Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

MIKROBIOLOGI PANGAN DAN LINGKUNGAN


“DEKOMPOSISI SENYAWA ORGANIK DI ALAM”

OLEH
Kelompok 7
Triwahyuni A. Nainatun ( 1706050051)
Yuli Y. Pulamau (1706050127)
Longginus W. W. Hero ( 1706050047)
Welmi M. Elimanafe (1706050097)
Devita Ratumali (1706050113)

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
MARET, 2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dekomposisi atau pembusukan adalah proses ketika makluk – makluk pembusukan
seperti jamur dan mikroorganisme mengurai tumbuhan dan hewan yang mati dan
mendaur ulang material – material serta nutrisi – nutrisi yang berguna. Seresah yaitu
tumpukan dedaunan kering, rerantingan, dan berbagai sisa vegetasi lainnya. Serasah yang
membusuk (mengalami dekomposisi) berubah menjadi humus ( bungah tanah), dan
akhirnya menjadi tanah. Lapisan serasah yang merupakan dunia kecil diatas tanah, yang
menyediakan tempat hidup bagi berbagai makluk terutama para dekomposer.
Pelapukan bahan organik bisa terjadi secara alami di lingkungan terbuka dalam
keadaan basah dan lembab dengan kerja sama antara mikroorganisme tanah atau rumen
pada kotoran ternak (Murbandono, 1998). Permasalahannya adalah peruraian bahan
organik secara alami berlangsung lama sekitar 4-8 minggu sehingga petani enggan
menggunakannya (Wididana dan Wibisono, 1996). Proses tersebut dapat dipercepat
dengan inokulasi aktivator yang berisi campuran mikrobia dekomposer pilihan untuk
mempergiat proses dekomposisi dan fermentasi hingga menghasilkan kompos berkualitas
baik dalam waktu relatif singkat (Harry, 1996). Hasil penelitian Higa (1992)
menunjukkan bahwa proses dekomposisi bahan organik melalui fermentasi karena
aktivitas mikroorganisme zimogenik lebih dominan daripada mikroorganisme pembusuk.
Komposisi mikrobia pada aktivator dan aktivitas mikrobia selama proses dekomposisi
pada berbagai macam bahan organik sangat mempengaruhi lama dekomposisi dan
kualitas kompos.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu proses dekomposisi
2. Untuk mengetahui apa saja organisme dan mikroorganisme yang berperan dalam
perombakan bahan organik
3. Untuk mengetahui apa saja enzim yang ikut berperan dalam proses dekomposis dan
aktivitas enzim selama proses dekomposisi
4. Untuk mengetahui apa itu kompos dan pengomposan ?
5. Untuk mengetahui apa itu biopori dan apa saja manfaatnya ?

1
C. Manfaat
Manfaat dari makalah ini yakni untuk Memberikan pengetahuan atau wawasan
kepada pembaca tentang proses dekomposisi senyawa organik dialam baik organisme
yang berperan, enzim yang berperan ataupun proses dekomposisi itu sendiri dan dapat
mengetahui lebih baik apa itu biopori dan manfaatnya bagi lingkungan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Organisme Perombak Bahan Organik


Di dalam ekosistem, organisme perombak bahan organik memegang peranan penting
karena sisa organik yang telah mati diurai menjadi unsurunsur yang dikembalikan ke dalam
tanah (N, P, K, Ca, Mg, dan lain-lain) dan atmosfer (CH4 atau CO2) sebagai hara yang dapat
digunakan kembali oleh tanaman, sehingga siklus hara berjalan sebagai-mana mestinya dan
proses kehidupan di muka bumi dapat berlangsung, Adanya aktivitas organisme perombak
bahan organik seperti mikroba dan mesofauna (hewan invertebrata) saling mendukung
keberlangsungan proses siklus hara dalam tanah.
Pengertian umum yang saat ini banyak dipakai untuk memahami organisme perombak
bahan organik atau biodekomposer adalah organisme pengurai nitrogen dan karbon dari
bahan organik (sisa-sisa organik dari jaringan tumbuhan atau hewan yang telah mati) yaitu
bakteri, fungi, dan aktinomisetes
Sebagian invertebrata berperan dalam perombakan bahan organic tanah, merupakan
hewan (fauna) yang tidak mempunyai tulang belakang yang seluruh atau sebagian siklus
hidupnya berada dalam tanah. Hewan tersebut meliputi kelas Gastropoda, Oligochaeta, dan
Hexapoda (Insecta). Sebagian besar anggota subkelas Pterigota (bersayap) dari kelas Insecta,
hanya stadium telur dan larva yang hidup dalam tanah, sedangkan pada stadium dewasa
berada di luar lingkungan tanah. Sebaliknya anggota dari subkelas Apterigota (tidak
bersayap) seluruh siklus hidupnya berada dalam tanah. Berdasarkan ukuran tubuh, fauna
tanah dibedakan menjadi makrofauna (> 10,4 mm), mesofauna (0,2–10,4 mm), dan
mikrofauna (< 0,2 mm) (Richards, 1974). Aktivitas makro-mesofauna tanah tertentu
menyediakan nutrisi berupa koloid organik tanah yang dibutuhkan makro-mesofauna tanah
lainnya (misal: cacing). Selain hal tersebut aktivitas fauna tanah menyebabkan fraksinasi
bahan organik yang berukuran kasar menjadi serpihan yang lebih halus sehingga luas
permukaan jenis bahan organic tersebut menjadi lebih besar yang berarti memberi
kemungkinan mikroba tanah kontak dengan bahan organik tersebut lebih besar. Selain
mendekomposisi bahan organik, fauna tanah juga berperan dalam mendistribusikan bahan

