Neuropati Diabetik
Neuropati Diabetik
PENDAHULUAN
Neuropati diabetikum (ND) merupakan salah satu komplikasi kronis paling sering
ditemukan pada Diabetes Melitus (DM). Risiko yang dihadapi pasien DM dengan ND antara lain
adalah infeksi berulang, ulkus yang tidak sembuh – sembuh dan akhirnya amputasi jari atau kaki.
Kondisi inilah yang menyebabkan bertambahnya angka kesakitan dan kematian, yang berakibat
meningkatnya biaya pengobatan pasien DM dengan ND.
Hingga saat ini pathogenesis ND belum seluruhnya diketahui dengan jelas, namun
demikian dianggap bahwa hiperglikemia persisten merupakan faktor primer. Faktor metabolik
ini bukan satu-satunya yang bertanggung jawab atas terjadinya ND, tetapi terdapat beberapa teori
lain yang telah diterima yaitu teori vaskular, autoimun, dan nerve growth factor. Studi prospektif
oleh Solomon dkk, menyebutkan bahwa selain peran kendali glikemik, kejadian neuropati juga
berhubungan dengan risiko kardiovaskular yang potensial masih dapat dimodifikasi.
Manifestasi ND bisa sangat bervariasi, mulai dari tanpa keluhan dan hanya bisa terdeteksi
dengan pemeriksaan elektrofisiologis, hingga keluhan nyeri yang hebat. Bisa juga keluhannya
dalam bentuk neuropati local atau sistemik, yang semua itu bergantung pada lokasi dan jenis
syaraf yang terkena lesi.
Mengingat terjadinya ND merupakan rangkaian proses yang dinamis dan bergantung pada
banyak faktor, maka pengelolaan dan pencegahan ND pada dasarnya merupakan bagian dari
pengelolaan diabetes secara keseluruhan. Untuk mencegah agar ND tidak berkembang menjadi
ulkus diabetic seperti ulkus atau gangrene pada kaki, diperlukan berbagai upaya khususnya
pemahaman pentingnya perawatan kaki. Bila ND disertai nyeri dapat diberikan berbagai jenis
obat-obatan sesuai tipe nyerinya, dengan harapan menghilangkan atau paling tidak mengurangi
keluhan, sehingga kualitas hidup dapat diperbaiki.
Dengan demikian , memahami mekanisme terjadinya ND dan faktor- faktor yang berperan
merupakan landasan penting dalam pengelolaan dan pencegahan ND yang lebih rasional.
1
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Tn. AM
Jenis Kelamin Laki-laki
Umur 45 tahun
Pendidikan SD
Pekerjaan Buruh
Status Pernikahan Menikah
Agama Islam
Alamat Lk. Gunung Butak Rt 07/ Rw 05
Banyuwangi Kec. Pulo ampel
Cilegon
II. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis hari Rabu pada tanggal 19 Februari 2014 pukul 07.00
WIB di bangsal Nusa Indah RSUD Cilegon.
Keluhan utama
Kedua tungkai, kedua kaki dan jari tangan kiri terasa baal dan kesemutan
Keluhan Tambahan
Kaki kanan tidak bisa digerakkan dan terasa lemas jika dibawa berjalan
2
hingga akhirnya pasien harus bertumpu pada kaki kiri dan harus dipapah orang lain
untuk berjalan. Pasien mengaku tidak ada nyeri pada kedua kaki dan tangan. Tidak
sakit kepala, penglihatan baik. Pasien mengaku nafsu makan baik. Tidak ada mual
maupun muntah. BAK lancar dan BAB lancar tidak ada kelainan. Tidak ada riwayat
trauma sebelumnya.
Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku sering mengonsumsi obat untuk menurunkan gula darah yaitu
metformin dari puskesmas. Pasien pernah dirawat di RS sebelumnya sebanyak tiga
kali karena gula darah yang sangat tinggi, dan kadar gula darah pernah mencapai 800
mg/dl.
Riwayat Kebiasaan
Pasien memiliki kebiasaan merokok sekitar setengah bungkus per hari. Pasien
tidak mengkonsumsi alkohol. Suka mengkonsumsi gorengan dan makanan yang
manis.
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 19 Februari 2014 pada pukul 07.30 WIB.
3
A. STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Denyut Nadi : 68 kali per menit, reguler
Suhu : 36,5⁰C
Pernafasan : 20 kali per menit, teratur
KEPALA
Bentuk : Normosefali
THORAX
ABDOMEN : Datar, supel, nyeri tekan (-) bising usus (+) normal
STATUS NEUROLOGIS
GCS : E4 V5 M6
Rangsang selaput otak :
4
Kaku kuduk : (-)
Laseque : (-)
Kernig : (-)
Saraf Cranial
1. N.I (Olfactorius)
Tidak dilakukan
2. N.II (Opticus)
3. N.III (Oculomotorius)
4. N.IV (Trokhlearis)
5. N.V (Trigeminus)
5
Motorik (+) (+) Baik
Sensibilitas (+) (+) Baik
Refleks Kornea (+) (+) Baik
6. N.VI ( Abduscens)
7. N.VII (Facialis)
8. N. VIII ( Vestibulocochlearis)
9. N.IX (Glossofaringeus)
6
Daya Perasa Tidak dilakukan
Refleks Muntah Tidak dilakukan
Sistem Motorik
4444 5555
Sistem Sensorik
7
Kanan Kiri Keterangan
Refleks
Fungsi koordinasi
8
Sistem otonom
9
pasien harus bertumpu pada kaki kiri dan harus dipapah orang lain untuk berjalan.
