Anda di halaman 1dari 4

Ikatan dan Identifikasi

Kekuatan yang terus menerus di balik persepsi dan kepuasan terhadap kebutuhan
individu dalam keluarga disebut ikatan (bonding) atau pelekatan (attachment). Ikatan pertama
kalii diprakarsai dalam sebuah keeluarga baru dalam hubungan pasangan rumah
tangga/pernikahan. Ini adalah saat pasangan menemukan ikatan dan identifikasi terjadi saat
pasangan menemukan kepentingan, tujuan dan nilai umum, serta menemukan bahwa hubungan
tersebut memvalidasi ke semuanya itu, membawa manfaat nyata tertentu (prestise, hubungan
teman sebaya, hak istimewa komunitas, dll), memungkinkan pemenuhan tujuan tertentu yang
tidak dapat dipenuhi sendiri (missal: memiliki anak), dan memberikan kesenangan dan
kenyamanan bersama karena kontak mereka yang terus menerus satu sama lain (Perry 1983;
Torner, 1970). Ikatan dan pelekatan yang sejenis ini terbentuk kemudian antara orang tua dan
anak, serta antara sibling saat mereka secara berkesinambungan dan positif saling terkait.

Agar ikatan atau pelekatan terjadi dalam hubungan keluarga, identifikasi yang positif
harus ada terlebih dahulu. Sebagai aspek pelekatan yang paling pervasif, identifikasi mungkin
didasarkan pada simpati atau mekanisme dorongan biologis atau mungkin semata-mata berasal
dari internalisasi sikap orang lain yang diperhatikan atau dijadikan tempat bergantung anggota
keluarga. Ketika terbentuk, konsekuensi dari identifikasi dan ikatan jangka panjang adalah
sebuah perubahan pada citra diri individu terhadap karakteristik orang lain yang ia identifikasi.
Melalui identifikasi, anak berupaya meniru perilaku orang tua mereka . Seiring identitas anak
diperkuat dengan mempelajari perilaku, sikap, dan nilai orang tua ikatan terbentuk. Melalui
identifikasi dan ikatan, orang tua mendapatkan kekuasaan referen terhadap anak mereka.

Ikatan identifikasi atau identitas bergantung pada respons positif yang diberikan oleh
orang dala, suatu hubungan. Salah satu segi dari ikatan respons adalah sensitivitas umum, peduli,
dan responsif terhadap anggota lain dalam hubungan tersebut. Rasa kedekatan dan keinginan
untuk melanjutkan saling berbagi terjadi saat komunikasi seseorang diterima dan dihargai, serta
perasaan didukung. Ikatan juga dapat terjadi karena kebutuhan khusus yang dipenuhi seseorang
untuk orang lain.

Durasi hubungan dekat juga merupakan sebuah faktor yang harus dipertimbangkan.
Meskipun ikatan antara pengantin baru kuat, dan hubungan antara ibu dan anak baru lahir sangat
dekat, kehilangan pasangan yang baru saja menikah atau bayi baru lahir dapat tidak dirasakan
seberat saat dibandingkan dengan kehilangan yang terjadi setelah hubungan tersebut telah
menetap selama periode waktu yang lama. Ketika anggota keluarga yang saling terlibat sangat
dekat meneruskan hubungan mereka, ikatan lama menjadi semakin kuat dan ikatan baru yang
kuat muncul, ikatan yang kuat ini menyatukan individu ini dalam hubungan menetap yang unik.
Pelekatan ini tidak dapat dipindahkan, yaitu tidak ada orang lain yang dapat menggantikan
seorang anggota khusus. Karena ikatan tahan lama ini tidak ada pada awalnya dan tumbuh
melalui keterlibatan kedekatan yang terus-menerus Turner (1970) menyebut ikatan ini sebagai
crescive bonds (ikatan yang bertumbuh).

Meskipun Crescive bonds terdengar seperti fenomena alamiah, hal ini tidak dapat
dihindari, dan dalam beberapa situasi crescive bonds tidak terbentuk. Turner (1970) membahas
dua faktor yang menghambat pertumbuhan crescive bonds. Faktor yang pertama adalah ikatan
yang berdasarkan situasi (berdasar pada keberadaan kebutuhan atau keadaan khusus tertentu),
seperti ikatan yang memenuhi kebutuhan perkembangan tertentu yang mungkin individu penuhi,
atau ikatan berorientasi tugas, jauh lebih rentan untuk melemah dan akhirnya pecah. Kemudian
faktor yang kedua adalah hubungan ikatan yang berbasis pada kesepatan kontrak, bukan
pertalian suci, juga lebih rentan untuk luntur, karena kontrak melibatkan kewajiban bersama.

