Anda di halaman 1dari 37

ACARA V

ZAT WARNA TANAMAN DAN HEWAN

A. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan dari praktikum acara V Zat Warna Tanaman dan Hewan ini
adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa dapat mengetahui pengaruh cara pemasakan, asam, dan alkali
terhadap warna buah-buahan dan sayuran.
2. Mahasiswa dapat mengetahui pengaruh pemanasan dan larutan curing
terhadap zat warna hewan.

B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Bahan
Wortel (Daucus carota L.) mengandung senyawa karotenoid.
Kandungan karotenoid dalam wortel cukup besar berkisar antara 6000-54800
pg/100g. Karotenoid merupakan pigmen yang mempunyai karakteristik
berwarna kuning, orange dan orange kemerahan dan terlarut dalam lipida
meliputi kelompok hidrokarbon yang disebut dengan karoten dan derivat
oksigenasinya, xantofil. Selain itu, karoten pada wortel juga berperan sebagai
prekursor vitamin A sehingga dapat memberi nilai tambah tersendiri pada
penggunaan wortel sebagai bahan pewarna alami. Karotenoid dapat diekstrak
dari wortel dengan yield berkisar 37,21 46,41 %. Pelarut organik seperti
heksan, toluena, etanol, etanol, dan piridin biasa digunakan dalam proses
ekstraksi karotenoid memiliki kelarutan yang baik dalam aseton atau
campuran aseton-metanol. Dengan kandungan karotenoid yang tinggi, wortel
dapat dimanfaatkansebagai bahan perwarna pangan alami. Dalam setiap 100
gram wortel terkandung 12.000 SI vitamin A (Ikawati, 2005).
Bawang merah (Allium ascalonicum L.; Synon. A. cepa L. var
ascalonicum Backer) adalah tumbuhan hijau yang tumbuh secara tahunan.
Kerusakan komoditas ini terjadi pada waktu penyimpanan. Penyimpanan
bawang merah yang baik membutuhkan ruang tersendiri dengan menjaga
suhu penyimpanan untuk mengindari kerusakan umbi dan pertumbuhan tunas
(Nugraha, 2010).
Bawang merah mengandung kuersetin, antioksidan yang kuat yang
bertindak sebagai agen untuk menghambat sel kanker. Kandungan lain dari
bawang merah diantaranya protein, mineral, sulfur, antosianin, karbohidrat,
dan serat (Rodrigues, 2003). Satu setengah sampai tiga setengah ons bawang
segar apabila dikonsumsi secara teratur mengandung kuersetin yang cukup
sebagai perlindungan terhadap kanker (Nawangsari, 2008).
Daging adalah produk yang sangat tahan lama di mana perubahan yg
memburuk dimulai segera setelah perdarahan hewan. Penyebab utama
kerusakan produk adalah mikroorganisme yang mungkin bakteri, ragi, atau
jamur. Jaringan dari hewan hidup pada dasarnya bebas dari ini. Namun,
sumber pertama kontaminasi adalah dengan pisau mencuat dalam proses
pendarahan. Sumber-sumber lain dari pencemaran yang berhubungan dengan
kondisi penanganan seperti kontak dari sembunyikan, tusukan dari saluran
usus dan pembersihan yang tidak benar dari peralatan yang digunakan untuk
memotong dan pengolahan. Cara terbaik untuk menjaga kerusakan produk
untuk minimum adalah dengan suhu rendah dingin dan program sanitasi yang
baik. penanganan daging adalah kunci untuk sukses curing daging (Ray,
2014).
Zat warna daging adalah pigmen heme atau tepatnya pigmen
mioglobin. Dalam daging ternak jumlah besi yang ada sebagian besar terdapat
pada mioglobin (95%) dibanding hanya 10% pada badan ternak yang masih
hidup. Selain mioglobin, pada daging juga terdapat pigmen lain yaitu
sitokrom dan flavin (Winarno, 2004). Mioglobin bersifat larut dalam air dan
larutan garam encer, merupakan bagian dari protein sarkoplasma. Pigmen ini
berwarna merah keunguan yang dapat mengalami perubahan bentuk akibat
reaksi kimia (Muchtadi dkk., 2010).
2. Tinjauan Teori
Zat warna alam (pigmen) adalah zat warna yang secara alami terdapat
dalam tanaman maupun hewan. Zat warna alam dapat dikelompokkan sebagai
warna hijau, kuning, dan merah. Zat warna merah yang banyak terdapat di
alam dikelompokkan kedalam dua golongan yaitu karotenoid dan anto-sianin.
Antosianin tergolong pigmen yang disebut flavonoid yang pada umumnya
larut dalam air. Warna pigmen antosianin berwarna merah, biru, violet dan
biasanya dijumpai pada bunga, buah-buahan dan sayur-sayuran. Dalam
tanaman terdapat dalam bentuk glikosi- da yaitu membentuk ester dengan
mo-nosakarida (glukosa, galaktosa, ramno-sa, dan kadang-kadang pentosa)
(Winarti, 2010).
Tingkat kecerahan warna ditentukan oleh tebalnya lapisan
oksimioglobin dipermukaan atau daerah oksigen. Bagian ini lebih banyak
terjadi pada suhu rendah dan lebih kecil pada suhu tinggi. Oleh karena itu
daging menjadi lebih merah bila disimpan didalam lemari pendingin
(didinginkan) karena meningkatkan daerah oksigen. Hal yang sama akan
terjadi jika daging segar dibungkus dalam suatu lapisan tipis yang tidak
tembus oksigen. Oksigen dalam bungkusan akan habis karena adanya
aktivitas biokimiawi dan mikroorganisme aerob. Dan daging tersebut berubah
warna menjadi ungu dan kmurang menarik, yang merupakan warna dari
mioglobin yang telah tereduksi. Mioglobin dapat mengalami oksidasi yang
sesungguhnya dan menjadi metmioglobin yang berwarna coklat abu-abu,
disebabkan karena kerusakan globin seperti yang terjadi pada waktu
memasak daging dan metmioglobin ini bereaksi dengan ion-ion nitrit
sehingga menghasilkan warna merah muda yang stabil, yang merupakan
warna dari daging yang diasinkan (cured meat)
(Buckle et al, 2010).
Pigmen memproduksi warna yang berhubungan dengan kehidupan
makhluk hidup karena pigmen dimiliki oleh semua organisme di dunia.
Tumbuhan merupakan produsen utama pigmen. Pigmen ada pada dedaunan,
buah-buahan, sayuran, dan bunga-bunga serta menunjukkan perbedaan warna
kulit, mata, dan struktur hewan, bakteri, dan jamur. Pigmen alami dan sintetis
banyak digunakan pada obat-obatan, makanan, pakaian, furnitur, kosmetik,
dan pada produk-produk lainnya. Pigmen alami mempunyai peran penting
daripada hanya memberikan keindahan seperti tidak akan ada fotosintesis
pada tumbuhan dan kita tidak dapat hidup di bumi ini tanpa adanya klorofil
dan karoten. Pigmen merupakan senyawa kimia yang menyerap cahaya pada
panjang gelombang sinar tampak. Produksi warna perlu struktur molekul
yang spesifik dimana struktur ini menangkap energi dan eksitasi elektron dari
orbital luar menuju orbital yang lebih tinggi untuk diproduksi. Energi yang
tidak terserap dipantulkan dan atau dibelokkan untuk ditangkap oleh mata dan
diatur impuls neuron untuk ditransmisikan pada otak sehingga dapat melihat
sebagai warna (Vargas et al., 2000).
Klorofil adalah pigmen berwarna hijau yang terdapat dalam kloroplas.
Pada tumbuhan tingkat tinggi, kloroplas terutama terdapat pada jaringan
parenkim palisade dan parenkim spons daun. Dalam kloroplas, pigmen utama
klorofil serta karotenoid dan xantofil terdapat pada membran tilakoid
(Salisbury dan Ross 1991). Klorofil berasal dari proplastida yaitu plastida
yang belum dewasa, kecil dan hampir tidak berwarna dan sedikit atau tanpa
membran dalam. Proplastida membelah saat embrio berkembang, dan
menjadi kloroplas ketika daun dan batang terbentuk. Pada organ yang terkena
cahaya matahari, kloroplas muda akan aktif membelah (Salisbury dan Ross
1991). Kloroplas terutama berfungsi adalah sebagai tempat berlangsungnya
fotosintesis. Pigmen-pigmen pada membran tilakoid akan menyerap cahaya
matahari atau sumber cahaya lainnya dan mengubah energi cahaya tersebut
menjadi energi kimia dalam bentuk adenosin trifosfat (ATP) (Lakitan 2001).
Pada tumbuhan tingkat tinggi, klorofil a dan klorofil b merupakan pigmen
utama fotosintetik, yang berperan menyerap cahaya violet, biru, merah dan
memantulkan cahaya hijau (Salaki 2000). Molekul klorofil adalah suatu
derivat porfirin yang mempunyai struktur tetrapirol siklis dengan satu cincin
pirol yang sebagian tereduksi (Sumenda dkk, 2011).
Antosianin adalah kelompok pigmen yang berwarna merah sampai
biru yang tersebar dalam tanaman (Abbas, 2003). Pada beberapa buah-buahan
dan sayuran serta bunga memperlihatkan warna-warna yang menarik yang
mereka miliki termasuk komponen warna yang bersifat larut dalam air dan
terdapat dalam cairan sel tumbuhan (Fennema, 1976). Antosianin adalah
suatu kelas dari senyawa flavonoid yang secara luas terbagi dalam polifenol
tumbuhan. Flavonol, flavon-3-ol,fl avon, flavanon, dan flavanol adalah kelas
tambahan flavonoid yang berada dalam oksidasi dari antosianin. Larutan pada
senyawa flavonoid adalah tak berwarna atau kuning pucat (Harborne, 1987).
Antosianin stabil pada pH 3,5 dan suhu 50oC, mempunyai berat molekul
207,08 g/mol dan rumus molekul C15H11O (Handayani,2012).
Karotenoid merupakan kelompok pigmen yang berwarna kuning,
oranye, merah oranye, serta larut dalam minyak (lipida). Karotenoid terdapat
dalam kloroplas (0,5%) bersama-sama dengan klorofil (9,3%), terutama pada
bagian permukaan atas daun, dekat dengan dinding sel-sel palisade. Karena
itu pada dedaunan hijau selain klorofil terdapat juga karotenoid. Karotenoid
terdapat dalam buah pepaya, kulit pisang, tomat, cabai merah, mangga,
wortel, ubi jalar, dan pada beberapa bunga yang berwarna kuning dan merah.
Karotenoid merupakan senyawa yang mempunyai rumus kimia sesuai atau
mirip dengan karoten. Karoten sendiri merupakan campuran dari beberapa
senyawa yaitu -, - dan - karoten. Karoten merupakan hidrokarbon atau
turunannya yang terdiri dari beberapa unit isoprena (satu diena). Sedangkan
turunannya yang mengandung oksigen disebut xantofil. Pada karoten
cincinnya tertutup. -karoten banyak terkandung dalam wortel dan lada,
