Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

KOMUNIKASI PADA PADA PASIEN

DENGAN GANGGUAN FISIK DAN JIWA

Disusun Oleh:
Nama :Sela Pratimi

Nim :P05120220077

Kelas :1B
Dosen Pengampu:
Pauzan Efendi,SST.,M.Kes

POLITEKNIK KESEHATAN POLTEKKES KEMENKES BENGKULU

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat serta hidayah-Nya kepada kami semua, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas yang
telah diberikan kepada kami berupa makalah yang berjudul “ KOMUNIKASI PADA PADA
PASIEN “DENGAN GANGGUAN FISIK DAN JIWA”. Shalawat dan salam semoga selalu
terlimpah pada Rasulullah Muhammad SAW. Dalam penyusunan makalah ini kami yakin masih
banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami mengharapkan kepada para pendidik khususnya
dan para pembaca umumnya untuk memberikan saran dan kritik, dalam rangka
penyempurnaan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-
besarnya. Hanya kepada Allah SWT kami memohon semoga makalah ini bermanfaat bagi
kita semua. Amin.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang untuk
menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontak dengan sesama. Komunikasi dilakukan
oleh semua orang setiap hari, maka orang seringkali berpikir bahwa komunikasi adalah sesuatu
yang mudah. Namun sebenarnya adalah proses yang kompleks yang melibatkan tingkah laku dan
hubungan yang memungkinkan setiap individu bersosialisasi dengan orang lain dan dengan
lingkungan sekitarnya. Sebagai pengobat, dalam berkomunikasi dengan pasien kita tidak boleh
terburu-buru dan harus mengurangi kebisingan dan distraksi. Kita dapat Menggunakan kalimat
yang jelas dan mudah dimengerti, kalimat tersebut dipakai untuk menyampaikan pesan karena
arti suatu kata sering kali terlupa atau ada kesulitan dalam mengorganisasi dan mengekspresikan
pikiran. Instruksi yang berurutan dan sederhana dapat dipakai untuk mengingatkan pasien dan
sering kali terbukti sangat membantu.

Kesehatan adalah salah satu konsep yang telah sering digunakan namun sukar untuk dijelaskan
artinya. Beberapa faktor yang berbeda terkadang menyebabkan sukarnya mendefinisikan
kesehatan, kesakitan, dan penyakit. Pada tahun 1947, WHO mencoba untuk menggambarkan
kesehatan secara luas. Kesehatan (health) diartikan sebagai keadaan (status) sehat utuh secara
fisik, mental (rohani), sosial, dan bukan hanya suatu keadaan yang bebas dari penyakit, cacat,
dan kelemahan.

Di sisi lain, penyakit merupakan gangguan fungsi atau adaptasi dari proses-proses biologis dan
psikofisiologis pada seseorang. Kesakitan adalah reaksi personal, interpersonal serta kultural
terhadap penyakit. Kesakitan juga merupakan respon subjektif dari pasien, serta respon di
sekitarnya terhadap keadaan tidak sehat, tidak hanya memasukkan pengalaman tidak sehatnya
saja, tapi arti dari pengalaman tersebut bagi pasien.
B. Rumusan Masalah

Pertama kita harus mencoba mengerti apa itu yang di maksud dengan komunikasi. Sebagai
pemahaman yang paling mendasar kita harus dapat mengerti dahuluan. Setelah itu kita dapat
memasuki pemahaman berikutnya. apa yang dimaksud komunikasi terapeutik. Setelah mengerti
komunikasi, kita baru dapat membedakan komunikasi dan komunikasi terapeutik.Pada akhirnya
kita dapat mendefinisikan apa yang dimaksud komunikasi terapeutik pada pasien gangguan fisik
dan jiwa.

C. Tujuan Penulisan

Pentingnya mengetahui pengertian komunikasi. Komunikasi yang telah selama ini kita lakukan
tanpa kita sadari, dan dapat memperbaiki komunikasi di antara kita.Pentingnya mengetahui
pengertian komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik sangat bermanfaat bagi semua praktisi
medis dan dapat membuat kita dapat berkomunikasi lebih baik lagi dengan pasien
kita.Pentingnya mengetahui komunikasi terapeutik pada pasien gangguan fisik dan gangguan
jiwa. Tanpa kita sadari para pasien terpengaruh dari gangguan fisik dan jiwa yang mereka alami .
Sakit yang telah menahun dan keinginan untuk sembuh dapat mempengaruhi status fisik dan
jiwa dari pasien kita.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Komunikasi

Menurut Depkes RI tahun 2001, komunikasi adalah suatu proses menyampaikan pesan yang
dilakukan oleh seseorang kepada pihak lain yang bertujuan untuk menciptakan persamaan
pikiran antara pengirim dan penerima pesan.

Menurut Dale Yoder, kata “communication” berasal dari sumber yang sama seperti kata
“common” yang berarti sama, bersama-sama dalam membagi ide, setiap orang mempunyai
pemahaman yang sama. Oleh karena itu, komunikasi bergantung pada kemampuan kita untuk
dapat memahami satu dengan yang lainnya.

# Ada beberapa pengertian komunikasi yang di kemukakan oleh beberapa para ahli, yaitu:

1. Menurut Edward Depari, komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan dan pesan
yang disampaikan melalui lambang – lambang tertentu, mengandung arti, dilakukan oleh
penyampai pesan ditujukan kepada penerima pesan.

2. Menurut James A.F. Stoner, komunikasi adalah proses dimana seorang berusaha memberikan
pengertian dengan cara pemindahan pesan.

3. Menurut John R. Schemerhom, komunikasi adalah proses antara pribadi dalam mengirim dan
menerima simbol-simbol yang berarti bagi kepentingan mereka.

4. Menurut Dr. Phill Astrid Susanto, komunikasi adalah proses pengoperan lambang-lambang
yang mengandung arti.

5. Menurut Human Relation of Work, Keith Devis, komunikasi adalah proses lewatnya informasi
dan pengertian seseorang ke orang lain.

6. Menurut Oxtord Dictionary (1956), komunikasi adalah pengiriman atau tukar menukar
informasi, ide atau sebagainya.
7. Menurut Drs. Onong Uchjana Effendy, MA, komunikasi mencangkup ekspresi wajah, sikap
dan gerak-gerik suara, kata-kata tertulis, percetakan, kereta api, telegraf, telepon dan lainnya.

Proses komunikasi adalah langkah-langkah di antara seorang sumber dan penerimanya yang
menghasilkan transfer dan pemahaman makna. Pesan tersebut disampaikan dari seorang
pengirim kepada seorang penerima. Komunikasi disandikan dengan cara diubah menjadi suatu
bentuk simbolis dan dialihkan melalui perantara (saluran) kepada penerima, yang lalu
menerjemahkan ulang (membaca sandi ) pesan yang diberikan pengirim. Jadi di dalam terjadinya
suatu proses komunikasi terdapat beberapa faktor yang penting yaitu:

1. Pengirim pesan (sender) dan isi pesan / materi

Pengirim pesan adalah orang yang mempunyai ide untuk disampaikan kepada seseorang dengan
harapan dapat dipahami oleh orang yang menerima pesan sesuai dengan yang dimaksudkannya.
Pesan adalah informasi yang akan disampaikan atau diekspresikan oleh pengirim pesan. Pesan
dapat verbal atau non verbal dan pesan akan efektif bila diorganisir secara baik dan jelas.

