Anda di halaman 1dari 7

HIPOSPADIA

A. Definisi
Hypospadia berasal dari bahasa Yunani, secara terminologi memiliki dua arti kata
yaitu “hypo” yang berarti “di bawah” dan “spadon“ yang berarti “lubang”. Secara
anatomi hypospadia adalah salah satu kelainan kelamin akibat penyatuan lipatan uretra
yang tidak sempurna dengan gambaran letak Ostium Urethra Externa di sepanjang
permukaan anterior penis semenjak masa pertumbuhan janin (congenital). Kelainan ini
dapat ditemukan ketika pemeriksaan setelah dilahirkan.1,2
B. Epidemiologi
Insidensi kasus hypospadia terbanyak adalah Eropa dilaporkan dari Amerika
Serikat, Inggris, Hungaria telah menunjukkan peningkatan. BDMP menyatakan bahwa
insdensi hypospadia meningkat dari 20,2 per 10.000 kelahiran hidup pada 1.970 menjadi
39,7 per 10.000 kelahiran hidup pada tahun 1993.3,4
Kajian populasi yang dilakukan di empat kota Denmark tahun 1989-2003 (North
Jutland, Aarhus, Viborg dan Ringkoebing) tercatat 65.383 angka kelahiran bayi laki-laki
dengan jumlah kelainan alat kelamin (hypospadia) sebanyak 319 bayi.4
C. Etiopatogenesis
Hypospadia terjadi karena gangguan perkembangan urethra anterior yang tidak
sempurna yaitu sepanjang batang penis sampai perineum. Semakin ke arah proksimal
muara meatus uretra maka semakin besar kemungkinan ventral penis memendek dan
melengkung dengan adanya chordae.4,5
Patofisiologi hypospadia masih belum diketahui dengan pasti, akan tetapi
beberapa teori yang menyatakan tentang penyebab hypospadia antara lain :
• Faktor genetik.
Berdasarkan penelitian oleh Alexander 2007, pada keluarga yang memiliki
kelainan kelamin (hypospadia), maka resiko yang akan terulang pada saudara laki-
laki kurang lebih 7% - 9% resiko hypospadia. Jika orang tua kandung laki-laki
memiliki kelainan kelamin (hypospadia) maka resiko yang akan diturunkan kepada
anak kandung laki-laki kurang lebih 12% - 14 %.

1
• Faktor etnik dan geografis.
Di Amerika Serikat angka kejadian hypospadia pada kaukasoid lebih tinggi
dari pada orang Afrika-Amerika. Namun hubungan/korelasi antara faktor etnik dan
geografis dengan kenaikan insidensi hypospadia belum dapat diketahui secara pasti.3
• Faktor hormonal
Faktor hormon androgen/estrogen sangat berpengaruh terhadap kejadian
hypospadia karena berpengaruh terhadap proses maskulinisasi masa embrional.
Terdapat hipotesis tentang pengaruh estrogen terhadap kejadian hypospadia bahwa
estrogen sangat berperan dalam pembentukan genital eksterna laki-laki saat
embrional. Perubahan kadar estrogen dapat berasal dari.3
 Androgen yaitu perubahan pola makanan yang meningkatkan lemak tubuh.
 Sintetis seperti oral kontrasepsi
Adanya penurunan hormon androgen yang dihasilkan oleh testis dan placenta.
karena penurunan hormon androgen maka akan menyebabkan penurunan produksi
dehidrotestosterone (DHT) yang dipengaruhi oleh 5 α reduktase, hormon ini berperan
dalam pembentukan phallus (penis) sehingga, jika terjadi defisiensi androgen akan
menyebabkan kegagalan perkembangan dan pembentukan urethra (hypospadia).3,6
Secara umum diketahui bahwa genital eksterna laki-laki dipengaruhi oleh
estrogen yang dihasilkan testis primitif. Suatu hipotesis mengemukakan bahwa
kekurangan estrogen atau terdapatnya anti-androgen akan mempengaruhi
pembentukan genitalia ekterna laki-laki.1,3
• Faktor pencemaran limbah industri
Limbah industri berperan sebagai “Endocrin discrupting chemicals” dengan
sifat anti-androgenik seperti polychlorobiphenyls, dioxin, furan, peptisida
organochlorin, alkilphenol polyethoxsylates dan phtalites.3
D. Klasifikasi
Browne 1936 membagi hypospadia tiga bagian yang memiliki makna secara
klinis untuk mengetahui panjang uretra dan untuk mengetahui seberapa besar
tingkat kesulitan dalam penatalaksanaan rekonstruksi bedah:6,7,8
• Derajat I : OUE (Ostium/Orifisum Uretra Externa) letak pada permukaan ventral
glans penis & korona glandis.
• Derajat II : OUE (Ostium/Orifisum Uretra Externa) terletak pada permukaan ventral
korpus penis.

