Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sumber-sumber dari
wilayah daerahnya sendiri yang dipungat berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Seiring dengan berjalannya otonomi daerah,
diharapkan pemerintah daerah mampu mengelola dan memaksimalkan sumber daya yang ada
di daerah untuk kelangsungan kemajuan daerah itu sendiri. Salah satu upaya pemerintah
daerah dalam meningkatkan penerimaan asli daerahnya adalah melalui pajak daerah. Dari
pajak inilah yang akan digunakan untuk membiayai pemerintahan daerah.

Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah pengertian Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi
wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi aatu badan yang bersifat memaksa
berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan
demikian pajak daerah adalah uran wajib pajak kepada daerah untuk membiayai
pembangunan daerah. Pajak daerah ditetapkan dengan undang-undang yang pelaksanaannya
untuk di daerah diatur lebih lanjut dengan peraturan daerah. Pemerintah daerah dilarang
melakukan pungutan selain pajak yang telah ditetapkan undang-undang (Pasal 2 Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2009).

Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah


dan Retribusi Daerah terdapat 5 (lima) jenis pajak provinsi dan 11 (sebelas) jenis pajak
kabupaten/kota. Secara rinci dapat dilihat dalam tabel berikut.

Pajak Provinsi Pajak Kabupaten/Kota


1. Pajak Kendaraan Bermotor 1. Pajak Hotel
2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 2. Pajak Restoran
3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan 3. Pajak Hiburan
Bermotor 4. Pajak Reklame
4. Pajak Air Permukaan 5. Pajak Penerangan Jalan
5. Pajak Rokok 6. Pajak Mineral Bukan Logam dan
Batuan
7. Pajak Parkir
8. Pajak Air tanah
9. Pajak Sarang Burung Walet
10. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan
dan Perkotaan
11. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan
Sumber : UU No. 28 Tahun 2009

Pajak mineral bukan logam dan batuan (pajak bahan galian golongan C) merupakan
salah satu sumber penerimaan pajak daerah yaitu pajak kabupaten/kota. Pembahasan makalah
kami ini berkosentrasi pada pembahasan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan yang
berpotensi menyumbangkan Pendapatan Pajak Daerah .

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :


1. Apa pengertian Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan?
2. Apa Obyek, Subyek dan Wajib Pajak dari Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan?
3. Apa Dasar Pengenaan Pajak, Masa Pajak, Tarif dan Cara Perhitungan dari Pajak
Mineral Bukan Logam dan Batuan?
4. Apa contoh kasus dari Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Dasar Hukum

Dasar hukum dari Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah sebagai
berikut:
 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah
 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah.
 Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah
 Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang pengatur tentang Pajak Pengambilan
Bahan Galian Golongan C
 Keputusan Bupati/Walikota yang mengatur tentang Pajak Pengambilan
Bahan Galian Golongan C sebagai aturan pelaksanaan Peraturan Daerah
tentang Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C kabupaten/kota yang
dimaksud.

B. Pengertian

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan


Retribusi Daerah, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan
oengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam
dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan. Mineral Bukan Logam dan Batuan
adalah mineral bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan di bidang mineral dan batubara.

C. Obyek, Subyek, dan Wajib Pajak dari Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

a. Obyek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pengambilan mineral
bukan logam dan batuan, yaitu :

1. Obyek Pajak yang termasuk mineral bukan logam meliputi :

 asbes;  garam  batu  (halite);


 bentonit;  grafit;
 dolomit;  gips;
 feldspar;  kalsit;
 kaolin;  talk;
 magnesit;  tawas  (alum);
 mika;  yarosif;
 marmer;  zeolit;
 nitrat;  Mineral  Bukan 
 opsidien; Logam  lainnya  sesuai 
 oker; dengan  ketentuan 
 pasir  kuarsa; peraturan  perundang-
 perlit; undangan.
 phospat;

2. Obyek pajak yang termasuk batuan meliputi :

 batu  tulis;  tanah  serap  (fullers


 batu  setengah  earth);
permata;  tanah  diatome;
 batu  kapur;  tanah  liat;
 batu  apung;  tras;
 batu  permata;  basal;
 granit/andesit;  trakkit;  dan
 leusit;  Batuan  lainnya  sesuai 
 pasir  dan  kerikil; dengan  ketentuan 
peraturan  perundang-
undangan

b. Dikecualikan dari obyek pajak mineral bukan logam dan batuab adalah :
 Kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan yang nyata-
nyata tidak dimanfaatkan secara komersial, seperti kegiatan
pengambilan tanah untuk keperluan rumah tangga, pemancangan tiang
listrik/telepon, penanaman kabel listrik/telepon, penanaman pipa
air/gas.
 Kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dab Batuan yang
merupakan bagian dari kegiatan penambangan lainnya yang tidak
dimanfaatkan untuk komersial.
 Kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan untuk
keperluan pemerintah dan pemerintah daerah.
 Kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan lainnya yang
ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

c. Subyek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah orang pribadi atau
badan yang dapat mengambil Mineral Bukan Logam dan Batuan.

d. Wajib Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah orang pribadi atau
badan yang mengambil Mineral Bukan Logam dan Batuan

e. Jenis pemungutan untuk Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ini adalah
Self Assesment System dimana WP menghitung, melaporkan, dan
menyetorkan sendiri pajaknya.

