentuan titik leleh suatu
senyawa murni ditentukan dari pengamatan trayek lelehnya, dimulai saat
terjadinya pelelehan sedikit, transisi padat-cair, sampai seluruh kristal mencair.
Titik leleh (sebenarnya trayek titik leleh) adalah suhu yang teramati ketika zat
padat mulai meleleh sampai semua partikel berubah menjadi cair. Ketika suatu zat
dipanaskan, maka zat padat akan meleleh dan akan berubah fasa menjadi cair.
Satu zat padat mempunyai molekul-molekul dalam bentuk kisi yang teratur, dan
diikat oleh gaya-gaya gravitasi dan elektrostatik. Bila zat dipanaskan, energi
kinetik dari molekul-molekul tersebut akan naik. Hal ini mengakibatkan molekul
bergetar yang akhirnya pada suhu tertentu ikatan-ikatan molekul tersebut akan
terlepas, maka zat padat akan meleleh.
Pada penentuan titik leleh menggunakan melting point, zat yang akan
ditentukan titik lelehnya harus memiliki ukuran serbuk yang kecil, hal ini
dikarenakan untuk menentukan titik leleh harus menggunakan pipa kapiler dan
diameter pipa kapiler ini sangat kecil. Setelah zat yang akan ditentukan titik
lelehnya sudah masuk kedalam pipa kapiler, pipa kapiler tersebut dimasukkan
kedalam alat melting point. Suhu mulainya untuk menentukan titik leleh suatu zat
adalah suhu yang rendah terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan untuk
memudahkan pengamatan karena kita belum mengetahui titik leleh suatu zat yang
akan ditentukan titik lelehnya tersebut. Jika menggunakan suhu awal yang terlalu
tinggi terdapat kemungkinan bahwa sampel akan langsung meleleh dan kita
menganggap suhu awal tersebut adalah titik didih dari senyawanya. Hal ini
tentulah tidak benar. Pada penentuan titik leleh dari suatu sampel, dilihat dari
pertama kali sampel tersebut mencair berada pada suhu berapa, bukan pada saat
seluruh sampel telah mencair.
Menurut literatur, titik leleh dari senyawa asam benzoat adalah 122,4℃
sedangkan pada percobaan ini asam benzoat mulai menguap pada suhu 102℃
artinya terjadi penurunan titik leleh. Dan untuk senyawa kamper, menurut literatur
titik lelehnya adalah 180℃ sedangkan pada percobaan ini senyawa kamper mulai
menguap pada suhu 58℃artinya terjadi penurunan titik leleh yang cukup jauh.
Pada kedua senyawa diatas, dalam percobaan ini keduanya sama-sama mengalami
penurunan titik leleh, hal ini dapat disebabkan karna pelarut yang digunakan tidak
murni, adanya zat asing didalam suatu kisi akan mengganggu struktur kristal
keseluruhannya dan akan memperlemah ikatan-ikatan didalamnya, atau kesalahan
praktikan dalam melakukan percobaan yang kurang teliti, misalnya dalam
pembacaan skala termometer atau saat dilakukan uji titik leleh kristal belum
mencair seluruhnya. Kemurnian zat juga dapat dilihat dari rentang trayek suhu
lelehnya. Makin murni senyawa tersebut trayeknya semakin sempit biasanya tidak
lebih dari 1 derajat. Pada percobaan kali ini didapatkan rentang trayek leleh pada
uji titik leleh asam benzoat sebesar 8℃ , dari zat mulai menguap di suhu 102℃
hingga mencair seluruhnya di suhu 110℃. Sedangkan pada uji titik leleh senyawa
kamper, didapat rentang trayek leleh sebesar 10℃, dari zat mulai menguap di
suhu 58℃ hingga mencair seluruhnya di suhu 68℃. Artinya senyawa tidak
murni, penyebab hal tersebut dapat terjadi karena adanya zat asing dalam suatu
kisi akan memperlebar trayek leleh.

VIII. Kesimpulan
Setelah dilakukan percobaan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Termometer yang diuji kelayakannya mencapai 98℃ yang artinya
termometer dapat/layak digunakan.
2. Hasil pemurnian senyawa asam benzoat dari pengotornya menggunakan
metode rekristalisasi didapatkan rendemen 73,5% dan rentang trayek
termometer hasil uji titik leleh lebih dari 2℃yaitu 8℃ yang berarti
senyawa asam benzoat dalam percobaan ini tidak murni.
3. Hasil pemurnian serbuk kamper dari pengotornya menggunakan metode
sublimasi didapatkan rendemen 41% dan rentang trayek termometer hasil
uji titik leleh lebih dari 2℃ yaitu 10℃yang berarti serbuk kamper dalam
percobaan ini tidak murni.
Daftar Pustaka

Arsyad, M., Natsir. (2001). Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Jakarta:
Gramedia.
Chang, Raymond. (2004). Kimia Dasar. Jakarta: Erlangga.
Day, R. A. dan A. L. Underwood. (2002). Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta:
Erlangga.
Giancoli, Douglas C. (2001). Fisika Edisi ke V. Jakarta: Erlangga.
Halliday, Resnick. (1991). Fisika Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Imamkhasani, Soemanto. (1998). Lembar Data Keselamatan Bahan (Material
Safety Data Sheet) Vol 1. Bandung: Puslitbang Kimia Terapan Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Kosman, R. (2005). Kimia Fisika. Makassar: Universitas Muslim Indonesia.
Pinalia, A. (2011). Penentuan Metode Rekristalisasi yang Tepat Untuk
Meningkatkan Kemurnian Kristal, Majalah Sains dan Teknologi
Dirgantara, Vol. 6 No. 2.
Setyopratomo, Puguh. Dkk. (2003). Studi Eksperimental Pemurnian Garam NaCl
dengan Cara Rekristalisasi. Surabaya: Universitas Surabaya.
Svehla. (1979). Buku Ajar Vogel: Analisis Anorganik Kuantitatif Makro dan
Semimikro. Jakarta: PT Kalman Media Pusaka.
Syukri. (1999). Kimia Dasar 3. Bandung: ITB Press.
Tippler, P.A. (1998). Fisika Untuk Sains dan Tenik Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai