Anda di halaman 1dari 11

Antihistamin dalam Dermaologi

Pembimbing: Prof. Dr. Soenarto K, Sp.KK (K), FINSDV, FAADV


Bagian/Departemen Dermatologi dan Venereologi FK Unsri
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
2020

PENDAHULUAN
Histamin adalah amina dengan berat molekul rendah, disintesis dari asam amino L-
histidin melalui dekarboksilasi oksidatif dan mengandung pyridoxal phosphate (vitamin B6).
Histamin mempengaruhi pertumbuhan dan proliferasi sel, reaksi inflamasi, mempunyai
peranan penting pada sekresi asam lambung, dan berfungsi sebagai neurotransmitter dan
modulator. Sumber histamin dalam organisme adalah neuron sistem saraf pusat, sel mukosa
lambung, sel parietal lambung, sel mast, basofill, limfosit, dan enterofromafil, yang
menyimpan histamin dalam vesikel intraseluler, dan dilepaskan jika di stimulasi.1-4
Terdapat empat tipe reseptor histamin, yaitu H1, H2, H3, dan H4 yang keempatnya
memiliki fungsi dan distribusi berbeda. H1 berperan pada reaksi inflamasi, H2 sekresi asam
lambung, H3 neurotransmitter dan H4 imunomodulasi. Pada kulit manusia hanya reseptor H1
dan H2 yang berperan utama yang akan dibahas lebih lanjut pada referat ini. Histamin
memiliki efek fisiologis dan patologis, oleh karena itu diperlukan obat yang memiliki efek
antagonis terhadap histamin yaitu Antihistamin.3,5-7
Antihistamin adalah obat-obatan yang sering digunakan untuk meredakan gejala
alergi, seperti demam, gatal-gatal, konjungtivitis dan reaksi terhadap gigitan atau sengatan
serangga. Penggunaan antihistamin oral banyak digunakan untuk kelainan kulit stadium akut,
kronis dan juga rekurens.3 Salah satu indikasi penggunaan obat antihistamin adalah gejala
alergi yang banyak ditemukan dalam penyakit dermatologi dan merupakan salah satu
kompetensi dokter umum untuk mentatalaksana dengan baik serta mengetahui cara kerja,
indikasi, kontraindikasi dan sebagainya yang berhubungan dengan suatu obat. Manfaat
penggunaan antihistamin yang tepat dalam dermatologi dapat mengurangi efek samping dan
mempercepat penyembuhan.

ANTIHISTAMIN

1
Antihistamin adalah obat yang mengobati gejala alergi dengan menghalangi efek
histamin.8 Penggunaan antihistamin oral banyak digunakan untuk kelainan kulit stadium akut,
kronis dan juga rekurens.3 Antihistamin digunakan dalam mengatasi kondisi alergi yaitu untuk
mengobati gatal yang dihasilkan dari pelepasan histamin. 9 Terdapat 3 kategori antihistamin
yaitu antihistamin penghambat reseptor H1 (AH1), antihistamin penghambat reseptor H2
(AH2), dan antihistamin penghambat reseptor H3 (AH3). 3 Pada kulit manusia hanya reseptor
H1 dan H2 yang berperan utama, sehingga dalam bidang dermatologi AH1 dan AH2 yang
banyak digunakan sedangkan AH3 tidak digunakan khususnya dalam bidang dermatologi.3,5-6