3
organik dalam tanah, meningkatkan kesuburan dan memperbaiki sifat fisik tanah.
Invertebrata dekomposer yang penting meliputi cacing tanah dan Collembola.
 Cacing tanah
Cacing tanah tergolong dalam famili Lumbricidae dari ordo Oligochaeta, terdapat di
berbagai ekosistem, ukuran tubuh 0,6–60 cm. Berdasarkan cara dan tempat hidupnya
cacing tanah dibedakan atas:
1. Epigaesis : cacing tanah yang hidup dan hanya makan serasah organic di permukaan
tanah, disebut pula sebagai litter feeder (pemakan serasah)
2. Anazeisis: cacing tanah yang hidup di dalam tanah (horizon A-C) tapi makan
dipermukaan tanah
3. Endogaesis: cacing tanah yang hidup dan makan bahan organik di dalam tanah, cacing
ini bersifat geophagus/pemakan tanah (Blakemore, 2000). Sedangkan cacing tanah
yang hidup di tanah berlumpur sebagai limiphagus (pemakan tanah lumpur/subur).

Cacing epigaesis, Eisenia sp. Cacing anazeisis, Pheretima sp.


Aristoteles menyebut cacing tanah sebagai intestines of the earth (usus bumi) (Tomlin,
2006) karena peranannya sangat penting dalam mencerna dan mendekomposisi sisa tanaman
yang telah mati sehingga sisa tanaman atau limbah organik lainnya tidak menumpuk.
Tanaman yang telah mati oleh cacing tanah dicerna dan diubah menjadi humus dan nutrisi
alami. Humus sangat besar peranannya dalam memperbaiki sifat tanah dan nutrisi alami
dapat memicu terjadinya berbagai aktivitas mikroba tanah. Kadar unsur hara dalam casting
(kotoran cacing) segar setara dengan lima kali Ntersedia, tujuh kali P-tersedia dan 11 kali K-
tersedia pada kadar hara yang sama kompos biasa. Oleh karena itu dengan adanya cacing
tanah pertumbuhan/hasil tanaman dan kualitas lingkungan meningkat karena tanah menjadi
lebih subur dan siklus unsur hara dapat berlangsung dengan lebih baik.

4
 Collembola.
Collembola merupakan salah satu ordo dari kelas Hexapoda (hewan berkaki enam)
filum Arthropoda, berukuran 0,2–10 mm, bentuk tubuh bulat memanjang, tidak bersayap,
dan mempunyai furca (semacam ekor) sebagai alat untuk meloncat (jarak loncatan 50–
100 kali panjang tubuh. Keberadaannya tersebar di seluruh daratan termasuk di daerah
Antartika. Sebagian besar hidup di lapisan atas tanah, semakin ke lapisan bawah
populasinya semakin menurun hingga sampai di kedalaman 2 m. Collembola berperan
dalam penghalusan sisa organik, mengontrol populasi bakteri dan fungi serta berperan
dalam rantai makanan pada ekosistem lahan

Collembolla
B. Mikroorganisme Perombak Bahan Organik
Mikroorganisme perombak bahan organik merupakan activator biologis yang tumbuh
alami atau sengaja diberikan untuk mempercepat pengomposan dan meningkatkan mutu
kompos. Jumlah dan jenis mikroorganisme menentukan keberhasilan proses dekomposisi
atau pengomposan. Proses dekomposisi bahan organik di alam tidak dilakukan oleh satu
mikroorganisme monokultur tetapi dilakukan oleh konsorsia mikroorganisme.
Menurut Eriksson et al. (1989), umumnya kelompok fungi menunjukkan aktivitas
biodekomposisi paling signifikan, dapat segera menjadikan bahan organik tanah terurai
menjadi senyawa organik sederhana yang berfungsi sebagai penukar ion dasar yang
menyimpan dan melepaskan nutrien di sekitar tanaman. Mikroorganisme perombak bahan
organik Mikroorganisme perombak bahan organik merupakan aktivator biologis yang
tumbuh alami atau sengaja diberikan untuk mempercepat pengomposan dan meningkatkan
mutu kompos. Jumlah dan jenis mikroorganisme menentukan keberhasilan proses
dekomposisi atau pengomposan. Proses dekomposisi bahan organik di alam tidak dilakukan
oleh satu mikroorganisme monokultur tetapi dilakukan oleh konsorsia mikroorganisme.
5
 Bakteri perombak bahan organik
Bakteri perombak bahan organik dapat ditemukan di tempat yang
mengandung senyawa organik berasal dari sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik di
laut maupun di darat. Berbagai bentuk bakteri dari bentuk yang sederhana (bulat,
batang, koma, dan lengkung), tunggal sampai bentuk koloni seperti filamen/spiral
mendekomposisi sisa tumbuhan maupun hewan. Sebagian bakteri hidup secara aerob
dan sebagian lagi anaerob, sel berukuran 1 µm - ≤ 1.000 µm. Dalam merombak bahan
organik, biasanya bakteri hidup bebas di luar organisme lain, tetapi ada sebagian kecil
yang hidup dalam saluran pencernaan hewan (mamalia, rayap, dan lain-lain). Bakteri
yang berkemampuan tinggi dalam memutus ikatan rantai C penyusun senyawa lignin
(pada bahan yang berkayu), selulosa (pada bahan yang berserat) dan hemiselulosa
yang merupakan komponen penyusun bahan organik sisa tanaman, secara alami
merombak lebih lambat dibandingkan pada senyawa polisakarida yang lebih
sederhana (amilum, disakarida, dan monosakarida). Demikian pula proses peruraian
senyawa organik yang banyak mengandung protein (misal daging), secara alami
berjalan relatif cepat.
 Fungi perombak bahan organic
Fungi terdapat di setiap tempat terutama di darat dalam berbagai bentuk,
ukuran, dan warna. Pada umumnya mempunyai kemampuan yang lebih baik
dibanding bakteri dalam mengurai sisa-sisa tanaman (hemiselulosa, selulosa, dan
lignin). Umumnya mikroba yang mampu mendegradasi selulosa juga mampu
mendegradasi hemiselulosa (Alexander, 1977). Sebagian besar fungi bersifat
mikroskopis (hanya bisa dilihat dengan memakai mikroskop); hanya kumpulan
miselium atau spora yang dapat dilihat dengan mata. Tetapi fungi dari kelas
Basidiomycetes dapat diamati dengan mata telanjang sehingga disebut makrofungi.
Makrofungi menghasilkan spora dalam bangunan yang berbentuk seperti payung,
kuping, koral atau bola, bahkan beberapa makrofungi tersebut sudah banyak
dibudidayakan dan dimakan. Pertumbuhan hifa dari fungi kelas Basidiomycetes dan
Ascomycetes (diameter hifa 5–20 µm) lebih mudah menembus dinding sel-sel tubular
yang merupakan penyusun utama jaringan kayu. Pertumbuhan pucuk hifa maupun
miselium (kumpulan hifa) menyebabkan tekanan fisik dibarengi dengan pengeluaran