Pasien memiliki riwayat DM tidak terkontrol sudah ± 1 tahun. Pasien memiliki
kebiasaan merokok, suka mengkonsumsi gorengan dan makanan manis.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien sakit sedang, kesadaran
composmentis. Tekanan darah 110/70 mmHg; nadi 68x/menit, regular; frekuensi
nafas 20x/menit, teratur; suhu 36,5⁰C. Status generalis dalam batas normal. Pada
punggung kaki kanan terdapat luka ukuran diameter 2cm. Pada status neurologis,
ditemukan keadaan pasien sebagai berikut :
GCS : E4 V5 M6
Pupil : bulat isokor, Ø3mm/Ø3mm, RCL +/+, RCTL +/+
TRM : Kaku kuduk (-)
Nervus cranialis : baik
Motorik : 5555 5555
4444 5555
- Achilles : +/+
Refleks patologis : Negatif
Sensorik :
(Pada daerah jari jempol dan telunjuk tangan kiri dan kedua kaki dari jari kaki
hingga batas bawah lutut)
SSO : BAB dan BAK baik
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan GDS : 351 mg/dL
10
Diagnosis Topis : Neuropati Perifer
Diagnosis Etiologis : Neuropati diabetika e.c Diabetes Melitus II
VII. PENATALAKSANAAN
Non-medikamentosa
Medikamentosa
IVFD RL 20 tpm
Tramadol 2x50mg
Gabapentin 1x300mg
Methylcobalamin 3x500 microgram
VIII. PROGNOSIS
Ad Vitam : ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
11
BAB III
PEMBAHASAN
12
Berdasarkan anamnesis yaitu pada pasien ditemukan gejala-gejala neuropati seperti rasa
baal dan kesemutan pada ketiga anggota gerak dan terkadang timbul rasa nyeri pada kedua kaki.
Selain itu juga pasien mengaku menjadi lemas jika berjalan. Hal ini sesuai dengan gejala-gejala
neuropati sensorik, terutama gejala sensorik negatif yaitu rasa tebal, baal, gangguan berupa
sarung tangan/kaus kaki (glove and stocking).2 Rasa nyeri yang dirasakan pasien termasuk gejala
sensorik positif yaitu rasa seperti terbakar, nyeri yang menusuk, rasa seperti kesetrum, rasa
kencang dan hipersensitif terhadap rasa halus.3 Selain itu pasien juga mengaku kaki kanannya
sulit digerakkan hingga akhirnya pasien harus bertumpu pada kaki kiri dan harus dipapah orang
lain untuk berjalan termasuk gejala motorik seperti gangguan menaiki tangga, kesukaran
bangun dari posisi duduk atau berbaring, jatuh karena lemasnya lutut dan kesukaran mengangkat
lengan di atas pundak.2 Pada riwayat penyakit dahulu pasien mangaku bahwa sudah 1 tahun
menderita penyakit diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Ini menunjukkan sebab neuropati
pada pasien ini adalah karena komplikasi dari penyakit diabetes mellitus.
Pada pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah lengkap didapatkan nilai GDS
yang tinggi yaitu 351 mg/dl menunjukkan bahwa pasien positif mengidap diabetes mellitus.
Setelah diagnosis ditegakkan maka diperlukan perawatan pada pasien ini untuk
mengontrol gula darah untuk mencegah komplikasi serta mengobati neuropati yang terjadi.
Pasien rawat inap dengan dilakukan pemasangan infus. Diberikan obat-obatan antikonvulsan dan
antinyeri.6 Selain itu pasien juga perlu diberikan terapi non medikamentosa seperti kontrol gula
darah secara berkala, menjaga kebersihan kaki, konsul gizi, dan konsul kebagian rehabilitasi
medik untuk direncanakan fisioterapi latihan berjalan untuk mengurangi disabilitas yang timbul
akibat pasien lemas jika berjalan sehingga pasien dapat berjalan normal kembali tanpa bantuan
orang lain.