kadang-kadang bebas dan kadan-kadang bercampur dengan - dan - karoten
mempunyai cincin terminal yang tidak sama (Winarno, 2004).
Pigmen yang terkandung dalam kacang panjang adalah klorofil.
Klorofil merupakan pigmen berwarna hijau yang terdapat dalam kloroplas
bersama sama dengan karoten dan xantofil. Ada dua jenis klorofil yang telah
berhasil diisolasi yaitu klorofil a dan klorofil b. Keduanya terdapat pada
tanaman dengan perbandingan 3 : 1. Klorofil yang berwarna hijau dapat
berubah menjadi hijau kecoklatan dan mungkin berubah mejadi coklat akibat
substitusi magnesium oleh hidrogen membentuk feofitin (klorofil yang
kehilangan magnesium). Reaksi tersebut berjalan cepat pula pada larutan
yang bersifat asam (Winarno, 2004). Klorofil adalah pigmen utama dalam
fotosintesis, mampu menyerap energi cahaya dan konversi kepada energi
kimia oleh pembentukan senyawa kimia yang kaya energi yang diperlukan
untuk biosintesis karbohidrat dan senyawa lainnya di fotosintesis organisme
seperti tanaman, alga, dan bakteri fotosintetik (Milenkovic et.al., 2012).
Warna daging disebabkan oleh adanya dua pigmen myoblobin dan
hemoglobin. Kedua pigmen mengandung globin sebagai bagian protein dan
gugus hem terdiri atas sistem cincin porfirin dan atom besi pucat. Derajat
kemudahan pemberian pasangan elektron tersebut menentukan sifat ikatan
yang terbentuk dan warna senyawa kompleks. Faktor lain yang berperan pada
pembentukan warna ialah tahan a oksidasi atom besi dan tahana fisika globin.
Dalam daging segar dan dengan adanya oksigen, terdapat suatu sistem
dinamik yang terdiri atas tiga pigmen, oksimyoglobin, myoglobin, dan
metmyoglobin. Oksimyo globin merupakan kompleks kovalen besi (II)
myoglobin dan oksigen. Myoglobin membentuk kompleks ionik dengan air
jika tidak ada donor pasangan elektron kuat yang dapat membentuk kompleks
kovalen. Oksiimyoglobin dan myoglobin terdapat dalam kesetimbangan
dengan oksigen;oleh karena itu nisbah pigmen bergantung pada tekanan
oksigen. Klorofil adalah pigmen hijau yang menjadi penyebab warna sayuran
berdaun dan beberapa buah. Dalam daun hijau, klorofil terurai pada saat
senesens dan warna hijau cenderung hilang. Dalam banyak buah klorofil
terdapat pada buah yang belum masak dan hilang secara perlahan-lahan
ketika karotenoid kuning dan merah menggantikannya selama pemasakan.
Dalam tumbuhan, klorofil terisolasi dalam kloroplastid. Kloroplastid
merupakan partikel-partikel sangat renik yang terdiri atas satuan-satuan yang
lebih kecil lagi , disebut grana, yang berukuran biasanya lebih kecil dari 1
mikrometer dan pada batas resolusi mikroskop cahaya. Grana sangat
terstruktur dan mengandung lamina dan di antara lamina-lamina ini terletak
molekul klorofil (Deman, 1989).
Warna merah bawang merah dihasilkan pigmen antosianin. Pigmen
antosianin mudah terdegradasi oleh temperatur (Pamungkas dkk., 2008).
Antosianin adalah pewarna alami yang sangat menarik karena warnanya dan
efek kesehatan yang menguntungkan. Antosianin sebuah subkelas dari
flavonoid adalah pigmen penting dalam bunga dan buah yang
bertanggungjawab untuk warna merah tajam dan biru. Diantara flavonoid
antosianin adalah molekul pewarna utama, turunan dari pelargonidin yang
memberikan dasar bagi warna oranye-merah, turunan dari sianidin untuk
warna merah dan turunan dari delphinidin untuk warna biru. Antosianin
memiliki berbagai macam manfaat kesehatan seperti pencegah penyakit
jantung, penghambatan karsinogenesis, dan aktifitas anti inflamasi di otak
(Vankar, 2010).
Kebanyakan produk daging asinan berwarna merah muda dan warna
ini adalah warna yang diinginkan orang. Warna ini disebabkan oleh reaksi-
reaksi ion nitrit dengan zat warna mioglobinnitrit mioglobin. Mioglobin
bereaksi dengan nitrogen oksidanitroso mioglobin senyawa, yang
selanjutnya mengalami perubahan oleh panas dan garam membentuk nitroso
myochromagen yang mempunyai warna merah muda yang stabil yang
merupakan ciri khas produk-produk daging asin. Pembentukan nitroso
mioglobin mudah terjadi pada pH rendah. Kalau jumlah nitrit berlebihan akan
terjadi warna hijau (choleglobin) dan warna coklat (metmyoglobin) ini harus
dihindari (Martini, 2011).
Spesies Allium merupakan salah satu sayuran yang tertua di bumi dan
sudah banyak ditemukan dimana saja. Hal ini diduga karena nenek moyang
kita menemukan dan mengkonsumsi Allium liar lama sebelum adanya
penamaan dan pengakuan. Karena tanaman Allium yang kecil dan daunnya
tidak ada sejarah purbakalanya, bentuk aslinya masih misterius. Bawang
merah dan bawang puti kemungkinan jenis pertama yang terpelihara karena
keragaman pertumbuhan, tahan lama, dan fleksibel. Mereka dapat
dikeringkan dan disimpan untuk waktu yang lama (Benkebila and Lanzotti,
2007). Bawang merah (Allium cepa L.) adalah sayuran yang banyak tumbuh
di Indonesia (Setiawati et al., 2014). Pada bawang merah mengandung
pigmen antosianin (Vargas et al., 2000).
Zat warna merah yang banyak terdapat di alam dikelompokkan
kedalam dua golongan yaitu karotenoid dan antosianin. Antosianin tergolong
pigmen yang disebut flavonoid yang pada umumnya larut dalam air. Warna
pigmen antosianin berwarna merah, biru, violet dan biasanya dijumpai pada
bunga, buah-buahan dan sayur-sayuran. Dalam tanaman terdapat dalam
bentuk glikosida yaitu membentuk ester dengan monosakarida (glukosa,
galaktosa, ramnosa, dan kadang-kadang pentosa) (Winarno, 2002).
Klorofil adalah pigmen berwarna hijau yang terdapat dalam kloroplas.
Pada tumbuhan tingkat tinggi, kloroplas terutama terdapat pada jaringan
parenkim palisade dan parenkim spons daun. Dalam kloroplas, pigmen utama
klorofil serta karotenoid dan xantofil terdapat pada membran tilakoid.
Klorofil berasal dari proplastida yaitu plastida yang belum dewasa, kecil dan
hampir tidak berwarna dan sedikit atau tanpa membran dalam. Proplastida
membelah saat embrio berkembang, dan menjadi kloroplas ketika daun dan
batang terbentuk. Kloroplas terutama berfungsi adalah sebagai tempat
berlangsungnya fotosintesis. Pigmen-pigmen pada membran tilakoid akan
menyerap cahaya matahari atau sumber cahaya lainnya dan mengubah energi
cahaya tersebut menjadi energi kimia dalam bentuk adenosin trifosfat
(Sumenda, 2011).
Buah-buahan dan sayuran tampak menarik tergantung pada seperti
apa warna mereka, dalam banyak kasus warna-warna ini adalah hasil dari
pigmentasi antosianin. Karotenoid tidak dilibatkan untuk sangat sering
sebagai pigmen utama, tapi mereka penting dalam beberapa contoh terkenal
seperti likopen dalam tomat, dan -karoten dalam wortel dan ubi jalar.
Klorofil, tentu saja, adalah pigmen dalam sayuran hijau. Pigmen warna
memproduksi terkonsentrasi di kulit atau kulit dari sejumlah buah-buahan dan
sayuran, termasuk antosianin apel, plum, dan pir, dan karotenoid jeruk dan
pisang. Dalam contoh lain, pigmen didistribusikan di seluruh buah atau
sayuran (misalnya, antosianin dalam raspberry dan karotenoid dalam wortel)
(Alkema, 1982).
Karotenoid adalah keluarga senyawa berpigmen yang disintesis oleh
tanaman dan mikroorganisme tetapi tidak hewan. Mereka berlimpah dalam
buah-buahan berwarna kuning-oranye dan sayuran berdaun hijau gelap. Buah
dan sayuram merupakan sumber utama karotenoid dalam diet manusia.
Mereka paling banyak ditemui fatsoluble alami pigmen. Karotenoid yang
hadir dalam sebagai microcomponents dalam buah-buahan dan sayuran
memiliki warna oranye dan merah kuning. Karotenoid terdiri dari struktur
polyisoprenoid, rantai terkonjugasi panjang ikatan ganda dan simetri bilateral
dekat sekitar ikatan rangkap pusat sebagai fitur kimia umum (Sahabi, 2012).
Mioglobin adalah potein heme globular yang ditemukan di otot daging
hewan. Telah diketahui menjadi kontributor utama dengan warna otot,
tergantung pada keadaan redoks dan konsentrasi. Konsentrasi mioglobin
dipengaruhi oleh kedua genetika dan lingkungan. Mioglobin terdiri dari rantai
polipeptida tunggal, globin, yang terdiri dari 153 asam amino dan prostetik
heme kelompok, besi (II) protoporifirin-IX kompleks. Kelompok ini
memberikan hememioglobin dan turunannya warna khas mereka
(Chaijan, 2008).
Antioksidan adalah penghambat proses oksidasi, bahkan pada
konsentrasi yang relatif kecil dan dengan demikian memiliki peran fisiologi
yang beragam dalam tubuh. Konstituen antioksidan tanaman bahan bertindak
sebagai pemulung radikal, dan membantu dalam mengkonversi radikal untuk
spesies yang kurang reaktif. Berbagai radikal bebas antioksidan pemulungan
ditemukan dalam sumber makanan seperti buah-buahan, sayuran dan teh.
Pada tumbuhan dan hewan radikal bebas yang dinonaktifkan oleh
antioksidan. Antioksidan bertindak sebagai inhibitor dari proses oksidasi,
bahkan pada konsentrasi yang relatif kecil dan dengan demikian memiliki
peran fisiologis yang beragam dalam tubuh (Mandal, 2009).
C. METODOLOGI
1. Alat
a. Aluminium foil
b. Corong
c. Gelas beker
d. Gelas ukur
e. Kompor/ alat pemanas
f. Neraca / timbangan
g. Panci
h. Pengaduk kaca
i. Penjepit kayu
j. pH meter
k. Pipet tetes
l. Pipet volume
m. Pisau
n. Propipet
o. Rak tabung
p. Stopwatch
q. Tabung reaksi
r. Termometer
2. Bahan
a. Air ledeng
b. Aquadest
c. Asam cuka 99%
d. Bawang merah
e. Daging sapi segar
f. Kacang panjang
g. Larutan curing I
h. Larutan curing II
i. Larutan curing III
j. Larutan curing IV
k. Larutan FeCl3 50 ppm
l. Larutan MgCl2 50 ppm
m. NaHCO3 kristal
n. Wortel
3. Cara Kerja
a. Pengaruh beberapa perlakuan terhadap zat warna buah/ sayuran

