Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Blot ada beberapa macam: ada eastern, ada western blot untuk melihat protein dan
northern blot untuk melihat RNA, dan proses selama 5-7 hari southern blot banyak yang
menyebutnya RFLP untuk melihat DNA sebelum dilakukan PCR. Caranya total genom
ditransfer dari agarose ke selulose selama 12 jam, kemudian selama 4 jam diberi probe,
diberi staining (pewarnaan) dibawa ke ruang yang sangat gelap karena jika ada cahaya maka
tidak akan berhasil. DNA maupun RNA dari semua komponen sel yang lain. Seluruh protein
yang ada didenaturasi dan dikeluarkan dari sel dengan ekstraksi yang berulang menggunakan
fenol sebuah pelarut organik kuat yang sebagian dapat bercampur dengan air. Asam-asam
nukleat yang tetap dalam fase cair kemudian diendapkan dengan alkohol untuk
memisahkannya dari molekul kecil dalam sel untuk menganalisis RNA yang menyandikan
albumin dengan DNA probe terhadap RNA orang menggunakan cara northern blotting,

Untuk mengetahui karakter struktur gen albumin dalam tubuh tikus cacat tersebut yaitu
digunakan southern blotting, untuk analisis protein menggunakan metode western blotting.
Transfer DNA disebut ‘Southern blotting’ (SB), mengacu kepada nama penemu teknik
tersebut yaitu E.M. Southern (1975). Untuk deteksi mRNA digunakan teknik Northern Blot
(NB). baik SB dan NB menggunakan gen atau potongan DNA spesifik yang dilabeli probe
untuk mempermudah deteksi gen yang dianalisis. untuk protein dikenal sebagai Western Blot
menggunakan antibody

B. Rumusan masalah
a. Apa konsep dasar dari Blooting ?
b. Apa saja Macam-macam metode Blooting ?
C. Tujuan
a. Memahami konsep dasar dari Blooting
b. Mengetahui metode-metode Blooting

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar dari Blooting

Blot adalah suatu teknik memindahkan bagian protein yang telah dipisahkan, RNA atau
DNA dari gel ke lembaran tipis atau matriks membran agar bagian protein tersebut mengalami
imobilisasi.

Keuntungan teknik blot adalah ;


a. Akses yang lebih besar kepada molekul yang telah terikat ke permukaan lembaran
dibandingkan kepada molekul yang masih berada di dalam gel atau matriks.
b. Lebih sedikit reagen yang dibutuhkan.
c. Waktu untuk melakukan staining dna destaining, inkubasi, mencuci, dll dapat lebih
singkat.
d. Pola yang terbentuk dapat dikeringkan dan disimpan berbulan-bulan sebelum dianalisis.
e. Dapat dibuat banyak replika pola tersebut untuk memungkinkan banyak metode analisis
yang dipakai
Matriks Yang Di Gunakan Dalam Metode Blot

Matriks yang biasa dipakai dapat berupa nitroselulosa (NC). Namun NC juga memiliki
kekurangan, yaitu beberapa komponen yang memiliki afinitas lemah dapat hilang selama
pemrosesan. Matriks lain yang dapat digunakan untuk menutupi kekurangannya yaitu kertas
diazobenzyloxymethyl (DBM). Ada pula kertas lain, yaitu iazophenylthioeter (DPT).

B. Macam-macam Metode Blooting


1. Southern Blot

Dinamai setelah penemunya, biologi Edwin Selatan, Selatan Blot adalah metode untuk
menyelidiki keberadaan sekuens DNA tertentu dalam sampel DNA. DNA sampel sebelum atau
setelah pencernaan enzim restriksi dipisahkan dengan elektroforesis gel dan kemudian ditransfer
ke membran dengan blotting melalui aksi kapiler. Membran tersebut kemudian terkena probe
DNA berlabel yang memiliki urutan basa pelengkap untuk urutan DNA pada bunga. Kebanyakan
protokol asli yang digunakan label radioaktif, namun non-radioaktif alternatif yang sekarang

2
tersedia. Southern blotting kurang umum digunakan dalam ilmu laboratorium karena kapasitas
teknik lain, seperti PCR, untuk mendeteksi urutan DNA spesifik dari sampel DNA. Bercak ini
masih digunakan untuk beberapa aplikasi, bagaimanapun, seperti mengukur jumlah salinan
transgen pada tikus transgenik, atau rekayasa gen sel induk garis KO embrio.

Southern blot pertama kali dikemukakan oleh Southern (1975). Teknik ini mentransfer DNA
ke kertas NC dengan menggunakan prosedur aliran pelarut. Caranya yaitu dengan menempatkan
gel elektroforesis ke kertas matriks yang direndam buffer dan berada di atas sesuatu seperti spons
yang telah dibasahi dengan buffer. Membran tersebut diletakkan di atas gel dan ditumpuk pula
beberapa kertas peresap di atasnya. Buffer kemudian akan mengalir pelan-pelan ke membran,
demikian pula dengan gel yang membawa molekul ke kertas membran, sementara gelnya diserap
oleh kertas peresap. Fragmen DNA yang spesifik dideteksi dengan menggunakan pelacak.
Pelacak biasanya merupakan DNA yang dimurnikan dan bisa ditandai dengan aktifitas spesifik
radionukletida. Lokasi sinyal yang terlihat setelah autradiografi membuat kita dapat menentukan
ukuran dari fragmen DNA tersebut.