13
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI
14
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia (meningkatanya kadar gula darah) yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.2
Neuropati diabetik (ND) merupakan salah satu komplikasi kronis paling sering
ditemukan pada diabetes melitus. Resiko yang dihadapi pasien diabetes melitus dengan neuropati
diabetik antara lain ialah infeksi berulang, ulkus yang tidak sembuh-sembuh dan amputasi
jari/kaki.2
Neuropati diabetika adalah suatu gangguan pada syaraf perifer, otonom dan syaraf cranial
yang ada hubunganya dengan diabetes melitus. Keadaan ini disebabkan oleh kerusakan
mikrovaskuler yang disebabkan oleh diabetes yang meliputi pembuluh darah yang kecil-kecil
yang memperdarahi syaraf (vasa nervorum). Gangguan neuropati ini termasuk manifestasi
somatik dan atau otonom dari sistem saraf perifer.2
2. ETIOLOGI
Nyeri neuropatik dapat timbul dari kondisi yang mempengaruhi system saraf tepi atau
pusat. Gangguan pada otak dan korda spinalis, seperti multiple sclerosis, stroke, dan spondilitis
atau mielopati post traumatic dapat menyebabkan nyeri neuropatik. Gangguan system saraf tepi
15
yang terlibat dalam proses nyeri neuropatik termasuk penyakit pada saraf spinalis, ganglia
dorsalis, dan saraf tepi. Kerusakan pada saraf tepi yang dihubungkan dengan amputasi,
radikulopati, carpal tunnel syndrome, dapat menimbulkan nyeri neuropatik. Aktivasi nervus
simpatetik yang abnormal, pelepasan katekolamin, aktivasi free nerve endings atau neuroma
dapat menimbulkan sympathetically mediated pain. Nyeri neuropatik juga dapat dihubungkan
dengan penyakit infeksius yang paling sering adalah HIV. Cytomegalovirus, yang sering ada
pada penderita HIV, juga dapat menyebabkan low back pain, radicular pain, dan mielopati. Nyeri
neuropati adalah hal yang paling sering dan penting dalam morbiditas pasien keganasan. Nyeri
pada pasien keganasan dapat timbul dari kompresi tumor pada jaringan saraf atau kerusakan
system saraf karena radiasi atau kemoterapi.2
2. Mielopati HIV
3. Multiple sclerosis
4. Penyakit Parkinson
16
6. Mielopati post radiasi
9. Siringomielia
3. KLASIFIKASI
Banyak klasifikasi dari Neurophaty Diabetik yang telah dikemukakan, tetapi untuk
mencapai pendekatan secara klinis, keterlibatan pengertian neurophaty dapat digunakan untuk
menambah diagnosis dan perawatan dari berbagai macam. Dalam sistem seperti ini, manifestasi
Neurophaty Diabetik dibagi kedalam 2 (dua) kategori, somatic dan visceral:1
a) Somatic (peripheral) Neurophaty
Jenis neuropati ini merusak saraf di lengan dan tungkai, dimana kaki dan tungkai
biasanya lebih dulu terkena dari pada tangan dan lengan. pada banyak penderita diabetes
mellitus dapat ditemukan gejala neuropati pada pemeriksaan, akan tetapi penderita tidak
merasakanya sama sekali. Gejala biasanya dirasakan lebih berat pada malam hari.
Neuropati perifer juga bisa menyebabkan kelemahan otot dan hilangnya refleks, terutama
refleks tumit yang menyebabkan perubahan cara jalan dan juga bisa menyebabkan
deformitas pada kaki seperti hammertoes dan kollaps dari midfoot. Bisa terlihat luka-luka
pada kaki yang terjadi pada daerah yang kurang rasa, karena kerusakan yang disebabkan
oleh tekanan. Bila tidak diobati dengan segera, maka bisa terjadi infeksi sampai tulang
dan bisa harus dilakukan amputasi. Ekstremitas bawah: Foot drop, Diabetik amyotrophy;
Ekstremitis atas: Carpal-Tunnel Syndrome (Median Nerve), Clawhand Syndrome (Ulnar
Nerve).
b) Visceral neuropathy
Jenis neuropati ini mengenai saraf yang mengontrol jantung, mengurus tekanan
darah dan mengatur kadar gula darah, juga mengenai organ dalam yang menyebabkan
gangguan pencernaan, pernafasan, miksio, respon seksual dan penglihatan. Selain itu
17
sistem yang memperbaiki kadar gula ke normal setelah terjadi suatu episode hipoglikemia
bisa terkena, sehingga terjadi hilangnya tanda-tanda peringatan terjadinya hipoglikemi
seperti keringat dingin dan palpitasi.
Tidak sadarnya karena suatu hipoglikemia: biasanya akan terjadi gejala-gejala
seperti gemetar, bila gula darah menurun samapi dibawah 70 mg%, sedangkan
pada neuropati otonom hal ini tidak terjadi sehingga hipoglikemi sukar dideteksi.
Namun ada problem lain yang bisa menyebabkan ini, sehingga hal ini tidak selalu
berarti adanya kerusakan syaraf.
Jantung dan sistem sirkulator adalah sistem dari kardiovaskuler, yang
mengontrol sirkulasi darah. Kerusakan di sistem kardiovaskuler mengganggu
kemampuan badan untuk mengatur tekanan darah dan denyut jantung sehingga
tekanan darah dapat turun dengan mendadak setelah duduk atau berdiri dan
menyebabkan penderita merasakan kepala yang enteng atau malahan
pingsan.Kerusakan pada saraf yang mengatur denyut jantung dapat menyebabkan
denyut yang lebih tinggi(tidak naik dan turun) sebagai respon terhadap fungsi
badan yang normal dan pada latihan.
Sistem pencernaan: Kerusakan pada saraf saluran pencernaan biasanya
menyebabkan konstipasi. Selain itu bisa juga menyebabkan pengosongan lambung
yang terlalu lambat sehingga bisa menyebabkan gasttroparesis. Gastroparesis yang
berat menyebabkan nausea dan muntah yang persisten dan tidak nafsu makan.
Gastroparesis juga bisa menyebabkan fluktuasi gula darah, disebabkan pencernaan
makanan yang abnormal. Kerusakan oesophagus bisa menyebabkan kesukaran
menelan, sedangkan kerusakan pada usus menyebabkan konstipasi bergantian
dengan diare yang sering dan tidak terkontrol pada malam hari dan problema-
problema ini dapat menyebabkan penurunan berat badan.
Traktus urinarius dan organ reproduksi: neuropati otonom sering kali
mempengaruhi organ-organ yang mengontrol miksio dan fungsi seksual.
kerusakan saraf menghalangi pengosongan sempurna dari kandung kemih
sehingga bakteri dapat tumbuh di dalam kandung kemih dan ginjal sehingga dapat
menyebabkan infeksi pada traktus urinarius. Bila saraf yang mengurus kandung
18
kemih terganggu dapat terjadi inkotinesia urin karena tidak merasakan kapan
kandung kemih penuh atau tidak bisa mengontrol otot-otot yang melepaskan urin.