2. Simbol / isyarat

Pada tahap ini pengirim pesan membuat kode atau simbol sehingga pesannya dapat dipahami
oleh orang lain. Sebagai contoh : biasanya seorang manajer menyampaikan pesan dalam bentuk
kata-kata, gerakan anggota badan (tangan, kepala, mata dan bagian muka lainnya). Tujuan
penyampaian pesan adalah untuk mengajak, membujuk, mengubah sikap, perilaku atau
menunjukkan arah tertentu.

3. Media / penghubung

Adalah alat untuk penyampaian pesan seperti : TV, radio, surat kabar, papan pengumuman,
telepon, dan lainnya. Pemilihan ini dapat dipengaruhi oleh isi pesan yang akan disampaikan,
jumlah penerima pesan dan situasi.

4. Mengartikan kode / isyarat

Setelah pesan diterima melalui indera (telinga, mata dan seterusnya) maka si penerima pesan
harus dapat mengartikan simbol / kode dari pesan tersebut, sehingga dapat dimengerti atau
dipahaminya.
5. Penerima pesan

Penerima pesan adalah orang yang dapat memahami pesan dari sipengirim meskipun dalam
bentuk kode atau isyarat tanpa mengurangi arti pesan yang dimaksud oleh pengirim

6. Umpan balik (Feedback)

Umpan balik adalah isyarat atau tanggapan yang berisi kesan dari penerima pesan dalam bentuk
verbal maupun nonverbal. Tanpa adanya umpan balik, seorang pengirim pesan tidak akan tahu
dampak pesannya terhadap si penerima pesan. Sebagai contoh : Umpan balik sangatlah penting
bagi manajer atau pengirim pesan untuk mengetahui apakah pesan sudah diterima dengan
pemahaman yang benar dan tepat. Umpan balik dapat disampaikan oleh penerima pesan atau
orang lain yang bukan penerima pesan. Umpan balik yang disampaikan oleh penerima pesan
pada umumnya merupakan tanggapan langsung yang mengandung pemahaman atas pesan
tersebut dan sekaligus merupakan apakah pesan itu akan dilaksanakan atau tidak. Umpan balik
yang diberikan oleh orang lain didapat dari pengamatan pemberi umpan balik terhadap perilaku
maupun ucapan penerima pesan. Pemberi umpan balik menggambarkan perilaku penerima pesan
sebagai reaksi dari pesan yang diterimanya. Umpan balik bermanfaat untuk memberikan
informasi, saran yang dapat menjadi bahan pertimbangan dan membantu untuk menumbuhkan
kepercayaan serta keterbukaan diantara komunikan, juga dapat memperjelas persepsi.

7. Gangguan

Gangguan bukan merupakan bagian dari proses komunikasi akan tetapi mempunyai pengaruh
dalam proses komunikasi, karena pada setiap situasi hampir selalu ada hal yang mengganggu
kita. Gangguan adalah hal yang merintangi atau menghambat komunikasi sehingga penerima
salah menafsirkan pesan yang diterimanya.

Dalam komunikasi ada beberapa Jenis Komunikasi diantaranya:

Menurut Stephen P. Robbins, komunikasi antar pribadi dapat digolongkan menjadi tiga jenis,
yaitu:

1. Komunikasi lisan

2. Komunikasi tertulis
3. Komunikasi non verbal disebut juga komunikasi dengan bahasa tubuh

Dari ketiga jenis komunikasi yang disebutkan Robbins, komunikasi lisan dan komunikasi tulisan
dapat disebut sebagai komunikasi verbal. Komunikasi Verbal mencakup aspek-aspek berupa :

* Vocabulary (perbendaharaan kata-kata). Komunikasi tidak akan efektif bila pesan


disampaikan dengan kata-kata yang tidak dimengerti, karena itu olah kata menjadi penting dalam
berkomunikasi.

* Racing (kecepatan). Komunikasi akan lebih efektif dan sukses bila kecepatan bicara dapat
diatur dengan baik, tidak terlalu cepat atau terlalu lambat.

* Intonasi suara: akan mempengaruhi arti pesan secara dramatik sehingga pesan akan menjadi
lain artinya bila diucapkan dengan intonasi suara yang berbeda. Intonasi suara yang tidak
proposional merupakan hambatan dalam berkomunikasi.

* Humor: dapat meningkatkan kehidupan yang bahagia. Dugan (1989), memberikan catatan
bahwa dengan tertawa dapat membantu menghilangkan stress dan nyeri. Tertawa mempunyai
hubungan fisik dan psikis dan harus diingat bahwa humor adalah merupakan satu-satunya
selingan dalam berkomunikasi.

* Singkat dan jelas. Komunikasi akan efektif bila disampaikan secara singkat dan jelas, langsung
pada pokok permasalahannya sehingga lebih mudah dimengerti.

* Timing (waktu yang tepat) adalah hal kritis yang perlu diperhatikan karena berkomunikasi
akan berarti bila seseorang bersedia untuk berkomunikasi, artinya dapat menyediakan waktu
untuk mendengar atau memperhatikan apa yang disampaikan.

B. Komunikasi Terapeutik

a. Pengertian Komunikasi Terapeutik

Komunikasi yang terjadi di dunia kesehatan sering juga disebut dengan komunikasi secara
terapeutik. Komunikasi terapeutik sendiri maksudnya adalah komunikasi yang dilakukan secara
sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.
Dalam melakukan komunikasi tiap pasien mempunyai tingkat kesulitan masing-masing.
Contohnya pada pasien dengan gangguan fisik dan gangguan jiwa tentu saja akan berbeda jika
dibandingkan dengan pasien yang tidak mempunyai gangguan fisik dan jiwa. Dibutuhkan teknik
khusus untuk membangun kepercayaan antara pasien dengan pengobat.

Komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan perawat untuk membantu pasien
beradaptasi terhadap stress, mengatasi gangguan patologis dan belajar bagaimana berhubungan
dengan orang lain. ( Northouse, 1998).

Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara pengobat dan pasien yang
bertujuan untuk menyelesaikan masalah pasien yang mempengaruhi perilaku pasien. Hubungan
pengobat dan pasien yang terapeutik adalah pengalaman belajar bersama dan pengalaman
dengan menggunakan berbagai tekhnik komunikasi agar perilaku pasien berubah ke arah positif
seoptimal mungkin. Untuk melaksanakan komunikasi terapeutik yang efektif pengobat harus
mempunyai keterampilan yang cukup dan memahami tentang diri si pasien.

