Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH KOMUNIKASI PADA GANGGUAN FISIK

Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi

OLEH :

ANISA KUSUMANINGSIH (7118010)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

UNIVERSITAS PESATREN TINGGI DARUL 'ULUM

JOMBANG

2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, saya panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-
Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas Tentang Komunikasi pada
Gangguan Fisik.

Makalah ini kami buat dalam rangka memenuhi tugas Komunikasi dan untuk diri kami belajar
dan untuk pembaca makalah semoga bisa menjadi pembelajaran, Untuk membuat makalah ini
saya tidak luput dari kesalahan atau kekhilafan saya sebagai manusia biasa bila ada yang kurang
baik saya mohon maaf. Harapan saya selanjutnya semoga makalah ini bisa jadi manfaat untuk
pembaca.

Jombang, 13 Oktober 2019

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang
untuk menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontak dengan sesama. Komunikasi
dilakukan oleh semua orang setiap hari, maka orang seringkali berpikir bahwa komunikasi
adalah sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya adalah proses yang kompleks yang melibatkan
tingkah laku dan hubungan yang memungkinkan setiap individu bersosialisasi dengan orang lain
dan dengan lingkungan sekitarnya.

Pada tahun 1947, WHO mencoba untuk menggambarkan kesehatan secara luas.
Kesehatan (health) diartikan sebagai keadaan (status) sehat utuh secara fisik, mental (rohani),
sosial, dan bukan hanya suatu keadaan yang bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan.

Di sisi lain, penyakit merupakan gangguan fungsi atau adaptasi dari proses-proses
biologis dan psikofisiologis pada seseorang. Kesakitan adalah reaksi personal, interpersonal serta
kultural terhadap penyakit. Kesakitan juga merupakan respon subjektif dari pasien, serta respon
di sekitarnya terhadap keadaan tidak sehat, tidak hanya memasukkan pengalaman tidak sehatnya
saja, tapi arti dari pengalaman tersebut bagi pasien.

1.2 Rumusan Masalah

Pertama kita harus mencoba mengerti apa itu yang di maksud dengan komunikasi.
Sebagai pemahaman yang paling mendasar kita harus dapat mengerti dahulu. Setelah itu kita
dapat memasuki pemahaman berikutnya. apa yang dimaksud komunikasi terapeutik. Setelah
mengerti komunikasi, kita baru dapat membedakan komunikasi dan komunikasi terapeutik. Pada
akhirnya kita dapat mendefinisikan apa yang dimaksud komunikasi terapeutik pada pasien
gangguan fisik.
1.3 Tujuan Penulisan

Komunikasi terapeutik sangat bermanfaat bagi semua praktisi medis dan dapat membuat
kita dapat berkomunikasi lebih baik lagi dengan pasien kita. Pentingnya mengetahui komunikasi
terapeutik pada pasien gangguan fisik. Tanpa kita sadari para pasien terpengaruh dari gangguan
fisikdan jiwa yang mereka alami . Sakit yang telah menahun dan keinginan untuk sembuh dapat
mempengaruhi status fisik dari pasien kita.

1.4 Manfaat Penulisan

Dapat memberikan informasi tentang komunikasi secara umum dan komunikasi


terapeutik kepada pembaca atau sesama mahasiswa. Sehingga dapat membuka wawasan kita
semua terhadap pentingnya komunikasi terapeutik terutama dalam menghadapi pasien yang
mempunyai gangguan fisik

Dapat memberikan informasi yang jelas kepada sesama mahasiswa yang sedang
melakukan pembelajaran tentang materi Komunikasi Pada Pasien Gangguan Fisik dalam mata
kuliah Komunikasi.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Komunikasi

Menurut Depkes RI tahun 2001, komunikasi adalah suatu proses menyampaikan pesan
yang dilakukan oleh seseorang kepada pihak lain yang bertujuan untuk menciptakan persamaan
pikiran antara pengirim dan penerima pesan.

Menurut Dale Yoder, kata “communication” berasal dari sumber yang sama seperti kata
“common” yang berarti sama, bersama-sama dalam membagi ide, setiap orang mempunyai
pemahaman yang sama. Oleh karena itu, komunikasi bergantung pada kemampuan kita untuk
dapat memahami satu dengan yang lainnya.