ANTIHISTAMIN H1 (AH1)
Antihistamin H1 (AH1) memblok respons histamin pada ujung saraf sensorik dan
pembuluh darah dengan menghambat histamin pada reseptor H1, yang memediasi
penyempitan bronkial, sekresi lendir, kontraksi otot polos, dan edema (pembengkakan)
sehingga memiliki aktivitas antikolinergik yang signifikan, terutama antihistamin memiliki
efek sedasi, menyebabkan hipotensi, depresi SSP, retensi urin, dan aritmia jantung, terutama
dalam dosis terapi yang tinggi atau overdosis.3,10 AH1 banyak digunakan dalam mengobati
gangguan alergi, misalnya konjungtivitis, urtikaria, dermatitis, dan asma.11
Secara fungsional antihistamin H1 diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu generasi
pertama dan generasi kedua. Obat-obatan generasi pertama dengan mudah melewati sawar
darah otak dan menempati reseptor H1 yang terletak di membran postinaptik neuron
histaminergik di seluruh sistem saraf pusat (SSP) sedangkan generasi kedua tidak mudah
melintasi sawar darah otak.3,7
Antihistamin H1 generasi pertama memiliki efek sedatif yang jauh lebih besar
daripada antihistamin generasi kedua. Penelitian menunjukkan bahwa AH1 generasi kedua
adalah substrat P-glikoprotein yang bertindak sebagai pompa refluks untuk mengurangi
konsentrasi ke darah-otak. Antihistamin H1 di otak, yang meminimalkan efek obat pada
sistem saraf pusat dan menghasilkan sedasi yang lebih sedikit. P-glikoprotein ditemukan di
sisi apikal epitel terdiri dari domain membran yang mengikat substrat/obat-obatan dan domain
yang mengikat nukleotida yang mengikat dan menghidrolisis ATP untuk menghasilkan energi
untuk efikasi obat. AH1 generasi pertama berasal dari bahan kimia yang sama dengan
antagonis muskarinik kolinergik, obat penenang, antipsikotik, dan agen antihipertensi
sehingga tidak mengherankan bahwa memiliki selektivitas reseptor yang buruk dan sering
berinteraksi dengan reseptor lainnya. Amina aktif secara biologis menyebabkan efek
antimuskarinik, anti-α-adrenergik, dan antiserotonin.12
Histamin juga merupakan neuromediator penting dalam otak manusia yang
mengandung sekitar 64.000 neuron penghasil histamin, yang berasal dari inti
tuberomammillary. Stimulasi reseptor H1 di semua bagian utama dari otak besar, otak kecil,
hipofisis posterior dan tulang belakang dapat meningkatkan siklus tidur/bangun, memperkuat
pembelajaran dan memori, dan memiliki peran dalam keseimbangan cairan, menekan
pemberian makan, kontrol suhu tubuh, kontrol sistem kardiovaskular, dan mediasi pelepasan
hormon adrenokortikotropik (ACTH) yang dipicu oleh stres dan b-endorphin dari kelenjar
hipofisis. Kemampuan AH1 untuk melewati sawar darah-otak dan mengganggu transmisi
histaminergik merupakan penyebab utama dari timbulnya efek sedasi.12
Tabel 1. Antihistamin H1 Generasi Pertama3

No Obat Formulasi Dosis


1. Alkilamin Kloramfeniramin 2, 4, 8, 12 mg tablet 2  Dewasa
contohnya CTM mg/5ml sirup 4 mg tid, qid
8-12 mg bid
 Usia 6-11 tahun
0,35 mg/kgBB/hari 3-4 dosis
2 mg q 4-6 jam
 Dewasa
2. Piperidin Siprohepatadin 4 mg tablet 4 mg tid, qid
2 mg/5ml sirup  Usia 7-14 tahun
4 mg bid, tid
 Usia 2-6 tahun
2 mg bid, tid
 Dewasa
3. Etanolamin Difenhidramin 25-50 mg tablet 25-50 mg q 4-6 jam
12,5 mg/5ml sirup  Usia 6-12 tahun
50 mg/15 ml sirup 12,5-25 mg q 4-6 jam
6,25 mg/5 ml sirup
 Usia < 6 tahun
12,5 mg/5ml sirup
6,25-12,5 mg q 4-6 jam
 Usia ≥ 6 tahun
4. Piperazin Hidroksizin 10, 25, 50, 100 mg
tablet  25-50 mg q 6-8 jam atau qhs
10 g/5 ml sirup  Usia < 6 tahun
25-50 mg qd
5. Etilendiamin Tripelenamin 25, 50, 100 mg tablet  Dewasa
25-50 mg q 4-6 jam
6. Prometazin Prometazin 25 mg kapsul  Dewasa
1 mg/ml sirup 3x25 mg/hari
 Anak
3x6,25-12,5 mg dan 25 mg
menjelang tidur

Tabel 2. Antihistamin H1 Generasi Kedua3

No Obat Formulasi Dosis


1. Alkilamin Akrivastin 8 mg tablet  Dewasa
8 mg tid
2. Piperidin Setirizin 5, 10 mg tablet  Usia ≥ 6 tahun
5-10 mg qd
5 mg/ml sirup  Usia 2-6 tahun
5 mg qd
Levosetirizin 5mg tablet  Usia 6 bulan – 2 tahun
2,5 mg qd
 Usia ≥ 6 tahun
5 mg qd
3. Etanolamin Feksofenadin 30, 60, 120, 180 mg tablet  Usia >12 tahun
60 mg qd, bid
120-180 mg qd
 Usia 6-12 tahun
30 mg qd, bid
 Usia ≥ 6 tahun
Loratadin 10 mg tablet 10 mg qd
 Usia 2-9 tahun
5 mg/ml suspensi
5 mg qd
 Usia > 12 tahun
Desloratadin 2,5, 5 mg tablet
5 mg qd
5 mg/ml sirup
 Usia 6-12 tahun
2,5 mg qd
 Usia 1-6 tahun
1,25 mg qd
 Usia 6-12 bulan
1 mg qd
Ebastin 10 mg tablet  Usia ≥ 6 tahun
10-20 mg qd
 Usia 6-12 tahun
5 mg qd
 Usia 2-5 tahun
2,5 mg qd
Mizolastin 10 mg tablet  Dewasa
10 mg qd