Wortel, kacang panjang, dan bawang merah


masing-masing 15 gram

Pemotongan kecil-kecil dan pemasukan ke dalam 6 gelas Beaker


untuk setiap macam bahan.

Pengisian dengan

Beaker 1 Beaker 2 Beaker 3 Beaker 4 Beaker Beaker 6


50 ml 50 ml 0,5 gram 50 ml 550 ml 2,5 ml
ledeng + ledeng + NaHCO3 + FeCl3 50 MgCl2 50 as.cuka
pemanasa 50 ml air ppm ppm 99% + 50
pemanasa
ml air
n terbuka n tertutup ledeng
ledeng

Pengukuran pH dan pengamatan warna setiap bahan yang ada pada


gelas Beaker.

Pemanasan selama 15 menit.

Pengamatan perubahan warna dan pH setelah pemanasan.


b. Zat warna pada daging
1. Tanpa curing

5 gram daging sapi

Pengirisan menggunakan pisau menjadi 2 bagian.

Pengamatan warnanya

Pembiaran Pemanasan dengan


pada udara aquades selama 15
terbuka menit

Pengamatan perubahan warna setelah 0, 5, 10, dan 15 menit.


2. Dengan curing

5 gram daging sapi

Pencacahan sampai halus dengan pisau.

Pemasukan ke dalam 4 tabung reaksi.

Pemasukan larutan curing ke dalamnya sampai daging


terendam.

Larutan Larutan Larutan Larutan


Curing I Curing II Curing III Curing IV
(tabung I) (tabung II) (tabung III) (tabung IV)

Penambahan 2 tetes asam cuka 99% dan pengadukan.

Pemanasan pelan-pelan selama 15 menit.

