OLEH :
JOMBANG
2019
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, saya panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-
Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas Tentang Komunikasi pada
Gangguan Fisik.
Makalah ini kami buat dalam rangka memenuhi tugas Komunikasi dan untuk diri kami belajar
dan untuk pembaca makalah semoga bisa menjadi pembelajaran, Untuk membuat makalah ini
saya tidak luput dari kesalahan atau kekhilafan saya sebagai manusia biasa bila ada yang kurang
baik saya mohon maaf. Harapan saya selanjutnya semoga makalah ini bisa jadi manfaat untuk
pembaca.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang
untuk menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontak dengan sesama. Komunikasi
dilakukan oleh semua orang setiap hari, maka orang seringkali berpikir bahwa komunikasi
adalah sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya adalah proses yang kompleks yang melibatkan
tingkah laku dan hubungan yang memungkinkan setiap individu bersosialisasi dengan orang lain
dan dengan lingkungan sekitarnya.
Pada tahun 1947, WHO mencoba untuk menggambarkan kesehatan secara luas.
Kesehatan (health) diartikan sebagai keadaan (status) sehat utuh secara fisik, mental (rohani),
sosial, dan bukan hanya suatu keadaan yang bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan.
Di sisi lain, penyakit merupakan gangguan fungsi atau adaptasi dari proses-proses
biologis dan psikofisiologis pada seseorang. Kesakitan adalah reaksi personal, interpersonal serta
kultural terhadap penyakit. Kesakitan juga merupakan respon subjektif dari pasien, serta respon
di sekitarnya terhadap keadaan tidak sehat, tidak hanya memasukkan pengalaman tidak sehatnya
saja, tapi arti dari pengalaman tersebut bagi pasien.
Pertama kita harus mencoba mengerti apa itu yang di maksud dengan komunikasi.
Sebagai pemahaman yang paling mendasar kita harus dapat mengerti dahulu. Setelah itu kita
dapat memasuki pemahaman berikutnya. apa yang dimaksud komunikasi terapeutik. Setelah
mengerti komunikasi, kita baru dapat membedakan komunikasi dan komunikasi terapeutik. Pada
akhirnya kita dapat mendefinisikan apa yang dimaksud komunikasi terapeutik pada pasien
gangguan fisik.
1.3 Tujuan Penulisan
Komunikasi terapeutik sangat bermanfaat bagi semua praktisi medis dan dapat membuat
kita dapat berkomunikasi lebih baik lagi dengan pasien kita. Pentingnya mengetahui komunikasi
terapeutik pada pasien gangguan fisik. Tanpa kita sadari para pasien terpengaruh dari gangguan
fisikdan jiwa yang mereka alami . Sakit yang telah menahun dan keinginan untuk sembuh dapat
mempengaruhi status fisik dari pasien kita.
Dapat memberikan informasi yang jelas kepada sesama mahasiswa yang sedang
melakukan pembelajaran tentang materi Komunikasi Pada Pasien Gangguan Fisik dalam mata
kuliah Komunikasi.
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Depkes RI tahun 2001, komunikasi adalah suatu proses menyampaikan pesan
yang dilakukan oleh seseorang kepada pihak lain yang bertujuan untuk menciptakan persamaan
pikiran antara pengirim dan penerima pesan.
Menurut Dale Yoder, kata “communication” berasal dari sumber yang sama seperti kata
“common” yang berarti sama, bersama-sama dalam membagi ide, setiap orang mempunyai
pemahaman yang sama. Oleh karena itu, komunikasi bergantung pada kemampuan kita untuk
dapat memahami satu dengan yang lainnya.
Pengirim pesan adalah orang yang mempunyai ide untuk disampaikan kepada seseorang
dengan harapan dapat dipahami oleh orang yang menerima pesan sesuai dengan yang
dimaksudkannya. Pesan adalah informasi yang akan disampaikan atau diekspresikan oleh
pengirim pesan. Pesan dapat verbal atau non verbal dan pesan akan efektif bila
diorganisir secara baik dan jelas.