Kelenjar keringat: neuropati otonom dapat mengenai saraf-saraf yang mengurus
keringat. Kerusakan saraf mencegah bekerjanya kelenjar keringat dengan baik,
sehingga badan tidak dapat mengatur suhu tubuh dengan baik dan ini bisa
menyebabkan keringat berlebihan pada malam hari atau sewaktu makan.
Secara umum Neuropati Diabetik dibagi berdasarkan perjalanan penyakitnya (lama menderita
DM) dan menurut jenis serabut saraf yang terkena lesi.2
1) Menurut Perjalanan Penyakitnya, Neuropati Diabetik dibagi menjadi:
a) Neuropati fungsional/subklinis, yaitu gejala yang muncul sebagai akibat
perubahan biokimiawi. Pada fase ini belum ada kelainan patologik sehingga masih
reversible
b) Neuropati structural/klinis, yaitu gejala timbul sebagai akibat kerusakan structural
serabut saraf. Pada fase ini masih ada komponen yang reversible.
c) Kematian neuron/ tingkat lanjut, yaitu terjadi penurunan kepadatan serabut saraf
akibat kematian neuron. Pada fase ini sudah irreversible. Kerusakan serabut saraf
pada umumnya di mulai dari distal menuju ke proksimal, sedangkan proses
perbaikan mulai dari proksimal ke distal. Oleh karena itu lesi distal paling banyak
ditemukan, seperti polineuropati simetris distal
b) Neuropati Fokal
- Neuropati cranial
- Radikulopati /pleksopati
19
- Entrapment neuropati
Klasifikasi ND di atas berdasarkan anatomi serabut saraf perifer yang secara umum
dibagi atas 3 sistem yaitu system motorik, sensorik dan system autonom. Manifestasi klinis ND
bergantung dari jenis serabut saraf yang mengalami lesi. Mengingat jenis serabut saraf yang
terkena lesi bisa yang kecil atau besar, lokasi proksimal atau distal, fokal atau difus , motorik
atau sensorik atau autonom, maka manifestasi klinis ND menjadi bervariasi, mulai kesemutan ;
kebas, tebal ; mati rasa ; rasa terbakar ; seperti ditusuk ; disobek, ditikam.
4. PATOGENESIS2
20
Proses kejadian ND berawal dari hiperglikemia berkepanjangan yang berakibat terjadinya
peningkatan aktivitas jalur poliol, sintesis advance glycosilation end products (AGEs),
pembentukan radikal bebas dan aktivasi protein kinase C (PKC). Aktivasi berbagai jalur
tersebut berujung pada kurang nya vasodilatasi, sehingga aliran darah ke saraf berkurang dan
bersama rendahnya mioinositol dalam sel terjadilah ND dalam sel terjadilah ND. Berbagai
penelitian membuktikan bahwa kejadian ND berhubungan sangat kuat dengan lama dan
beratnya DM.
a. Faktor metabolik
Proses terjadinya ND berawal dari hiperglikemia yang berkepanjangan. Teori ini
mengemukakan, bahwa hiperglikemia menyebabkan kadar glucose intra seluler yang
meningkat, sehingga terjadi kejenuhan (saturation) dari jalur glikolitik yang biasa
digunakan (normal usedglycolitic pathway). Hiperglikemia persisten menyebabkan
aktivitas jalur poliol meningkat, yaitu terjadi aktivasi enzim aldose-reduktase, yang
merubah glukosa menjadi sorbitol, yang kemudian dimetabolisasi oleh sorbitol
dehidrogenase menjadi fruktosa. Akumulasi sorbitol dan fruktosa dalam sel saraf
merusak sel saraf melalui mekanisme yang belum jelas. Salah satu kemungkinannya
ialah akibat akumulasi sorbitol dalam sel saraf menyebabkan keadaan hipertonik
intraseluler sehingga mengakibatkan edem saraf. Peningkatan sintesis sorbitol
berakibat terhambatnya mioinositol masuk ke dalam sel saraf. Penurunan mioinositol
dan akumulasi sorbitol secara langsung menimbulkan stress osmotik yang akan
merusak mitokondria dan akan menstimulasi protein kinase C (PKC). Aktivasi PKC
ini akan menekan fungsi Na-K-ATP-ase, sehingga kadar Na intraseluler menjadi
berlebihan, yang berakibat terhambatnya mioinositol masuk ke dalam sel saraf
sehingga terjadi gangguan transduksi sinyal pada saraf.
Reaksi jalur poliol ini juga menyebabkan turunnya persediaan NADPH saraf yang
merupakan kofaktor penting dalam metabolisme oksidatif. Karena NADPH
merupakan kofaktor penting untuk glutathione dan nitric oxide synthase (NOS),
pengurangan kofaktor tersebut membatasi kemampuan saraf untuk mengurangi
radikal bebas dan penurunan produksi nitric oxide (NO).