Di bawah kondisi-kondisi optimal, Southern blot mendeteksi ~ 0.1 pg DNA yang menarik.
Blot teknik digunakan untuk memindahkan protein DNA dan RNA ke suatu pengangkut
sehingga dapat dipisahkan, dan sering juga diikuti penggunaan suatu gel ectrophoresis. Southern
blot digunakan untuk memindahkan DNA. Digunakan biologi molekular untuk melihat
kemungkinan kehadiran suatu urutan DNA dalam suatu sample DNA. Southern blot Selatan
berkombinasi gel agarose electrophoresis untuk separasi ukuran DNA dengan metoda untuk
memindahkan DNA ke suatu membran filter untuk pemeriksaan hybridisasi. Metoda lain adalah

3
Western blot dan Northern blot memiliki prinsip kerja yang sama tetapi menggunakan RNA dan
protein.

Setelah electrophoresis, gel tersebut diperlakukan dengan suatu alkali yang menyebabkan
DNA terdenaturasi dan terpisah menjadi rantai tunggal. Suatu membran seperti selaput
ditempatkan pada gel dan diberi tekanan melalui pengisapan atau metoda mundane dalam kertas
handuk (paper towels) dengan suatu berat. DNA berpindah tempat ke membran dan stick.
Membran DNA-impregnanted dibakar atau menyebar secara permanen dengan menyertakan
DNA tersebut. Molekul yang kemudian diperlakukan dengan suatu pemeriksaan hybridisasi yang
mana hanya suatu molekul DNA dengan urutan dikenali yang akan dipasangkan dengan urutan
DNA yang telah ditandai (diblot). Pemeriksaan DNA berlabel dengan fluorescents atau
chromogenic berpijar sehingga dapat teridentifikasi. Dengan pengujian pola dari hybridisasi
dengan sinar X atau Autoradiografi, peneliti dapat menentukan fragmen yang berisi DNA
sequence spesifik atau gen.

Southern blots digunakan penemuan gen dan pemetaan, evolusi dan studi
pengembangan, forensik dan diagnostik. Dalam tingkat genetik untuk memodifikasi pada
organisme, Southern blot digunakan sebagai test untuk memastikan bahwa bagian DNA tertentu
mengenal urutan gen. Southern blot analysis untuk menandai karakter transforman. Southern blot
analysis bermanfaat untuk mengidentifikasi bentuk berbeda, menentukan memasukkan atau
menyisipkan jumlah copy dan untuk mendeteksi gross DNA penyusunan kembali yang mungkin
telah terjadi perubahan. Jika kamu sedang menganalisis ß – galactosidase dengan memasukkan
atau menyisipkan dan dipotong – potong dengan EcoRV maka akan dihasilakn potongan sekitar
1kb dari atas dan bawah dari urutan ß – galactosidase persandian dimulai. Pemecahan oleh enzim
restriksi, Analisis Gel, dan bloting.

Ini adalah prosedur standar dari Southern blot analysis.

a. dipecah sedikitnya 1 ug gen Drosophila dengan enzim restriksi yang sesuai. Dipecah 1 – 5 ug
DNA dalam volume 20 ul dengan 10 unit enzim. Pemecahan dilalukan selama 4 – 12 jam.
b. Periksa kualitas pemecahan dengan analisis 100 ng dari tiap sample dalam minigel. meliputi
sample control yang belum dipecah sebagai perbandingan. Sample yang telah dipecah
tampak sebagai band – band dari repetitif sequen (urutan berulang) yang dapat diperlihatkan.

4
c. Sisa DNA 1% pada gel agarose meliputi jalur dengan penanda lamda untuk gel yang
diwarnai dengan ethidium bromida dan difoto.
d. Gel diwarnai selama 20 menit dalam 1ug/ml ethidium bromida. Destain dalam air selama 10
menit dan difoto.
e. Serap gel selama 15 menit dalam 0.12 M HCL – bromophenol blue hingga menguning.
f. Serap gel dalam 0.4 M NaOH selama 30 menit.
g. Potong 3 potongan dalam memblot kertas yang akan meluas sekitar 1 inci di luar gel pada
empat sisi. Rendam masing-masing dengan 0.4 M NaOH Dan tumpukan dalam suatu kaca.
h. Potong gel sampai pertengahan dan membuang bagian puncaknya. Dengan memotong jalur
pertengahan, identasi akan tertinggal di puncak gel dimana gel diratakan dengan prosedur
blotting, dan ini dapat digunakan untuk penyaringan baik telah ditempatkan dia tas gel.
Hempaskan gel yang tak teratur dan menempatkannya pada pertengahan tumpukan kertas
hisap untuk mendorong ke luar gelembung udara.
i. Gel dilemparkan disebabkan DNA pada umumnya semakin dekat kepada sisi bawah gel.
frame gel dengan potongan plastik. Plastik meluas di bawah tepi gel dari 1 – 2 milimeter.
dengan perlahan memaksa gelembung udara memberes bebas dari gel. Plastik mencegah
penyangga mengalir di sekitar gel.
j. Suatu potongan Genescreen yang lebih untuk memenuhi ukuran gel. Permukaan basah gel
dengan beberapa tetesan 0.4 M NaOH. perlahan – lahan meletakkan gen menyaring ke
permukaan gel. Hindari menjerat gelembung udara di bawah saringan juga menghindari
bergesernya saringan yang berhubungan dengan gel seperti beberapa DNA mungkin telah
mulai untuk dipindahkan ke saringan.
k. Dua potongan kertas hisap untuk memenuhi Genescreen dan meletakkan hingga lembar
tersebut mengeringkan pada waktu yang sama di atas saringan. Kertas pertama basah, dan
melicinkannya sebelum menambahkan yang kedua. Potongan yang kedua basah sepenuhnya
mengumpulkan tumpukan paper towels.
l. Menumpuk 1 inchi lapisan dari paper towels di atas potongan puncak kertas hisap. Towels
harus memotong untuk memenuhi ukuran saringan.
m. Tempatkan potongan flat/plexiglass atau kaca yang diletakkan di paling atas. Menimbang
tumpukan yang hancur bersama suatu botol yang berisi 200 – 500 ml tentang segala bentuk.
Kemudian DNA dipindahkan selama 6 jam.