ANTIHISTAMIN H2 (AH2)
Antihistamin H2 (AH2) merupakan inverse agonist yang berikatan reversible dan
menstabilkan bentuk inaktif reseptor H2 yang terdapat pada tubuh. AH2 sangat selektif, tidak
memengaruhi reseptor H1, dan bukan merupakan agen antikolinergik dengan cara memblok
vasodilatasi yang dimediasi oleh reseptor H2 dalam pembuluh darah yang menyebabkan
berkurangnya edema pada urtikaria.3,13
Kombinasi antagonis H1 dan H2 mungkin berguna dalam urtikaria akut serta urtikaria
idiopatik kronis yang tidak merespons antagonis H1 saja. Kombinasi ini dalam bentuk IV juga
dapat berguna untuk gatal dan memerah pada anafilaksis, pruritus, urtikaria, dan dermatitis
kontak.11 AH2 memblok reseptor histamin H2 yang ditemukan dalam sel parietal penghasil
asam lambung sehingga dapat mengurangi jumlah asam lambung yang dikeluarkan di dalam
lambung.14
Tabel 3. Antihistamin H2 (AH2)3
No Obat Formulasi Dosis
1. Simetidin 100, 200, 300, 400, 800 mg tablet  Dewasa
300 mg/5 ml sirup 400-800 mg bid
200 mg/20 ml sirup
2. Ranitidine 75, 150, 300 mg tablet  Dewasa
75-150 mg bid
15 mg/ml sirup  Anak
150 mg granul 5-10 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis

3. Famotidin 10, 20, 40 mg tablet  Dewasa


40 mg/5 ml sirup 20-40 mg bid
 Usia 1-16 tahun
1 mg/kgBB dibagi 2 dosis sampai 40 mg bid
4. Nizatidin 150, 300 mg kapsul  Usia ≥ 12 tahun
15 mg/5 ml sirup 150 mg qd, bid

MEKANISME KERJA
Antihistamin H1 merupakan inverse agonist yang secara reversibel mengikat dan
menstabilkan bentuk inaktif reseptor H, sehingga tetap pada bentuk inaktif. Aktivasi reseptor
H1 menyebabkan peningkatan hidrolisis fosfoinositol dan peningkatan kadar kalsium intrasel.
AH1 menurunkan produksi sitokin proinflamasi, ekspresi molekul adhesi sel dan kemotaksis
eosinofil serta mengurangi pelepasan mediator dari sel mast dan basofil melalui inhibisi kanal
ion kalsium. Selain bekerja sebagai Antihistamin, AH1 generasi pertama dapat bekerja pada
reseptor muskarinik, α-adrenergik dan reseptor serotonin serta kanal ion kardiak. Beberapa
efek samping serius berhubungan dengan AH1 generasi pertama, misalnya retensi urin,
hipotensi, aritmia jantung.3,5
Antihistamin H1 generasi kedua merupakan devirat generasi AH1 generasi pertama,
misalnya setirizin merupakan metabolit hydroxyzin memiliki masa kerja lebih lama
dibandingkan AH1 generasi pertama karena selektivitas obat generasi kedua dan kurangnya
lipofilik menyebabkan AH1 generasi kedua memiliki efek sedasi yang jauh lebih rendah dan
keamanan yang berbeda dibandingkan dengan obat generasi pertama. Beberapa AH1 generasi
kedua bekerja melalui modulasi pelepasan mediator inflamasi dan ekspresi molekul adhesi.
Antihistamin H1 dapat memodulasi molekul adhesi selular, misalnya antigen induced
intercellular adhesion molecule pada keratinosit, sel langerhans, dan endotelium serta
mempengaruhi pelepasan mediator inflamasi dari leukosit.3,5
Antihistamin H2 merupakan inverse agonist yang mengikat reseptor histamin 2 (H2)
diseluruh tubuh meliputi sel epitel dan endotel. Terdapat bukti terbaru bahwa reseptor H2
diekspresikan pada sel mast dan dendritik dermal. Melalui ikatan dengan reseptor ini, AH2
dapat memediasi permeabilitas vaskuler kulit, pelepasan lokal mediator inflamasi dan cellular
recruitment, serta presentasi antigen.3,5