2. Simbol / isyarat
Pada tahap ini pengirim pesan membuat kode atau simbol sehingga pesannya dapat
dipahami oleh orang lain. Sebagai contoh : biasanya seorang manajer menyampaikan
pesan dalam bentuk kata-kata, gerakan anggota badan (tangan, kepala, mata dan bagian
muka lainnya). Tujuan penyampaian pesan adalah untuk mengajak, membujuk,
mengubah sikap, perilaku atau menunjukkan arah tertentu.
3. Media / penghubung
Adalah alat untuk penyampaian pesan seperti : TV, radio, surat kabar, papan
pengumuman, telepon, dan lainnya. Pemilihan ini dapat dipengaruhi oleh isi pesan yang
akan disampaikan, jumlah penerima pesan dan situasi.
Setelah pesan diterima melalui indera (telinga, mata dan seterusnya) maka si penerima
pesan harus dapat mengartikan simbol / kode dari pesan tersebut, sehingga dapat
dimengerti atau dipahaminya.
5. Penerima pesan
Penerima pesan adalah orang yang dapat memahami pesan dari sipengirim meskipun
dalam bentuk kode atau isyarat tanpa mengurangi arti pesan yang dimaksud oleh
pengirim
Umpan balik adalah isyarat atau tanggapan yang berisi kesan dari penerima pesan dalam
bentuk verbal maupun nonverbal. Tanpa adanya umpan balik, seorang pengirim pesan
tidak akan tahu dampak pesannya terhadap si penerima pesan. Sebagai contoh : Umpan
balik sangatlah penting bagi manajer atau pengirim pesan untuk mengetahui apakah
pesan sudah diterima dengan pemahaman yang benar dan tepat.
7. Gangguan
Gangguan bukan merupakan bagian dari proses komunikasi akan tetapi mempunyai
pengaruh dalam proses komunikasi, karena pada setiap situasi hampir selalu ada hal yang
mengganggu kita. Gangguan adalah hal yang merintangi atau menghambat komunikasi
sehingga penerima salah menafsirkan pesan yang diterimanya.
Menurut Stephen P. Robbins, komunikasi antar pribadi dapat digolongkan menjadi tiga jenis,
yaitu:
1. Komunikasi lisan
2. Komunikasi tertulis
Dari ketiga jenis komunikasi yang disebutkan Robbins, komunikasi lisan dan komunikasi tulisan
dapat disebut sebagai komunikasi verbal. Komunikasi Verbal mencakup aspek-aspek berupa :
2. Racing (kecepatan). Komunikasi akan lebih efektif dan sukses bila kecepatan bicara
dapat diatur dengan baik, tidak terlalu cepat atau terlalu lambat.
3. Intonasi suara: akan mempengaruhi arti pesan secara dramatik sehingga pesan akan
menjadi lain artinya bila diucapkan dengan intonasi suara yang berbeda. Intonasi suara
yang tidak proposional merupakan hambatan dalam berkomunikasi.
5. Singkat dan jelas. Komunikasi akan efektif bila disampaikan secara singkat dan jelas,
langsung pada pokok permasalahannya sehingga lebih mudah dimengerti.
6. Timing (waktu yang tepat) adalah hal kritis yang perlu diperhatikan karena
berkomunikasi akan berarti bila seseorang bersedia untuk berkomunikasi, artinya dapat
menyediakan waktu untuk mendengar atau memperhatikan apa yang disampaikan.
Teori komunikasi sangat sesuai dalam praktek keperawatan (Stuart dan Sundeen, 1987,
hal. 111) karena:
Dengan profesi sebagai pengobat, maka akan menjadi terapeutik dan adalah suatu
hal wajib dilakukan dan diharapkan akan memberikan kontribusi dalam melakukan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Menjadi terapeutik berarti menjadikan diri
pengobat sebagai sarana untuk memfasilitasi proses penyembuhan dalam hal ini pengobat
menggunakan komunikasi terapeutik sebagai sarananya.