5
n. Setelah transfer, dipindahkan ke saringan dandiserap selama 15 menit dalam 200 ml 0.2 M
Tris-Cl pH 7.5, 2X SSC.
o. Blot filter dikeringkan dengan paper towels dan kemudian dibiarkan kering selama
sedikitnya 1 jam. Saringan dapat disimpan bila telah kering, keadaan ini cukup untuk
menentukan DNA ke dalam saringan. Tidak kebutuhan untuk membakar saringan genescreen
untuk menyertakan DNA.
Tahapan Southern Blot

Tahap awal dari metode Southern Blot adalah pendigestian DNA dengan enzim restriksi
endonuklease sehingga terbentuk fragmen-fragmen DNA yang lebih kecil. Kemudian DNA
dipisahkan sesuai ukuran dengan elektroforesis agarosa. Setelah DNA terpisah dilakukan
pemindahan DNA ke membran nitroselulosa tahap ini disenevertheless dengan tahap blotting.
Membran nitroselulosa diletakkan pada bagian atas dari gel agarosa. Pada teknik blotting dengan
menggunakan vakum membran diletakkan pada bagian bawah gel. Tekanan diberikan secara
merata pada gel untuk memastikan terjadi kontak antara gel dengan membran. Proses transfer
berlangsung dengan memanfaatkan daya kapilaritas. setalah DNA ditransfer ke gel membran
nitroselulosa dipanaskan dengan suhu tinggi (60oC-100oC) kemudian membran diberi radiasi
UV agar terbentuk ikatan kovalen dan permanen antara pita-pita DNA dengan membran. Lalu
membran dicampur dengan probe (pelacak) yang telah dilabel radioaktif tetapi dapat juga
digunakan tag nonradioaktif yang dapat berpendar. Probe yang digunakan adalah DNA utas
tunggal yang memiliki sekuen yang akan dideteksi. Probe diinkubasi dengan membran agar
dapat berhibridisasi dengan DNA yang ada pada membran. Setelah proses hibridisasi probe yang
tidak terikat dicuci dari membran sehingga yang tinggal hanya probe yang hibrid dengan DNA di
membran. Pola hibridisasi kemudian dideteksi dengan visualisasi pada film X-ray melalui
autoradiografi.

Pemisahan DNA dan RNA berdasarkan ukuran dengan elektroforesis pada berbagai sistem gel
merupakan teknik dasar yang penting dalam biologi molekuler. Pada pH netral, DNA dan RNA
bermuatan negatif dan akan bermigrasi ke arah anoda. Jika migrasi dilakukan pada matriks
polimer (gel), fragmen kecil akan bergerak lebih cepat daripada fragmen yang besar (Gambar 1-
2). Dengan demikian, migrasi elektroforetik melalui gel akan memisahkan campuran fragmen
DNA sehingga nampak sebagai pita-pita yang berbeda ukurannya. Banyak matriks gel yang

6
dapat dignakan untuk pemisakhan asam nukleat, tapi yang paling banyak digunakan adalah gel
agarose dan poliakrilamid. Gel agarose sesuai untuk pemisahan fragmen DNA yang berukuran
0.1-20 kb, sedangkan poliakrilamid untuk fragmen Dna berukuran 0.025-2 kb. Denaturan seperti
urea dapat ditambahkan pada gel poliakrilamid untuk dapat memisahkan fragmen DNA sampai
pada tingkat resolusi 1 pb (misalnya untuk sekuensing DNA). Salah satu jenis elektroforesis el
agarose adalah pulsed field gel electrophoresis (PFGE) yang digunakan untuk memisahkan
fragmen DNA yang sangat besar (lebih dari 1000 kb). Untuk melihat fragmen DNA setelah
dipisahkan dengan elektroforesis gel digunakan teknik lain. Jika fragmen DNA cukup banyak,
gel dapat langsung diwarnai (staining) selama atas setelah elektroforesis sehingga DNA dapat
langsung dilihat. Ethidium bromide mengikat DNA dan akan berfluoresensi/berpendar merah
dibawah sinar UV. Jika jumlah DNA terlalu sedikit untuk divisualisasi langsung, radioaktif
digunakan untuk mendeteksi (lihat hibridisasi). Hibridisasi asam nukleat. Hibridisasi asam
nukleat adalah salah satu metode analisis yang paling sering digunakan. Teknik ini digunakan
untuk Southern blotting, Northern blotting dan untuk skrining library. Tujuan metode ini adalah
untuk melihat (visulisasi) sekuens asam nukleat tertentu (DNA atau RNA) dalam
lingkungan/latar belakang campuran sekuens lain yang kompleks. Teknik ini memanfaatkan sifat
DNA yaitu dua untai asam nukleat yang komplemen akan salaing mengikat (hibridisasi) dengan
tingkat spesifisitas yang tinggi. Sebaliknya, sekuens asam nukleat yang nonkomplemen tidak
berikatan secara spesifik, mismatch nukleotida menurunkan temperatur/titik leleh. Untuk
mendeteksi DNA atau RNA tertentu dalam suatu campuran yang kompleks, isi campuran harus
diimobilisasi pada membran dan diubah menjadi bentuk untai tunggal (lihat Southern dan
Northern blotting). Larutan hibridisasi yang mengandung probe untai tunggal yang dilabel
radioaktif ditambahkan agar terjadi hibridisasi pada kondisi tertentu. Temperatur dan konsentrasi
garam pada larutan hibridisasi menentukan kespesifikan pengikatan. Pada temperatur tinggi dan
konsentrasi garam rendah, probe hanya akan mengikat sekuens target yang benar-benar cocok.
Setelah hibridisasi, kelebihan probe yang tidak terikat dicuci, sinyal radioaktif akan terdeteksi
pada lokasi di mana sekuens target terletak. Sinyal radioaktif divisualisasi dengan
mengeksposkan pada fim X-ray menghasilkan titik atau pita hitam pada tempat radioaktif.
Southern blotting. Ketika DNA genom didigesti dengan endonuklease restriksi dan dipisahkan
dengan elektroforesis gel, fragmen individual tidak akan dapat dilihat, bahkan jika digunakan
DNA dalam jumlah besar. Karena kompleksnya DNA genom, digesti dengan enzim restriksi

