Anda di halaman 1dari 7

PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

 Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan pengambilan
mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau per
mukaan bumi untuk dimanfaatkan.

 Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah mineral bukan logam dan batuan seba
gaimana dimaksud di dalam peraturan perundang-undangan
di bidang mineral dan batubara.

 Dasar Hukum
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049).
2. Peraturan Daerah Kota Balikpapan Nomor 9 Tahun 2010 tentang Pajak Mineral
Bukan Logam dan Batuan.

 Objek Pajak
Objek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah kegiatan pengambilan
pengambilan mineral bukan logam dan batuan.

 Objek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan meliputi :


1. asbes;
2. batu tulis;
3. batu setengah permata;
4. batu kapur;
5. batu apung;
6. batu permata;
7. bentonit;
8. dolomit;
9. feldspar;
10. garam batu (halite);
11. grafit;
12. granit/andesit;
13. gips;
14. kalsit;
15. kaolin;
16. leusit;
17. magnesit;
18. mika;
19. marmer;
20. nitrat;
21. opsidien;
22. oker;
23. pasir dan kerikil;
24. pasir kuarsa;
25. perlit;
26. phospat;
27. talk;
28. tanah serap (fuller earth);
29. tanah diatome;
30. tanah liat;
31. tawas (alum);
32. tras;
33. yarosif;
34. zeolit;
35. basal;
36. trakkit; dan
37. mineral bukan logam dan batuan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

 Dikecualikan dari objek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah :
1. Kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan yang nyata-nyata tidak
dimanfaatkan secara komersial, seperti kegiatan pengambilan tanah untuk keperluan
rumah tangga, pemancangan tiang listrik/telepon, penanaman kabel listrik/telepon,
penanaman pipa air/gas;
2. Kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan yang merupakan ikutan dari
kegiatan pertambangan lainnya, yang tidak dimanfaatkan secara komersial.
 Subjek Pajak
Subjek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah orang pribadi atau badan yang
dapat mengambil mineral bukan logam dan batuan.

 Wajib Pajak
Wajib Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah orang pribadi atau badan yang
mengambil mineral bukan logam dan batuan.

 Dasar Pengenaan Pajak


1. Dasar pengenaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah nilai jual hasil
pengambilan mineral bukan logam dan batuan.
2. Nilai Jual dihitung dengan mengalikan volume/tonase hasil pengambilan dengan nilai
pasar atau harga standar masing-masing jenis mineral bukan logam dan batuan.
3. Nilai Pasar untuk masing-masing jenis mineral bukan logam dan batuan ditetapkan
secara periodik berdasarkan Peraturan Walikota sesuai dengan harga rata-rata yang
berlaku setempat di wilayah Kota.

 Tarif Pajak
1. Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan sebesar 25% (dua puluh
lima persen).
2. Besaran pokok Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan yang terutang dihitung
dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak.

 Cara Penghitungan Pajak


Pajak = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak.

 Masa Pajak
Masa Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender.

 Saat Terutang Pajak


1. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan yang terutang terjadi pada saat kegiatan
pengambilan mineral bukan logam dan batuan yang dimanfaatkan secara komersial.
2. Dalam hal pembayaran dilakukan sebelum kegiatan pengambilan mineral bukan
logam dan batuan, pajak terutang terjadi pada saat dilakukan pembayaran.
 Surat Pemberitahuan Pajak Daerah ( SPTPD )
1. Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPTPD dengan benar, lengkap dan jelas serta
ditandatangani wajib pajak atau kuasanya dan disampaikan kepada Badan
Pengelola Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kota Balikpapan.
2. Penandatanganan dapat dilakukan secara biasa, dengan tanda tangan stempel atau
tanda tangan elektronik atau digital yang semuanya mempunyai kekuatan hukum
yang sama.
3. Batas waktu penyampaian SPTPD paling lama 15 (lima belas) hari setelah
berakhirnya masa pajak.
4. Apabila batas waktu penyampaian SPTPD jatuh pada hari libur, maka SPTPD
disampaikan pada hari kerja berikutnya.
5. Apabila SPTPD tidak disampaikan sesuai batas waktunya, dapat diterbitkan Surat
Teguran.

 Pembayaran Pajak
1. Walikota menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang
terutang paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah saat terutangnya pajak.
2. Wajib Pajak membayar sendiri menggunakan SPTPD.
3. SKPDKB, SKPDKBT, SPTPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus
dibayar bertambah merupakan dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam
jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
4. Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus dan lunas dengan menggunakan
SSPD di Kas Daerah.
5. Apabila pembayaran pajak dilakukan di tempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan
pajak harus disetor ke Kas Daerah paling lama 1x24 (satu kali dua puluh empat) jam
atau dalam waktu yang ditentukan oleh Walikota atau Pejabat.
PAJAK SARANG BURUNG WALET

 Berdasarkan UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pasal 1 ayat 35 dan 36 dijelaskan,
pajak atas bisnis walet ini merupakan pungutan pajak atas kegiatan pengambilan atau
pengusahaan sarang walet.

 Objek Pajak
Objek pajaknya adalah Pengambilan atau pengusahaan sarang burung walet.
Sedangkan yang tidak termasuk dalam objek pajak adalah pengambilan sarang walet
yang telah dikenakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan kegiatan
pengambilan atau pengusahaan sarang burung walet lain yang ditetapkan dengan
Peraturan Daerah.

 Subjek dan Dasar Pengenaan Pajak


Subjek atas pajak bisnis burung walet adalah orang pribadi atau badan yang
melakukan pengambilan atau mengusahakan sarang burung walet. Jenis pajak
ini wajib disetor oleh orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan atau
mengusahakan sarang walet.

 Dasar pengenaan pajak sarang burung walet dikenakan atas penjualan sarang walet.
Nilai jual sarang walet ini dihitung berdasarkan perkalian antara harga pasaran umum
sarang walet yang berlaku di daerah bersangkutan dengan volume sarang itu sendiri.

 Tarif pajak yang wajib dibayar saat memiliki bisnis sarang walet paling tinggi sebesar
10%.

 Pajak bisnis burung walet ini, dipungut pada wilayah daerah tempat usaha sarang
burung walet ini dijalankan. Tentunya ada syarat yang harus diperhatikan sebelum
menyetor pajak ini. Jenis pajak atas usaha walet ini hanya bisa dipungut apabila izin
bangunan dan izin usaha terpenuhi.
 Contoh Kasus:
Pak Ari merupakan seorang pengusaha burung walet. Pada bulan Desember 2019,
hasil panennya mencapai 40 kg dengan harga jual Rp20 juta per kg. Sesuai ketentuan
Pak Ari wajib membayar pajak penghasilan dan pajak atas sarang walet yang dimiliki.
Dari dua jenis pajak yang harus dibayar oleh Pak Ari, berikut ini perhitungan untuk
pajak bisnis sarang walet yang harus dibayar Pak Ari:
40 kg x Rp20 juta x 10% = Rp40.000.000

Anda mungkin juga menyukai