6
enzim yang melarutkan dinding sel jaringan kayu. Residu tanaman terdiri atas
kompleks polimer selulosa dan lignin. Perombakan komponen-komponen polimer
pada tumbuhan erat kaitan-nya dengan peranan enzim ekstraseluler yang dihasilkan.
Beberapa enzim yang terlibat dalam perombakan bahan organik antara lain adalah β-
glukosidase, lignin peroksidase (LiP), manganese peroksidase (MnP), dan lakase,
selain kelompok enzim reduktase yang merupakan peng-gabungan dari LiP dan MnP
yaitu enzim versatile peroksidase. Enzim-enzim ini dihasilkan oleh Pleurotus eryngii,
P. ostreatus, dan Bjekandera adusta (Lankinen, 2004). Selain mengurai bahan
berkayu, sebagian besar fungi menghasilkan zat yang bersifat racun sehingga dapat
dipakai untuk mengontrol pertumbuhan/perkembangan organisme pengganggu,
seperti beberapa strain Trichoderma harzianum yang merupakan salah satu anggota
dari Ascomycetes, bila kebutuhan C tidak tercukupi akan menghasilkan racun yang
dapat menggagalkan penetasan telur nematoda Meloidogyne javanica (penyebab
bengkak akar) sedangkan bila kebutuhan C tercukupi akan bersifat parasit pada telur
atau anakan nematoda tersebut. Residu tanaman mengandung sejumlah senyawa
organik larut dalam air, seperti asam amino, asam organik, dan gula yang digunakan
oleh mikroba untuk proses perombakan. Fungi dari kelas Zygomycetes (Mucorales)
sebagian besar sebagai pengurai amilum, protein, dan lemak, hanya sebagian kecil
yang mampu mengurai selulosa dan khitin. Beberapa Mucorales seperti Mucor spp.
dan Rhizopus spp. mengurai karbohidrat tingkat rendah (monosakarida dan
disakarida) yang dicirikan dengan perkecambahan spora, pertumbuhan, dan
pembentukan spora yang cepat.

7
Beberapa jenis mikroorganisme yang umum ditemukan dalam tumpukan
sampah tercantum dalam Tabel 1.
Tabel 1. Mikroorganisme yang umum berasosiasi dalam tumpukan sampah
Bakteri Fungi

Mesofil
Alternaria spp.
Pseudomonas spp. Cladosporium spp.
Achromobacter spp. Aspergillus spp.
Bacillus spp. Mucor spp.
Flavobacterium spp. Humicola spp.
Clostridium spp. Penicillium spp.
Streptomyces spp..
Termofil
Aspergillus dpp.
Bacillus spp. Mucor pusillus
Streptomyces spp. Chaetomium thermophile
Thermoactinomyces spp. Humicola lanuginosa
Thermus spp. Absidia ramosa
Thermonospora spp. Sprotricbum thermofphile
Microplyspora spp. Torula thermophile (yeast)
Thermoascus aureanticu

Beberapa jenis bakteri termasuk beberapa jenis aktinomiset juga mampu


mendegradasi polimer selulosa, hemiselulosa, dan lignin, namun dengan kemampuan yang
lebih rendah dibandingkan fungi. Bakteri terutama berperan pada degradasi polisakarida yang
lebih sederhana.