Teori komunikasi sangat sesuai dalam praktek keperawatan (Stuart dan Sundeen, 1987, hal. 111)
karena:

1. Komunikasi merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik. Dalam proses
komunikasi terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran.

2. Maksud komunikasi adalah mempengaruhi perilaku orang lain. Berarti, keberhasilan


intervensi keperawatan bergantung pada komunikasi karena proses pengobatan ditujukan untuk
merubah perilaku dalam mencapai tingkat kesehatan yang normal.

3. Komunikasi adalah berhubungan. Hubungan pengobat dan pasien yang terapeutik tidak
mungkin dicapai tanpa komunikasi.

C. Manfaat Komunikasi Terapeutik

Dengan profesi sebagai pengobat, maka akan menjadi terapeutik dan adalah suatu hal wajib
dilakukan dan diharapkan akan memberikan kontribusi dalam melakukan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat. Menjadi terapeutik berarti menjadikan diri pengobat sebagai sarana untuk
memfasilitasi proses penyembuhan dalam hal ini pengobat menggunakan komunikasi terapeutik
sebagai sarananya.

D. Tujuan Komunikasi terapeutik

Untuk mengembangkan pribadi pasien ke arah lebih positif / adaptif dan diarahkan pada
pertumbuhan kesehatan pasien :

1. Realisasi diri, penerimaan diri, peningkatan penghormatan diri.Melalui komunikasi terapeutik


diharapkan terjadi perubahan dalam diri pasien. pasien yang tadinya tidak bisa menerima diri apa
adanya atau merasa rendah diri, setelah berkomunikasi terapeutik dengan pengobat diharapkan
agar mampu menerima dirinya.

2. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling bergantung
dengan orang lain. Melalui komunikasi terapeutik, klien belajar bagaimana menerima dan
diterima orang lain. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur, menerima pasien apa adanya,
pengobat akan meningkatkan kemampuan pasien dalam membina hubungan saling percaya.
Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan yang
realistis.Terkadang pasien menetapkan ideal diri atau tujuan yang terlalu tinggi tanpa mengukur
kemampuannya. Individu yang merasa kenyataan dirinya mendekati ideal diri mempunyai harga
diri yang tinggi, sedangkan individu yang merasa kenyataan hidupnya jauh dari ideal dirinya
akan merasa rendah diri (Taylor, Lilis dan Lemone, 1997).

3. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri. Pasien yang mengalami
gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya diri dan merngalami harga
diri rendah.

E. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik

Beberapa prinsip dasar yang harus dipahami dalam membangun hubungan dan mempertahankan
hubungan yang terapeutik:

- Hubungan dengan klien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan, didasarkan
pada prinsip “Humanity of Nursing and Clients”.
1. Perawat harus menghargai keunikan klien, dengan melihat latar belakang keluarga, budaya
dan keunikan tiap individu.

2. Komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri baik pemberi maupun penerima
pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri klien.

3. Komunikasi yang menumbuhkan hubungan saling percaya harus dicapai terlebih dahulu
sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternative pemecahan masalahnya.

- Beberapa prinsip komunikasi terapeutik menurut Boyd & Nihart (1998) adalah:

1. Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi.

2. Tingkah laku professional mengatur hubungan terapeutik.

3. Hubungan sosial dengan klien harus dihindari.

4. Kerahasiaan klien harus dijaga.

5. Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman.

6. Memelihara interaksi yang tidak menilai, dan hindari membuat penilaian tentang tingkah laku
klien dan memberi nasehat.

7. Beri petunjuk klien untuk menginterpretasikan kembali pengalamannya secara rasional.

8. interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan hindari perubahan subyek/topik jika
perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu yang sangat menarik klien.

9. Implementasi intervensi berdasarkan teori.

10. Membuka diri hanya digunakan hanya pada saat membuka diri mempunyai tujuan terapeutik.

E. Tahap komunikasi Terapeutik

Tahapan komunikasi terapeutik terdiri dari empat tahapan, yaitu :

1. Tahap Persiapan/ Tahap Pra interaksi

Pada tahap ini pengobat harus:


a. Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan diri sendiri.

b. Menganalisis kekuatan dan kelemahan diri perawat sendiri.

c. Mengumpulkan data tentang klien.

d. Merencanakan pertemuan pertama dengan klien.

2.Tahap Perkenalan

Merupakan saat pertama perawat bertemu dengan klien. Pada tahap ini tugas perawat:

a. Membina hubungan saling percaya.

b. Merumuskan kontrak bersama pasien.

c.Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah pasi

d. Merumuskan tujuan dengan pasi

3.Tahap Kerja

Merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunikasi (Stuart GW., 1998). Pada tahap ini
perawat dan pasien bekerja bersama-sama untuk mengatasi masalah yang dihadapi pasien. Tahap
ini juga berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan keperawatan.

4.Tahap Terminasi

Merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan pasien. Tahap ini dibagi dua, yaitu tahap
terminasi sementara dan terminasi akhir. Pada tahap ini tugas perawat adalah:

a. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan.

b. Melakukan evaluasi subyektif.

c. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan.

d. Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya.

F. Strategi Menanggapi Respon.


Dalam menanggapi respon pasien, perawat dapat menggunakan berbagai tehnik komunikasi
terapeutik sebagai berikut:

1. Bertanya

2. Mendengarkan

3. Mengulang

4. Klarifikasi

5. Refleksi

6. Memfokuskan

7. Diam

8. Memberi informasi

9. Menyimpulkan

10. Mengubah cara pandang

11. Eksplorasi

12. Membagi persepsi

13. Mengidentifikasikan tema

14. Humor

15. Memberikan pujian

G. Hambatan Dalam Komunikasi Terapeutik.

Ada lima jenis hambatan spesifik komunikasi terapeutik, yaitu:

1. Resisens
2. Transferens

3. Kontraferens

4. Pelanggaran batas

5. Pemberian hadiah

H. Gangguan Fisik dan Gangguan Jiwa.

Kondisi fisik dan psikologis seseorang seringkali saling terkait. Pasien yang mederita penyakit
bisa dari sakit fisik memicu munculnya gangguan psikologis. Ini lebih sering terlihat pada pasien
yang sakitnya sudah tahunan. Sebaliknya pula, dari gangguan psikologis bisa muncul sakit fisik.
Misalnya pasien secara tidak sadar melukai dirinya sendiri. Dalam mengkaji hubungan di antara
keduanya, analisis permasalahan meliputi pencarian/penggalian dan penjelasan hubungan antara
kepribadian dan penyakit fisik yang diikuti dengan pendekatan penelitian kontemporer.