Pengamatan perubahan warna yang terjadi pada 0, 10, 20,


dan 30 menit.
D. PEMBAHASAN
Tabel 5.1 Pengaruh Beberapa Perlakuan terhadap Zat Warna Wortel
Kel Sebelum Pemanasan Sesudah Pemanasan
Perlakuan Warna
Warna Larutan pH pH
Larutan
Wortel+air ledeng 50
ml (pemanasan Bening 7,61 Bening 7,35
terbuka)
Wortel+air ledeng 50
ml (pemanasan Bening 7,61 Keruh 7,13
tertutup)
Wortel+air ledeng 50 Kuning
Bening 8,22 8,41
3 ml + NaHCO3 0,5 gr Keruh
Wortel+air ledeng 50
Kuning
ml + FeCl3 50 ppm Kuning Bening 5,80 5,97
Keruh
50 ml
Wortel+air ledeng 50
ml + MgCl2 50 ppm Bening 70,1 Bening 6,20
50 ml Bening
Wortel+air ledeng 50
Bening
ml +2,5 asam cuka 3,11 Bening 2,98
bergelembung
99%
Sumber: Laporan Sementara
Zat warna alam (pigmen) adalah zat warna yang secara alami terdapat
dalam tanaman maupun hewan. Zat warna alam dapat dikelompokkan sebagai
warna hijau, kuning, dan merah. Penggunaan zat warna alam untuk makanan
dan minuman tidak memberikan kerugian bagi kesehatan, seperti halnya zat
warna sintetik yang semakin banyak penggunaannya. Diantara zat warna
sintetik yang sangat berbahaya untuk kesehatan sehingga penggunaannya
dilarang adalah zat warna merah rhodamin B (Winarti dan Firdaus, 2010).
Pigmen adalah zat warna alami yang terkandung dalam suatu bahan
(Winarno, 2004). Pigmen memproduksi warna yang berhubungan dengan
kehidupan makhluk hidup karena pigmen dimiliki oleh semua organisme di
dunia. Tumbuhan merupakan produsen utama pigmen. Pigmen ada pada
dedaunan, buah-buahan, sayuran, dan bunga-bunga serta menunjukkan
perbedaan warna kulit, mata, dan struktur hewan, bakteri, dan jamur. Pigmen
alami dan sintetis banyak digunakan pada obat-obatan, makanan, pakaian,
furnitur, kosmetik, dan pada produk-produk lainnya. Pigmen alami mempunyai
peran penting daripada hanya memberikan keindahan seperti tidak akan ada
fotosintesis pada tumbuhan dan kita tidak dapat hidup di bumi ini tanpa adanya
klorofil dan karoten. Pigmen merupakan senyawa kimia yang menyerap cahaya
pada panjang gelombang sinar tampak. Produksi warna perlu struktur molekul
yang spesifik dimana struktur ini menangkap energi dan eksitasi elektron dari
orbital luar menuju orbital yang lebih tinggi untuk diproduksi. Energi yang
tidak terserap dipantulkan dan atau dibelokkan untuk ditangkap oleh mata dan
diatur impuls neuron untuk ditransmisikan pada otak sehingga dapat melihat
sebagai warna (Vargas et al., 2000).
Pigmen karotenoid berperan antioksidan. Pigmen karotenoid yang
banyak terdapat di dalam wortel adalah pigmen -karoten. Aktivitas anti
kanker dan beberapa keuntungan bagi kesehatan disediakan oleh -karoten.
Hal ini termasuk proteksi melawan penyakit kardiovaskular atau sebagai
pencegahan terhadap penyakit katarak (Fikselova et al., 2008). Wortel (Daucus
carota L.) mengandung senyawa karotenoid dalam jumlah besar, berkisar
antara 6000-54800 pg/100 g. Karotenoid adalah pigmen berwarna kuning,
orange dan orange kemerahan yang terlarut dalam lipida meliputi kelompok
hidrokarbon yang disebut karoten dan derivat oksigenasinya xantofil. Dengan
kandungan karotenoid yang tinggi, wortel dapat dimanfaatkan sebagai bahan
pewarna pangan alami. Kandungan karotenoid dalam wortel cukup besar yaitu
antara 6000-54800 pg/100 gram. Karotenoid merupakan pigmen yang
mempunyai karakteristik berwarna kuning, oranye dan oranye kemerahan dan
terlarut dalam lipida meliputi kelompok hidrokarbon yang disebut dengan
karoten dan derivat oksigenasinya, xantofil. Selain itu, karoten pada wortel
juga berperan sebagai provitamin A sehingga dapat memberi nilai tambah
tersendiri pada penggunaan wortel sebagai bahan pewarna alami. Karotenoid
dapat diekstraki dari wortel dengan yield berkisar antara 37,21% 46,41%.
Dengan kandungan karotenoid yang tinggi, wortel dapat dimanfaatkansebagai
bahan perwarna pangan alami. Dalam setiap 100 gram wortel terkandung
12.000 SI vitamin A (Ikawati, 2005).
Muhtadi (1992) mengatakan bahwa pengaruh suhu terhadap oksidasi
karotenoid adalah kerotenoid belum mengalami kerusakan pada pemanasan
60oC tetapi reaksi oksidasi karotenoid dapat berjalan lebih cepat pada suhu
yang relatif tinggi. Karoten tidak stabil pada suhu tinggi dan bila minyak diolah
dengan menggunakan uap panas, maka karoten akan kehilangan warnanya.
Semakin tinggi temperatur maka akan terjadi peningkatan laju reaksi
menyebabkan total karoten yang dihasilkan juga semakin besar. Namun setelah
mencapai titik tertentu peningkatan temperatur justru akan merusak pigmen itu
sendiri dan akan menurunkan total karoten (Satriyanto, 2012).
Tabel 5.1 menunjukkan hasil praktikum pengaruh beberapa perlakuan
terhadap zat warna wortel. Terdapat 6 perlakuan yang diberikan. Perlakuan 1
adalah 15 gram wortel+50 ml air ledeng dengan pemanasan terbuka. Hasil yang
diperoleh yaitu sebelum pemanasan warna larutan berwarna bening dengan pH
sebesar 7,5 dan setelah pemanasan warna larutan tetap bening dengan pH yang
mengalami penurunan menjadi sebesar 7,45. Perlakuan 2 adalah 15 gram
wortel+50 ml air ledeng dengan pemanasan tertutup. Hasil yang diperoleh
sebelum pemanasan warna larutan berwarna bening dengan pH sebesar 7,7 dan
setelah pemanasan menjadi keruh dengan pH sebesar 7,31. Perlakuan 3 adalah
15 gram wortel+0,5 gr NaHCO3 dan 50 ml air ledeng. Hasil yang diperoleh
sebelum pemanasan warna larutan berwarna bening dengan pH sebesar 8,3 dan
setelah pemanasan menjadi kuning keruh dengan kenaikan pH sebesar 8,40.
Perlakuan 4 adalah 15 gram wortel+50 ml FeCl3 50 ppm. Hasil yang diperoleh
sebelum pemanasan warna larutan berwarna kuning bening dengan pH sebesar
5,8 dan setelah pemanasan menjadi kuning keruh dengan pH sebesar 5,97.
Perlakuan 5 adalah 15 gram wortel+50 ml MgCl2 50 ppm. Hasil yang diperoleh
sebelum pemanasan warna larutan berwarna bening dengan pH sebesar 6,3 dan
setelah pemanasan pH menjadi sebesar 6,23. Perlakuan 6 adalah 15 gram
wortel+2,5 ml asam cuka 99% dan 50 ml air ledeng. Hasil yang diperoleh
sebelum pemanasan warna larutan berwarna bening bergelembung dengan pH
sebesar 3,8 dan setelah pemanasan menjadi bening dengan pH sebesar 2,36.
Karoten tidak larut dalam air, dan warna pada wortel mengalami
perubahan lebih mudah karena karoten pada wortel yang semula berjenis trans
berubah menjadi berjenis cis karena pengaruh asam dan pemanasan (Deman,
1989). Pada perlakuan wortel ditambahkan air ledeng 50 ml dan NaHCO3 0,5
gram, dapat dilihat bahwa pH awalnya adalah 8,3 dan warna awalnya adalah
bening. Setelah dilakukan pemanasan, warna menjadi kuning keruh dan pH
naik menjadi 8,40. Hasil percobaan ini sesuai dengan teori Sahabi (2012),
bahwa penambahan basa menyebabkan warna setelah pemanasan menjadi
lebih orange.
Menurut Heriyanto dan Limantara (2006), didapatkan rata-rata setiap
sampel mengalami perubahan warna dan juga penurunan nilai pH. Hal ini