21
Disamping meningkatkan aktivitas jalur poliol, hiperglikemia berkepanjangan akan
menyebabkan terbentuknya advance glycosilation end products (AGEs). AGEs ini
sangat toksik dan merusak semua protein tubuh, termasuk sel saraf. Dengan
terbentuknya AGEs dan sorbitol, maka sintesis dan fungsi NO menurun. Yang
berakibat vasodilatasi berkurang, aliran darah ke saraf menurun, dan bersama
rendahnya mioinositol dalam sel saraf, terjadilah ND. Kerusakan aksonal metabolic
awal masih dapat kembali pulih dengan kendali glikemik yang optimal. Tetapi bila
kerusakan metabolic ini berlanjut menjadi kerusakan iskemik, maka kerusakan
struktural akson tersebut tidak dapat diperbaiki lagi.
b. Kelainan Vaskular
Penelitian membuktikan bahwa hiperglikemia juga mempunyai hubungan dengan
kerusakan mikrovaskular. Hiperglikemia persisten merangsang produksi radikal
22
bebas oksidatif yang disebut reactive oxygen species (ROS). Radikal bebas ini
membuat kerusakan endotel vaskular dan menetralisasi NO, yang berefek
menghalangi vasodilatasi mikrovaskular. Mekanisme kelainan mikrovaskular tersebut
dapat melalui penebalan membrana basalis, thrombosis pada arteriol intraneural,
peningkatan agregasi trombosit dan berkurangnya deformabilitas eritrosit,
berkurangnya aliran darah saraf dan peningkatan resistensi vascular, stasis aksonal,
pembengkakan dan demielinisasi pada saraf akibat iskemia akut. Kejadian neuropati
yang didasari oleh kelainan vascular masih bisa dicegah dengan modifikasi faktor
risiko kardiovaskular, yaitu kadar trigliserida yang tinggi, indeks massa tubuh,
merokok dan hipertensi.
c. Mekanisme imun
Suatu penelitian menunjukkan bahwa 22% dari 120 penyandang DM tipe 1 memiliki
complement fixing antisciatic nerve antibodies dan 25% DM tipe 2 memperlihatkan
hasil yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa antibodi tersebut berperan pada
pathogenesis ND. Bukti lain yang menyokong peran antibodi dalam mekanisme
patogenik ND adalah adanya antineural antibodies pada serum sebagian penyandang
DM. Autoantibody yang beredar ini secara langsung dapat merusak struktur saraf
motorik dan sensorik yang bisa di deteksi dengan imunofloresens indirek. Disamping
itu adanya penumpukan antibody dan komplemen pada berbagai komponen saraf
suralis memperlihatkan kemungkinan peran proses imun pada pathogenesis ND.
5. GAMBARAN KLINIS
23
Bentuk-bentuk gambaran klinik adalah sebagai berikut :
Ditandai dengan berkurangnya fungsi sensorik secara progresif dan fungsi motorik
(jarang) yang berlangsung pada bagian distal yang berkembang kearah proksimal.
Dalam sindrom ini, penurunan sensasi dan hilangnya refleks terjadi pertama di jari
pada setiap kaki, lalu memanjang ke atas. Hal ini biasanya digambarkan sebagai
distribusi mati rasa, kehilangan sensorik, dysesthesia dan nyeri waktu malam. Rasa
sakit bisa terasa seperti terbakar, menusuk sensasi, pegal atau membosankan.
Kehilangan proprioception. Pasien-pasien ini tidak bisa merasakan ketika mereka
menginjak benda asing, seperti serpihan, atau menggunakan sepatu yang tidak pas
ukurannya kesempitan. Akibatnya,mengakibatkan bisul dan infeksi pada kaki dan
telapak kaki, yang dapat menyebabkan amputasi. Demikian juga,bisa mengenai tulang
dari pergelangan kaki, lutut atau kaki, dabersama Charcot. Kehilangan hasil fungsi
motor di dorsofleksi, kontraktur jari-jari kaki, kehilangan fungsi otot interoseus dan
menyebabkan kontraksi dari angka, yang disebut jari kaki palu. Kontraktur ini terjadi
tidak hanya di kaki, tetapi juga di tangan yaitu hilangnya otot yang membuat tangan
tampak kurus dan tulang. Hilangnya fungsi otot progresif.
b. Neuropati otonom
Sistem saraf otonom terdiri dari saraf melayani jantung, sistem pencernaan dan
sistem genitourinari. Neuropati otonom dapat mempengaruhi salah satu sistem
organ. Disfungsi otonom paling umum dikenal pada penderita diabetes adalah
hipotensi ortostatik, atau pingsan saat berdiri. Dalam kasus diabetes neuropati
otonom, itu adalah karena kegagalan jantung dan arteri untuk tepat menyesuaikan
nada denyut jantung dan pembuluh darah untuk menjaga darah terus-menerus dan
sepenuhnya mengalir ke otak. Gejala ini biasanya disertai dengan hilangnya
perubahan yang biasa dalam denyut jantung dilihat dengan napas normal. Kedua
temuan ini menunjukkan neuropati otonom.
24
Manifestasi saluran pencernaan termasuk gastroparesis, mual, kembung, dan
diare. Karena banyak penderita diabetes minum obat oral untuk diabetes mereka,
penyerapan obat-obatan sangat dipengaruhi oleh pengosongan lambung tertunda.
Hal ini dapat menyebabkan hipoglikemia bila agen diabetes oral diambil sebelum
makan dan tidak bisa diserap sampai jam, atau kadang-kadang hari kemudian,
ketika ada gula darah normal atau rendah sudah. Gerakan lamban dari usus kecil
dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri yang berlebihan, diperparah dengan
kehadiran hiperglikemia. Hal ini menyebabkan kembung, gas dan diare.
Gejala urin meliputi frekuensi, urgensi kemih, inkontinensia dan retensi. Sekali
lagi, karena retensi urin, infeksi saluran kemih sering terjadi. Retensi urin dapat
menyebabkan divertikula kandung kemih, batu, nefropati refluks.
c. Mononeuropati
Pada N. Spinalis
Pada N. Kranialis
25
Yang paling sering adalah N. Okulomotorius, N. Abdusen, N. Optikus, dll.
