PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara terbesar kedua setelah Brazil dengan keanekaragaman
hayatinya. Hal tersebut sangat menguntungkan bagi upaya penelitian tanaman untuk dijadikan
sebagai obat maupun pengembangan formulasi berbagai ramuan dari tanaman (Mursito, 2007).
Salah satu pemanfaatan tanaman obat yaitu bahan baku obat tradisional yang berasal dari
tanaman yang telah dikeringkan atau biasa disebut simplisia. Simplisia merupakan bahan
alamiah dapat berasal dari nabati, hewani dan mineral yang digunakan sebagai obat, belum
mengalami pengolahan apapun dan jika tidak dinyatakan atau disebutkan lain, simplisia
merupakan bahan yang dikeringkan (Suharmiati, 2003).
Kunyit termasuk tanaman tahunan yang tumbuh merumpun. Susunan tubuh tanaman
terdiri atas akar, rimpang, batang semu, pelepah daun, daun, tangkai bunga, dan kuntum bunga.
Rimpang dari kunyit bercabang-cabang, dan secara keseluruhan membentuk rumpun. Bentuk
rimpang sangat bervariasi, umumnya bulat panjang dan kulit rimpang berwarna kuning-muda
serta berdaging kuning. Rimpang tua kulitnya berwarna jingga-kecoklatan dan dagingnya
berwarna jingga terang sedikit kekuningan. Rasa rimpang enak dan sedikit agak pahit serta
pedas dan memiliki bau yang khas aromatik (Rukmana, 2004). Di Indonesia, bahan baku
kurkuminoid dari rimpang kunyit dimanfaatkan oleh industri obat dalam bentuk segar dan/atau
dalam bentuk simplisia. Penyimpanan simplisia dalam bentuk kering sangat dibutuhkan
masyarakat guna mengatasi kendala over suplay pada saat musim panen. Secara tradisional,
bahan ini diproduksi melalui tahapan perajangan dengan pisau atau mesin, diikuti dengan
pengeringan dibawah sinar matahari dan pengemasan (Cahyono, 2007).
Penggunaan bahan alam sebagai bahan baku obat tentunya harus sesuai standar mutu
yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia. Oleh karenanya penting untuk dilakukan praktikum pembuatan dan pemeriksaan
simplisia ini, dengan tujuan agar mahasiswa mampu mengaplikasikan langkah-langkah
pembuatan simplisia serta pemeriksaannya.
Adapun untuk mengetahui kebenaran dan standar mutu dari suatu simplisia, dapat
dilakukan dengan analisis kualitatif, dan kuantitatif. Analisis kuantitatif terdiri atas pengujian
organoleptik, makroskopik, dan pengujian mikroskopik. Uji organoleptik dilakukan untuk
mengetahui kebenaran simplisia menggunakan panca indra dengan mendeskripsikan bentuk,
warna, bau, dan rasa. Uji makroskopik dilakukan dengan menggunakan kaca pembesar atau
tanpa menggunakan alat. Cara ini dilakukan untuk mencari khususnya morfologi, ukuran, dan
warna dari simplisia yang diuji. Sedangkan uji mikroskopik dilakukan dengan menggunakan
mikroskop yang derajat pembesarannya disesuaikan dengan keperluan. Simplisia yang diuji
dapat berupa sayatan melintang, radial, paradermal, maupun membujur atau berupa serbuk.
Pada uji mikriskopik dicari unsur-unsur anatomi jaringan yang khas. Dari pengujian ini akan
diketahui jenis simplisia berdasarkan fragmen pengenal yang spesifik bagi masing-masing
simplisia (Dalimartha, 2008).
(a) (b)
Gambar 2. Proses perajangan (a) dan Proses Pengeringan (b)
Setelah mengering, simplisia dikemas dengan menggunakan wadah yang tertutup rapat
seperti pada gambar 3, penyimpanan pada wadah tertutup ini dilakukan agar dapat melindungi
simplisia dari kotoran atau cemaran yang dapat merusak selama pneyimpanan, pengangkutan
atau pengiriman ke tempat pemasaran (Sudewo, 2009). Selama pengeringan, bobot simplisia
mengalami penyusutan dari 1000 gram menjadi 690,35 gram dengan susut pengeringan sebesar
30,96%. Hasil ini menyimpang dari susut pengeringan menurut Farmakope Herbal Indonesia
(2008), dimana susut pengeringan seharusnya tidak lebih dari 13%. Besarnya perolehan susut
pengeringan dipengaruhi oleh berkurangnya jumlah simplisia karena terdapat simplisia yang
jamuran, sehingga mengurangi bobot simplisia yang ada.
Simplisia yang sudah kering dilakukan pemeriksaan kualitas secara makroskopik dan
mikroskopik. Pemeriksaan makrsokopis meliputi, bau, warna, rasa dan ukuran. Hasil
pemeriksaan disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Pemeriksaan Makroskopis Simplisia Kunyit
Pengamatan Hasil
Warna Jingga kecoklatan
Bentuk Bulat
Bau Tajam dan khas
Rasa Hambar
Panjang 18,5 cm
Hasil pemeriksaan makroskopis simplisia sudah sesuai dengan teori yang ada, dimana menurut
Farmakope Herbal Indonesia (2008), simplisia kunyit memiliki bentuk berupa keping tipis,
bundar atau jorong, ringan, keras, rapllh, garis tengah hingga 6 cm, tebal :2-5 mm, permukaan
luar berkerut, warna cokelat kekuningan hingga cokelat, bidang irisan berwarna cokelat kuning
buram, melengkung tidak beraturan. tidak rata, sering dengan tonjolan melingkar pada batas
antara silinder pusat dengan korteks; korteks sempit, tebal 3-4 mm. Bekas patahan berdebu,
warna kuning jingga hingga cokelat jingga terang. Bau khas, rasa tajam dan agak pahit.
(a) (b)
Gambar 4. Hasil Pengamatan Mikroskopis pada perbesaran 40x (a) dan 100x (b)
Depkes RI., 2008. Farmakope Herbal Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Mursito, Bambang., 2007. Ramuan Tradisional untuk Pelangsing Tubuh. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Sudewo , Bambang., 2009. Buku Pintar Hidup Sehat Cara Mas Dewo. Jakarta: Argo Media Pustaka.
Suharmiati dan Hesti M., 2003. Khasiat & Manfaat Jati Belanda: Si Pelangsing & Peluruh
Kolesterol. Surabaya: Agromedia Pustaka.