Proses komunikasi adalah langkah-langkah di antara seorang sumber dan penerimanya


yang menghasilkan transfer dan pemahaman makna. Pesan tersebut disampaikan dari seorang
pengirim kepada seorang penerima. Jadi di dalam terjadinya suatu proses komunikasi terdapat
beberapa faktor yang penting yaitu:

1. Pengirim pesan (sender) dan isi pesan / materi

Pengirim pesan adalah orang yang mempunyai ide untuk disampaikan kepada seseorang
dengan harapan dapat dipahami oleh orang yang menerima pesan sesuai dengan yang
dimaksudkannya. Pesan adalah informasi yang akan disampaikan atau diekspresikan oleh
pengirim pesan. Pesan dapat verbal atau non verbal dan pesan akan efektif bila
diorganisir secara baik dan jelas.

2. Simbol / isyarat

Pada tahap ini pengirim pesan membuat kode atau simbol sehingga pesannya dapat
dipahami oleh orang lain. Sebagai contoh : biasanya seorang manajer menyampaikan
pesan dalam bentuk kata-kata, gerakan anggota badan (tangan, kepala, mata dan bagian
muka lainnya). Tujuan penyampaian pesan adalah untuk mengajak, membujuk,
mengubah sikap, perilaku atau menunjukkan arah tertentu.
3. Media / penghubung

Adalah alat untuk penyampaian pesan seperti : TV, radio, surat kabar, papan
pengumuman, telepon, dan lainnya. Pemilihan ini dapat dipengaruhi oleh isi pesan yang
akan disampaikan, jumlah penerima pesan dan situasi.

4. Mengartikan kode / isyarat

Setelah pesan diterima melalui indera (telinga, mata dan seterusnya) maka si penerima
pesan harus dapat mengartikan simbol / kode dari pesan tersebut, sehingga dapat
dimengerti atau dipahaminya.

5. Penerima pesan

Penerima pesan adalah orang yang dapat memahami pesan dari sipengirim meskipun
dalam bentuk kode atau isyarat tanpa mengurangi arti pesan yang dimaksud oleh
pengirim

6. Umpan balik (Feedback)

Umpan balik adalah isyarat atau tanggapan yang berisi kesan dari penerima pesan dalam
bentuk verbal maupun nonverbal. Tanpa adanya umpan balik, seorang pengirim pesan
tidak akan tahu dampak pesannya terhadap si penerima pesan. Sebagai contoh : Umpan
balik sangatlah penting bagi manajer atau pengirim pesan untuk mengetahui apakah
pesan sudah diterima dengan pemahaman yang benar dan tepat.

7. Gangguan

Gangguan bukan merupakan bagian dari proses komunikasi akan tetapi mempunyai
pengaruh dalam proses komunikasi, karena pada setiap situasi hampir selalu ada hal yang
mengganggu kita. Gangguan adalah hal yang merintangi atau menghambat komunikasi
sehingga penerima salah menafsirkan pesan yang diterimanya.

Dalam komunikasi ada beberapa Jenis Komunikasi diantaranya:

Menurut Stephen P. Robbins, komunikasi antar pribadi dapat digolongkan menjadi tiga jenis,
yaitu:
1. Komunikasi lisan

2. Komunikasi tertulis

3. Komunikasi non verbal disebut juga komunikasi dengan bahasa tubuh

Dari ketiga jenis komunikasi yang disebutkan Robbins, komunikasi lisan dan komunikasi tulisan
dapat disebut sebagai komunikasi verbal. Komunikasi Verbal mencakup aspek-aspek berupa :

1. Vocabulary (perbendaharaan kata-kata). Komunikasi tidak akan efektif bila pesan


disampaikan dengan kata-kata yang tidak dimengerti, karena itu olah kata menjadi
penting dalam berkomunikasi.

2. Racing (kecepatan). Komunikasi akan lebih efektif dan sukses bila kecepatan bicara
dapat diatur dengan baik, tidak terlalu cepat atau terlalu lambat.

3. Intonasi suara: akan mempengaruhi arti pesan secara dramatik sehingga pesan akan
menjadi lain artinya bila diucapkan dengan intonasi suara yang berbeda. Intonasi suara
yang tidak proposional merupakan hambatan dalam berkomunikasi.

4. Humor: dapat meningkatkan kehidupan yang bahagia. Dugan (1989), memberikan


catatan bahwa dengan tertawa dapat membantu menghilangkan stress dan nyeri. Tertawa
mempunyai hubungan fisik dan psikis dan harus diingat bahwa humor adalah merupakan
satu-satunya selingan dalam berkomunikasi.

5. Singkat dan jelas. Komunikasi akan efektif bila disampaikan secara singkat dan jelas,
langsung pada pokok permasalahannya sehingga lebih mudah dimengerti.