Sebenarnya apa perbedaan antara gangguan psikologis seperti cemas dan depresi dengan
gangguan fisik seperti penyakit infeksi dan kanker? Secara langsung, gangguan psikologis dapat
dijelaskan dengan mengetahui penyebab psikologis itu sendiri seperti stres, pengalaman trauma,
dan masalah kanak-kanak. Sementara itu, gangguan fisik dapat diakibatkan oleh penyebab fisik
misalnya cacat tubuh, cacat bawaan dan luka di tubuh yang mengganggu pergerakkan. Setelah
mengetahui itu, kita dapat menggunakan sarana terapi yang tepat bagi masing – masing pasien.
Pasien dengan gangguan psikologis seharusnya diarahkan ke sarana penyembuhan psikologi
supaya dapat disembuhkan disembuhkan dengan menggunakan terapi seperti psikoterapi dan
terapi perilaku, sedangkan gangguan fisik diarahkan ke klinik atau rumah sakit agar
disembuhkan secara medis.

Gangguan psikologis berkisar dari penyakit mental yang serius sampai kasus yang depresi yang
relatif ringan yang biasanya disebabkan ketidakseimbang biokimia, sering dianggap sebagai
gangguan keturunan. Hal ini terutama didukung oleh penelitian DNA. Di sisi lain, jenis
kepribadian tertentu ada yang mudah terkena penyakit jantung dan stres, yang merupakan faktor
utama dalam penyebab banyak penyakit fisik. Pengobatan holistik dan terapi sejenisnya untuk
penyakit fisik seringnya mempunyai komponen psikologi yang besar seperti program manajemen
stres, relaksasi, hingga pelatihan pernafasan.
I. Komunikasi Terapeutik Gangguan Fisik

A. Pengertian Gangguan Fisik

Gangguan fisik adalah suatu keadaan dimana seseorang mempunyai kekurangan pada anggota
tubuh atau terganggunya sistem organ dalam tubuh, sensorik, dan motorik pada tubuh. Gangguan
fisik yang dari kekurangan anggota tubuh sering kali membuat pergerakan terganggu. Gangguan
dari sistem organ membuat pasien berasa tidak enak badan dan harus mendapatkan pengobatan
medis.

Gangguan fisik ini bisa dialami oleh semua orang baik orang dewasa maupun anak kecil. Untuk
orang dewasa gangguan fisik ini dimungkinkan karena faktor eksternal seperti : kecelakaan yang
menyebabkan rusaknya anggota tubuh atau organ tubuh, sehingga menimbulkan keterbatasan
dalam beraktivitas. Sedangkan gangguan fisik yang dialami oleh anak kecil dikarenakan oleh
faktor bawaan seperti :

1. Kelainan pada sistem cerebral (sistem syarat pusat), gangguan fisik ini disebabkan oleh luka
pada otak yang mempengaruhi kemampuan menggerakkan bagian-bagian tubuh manusia
(gangguan motorik), disebut juga cerebral palsy (CP). Menurut letak kelainan otak dan fungsi
geraknya, cerebral palsy dibedakan atas : spastic (kekakuan sebagian atau seluruh otot karena
kerusakan pada cortex cerebri), athetoid (gerakan kaki tangan di luar kemauan karena kerusakan
pada basal ganglia). Ataxia (hambatan keseimbangan kerema kerusakan pada otak
kecil/cerebellum), rigid (kekuatan seluruh anggota gerak karena kerusakan pada basal ganglia),
tremor (gerakan kecil yang terus-menerus karena kerusakan pada basal ganglia).

2. Kelainan pada sistem musculus skeletal (sistem otot dan rangka), gangguan fisik ini dialami
oelh anak-anak yang memiliki cacat fisik akibat kelemahan atau penyakit pada otot atau tulang,
disebut juga gangguan orthopedic. Jenis kelainan yang berkaitan dengan sistem ototdan rangka
meliputi : polio (kelumpuhan tangan dan kaki karena virus polio), muscular dystrophy
(kelumpuhan yang bersifat progresif karena otot tidak dapat berkembang), osteogenesis
imperfect (tulang mudah patah karena pertumbuhan kerangka tulang tidak normal), spina bifida
(kelumpuhan anggota tubuh bagian bawah karena sebagian ruas tulang belakang tidak menutup),
hambatan fisik motorik karena bawaan lahir (bentuk kaki tangan seperti tongkat, tubuh kerdil,
hydrocephalus atau micrcephalus, jari kurang atau lebih dari lima, dilahirkan tanpa anggota
tubuh tertentu, dan lain-lain)

3.Gangguan kesehatan yang mempengaruhi kemampuan fisik, antara lain : asma (penyempitan
pembuluh tenggorokan) dan hemophilia (kelainan/kurangnya produksi factor pembekuan darah).

Gangguan fisik dan kesehatan dapat terjadi sebelum lahir, dan sesudah lahir. Pada masa
sebelum lahir, dapat disebabkan oleh : infeksi atau penyakit, kelainan kandungan bayi dalam
kandungan terkena radiasi, atau ibu mengalami trauma (kecelakaan). Pada saat lahir, kerusakan
otak bayi dapat disebabkan oleh : proses kelahiran yang terlalu lama, pemakaian alat bantu
kelahiran, dan pemakaian anastesi yang berlebihan. Pada masa sesudah lahir, hal-hal yang dapat
menyebabkan kecacatan antara lain : kecelakaan.trauma pada kepala, amputasi, infeksi/penyakit
yang menyerang otak, dan malnutrisi.

Anak-anak dengan gangguan fisik motorik biasanya mengalami kekakuan, kelumpuhan,


gerakan-gerakan yang tidak dapat dikendalikan, gerakan ritmis, dan hambatan keseimbangan.
Adanya berbagai hambatan ini menyebabkan anak kesulitan melakukan aktifitas sehari-hari
seperti berpindah tempat, makan, minum, berpakaian, dan lain-lain. Kerusakan sistem syaraf
pusat di otak maupun sumsum tulang belakang juga dapat menimbulkan gangguan fungsi
fisiologis tubuh seperti :

1. Gangguan refleks

2. Gangguan perasaan kulit

3. Gangguan fungsi sensoris

4. Gangguan pengaturan sikap dan gerak motorik

5. Gangguan fungsi metabolism dan sistem endokrin (hormonal).

6. Gangguan fungsi gastrointestinal

7. Gangguan gungsi sirkulasi darah

8. Gangguan fungsi pernafasan


9. Gangguan pembentukan ekskresi urine.

Kecerdasan anak dengan gangguan fisik dan kesehatan bervariasi dari tingkat paling rendah
sampai yang paling tinggi. Separuh anak CP diduga mengalami intelegansi yang rendah. Hal ini
karena anak-anak CP memiliki kelainan pada otak mereka dimana syaraf penghubung dan
jaringan syaraf otak mengalami kerusakan. Kondisi ini menyebabkan proses stimulus yang
berasal dari luar sulit untuk diterima dan dianalisis oleh syaraf sensoris. Anak CP akan
mengalami kesulitan untuk mengolah stimulus visual, auditori, dan taktil yang diterimanya.
Selanjutnya mereka akan mengalami kesulitan dalam konsep bentuk, keseimbangan posisi tubuh,
orientasi ruang, warna, bunyi, rasa, dan peraba.