2
• Derajat III: OUE (Ostium/Orifisum Uretra Externa) terletak pada permukaan ventral
skrotum atau perineum.

Secara teori derajat II dan derajat III yang biasanya pada bagian anterior phallus
(penis) disertai dengan adanya chordee (pita jaringan fibrosa) yang menyebabkan
kurvatura (melengkung) pada saat ereksi. Hypospadia derajat ini akan mengganggu
aliran normal urin dan fungsi reproduksi, oleh karena itu perlu dilakukan terapi dengan
tindakan operasi bedah.9,10

E. Manifestasi Klinis
Gejala yang timbul pada kebanyakan penderita hypospadia biasanya datang
dengan keluhan kesulitan dalam mengatur aliran air kencing (ketika berkemih).
Hypospadia tipe perineal dan penoscrotal menyebabkan penderita harus miksi dalam
posisi duduk dan pada orang dewasa akan mengalami gangguan hubungan seksual.12
Tanda-tanda klinis hypospadia : 11,12
3
1. Lubang Osteum/orifisium Uretra Externa (OUE) tidak berada di ujung glands penis.
2. Preputium tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung penis.
3. Biasanya jika penis mengalami kurvatura (melengkung) ketika ereksi, maka dapat
disimpulkan adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang membentang hingga ke glans
penis.
4. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glands penis.

A : Penis yang Normal B : Hypospadias dengan chorda


Selain terdapat tanda dan gejala klinis diatas dalam beberapa penelitian juga
membuktikan bahwa sebagian besar hypospadia mengalami sedikit gangguan psikologis.
Roger dan Michel (2005) mengungkapkan bahwa pederita hypospadia memiliki pola
pergaulan yang cenderung menutup diri. Faktor psikososial 43% terjadi pada penderita
hypospadia. Beberapa sumber menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi psikososial
hypospadia pada orang dewasa adalah hubungan antara hypospadia fungsi seksual 10%,
namun belum dilakukan survei tentang korelasi antara hypospadia dengan fungsi
reproduksi untuk memdapatkan keturunan.12
F. Diagnosis
a. Pemeriksaan Fisik
Kelainan hypospadia dapat diketahui segera setelah kelahiran dengan pemeriksaan
inspeksi genital pada bayi baru lahir. Selain pada bayi baru lahir diagnosis
hypospadia sering dijumpai pada usia anak yang akan disirkumsisi (7-9 tahun). Jika
pasien diketahui memiliki kelainan kelamin (hypospadia) maka tindakan sirkumsisi
tersebut tidak boleh dilakukan karena hal tersebut merupakan kontra-indikasi
tindakan sirkumsisi.3,11,12
b. Pemeriksaan Penunjang

4
Untuk mengetahui hypospadia pada masa kehamilan sangat sulit. Berbagai
sumber menyatakan bahwa hypospadia dapat diketahui segera setelah kelahiran
dengan inspeksi genital pada bayi baru lahir.3,11,12
G. Penatalaksanaan
Rekonstruksi phallus (penis) pada hypospadia dapat dilakukan sebelum usia
belajar (±1,5 bulan - 2 tahun). Terdapat beberapa cara penatalaksanan penbedahan untuk
merekonstruksi phallus pada hypospadia. Tujuan penatalaksanaan hypospadia yaitu
untuk memperbaiki kelainan anatomi phallus, dengan keadaan bentuk phallus yang
melengkung (kurvatura) karena pengaruh adanya chordae. 3,9,12
Tindakan rekonstruksi hypospadia:
- Chordectomi : melepas chordae untuk memperbaiki fungsi dan memperbaiki
penampilan phallus (penis).
- Urethroplasty : membuat Osteum Urethra Externa di ujung gland penis sehingga
pancaran urin dan semen bisa lurus ke depan.
Chordectomi dan urethroplasty dilakukan dalam satu waktu operasi yang sama
disebut satu tahap, bila dilakukan dalam waktu berbeda disebut dua tahap.
Hal yang perlu dipertimbangkan dalam mencapai keberhasilan tindakan oprasi
bedah hypospadia : 9,12
1. Usia ideal untuk repair hypospadia yaitu usia 1,5 bulan – 2 tahun (sampai usia
belum sekolah) karena mempertimbangkan faktor psikologis anak terhadap tindakan
operasi dan kelainannya itu sendiri, sehingga tahapan repair hypospadia sudah
tercapai sebelum anak sekolah.
2. Tipe hypospadia dan besarnya penis dan ada tidaknya chordae.
3. Tiga tipe hypospadia dan besar phallus sangat berpengaruh terhadap-tahapan dan
tehknik operasi. Hal ini akan berpengaruh terhadap keberhasilan operasi, Semakin
kecil phallus dan semakin ke proksimal tipe hypospadia semakin sukar tehnik
operasinya.