6. Timing (waktu yang tepat) adalah hal kritis yang perlu diperhatikan karena
berkomunikasi akan berarti bila seseorang bersedia untuk berkomunikasi, artinya dapat
menyediakan waktu untuk mendengar atau memperhatikan apa yang disampaikan.

2.2 Komunikasi Terapeutik

2.2.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik


Komunikasi yang terjadi di dunia kesehatan sering juga disebut dengan
komunikasi secara terapeutik. Komunikasi terapeutik sendiri maksudnya adalah
komunikasi yang dilakukan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk
kesembuhan pasien.

Dalam melakukan komunikasi tiap pasien mempunyai tingkat kesulitan masing-


masing. Contohnya pada pasien dengan gangguan fisik dan gangguan jiwa tentu saja
akan berbeda jika dibandingkan dengan pasien yang tidak mempunyai gangguan fisik dan
jiwa. Dibutuhkan teknik khusus untuk membangun kepercayaan antara pasien dengan
pengobat.

Komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan perawat untuk


membantu pasien beradaptasi terhadap stress, mengatasi gangguan patologis dan belajar
bagaimana berhubungan dengan orang lain. ( Northouse, 1998).

Teori komunikasi sangat sesuai dalam praktek keperawatan (Stuart dan Sundeen, 1987,
hal. 111) karena:

Komunikasi merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik. Dalam


proses komunikasi terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran.
Maksud komunikasi adalah mempengaruhi perilaku orang lain. Berarti, keberhasilan
intervensi keperawatan bergantung pada komunikasi karena proses pengobatan ditujukan
untuk merubah perilaku dalam mencapai tingkat kesehatan yang normal.

Komunikasi adalah berhubungan. Hubungan pengobat dan pasien yang terapeutik


tidak mungkin dicapai tanpa komunikasi.

2.2.2 Manfaat Komunikasi Terapeutik

Dengan profesi sebagai pengobat, maka akan menjadi terapeutik dan adalah suatu
hal wajib dilakukan dan diharapkan akan memberikan kontribusi dalam melakukan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Menjadi terapeutik berarti menjadikan diri
pengobat sebagai sarana untuk memfasilitasi proses penyembuhan dalam hal ini pengobat
menggunakan komunikasi terapeutik sebagai sarananya.
2.2.3 Tujuan Komunikasi terapeutik

Untuk mengembangkan pribadi pasien ke arah lebih positif / adaptif dan


diarahkan pada pertumbuhan kesehatan pasien :

1. Realisasi diri, penerimaan diri, peningkatan penghormatan diri.Melalui


komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri pasien. pasien
yang tadinya tidak bisa menerima diri apa adanya atau merasa rendah diri, setelah
berkomunikasi terapeutik dengan pengobat diharapkan agar mampu menerima
dirinya.

2. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling


bergantung dengan orang lain. Melalui komunikasi terapeutik, klien belajar
bagaimana menerima dan diterima orang lain. Dengan komunikasi yang terbuka,
jujur, menerima pasien apa adanya, pengobat akan meningkatkan kemampuan
pasien dalam membina hubungan saling percaya. Peningkatan fungsi dan
kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan yang
realistis.Terkadang pasien menetapkan ideal diri atau tujuan yang terlalu tinggi
tanpa mengukur kemampuannya. Individu yang merasa kenyataan dirinya
mendekati ideal diri mempunyai harga diri yang tinggi, sedangkan individu yang
merasa kenyataan hidupnya jauh dari ideal dirinya akan merasa rendah diri
(Taylor, Lilis dan Lemone, 1997).

3. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri. Pasien yang
mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya
diri dan merngalami harga diri rendah.

2.2.4 Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik

Beberapa prinsip komunikasi terapeutik menurut Boyd & Nihart (1998) adalah:

1. Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi.

2. Tingkah laku professional mengatur hubungan terapeutik.

3. Hubungan sosial dengan klien harus dihindari.


4. Kerahasiaan klien harus dijaga.

5. Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman.

6. Memelihara interaksi yang tidak menilai, dan hindari membuat penilaian


tentang tingkah laku klien dan memberi nasehat.

7. Beri petunjuk klien untuk menginterpretasikan kembali pengalamannya secara


rasional.

8. Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan hindari


perubahan subyek/topik jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu
yang sangat menarik klien.