7
yang divisualisasi dengan ethidium bromide akan menghasilkan pola ‘smear’ yang tercipta dari
ribuan fragmen DNA. Untuk mendeteksi fragmen tertentu pada ‘smear’ tersebut digunakan
teknik hibridisasi denganprobe radioaktif yang lazim dikenal sebagai Southern blotting (diambil
dari nama penemunya Ed Southern) (Gambar 1-9). Southern blotting dimulai dengan pemisahan
elektroforesis gel fragmen DNA yang telah didigesti dengan enzim pemotong. DNA kemudian
didenaturasi (dipisahkan menjadi 2 untai tunggal) dengan perlakuan alkali, selanjutnya untai
tunggal ditransfer ke membran melalui transfer kapilaritas. DNA akan terikat pada secara
kovalen pada membran dan diimobilisasi pada fase padat, menghasilkan replika fragmen pada
gel. Fagmen DNA spesifik pada membran dapat diidentifikasi dengan hibridisasi menggunakan
probe yang spesifik untuk fragmen gen yang dikehendaki.

Gambar : Southern blot. DNA genom diisolasi dan digesti dengan enzim restriksi. DNA
kemudian dirun pada gel agarose dan ditransfer ke membran di mana DNA kemudian diikatkan
secara kovalen. DNA selanjutnya dihibridisasi menggunakan probe yang dilabel 32P. Interaksi
antara DNA dan probe yang dilabel dideteksi dengan cara memajankan DNA-membran ke film
otoradiografi

8
Keuntungan

 Akses yang lebih besar kepada molekul yang telah terikat ke permukaan lembaran di
bandingkan kepada molekul yang masih berada di dalam gel atau matriks
 Lebih sedikit reagen yang dibutuhkan
 Waktu untuk melakukan staining DNA, destaining, inkubasi, mencuci, dll menjadi lebih
singkat
 Pola yang terbentuk dapat di keringkan dan disimpan berbulan-bulan sebelum di analisis
 Dapat dibuat banyak replika pola tersebut untuk memungkinkan banyak metode analisis
yang di pakai
 Matriks : matriks yang biasa di pakai dapat berupa nitroselulosa (NC). Namun NC juga
memiliki kekurangan yaitu, beberapa komponen yang memiliki afinitas lemah dapat
hilang selama pemrosesan. Matriks lain yang dapat digunakan untuk menutupi

9
kekurangannya adalah kertas diazobenzyloxymethyl (DBM) atau diazophenylthioeter
(DPT)
2. Western bloot

Teknik ini pertama kali dibuat oleh W. Neal Burnette dan dinamai western blot sebagai
olok-olokan terhadap tekini southern blot yang pertama kali ditemukan.

Western Blot (WB) merupakan suatu teknik untuk menandai suatu protein pada membran
nitroselulosa, nilon, atau membran transfer lain setelah protein tersebut terpisahkan melalui
elektroforesis. Protein tersebut kemudian dapat dideteksi melalui metode autoradiografi,
pelabelan dengan senyawa-senyawa fluoresen, pelabelan dengan 125I, pelabelan dengan antibodi
terikat protein, lektin atau gen pengikat spesifik lainnya (Attwood et al., 2006).

Berdasarkan pengertian tersebut, WB dilakukan melalui beberapa tahap. Tahap pertama,


elektroforesis. Tahap kedua, elektrotransfer. Tahap ketiga, deteksi (Gambar 1) (Kindt et al.,
2007).

Pada tahap pertama, protein yang diinginkan dipisahkan dari sampel secara
elektroforesis. Elektroforesis merupakan pemisahan protein berdasarkan ukuran molekul dalam
suatu tegangan listrik tertentu. Dalam elektroforesis, biasanya sampel yang mengandung protein
biasanya dicampur dengan SDS. SDS merupakan suatu detergen yang memiliki muatan negatif.
Muatan negatif SDS tersebut mengganggu kestabilan protein, sehingga protein mengalami
denaturasi. Interaksi ionik, jembatan disulfida, ikatan hidrogen yang menyebabkan suatu protein
mengalami folding untuk menjaga kestabilannya menjadi terganggu akibat adanya SDS. Suatu
protein multimer juga akan terurai menjadi monomer penyusunnya. Akibatnya, protein-protein
yang ada dalam sampel membentuk suatu rantai polipeptida lurus. Semakin besar berat molekul

10
suatu protein, maka rantai polipeptida tersebut semakin panjang. Sampel dengan protein rantai
polipeptida lurus tersebut dimasukkan dalam suatu membran poliakrilamid yang dialiri arus
listrik. Protein yang telah bermuatan negatif akan bergerak dari kutub negatif menuju kutub
positif. Laju pergerakan protein dalam membran poliakrilamid tersebut berbeda-beda tergantung
pada daya hambat antara protein dan membran. Protein yang berukuran lebih besar akan
memiliki daya hambat lebih besar sehingga pergerakannya menjadi lebih lambat dibandingkan
dengan pergerakan protein yang berukuran lebih kecil. Setelah dialiri arus listrik selama
beberapa waktu, masing-masing protein akan terpisah berdasarkan ukuran molekulnya. Protein
yang lebih kecil atau memiliki berat molekul rendah akan bergerak lebih jauh dibanding protein
yang lebih besar. Dalam gel poliakrilamid tersebut akan terbentuk pita-pita yang merupakan
protein-protein yang telah terpisah berdasarkan berat molekul (Gambar 2) (Koolman dan Roehm,
2005).

Tahap kedua dalam WB yaitu pemindahan protein dari gel poliakrilamid menuju gel transfer.
Tahap pemindahan tersebut menggunakan arus listrik sebagai faktor pendorong transfer protein.
Oleh karena itu, proses pemindahan tersebut disebut juga elektrotransfer. Elektrotransfer dapat
dilakukan dengan dua metode, yaitu (Bollag et al., 1996):

1) Blotting semikering

Blotting semikering menggunakan kertas saring yang telah dibasahi dengan buffer transfer.
Kertas saring tersebut diletakkan di antara gel poliakrilamid dan gel transfer. Transfer seperti ini
dapat dilakukan selama 10-30 menit dengan arus lstrik tertentu.