FARMAKOKINETIK
Pemberian secara oral atau parenteral, antihistamin H1 (AH1) diabsorpsi secara baik.
Pemberian AH1 secara oral efeknya timbul 15-30 menit dan maksimal setelah 1-2 jam,
mencapai konsentrasi puncak plasma rata-rata dalam 2 jam. Pemberian oral antihistamin H1
biasanya diberikan dengan pembagian dosis pada interval 4-8 jam. Ikatan dengan protein
plasma berkisar antara 78-99%. Sebagian besar AH1 dimetabolisme di hati, tetapi dapat juga
melalui paru-paru dan ginjal. Waktu paruh AH1 bervariasi. Sebelum dieksresi melalui urin
setelah 24 jam sedangkan antihistamin H1 generasi kedua mencapai konsentrasi lebih tinggi
dikulit dibandingkan obat generasi petama, dan pemberian dosis tunggal dapat menekan
reaksi urtika dan eritema selama 1 sampai 24 jam. Cetirizin pada dewasa mencapai puncak 1
jam setelah pemberian dengan waktu paruh 8 jam dan fexofenadin mencapai puncak 2-3 jam
setelah pemberian dengan waktu paruh 14 jam. Dosis lebih rendah digunakan cetirizine pada
gangguan fungsi ginjal dan hati sedangkan fexofenadin tidak karena hampir tidak mengalami
metabolisme hepatik tetapi memerlukan penyesuaian dosis pada pasien dengan penurunan
klirens kreatinin termasuk orang tua.3,5
Antihistamin H2 diabsobsi cepat di traktus gastrointestinal puncak terjadinya kisaran
1-2 jam setelah pemberian. Metabolisme di hati dan ginjal. Absorpsi sebagian kecil
dilambung dan sebagian besar diusus halus. Waktu paruh dalam plasma sekitar 2 jam.
Ekskresi 69% di urin. Obat ini raltif lipofilik dengan penetrasi terbatas pada sawar darah
otak.3,5

INDIKASI
Antihistamin H1 digunakan untuk mengobati alergi dan rinitis alergi. Biasa digunakan
dalam dermatologi untuk menghilangkan rasa gatal pada kulit. Dapat digunakan terhadap
pasien dengan urtikaria dan angioedema, dermatitis atopik, dermatitis kontak, liken simpleks
kronis, dermatitis numularis, prurigo hebra, insect bite, liken planus, mastositosis, dan banyak
kondisi dermatologis lainnya. Selain itu, antihistamin H1 generasi pertama kadang-kadang
digunakan untuk mengobati insomnia karena profil efek sampingnya yang menyebabkan
kantuk. Beberapa antihistamin H1 memiliki sifat antikolinergik seperti diphenhydramine dan
dapat digunakan untuk mengobati mabuk perjalanan. Antihistamin H1 merupakan terapi lini
pertama pada pengobatan urtikaria idiopatik kronik dan urtikaria fisik serta bermanfaat untuk
terapi penyakit lain dengan gambaran utama pruritus yang diinduksi histamin, terapi pruritus
dengan berbagai etiologi. Antihistamin H1 secara khusus efektif untuk terapi urtikaria fisik,
dermatografisme, urtikaria idiopatik, kronik dermatitis kontak alergi, dermatitis eksematosa
lain, liken planus, mastositosis sistemik, gigitan nyamuk, dan pruritus sekunder akibat
penyakit medis yang mendasari atau pruritus idiopatik.5,12,14-15
Antihistamin H2 digunakan untuk meringankan kondisi gastrointestinal seperti
gastroesophageal reflux (GERD) atau tukak lambung dan terkadang pada pasien yang resisten
terhadap AH1. Obat-obatan yang berikatan dengan reseptor H2 digunakan untuk mengobati
kondisi pencernaan bagian atas yang disebabkan oleh asam lambung yang berlebihan. Dalam
dermatologi, AH2 umumnya digunakan bersama dengan AH1 dan biasanya diberikan setelah
dengan terapi AH1 saja tidak berhasil, lebih sering digunakan sebagai tambahan AH1 pada
kasus urtikaria kronik dan angioderma.3,5,12,14-15