disebabkan beberapa faktor yang dapat memengaruhi nya seperti penambahan
asam, pemanasan dalam keadaan tertutup, dan pigmen tersebut teroksidasi oleh
oksigen karena pemanasan. Apabila hasil yang percobaan yang didapat
dibandingkan dengan teori tersebut maka sudah sesuai.
Tabel 5.2. Pengaruh Beberapa Perlakuan terhadap Zat Warna Kacang Panjang
Sebelum Pemanasan Sesudah Pemanasan
Kel. Perlakuan Warna Warna
pH pH
Bahan+Larutan Bahan+Larutan
Kacang panjang + air
Bening+Hijau
ledeng 50 ml Bening+Hijau 7,85 7,30
Pucat
(pemanasan terbuka)
Kacang panjang + air
Bening+Hijau
ledeng 50 ml Bening+Hijau 7,84 7,25
Pucat
(pemanasan tertutup)
Kacang panjang + air
Bening+Hijau
ledeng 50 ml + Bening+Hijau 7,88 8,45
Segar
13 NaHCO3 0,5 gr
Keruh
Kacang panjang +
Kuning+Hijau 4,09 kekuningan+Hijau 5,25
FeCl3 50 ppm 50 ml
Kecoklatan
Kacang panjang + Keruh+Hijau
Bening+Hijau 7,12 6,23
MgCl2 50 ppm 50 ml Pucat
Kacang panjang +2,5
Keruh+Kuning
ml asam cuka 99% + Bening+Hijau 2,97 2,76
Kecoklatan
air ledeng 50 ml
Sumber: Laporan Sementara
Klorofil merupakan zat hijau daun yang terdapat pada semua tumbuhan
hijau yang berfotosintesis. Berdasarkan penelitian, klorofil ternyata tidak hanya
berperan sebagai pigmen fotosintesis. Klorofil mempunyai manfaat antara lain,
sebagai obat kanker otak, paru-paru, dan mulut. Klorofil juga dapat digunakan
sebagai desinfektan, antibiotik dan food suplemen. Klorofil dapat digunakan
sebagai food suplemen karena mengandung nutrisi yang dibutuhkan untuk tubuh
manusia (Hendriyani, 2009).
Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai sumber klorofil adalah
kacang panjang. Tanaman kacang panjang (V. sinensis) merupakan komoditas
yang dapat dikembangkan untuk perbaikan gizi keluarga. Tanaman ini berumur
pendek, tahan terhadap kekeringan, tumbuh baik pada dataran medium sampai
dataran rendah, dapat ditanam di lahan sawah, tegalan, atau pekarangan pada
setiap musim. Usaha tani kacang panjang dapat diandalkan sebagai usaha
agribisnis yang mampu meningkatkan pendapatan petani (Hendriyani, 2009).
Klorofil adalah pigmen hijau yang ditemukan di sebagian besar tanaman.
Waktu pemanasan dan suhu mempengaruhi tingkat dekomposisi, misal, suhu
tinggi dalam pressure cooker dan keasaman tidak menurun karena asam volatil
bersifat dapat dipertahankan sehingga perubahan itu cepat. Penggunaan senyawa
alkali seperti air alkali mengurangi keasaman media. Namun jika digunakan
pada jumlah berlebih, klorofil akan bereaksi dengan basa (Inanc, 2011).
Kacang pajang mempunyai nama ilmiah V. sinensis. Pigmen yang
terkandung dalam kacang panjang adalah klorofil. Pigmen ini berperan dalam
proses fotosintesis (Cubas et al., 2005). Klorofil merupakan pigmen berwarna
hijau yang terdapat dalam kloroplas bersama-sama dengan karoten dan xantofil.
Terdapat 2 jenis klorofil yang telah berhasil diisolasi yaitu klorofil a dan klorofil
b. Klorofil a merupakan kelompok metil yang berikatan dengan cincin II
sedangkan klorofil b merupakan kelompok aldehid pada posisi ini. Keduanya
terdapat pada tanaman dengan perbandingan 3 : 1. Klorofil memiliki 4 struktur
cincin kompleks dan pada pusat molekul diatur oleh ion Mg2+. Ekor hidrokarbon
panjang yang hidrofobik terhubung dengan struktur cincin.Pergantian ion pusat
Mg2+ pada klorofil dengan hidrogen menyebabkan perubahan warna dari hijau
cerah menjadi kecoklatan (Cubas et al., 2005).Klorofil yang berwarna hijau
dapat berubah menjadi hijau kecoklatan dan mungkin berubah mejadi coklat
akibat substitusi magnesium oleh hidrogen membentuk feofitin (klorofil yang
kehilangan magnesium). Reaksi tersebut berjalan cepat pula pada larutan yang
bersifat asam (Winarno, 2004). Dalam fotosintesis klorofil berperan untuk
menyerap energi cahaya dan melakukan konversi kepada energi kimia oleh
pembentukan senyawa kimia yang kaya energi yang diperlukan untuk biosintesis
karbohidrat dan senyawa lainnya di fotosintesis organisme seperti tanaman, alga,
dan bakteri fotosintetik (Milenkovic et.al., 2012).
Pada perlakuan pemanasan terbuka dan tertutup, pemasakan sayuran
hijau terbentuk asam asam organik yang dapat menurunkan pH. Bila dalam
pemanasan tutup dibuka, asam asam itu dapat teruapkan keluar dan warna hijau
dapat dipertahankan. Pengaruh pemberian perlakuan, pada larutan yang bersifat
asam, klorofil yang berwarna hijau dapat berubah menjadi hijau kecoklatan dan
mungkin berubah menjadi coklat akibat substitusi magnesium oleh hidrogen
membentuk feofitin (klorofil yang kehilangan magnesium). Reaksi ini berjalan
cepat pada larutan yang bersifat asam. Dan pada penambahan natrium karbonat
hal tersebut bertujuan untuk peningkatan pH sehingga selalu pada pH 8,0 dan
perubahan warna dapat dicegah (Winarno, 2004).
Tabel 5.2 menunjukkan hasil praktikum pengaruh beberapa perlakuan
terhadap zat warna kacang panjang.Terdapat 6 perlakuan yang diberikan.
Perlakuan 1 adalah 15 gram kacang panjang + 50 ml air ledeng dengan
pemanasan terbuka. Hasil yang diperoleh sebelum pemanasan warna
larutan+bahab berwarna bening+hijau dengan pH sebesar 7,85 dan setelah
pemanasan warna larutan+bahan menjadi bening+hijau pucat dengan pH yang
turun menjadi sebesar 7,30. Perlakuan 2 adalah 15 gram kacang panjang + 50 ml
air ledeng dengan pemanasan tertutup. Hasil yang diperoleh sebelum pemanasan
warna larutan+bahan berwarna bening+hijau dengan pH sebesar 7,84 dan setelah
pemanasan menjadi hijau bening+hijau pucat dengan pH sebesar 7,25. Perlakuan
3 adalah 15 gram kacang panjang + 0,5 gr NaHCO3 dan 50 ml air ledeng. Hasil
yang diperoleh sebelum pemanasan warna larutan+bahan bening+hijau dengan
pH sebesar 7,88 dan setelah pemanasan menjadi bening+hijau segar dengan pH
sebesar 8,45. Perlakuan 4 adalah 15 gram kacang panjang + 50 ml FeCl3 50 ppm.
Hasil yang diperoleh sebelum pemanasan warna larutan+bahan berwarna
kuning+ hujau bening dengan pH sebesar 4,09 dan setelah pemanasan menjadi
hijau kuning kekeruhan+hijau kecoklatan dengan pH sebesar 5,25. Perlakuan 5
adalah 15 gram kacang panjang + 50 ml MgCl2 50 ppm. Hasil yang diperoleh
sebelum pemanasan warna larutan+bahan berwarna bening+hujau dengan pH
sebesar 7,12 dan setelah pemanasan pH menjadi sebesar 6,23. Perlakuan 6
adalah 15 gram kacang panjang + 2,5 ml asam cuka 99% dan 50 ml air ledeng.
Hasil yang diperoleh sebelum pemanasan warna larutan+baham berwarna
bening+hijau dengan pH sebesar 2,97 dan setelah pemanasan menjadi bening
dengan pH sebesar 2,76.
Winarno (2008) menerangkan bahwa klorofil yang berwarna hijau dapat
berubah menjadi coklat akibat substitusi magnesium oleh hidrogen membentuk
feofitin (klorofil yang kehilangan magnesium). Selama pemasakan sayuran
hijau, terbentuk asam-asam organik yang dapat menurunkan pH. Bila tutup
dibuka, asam-asam itu dapat teruapkan keluar dan warna hijau dapat lebih
dipertahankan.