2) Blotting basah

11
Blotting basah tidak menggunakan kertas saring diantara gel poliakrilamid dan gel transfer,
tetapi kedua gel tersebut diimpitkan dan direndam dalam buffer transfer. Susunan lapisan-lapisan
pada blotting basah diperlihatkan pada Gambar 3 (Wenk dan Fernandis, 2007). Transfer dengan
blotting basah dapat dilakukan 45 menit hingga 1 malam. Metode blotting basah lebih umum
digunakan karena fleksibilitas metode tersebut yang lebih baik.

Gel transfer yang umum digunakan pada WB ada dua, yaitu nitroselulosa dan nilon. Pada
sebagian besar aplikasi, nitroselulosa lebih umum digunakan karena relatif tidak mahal dan
bloking mudah dan cepat dilakukan. Nilon juga digunakan terutama pada beberapa keadaan
khusus. Pertama, kapasitas pengikatan dengan protein yang dibutuhkan jauh lebih besar dari
kapasitas pengikatan nitroselulosa dan protein. Kedua, protein terikat sangat lemah pada
nitroselulosa. Ketiga, adanya kebutuhan resistensi terhadap tekanan mekanik (Bollag et al.,
1996).

Transfer protein dari gel poliakrilamid menuju gel transfer merupakan tahap yang sangat penting
dalam WB. Oleh karena itu, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam proses transfer
protein tersebut.

o Arus listrik yang digunakan harus diperhatikan karena arus yang terlalu tinggi dapat
menghasilkan panas selama transfer yang dapat menimbulkan masalah.
o Kekuatan ion yang rendah buffer transfer yang rendah dapat digunakan pada tegangan listrik
yang tinggi tanpa perlu dikhawatirkan menghasilkan panas yang tinggi.
o Salah satu arus listrik yang dapat digunakan adalah 200 mA selama 2 jam.
o Untuk transfer protein dengan ukuran molekul besar, penggunaan gel dengan konsentrasi
poliakrilamid yang rendah.

Tahap ketiga merupakan deteksi protein yang telah dipindahkan ke membran transfer.
Deteksi protein tersebut memanfaatkan interaksi antara antigen dan antibodi yang bersifat

12
spesifik. Variasi metode-metode tersebut terutama terletak pada penggunaan antibodi primer
dan sekunder, serta penggunaan molekul penanda. Berdasarkan penggunaan antibodi primer dan
antibodi sekunder, ada dua metode deteksi, yaitu: metode langsung dan metode tidak langsung.
Metode langsung menggunakan antibodi primer yang telah terkonjugasi dengan molekul
marker. Metode tidak langsung menggunakan antibodi primer dan antibodi sekunder. Antibodi
primer berfunsi mengikat protein target, sedangkan antibodi sekunder berfungsi mengikat
antibodi primer dan terkonjugasi dengan molekul penanda. Molekul penanda yang digunakan
juga bervariasi. Molekul penanda yang umum digunakan diantaranya adalah enzim alkalin
fosfatase (AP), enzim horsedish peroksidase (HRP), immunogold, dan 125I. Masing-masing
molekul penanda tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan. Molekul penanda immunogold
memiliki sensitifitas paling tinggi, yaitu immunogold (1-25 pg). HRP, AP dan 125I memiliki
sensitivitas relatif rendah yaitu 10-20 pg, 10-50 pg, dan 50-100 pg (Bollag et al., 1996).

Langkah-langkah dalam Western Blot :

1) Menyiapkan sampel yang akan diteliti, apakah itu limfosit T atau fibroblas ataupun sel darah
tepi. Sampel harus dijaga tetap dingin.

2) Menyiapkan buffer agar pH dapat berada pada jangkauan yang stabil.

3) Menyiapkan antibodi yang akan digunakan sebagai pelacak

Monoklonal antibodi maupun poliklonal antibodi dapat digunakan

a. Antibodi monoklonal adalah yang lebih baik digunakan, karena :

• Sinyal yang lebih baik

• Spesifisitas yang lebih tinggi

• Hasil yang lebih jernih pada proses pembuatan film western blot

b. Antibodi Poliklonal

- Mengenali lebih banyak epitop

4) Melisis Sel

13
Kita perlu melisis sel untuk mengeluarkan protein yang diinginkan dari sel. Untuk melisis
sel dapat digunakan detergen SDS dan RIPA. Bila yang diinginkan adalah sebuah protein yang
terfosforilasi, maka perlu ditambahkan inhibitor fosfatase agar gugus fosfat pada protein
tersebut tidak dibuang. Cara melisis : sentrifuge dan ambil pellet yang terbentuk. Jaga agar tetap
dingin dengan menggunakan kotak es. Tambahkan buffer lisis, lalu kumpulkan dalam tabung
eppendorf, jaga agar tetap dingin.

5) Gel Elektroforesis

Gel yang biasa dipakai misalnya SDS-PAGE (sodium dodecyl sulfate- polyacrylamide gel
electrophoresis) untuk memisahkan protein berdasarkan ukurannya dengan adanya arus listrik.
Akrilamid 10% juga ditambahkan. Kerja SDS-PAGE ini adalah dengan mendenaturasi
polipeptida setelah terlebih dahulu polipeptida tersebut dibuang struktur sekunder dan
tersiernya. Sampel terlebih dahulu dimasukkan ke dalam sumur gel. Satu jalur biasanya untuk
satumarker. Protein sampel akan memiliki muatan yang sama dengan SDS yang negatif
sehingga bergerak menuju elektroda positif melalui jaring-jaring akrilamid. Protein yang lebih
kecil akan bergerak lebih cepat melewati jaring-jaring akrilamid. Perbedaan kecepatan
pergerakan ini akan terlihat pada pita-pita yang tergambar pada tiap jalur.