9. Implementasi intervensi berdasarkan teori.

10. Membuka diri hanya digunakan hanya pada saat membuka diri mempunyai
tujuan terapeutik.

2.2.5 Tahapan Komunikasi Terapeutik

Tahapan komunikasi terapeutik terdiri dari empat tahapan, yaitu :

1. Tahap Persiapan/ Tahap Pra interaksi

a. Pada tahap ini pengobat harus:

b. Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan diri sendiri.

c. Menganalisis kekuatan dan kelemahan diri perawat sendiri.

d. Mengumpulkan data tentang klien.

e. Merencanakan pertemuan pertama dengan klien.

2. Tahap Perkenalan

Merupakan saat pertama perawat bertemu dengan klien. Pada tahap ini tugas perawat:

a. Membina hubungan saling percaya.


b. Merumuskan kontrak bersama pasien.

c. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah pasi

d. Merumuskan tujuan dengan pasi

3. Tahap Kerja

Merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunikasi (Stuart GW., 1998). Pada tahap
ini perawat dan pasien bekerja bersama-sama untuk mengatasi masalah yang dihadapi
pasien. Tahap ini juga berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan keperawatan.

4. Tahap Terminasi

Merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan pasien. Tahap ini dibagi dua, yaitu
tahap terminasi sementara dan terminasi akhir. Pada tahap ini tugas perawat adalah:

a. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan.

b. Melakukan evaluasi subyektif.

c. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan.

d. Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya.

2.2.6 Strategi Menanggapi Respon.

Dalam menanggapi respon pasien, perawat dapat menggunakan berbagai tehnik


komunikasi terapeutik sebagai berikut :

1. Bertanya

2. Mendengarkan

3. Mengulang

4. Klarifikasi

5. Refleksi
6. Memfokuskan

7. Diam

8. Memberi informasi

9. Menyimpulkan

10. Mengubah cara pandang

11. Eksplorasi

12. Membagi persepsi

13. Mengidentifikasikan tema

14. Humor

15. Memberikan pujian

2.2.7 Hambatan Dalam Komunikasi Terapeutik.

Ada lima jenis hambatan spesifik komunikasi terapeutik, yaitu:

1. Resisens

2. Transferens

3. Kontraferens

4. Pelanggaran batas

5. Pemberian hadiah

2.3 Gangguan Fisik

Kondisi fisik dan psikologis seseorang seringkali saling terkait. Pasien yang mederita
penyakit bisa dari sakit fisik memicu munculnya gangguan psikologis. Ini lebih sering terlihat
pada pasien yang sakitnya sudah tahunan. Sebaliknya pula, dari gangguan psikologis bisa
muncul sakit fisik. Misalnya pasien secara tidak sadar melukai dirinya sendiri. Dalam mengkaji
hubungan di antara keduanya, analisis permasalahan meliputi pencarian/penggalian dan
penjelasan hubungan antara kepribadian dan penyakit fisik yang diikuti dengan pendekatan
penelitian kontemporer.

Sebenarnya apa perbedaan antara gangguan psikologis seperti cemas dan depresi dengan
gangguan fisik seperti penyakit infeksi dan kanker? Secara langsung, gangguan psikologis dapat
dijelaskan dengan mengetahui penyebab psikologis itu sendiri seperti stres, pengalaman trauma,
dan masalah kanak-kanak. Sementara itu, gangguan fisik dapat diakibatkan oleh penyebab fisik
misalnya cacat tubuh, cacat bawaan dan luka di tubuh yang mengganggu pergerakkan. Setelah
mengetahui itu, kita dapat menggunakan sarana terapi yang tepat bagi masing – masing pasien.
sedangkan gangguan fisik diarahkan ke klinik atau rumah sakit agar disembuhkan secara medis.

2.3.1 Komunikasi Terapeutik Gangguan Fisik

Pengertian Gangguan Fisik

Gangguan fisik adalah suatu keadaan dimana seseorang mempunyai kekurangan


pada anggota tubuh atau terganggunya sistem organ dalam tubuh, sensorik, dan motorik
pada tubuh. Gangguan fisik yang dari kekurangan anggota tubuh sering kali membuat
pergerakan terganggu. Gangguan dari sistem organ membuat pasien berasa tidak enak
badan dan harus mendapatkan pengobatan medis.