C. Enzim Yang Ikut Berperan


Beberapa enzim yang terlibat dalam perombakan bahan organik antara lain adalah β-
glukosidase, lignin peroksidase (LiP), manganese peroksidase (MnP), dan lakase, selain
kelompok enzim reduktase yang merupakan peng-gabungan dari LiP dan MnP yaitu enzim
versatile peroksidase. Enzim-enzim ini dihasilkan oleh Pleurotus eryngii, P. ostreatus, dan
Bjekandera adusta (Lankinen, 2004). Selain mengurai bahan berkayu, sebagian besar fungi
menghasilkan zat yang bersifat racun sehingga dapat dipakai untuk mengontrol
pertumbuhan/perkembangan organisme pengganggu, seperti beberapa strain Trichoderma
harzianum yang merupakan salah satu anggota dari Ascomycetes, bila kebutuhan C tidak

8
tercukupi akan menghasilkan racun yang dapat menggagalkan penetasan telur nematoda
Meloidogyne javanica (penyebab bengkak akar) sedangkan bila kebutuhan C tercukupi akan
bersifat parasit pada telur atau anakan nematoda tersebut.
D. Aktivitas Enzim Selama Proses Dekomposisi
1. Aktivitas enzim selama proses pengomposan

Mikroorganisme di dalam tumpukan bahan organik tidak dapat langsung


memetabolisme partikel bahan organik tidak larut. Mikroorganisme memproduksi dua
sistem enzim yaitu:

 Enzim ekstraselular; sistem hidrolitik, yang menghasilkan hidrolase dan berfungsi


untuk degradasi selulosa dan hemiselulosa.
 sistem oksidatif, yang bersifat ligninolitik dan berfungsi mendepolimerasi lignin.
Mikroorganisme memproduksi enzim ekstraseluler untuk depolimerisasi senyawa
berukuran besar menjadi kecil dan larut dalam air (subtrat bagi mikroba). Pada saat itu
mikroba mentransfer substrat tersebut ke dalam sel melalui membran sitoplasma untuk
menyelesaikan proses dekomposisi bahan organik. Aktivitas enzim selulase menurunkan
jumlah selulosa sekitar 25% selama sekitar tiga minggu. Aktivitas lipase, protease, dan
amilase meningkat dan menurun selama tahapan pengomposan. Aktivitas semua enzim
tersebut menurun tajam selama tahapan termofilik, yang kemungkinan disebabkan oleh
inaktivasi panas.
Denaturasi enzim sering dikorelasikan dengan kematian mikroba. Hal ini
menunjukkan bahwa adanya mikroba dan aktivitas enzim dalam tumpukan kompos setelah
tahapan termofilik disebabkan oleh introduksi ulang, pembalikan, ketahanan hidup mikroba
di bagian luar, bagian dingin dari tumpukan kompos. Dari hal tersebut tampak pentingnya
proses microbial dalam proses pengomposan, dan kecepatannya dapat diatur oleh berbagai
faktor yang mempengaruhi keterlibatan mikroba dalam proses. Ketidakcocokan substrat,
kelembapan, atau suhu kompos di luar rata-rata, dan problem difusi oksigen ke dalam
kompos merupakan faktor pembatas dalam proses pengomposan.
Penampilan fungi perombak selulosa (selulolitik) pada medium carboxymethyl
cellulose (CMC)-agar dan fungi perombak lignin (lignolitik) pada medium lignin-guaicol-
benomyl-agar. Enzim selulase sangat aktif memutuskan turunan selulosa dapat larut (selulosa

9
amorf) seperti CMC menghasilkan selodekstrin (6 C), selobiosa (4 C) dan glukosa (2 C).
CMC-ase merupakan salah satu komponen kompleks enzim selulase yang menyerang secara
acak bagian dalam struktur selulosa. Aktivitas CMC-ase koloni fungi selulolitik pada media
CMC-agar membentuk zona bening di bawah dan sekitar koloni. Koloni fungi yang
menunjukkan aktivitas degradasi lignin membentuk zona berwarna merah di bawah dan
sekitar koloni karena adanya quinon yang merupakan produk oksidasi guaicol akibat aktivitas
lakase atau peroksidase (LiP, MnP) (Thorn et al., 1996). Aktivitas enzim secara kualitatif
dinilai dari intensitas warna merah dan semikuantitatif dinilai dari rasio diameter zona bening
atau zona merah terhadap diameter koloni fungi uji dibandingkan fungi reference.

E. Kompos Dan Pengomposan


1. Kompos
Kompos merupakan hasil penguraian tidak lengkap (parsial) dari campuran bahan-bahan
organik. Kompos yang digunakan sebagai pupuk disebut pula pupuk organik karena
penyusunannya terdiri dari bahan-bahan organik. Penambahan bahan organik merupakan
suatu tindakan perbaikan lingkungan tumbuh tanaman yang antara lain dapat meningkatkan
efisiensi pupuk.
Menurut Djuarnani, dkk (2005) Kualitas kompos sangat ditentukan oleh tingkat
kematangan kompos, di samping kandungan logam beratnya. Bahan organik yang tidak
terdekomposisi secara sempurna akan menimbulkan efek yang merugikan pertumbuhan
tanaman. Penambahan kompos yang belum matang ke dalam tanah dapat menyebabkan
pertumbuhan tanaman terganggu.
Secara umum kompos yang sudah matang dapat dicirikan dengan sifat sebagai berikut :
 Berwarna cokelat tua hingga hitam dan remah
 Tidak larut dalam air, meskipun sebagian dari kompos bisa membentuk suspensi.
 Jika digunakan pada tanah, kompos dapat memberikan efek menguntungkan bagi tanah
dan pertumbuhan tanaman.
 Tidak menimbulkan bau.
Menurut Indriani (2008) kompos memiliki beberapa sifat yang menguntungkan antara
lain :
 Memperbaiki struktur tanah berlempung sehingga menjadi ringan