6) Transfer Gel

Agar protein tersebut dapat diakses oleh antibodi, maka protein tersebut harus dipindahkan
dari gel ke sebuah kertas membran, biasanya nitroselulosa atau PVDF. Membran ini diletakkan
di atas gel, dan tumpukan kertas penyerap diletakkan di atasnya. Larutan buffer kemudian akan
merambat ke atas melalui reaksi kapiler dengan membawa protein-proteinnya.

Cara lain untuk mentransfer protein adalah dengan menggunakan teknik elektroblotting.
Teknik ini menggunakan arus listrik untuk menarik protein dari gel ke membran.

Selain itu, diperlukan pula sebuah prosedur untuk mencegah terjadinya interaksi antara
molekul-molekul yang tidak diinginkan agar hasil yang diperlukan lebih jernih (to reduce
‘noise’). Caranya adalah dengan menempatkan membran pada BSA (Bovine serum albumin)
atau non-fat dry milk dengan sedikit detergen tween 20 sehingga serum tersebut akan menempel
pada pada daerah yang tidak ditempeli protein sampel. Hal ini bertujuan untuk membuat antibodi

14
hanya akan dapat menempel pada binding site protein target. Setelah itu, barulah membran
dengan protein sampel tersebut diinkubasi dnegan antibodi.

7) Deteksi

Deteksi dilakukan dengan antibodi yang telah dimodifikasi bersama dengan sebuah enzim
yang disebut reporter enzyme. Proses deteksi biasanya berlangsung dalam dua tahap, yaitu :

a. Antibodi Primer

Antibodi yang digunakan di sini adalah antibodi yang pertama kali dihasilkan sistem imun
ketika terpajan protein target. Antibodi terlarut kemudian diinkubasi bersama kertas membran
paling sedikit selama 30 menit.

b. Antibodi Sekunder

Setelah diinkubasi bersama antibodi primer, kertas mebran dibilas terlebih dahulu barulah
diinkubasi dengan antibodi sekunder. Antobodi sekunder adalah antobodi yang spesifik untuk
suatu spesies pada antibodi primer. Misalnya, anti-tikus hanya akan berikatan pada antibodi
primer yang berasal dari tikus. Antibodi sekunder biasanya berikatan dengan enzim reporter
seperti alkaline fosfatase atau horseradish peroxidase. Antibodi sekunder ini kemudian akan
menguatkan sinyal yang dihasilkan oleh antibodi primer.

Sekarang, proses deteksi dapat dilakukan dengan satu langkah saja, yaitu dengan
menggunakan antibodi yang dapat mengenali protein yang diinginkan sekaligus memiliki label
yang mudah dideteksi

8) Analisis

a. Colorimetric detection

Metode ini digunakan bila substrat dapat bereaksi dengan reporter enzyme sehingga dapat
mewarnai membran nitorselulosa

b. Chemiluminescent

15
Metode ini digunakan bila substrat merupakan molekul yang bila bereaksi dengan antibodi
sekunder atu dengan reporter enzyme akan teriluminasi. Hasilnya kemudian diukur dengan
densitometri untuk mengetahui jumlah protein yang terwarnai. Teknik terbarunya yang paking
canggih disebut Enhanced Cheiluminescent (ECL). Teknik inilah yang paling banyak
digunakan sekarang.

c. Radioactive detection

Metode ini menggunakan X-ray yang bila mengenai label akan menciptakan region gelap.
Namun metode ini sangat maha dan beresiko tinggi terhadap kesehatan.

d. Fluorescent detection

Pelacak yang mmepunyai label yang dapat mengalami fluorosensi lalu kemudian dideteksi
oleh fotosensor seperti kamera CCD yang menangkap image digital dari western blot. Hasil
kemudian dapat dianalisi secara kuantitaif maupun kualitatif

3. Northerm Bloot

Blot utara digunakan untuk mempelajari pola ekspresi dari jenis tertentu molekul RNA
sebagai perbandingan relatif antara set sampel yang berbeda dari RNA. Ini pada dasarnya adalah
kombinasi dari denaturasi RNA elektroforesis gel, dan sebuah noda. Dalam proses ini RNA
dipisahkan berdasarkan ukuran dan kemudian ditransfer ke membran yang kemudian diperiksa
dengan pelengkap berlabel urutan kepentingan. Hasilnya dapat digambarkan melalui berbagai
cara tergantung pada label yang digunakan, namun hasil yang paling dalam penyataan band yang
mewakili ukuran RNA terdeteksi dalam sampel. Intensitas band-band ini berkaitan dengan
jumlah RNA target dalam sampel yang dianalisis. Prosedur ini umumnya digunakan untuk
mempelajari kapan dan berapa banyak ekspresi gen yang terjadi dengan mengukur berapa
banyak bahwa RNA hadir dalam sampel yang berbeda. Ini adalah salah satu alat yang paling
dasar untuk menentukan pada waktu apa, dan dalam kondisi apa, gen-gen tertentu yang
dinyatakan dalam jaringan hidup.

16
Northern Blot merupakan tekniknya sama dengan Southern Blot, namun menggunakan kertas
DBM dan biasanya mendeteksi RNA. Beberapa hal yang membedakan dengan Southern
blotting adalah: (1) RNA jauh lebih rentan terhadap degradasi dibanding DNA, oleh karena itu
elektroforesis dilakukan dalam bufer yang mengandung zat kimia yang bersifat melindungi
(biasanya formaldehid), (2) RNA sudah berupa untai tunggal dan membutuhkan kondisi
denaturasi yang lebih ringan, (3) RNA biasanya berukuran tertentu sehingga tidak memelukan
digesti enzim untuk memperoleh pola pita. Kedua prosedur sangat mirip karena setelah
elektroforesis RNA juga ditransfer ke membran melalui difusi kapilaritas. Biasanya sinar
UVdigunakan untuk mengikat (crosslink) RNA pada membran sehingga tidak bergerak
(imobilisasi).