Gangguan fisik ini bisa dialami oleh semua orang baik orang dewasa maupun
anak kecil. Untuk orang dewasa gangguan fisik ini dimungkinkan karena faktor eksternal
seperti : kecelakaan yang menyebabkan rusaknya anggota tubuh atau organ tubuh,
sehingga menimbulkan keterbatasan dalam beraktivitas. Sedangkan gangguan fisik yang
dialami oleh anak kecil dikarenakan oleh faktor bawaan seperti :

1. Kelainan pada sistem cerebral (sistem syarat pusat), gangguan fisik ini disebabkan
oleh luka pada otak yang mempengaruhi kemampuan menggerakkan bagian-bagian
tubuh manusia (gangguan motorik), disebut juga cerebral palsy (CP). Menurut letak
kelainan otak dan fungsi geraknya, cerebral palsy dibedakan atas : spastic (kekakuan
sebagian atau seluruh otot karena kerusakan pada cortex cerebri), athetoid (gerakan
kaki tangan di luar kemauan karena kerusakan pada basal ganglia). Ataxia (hambatan
keseimbangan kerema kerusakan pada otak kecil/cerebellum), rigid (kekuatan seluruh
anggota gerak karena kerusakan pada basal ganglia), tremor (gerakan kecil yang
terus-menerus karena kerusakan pada basal ganglia).

2. Kelainan pada sistem musculus skeletal (sistem otot dan rangka), gangguan fisik ini
dialami oelh anak-anak yang memiliki cacat fisik akibat kelemahan atau penyakit
pada otot atau tulang, disebut juga gangguan orthopedic. Jenis kelainan yang
berkaitan dengan sistem ototdan rangka meliputi : polio (kelumpuhan tangan dan kaki
karena virus polio), muscular dystrophy (kelumpuhan yang bersifat progresif karena
otot tidak dapat berkembang), osteogenesis imperfect (tulang mudah patah karena
pertumbuhan kerangka tulang tidak normal), spina bifida (kelumpuhan anggota tubuh
bagian bawah karena sebagian ruas tulang belakang tidak menutup), hambatan fisik
motorik karena bawaan lahir (bentuk kaki tangan seperti tongkat, tubuh kerdil,
hydrocephalus atau micrcephalus, jari kurang atau lebih dari lima, dilahirkan tanpa
anggota tubuh tertentu, dan lain-lain). Gangguan kesehatan yang mempengaruhi
kemampuan fisik, antara lain : asma (penyempitan pembuluh tenggorokan) dan
hemophilia (kelainan/kurangnya produksi factor pembekuan darah).

Gangguan fisik dan kesehatan dapat terjadi sebelum lahir, dan sesudah lahir. Pada masa
sebelum lahir, dapat disebabkan oleh : infeksi atau penyakit, kelainan kandungan bayi dalam
kandungan terkena radiasi, atau ibu mengalami trauma (kecelakaan). Pada saat lahir, kerusakan
otak bayi dapat disebabkan oleh : proses kelahiran yang terlalu lama, pemakaian alat bantu
kelahiran, dan pemakaian anastesi yang berlebihan. Pada masa sesudah lahir, hal-hal yang dapat
menyebabkan kecacatan antara lain : kecelakaan.trauma pada kepala, amputasi, infeksi/penyakit
yang menyerang otak, dan malnutrisi.

Anak-anak dengan gangguan fisik motorik biasanya mengalami kekakuan, kelumpuhan,


gerakan-gerakan yang tidak dapat dikendalikan, gerakan ritmis, dan hambatan keseimbangan.
Adanya berbagai hambatan ini menyebabkan anak kesulitan melakukan aktifitas sehari-hari
seperti berpindah tempat, makan, minum, berpakaian, dan lain-lain. Kerusakan sistem syaraf
pusat di otak maupun sumsum tulang belakang juga dapat menimbulkan gangguan fungsi
fisiologis tubuh seperti :
a. Gangguan refleks

b. Gangguan perasaan kulit

c. Gangguan fungsi sensoris

d. Gangguan pengaturan sikap dan gerak motorik

e. Gangguan fungsi metabolism dan sistem endokrin (hormonal).

f. Gangguan fungsi gastrointestinal

g. Gangguan gungsi sirkulasi darah

h. Gangguan fungsi pernafasan

i. Gangguan pembentukan ekskresi urine.

Kecerdasan anak dengan gangguan fisik dan kesehatan bervariasi dari tingkat paling
rendah sampai yang paling tinggi. Separuh anak CP diduga mengalami intelegansi yang rendah.
Hal ini karena anak-anak CP memiliki kelainan pada otak mereka dimana syaraf penghubung
dan jaringan syaraf otak mengalami kerusakan. Kondisi ini menyebabkan proses stimulus yang
berasal dari luar sulit untuk diterima dan dianalisis oleh syaraf sensoris. Anak CP akan
mengalami kesulitan untuk mengolah stimulus visual, auditori, dan taktil yang diterimanya.
Selanjutnya mereka akan mengalami kesulitan dalam konsep bentuk, keseimbangan posisi tubuh,
orientasi ruang, warna, bunyi, rasa, dan peraba. Kebanyakan anak CP mengalami hambatan
bicara, karena otot-otot bicara yang lumpuh atau kaku. Selain itu, kurangnya interaksi dengan
lingkungan sekitar dapat menyebabkan anak mengalami kemiskinan bahasa. Anak yang
mempunyai gagasan atau ide yang akan disampaikan kepada orang lain secara lisan tidak
terkomunikasikan, karena bicaranya tidak jelas dan ucapannya susah dimengerti (supena, 2012).