2.2.3 Tujuan Komunikasi terapeutik
3. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri. Pasien yang
mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya
diri dan merngalami harga diri rendah.
Beberapa prinsip komunikasi terapeutik menurut Boyd & Nihart (1998) adalah:
10. Membuka diri hanya digunakan hanya pada saat membuka diri mempunyai
tujuan terapeutik.
2. Tahap Perkenalan
Merupakan saat pertama perawat bertemu dengan klien. Pada tahap ini tugas perawat:
3. Tahap Kerja
Merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunikasi (Stuart GW., 1998). Pada tahap
ini perawat dan pasien bekerja bersama-sama untuk mengatasi masalah yang dihadapi
pasien. Tahap ini juga berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan keperawatan.
4. Tahap Terminasi
Merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan pasien. Tahap ini dibagi dua, yaitu
tahap terminasi sementara dan terminasi akhir. Pada tahap ini tugas perawat adalah:
1. Bertanya
2. Mendengarkan
3. Mengulang
4. Klarifikasi
5. Refleksi
6. Memfokuskan
7. Diam
8. Memberi informasi
9. Menyimpulkan
11. Eksplorasi
14. Humor
1. Resisens
2. Transferens
3. Kontraferens
4. Pelanggaran batas
5. Pemberian hadiah
Kondisi fisik dan psikologis seseorang seringkali saling terkait. Pasien yang mederita
penyakit bisa dari sakit fisik memicu munculnya gangguan psikologis. Ini lebih sering terlihat
pada pasien yang sakitnya sudah tahunan. Sebaliknya pula, dari gangguan psikologis bisa
muncul sakit fisik. Misalnya pasien secara tidak sadar melukai dirinya sendiri. Dalam mengkaji
hubungan di antara keduanya, analisis permasalahan meliputi pencarian/penggalian dan
penjelasan hubungan antara kepribadian dan penyakit fisik yang diikuti dengan pendekatan
penelitian kontemporer.
Sebenarnya apa perbedaan antara gangguan psikologis seperti cemas dan depresi dengan
gangguan fisik seperti penyakit infeksi dan kanker? Secara langsung, gangguan psikologis dapat
dijelaskan dengan mengetahui penyebab psikologis itu sendiri seperti stres, pengalaman trauma,
dan masalah kanak-kanak. Sementara itu, gangguan fisik dapat diakibatkan oleh penyebab fisik
misalnya cacat tubuh, cacat bawaan dan luka di tubuh yang mengganggu pergerakkan. Setelah
mengetahui itu, kita dapat menggunakan sarana terapi yang tepat bagi masing – masing pasien.
sedangkan gangguan fisik diarahkan ke klinik atau rumah sakit agar disembuhkan secara medis.
Gangguan fisik ini bisa dialami oleh semua orang baik orang dewasa maupun
anak kecil. Untuk orang dewasa gangguan fisik ini dimungkinkan karena faktor eksternal
seperti : kecelakaan yang menyebabkan rusaknya anggota tubuh atau organ tubuh,
sehingga menimbulkan keterbatasan dalam beraktivitas. Sedangkan gangguan fisik yang
dialami oleh anak kecil dikarenakan oleh faktor bawaan seperti :
1. Kelainan pada sistem cerebral (sistem syarat pusat), gangguan fisik ini disebabkan
oleh luka pada otak yang mempengaruhi kemampuan menggerakkan bagian-bagian
tubuh manusia (gangguan motorik), disebut juga cerebral palsy (CP). Menurut letak
kelainan otak dan fungsi geraknya, cerebral palsy dibedakan atas : spastic (kekakuan
sebagian atau seluruh otot karena kerusakan pada cortex cerebri), athetoid (gerakan
kaki tangan di luar kemauan karena kerusakan pada basal ganglia). Ataxia (hambatan
keseimbangan kerema kerusakan pada otak kecil/cerebellum), rigid (kekuatan seluruh
anggota gerak karena kerusakan pada basal ganglia), tremor (gerakan kecil yang
terus-menerus karena kerusakan pada basal ganglia).