10
 Memperbesar daya ikat tanah berpasir sehingga tanah tidak berderai
 Menambah daya ikat air pada tanah
 Memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah
 Mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara
 Mengandung hara yang lengkap, walaupun jumlahnya sedikit
 Membantu proses pelapukan bahan mineral
 Memberi ketersediaan bahan makanan bagi mikrobia
 Menurunkan aktivitas mikroorganisme yang merugikan.
2. Pengomposan
Pengomposan merupakan proses perombakan (dekomposisi) dan stabilisasi bahan organik
oleh mikroorganisme dalam keadaan lingkungan terkendali (terkontrol) dengan hasil akhir
berupa humus atau kompos. Proses pengomposan melibatkan sejumlah organisme tanah
termasuk bakteri, jamur, protozoa, aktinomycetes, cacing tanah, dan serangga (Simamora dan
Salundik, 2006). Menurut Indriani (2008) pengomposan merupakan peruraian dan
pemantapan bahan-bahan organik secara biologi dalam temperatur termofilik (temperatur
yang tinggi) dengan hasil akhir bahan yang cukup bagus untuk digunakan ke tanah tanpa
merugikan lingkungan.
Menurut Indriani (2008) pengomposan dapat terjadi dalam kondisi aerobik dan anaerobik.
Pengomposan aerobik terjadi dalam keadaan adanya oksigen sedangkan pengomposan
anaerobik merupakan pengomposan tanpa oksigen. Proses pengomposan aerobik akan
dihasilkan CO2, air dan panas, sedangkan dalam proses pengomposan anaerobik akan
dihasilkan metana (alkohol), CO2 dan senyawa antara seperti asam organik.
Proses pengomposan dapat berjalan lancar apabila kita memperhatikan faktor-faktor yang
mempengaruhi proses pengomposan. Faktor-faktor tersebut antara lain :
 Rasio C/N Bahan Baku
Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30:1 hingga
40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N
untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 hingga 40, mikroba mendapatkan
cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi,
mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan

11
lambat. Selama proses pengomposan itu rasio C/N akan terus menurun. Kompos yang
telah matang memilki rasio C/N-nya kurang dari 20.
 Ukuran Partikel
Aktivitas mikroba terjadi di antara permukaan area dan udara. Permukaan area
yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan organik
sehingga proses pengomposan dapat berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga
menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas
permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan, misalnya
dengan cara pencacahan.
 Aerasi
Pengomposan dapat berjalan cepat bila kondisi oksigen mencukupi (aerob).
Aerasi alami berlangsung saat terjadi peningkatan suhu, yang  menyebabkan udara
hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan bahan kompos.
Namun demikian, hal itu sangat tergantung pada ketebalan tumpukan bahan. Jika
tumpukan bahan terlalu tebal maka aerasi akan berjalan lebih lambat. Aerasi juga
ditentukan oleh porositas dan kandungan air bahan (kelembaban). Apabila aerasi
terhambat maka akan terjadi proses anaerob yang menghasilkan bau yang tidak sedap.
Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau dengan mengalirkan
udara di dalam tumpukan bahan organik yang hendak dikomposkan itu.
 Porositas
Porositas adalah ruang di antara partikel di dalam tumpukan bahan kompos.
Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume  total.
Rongga-rongga itu akan terisi air dan udara yang memasukkan oksigen untuk proses
pengomposan. Apabila rongga dipenuhi oleh air maka pasokan oksigen akan
berkurang dan proses pengomposan akan terganggu.
 Kelembaban
Kelembaban memegang peran yang sangat penting dalam metabolisme
mikroba, yang secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap pasokan oksigen.
Mikroorganisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut
larut di dalam air. Kelembaban 40-60% adalah kisaran optimum untuk metabolisme
mikroba, sehingga sangat baik untuk proses pengomposan. Apabila kelembaban di

12
bawah 40%, maka aktivitas mikroba akan menurun dan aktivitasnya akan lebih
rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembabannya lebih besar dari 60%,
unsur hara akan tercuci, volume udara berkurang. Akibatnya, aktivitas mikroba akan
menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.
 Temperatur
Temperatur atau panas sangatlah penting dalam proses pengomposan. Panas
dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu
dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur, maka semakin tinggi aktivitas
metabolisme, semakin banyak konsumsi oksigen, semakin cepat pula proses
dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan bahan
organik. Temperatur yang berkisar antara 30-700C menunujukkan aktivitas
pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 700C akan membunuh sebagian
mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang dapat bertahan hidup. Suhu yang
tinggi juga akan membunuh mikroba pathogen tanaman.
 pH
pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6,5 sampai 7,5.
Proses pengomposan akan menyebabkan terjadinya perubahan pada bahan organik
dan pH-nya.
 Kandungan Bahan Berbahaya
Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan yang berbahaya bagi
kehidupan mikroba. Logam-logam berat, seperti Hg, Cu, Zn, Cr adalah beberapa
bahan yang masuk dalam kategori ini. Logam-logam berat itu akan mengalami
imobilisasi selama proses pengomposan (Cr adalah beberapa bahan yang masuk
dalam kategori ini. Logam-logam berat itu akan mengalami imobilisasi selama proses
pengomposan (Yuliarti dan Isroi, 2009).
 Mikroorganisme Pengurai
Pada proses pengomposan, mikroorganisme pengurai membutuhkan karbon
(C) serta nitrogen (N) untuk metabolismenya. Unsur karbon digunakan sebagai
sumber tenaga oleh mikroorganisme dalam mendekomposisi bahan-bahan organik
kompos, sedangkan unsur nitrogen digunakan sebagai sumber makanan serta nutrisi
untuk pertumbuhan. Mikroorganisme pengurai mempunyai beberapa fungsi selama