Anak-anak dengan gangguan fisik dan kesehatan biasanya juga mengalami kesulitan
penyesuaian sosial. Mereka kesulitan mempertahankan hubungan dengan teman-teman sebaya.
Mereka juga mungkin mempunyai konsep diri yang rendah, akibatnya untuk berinteraksi dengan
lingkungan menjadi terlambat. Anak merasa rendah diri, menolak kenyataan.
1. Komunikasi pada Pasien Gangguan Fisik Pendengaran

Pada pasien dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang paling sering
digunakan ialah media visual. Pasien menangkap pesan bukan dari suara yang dikeluarkan orang
lain, tetapi dengan mempelajari gerak bibir lawan bicaranya. Kondisi visual menjadi sangat
penting bagi pasien ini sehingga dalam melakukan komunikasi, diusahakan supaya sikap dan
gerakan kita dapat ditangkap oleh indra visual si pasien. Teknik-teknik komunikasi yang dapat
digunakan pada pasien dengan gangguan pendengaran, antara lain:

a. Orientasikan kehadiran kita dengan cara menyentuh pasien atau memposisikan diri di
hadapan yang terlihat oleh pasien.

b. Gunakan bahasa dan kalimat yang sederhana dan bicaralah dengan perlahan untuk
memudahkan pasien membaca gerak bibir kita.

c. Usahakan berbicara dengan posisi tepat di hadapan atau di depan pasien dan
pertahankan sikap tubuh dan mimik wajah yang lazim.

d. Jangan melakukan pembicaraan ketika kita sedang mengunyah sesuatu, misalnya


permen karet.

e. Bila mungkin gunakan bahasa pantomim dengan gerakan yang sederhana dan wajar.

f. Jika diperlukan gunakanlah bahasa jari atau jika kita menguasai bahasa isyarat, dapat
menggunakannya.

g. Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, cobalah sampaikan pesan
dalam bentuk tulisan, gambar atau simbol yang mudah dimengerti.

2. Pasien dengan Gangguan Penglihatan.

Gangguan penglihatan dapat terjadi baik karena kerusakan organ, maupun bawaan dari
lahir. Gangguan penglihatan karena kerusakan organ misalnya: kornea, lensa mata, kekeruhan
humor viterius, maupun kerusakan kornea, serta kerusakan saraf penghantar impuls menuju otak.
Kerusakan di tingkat persepsi antara lain dialami pasien dengan kerusakan otak. Semua ini
mengakibatkan penurunan visus hingga dapat menyebabkan kebutaan, baik parsial maupun total.
Akibat kerusakan visual, kemampuan menangkap rangsang ketika berkomunikasi sangat
bergantung pada pendengaran dan sentuhan.

Oleh karena itu, komunikasi yang dilakukan harus mengoptimalkan fungsi pendengaran
dan sentuhan karena fungsi penglihatan sedapat mungkin harus digantikan oleh informasi yang
dapat ditransfer melalui indra yang lain. Berikut adalah teknik-teknik yang diperhatikan selama
berkomunikasi dengan pasien yang mengalami gangguan penglihatan:

a. Sedapat mungkin pengobat mengambil posisi yang dapat dilihat pasien bila pasien
mengalami kebutaan parsial atau total.

b. Sampaikan secara verbal keberadaan / kehadiran kita ketika berada di dekat pasien.

c. Identifikasikan diri kita dengan menyebutkan nama .

d. Berbicaralah dengan menggunakan nada suara normal bila kondisi pasien tidak
memungkinkan pasien menerima pesan verbal secara visual. Dalam kondisi ini, nada
suara kita memegang peranan besar dan bermakna bagi pasien.

e. Terangkan alasan kita menyentuh atau mengucapkan kata – kata sebelum melakukan
sentuhan apapun pada pasien.

f. Informasikan kepada pasien ketika kita akan meninggalkan ruangan atau meninggalkan
pasien / memutus komunikasi.

g. Orientasikan pasien dengan suara – suara yang terdengar disekitarnya.

h. Orientasikan pasien pada lingkunganya bila pasien dipindah ke lingkungan / ruangan


yang baru.