Tabel 5.3 Pengaruh Beberapa Perlakuan terhadap Zat Warna Bawang Merah
Sebelum Pemanasan Sesudah Pemanasan
Kel. Perlakuan
Warna Larutan pH Warna Larutan pH
Bawang merah+ air
ledeng 50 ml Bening+Ungu 7,6
(pemanasan terbuka)
Kuning agak
Bawang merah + air
Kuning hijau
ledeng 50 ml 8,28 8,44
bening+Ungu keruh+Hijau
(pemanasan tertutup)
Kecoklatan
Bawang merah + air Kuning
Agak
ledeng 50 ml + 7,5 keruh+Putih 7,25
4 keruh+Ungu
NaHCO3 0,5 gr kecoklatan
Kuning
Bawang merah + FeCl3 Kuning agak
4,84 keruh+Putih 5,55
50 ppm 50 ml keruh+Ungu
ungu pudar
Bawang merah + MgCl2 Putih
Bening+Ungu 5,86 5,61
50 ppm 50 ml keruh+putih
Bawang merah +2,5 ml Merah muda
Bening+Merah
asam cuka 99% + air 3,10 agak 3,07
muda
ledeng 50 ml keruh+pink
Sumber: Laporan Sementara.
Pigmen yang dominan pada bawang merah adalah antosianin. Antosianin
adalah kelompok pigmen yang berwarna merah sampai biru yang tersebar dalam
tanaman (Handayani dan Rahmawati, 2012). Antosianin bersifat larut dalam air,
dan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti konsentrasi antosianin (bila
konsentrasi rendah, warna bahan adalah ungu, bila tinggi warna bahan ungu tua
atau bisa sampai hitam), pH (pada pH rendah antosianin berwarna merah, pH
netral berwarna biru, pH tinggi berwarna putih), dari media atau adanya pigmen
lain. Antosianin terdiri dari dua gugusan yaitu aglikon dan glikon, dan kadang-
kadang terdapat gugusan asam organik seperti kumarat, kafeat, atau ferulat yang
menyebabkan antosianin berwarna biru (Muchtadi, 2011)
Kandungan pigmen antosianin pada tanaman dipengaruhi oleh beberapa
faktor terutama cahaya matahari (intensitas), suhu udara, dan pH. Warna merah,
biru, dan ungu yang terdapat pada buah, daun, atau bunga suatu tanaman
dipengaruhi oleh pigmen antosianin yang bagi kesehatan sebagai sumber
antioksidan. Peran antioksidan bagi kesehatan manusia yaitu dapat mencegah
penyakit hati (hepatitis), kanker usus, stroke, diabetes, sangat esensial bagi
fungsi otak dan mengurangi pengaruh penuaan otak. Antosianin pada tanaman
berfungsi sebagai tabir terhadap cahaya ultraviolet B dan melindungi kloroplas
terhadap intensitas cahaya tinggi. Antosianin juga dapat berperan sebagai sarana
transport untuk monosakarida dan sebagai pengatur osmotik selama periode
kekeringan dan suhu rendah (Pebrianti, 2015).
Pada bawang merah (Allium cepa L.) warna merahnya dihasilkan oleh
pigmen antosianin (Vargas et al., 2000). Menurut Pamungkas (2008), pigmen
antosianin mudah terdegradasi oleh panas. Antosianin merupakan pigmen
berwarna merah, ungu, dan biru yang biasa terdapat dalam berbagai jenis
tanaman. Antosianin juga merupakan salah satu pigmen yang sering digunakan
sebagai pewarna makanan alami. Antosianin dapat menggantikan penggunaan
pewarna sintetis rhodamin B, carmoisin, dan amaranth sebagai pewarna merah
pada produk pangan (Moulana dkk., 2012). Antosianin dapat larut di dalam air.
Secara kimiawi antosianin dapat dikelompokkan ke dalam golongan flavonoid
dan fenolik. Zat tersebut berperan dalam pemberian warna terhadap bunga atau
bagian tanaman lain dari mulai merah, biru, sampai ke ungu termasuk juga
kuning (Supiyanti dkk., 2010).
Tabel 5.3 menunjukkan hasil praktikum pengaruh beberapa perlakuan
terhadap zat warna bawang merah. Terdapat 6 perlakuan yang diberikan.
Perlakuan 1 adalah 15 gram bawang merah+50 ml air ledeng dengan pemanasan
terbuka. Hasil yang diperoleh sebelum pemanasan warna larutan berwarna
Bening+Ungu dengan pH sebesar 7,6. Perlakuan 2 adalah 15 gram bawang
merah + 50 ml air ledeng dengan pemanasan tertutup. Hasil yang diperoleh
sebelum pemanasan warna larutan berwarna Kuning bening+Ungu dengan pH
sebesar 8,28 dan setelah pemanasan menjadi Kuning agak hijau keruh+Hijau
Kecoklatan dengan pH sebesar 8,44. Perlakuan 3 adalah 15 gram bawang merah
+ 0,5 gr NaHCO3 dan 50 ml air ledeng. Hasil yang diperoleh sebelum pemanasan
warna larutan berwarna Agak keruh+Ungu dengan pH sebesar 7,5 dan setelah
pemanasan menjadi berwarna Kuning keruh+Putih kecoklatan dengan pH
sebesar 7,25. Perlakuan 4 adalah 15 gram bawang merah + 50 ml FeCl3 50 ppm.
Hasil yang diperoleh sebelum pemanasan warna larutan berwarna Kuning agak
keruh+Ungu dengan pH sebesar 4,84 dan setelah pemanasan menjadi Kuning
keruh+Putih ungu pudar dengan pH sebesar 5,55. Perlakuan 5 adalah 15 gram
bawang merah + 50 ml MgCl2 50 ppm. Hasil yang diperoleh sebelum pemanasan
warna larutan berwarna Bening+Ungu dengan pH sebesar 5,68 dan setelah
pemanasan menjadi Putih keruh+putih pH sebesar 5,61. Perlakuan 6 adalah 15
gram bawang merah + 2,5 ml asam cuka 99% dan 50 ml air ledeng. Hasil yang
diperoleh sebelum pemanasan warna larutan berwarna Bening+Merah muda
dengan pH sebesar 3,10 dan setelah pemanasan menjadi Merah muda agak
keruh+pink dengan pH sebesar 3,07.
Menurut Muchtadi (2011) di mana antosianin dapat membentuk garam
dengan penambahan logam Fe dan Mg, sehingga berubah menjadi warna
menjadi keunguan. Untuk bawang merah yang diberi perlakuan dengan
ditambahkan asam yaitu asam cuka 99% dan air, hasil yang didapatkan dari
merah muda bening menjadi merah muda dengan penurunan pH dari 3,23
menjadi 3,12. Hasil tersebut sudah sesuai dengan teori Winarno (2008) di mana
antosianin berwarna menjadi merah terang bila ditambahkan asam cuka dengan
pH rendah.
Pada teknik pengolahan hasil makanan, telah ditemukan bahwa warna
atau pigmen dalam suatu bahan mempunyai beberapa peranan bagi kesehatan.
Zat warna alami pada tanaman dapat dimanfaatkan untuk mengolah makanan.
Karena dewasa ini banyak ditemukan produk-produk olahan dengan
menggunakan warna sintesis yang dapat berakibat buruk pada kesehatan. Untuk
itu penggunaan zat warna alami harus mulai digalakkan untuk saat ini (Yam et
all, 2004).
Tabel 5.4 Pengaruh Beberapa Perlakuan terhadap Zat Warna Hewan
Sebelum Pemanasan Sesudah Pemanasan
Kel Perlakuan
0 5 10 15 0 5 10 15
Di udara Merah Merah Merah Merah
- - - -
terbuka bata bata bata bata
Pemanasan Merah Merah Merah Merah
Merah Merah Merah
dengan Merah muda muda muda Coklat
bata pucat coklat
aquadest pucat pucat coklat pudar
Pemanasan Merah Merah Merah Murah Murah
Merah Coklat Coklat
dengan muda coklat coklat muda muda
bata pudar pudar
Curing I pudar pucat pucat pucat pucat
14 Pemanasan Mera
Merah Merah Merah Merah Merah Coklat
dengan h Coklat
muda muda pudar pudar coklat pudar
Curing II bata
Pemanasan Mera Merah Merah Merah
Merah Merah Coklat Merah
dengan h coklat Coklat coklat
muda coklat pekat coklat
Curing III bata pucat pudar pudar
Pemanasan Mera Merah Merah Merah Merah Merah
Merah Merah
dengan h muda muda muda coklat coklat
muda coklat
Curing IV bata pudar pucat pucat muda pudar
Sumber: Laporan Sementara
Keterangan:
a. Larutan curing I: 0,1 gr Natrium nitrat (NaNO3) + 0,1 gr Natrium nitrit
(NaNO2) + 0,05 gr Vitamin C
b. Larutan curing II: 0,2 gr Natrium nitrat (NaNO3)
c. Larutan curing III: 0,2 gr Natrium nitrit (NaNO2)
d. Larutan curing IV: 0,2 gr Vitamin C
Zat warna yang terdapat pada daging adalah pigmen heme atau pigmen
mioglobin. Dalam daging ternak jumlah besi yang ada sebagian besar terdapat
pada mioglobin (95%) dibanding hanya 10% pada badan ternak yang masih
hidup. Pigmen selain mioglobin yang ada pada daging yaitu sitokrom dan flavin.
Mioglobin merupakan bagian dari protein sarkoplasma daging yang bersifat
larut dalam air dan dalam larutan garam encer. Panjang gelombang absorpsi
maksimum mioglobin adalah 505 nm dan 627 nm dan nampak oleh mata kita
sebagai warna coklat (Winarno, 2004). Warna daging merupakan karakteristik
utama yang mudah teridentifikasi secara visual menunjukkan kualitas daging.
Mioglobin merupakan pigmen utama yang bertanggung jawab untuk warna
daging. Ada tiga macam mioglobin yang memberikan warna yang berbeda yaitu
pada jaringan otot yang masih hidup, mioglobin dalam bentuk tereduksi dengan
warna merah keunguan, mioglobin ini seimbang dengan mioglobin yang
mengalami kontak dengan oksigen, oksimioglobin yang berwarna merah cerah.
Ketika bagian interior daging mengalami kontak dengan oksigen yang berasal
dari udara, oksigen akan bergabung dengan heme dari mioglobin untuk
menghasilkan oksimioglobin. Jadi warna daging berubah dari merah keunguan
menjadi merah cerah. Jika oksigen dikeluarkan dari potongan daging, warna
akan berubah kembali menjadi merah keunguan sebab pigmen dideoksigenasi
kembali menjadi mioglobin (Prasetyo, 2010).
Mioglobin adalah pigmen yang berwarna merah keunguan yang dapat
mengalami perubahan bentuk akibat reaksi kimia. Proses pada oksigenasi
mioglobin akan mengakibatkan terbentuknya oksimioglobin yang berwarna
merah cerah. Reaksi oksidasi besi dalam mioglobin atau oksimioglobin akan
mengubah keduanya menjadi metmioglobin berwarna coklat (Muchtadi, 2010).
Curing merupakan proses dasar dalam pengelolaan daging, yaitu dengan
penambahan senyawa garam. Bahan-bahan yang digunakan adalah senyawa
NaCl, garam nitrit/nitrat dan gula. Dalam proses ini garam NaCl berfungsi
sebagai pemberi citarasa dan pengawet karena sifat ion Cl sebagai anti bakteri.
Pemakaian garam biasanya pada konsentrasi 2-5%. Gula berperan dalam
membantu membentuk citarasa spesifik dengan garam dalam jumlah pemakaian
sedikit (Muchtadi. 2010).
Curing merupakan suatu cara pengolahan dan pengawetan untuk menarik
air atau mengurangi kadar air dari ikan dengan cara penggaraman (pengasinan),
pengeringan, pengasapan, pemindangan (boiling in salt), pengasaman dan
fermentasi. Curing juga dapat diaplikasikan untuk menghambat pertumbuhan
mikroba melalui penggunaan garam NaCl dan pengendalian aktivitas mikroba
(Sumbaga, 2006). Pada proses pengawetan, proses curing sebagian besar
membutuhkan garam dalam konsentrasi tertentu untuk menghambat
pertumbuhan mikroorganisme. Jumlah garam yang ditambahkan dalam daging
sangat bergantung pada kondisi lingkungan seperti temperatur dan tingkat
keasaman (pH). Kondisi tersebut memengaruhi keefektifan fungsi garam
sehingga tidak ada batasan pasti yang menentukkan konsentrasi galam dalam
proses curing (Kunle, 2012).
Curing daging adalah aplikasi garam, warna memperbaiki bahan, dan
bumbu untuk memberikan sifat unik untuk produk akhir. Dua bahan utama yang
harus digunakan untuk curing daging adalah garam dan nitrit. Namun, zat
lainnya dapat ditambahkan untuk mempercepat curing, menstabilkan warna,
memodifikasi rasa, dan mengurangi penyusutan selama pemrosesan (Ray,
2014).
Penggunaan sodium askorbat dalam campuran agensia curing sangat
efektif karena dapat menghambat pembentukan nitrosiamin juga dapat
mempercepat reaksi pembentukan warna pink pada daging, karena senyawa ini
dapat mereduksi NO2 menjadi NO (nitrit oksida) yang akan bereaksi dengan
myoglobin. Pembentukan nitrosiamina dalam oengolahan dapat dihindarkan
dengan penambahan Na Askorbat dengan dosis 550 ppm untuk kadar nitrit akhir
120 ppm. Menurut Naruki dan Kanoni (1992), asam askorbat dapat bereaksi
dengan senyawa nitrit membentuk nitrit oksida. Ada 3 fungsi asam askorbat
tersebut adalah :
1. Akorbat dapat mereduksi metmioglobin menjadi mioglobin
sehinggamempercepat proses curing.
2. Askorbat bereaksi secara kimiawi dengan nitrit sehingga mengikat produksi
nitrit oksida dalam asam nitrit.