Penentuan urutan nukleotida merupakan analisis DNA yang paling detil. Ada beberapa teknik
untuk sekuensing DNA, tetapi metode penghentian rantai dengan dideoksi (dideoxy chain
termination) yang dikembangkan oleh Sanger adalah metode yang paling banyak digunakan
(Gambar 1-10). DNA mula-mula harus didenaturasi dan dipisahkan menjadi untai tunggal
dengan cara pemanasan. Satu primer oligonukleotida yang dilabel radioaktif kemudian
ditambahkan ke dalam reaksi dan akan menempel pada sekuens pasangannya pada DNA target.
DNA polimerase digunakan untuk menyalin DNA untai tunggal. dNTP dalam jumlah banyak
(sampai jenuh) hanya akan menghasilkan produk ekstensi dengan ujung terlabel radioaktif, tapi
tidak menghasilkan informasi urutan basa. Penambahan sedikit ddNTP ke dalam campuran
dNTP akan dapat memberikan informasi urutan basa DNA. Dideoksinukleotida akan
terinkorporasi pada ujung 3’ untai DNA yang baru disintesis. DNA polimerase tidak dapat

17
menambahkan basa baru pada ddNTP. Dengan demikian, inkorporasi ddNTP mengakibatkan
penghentian sintesis rantai DNA. Penambahan dNTP dan ddNTP dengan rasio yang tepat
memungkinkan untuk menghentikan sintesis rantai DNA pada tiap posisi nukleotida. Sebagai
contoh, jika ektensi primer dilakukan menggunakan dATP, dTTP, dGTP dann ddCTP,
polimerase akan mensintesis untai DNA baru sampai dia harus menggunakan ddCTP (misalnya
ketika basa komplemennya G). ddCTP akan terinkorporasi, dan pada titik ini DNA polimerase
tidak akan dapat melanjutkan ekstensi. Dengan demikian, panjang produk hasil ekstensi yang
terlabel radioaktif menentukan osisi G pertama yang disalin. Untuk menentukan posisi G yang
lain, bukan hanya G yang pertama, reaksi sekuensing yang sebenarnya dilakukan dengan
menggunakan campuran dCTP dan ddCTP dengan perbandingan ~200:1. Pada kondisi ini
kemungkinan terjadi penghentian rantai DNA adalah ~1:200 yang terjadi ketika terdapat G pada
DNA yang disekuensing. Akan diperoleh produk ekstensi dengan berbagai panjang, yang dapat
divisualisasi setelah elktroforesis pada gel poliakrilamid. Berdasarkan pada panjang produk,
maka tiap fragmen akan menentukan posisi satu G. Untuk menentukan posisi keempat basa,
empat reaksi sekuensing dilakukan untuk tiap sampel. Pada tiap reaksi dicampurkan dNTP dan
ddNTP yang sesuai dikombinasi dengan 3 dNTP lainnya dalam konsentrasi jenuh. Keempat
reaksi kemudian dielektroforesis bersebelahan pada gel (poliakrilamiddenaturasi) sekuensing
sehingga hasil sekuens DNA dapat langsung dibaca. Secara teoritis sekuensing DNA nampaknya
cukup rumit, tapi sebenarnya pada kenyataannya relatif sangat mudah. Teknologi modern telah
memungkinkan untukmelakukan otomasisasi sekuensing DNA. Untuk skala besar, robot dapat
digunakan untuk menyiapkan reaksi sekuensing. Yang lebih penting adalah peralatan yang ada
saat ini telah memungkinkan kita untuk dapat membaca hasil sekuensing secara langsung dan
sekaligus dapat menyimpan data ke dalam database komputer. Selain mengurangi kerja manusia,
otomasisasi demikian juga mengurangi faktor kesalahan yang sering terjadi dalam pembacaan
dan pemulisan urutan DNA secara manual. Kebanyakan mesin sekuensing sekarang
menggunakan fluorescent (cat yang berfluoresensi) sebagai pengganti radioaktif. Cat ini dapat
diinkorporasikan ke dalam primer sekuensing atau ke dalam nukleotida. Seperti pada sekuensing
manual, elektroforesis gel (atau elektroforesis kapiler) digunakan untuk memisahkan fragmen
DNA berdasrkan ukurannya. Hanya saja pada sekuensing otomatis deteksi fragmen DNA yang
berfluoresensi dilakukan dengan bantuan sinar laser dan sinyal diproses oleh komputer.

18
Gambar 1-10 Sekuensing DNA. Cetakan, primer dan polimerase ditambahkan pada suatu reaksi
yang berisi dideoksi dan deoksinukleotida. Empat reaksi yang terpisah yang masing-masing
menggunakan ddATP, ddTTP, ddCTP dan ddGTP. Tiap reaksi kemudian dirun (dielektroforesis)
pada gel poliakrilamid. Atau sebagai alternatif, reaksi sekuensing dilakukan menggunakan
nukleotida (atau primer) yang dilabel fluorescent agar dapat dideteksi dengan laser.
Sekuens/urutan DNA kemudian didownload ke komputer.

Metode sekuensing otomatis lainnya sedang dikembangkan, termasuk penggunaan chips


DNA. Pada strategi ini sejumlah besar nukleotida yang diatur dan dilekatkan pada chips DNA.
Hibridisasi fragmen DNA pada chips memungkinkan deteksi sekuens yang overlap yang dapat
diubah menjadi sekuens DNA yang terhubung (nyambung). Teknologi ini terutama akan sangat
berguna untuk mendeteksi polimorfisme dan mutasi, karena sekuens yang telah diketahui dapat
dilekatkan pada chips dengan variasi tertentu pada tiap nukleotida.

Seluruh proses hibridisasi dikenal sebagai southern blotting. Kelima prosedur tersebut
adalah:

1.penyiapan fragmen restriksi

Sampel yang akan diuji diidentifikasi sebagai sampel 1, 2, 3 dipersiapkan dari sumber
yang tepat. Enzim restriksi ditambahkan pada ketiga sampel DNA untuk menghasilkan fragmen
restriksi.