Syarat-Syarat Komunikasi

Dalam melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien dengan gangguan sensori


penglihatan, kita sebagai pengobat dituntut untuk menjadi komunikator yang baik sehingga
terjalin hubungan terapeutik yang efektif antara pengobat dan pasien, untuk itu syarat yang
harus dimiliki oleh pengobat dalam berkomunikasi dengan pasien dengan gangguan sensori
penglihatan adalah:
a. Adanya kesiapan, artinya pesan atau informasi, cara penyampaian, dan saluarannya harus
dipersiapkan terlebih dahulu secara matang.

b. Kesungguhan, artinya apapun wujud dari pesan atau informasi tersebut tetap harus
disampaikan secara sungguh-sungguh atau serius.

c. Ketulusan, artinya sebelum individu memberikan informasi atau pesan kepada individu
lain, pemberi informasi harus merasa yakin bahwa apa yang disampaikan itu merupakan
sesuatu yang baik dan memang perlu serta berguna untuk si pasien.

d. Kepercayaan diri, artinya jika pengobat mempunyai kepercayaan diri maka hal ini akan
sangat berpengaruh pada cara penyampaiannya kepada pasien.

e. Ketenangan, artinya sebaik apapun dan sejelek apapun yang akan disampaikan, perawat
harus bersifat tenang, tidak emosi maupun memancing emosi pasien, karena dengan
adanya ketenangan maka informasi yang disampaikan akan lebih jelas, baik dan lancar.

f. Keramahan, artinya bahwa keramahan ini merupakan kunci sukses dari kegiatan
komunikasi, karena dengan keramahan yang tulus tanpa dibuat-buat akan menimbulkan
perasaan tenang, senang dan aman bagi pasien.

g. Kesederhanaan, artinya di dalam penyampaian informasi, sebaiknya dibuat sederhana


baik bahasa, pengungkapan dan penyampaiannya. Meskipun informasi itu panjang dan
rumit akan tetapi kalau diberikan secara sederhana, berurutan dan jelas maka akan
memberikan kejelasan informasi dengan baik.

3. Pasien dengan gangguan Wicara.

Gangguan wicara dapat terjadi akibat kerusakan organ lingual, kerusakan pita suara,
ataupun gangguan persarafan. Berkomunikasi dengan pasien dengan gangguan wicara
memerlukan kesabaran supaya pesan dapat dikirim dan ditangkap dengan benar pasien yang
mengalami gangguan wicara umumnya telah belajar berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa isyarat atau menggunakan tulisan atau gambar. Pada saat berkomunikasi dengan pasien
gangguan wicara, hal – hal berikut perlu di perhatikan:

a. Pengobat benar – benar dapat memperhatikan mimik dan gerak bibir pasien.
b. Usahakan memperjelas hal yang disampaikan dengan mengulang kembali kata-kata
yang diucapkan pasien.

c. Mengendalikan pembicaraan supaya tidak membahas terlalu banyak topik,


komunikasi dengan pasien tidak menyimpang.

d. Mengendalikan pembicaraan sehingga pasien menjadi lebih rileks dan komunikasi


menjadi lebih pelan.

e. Memperhatikan setiap detail komunikasi sehingga pesan dapat diterima dengan baik.

f. Gunakan bahasa isyarat, tulisan, gambar atau simbol bila diperlukan.

g. Apabila memungkinkan, hadirkan orang yang terbiasa berkomunikasi lisan dengan


pasien untuk menjadi mediator komunikasi.

4. Pasien dengan keadaan tidak sadar

Ketidaksadaran mengakibatkan fungsi sensorik dan motorik pasien mengalami penurunan


sehingga seringkali stimulus dari luar tidak dapat diterima pasien dan pasien tidak dapat
merespons kembali stimulus tersebut.

Keadaaan tidak sadar dapat terjadi akibat gangguan organik pada otak, trauma otak yang
berat, syok, pingsan, kondisi tidur dan narkose, ataupun gangguan berat yang terkait dengan
penyakit tertentu. Seringkali timbul pertanyaan tentang perlu tidaknya pengobat berkomunikasi
dengan pasien yang mengalami gangguan kesadaran ini. Bagaimanapun, secara etika
penghargaan terhadap nilai nilai kemanusiaan mengharuskan penerapan komunikasi pada pasien
dengan gangguan kesadaran Pada saat berkomunikasi dengan pasien dengan gangguan
kesadaran, hal hal berikut perlu diperhatikan:

a. Berhati – hati ketika melakukan pembicaraan verbal dekat pasien karena ada
keyakinan bahwa organ pendengaran merupakan organ terakhir yang mengalami
penurunan dan penerimaan rangsang pada individu yang tidak sadar dan yang
menjadi pertama kali berfungsi pada waktu sadar. Maka perawat harus berhati – hati
tidak mengatakan sesuatu pada pasien yang tidak sadar atau pada dalam jarak
pendengaran pasien. Jaga selalu untuk tidak mengatakan hal – hal yang tidak akan
mereka katakan pada pasien yang sepenuhnya sadar.