Kebanyakan anak CP mengalami hambatan bicara, karena otot-otot bicara yang lumpuh atau
kaku. Selain itu, kurangnya interaksi dengan lingkungan sekitar dapat menyebabkan anak
mengalami kemiskinan bahasa. Anak yang mempunyai gagasan atau ide yang akan disampaikan
kepada orang lain secara lisan tidak terkomunikasikan, karena bicaranya tidak jelas dan
ucapannya susah dimengerti (supena, 2012).

Anak-anak dengan gangguan fisik dan kesehatan biasanya juga mengalami kesulitan
penyesuaian sosial. Mereka kesulitan mempertahankan hubungan dengan teman-teman sebaya.
Mereka juga mungkin mempunyai konsep diri yang rendah, akibatnya untuk berinteraksi dengan
lingkungan menjadi terlambat. Anak merasa rendah diri, menolak kenyataan.

1. Komunikasi pada Pasien Gangguan Fisik

2. Pasien dengan Gangguan Pendengaran

Pada pasien dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang paling sering digunakan
ialah media visual. Pasien menangkap pesan bukan dari suara yang dikeluarkan orang lain, tetapi
dengan mempelajari gerak bibir lawan bicaranya. Kondisi visual menjadi sangat penting bagi
pasien ini sehingga dalam melakukan komunikasi, diusahakan supaya sikap dan gerakan kita
dapat ditangkap oleh indra visual si pasien.

- Teknik-teknik komunikasi yang dapat digunakan pada pasien dengan gangguan pendengaran,
antara lain:
1. Orientasikan kehadiran kita dengan cara menyentuh pasien atau memposisikan diri di
hadapan yang terlihat oleh pasien.
2. Gunakan bahasa dan kalimat yang sederhana dan bicaralah dengan perlahan untuk
memudahkan pasien membaca gerak bibir kita.
3. Usahakan berbicara dengan posisi tepat di hadapan atau di depan pasien dan pertahankan
sikap tubuh dan mimik wajah yang lazim.
4. Jangan melakukan pembicaraan ketika kita sedang mengunyah sesuatu, misalnya permen
karet.
5. Bila mungkin gunakan bahasa pantomim dengan gerakan yang sederhana dan wajar.
6. Jika diperlukan gunakanlah bahasa jari atau jika kita menguasai bahasa isyarat, dapat
menggunakannya.
7. Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, cobalah sampaikan pesan dalam
bentuk tulisan, gambar atau simbol yang mudah dimengerti.

2. Pasien dengan Gangguan Penglihatan.


Gangguan penglihatan dapat terjadi baik karena kerusakan organ, maupun bawaan dari
lahir. Gangguan penglihatan karena kerusakan organ misalnya: kornea, lensa mata,
kekeruhan humor viterius, maupun kerusakan kornea, serta kerusakan saraf penghantar
impuls menuju otak. Kerusakan di tingkat persepsi antara lain dialami pasien dengan
kerusakan otak. Semua ini mengakibatkan penurunan visus hingga dapat menyebabkan
kebutaan, baik parsial maupun total. Akibat kerusakan visual, kemampuan menangkap
rangsang ketika berkomunikasi sangat bergantung pada pendengaran dan sentuhan.Oleh
karena itu, komunikasi yang dilakukan harus mengoptimalkan fungsi pendengaran dan
sentuhan karena fungsi penglihatan sedapat mungkin harus digantikan oleh informasi
yang dapat ditransfer melalui indra yang lain.

1. Teknik Komunikasi
Berikut adalah teknik-teknik yang diperhatikan selama berkomunikasi dengan pasien
yang mengalami gangguan penglihatan:
1. Sedapat mungkin pengobat mengambil posisi yang dapat dilihat pasien bila pasien
mengalami kebutaan parsial atau total.
2. Sampaikan secara verbal keberadaan / kehadiran kita ketika berada di dekat pasien.
3. Identifikasikan diri kita dengan menyebutkan nama .
 Berbicaralah dengan menggunakan nada suara normal bila kondisi pasien tidak
memungkinkan pasien menerima pesan verbal secara visual. Dalam kondisi ini, nada
suara kita memegang peranan besar dan bermakna bagi pasien.
 Terangkan alasan kita menyentuh atau mengucapkan kata – kata sebelum melakukan
sentuhan apapun pada pasien.
 Informasikan kepada pasien ketika kita akan meninggalkan ruangan atau
meninggalkan pasien / memutus komunikasi.
 Orientasikan pasien dengan suara – suara yang terdengar disekitarnya.
 Orientasikan pasien pada lingkunganya bila pasien dipindah ke lingkungan / ruangan
yang baru.

2. Syarat-Syarat Komunikasi
Dalam melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien dengan gangguan sensori
penglihatan, kita sebagai pengobat dituntut untuk menjadi komunikator yang baik
sehingga terjalin hubungan terapeutik yang efektif antara pengobat dan pasien, untuk itu
syarat yang harus dimiliki oleh pengobat dalam berkomunikasi dengan pasien dengan
gangguan sensori penglihatan adalah:

1. Adanya kesiapan, artinya pesan atau informasi, cara penyampaian, dan saluarannya
harus dipersiapkan terlebih dahulu secara matang.
2. Kesungguhan, artinya apapun wujud dari pesan atau informasi tersebut tetap harus
disampaikan secara sungguh-sungguh atau serius.
3. Ketulusan, artinya sebelum individu memberikan informasi atau pesan kepada
individu lain, pemberi informasi harus merasa yakin bahwa apa yang disampaikan itu
merupakan sesuatu yang baik dan memang perlu serta berguna untuk si pasien.
 Kepercayaan diri, artinya jika pengobat mempunyai kepercayaan diri maka hal ini
akan sangat berpengaruh pada cara penyampaiannya kepada pasien.
 Ketenangan, artinya sebaik apapun dan sejelek apapun yang akan disampaikan,
perawat harus bersifat tenang, tidak emosi maupun memancing emosi pasien, karena
dengan adanya ketenangan maka informasi yang disampaikan akan lebih jelas, baik
dan lancar.
 Keramahan, artinya bahwa keramahan ini merupakan kunci sukses dari kegiatan
komunikasi, karena dengan keramahan yang tulus tanpa dibuat-buat akan
menimbulkan perasaan tenang, senang dan aman bagi pasien.
 Kesederhanaan, artinya di dalam penyampaian informasi, sebaiknya dibuat sederhana
baik bahasa, pengungkapan dan penyampaiannya. Meskipun informasi itu panjang
dan rumit akan tetapi kalau diberikan secara sederhana, berurutan dan jelas maka
akan memberikan kejelasan informasi dengan baik