19
2.elektroforesis campur fragmen restriksi dan setiap sample dipisahkan dengan
elektroforesis setiap sel membentuk suatu pola pita yang khas akan lebih banyak lagi pita
daripada yang ditunjukkan disini dan pita itu tidak akan kelihatan jika tidak diwarnai

3.blotting aksi kapiler menarik larutan alkali ke atas melewati gel dan melewati selembar
kertas nitroselulose yang diletakkan diatasnya memindahkan DNA ke kertas tersebut serta
mendenaturasinya dalam proses tersebut untai tunggal dan melekat pada kertas yang ditempatkan
dalam pita tempat seperti pada gel.

4. hibridisasi dengan probe radioaktif

Blot kertas dipaparkan dalam larutan yang mengandung probe berlabel radioaktif. probe
ini merupakan DNA untai tunggal yang komplementer terhadap urutan DNA yang diinginkan
dan probe ini dilekatkan ke fragmen restriksi yang mengandung urutan komplementer dengan
cara berpasangan basa.

5.autoradiografi

Selembar film fotografik diletakkan diatas kertas radioaktif atas pada probe yang terikat
memapar film untuk membentuk bayangan yang sesuai pita DNA spesifik pita yang mengandung
DNA yang berpasangan basa dengan probe itu. Northern dan southern blotting memudahkan
hibridisasi dengan molekul asam nukleat yang dipisahkan melalui elektroforesis.

Keuntungan Northern Blotting meliputi:

- merupakan sesuatu yang diterima dengan baik sebagai metoda


- Northern Blotting sebagai metoda yang dapat digunakan untuk penelitian sampai kemajuan
masa yang akan datang
- Sering digunakan sebagai suatu analisis yang hasilnya valid
- merupakan suatu protokol serbaguna dapat lanjutan dari banyak jenis analisis (PCR)
termasuk: non-radiolabeled dan radiolabeled, pada kondisi in vitro menjelaskan RNA dan
oligonucleotides
- Urutan dengan homology parsial, tidak sama dengan PCR atau lain metoda sehingga dapat
digunakan sebagai hibridisasi pemeriksaan (yaitu urutan dari jenis berbeda untuk homology
analisa, atau bahkan fragmen genomic juga dapat digunakan).

20
Kerugian Northern Blotting meliputi:

- Sering radioaktifitas digunakan. Metoda baru pendeteksian tidak perlu radioaktif


- Keseluruhan proses Northern Blotting perlu banyak waktu

Protokol Northern Blotting meliputi:


 RNA pengasingan
 'Gel' agar-agar electrophoresis RNA untuk separasi
 Memindahkan ke selaput (nilon pada umumnya bermuatan positif sebagai RNA adalah
bermuatan negatif)
 Cross-Linking RNA ke selaput (yang pada umumnya dengan UV-CROSSLINKING atau
alat kimia)
 Hybridisasi dan Pendeteksian

4. Eastern Bloot

Eastern Blot merupakan teknik yang ditemukan oleh Reinhard dan Malamud (1982), adalah
proses transfer bidirectional dengan menggunakan aliran pelarut protein dari gel ke NC
berdasarkan titik isoelektrik. Teknik blotting eastern digunakan untuk mendeteksi modifikasi
pasca-translasi protein. Protein mengeringkan ke nitroselulosa membran PVDF atau yang
diperiksa untuk modifikasi menggunakan substrat tertentu.

21
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

1. Blot adalah suatu teknik memindahkan bagian protein yang telah dipisahkan, RNA atau
DNA dari gel ke lembaran tipis atau matriks membran agar bagian protein tersebut
mengalami imobilisasi.
2. Macam-macam metode Blooting
a. Souherm bloot atau Selatan Blot adalah metode untuk menyelidiki keberadaan sekuens
DNA tertentu dalam sampel DNA. Teknik ini mentransfer DNA ke kertas NC dengan
menggunakan prosedur aliran pelarut.
b. Western Blot (WB) merupakan suatu teknik untuk menandai suatu protein pada
membran nitroselulosa, nilon, atau membran transfer lain setelah protein tersebut
terpisahkan melalui elektroforesis. Protein tersebut kemudian dapat dideteksi melalui
metode autoradiografi, pelabelan dengan senyawa-senyawa fluoresen, pelabelan dengan
125I, pelabelan dengan antibodi terikat protein, lektin atau gen pengikat spesifik
lainnya
c. Northerm Bloot merupakan tekniknya sama dengan Southern Blot, namun
menggunakan kertas DBM dan biasanya mendeteksi RNA. Blot utara digunakan untuk
mempelajari pola ekspresi dari jenis tertentu molekul RNA sebagai perbandingan relatif
antara set sampel yang berbeda dari RNA. Ini pada dasarnya adalah kombinasi dari
denaturasi RNA elektroforesis gel, dan sebuah noda.
d. Eastern Blot adalah proses transfer bidirectional dengan menggunakan aliran pelarut
protein dari gel ke NC berdasarkan titik isoelektrik.

22
DAFTAR PUSTAKA

Aditia. L . Tanpa tahun. Makalah Notherm Blooting dan Western Blooting

https://www.academia.edu/16149010/MAKALAH_Northern_Blotting_dan_Western_Blo
tting aditia. L

Lilmuttaqin. N. W. 2015. Teknik Blooting https://www.scribd.com/doc/253120505/Tugas-


Bloting-pdf

Anonym. 2012. Southern Blotting Dan Northern blotting


https://listonsiburian.wordpress.com/2012/03/28/southern-blotting-dan-northern-blotting/

Anonym. Tanpa tahun. Aplikasi Northern Blotting DNA


http://tulisanterkini.com/artikel/biologi/1496-aplikasi-northern-blotting-dna.html

Kurniawan. A.R. 2014. Western Bloot.


https://belajarbiokimia.wordpress.com/2014/02/12/western-blot/

Hanan. A. 2015. Biologi Molekular Teknik

http://www.laskarislam.com/t5213-biologi-molekular-teknik

23

Anda mungkin juga menyukai