b. Ambil asumsi bahwa pasien dapat mendengar pembicaraan kita. Usahakan


mengucapkan kata dengan menggunakan nada normal dan memperhatikan materi
ucapan yang kita sampaikan di dekat klien.

c. Ucapkan kata – kata sebelum menyentuh pasien . Sentuhan diyakini dapat menjadi
salah satu bentuk komunikasi yang sangat efektif pada pasien dengan penurunan
kesadaran.

d. Upayakan untuk mempertahankan lingkungan sekitar pasien setenang mungkin untuk


membantu pasien pada komunikasi yang dilakukan.

5. Pasien dengan gangguan perkembangan

Berbagai kondisi dapat mengakibatkan gangguan perkembangan kognitif pada pasien,


antara lain akibat penyakit : retardasi mental, syndrome down, ataupun situasi sosial, misal,
pendidikan yang rendah, kebudayaan primitif, dan sebagainya. Dalam berkomunikasi dengan
klien yang mengalami gangguan kematangan kognitif, sebaiknya kita memperhatikan prinsip
komunikasi bahwa komunikasi dilakukan dengan pendekatan komunikasi efektif, yaitu
mengikuti kaidah sesuai kemampuan audience (capability of audience) dengan demikian
komunikasi dapat berlangsung lebih efektif. Cara – cara berkomunikasi dengan pasien yang
mengalami gangguan kematangan kognitif / perkembangan kognitif :

a. Berbicaralah dengan menggunakan tema yang jelas dan terbatas.

b. Hindari menggunakan istilah yang membingungkan pasien, usahakan menggunakan kata


pengganti yang lebih mudah dimengerti dengan menggunakan contoh atau gambar dan
simbol yang mudah dimengerti oleh pasien.

c. Berbicaralah dengan menggunakan nada yang relatif datar dan Nada tinggi seringkali di
terima oleh pasien sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan.

d. Selalu lakukan pengulangan dan tanyakan kembali pesan yang diutarakan untuk
memastikan kembali maksud pesan sudah diterima dengan baik oleh pasien.
e. Berhati – hatilah dalam menggunakan teknik komunikasi non verbal karena dapat
menimbulkan interprestasi yang berbeda pada pasien dan menimbulkam sesuatu yang
tidak di inginkan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Komunikasi adalah suatu proses menyampaikan pesan yang dilakukan oleh seseorang
kepada pihak lain yang bertujuan untuk menciptakan persamaan pikiran antara pengirim dan
penerima pesan.

Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara pengobat dan pasien
yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah pasien yang mempengaruhi perilaku pasien.

Gangguan fisik diakibatkan oleh penyebab fisik yang beraneka ragam. Dengan
mengetahui perbedaan tersebut, dapat disimpulkan bahwa gangguan psikologis seharusnya
disembuhkan dengan sarana psikologi seperti psikoterapi dan terapi perilaku, sedangkan
gangguan fisik disembuhkan secara medis.

3.2 Saran

Saran-saran yang ingin disampaikan dengan penulisan makalah ini yaitu:

1. Pengobat harus bisa menghadapi pasien dengan gangguan fisik dan jiwa agar terjadi
hubungan terapeutik dengan pasien. Walaupun pasien mempunyai gangguan persepsi
sensori, pengobat harus merawat pasien dengan baik dan mengetahui teknik-teknik
komunikasi yang harus lebih diperhatikan.

2. Pengobat mampu menguasai cara-cara berkomunikasi dengan pasien yang terganggu


fisik dan mentalnya lebih efektif karena telah mengetahui bagaimana terapeutik
berkomunikasi dengan pasien gangguan fisik dan jiwa, serta mengetahui hambatan yang
akan ditemui pada saat akan berkomunikasi.

3. Pengobat mampu menerapkan tehnik-tehnik komunikasi, cara berkomunikasi, tahapan


komunikasi serta faktor yang menghambat komunikasi pada pasien gangguan fisik

Anda mungkin juga menyukai