Keterpisahan dan Keterkaitan

Satu isu utama psikologis yang mendominasi dan melibatkan kehidupan keluarga adalah
cara keluarga memenuhi kebutuhan psikologis anggotanya, dan bagaimana ini mempengaruhi
identitas dan harga diri individu. Selama tahun-tahun awal sosialisasi, keluarga membentuk dan
memprogram perilaku seorang anak, sehingga membentuk rasa identitasnya. Minuchin (1974)
lebih lanjut menjelaskan : “Pengalaman identitas manusia memiliki dua unsur rasa, yaitu rasa
memiliki dan rasa terpisah.

Rasa memiliki anak berasal dari menjadi bagian atau terkait dengan, sebuah keluarga
memainkan peran sebagai anak dan sibling. Perkembangan rasa keterpisahan dan individualism
terjadi saat anak berpartisipasi dalam peran di kelurga dan dalam peristiwa serta situassi keluarga
yang berbeda, dan keterlibatan dalam aktivitas di luar keluarga. Ketika anak bertumbuh, orang
tua secara progresif memberikan mereka lebih banyak otonomi untuk memenuhi kebutuhan dan
kepentingan unik diri mereka.

Agar keluarga menyadari dan memenuhi kebutuhan psikologis anggota keluarga,


keluarga harus mencapai sebuah keseimbangan memuaskan dari keterpisahan atau otonomi dan
keterkaitan. Anggota keluarga saling terkait dan terpisah. Masing-masing keluarga menangani
isu terpisah dan keterkaitan dengan cara yang unik, beberapa keluarga menempatkan lebih banak
penekanan pada satu sisi dibandingkan pada sisi yang lain. Keseimbangan antara otonomi dan
keterkaitan sering kali dibentuk oleh latar belakang kebudayaan keluarga dan tahapan siklud
kehiduppannya.

Peran penting keluarga adalah bahwa mereka harus membantu anggota keluarga yang
lain yang menginginkan kebersamaan dan membentuk serta memelihara kohesivitas atau
keterkaitan. Di sisi lain keuarga juga harus secara bertahap memberikan sejumlah kebebasan
yang sesuai dan cara ekspresi bagi anggota untuk individualisasi dan menjadi individu yang
berbeda.

Penting untuk memperhatikan seberapa banyak kehidupan keluarga diatur oleh


pertimbangan kekuasaan. Otoritas orang tua cakupannya dan cara ini diterapkan adalah satu
kekuatan yang membentuk pola mendukung individualitas (keterpisahan) dan kohesi
(keterkaitan). Orang tua berbeda dalam seberapa luas mereka memberlakukan citra mereka pada
anak mereka. Ketika orang tua mengharapkan anak untuk melakukan semua adaptasi, hanya
terdapat sedikit ruang untuk negosiasi, dan kesempatan meningkatkan individualitas terhambat.

Selain itu, keluarga beragam dalam seberapa cepat mereka mendorong keterkaitan, yaitu
seberapa cepat mereka mengharapkan anak mereka tumbuh dan terpisah dari orang tua.
Beberapa orang tua mendorong perilaku kekanak-kanakan, tergantung pada anak mereka,
sementara yang lain menekan anak mereka untuk bertindak lebih dewasa pada usia dini.
Kecepaan yang ditetapkan bagi kedewasaan anak mereka sering kali didasarkan pada tujuan
orang tua bagi diri mereka sendiri dan bagi anak mereka.

Dalam mengkaji keterpisahan dan keterkaitan dalam sebuah keluarga, Hartman dan Laird
(1983) memandang karakteristik keluarga dalam istilah terikat-terlepas (sebuah rentang).
Minuchin (1974) awalnya menghasilkan konsep terikat dan terlepas dalam keluarga. Ia menyebut
keluarga yang terikat sebagai batasan individu dan subsistem (seperti batasan subsistem
pasangan) yang terus menerus dilanggar oleh anggota di luar batasan tersebut. Keluarga yang
terikat adalah keluarga yang tidak membiarkan ruang untuk pendapat yang berbeda dan perilaku
otonomi. Anggota cenderung terlalu dekat (terlalu terlibat) dan terlalu membatasi kebebasan
individu dan identitas pribadi. Sebaliknya, pada keluarga terlepas, terdapat batsan kaku dan
tertutup antara subsistem dan individu, serta sensitivitas yang terlalu kecil bagi anggota untuk
meminta bantuan. Dalam tipe keluarga ini, hubungan terlalu jauh dan terdapat sedikit pengakuan
atau pemenuhan kebutuhan pribadi anggota keluarga. Selain itu, tidak terdapat keterlibatan satu
sama lain.

Anda mungkin juga menyukai