3. Kelebihan asam askorbat yang bereaksi dapat sebagai antioksidan sehingga
dapat menstabilkan warna dan flavor daging dan mencegah ketengikan.
Nitrit yang ditambahkan pada proses curing akan bereaksi dengan beberapa
komponen daging antara lain mioglobin, karbohidrat, protein non heme dan
lemak. Perubahan warna daging secara kimia terjadi amat kompleks. Pigemn di
dalam otot daging terdiri dari protein yang disebut myoglobin berwarna merah
terang. Jadi jika daging segar dipotong, mula-mula akan berwarna ungu
permukaannya segera berubah menjadi terang jika terena udara. Bagian
permukaan lebih terang daripada bagian dalam yang kurang mendapat oksigen.
Warna merah terang dari oksimyoglobin tidak stabil dan oksidasi yang
berlebihan akan mengubahnya menjadi metmyoglobin yang berwarna coklat
(Muchtadi,2010).
Curing merupakan salah satu cara perlakuan pendahuluan pada daging
segar sebelum dilakukannya proses pengawetan lanjutan. Curing digunakan
pada pengolahan daging seperti cornet, dendeng, dan sosis. Curing pada daging
bertujuan untuk mengawetkan, menghambat pertumbuhan mikroba,
menimbulkan rasa yang sedap, mendapatkan warna yang stabil dengan aroma
dan tekstur yang baik, serta untuk mengurangi pengerutan daging selama
processing. Produk daging yang diproses dengan curing disebut cured (daging
peram) (Ermawati, 2008).
Dari keempat jenis curing yang digunakan, curing I merupakan curing
yang paling baik. Hal ini dikarenakan curing I mengandung nitrit di dalamnya.
Komponen bahan penyusun curing adalah garam dapur, gula, dan sendawa.
Sendawa ini mengandung nitrat yang kemudian dapat diuraikan menjadi nitrit.
Nitrit inilah yang berperan dalam mempertahankan warna merah pada daging
dan juga untuk menghambat pertumbuhan bakteri (Ermawati, 2008). Jadi bila
dalam bahan curing terkandung nitrit, proses curing akan berjalan lebih cepat
dan efektif. Hasil praktikum sudah sesuai karena pada praktikum hasil curing
yang paling baik adalah curing I.
Pada umumnya proses curing terjadi karena, pertama yaitu reaksi
biologis yang dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit dan NO2 yang mampu
mereduksi ferri menjadi ferro. Kedua yaitu terjadinya denaturasi globin oleh
panas. Bila daging yang di-curing dipanaskan pada suhu 150F atau lebih, maka
terjadi proses denaturasi. Hasil akhir curing membentuk pigmen
nitrosilmioglobin bila tidak dimasak, dan nitrosilhemokromogen bila telah
dimasak (Buckle, 2010).
Penambahan nitrit pada daging olahan terutama bertujuan untuk
memberi warna merah muda yang menarik. Perubahan warna secara kimia
sangat kompleks. Pigmen dalam otot daging terdiri dari protein yang disebut
mioglobin. Mioglobin dengan oksigen akan membentuk oksimioglobin yang
berwarna merah terang. Warna merah terang dari oksimioglobin tidak stabil, dan
dengan oksidasi berlebihan akan berubah menjadi metmioglobin yang berwarna
coklat. Tetapi, yang mengalami penambahan nitrit akan tetap berwarna merah
(Winarno, 1980).
Proses curing membutuhkan garam dalam konsentrasi tertentu untuk
menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Jumlah garam yang ditambahkan
dalam daging sangat bergantung pada kondisi lingkungan seperti temperatur dan
tingkat keasaman (pH). Kondisi tersebut akan mempengaruhi keefektifan fungsi
garam sehingga tidak ada batasan pasti yang menentukan konsentrasi garam
dalam proses curing (Heni, 2007).
Secara garis besar, curing dapat dilakukan dengan cara kering dan basah.
Cara kering adalah dengan mengolesi/menaburkan campuran bahan curing
secara merata ke seluruh bagian daging, dilakukan proses yang bersifat
tradisional karena merupakan metode pengasinan yang telah berusia tua Curing
kering ini bahan-bahannya adalah 26% NaCl, 5% KNO3, 0,1% NaNO2 dan 0,5
- % sukrosa. Curing secara basah adalah dengan merendam daging ke dalam
larutan yang mengandung bahan-bahan curing, lazim dinamakan dengan
pengasinan tangki. Caranya adalah merendamkan daging ke dalam larutan
garam dengan perbandingan 1:1. Larutan garam yang dibuat adalah 26% NaCl,
2 4% KNO3, 0,1% NaNO2. Perendaman dilakukan selama 10 20 hari. Selain
direndam, cara basah ini bisa dilakukan dengan injeksi larutan curing (Heni,
2007).
Pada tabel 5.4 dapat dilihat pengaruh beberapa perlakuan terhadap zat
warna daging. Perlakuan pertama yaitu dibiarkan di udara terbuka, warna daging
tetap merah bata dari menit ke 0 sampai menit ke 15. Perlakuan kedua yaitu
pemanasan dengan aquades. Sebelum dilakukan pemanasan, warna daging
masih merah bata pada menit ke 0 sampai dengan menit ke 5 berubah menjadi
merah, lalu berubah menjadi merah pucat pada menit ke 10, dan berubah menjadi
merah muda pucat pada menit ke 15. Setelah dilakukan pemanasan, warna
daging yang semula merah muda pucat tidak berubah pada menit ke 0, lalau
berubah menjadi warna merah muda coklat pada menit ke 5, lalu berubah lagi
menjadi warna merah coklat pada menit ke 10 dan berubah llagi menjadi warna
merah coklat pudar pada menit ke 15. Perlakuan ketiga yaitu pemanasan dengan
menggunakan curing I. Pada saat belum dilakukan pemanasan, daging berwarna
merah bata, lalu berubah menjadi merah muda pudar pada menit ke 5, dan
berubah lagi menjadi merah coklat pucat pada menit ke 10 dan 15. Setelah
dilakukan pemanasan, warna daging yang semula berwar
na merah muda pucat tidak berubah pada menit ke 5, kemudian berubah menjadi
coklat pudar pada menit ke 10 dan 15. Perlakuan ke empat yaitu pemanasan
dengan menggunakan curing II. Sebelum dilakukan pemanasan daging berwarna
merah bata lalu berubah warna merah muda pudar dari menit ke 5, 10 dan 15.
Sesudah dilakukan pemanasan, warna daging yang semula merah muda pudar
berubah menjadi merah coklat pada menit ke 5, lalu berubah menjadi coklat pada
menit ke 10, lalu berubah menjadi coklat pudar pada menit ke 15. Perlakuan ke
lima yaitu pemanasan dengan menggunakan curing III. Sebelum dilakukan
pemanasan daging berwarna merah bata, lalu berubah menjadi merah muda pada
menit ke 5, lalu pada menit ke 10 warna berubah menjadi merah coklat, dan
berubah menjadi merah coklat pucat pada menit ke 15. Setelah dilakukan
pemanasan, daging yang semula berwarna merah coklat pudar berubah menjadi
coklat pekat pada menit ke 5, lalu berubah menjadi merah coklat pucat pada
menit ke 10, dan berubah lagi menjadi merah coklat pudar pada menit ke 15.
Perlakuan terakhir yaitu pemanasan dengan menggunakan curing IV. Sebelum
dipanaskan daging berwarna merah bata, kemudian berubah menjadi merah
muda pada menit ke 5, lalu berubah lagi menjadi warna merah muda pucat pada
menit ke 10 dan 15. Setelah dipanaskan, daging yang semula berwarna merah
muda pucat berubah menjadi merah coklat pada menit ke 5, lalu berubah menjadi
merah coklat muda pada menit ke 10, dan berubah lagi menjadi merah coklat
pidar pada menit ke 15. Hasil praktikum belum sesuai dikarekan pada saat
sebelum proses pemanasan seharusnya ditambahkan asam cuka 99%. Maka
hasilnya menjadi tidak akurat dan pada curing I didapatkan hasil setelah
pemanasan selama 15 daging berwarna coklat pudar seharusnya lebih merah.
Hal ini belumsudah sesuai dengan teori Muchtadi (2010), bahwa nitrit berfungsi
sebagai anti mikroba dan nitrat berfugsi untuk mempertahankan konsentrasi
nitrit serta vitamin C berfungsi sebagai penghambat oksidasi sehingga vitamin
C membantu menstabilitaskan warna pada daging.
Ada berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan warna
pada daging. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah spesies, usia, jenis kelamin
hewan, cara memotong daging, waterholding (kandungan air), pengeringan pada
permukaan daging, dan cahaya yang mengenai permukaan daging (Gunawan,
2012). Menurut Chaijan (2008), faktor faktor yang mempengaruhi perubahan
warna daging yaitu konsentrasi prooksidan, endogen besi, mioglobin, enzim, pH,
suhu, kekuatan ion, reaksi konsumsi oksigen, dan komposisi asam lemak dari
daging. Dalam dunia pangan, contoh penerapan zat warna hewan dan cara
pengawetannya adalah dalam industri pembuatan daging kaleng (cornet), sosis,
dan dendeng (Ermawati, 2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan
warna daging yaitu konsentrasi prooksidan, endogen besi, mioglobin, enzim, pH,
suhu, kekuatan ion, reaksi konsumsi oksigen, dan komposisi asam lemak dari
daging (Chaijan, 2008). Menurut Muchtadi (2010), zat warna daging mengalami
perubahan warna, mekanismenya seperti pada proses berikut:
Gambar 5.1 Mekanisme Perubahan Warna Daging
Faktor yang dapat menyebabkan perubahan zat warna pada daging
adalah penambahan curing, penambahan air, pemanasan, dan adanya oksigen.
Pada umumnya proses curing terjadi karena: reaksi biologis yang dapat
mereduksi nitrat menjadi nitrit dan NO, yang mampu mereduksi feri menjadi
fero, terjadinya denaturasi globin oleh panas. Bila daging yang di-curing
dipanaskan pada suhu 150F atau lebih, maka terjadilah proses denaturasi
tersebut. Hasil akhir curing membentuk pigmen nitrosilmioglobin bila tidak
dimasak, dan nitrosil hemokromogen bila telah dimasak (Winarno, 2004).
Saat ini telah banyak teknologi pengolahan daging yang telah diterapkan
untuk menjaga kualitas daging, salah satu pengolahan daging tersebut adalah
teknologi curing. Teknologi ini memanfaatkan bahan-bahan kimia untuk
menjaga kualitas daging. Curing adalah prosesing daging dengan menambah
sodium klorida (NaCl), sodium nitrat atau potasium nitrat (NaNO3 atau KNO3),
gula, bumbu-bumbu dan zat aditif lainnya. Tujuan curing adalah flavor, aroma,
keempukkan, juiciness dan mereduksi kerutan daging (Alemayehu, 2014).
Penerapan zat warna hewan pada industri pangan ditemui pada proses
pembuatan bakso. Warna produk bakso diantaranya dipengaruhi oleh kandungan
mioglobin daging, semakin tinggi mioglobin daging maka warna daging
semakin merah. Warna merah pada daging akan mengalami perubahan menjadi
abu-abu kecoklatan selama pemasakan karena terjadinya proses oksidasi
(Zurriyati, 2011). Penerapan di bidang pangan yang lainnya pada kornet. Kornet
yang ada dipasaran sekarang ini masih menggunakan pengawet sintetik berupa
Natrium nitrat (NaNO3) yang digunakan sebagai pegawet pada pembuatan
kornet dengan tujuan untuk memperbaiki warna merah daging, memperlambat
proses ketengikan, sebagai agen yang mampu menciptakan cita rasa, serta agen
penghambat bakteri yang merupakan mikroorganisme patogenik yang dapat
mengkontaminasi daging olahan akan tetapi dapat menimbulkan dampak negatif
bagi kesehatan, karena senyawa NaNO3 bersifat karsinogenik, yaitu dapat
memicu timbulnya sel kanker (Ramadhan, 2010).
E. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum Kimia Pangan Acara V Zat Warna
Tanaman dan Hewan dapat disimpulkan:
1. Pigmen adalah zat warna alami hewan dan tanaman. Pigmen utama
wortel adalah karotenoid, yaitu -karoten yang berwarna kuning hingga
merah oranye. Pigmen utama kacang panjang adalah klorofil yang
berwarna kehijauan. Pigmen utama bawang merah adalah antosianin
yang berwarna merah keunguan. Pigmen utama daging adalah heme
atau mioglobin yang berwarna kemerahan.
2. Curing adalah salah satu teknik pengawetan daging guna untuk
mempertahankan warna alami dari daging melalui penambahan zat
tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