KONTRAINDIKASI
Antihistamin yang menyebabkan kantuk mempunyai aktivitas antimuskarinik yang
nyata dan harus digunakan dengan hati-hati pada hipertrofi prostat, retensi urin, pasien dengan
risiko glaukoma sudut sempit, obstruksi pyloroduodenal, penyakit hati dan epilepsi. Efek
sedasi lebih sering muncul jika dikombinasikan dengan golongan antidepresan seperti
benzodiazein, dan tidak ditemukan interaksi pada AH1 generasi kedua. AH1 kontraindikasi
pada pasien dalam pengobatan dengan gol. Monoamine oxidase inhibitors. Dosis mungkin
perlu diturunkan pada gangguan ginjal. Banyak antihistamin harus dihindari pada porfiria,
meskipun beberapa (misalnya klorfenamin dan setirizin) diperkirakan aman.3,12
Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati harus menggunakan antihistamin
dengan hati-hati. Hipertensi, penyakit kardiovaskular, retensi urin, peningkatan tekanan
okular merupakan kontraindikasi relatif terhadap penggunaan antihistamin.15

EFEK SAMPING
Antihistamin reseptor H-1 memiliki sifat antikolinergik, terutama generasi pertama
yang efek paling sering adalah insomnia terutama pada pemberian dosis tinggi atau pada anak
dan pada usia lanjut serta sakit kepala, gangguan psikomotor, dan efek antimuskarinik seperti
retensi urin, mulut kering, pandangan kabur, dan gangguan saluran cerna. Insomnia dapat
menghilang setelah beberapa hari pengobatan dan jauh kurang dengan antihistamin yang lebih
baru. Efek samping lain yang jarang dari antihistamin termasuk hipotensi, efek
ekstrapiramidal, pusing, bingung, depresi, gangguan tidur, tremor, konvulsi, palpitasi, aritmia,
reaksi hipersensitivitas (bronkospasme, angio-edema, dan anafilaksis, ruam kulit, dan reaksi
fotosensitivitas), kelainan darah, dan disfungsi hepar. Antihistamin H2 pada umumnya dapat
ditoleransi dengan baik tetapi memiliki risiko efek samping yang tidak biasanya yaitu diare,
sembelit, kelelahan, pusing, dan kebingungan.12,15

INTERAKSI
Antihistamin H1 dapat berinteraksi dengan golongan obat lain yang dimetabolisme
oleh tubuh di hati, seperti golongan azole, betahistin, golongan obat lain yang dimetabolisme
oleh sistem sitokrom P450 dihati (obat antijamur imidazol, simetidin, antibiotic golongan
macrolid), golongan antidepresan (benzodiazepine). Azoles meningkatkan kadar astemizol
dan terfenadine yang meningkatkan risiko aritmia serius yang mengancam jiwa. Betahistin
merupakan analog dari histamin. Antihistamin digunakan bersama dengan macrolid dapat
memperpanjang interval QT dan dapat menyebabkan aritmia. Antihistamin sebagian besar
dimetabolisme di hati sehingga dapat memperberat fungsi hati. Golongan obat antidepresan
seperti benzodiazepine dapat menyebabkan efek sedasi pada AH1 generasi pertama semakin
muncul yaitu rasa kantuk, tetapi efek tersebut tidak ditemukan pada AH1 generasi kedua.3,16