D. Dasar Pengenaan Pajak, Masa Pajak, Tarif dan Cara Perhitungan Pajak
Mineral Bukan Logam dan Batuan

1. Dasar Pengenaan Pajak

Dasar pengenaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah Nilai Jual
Hasil Pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan.

Nilai  jual  yang dihitung dengan mengalikan volume/tonase hasil pengambilan


dengan nilai pasar atau harga standar masing-masing jenis mineral bukan logam dan
batuan.

Nilai pasar adalah harga rata-rata yang berlaku di lokasi setempat di wilayah
daerah yang bersangkutan yang ditetapkan secara periodik sesuai dengan keputusan
Kepala Daerah masing-masing.

Dalam hal nilai pasar dari hasil produksi mineral bukan logam dan batuan sulit
diperoleh, digunakan harga standar yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang
dalam bidang pertambangan mineral bukan logam dan batuan.

2. Masa Pajak
Masa  pajak  adalah  jangka  waktu  1  (satu)  bulan  kalender  atau  jangka  waktu lain
yang  diatur  dengan  peraturan daerah setempat

Saat Terutang Pajak


Saat  terutangnya  pajak,  ditetapkan  pada  saat  terjadi  pengambilan  mineral  bukan
logam  dan  batuan.
Pajak  yang  terutang  harus  dilunasi  pada  saat  terjadinya  pengambilan mineral
bukan  logam  dan  batuan.

Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD)


Setiap  Wajib  Pajak  harus  mengisi  SPTPD
SPTPD harus diisi denganjelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib 
Pajak ataukuasanya.
SPTPD  harus  disampaikan  kepada  Bupati  selambat-lambatnya  15  (lima  belas)
hari  setelah  berakhirnya  masa pajak.
SPTPD digunakan untuk menghitung, menetapkan dan membayar Pajak

Pembayaran Pajak
Wajib  Pajak  membayar  sendiri menggunakan  SPTPD
Wajib  Pajak  yang  memenuhi  kewajiban  perpajakan dengan  menggunakan
SPTPD,  SKPDKB,  dan/atau  SKPDKBT

Tata Cara Pembayaran Pajak


• Wajib Pajak Menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) ke Seksi
Pajak Bidang Pendapatan Dinas PPKAD
•Petugas Seksi Pajak Membuat SKPD dan ditanda tangani oleh Kepala
Bidang/Kepala Seksi Pajak
•Petugas Seksi Pajak membuatkan SSPD (Surat Setoran Pajak Daerah)
•Wajib Pajak Membayar Pajak Daerah dilampiri  SSPD ke Tempat Pembayaran
•Wajib Pajak Menyerahkan Bukti Pembayaran Pajak yang dilampiri SSPD ke Petugas
Seksi Pajak
•Petugas Seksi Pajak Menyerahkan  SKPD dan SSPD kepada Wajib Pajak , dan
lembar lainnya diarsip

3. Tarif dan Cara Perhitungan Pajak


a. Tarif Pajak
Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan paling tinggi sebesar
25% (Pasal 60 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009). Tarif Pajak Mineral
Bukan Logam dan Batuan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan untuk pertambangan sebesar
25% (dua puluh lima persen).
Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan untuk non pertambangan
sebesar 20% (dua puluh persen).
b. Cara Perhitungan Pajak

Pajak MBLB = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan

Dasar pengenaan : Nilai Jual hasil Pengambilan Mineral Bukan Logam dan
Batuan
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat kami tarik dari pembahasan di atas adalah bahwa pajak mineral
bukan logam dan batuan merupakan salah satu cara meningkatkan APBD, tapi pajak mineral
bukan logam dan batuan itu harus dilaksanakan dengan benar dan adil oleh pemerintah
maupun pembayaran pajak, di kenakanya sanksi terhadap orang yang menunggak atau
menyalahkan aturan adalah hal yang benar, seperti terdapat pada Undang-Undang Nomor 28
tahun 2009 tentang pajak mineral bukan logam dan batuan. Seperti juga dijelaskan di atas
bahwa pajak mineral bukan logam dan batuan terdapat kategori kategori atau kriteria-kriteria
pajak. Berapa tarif pajak yang ditetapkan yang harus sesuai tidak menjadi beban bagi
pembayar pajak . di harapkan dengan adanya pembayaran pajak mineral bukan logam dan
batuan yang tidak membebani masyarakat pembayar pajak dapat berperan mengatur
pereokonomian masyarakat agar dapat bertumbuh kembang yang pada giliranya dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat didaerah.

B. Saran

Kami harapkan bagi pihak yang berwewenang dalam pemungutan pajak agar pajak yang
didapat dari pemungutan wajib pajak tersebut harus bisa dipertanggungjawabkan dengan
sebaik-baiknya.

Anda mungkin juga menyukai