Alemayehu, Tassew. 2014. Application of Natural Dyes on Textille: A Review.


International Journal of Research-Granthaalayah Vol. 2. ISSN-2350-
0530. Ethiopia.
Alkema, Joy., dan Spencer L. Seage. 1982. The Chemical Pigments of Plants.
Journal of Chemical Education. Vol. 59 No. 3 Hal: 186.
Balafif, Ragaya Abd. R., Yayuk Andayani, Erin Ryantin Gunawan. 2013. Analisis
Senyawa Triterpenoid dari Hasil Fraksinasi Ekstrak Air Buah Buncis
(Phaseolus vulgaris Linn). Chem Prog. Vol. 6. No. 2.
Benkeblia, N., Virginia Lanzotti. 2007. Allium Thiosulfinates: Chemistry,
Biological Properties, and Their Potential Utilization in Food
Preservation. Invited Review of Food. Vol. 1. No. 2.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, M. Wootton. 2010. Ilmu Pangan. UI-
Press: Jakarta.
Chaijan, Manat. 2008. Review: Lipid and Myoglobin Oxidations in Muscle Foods.
Songklanakarin J. Sci. Technol. Vol. 30 No. 1: 47-48.
Cubas, C., M. Gloria Lobo, Monica Gonzales. 2005. Optimization of the Extraction
of Chlorophylls in Green Beans (Phaseolus vulgaris L.) by N, N-
dimethylformamide Using Response Surface Methodology. La Laguna:
Spain.
Deman, John M. 1989. Kimia Makanan. ITB. Bandung.
Ernawati, Dyah. 2008. Influence of Use of Lime Extract (Citrus aurantifotia
swingle) to Nitrit Residue of Cures Meat during Curing Process. Journal
of Food Science.
Fikselova, M., Stanislav Silhar, Jan Marecek, Helena Francakova. 2008. Extraction
of Carrot (Daucus carotta L.) Carotenes Under Different Conditions.
Czech Journal of Food Science. Vol. 26. No. 4. Page 268-274.
Gunawan, Lia. 2012. Analisa Perbandingan Kualitas Fisik Daging Sapi Impor dan
Daging Sapi Lokal. Universitas Kristen Petra.
Handayani, Prima Astuti dan Asri Rahmawati. 2012. Pemanfaatan Kulit Buah
Naga (Dragon Fruit) sebagai Pewarna Alami Makanan Pengganti
Pewarna Sintetis. Jurnal Bahan Alam Terbarukan. Vol. 1 No. 2.
Hendriyani, Ika Susanti., dan Nintya Setiari. 2009. Kandungan Klorofil dan
Pertumbuhan Kacang Panjang (Vigna sinensis) pada Tingkat Penyediaan
Air yang Berbeda. Jurnal Sains & Mat. Vol. 17 No. 3 Hal : 145-150.
Heni. 2007. Penerapan Teknologi Curing pada Daging. Universitas Hasanudin.
Makassar.
Heriyanto dan Leenawaty Limantara. 2006. Komposisi Dan Kandungan Pigmen
Utama Tumbuhan Taliputri Cuscuta Australis R.Br. Dan Cassytha
Filiformis L. Makara Sains Salatiga. Vol. 10 No. 2 Hal: 69-75.
Ikawati, Ratna. 2005. Optimasi Kondisi Ekstraksi Karotenoid Wortel (Daucus
carota L.) Menggunakan Response Surface Methodology. Jurnal
Teknologi Pertanian. Vol. 1. No. 1.
Inanc, A. Levent. 2011. Chlorophyll: Structural Properties, Health Benefits and Its
Occurrence in Virgin Olive Oils. Academic Gida Vol. 9 No. 2 Hal: 26-27.
Kunle, Oluyemisi Folashade. Henry Omoregie Egharevba and Peter Ochogu
Ahmadu. 2012. Standardization Of Herbal Medicines - A Review.
International Journal Of Biodiversity And Conservation Vol. 4(3).
Chinesse.
Mandal, Sulekha, Satish Yadav, Sunita Yadav, dan Rajesh Kumar Nema. 2009.
Antioxidants. Journal of Chemical and Pharmaceutical Research.
Milenkovic, Sanja M., Jelena B. Z., Ttjana D. A., Dejan Z. M. 2012. The
Identification of Chlorophyl and Its Derivatives in the Pigment Mixtures:
HLPC Chromatography, Visible, and Mass Spectroscopy Studies.
Advanced Technologies Vol. 1. No. 1.
Moulana, R., Juanda, Syarifah Rohaya, Ria Rosika. 2012. Efektivitas Penggunaan
Jenis Pelarut dan Asam dalam Proses Ekstraksi Pigmen Antosianin
Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.). Jurnal Teknologi dan
Industri Pertanian Indonesia. Vol. 4. No. 3.
Muchtadi, Tien R, Sugiyono dan Fitriyono Ayustaningwarno. 2011. Ilmu
Pengetahuan Bahan. Alfabeta: Bogor.
Muchtadi, Tien R., Sugiyono, Fitriyono Ayustaningwarno. 2010. Ilmu
Pengetahuan Bahan Pangan. Alfabeta: Bogor.
Nawangsari, Dwi Ana., Indah Ikawati Setyarini, dan Perdana Adi Nugroho. 2008.
Pemanfaatan Bawang Merah (Allium cepa L.) sebagai Agen
KoKemoterapi. Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Nugraha, S. Adiandri, R.S. dan Yulianingsih. 2010. Inovasi Teknologi Instore
Drying untuk Mempertahankan Mutu dan Nilai Tambah Bawang Merah.
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian: Bogor.
Pamungkas, Edy Tya Gullit Duta., Wignyanto dan Sakunda Anggraeni. 2008.
Pembuatan Puree Bawang Merah Dalam Kajian Konsentrasi Natrium
Metabisulfit. Penambahan Maltodekstrin. Jurnal Teknologi Industri
Pertanian Vol. 1 No. 1.
Pebrianti, Charolin., RB. Ainurrasyid, dan Sri Lestari Purnamaningsih. 2015. Uji
Kadar Antosianin dan Hasil Enam Varietas Tanaman Byam Merah
(Alternanthera amoena Voss) pada Musim Hujan. Jurnal Produksi
Tanaman. Vol. 3 No. 1 Hal: 27-33.
Prasetyo, Amrih., dan Kendriyanto. 2010. Kualitas Daging Sapid an Domba Segar
yang Disimpan pada Suhu Dingin dengan Pengawet Asap Cair. Jurnal
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Rafna Ikawati. 2005. Optimasi Konsidi Ekstraksi Karotenoid Wortel (Daucus
carota L.) menggunakan Response Surface Methodology (RSM). Jurnal
Teknologi Pertanian. Vol. 1 No. 1. Hal: 14-22.
Ray, Frederick K. 2014. Meat Curing. Oklahoma Cooperative Extension Service
ANSI-3994
Rodrigues A., et al. 2003. Nutrition Value of Onion Regional Varieties in Northwest
Portugal. EJEAFChe. Vol.2 No.4 Hal :519-524.
Satriyanto, Budi., dkk. 2012. Stabilitas Warna Estrak Buah Merah (Pandanus
conoideus) terhadap Pemanasan sebagai Sumber Potensi Pigmen Alami.
Jurnal Teknologi Pertanian. Vol. 13 No. 3 Hal: 157-168.
Setiawati, W., Ahsol Hasyim, Abdi Huddaya, B. Merle Shepard. 2014. Evaluation
of Shade Nets and Nuclear Polyhedrosis Virus (SeNPV) to Control
Spodoptera Exigua (Lepidoptera: Noctuidae) on Shallot in Indonesia.
Advances in Agriculture and Botanics International Journal of the
Bioflux Society. Vol. 6. No. 1.
Sumbaga, Dadik Satria. 2006. Pengaruh Waktu Curing (Perendaman Dalam
Larutan Bumbu) Terhadap Mutu Dendeng Fillet kan Lele Dumbo
(Clarias gariepinus). Institut Pertanian Bogor.
Supiyanti, W., Endang Dwi Wulansari, Lia Kusmita. 2010. Uji Aktivitas
Antioksidan dan Penentuan Kandungan Antosianin Total Kulit Buah
Manggis (Garcinia Mangostana L). Majalah Obat Tradisional. Vol. 13.
No. 2. Halaman 64-70.
Vankar, Padma. S., dan Jyoti Srivastava. 2010. Evaluation of Anthocyanin Content
in Red and Blue Flowers. Internatioonal Journal of Food Engineering
Volume 6 Issue 4.
Vargas, F. D., A. R. Jimenez, O. Paredes-Lopez. 2000. Natural Pigments:
Carotenoids, Anthocyanins, and Betalains Characteristics,
Biosynthesis, Processing, and Stability. Critical Reviews in Food Science
and Nutrition. Vol. 40. No. 3. Page 173-289.
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Winarti, Sri., dan Adurrozaq Firdaus. 2010. Stabilitas Warna Merah Ekstrak Rosela
untuk pewarna Makanan dan Minuman. Jurnal Teknologi Pertanian. Vol.
11 No. 2 Hal: 87 93.

Anda mungkin juga menyukai