Beberapa metode yang telah ditemukan : 8,9


- Methode Duplay: Untuk merekonstruksi Hypospadia tipe middle.
- Methode Ombredane: Untuk merekonstruksi Hypospadia tipe Coronal dan tipe
distal.

5
- Nove-josserand: Untuk merekonstruksi Hypospadia berbagai tipe tapi urethroplasti-
nya menggunakan skin graft. Namun karena metode ini memiliki banyak komplikasi
seperti stenosis, maka pada saat ini tidak dipergunakan lagi.
Pada semua tindakan operasi bedah hypospadia dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut:
1. Eksisi chordae. Tekhnik untuk tindakan penutupan luka dilakukan dengan
menggunakan preputium yang diambil dari bagian dorsal kulit penis. Tahap
pertama ini dilakukan pada usia 1,5 – 2 tahun. Eksisi chordee bertujuan untuk
meluruskan phallus (penis), akan tetapi meatus masih pada tempatnya yang
abnormal.9,14
2. Uretroplasty yang dikerjakan 6 bulan setelah tahap pertama. Tekhnik reparasi ini
dilakukan oleh dokter bedah plastik adalah tekhnik modifikasi uretra. Kelebihan
jaringan preputium ditransfer dari dorsum penis ke permukaan ventral yang
berfungsi menutupi uretra baru.9,14
H. Komplikasi setelah Rekonstruksi OUE (Orifisium Uretrha Externa)
Seiring perkembangan ilmu dan tekhnologi dalam kesehatan. Amilal (2008)
melakukan penelitan tentang komplikasi akut pasca opersai hypospadia dengan judul
“acute postoperative complications of hypospadias repair”. Dengan metode meta-
analisis, disimpulkan bahwa rata-tara 5% komplikasi terjadi tipe distal hypospadia, dan
rata-rata 10% komplikasi terjadi pada proksimal hypospadia.
Komplikasi tersebut meliputi : 8,9
• Perdarahan
• Infeksi

• Fistel urethrokutan

• Striktur urethra, stenosis urethra

• Divertikel urethra
I. Prognosis
Prognosis pasca operasi adalah baik.

DAFTAR PUSTAKA

6
1. Djakovic, et all. 2008. Review Article Hypospadias, Jurnal diakses dari :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2577154/.

2. Sjamsuhidajat, R & Jong Wim De. Buku-Ajar Ilmu Bedah. Ed.2. EGC: Jakarta.

3. Lars, Persenden, et all. 2006. Maternal Use of Loratadine During Pregnancy and Risk of
Hypospadia in Offspring, Jurnal diakses dari : www.indianjurol.com.

4. Nagai Atshusi, et all. 2005. Clinical Result of One-Stage Urethroplasty with Parameatal
Foreskin Flap for hypospadia, Jurnal diakses dari : www.libokayama-u.ac.jp/www/actal/.

5. Clayden, graham, lissauer, tom.2002. Illustrated Text Book of Paediatrics.Ed.2. Mosby:


London.

6. Dohety, Gerard, M. 2006. Current Surgical Diagnosis & treatment. Mc Graw Hill:
United States of Amerika.

7. T,T, Hanh, et all. 2005. The Valine Allele of The V89L Polymorplism In The 5α
Reductase Gen Confers a Reduce Risk for Hypospadias, Jurnal diakses dari :
www.Jcem.endojurnals.org.

8. Price, Sylvia A & Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Ed.6. EGC: Jakarta.

9. Sigh, Chandra, et all. 2008. Effect of Hypospadias on Sexual Fungtion an Reproduction,


Jurnal diakses dari : www.indianjurol.com.

10. Haxhirexha, et all. 2008. Stage Repair in Hypospadias, Jurnal diakses dari :
www.indianjurol.com.

11. Yacobda, et all. 2009. Perbedaan Angka Kejadian fitel Uretrokutan pada Penggunaan
Kateter Supra Uretrha dan Supra Pubik dengan Stent setelah Operasi Hypospadia,
Jurnal diakses dari : http://www.urologi.or.id/pdf/yacobda0709.pdf

12. Bhat, Amilal, et all. 2008. Acute Postoperative Complication of Hypospadias Repair,
Jurnal diakses dari : www.indianjurol.com.

Anda mungkin juga menyukai