13
proses pengomposan berlangsung. Berdasarkan fungsinya, mikroorganisme mesofilik
yang hidup pada suhu rendah (25-45oC) berfungsi untuk merombak bahan-bahan
kompos menjadi ukuran yang lebih kecil sehingga mempercepat proses pengomposan.
Sedangkan mikroorganisme termofilik yang hidup pada suhu tinggi (45-65oC)
berfungsi untuk mengonsumsi karbohidrat dan protein sehingga bahan kompos dapat
terdekomposisi dengan cepat.
 Bahan Baku Kompos
Komposisi bahan baku kompos yang terdiri dari pencampuran bebagai bahan
organik merupakan faktor penting untuk menghasilkan kompos dengan kualitas baik
serta mempunyai kandungan unsur hara yang lengkap. Material bahan organik yang
ditambahkan dapat berbentuk substrat basah yang berasal dari lumpur, jerami, serbuk
gergaji, serta sampah organik.
Pengomposan dari beberapa macam bahan organik dapat mempercepat laju
dekomposisi kompos serta menambah kandungan unsur hara dari kompos yang
dihasilkan. Pengomposan bahan organik yang berasal dari limbah tanaman dapat
berlangsung lebih cepat apabila ditambahkan dengan kotoran hewan. Beberapa
limbah tanaman, seperti jerami memiliki kandungan karbon, selulosa, serta lignin
yang tinggi sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk didekomposisi.
1. Jerami
Jerami adalah hasil sampingan dari usaha pertanian berupa tangkai dan batang
tanaman serealia yang telah kering, setelah biji-bijinya dipisahkan. Jerami merupakan
limbah pertanian terbesar yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik
tambahan pada tanah.Namun, jerami sering dipandang menjadi permasalahan bagi
petani, sehingga solusi yang sering dilakukan adalah dengan membakar limbah
tersebut atau hanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak alternatif saat musim kering
akibat sulitnya mendapatkan hijauan. Jerami padi merupakan salah satu limbah
pertanian yang berpotensi dimanfaatkan sebagai penambah unsur hara apabila
dikembalikan ke dalam tanah.
2. Kotoran Ayam
Kotoran ayam merupakan limbah yang dihasilkan dari aktivitas peternakan
ayam, baik itu jenis ayam pedaging maupun ayam petelur. Komposisi kotoran ayam

14
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti sifat fisiologis ayam, lingkungan kandang
termasuk suhu dan kelembaban, serta ransum yang dimakan. Dalam pemeliharaan
ayam menghasilkan limbah berupa kotoran yang mempunyai kandungan hara serta
nutrisi yang cukup tinggi. Kotoran ayam memiliki kandungan unsur nitrogen dan
mineral tinggi khususnya pada urin, sedangkan pada buangan padat mempunyai
kandungan protein yang tinggi. Unsur protein yang tinggi pada kotoran ayam
merupakan media yang sangat baik untuk perkembangan mikroorganisme.
F. Biopori Dan Manfaatnya
1. Pengertian Biopori
Biopori adalah lubang atau rongga di dalam atau diatas permukaan tanah yang
terbentuk secara alami atau buatan. Secara alami, biopori terbentuk akibat adanya gerakan
akar tanaman atau fauna tanah seperti rayap, semut, cacing dan lain-lain. Sedangkan
secara buatan, biopori dibuat dengan menggunakan suatu alat dengan kedalaman antara
80 cm - 100 cm dan diameter 10cm - 30 cm. Hal tersebut dimaksudkan agar organisme
pengurai atau mikroorganisme dapat bekerja dengan optimal dalam menguraikan sampah
organic atau dedauanan tersebut. Akibat dari adanya aktifitas dari organism pengurai
tersebut menghasilkan pupuk yang berguna sebagai nutrisi tanaman dan menyuburkan
tanah.
Maksud dibuatnya lubang biopori adalah untuk menjadi lubang resapan air hujan
sehingga air hujan dapat meresap kembali ke dalam tanah. Selain itu dengan adanya
biopori maka tanah mampu memperbesar daya tampungnya terhadap air hujan yang
masuk ke dalam tanah, mengurangi genangan air di permukaan tanah, dan pada akhirnya
mengurangi volume limpahan dan aliran air hujan ke saluran atau sungai.
Pengertian biopori menurut para ahli :
 Biopori menurut Griya (2008) lubang-lubang kecil pada tanah yang terbentuk akibat
aktivitas organisme dalam tanah seperti cacing atau pergerakan akar-akar dalam tanah.
Lubang tersebut akan berisi udara dan menjadi jalur mengalirnya air. Jadi air hujan
tidak langsung masuk ke saluran pembuangan air, tetapi meresap ke dalam tanah
melalui lubang tersebut.
 Ir. Kamir R. Brata, Msc dari Institut Pertanian Bogor (2008) menjelaskan biopori
adalah “lubang sedalam 80- 100cm dengan diameter 10-30 cm, dimaksudkan sebagi