3. Pasien dengan gangguan Wicara.
Gangguan wicara dapat terjadi akibat kerusakan organ lingual, kerusakan pita suara,
ataupun gangguan persarafan. Berkomunikasi dengan pasien dengan gangguan wicara
memerlukan kesabaran supaya pesan dapat dikirim dan ditangkap dengan benar pasien
yang mengalami gangguan wicara umumnya telah belajar berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa isyarat atau menggunakan tulisan atau gambar.
- Pada saat berkomunikasi dengan pasien gangguan wicara, hal – hal berikut perlu di
perhatikan:
1. Pengobat benar – benar dapat memperhatikan mimik dan gerak bibir pasien.
2. Usahakan memperjelas hal yang disampaikan dengan mengulang kembali kata-kata
yang diucapkan pasien.
3. pembicaraan supaya tidak membahas terlalu banyak topik, komunikasi dengan
pasien tidak menyimpang.
o Mengendalikan pembicaraan sehingga pasien menjadi lebih rileks dan komunikasi
menjadi lebih pelan.
o Memperhatikan setiap detail komunikasi sehingga pesan dapat diterima dengan
baik.
o Gunakan bahasa isyarat, tulisan, gambar atau simbol bila diperlukan.
o Apabila memungkinkan, hadirkan orang yang terbiasa berkomunikasi lisan
dengan pasien untuk menjadi mediator komunikasi.

4. Pasien dengan keadaan tidak sadar

Ketidaksadaran mengakibatkan fungsi sensorik dan motorik pasien mengalami penurunan


sehingga seringkali stimulus dari luar tidak dapat diterima pasien dan pasien tidak dapat
merespons kembali stimulus tersebut.Keadaaan tidak sadar dapat terjadi akibat gangguan organik
pada otak, trauma otak yang berat, syok, pingsan, kondisi tidur dan narkose, ataupun gangguan
berat yang terkait dengan penyakit tertentu. Seringkali timbul pertanyaan tentang perlu tidaknya
pengobat berkomunikasi dengan pasien yang mengalami gangguan kesadaran ini.
Bagaimanapun, secara etika penghargaan terhadap nilai nilai kemanusiaan mengharuskan
penerapan komunikasi pada pasien dengan gangguan kesadaran.pada saat berkomunikasi dengan
pasien dengan gangguan kesadaran, hal hal berikut perlu diperhatikan:

 Berhati – hati ketika melakukan pembicaraan verbal dekat pasien karena ada keyakinan
bahwa organ pendengaran merupakan organ terakhir yang mengalami penurunan dan
penerimaan rangsang pada individu yang tidak sadar dan yang menjadi pertama kali
berfungsi pada waktu sadar. Maka perawat harus berhati – hati tidak mengatakan sesuatu
pada pasien yang tidak sadar atau pada dalam jarak pendengaran pasien. Jaga selalu
untuk tidak mengatakan hal – hal yang tidak akan mereka katakan pada pasien yang
sepenuhnya sadar.
 Ambil asumsi bahwa pasien dapat mendengar pembicaraan kita. Usahakan
mengucapkan kata dengan menggunakan nada normal dan memperhatikan materi ucapan
yang kita sampaikan di dekat klien.
 Ucapkan kata – kata sebelum menyentuh pasien . Sentuhan diyakini dapat menjadi salah
satu bentuk komunikasi yang sangat efektif pada pasien dengan penurunan kesadaran.
 Upayakan untuk mempertahankan lingkungan sekitar pasien setenang mungkin untuk
membantu pasien pada komunikasi yang dilakukan
5. Pasien dengan gangguan perkembangan

Berbagai kondisi dapat mengakibatkan gangguan perkembangan kognitif pada pasien, antara lain
akibat penyakit : retardasi mental, syndrome down, ataupun situasi sosial, misal, pendidikan
yang rendah, kebudayaan primitif, dan sebagainya. Dalam berkomunikasi dengan klien yang
mengalami gangguan kematangan kognitif, sebaiknya kita memperhatikan prinsip komunikasi
bahwa komunikasi dilakukan dengan pendekatan komunikasi efektif, yaitu mengikuti kaidah
sesuai kemampuan audience (capability of audience) dengan demikian komunikasi dapat
berlangsung lebih efektif.

Cara – cara berkomunikasi dengan pasien yang mengalami gangguan kematangan kognitif /
perkembangan kognitif :

 Berbicaralah dengan menggunakan tema yang jelas dan terbatas.


 Hindari menggunakan istilah yang membingungkan pasien, usahakan menggunakan kata
pengganti yang lebih mudah dimengerti dengan menggunakan contoh atau gambar dan
simbol yang mudah dimengerti oleh pasien.
 Berbicaralah dengan menggunakan nada yang relatif datar dan Nada tinggi seringkali di
terima oleh pasien sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan.
 Selalu lakukan pengulangan dan tanyakan kembali pesan yang diutarakan untuk
memastikan kembali maksud pesan sudah diterima dengan baik oleh pasien.
 Berhati – hatilah dalam menggunakan teknik komunikasi non verbal karena dapat
menimbulkan interprestasi yang berbeda pada pasien dan menimbulkam sesuatu yang
tidak di inginkan.

J. Komunikasi Terapeutik Pada Pasien Gangguan Jiwa.

Gangguan jiwa adalah gangguan pada otak yang ditandai oleh terganggunya emosi, proses
berpikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca indera). Gangguan jiwa ini menimbulkan
stress dan penderitaan bagi penderita dan keluarganya (Stuart & Sundeen, 1998). Gangguan jiwa
dapat mengenai setiap orang, tanpa mengenal umur, ras, agama, maupun status sosial dan
ekonomi.

Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang
menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada individu
dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial. Penyebab gangguan jiwa itu bermacam-
macam. Gangguan Jiwa ada yang bersumber dari hubungan dengan orang lain yang tidak
memuaskan, misalnya seperti diperlakukan tidak adil, diperlakukan semena-mena, cinta tidak
terbalas, kehilangan seseorang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, dan lain-lain. Selain itu ada
juga gangguan jiwa yang disebabkan faktor organik, kelainan saraf dan gangguan pada otak
(Djamaludin, 2001). Jiwa atau mental yang sehat tidak hanya berarti bebas dari gangguan.
Seseorang bisa dikatakan jiwanya sehat jika dia bisa dan mampu untuk menikmati hidup, punya
keseimbangan antara aktivitas kehidupannya, mampu menangani masalah secara sehat, serta
berperilaku normal dan wajar, sesuai dengan tempat atau budaya dimana dia berada. Orang yang
jiwanya sehat juga mampu mengekpresikan emosinya secara baik dan mampu beradaptasi
dengan lingkungannya, sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan.

Penyakit kejiwaan, penyakit jiwa, atau gangguan jiwa adalah gangguan yang mengenai satu atau
lebih fungsi mental. Penyakit mental adalah gangguan otak yang ditandai oleh tegangguanya
emosi. Proses berfikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca indra), penyakit mental ini
menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita(dan keluarga).

Gangguan jiwa adalah suatu ketidakberesan kesehatan dengan manifestasi-manifestasi


psikologis atau perilaku terkait dengan penderitaan yang nyata dan kinerja yang buruk, dan
disebabkan oleh gangguan biologis, sosial, psikologis, genetik, fisis, atau kimiawi.