Terdapat pula rasa nyeri di daerah saraf yang bersangkutan. Bila berhadapan
dengan penderita dengan lesi N.III dan nyeri dibelakang bola mata, maka
kemungkinan akan adanya suatu aneurisma sirkulus arteriosus willisi. Bila
mononeuritis itu mengenai N. II maka timbul neuritis retrobulbaris yang lama
kelamaan dapat menimbulkan papilla alba.
Neuropati diabetika bisa timbul dalam berbagai bentuk gejala sensorik, motorik dan
otonom, harus dibuat daftar terstruktur untuk anamnesa.
a. Gejala sensorik bisa merupakan gejala negatif atau positif, difus atau lokal.
Gejala sensorik yang negatif adalah rasa tebal, baal, gangguan berupa sarung
tangan/kaus kaki (glove and stocking), seperti berjalan diatas tongkat jangkungan
dan kehilangan keseimbangan terutama bila mata ditutup dan luka luka yang tidak
merasa sakit.2 Gejala sensorik positif adalah rasa seperti terbakar, nyeri yang
menusuk, rasa seperti kesetrum, rasa kencang dan hipersensitif terhadap rasa
halus.3
b. Gejala motorik dapat menyebabkan kelemahan yang distal, proksimal atau fokal.
Gejala motorik distal termasuk gangguan koordinasi halus dari otot-otot tangan,
tak dapat membuka kaleng atau memutar kunci, memuku-mukul kaki dan
lecetnya jari-jari kaki. Gejala gangguan proksimal adalah gangguan menaiki
tangga, kesukaran bangun dari posisi duduk atau berbaring, jatuh karena lemasnya
lutut dan kesukaran mengangkat lengan di atas pundak.2
26
c. Gejala otonom dapat berupa gangguan sudo motorik (kulit kering, keringat yang
kurang, keringat berlebihan pada area tertentu), gangguan pupil (gangguan pada
saat gelap, sensitif terhadap cahaya yang terang), gangguan kardiovaskuler
(kepala terasa enteng pada posisi tertentu, pingsan), gastrointestinal (diare
nokturnal, konstipasi, memuntahkan makanan yang telah dimakan), gangguan
miksi (urgensi, inkontinensia, menetes) dan gangguan seksual (impotensi dalam
ereksi dan gangguan ejakulasi pada pria) dan tidak bisa mencapai klimaks seksual
pada wanita).2
6. DIAGNOSIS
Polineuropati sensori-motor simetris distal (distal symmetrical sensorymotor
polyneuropathy/DPN) merupakan jenis kelainan ND yang paling sering terjadi. DPN ditandai
dengan berkurangnya fungsi sensorik secara progresif dan fungsi motorik (jarang) yang
berlangsung pada bagian distal yang berkembang kearah proksimal. Diagnosis neuropati perifer
diabetic dalam praktek sehari-hari, sangat bergantung pada ketelitian pengambilan anamnesis
dan pemeriksaan fisik. Hanya dengan jawaban tidak ada keluhan neuropati saja tidak cukup
untuk mengeluarkan kemungkinan adanya neuropati.2
Pada evaluasi tahunan, perlu dilakukan pengkajian terhadap:2
1. Reflex motorik
27
2. Fungsi serabut saraf besar dengan tes kuantifikasi sensasi kulit seperti tes rasa getar
(biotesiometer), dan rasa tekan (estesiometer filament mono semmes- Weintein)
3. Fungsi serabut saraf kecil dengan tes sensasi tubuh
4. Untuk mengetahui dengan lebih awal adanya gangguan hantar saraf dapat dikerjakan
elektromiografi
Bentuk lain ND yang juga sering ditemukan ialah neuropati otonom (parasimpatis dan simpatis)
atau diabetic autonomic neuropathy (DAN)2
b. Variasi denyut jantung (interval RR) selama nafas dalam (denyut jantung
maksimum – minimum)
Pemeriksaan Fisik4
1) Reflek motorik
2) Fungsi serabut saraf besar degan tes kuantifikasi sensasi kulit : tes rasa getar
(biotesiometer) & rasa tekan (estesiometer dengan filament mono Semmers-Weinstein)
3) Fungsi serabut saraf kecil dgn tes sensasi suhu
4) Elektromiografi
5) Uji komponen parasimpatis:
28
a. Tes respons denyut jantung à maneuver valsava
b. Variasi denyut jantung (interval RR) selama napas dalam
6) Uji komponen simpatis diabetic autonomic neuropatic (DAN) dilakukan dengan :
a. Respon tekanan darah terhadap berdiri (penurunan sistolik)
b. Respon tekanan darah terhadap genggaman (peningkatan diastolic)
29
2) Pemeriksaan imaging: MRI servikal, torakal atau lumbal untuk menyingkirkan kausa
secunder dari neuropati, CT mielogram adalah suatu pemeriksaan alternatif untuk
menyingkirkan kompresi dan keadaan patologis lain di kanalis spinalis pada
radikulopleksopati lumbosacral dan neuropati torakoabdominal, imaging otak untuk
menyingkirkan aneurisma intracranial, lesi compresi dan infark pada kelumpuhan
n.okulomotorius.