15
lubang resapan untuk menampung air hujan dan meresapkannya kembali ke tanah”.
Biopori memperbesar daya tampung tanah terhadap air hujan, mengurangi genangan
air, yang selanjutnya mengurangi limpahan air hujan turun ke sungai. Dengan
demikian, mengurangi juga aliran dan volume air sungai ke tempat yang lebih rendah,
seperti Jakarta yang daya tamping airnya sudah sangat minim karena tanahnya
dipenuhi bangunan.
 Tim Biopori IPB (2007) menguraikan bahwa biopori adalah “lubang-lubang di dalam
tanah yang terbentuk akibat berbagai akitifitas organisma di dalamnya, seperti cacing,
perakaran tanaman, rayap, dan fauna tanah lainnya”. Lubanglubang yang terbentuk
akan terisi udara, dan akan menjadi tempat berlalunya air di dalam tanah.

2. Manfaat Biopori
Banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh dari biopori, bila di tererapkannya di
lingkungan sekitar. Semakin banyak yang menerapkan, maka semakin besar manfaat yang di
peroleh. Dalam hal ini, manfaat dari diterapkannya biopori dalam lingkungan adalah sebagai
berikut :
a) Meningkatkan daya peresapan air dan cadangan air tanah
Pembuatan lubang resapan biopori akan memperluas bidang permukaan peresapan air
seluas dinding lubang
b) Mengubah sampah organik menjadi kompos
Setiap rumah tangga akan menghasilkan sampah organik yang berupa sampah dapur
atau sampah tanaman pekaranagn yang dapat dimasukkan ke dalam lubang resapan

16
biopori. Sampah organik ini merupakan sumber energi dan unsur hara yang sangat
dibutuhkan oleh biota tanah untuk melakukan kegiatannya melalui proses dekomposisi.
Sampah yang telah didekomposisi ini dikenal sebagai kompos.

c) Mengurangi emisi CO2 dan metan


Sampah organik yang berupah rumput, daun – daun kering dan ranting – ranting sisa
tanaman kaya akan sumber karbon. Pembakaran sampah organik akan meningkatkan
emisi gas – gas seperti CO2 dan metan yang merupakan salah satu penyusunan gas
rumah kaca. Disinyalir penningkatan emisi gas tersebut ke atmosfir merupakn salah satu
penyebab uatama adanya pemanasan global yang ramai dibicarakan saat ini.

d) Mengatasi penyebab penyebab yang ditimbulkan oleh adanya genangan air


Permukaan tanah terbuka yang terkenah sinar matahari akan ditumbuhi lumut yang
dapat menyumbati pori.

1. Griya (2008) menguraikan manfaat biopori sebagai berikut:


 Mencegah banjir
Banjir sendiri telah menjadi bencana yang merugikan bagi warga . Keberadaan
lubang biopori dapat menjadi jawaban dari masalah tersebut. Bayangkan bila setiap
rumah, kantor atau tiap bangunan di Jakarta memiliki biopori berarti jumlah air yang
segera masuk ke tanah tentu banyak pula dan dapat mencegah terjadinya banjir.
Berkurangnya ruang terbuka hijau menyebabkan berkurangnya permukaan yang dapat
meresapkan air kedalam tanah di kawasan permukiman. Peningkatan jumlah air hujan
yang dibuang karena berkurangnya laju peresapan air kedalam tanah akan
menyebabkan banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau.
 Tempat pembuangan sampah organic
Banyaknya sampah yang bertumpuk juga telah menjadi masalah tersendiri di
kota Jakarta. Kita dapat pula membantu mengurangi masalah ini dengan memisahkan
sampah rumah tangga kita menjadi sampah organik dan non organik. Untuk sampah
organik dapat kita buang dalam lubang biopori yang kita buat.