Gangguan jiwa mewakili suatu keadaan tidak beres yang berhakikatkan penyimpangan dari
suatu konsep normatif. Setiap jenis ketidakberesan kesehatan itu memiliki tanda-tanda dan
gejala-gejala yang khas.

Setiap gangguan jiwa dinamai dengan istilah yang tercantum dalam PPDGJ-IV (Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi IV) atau DSM-IV-TR
(Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th edition with text revision). Kendati
demikian, terdapat pula beberapa istilah yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan gangguan
jiwa:

1. Gangguan jiwa psikotik: ditandai hilangnya kemampuan menilai realitas, ditandai waham
(delusi) dan halusinasi, misalnya schizophrenia.
2.Gangguan jiwa neurotik: tanpa ditandai kehilangan kemampuan menilai realitas, terutama
dilandasi konflik intrapsikis atau peristiwa kehidupan yang menyebabkan kecemasan (ansietas),
dengan gejala-gejala obsesi, fobia, dan kompulsif.

3. Gangguan jiwa fungsional: tanpa kerusakan struktural atau kondisi biologis yang diketahui
dengan jelas sebagai penyebab kinerja yang buruk.

4. Gangguan jiwa organik: ketidakberesan kesehatan disebabkan oleh suatu penyebab spesifik
yang membuahkan perubahan struktural di otak, biasanya terkait dengan kinerja kognitif,
delirium, atau demensia, misalnya pada penyakit Pick. Istilah ini tidak digunakan dalam DSM-
IV-TR karena ia merangkum pengetian bahwa beberapa gangguan jiwa tidak mengandung
komponen biologis.

5. Gangguan jiwa primer: tanpa penyebab yang diketahui disebut pula idiopatik atau fungsional.

6. Gangguan jiwa sekunder: diketahui sebagai sutu manifestasi simtomatik dari suatu gangguan
sistemik, medis atau serebral, misalnya delirium yang disebabkan oleh penyakit infeksi otak.

- Penyebab Gangguan Jiwa:

Pertama, Faktor Organobiologi seperti faktor keturunan (genetik), adanya ke tidak seimbangan
zat – zat neurokimia di dalam otak. Kedua, Faktor Psikologis seperti adanya mood yang labil,
rasa cemas berlebihan, gangguan persepsi yang ditangkap oleh panca indera kita (halusinasi).
Dan yang ketiga adalah Faktor Lingkungan (Sosial) baik itu di lingkungan terdekat kita
(keluarga) maupun yang ada di luar lingkungan keluarga seperti lingkungan kerja, sekolah, dll.
Biasanya gangguan tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus
dari berbagai unsur itu yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu
timbulah gangguan badan atau pun jiwa.

- Faktor Organobiologi terdiri dari:

1. Neurokimia, gangguan pada kromosom no 21 yang menyebabkan munculnya gangguan


perkembangan Sindrom Down.
2. Neurofisiologi, gangguan pada sistem saraf tubuh
3. Neuroanatomi, gangguan langsung pada otak yang menyebabkan rusaknya bagian saraf
dari otak.
4. Tingkat kematangan dan perkembangan organik.
5. Faktor-faktor prenatal dan perinatal.

- Faktor Psikologis terdiri dari:

1. Interaksi ibu-anak, peranan ibu dalam tumbuh kembangnya seorang anak.


2. Interaksi ayah-anak, peranan ayah dalam tumbuh kembang seorang anak.
3. Sibling rivalry, kasih sayang yang dirasa oleh seorang anak terhadap dirinya apakah
melebihi atau kurang dari saudara kandungnya sendiri.
4. Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan, dan masyarakat.
5. Kehilangan, lost of loved ones, berpisah dari seseorang yang dianggap sangat penting
dalam diri pasien tersebut.
6. Konsep diri, pengertian identitas diri dan peran diri sang pasien yang tidak menentu.
7. Tingkat perkembangan emosi, atau kematangan emosi, pasien yang masih belum
mencapai tingkat kematangan tertentu.
8. Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya, mekanisme pertahanan diri
yang tidak efektif terhadap serangan dari luar.
9. Ketidakmatangan atau terjadinya fiksasi atau regresi pada tahap perkembangannya.
10. Traumatic event, kejadian yang membuat terjadinya luka trauma yang mendalam kepada
diri pasien.
11. Distorsi Kognitif, perubahan cara pandang dan pemikiran yang tidak lazim
12. Pola Asuh Patogenik (sumber gangguan penyesuaian diri pada anak) :
 Melindungi anak secara berlebihan karena memanjakannya
 Melindungi anak secara berlebihan karena sikap “berkuasa” dan “harus tunduk saja”
 Penolakan (rejected child)
 Menentukan norma-norma etika dan moral yang terlalu tinggi.
 Disiplin yang terlalu keras.
 Disiplin yang tidak teratur atau yang bertentangan.
 Perselisihan antara ayah-ibu.
 Persaingan yang kurang sehat diantara para saudara.
 Nilai-nilai yang buruk (yang tidak bermoral).
 Perfeksionisme dan ambisi (cita-cita yang terlalu tinggi bagi si anak).

- Tanda – Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa:

1. Alam perasaan (affect) tumpul dan mendatar. Gambaran alam perasaan ini dapat terlihat
dari wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi.
2. Menarik diri atau mengasingkan diri (withdrawn). Tidak mau bergaul atau kontak dengan
orang lain, suka melamun (day dreaming).
3. Delusi atau Waham yaitu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal) meskipun
telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinannya itu tidak rasional, namun penderita
tetap meyakini kebenarannya. Sering berpikir/melamun yang tidak biasa (delusional).
4. Halusinasi yaitu pengalaman panca indra tanpa ada rangsangan misalnya penderita
mendengar suara-suara atau bisikan-bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari
suara/bisikan itu.
5. Merasa depresi, sedih atau stress tingkat tinggi secara terus-menerus.
6. Kesulitan untuk melakukan pekerjaan atau tugas sehari-hari walaupun pekerjaan tersebut
telah dijalani selama bertahun-tahun.
7. Paranoid (cemas/takut) pada hal-hal biasa yang bagi orang normal tidak perlu ditakuti
atau dicemaskan.
8. Suka menggunakan obat hanya demi kesenangan.
9. Memiliki pemikiran untuk mengakhiri hidup atau bunuh diri.
10. Terjadi perubahan diri yang cukup berarti.
11. Memiliki emosi atau perasaan yang mudah berubah-ubah.
12. Terjadi perubahan pola makan yang tidak seperti biasanya.
13. Pola tidur terjadi perubahan tidak seperti biasa.
14. Kekacauan alam pikir yaitu yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya, misalnya
bicaranya kacau sehingga tidak dapat diikuti jalan pikirannya.
15. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat dan
gembira berlebihan.
16. Kontak emosional amat miskin, sukar diajak bicara, pendiam.
17. Sulit dalam berpikir abstrak.
18. Tidak ada atau kehilangan kehendak (avalition), tidak ada inisiatif, tidak ada
upaya/usaha, tidak ada spontanitas, monoton, serta tidak ingin apa-apa dan serba malas
dan selalu terlihat sedih.