3) Pemeriksaan elektrofisiologi: Dapat dilakukan pemeriksaan ENMG
(Elektroneuromiografi). ENMG adalah alat elektromedik yg digunakan untuk merekam
kecepatan hantar saraf. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya
abnormalitas fungsi sistim saraf perifer. Pemeriksaan ini sangat berguna untuk menegakan
diagnosis penyakit sistem saraf perifer. Dan merupakan kombinasi antara pemeriksaan
Elektro neurografi ( ENG), yang juga disebut pemeriksaan konduksi saraf. Terdiri dari
kecepatan hantar saraf (KHS) motoris, sensasis & respon lambat. Serta pemeriksaan Elektro
miografi (EMG), yang disebut pula pemeriksaan aktifitas listrik. Pemeriksaan ENMG
merupakan perluasan dari pemeriksaan klinis. Pemeriksaan ENMG membantu menentukan
diagnosis topis, patologis, prognosis dari kelainan susunan saraf tepi. Hasil pemeriksaan
ENMG dpt membantu menentukan letak lesi apakah pada Motor neuron, Radiks saraf
spinalis, Pleksus, Saraf perifer, Neuro muscular junction, otot.
Pemeriksaan ENMG dpt menentukan apakah lesi mengenai sistim motorik, sensorik atau
keduanya. Dan untuk kelainan saraf perifer juga dapat dibedakan apakah proses aksonal,
demielinating.
7. PENATALAKSANAAN
30
Strategi pengelolaan pasien DM dengan keluhan neuropati diabetic dibagi menjadi 3
bagian:6
1. Diagnosis sedini mungkin
2. Kendali glikemik dan perawatan kaki
3. Pengendalian keluhan neuropati/ nyeri neuropati diabetik setelah strategi kedua
dikerjakan
Perawatan umum6
Perawatan pada kulit, jaga kebersihannya, terutama pada kaki, hindari trauma pada kaki
seperti menghindari pemakaian sepatu yang sempit. Cegah trauma berulang pada neuropati
kompresi.
Pada DCCT, kelompok pasien dengan terapi intensif yang berhasil menurunkan HbA1c
dari 9 ke 7%, telah menurunkan risiko timbul dan berkembangnya komplikasi mikrovaskular,
termasuk menurunkan risiko timbulnya neuropati sebesar 60% dalam 5 tahun. Pada studi
Kumamoto, suatu penelitian mirip DCCT, tetapi pada DM tipe 2, juga membuktikan bahwa
dengan terapi intensif mampu menurunkan risiko komplikasi, termasuk perbaikan kecepatan
konduksi saraf dan ambang rangsang vibrasi. Demikian juga dengan UKPDS yang memberikan
hasil serupa dengan 2 studi sebelumnya
Terapi Medikamentosa6
31
Sejauh ini, selain kendali glikemik yang ketat, belum ada bukti kuat suatu terapi dapat
memperbaiki atau mencegah neuropati diabetik. Namun demikian, untuk mencegah timbulnya
komplikasi kronik DM termasuk neuropati, saat ini sedang diteliti penggunaan obat-obat yang
berperan pada proses timbulnya komplikasi kronik diabetes, yaitu :
Penghambat ACE
Alpha lipoic acid, suatu antioksidan kuat yang dapat membersihkan radikal
hidroksil, superoksida dan peroksil serta membentuk kembali glutation
Sedangkan untuk mengatasi berbagai keluhan nyeri, sangat dianjurkan untuk memahami
mekanisme yang mendasari keluhan tersebut, antara lain aktivasi reseptor N-methyl-D-aspartate
(NMDA) yang berlokasi di membrane post sinaptik spinal cord dan pengeluaran substance P dari
serabut saraf besar A yang berfungsi sebagai neuromodulator nyeri.
Manifestasi nyeri dapat berupa rasa terbakar, hiperalgesia, alodinia, nyeri menjalar, dll.
Pemahaman terhadap mekanisme nyeri penting agar dapat memberi terapi yang lebih rasional,
meskipun terapi nyeri neuropati diabetik pada dasarnya bersifat simtomatis.
32
1. NSAID (ibuprofen 600 mg 4x/hari, sulindac 200mg 2x/hari)
Dapat membantu mengurangi peradangan yang disebabkan oleh neuropati diabetika dan
juga mengurangi rasa sakit.
Efek samping : perhatian pada pasien yang berpotensi mengalami dehidrasi, efek
jangka panjang dapat meningkatkan nekrosis papiler ginjal, nefritis interstitial,
proteinuria, terkadang bisa terjadi sindrom nefrotik.
Anti depresan trisiklik (TCA) umumnya merupakan pengobatan yang paling banyak
digunakan pada diabetes neuropati sensorimotor. Mekanisme kerja TCA terutama mampu
memodulasi transmisi dari serotonin dan norepinefrin (NE). Anti depresan trisiklik
menghambat pengambilan kembali serotonin (5-HT) dan noradrenalin oleh reseptor
presineptik. Disamping itu, anti depresan trisiklik juga menurunkan jumlah reseptor 5-HT
(autoreseptor), sehingga secara keseluruhan mampu meningkatkan konsentrasi 5-HT
dicelah sinaptik. Hambatan reuptake norepinefrin juga meningkatkan konsentrasi
norepinefrin dicelah sinaptik. Peningkatan konsentrasi norepinefrin dicelah sinaptik
menyebabkan penurunan jumlah reseptor adrenalin beta yang akan mengurangi aktivitas
adenilsiklasi. Penurunan aktivitas adenilsiklasi ini akan mengurangi siklik adenosum
monofosfat dan mengurangi pembukaan Si-Na. Penurunan Si-Na yang membuka berarti
depolarisasi menurun dan nyeri berkurang.