2. Kelainan pada sistem musculus skeletal (sistem otot dan rangka), gangguan fisik ini
dialami oelh anak-anak yang memiliki cacat fisik akibat kelemahan atau penyakit
pada otot atau tulang, disebut juga gangguan orthopedic. Jenis kelainan yang
berkaitan dengan sistem ototdan rangka meliputi : polio (kelumpuhan tangan dan kaki
karena virus polio), muscular dystrophy (kelumpuhan yang bersifat progresif karena
otot tidak dapat berkembang), osteogenesis imperfect (tulang mudah patah karena
pertumbuhan kerangka tulang tidak normal), spina bifida (kelumpuhan anggota tubuh
bagian bawah karena sebagian ruas tulang belakang tidak menutup), hambatan fisik
motorik karena bawaan lahir (bentuk kaki tangan seperti tongkat, tubuh kerdil,
hydrocephalus atau micrcephalus, jari kurang atau lebih dari lima, dilahirkan tanpa
anggota tubuh tertentu, dan lain-lain). Gangguan kesehatan yang mempengaruhi
kemampuan fisik, antara lain : asma (penyempitan pembuluh tenggorokan) dan
hemophilia (kelainan/kurangnya produksi factor pembekuan darah).
Gangguan fisik dan kesehatan dapat terjadi sebelum lahir, dan sesudah lahir. Pada masa
sebelum lahir, dapat disebabkan oleh : infeksi atau penyakit, kelainan kandungan bayi dalam
kandungan terkena radiasi, atau ibu mengalami trauma (kecelakaan). Pada saat lahir, kerusakan
otak bayi dapat disebabkan oleh : proses kelahiran yang terlalu lama, pemakaian alat bantu
kelahiran, dan pemakaian anastesi yang berlebihan. Pada masa sesudah lahir, hal-hal yang dapat
menyebabkan kecacatan antara lain : kecelakaan.trauma pada kepala, amputasi, infeksi/penyakit
yang menyerang otak, dan malnutrisi.
Kecerdasan anak dengan gangguan fisik dan kesehatan bervariasi dari tingkat paling
rendah sampai yang paling tinggi. Separuh anak CP diduga mengalami intelegansi yang rendah.
Hal ini karena anak-anak CP memiliki kelainan pada otak mereka dimana syaraf penghubung
dan jaringan syaraf otak mengalami kerusakan. Kondisi ini menyebabkan proses stimulus yang
berasal dari luar sulit untuk diterima dan dianalisis oleh syaraf sensoris. Anak CP akan
mengalami kesulitan untuk mengolah stimulus visual, auditori, dan taktil yang diterimanya.
Selanjutnya mereka akan mengalami kesulitan dalam konsep bentuk, keseimbangan posisi tubuh,
orientasi ruang, warna, bunyi, rasa, dan peraba. Kebanyakan anak CP mengalami hambatan
bicara, karena otot-otot bicara yang lumpuh atau kaku. Selain itu, kurangnya interaksi dengan
lingkungan sekitar dapat menyebabkan anak mengalami kemiskinan bahasa. Anak yang
mempunyai gagasan atau ide yang akan disampaikan kepada orang lain secara lisan tidak
terkomunikasikan, karena bicaranya tidak jelas dan ucapannya susah dimengerti (supena, 2012).
Anak-anak dengan gangguan fisik dan kesehatan biasanya juga mengalami kesulitan
penyesuaian sosial. Mereka kesulitan mempertahankan hubungan dengan teman-teman sebaya.
Mereka juga mungkin mempunyai konsep diri yang rendah, akibatnya untuk berinteraksi dengan
lingkungan menjadi terlambat. Anak merasa rendah diri, menolak kenyataan.