17
 Menyuburkan tanaman
Sampah organik yang kita buang di lubang biopori merupakan makanan untuk
organisme yang ada dalam tanah. Organisme tersebut dapat membuat sampah menjadi
kompos yang merupakan pupuk bagi tanaman di sekitarnya.
 Meningkatkan kualitas air tanah
Organisme dalam tanah mampu membuat samapah menjadi mineral-mineral
yang kemudian dapat larut dalam air. Hasilnya, air tanah menjadi berkualitas karena
mengandung mineral.
2. Menurut Tim Biopori IPB (2009) menjelaskan keunggulan dan manfaat lubang biopori
sebagai berikut
Lubang resapan biopori adalah teknologi tepat guna dan ramah lingkungan untuk
mengatasi banjir dengan cara
 Meningkatkan daya resapan air
Kehadiran lubang resapan biopori secara langsung akan menambah bidang
resapan air, setidaknya sebesar luas kolom atau dinding lubang. Sebagai contoh bila
lubang dibuat dengan diameter 10 cm dan dalam 100 cm maka luas bidang resapan
akan bertambah sebanyak 3140 cm 2 atau hampir 1/3 m 2. Dengan kata lain suatu
permukaan tanah berbentuk lingkaran dengan diamater 10 cm, yang semula
mempunyai bidang resapan 78,5 cm 2 setelah dibuat lubang resapan biopori dengan
kedalaman 100 cm, luas bidang resapannya menjadi 3218 cm 2. Dengan adanya
aktivitas fauna tanah pada lubang resapan maka biopori akan terbentuk dan senantiasa
terpelihara keberadaannya. Oleh karena itu, bidang resapan ini akan selalu terjaga
kemampuannya dalam meresapkan air. Dengan demikian kombinasi antara luas
bidang resapan dengan kehadiran biopori secara bersama-sama akan meningkatkan
kemampuan dalam meresapkan air.
 Mengubah sampah organik menjadi kompos
Lubang resapan biopori ‘diaktifkan’ dengan memberikan sampah organik
kedalamnya. Sampah ini akan dijadikan sebagai sumber energi bagi organisme tanah
untuk melakukan kegiatannya melalui proses dekomposisi. Sampah yang telah
didekompoisi ini dikenal sebagai kompos.. Dengan melalui proses seperti itu maka
lubang resapan biopori selain berfungsi sebagai bidang peresap air juga sekaligus

18
berfungsi sebagai “pabrik” pembuat kompos. Kompos dapat dipanen pada setiap
periode tertentu dan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik pada berbagai jenis
tanaman, seperti tanaman hias, sayuran, dan jenis tanaman lainnya. Bagi mereka yang
senang dengan budidaya tanaman atau sayuran organik maka kompos dari LRB
adalah alternatif yang dapat digunakan sebagai pupuk sayurannya.
 Memanfaatkan peran aktivitas fauna tanah dan akar tanaman
Lubang Resapan Biopori (LRB) diaktikan oleh organisme tanah, khususnya
fauna tanah dan perakaran tanaman.Aktivitas merekalah yang selanjutnya akan
menciptakan rongga-rongga atau liangliang di dalam tanah yang akan dijadikan
"saluran" air untuk meresap ke dalam tubuh tanah. Dengan memanfaatkan aktivitas
mereka maka rongga-rongga atau liang-liang tersebut akan senantiasa terpelihara dan
terjaga keberadaannya sehingga kemampuan peresapannya akan tetap terjaga tanpa
campur tangan langsung dari manusia untu pemeliharaannya.
3. Menurut Perpustakaan Online (2008) yaitu :
 Memaksimalkan air yang meresap ke dalam tanah sehingga menambah air tanah.
 Membuat kompos alami dari sampah organik daripada dibakar.
 Mengurangi genangan air yang menimbulkan penyakit.
 Mengurangi air hujan yang dibuang percuma ke laut.
 Mengurangi resiko banjir di musim hujan.
 Maksimalisasi peran dan aktivitas flora dan fauna tanah.
 Mencegah terjadinya erosi tanah dan bencana tanah longsor.

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Dekomposisi atau pembusukan adalah proses ketika makluk – makluk pembusukan
seperti jamur dan mikroorganisme mengurai tumbuhan dan hewan yang mati dan
mendaur ulang material – material serta nutrisi – nutrisi yang berguna.
2. Organisme yang berperan dalam perombakan bahan organik sebagian invertebrata
berperan dalam perombakan bahan organic tanah, merupakan hewan (fauna) yang
tidak mempunyai tulang belakang yang seluruh atau sebagian siklus hidupnya berada
dalam tanah, seperti cacing tanah dan Collembola.
3. Beberapa enzim yang terlibat dalam perombakan bahan organik antara lain adalah β-
glukosidase, lignin peroksidase (LiP), manganese peroksidase (MnP), dan lakase,
selain kelompok enzim reduktase yang merupakan peng-gabungan dari LiP dan MnP
yaitu enzim versatile peroksidase.
4. Kompos merupakan hasil penguraian tidak lengkap (parsial) dari campuran bahan-
bahan organik, dan Pengomposan merupakan proses perombakan (dekomposisi) dan
stabilisasi bahan organik oleh mikroorganisme dalam keadaan lingkungan terkendali
(terkontrol) dengan hasil akhir berupa humus atau kompos.
5. Biopori adalah lubang atau rongga di dalam atau diatas permukaan tanah yang
terbentuk secara alami atau buatan. Banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh dari
biopori, bila di tererapkannya di lingkungan sekitar. Contohnya ; Meningkatkan daya
peresapan air dan cadangan air tanah, Mengubah sampah organik menjadi kompos,
Mengurangi emisi CO2 dan metan, Mengatasi penyebab penyebab yang ditimbulkan
oleh adanya genangan air

20
DAFTAR PUSTAKA

Hilwatulisan, Mrs. 2011. Lubang Resapan Biopori (LRB) Pengertian dan Cara Mmebuatnya
Dilingkungan Kita. Media Teknik Volume 8 No.2. ISSN 1693.8682.

https://www.google.co.id/url=http://balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/lainny
a/10organismeperombak.pdf

https://www.google.co.id/url=http://digilib.unila.ac.id

https://www.slideshare.net/mobile/nurasiyahnabil/makalah-biopori-yang-ke-2-47892613.

21

Anda mungkin juga menyukai