Efek antikolinergik yang dapat timbul adalah mulut kering (xerostomia), sembelit,
pusing, penglihatan kabur, dan retensi urin. Selain itu TCA juga dapat menimbulkan
sedasi dan hipotensi ortostatik.
33
Amitriptilin : bila berinteraksi dengan Phenobarbital akan menurunkan efek
amitriptilin, kombinasi dengan simetidin dapat meningkatkan dosis amitriptilin.
Kontra indikasi bila ada hipersensitivitas, riwayat kejang, aritmia jantung,
glaucoma, retensi urin.
Farmakologi obat ini memblokir saluran dan menghambat komponen neuronik spesifik.
Anti konvulsan merupakan gabungan berbagai macam obat yang dimasukkan kedalam
satu golongan yang mempunyai kemampuan untuk menekan kepekaan abnormal dari
neuron-neuron di sistem saraf sentral. Seperti diketahui nyeri neuropati timbul karena
adanya aktifitas abnormal dari sistem saraf. Nyeri neuropati dipicu oleh hipereksitabilitas
sistem saraf sentral yang dapat menyebabkan nyeri spontan dan paroksismal. Reseptor
NMDA dalam influks Ca2+ sangat berperan dalam proses kejadian wind-up pada nyeri
neuropati. Prinsip pengobatan nyeri neuropati adalah penghentian proses hiperaktivitas
terutama dengan blok Si-Na atau pencegahan sensitisasi sentral dan peningkatan inhibisi.
Karbamazepin
Digunakan dalam neuropati perifer sebagai baris ketiga agen jika semua agen lain
gagal untuk mengurangi gejala neuropati diabetika. Merupakan antikonvulsan
generasi pertama. Kombinasi dengan fenobarbital, fenitoin, atau primidone dapat
menurunkan dosis. Kontra indikasi bila ada hipersensitivitas dan riwayat
gangguan depresi sumsum tulang.
Gabapentin
34
Gabapentin meningkatkan kadar GABA di otak. Bila berinteraksi dengan antasida
dapat mengurangi bioavailabilitas dari gabapentin secara signifikan. Kontra
indikasi bila ada hipersensitivitas.
Dalam praktek sehari-hari, jarang ada obat tunggal mampu mengatasi nyeri neuropati
diabetes. Meskipun demikian, pengobatan nyeri umumnya dimulai dengan obat antidepresan
atau antikonvulsan tergantung ada atau tidaknya efek samping. Dosis obat dapat ditingkatkan
hingga dosis maksimum atau sampai efek samping muncul. Kadang-kadang kombinasi
antidepresan dan antikonvulsan cukup efektif. Bila dengan rejimen ini belum atau kurang ada
perbaikan nyeri, dapat ditambahkan obat topical. Bila tetap tidak atau kurang berhasil, kombinasi
obat yang lain dapat dilakukan.
Edukasi
35
Disadari bahwa perbaikan total sangat jarang terjadi, sehingga dengan kenyataan seperti
itu, edukasi pasien menjadi sangat penting dalam pengelolaan seperti ND. Target pengobatan
dibuat serealistik mungkin sejak awal, dan hindari member pengharapan yang berlebihan. Perlu
penjelasan tentang bahaya kurang atau hilangnya sensasi rasa di kaki, perlunya pemeriksaan kaki
secara berkala.6
8. PROGNOSIS
Tipe diabetes mellitus yang diberikan akan mempengaruhi diagnosis neuropati diabetika.
Pada NIDDM prognosis tentu lebih baik daripada tipe IDDM. Lama dan beratnya DM serta lama
dan beratnya keluhan neuropati yang di alami, dan apakah sudah mengenai saraf otonom,
semuanya akan menentukan prognosis neuropatik diabetik.6
36
BAB V
KESIMPULAN
Neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik DM dengan prevalensi dan
manifestasi klinis amat bervariasi.1 Dari 4 faktor (metabolic, vascular, imun dan NGF) yang
berperan pada mekanisme patogenik ND, hiperglikemia berkepanjangan sebagai komponen
faktor metabolik merupakan dasar utama pathogenesis ND.7
Oleh karena itu, dalam pencegahan dan pengelolaan ND pada pasien DM, yang penting
ialah diagnosis diikuti pengendalian glukosa darah dan perawatan kaki sebaik-baiknya. Usaha
mengatasi keluhan nyeri pada dasarnya bersifat simtomatis, dilakukan dengan memberikan obat
yang bekerja sesuai mekanisme yang mendasari keluhan tersebut. Pendekatan non farmakologis
termasuk edukasi sangat diperlukan, mengingat perbaikan total sulit bisa dicapai.7
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Duby JJ, Campbell RK, Setter SM, dkk. Diabetic neuropathy: an intensive review. Am J
Health-Syst Pharm 2004;61(2):160-76.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simandibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid III. Balai Penerbit FKUI, Jakarta. 2009
3. Meliala, L; Andradi, S. ; Purba, J.S.; Anggraini, H : Nyeri Neuropati Diabetik dalam :
Penuntun Praktis Penanganan Nyeri Neuropatik. Pokdi Nyeri PERDOSSI, 2000.
4. Lumbantobing SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : penerbit FKUI.
2013.
5. Hastuti T. Uji Reabilitas Skor DNE untuk menentukan Diagnosis Klinis Neuropti Diabetika.
Yogyakarta; Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
2003.
6. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes
Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PB, PERKENI. 2011.
7. Obat anti aritmia. 2012. Diunduh pada tanggal 21 Januari 2014. Tersedia dalam :
http://www.scribd.com/doc/94187202/Obat-Anti-Aritmia
38