1. Komunikasi pada Pasien Gangguan Fisik Pendengaran
Pada pasien dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang paling sering
digunakan ialah media visual. Pasien menangkap pesan bukan dari suara yang dikeluarkan orang
lain, tetapi dengan mempelajari gerak bibir lawan bicaranya. Kondisi visual menjadi sangat
penting bagi pasien ini sehingga dalam melakukan komunikasi, diusahakan supaya sikap dan
gerakan kita dapat ditangkap oleh indra visual si pasien. Teknik-teknik komunikasi yang dapat
digunakan pada pasien dengan gangguan pendengaran, antara lain:
a. Orientasikan kehadiran kita dengan cara menyentuh pasien atau memposisikan diri di
hadapan yang terlihat oleh pasien.
b. Gunakan bahasa dan kalimat yang sederhana dan bicaralah dengan perlahan untuk
memudahkan pasien membaca gerak bibir kita.
c. Usahakan berbicara dengan posisi tepat di hadapan atau di depan pasien dan
pertahankan sikap tubuh dan mimik wajah yang lazim.
e. Bila mungkin gunakan bahasa pantomim dengan gerakan yang sederhana dan wajar.
f. Jika diperlukan gunakanlah bahasa jari atau jika kita menguasai bahasa isyarat, dapat
menggunakannya.
g. Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, cobalah sampaikan pesan
dalam bentuk tulisan, gambar atau simbol yang mudah dimengerti.
Gangguan penglihatan dapat terjadi baik karena kerusakan organ, maupun bawaan dari
lahir. Gangguan penglihatan karena kerusakan organ misalnya: kornea, lensa mata, kekeruhan
humor viterius, maupun kerusakan kornea, serta kerusakan saraf penghantar impuls menuju otak.
Kerusakan di tingkat persepsi antara lain dialami pasien dengan kerusakan otak. Semua ini
mengakibatkan penurunan visus hingga dapat menyebabkan kebutaan, baik parsial maupun total.
Akibat kerusakan visual, kemampuan menangkap rangsang ketika berkomunikasi sangat
bergantung pada pendengaran dan sentuhan.
Oleh karena itu, komunikasi yang dilakukan harus mengoptimalkan fungsi pendengaran
dan sentuhan karena fungsi penglihatan sedapat mungkin harus digantikan oleh informasi yang
dapat ditransfer melalui indra yang lain. Berikut adalah teknik-teknik yang diperhatikan selama
berkomunikasi dengan pasien yang mengalami gangguan penglihatan:
a. Sedapat mungkin pengobat mengambil posisi yang dapat dilihat pasien bila pasien
mengalami kebutaan parsial atau total.
b. Sampaikan secara verbal keberadaan / kehadiran kita ketika berada di dekat pasien.
d. Berbicaralah dengan menggunakan nada suara normal bila kondisi pasien tidak
memungkinkan pasien menerima pesan verbal secara visual. Dalam kondisi ini, nada
suara kita memegang peranan besar dan bermakna bagi pasien.
e. Terangkan alasan kita menyentuh atau mengucapkan kata – kata sebelum melakukan
sentuhan apapun pada pasien.
f. Informasikan kepada pasien ketika kita akan meninggalkan ruangan atau meninggalkan
pasien / memutus komunikasi.
Syarat-Syarat Komunikasi
b. Kesungguhan, artinya apapun wujud dari pesan atau informasi tersebut tetap harus
disampaikan secara sungguh-sungguh atau serius.
c. Ketulusan, artinya sebelum individu memberikan informasi atau pesan kepada individu
lain, pemberi informasi harus merasa yakin bahwa apa yang disampaikan itu merupakan
sesuatu yang baik dan memang perlu serta berguna untuk si pasien.
d. Kepercayaan diri, artinya jika pengobat mempunyai kepercayaan diri maka hal ini akan
sangat berpengaruh pada cara penyampaiannya kepada pasien.
e. Ketenangan, artinya sebaik apapun dan sejelek apapun yang akan disampaikan, perawat
harus bersifat tenang, tidak emosi maupun memancing emosi pasien, karena dengan
adanya ketenangan maka informasi yang disampaikan akan lebih jelas, baik dan lancar.
f. Keramahan, artinya bahwa keramahan ini merupakan kunci sukses dari kegiatan
komunikasi, karena dengan keramahan yang tulus tanpa dibuat-buat akan menimbulkan
perasaan tenang, senang dan aman bagi pasien.
