Anda di halaman 1dari 3

Nama : Miftahurrahma Ayuni

SAYAKAMUDIA

Cerita dan Skenario: Yayat Nursantara

Sinopsis

Cerita ini mengisahkan kehidupan relawan dengan berbagai status dan


problematika hidup dan pengalamannya. Ada yang sudah berkeluarga, ada
yang lulusan SLTA atau sarjana tapi masih menganggur dll. Menjadi relawan
bisa karena keadaan, bisa karena idealisme. Namun, semuanya adalah salah
satu bentuk pengabdian dan kepedulian terhadap sesama.

Awal cerita dimulai dari dialog tiga orang relawan yang sudah lama
bersahabat di sebuah kapal Ferry dalam perjalanan menuju Aceh…..(dst)

Profi Tokoh

Sayakamudia

Sosok wanita cerdas, baik secara intelektual maupun emosional, sehingga


cenderung dijadikan sebagai pemimpin di setiap kesempatan, dan bijaksana.
Ia adalah seorang sarjana hukum, namun masih berpengangguran.

Nurani

Seorang wanita dengan kecerdasan spiritual yang tinggi, penyabar, mudah


terharu, dan menjadi tempat curhat hampir semua temannya. Ia adalah
seorang ibu rumah tangga yang memiliki anak laki – laki berusia 5 tahun.

Harmoni

Wanita yang paling pandai bicara, cerdas, berjiwa satria, selalu ingin
meluruskan segala sesuatu yang tidak ideal. Ia adalah seorang gadis lulusan
SLTA.

Di keheningan sore menjelang matahari terbenam, ketiga sahabat (relawan)


sedang berbincang.
Harmoni: “Aku masih bingung….” (hening dan diam)

Nurani: “Apa yang membuatmu bingung?” (sambil menatap Harmoni)

Harmoni: “Jujur saja, saya masih sangat prihatin dengan keadaan zaman
sekarang.”

Nurani: “Kebingungan tidak akan terjadi, jika kita memahaminya dengan


pasti (diam sejenak)….. Lantas, gerangan apa yang membuatmu bingung?”

Harmoni: “Ke mana mereka?”

Nurani: “Siapa?”

Harmoni: “Orang yang berkerah dan berdasi dengan harta yang berlimpah,
serta yang memegang jabatan tinggi di negara ini. Ke mana mereka semua?
Di saat rakyat – rakyatnya membutuhkan mereka.” (ucapan lantang)

Sayakamudia: (Sambil membawa air minum) “Kau tak boleh begitu, kawan!
Itu tak ada bedanya bahwa kita tak ikhlas dalam melakukan hal ini.”

Nurani: “Harmoni, benar yang Mudia katakan. Jika mereka memang tak ingin
memulainya, marilah kita yang memulai dari diri kita sendiri!”

Harmoni: “Aku bukan menuntut sebuah keikhlasan. Namun aku hanya ingin
mengingatkan dan meluruskan segala sesuatu yang tidak ideal.” (suara
pelan, tapi pasti)

Nurani: “Seperti apa?”

Sayakamudia: “Seperti kita. Meskipun kita pengangguran, tidak ada


salahnya mencoba untuk menjadi relawan bagi para korban gempa di Aceh.”

Harmoni: “Lantas, apa yang bisa kita lakukan, sedang kita sendiri
PENGANGGURAN.”

Sayakamudia: “Kita tidak perlu memberikan materi, tetapi cukup dengan


moril.”

Nurani: “Ya, betul kata Mudia. Kita bisa membantu mereka dalam hal
memberi motivasi kepada anak – anak yang patah semangat, memberikan
spirit, menanamkan keimanan dalam diri mereka. (tiba – tiba diam sejenak)
Ah.. jadi teringat anakku.”
Sayakamudia: “Tenanglah, kawan. Kita pergi hanya sebentar saja. Dan kau
pasti akan bertemu kembali dengan anakmu. Namun sekarang, alangkah
baiknya kita fokus pada tujuan kita.”

Nurani: “Ya, kawanku.”

Harmoni: “Baiklah, kita mulai dari sekarang.”

Ketiga sahabat tsb akhirnya benar – benar bersatu dalam satu tujuan, dan
membulatkan tekat untuk membantu para korban gempa di Aceh.

Anda mungkin juga menyukai