1. Komunikasi Terapeutik pada Pasien Gangguan Jiwa

Berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah teknik khusus, ada
beberapa hal yang membedakan berkomunikasi antara orang gangguan jiwa dengan gangguan
akibat penyakit fisik. Perbedaannya adalah :

1. Penderita gangguan jiwa cenderung mengalami gangguan konsep diri, penderita


gangguan penyakit fisik masih memiliki konsep diri yang wajar (kecuali pasien dengan
perubahan fisik, ex : pasien dengan penyakit kulit, pasien amputasi, pasien pentakit
terminal dll).
2. Penderita gangguan jiwa cenderung asyik dengan dirinya sendiri sedangkan penderita
penyakit fisik membutuhkan support dari orang lain.
3. Penderita gangguan jiwa cenderung sehat secara fisik, penderita penyakit fisik bisa saja
jiwanya sehat tetapi bisa juga jiwa ikut terganggu.

Sebenarnya ada banyak perbedaan, tetapi intinya bukan pada mengungkap perbedaan antara
penyakit jiwa dan penyakit fisik tetapi pada metode komunikasinya.Komunikasi dengan
penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah dasar pengetahuan tentang ilmu komunikasi yang
benar, ide yang mereka lontarkan terkadang melompat, fokus terhadap topik bisa saja rendah,
kemampuan menciptakan dan mengolah kata – kata bisa saja kacau balau.

- Ada beberapa trik ketika harus berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa:
o Pada pasien halusinasi maka perbanyak aktivitas komunikasi, baik meminta klien
berkomunikasi dengan klien lain maupun dengan perawat, pasien halusinasi terkadang
menikmati dunianya dan harus sering harus dialihkan dengan aktivitas fisik.
o Pada pasien harga diri rendah harus banyak diberikan reinforcementPada pasien yang
sering menarik diri harus sering dilibatkan dalam aktivitas atau kegiatan yang bersama –
sama ajari dan contohkan cara berkenalan dan berbincang dengan pasien lain, beri
penjelasan manfaat berhubungan dengan orang lain dan akibatnya jika dia tidak mau
berhubungan, dll.
- Tujuan Komunikasi Terhadap Pasien Gangguan Jiwa adalah:

 Pengobat dapat memahami orang lain.


 Menggali perilaku pasien
 Memahami perlunya memberi pujian
 Memproleh informasi pasien
Sebagai contoh : Komunikasi pada pasien gangguan jiwa dengan masalah resiko bunuh
diri.Menurut Maris, Berman, Silverman, dan Bongar (2OOO), bunuh diri memiliki 4 pengertian,
antara lain:

1) Bunuh diri adalah membunuh diri sandiri secara internasional


2) Bunuh diri dilakukan dengan intense
3) Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
4) Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung(aktif).atau tidak lansung (pasif), misalnya
tidak meminum obat yang menentukan kelangsungan hidup atau secara sengaja berada di
rel kereta api
- Tindakan keperawatan yang dapat diambil:

 Pasien dapat membina hubungan saling percaya dengan pengobat


 Perkenalan diri dengan pasien
 Tanggapi pernbicaraan pasien dengan sabar dan tidak menyangkal.
 Bicara dengan tegas jelas dan jujur
 Bersifat hangat dan bersahabat
 Temani pasien saat keinginan mencederai diri meningkat
 Usahakan pasien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri seperti :
 Jauhkan pasien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau, silet gunting tali
kaca dan lain-lain).
 Tempatkan kllen di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
 Awasi pasien secara ketat Setiap saat
- Kita sebagai Pengobat dalam menghadapi pasien yang ingin bunuh diri ,kita harus dapat
mengekspresikan perasaannya dengan cara :

o Dengarkan keluhan yang dirasakan


o Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan keputusasaan
o Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagimana harapannya
o Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan, kematian, dan lain-lain
o Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keingnan untuk
hidup’
- Pasien diusahakan agar dapat meningkatkan harga dirinya dengan cara :

 Bantu untuk memahami bahwa pasien dapat mengatasi kep


 Bantu mengdentifikasi Sumbet sumber harapan (misal hubungan atar sesama, keyakinan,
hala-hal untuk diselesaikan).
- Pasien dapat menggunakan koping yang adaptif.

 Ajarkan untuk mengdentifikasi pengalaman-pengalaman yang menyenangkan setiap trari


(e.g. berjalan-ialan’ membaca buku favorit’ menulis surat dll’)’
 Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan ia sayang dan pentingnya terhadap
kehidupan orang lain mengesampingkan tentang kegagalan dalam kesehatan
 Beri dorongan untuk berbagai keprihatinan pada orang lain yang mempunyai suatu
masalah atau penyakit yang sama dan telah mempunyai pengalaman positif dalam
mengatasi masalah tersebut dengan koping yang efektif
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Komunikasi adalah suatu proses menyampaikan pesan yang dilakukan oleh seseorang kepada
pihak lain yang bertujuan untuk menciptakan persamaan pikiran antara pengirim dan penerima
pesan.

Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara pengobat dan pasien yang
bertujuan untuk menyelesaikan masalah pasien yang mempengaruhi perilaku pasien.

Secara langsung, gangguan psikologis / jiwa dapat dijelaskan dengan mengetahui penyebab
psikologis itu sendiri. Penyebab tersebut diantara lainnya seperti stres, pengalaman trauma, dan
masalah pada masa kanak-kanak. Sementara itu, gangguan fisik diakibatkan oleh penyebab fisik
yang beraneka ragam. Dengan mengetahui perbedaan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
gangguan psikologis seharusnya disembuhkan dengan sarana psikologi seperti psikoterapi dan
terapi perilaku, sedangkan gangguan fisik disembuhkan secara medis.

B. Saran

Saran-saran yang ingin disampaikan dengan penulisan makalah ini yaitu:

1. Pengobat harus bisa menghadapi pasien dengan gangguan fisik dan jiwa agar terjadi
hubungan terapeutik dengan pasien. Walaupun pasien mempunyai gangguan persepsi
sensori, pengobat harus merawat pasien dengan baik dan mengetahui teknik-teknik
komunikasi yang harus lebih diperhatikan.
2. Pengobat mampu menguasai cara-cara berkomunikasi denganpasien yang terganggu fisik
dan mentalnya lebih efektif karena telah mengetahui bagaimana terapeutik
berkomunikasi dengan pasien gangguan fisik dan jiwa, serta mengetahui hambatan yang
akan ditemui pada saat akan berkomunikasi.
Pengobat mampu menerapkan tehnik-tehnik komunikasi, cara berkomunikasi, tahapan
komunikasi serta faktor yang menghambat komunikasi pada pasien gangguan fisik dan jiwa.

Anda mungkin juga menyukai