Gangguan wicara dapat terjadi akibat kerusakan organ lingual, kerusakan pita suara,
ataupun gangguan persarafan. Berkomunikasi dengan pasien dengan gangguan wicara
memerlukan kesabaran supaya pesan dapat dikirim dan ditangkap dengan benar pasien yang
mengalami gangguan wicara umumnya telah belajar berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa isyarat atau menggunakan tulisan atau gambar. Pada saat berkomunikasi dengan pasien
gangguan wicara, hal – hal berikut perlu di perhatikan:
a. Pengobat benar – benar dapat memperhatikan mimik dan gerak bibir pasien.
b. Usahakan memperjelas hal yang disampaikan dengan mengulang kembali kata-kata
yang diucapkan pasien.
e. Memperhatikan setiap detail komunikasi sehingga pesan dapat diterima dengan baik.
Keadaaan tidak sadar dapat terjadi akibat gangguan organik pada otak, trauma otak yang
berat, syok, pingsan, kondisi tidur dan narkose, ataupun gangguan berat yang terkait dengan
penyakit tertentu. Seringkali timbul pertanyaan tentang perlu tidaknya pengobat berkomunikasi
dengan pasien yang mengalami gangguan kesadaran ini. Bagaimanapun, secara etika
penghargaan terhadap nilai nilai kemanusiaan mengharuskan penerapan komunikasi pada pasien
dengan gangguan kesadaran Pada saat berkomunikasi dengan pasien dengan gangguan
kesadaran, hal hal berikut perlu diperhatikan:
a. Berhati – hati ketika melakukan pembicaraan verbal dekat pasien karena ada
keyakinan bahwa organ pendengaran merupakan organ terakhir yang mengalami
penurunan dan penerimaan rangsang pada individu yang tidak sadar dan yang
menjadi pertama kali berfungsi pada waktu sadar. Maka perawat harus berhati – hati
tidak mengatakan sesuatu pada pasien yang tidak sadar atau pada dalam jarak
pendengaran pasien. Jaga selalu untuk tidak mengatakan hal – hal yang tidak akan
mereka katakan pada pasien yang sepenuhnya sadar.
c. Ucapkan kata – kata sebelum menyentuh pasien . Sentuhan diyakini dapat menjadi
salah satu bentuk komunikasi yang sangat efektif pada pasien dengan penurunan
kesadaran.
c. Berbicaralah dengan menggunakan nada yang relatif datar dan Nada tinggi seringkali di
terima oleh pasien sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan.
d. Selalu lakukan pengulangan dan tanyakan kembali pesan yang diutarakan untuk
memastikan kembali maksud pesan sudah diterima dengan baik oleh pasien.
e. Berhati – hatilah dalam menggunakan teknik komunikasi non verbal karena dapat
menimbulkan interprestasi yang berbeda pada pasien dan menimbulkam sesuatu yang
tidak di inginkan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Komunikasi adalah suatu proses menyampaikan pesan yang dilakukan oleh seseorang
kepada pihak lain yang bertujuan untuk menciptakan persamaan pikiran antara pengirim dan
penerima pesan.
Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara pengobat dan pasien
yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah pasien yang mempengaruhi perilaku pasien.
Gangguan fisik diakibatkan oleh penyebab fisik yang beraneka ragam. Dengan
mengetahui perbedaan tersebut, dapat disimpulkan bahwa gangguan psikologis seharusnya
disembuhkan dengan sarana psikologi seperti psikoterapi dan terapi perilaku, sedangkan
gangguan fisik disembuhkan secara medis.
3.2 Saran
1. Pengobat harus bisa menghadapi pasien dengan gangguan fisik dan jiwa agar terjadi
hubungan terapeutik dengan pasien. Walaupun pasien mempunyai gangguan persepsi
sensori, pengobat harus merawat pasien dengan baik dan mengetahui teknik-teknik
komunikasi yang harus lebih diperhatikan.