RINGKASAN

Antihistamin adalah obat yang mengobati gejala alergi dengan menghalangi efek
histamin. Penggunaan antihistamin oral banyak digunakan untuk kelainan kulit stadium akut,
kronis dan juga rekurens berguna untuk mengatasi kondisi alergi yaitu untuk mengobati gatal
yang dihasilkan dari pelepasan histamin. Pada kulit manusia hanya terdapat reseptor H1 dan
H2 yang berperan utama sehingga dalam bidang dermatologi AH1 dan AH2 yang banyak
digunakan.
AH1 banyak digunakan dalam mengobati gangguan alergi, misalnya konjungtivitis,
urtikaria, dermatitis, dan asma. Secara fungsional AH1 diklasifikasikan menjadi 2 golongan
yaitu generasi pertama dan generasi kedua. AH1 generasi pertama melewati sawar darah-otak
yang menyebabkan efek sedasi sedangkan pada AH1 generasi 2 tidak meleawati sawar darah
otak menyebabkan efek sedasi minimal. AH1 generasi pertama kurang selektif dan mampu
berpenetrasi pada SSP lebih besar dibandingkan AH1 generasi kedua. AH1 generasi kedua
lebih disarankan penggunaannya walaupun harus tetap digunakan sesuai dengan indikasi.
Antihistamin H2 umumnya digunakan bersama dengan AH1 dan biasanya diberikan setelah
dengan terapi AH1 saja tidak berhasil. Terapi kombinasi AH1 dan AH2 dapat juga
mengurangi pruritus dan urtika pada beberapa kasus dermatologi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Nikola Stojković, Snežana Cekić, Milica Ristov, Marko Ristić, Davor Đukić, Maša Binić,
dan Dragan Virijević. Histamine and Antihistamines. Journal of Complementary and
Integrative Medicine.2015;12(3). https://doi.org/10.1515/jcim-2015-0015
2. Ilona Obara, Vsevolod Telezhkin, Ibrahim Alrashdi dan Paul L Chazot. Histamine,
histamine receptors, and neuropathic pain relief. British Journal of Pharmacology.
20120;177(3):580-99. https://doi.org/10.1111/bph.14696
3. Wisesa, T W. Penggunaan antihistamin dalam Bidang dermatologi. Dalam: Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-7, Cetakan Kelima. 2018. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya. Hal. 411-416.
4. Kovacova-Hanuskova E, Buday T, Gavliakova S dan Plevkova J. Histamine, histamine
intoxication and intolerance. SEICAP. 2015;43(5):498-506.
https://doi.org/10.1016/j.aller.2015.05.001
5. Michael D Tharp. Antihistamines. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 9th
Ed. New York: McGraw Hill Book; 2019. p. 3451-3462.
6. Sari F dan Yenny S W. Antihistamin terbaru dalam dermatolgi. Jurnal Kesehatan
Andalas. 2018;7:61-5. https://doi.org/10.25077/jka.v7i0.924
7. Fein M N, Fischer D A, O’Keefe A W. CSACI position statement: Newer generation H1-
antihistamines are safer than first-generation H1-antihistamines and should be the first-
line antihistamines for the treatment of allergic rhinitis and urticaria [Internet]. Allergy
Asthma Clin Immunol. 2019 [cited 7 April 2020]. Available from:
https://aacijournal.biomedcentral.com/articles/10.1186/s13223-019-0375-9
8. Laura J M. Antihistamines for allergies [Internet]. MedlinePlus. 2018 [cited 7 April 2020].
Available from: https://medlineplus.gov/ency/patientinstructions/000549.htm
9. Katrina L Randall. Antihistamines and allergy. Australian Prescriber. 2018;41(2):41-5.
https://doi.org/10.18773/austprescr.2018.013
10. Henry K Wong. Urticaria Medication [Internet]. Medscape. 2018 [cited 6 April 2020].
Available from: https://emedicine.medscape.com/article/137362-medication.
11. Yawen Hu, Deidra E Sieck, Walter H Hsu. Why are second-generation H1-antihistamines
minimally sedating?. European Journal of Pharmacology. 2015;765:100-6.
https://doi.org/10.1016/j.ejphar.2015.08.016
12. Hideyuki Kawauchi , Kazuhiko Yanai, De-Yun Wang , Koju Itahashi dan Kimihiro
Okubo. Antihistamines for Allergic Rhinitis Treatment from the Viewpoint of Nonsedative
Properties. International Journal of Molecular Sciences. 2019;20(1).
https://doi.org/10.3390/ijms20010213
13. Henry K Wong. Which medications in the drug class H2-receptor antagonists are used in
the treatment of Urticaria? [Internet]. Medscape. 2018 [cited 6 April 2020]. Available
from: https://www.medscape.com/answers/762917-36328/which-medications-in-the-drug-
class-h2-receptor-antagonists-are-used-in-the-treatment-of-urticaria.
14. Kolasani B P, Divyashanthi, Sasidharan P, dan Sri Kothandapany V. Prescription
analysis of both H1 and H2 antihistamines among in-patients of dermatology department
of a tertiary care teaching hospital in a coastal town of South India. National Journal of
Physiology, Pharmacy and Pharmacology. 2016;6(6):1-7. https://doi.org/
10.5455/njppp.2016.6.0513610062016
15. Khashayar Farzam, Maria C, dan O'Rourke. 2019. Antihistamines. In: StatPearls.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538188/. Diakses 8 April 2020.
16. Christopher S. Borowy dan Pinaki Mukherji. 2019. Antihistamine Toxicity. In: StatsPearls.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482318/. Diakses 8 April 2020.

Anda mungkin juga menyukai