Anda di halaman 1dari 25

SIFAT DAN JENIS INFEKSI FAMILI POXVIRIDAE

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Virologi

Disusun oleh:

Arif Setiabudi NIM P173341130

Dinda Arini NIM P173341130

Indah Andrini NIM P173341130

Tantri Nurdiati NIM P173341130

Kelompok 3

Kelas 3-A

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG

PRODI DIII ANALIS KESEHATAN

CIMAHI

2015
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur, penulis panjatkan kepada Allah SWT karena


berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan
Makalah Virologi “Sifat dan Jenis Famili Poxviridae”

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu mata


kuliah Virologi. Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak yang
membantu dalam penyusunan Makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih


terdapat banyak kekeliruan dan kekurangan sehingga jauh untuk
dikatakan sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran, khusunya dari pihak pembimbing dan dosen mata kuliah
Virologi, serta umumnya kepada para pembaca agar penulis
mempunyai tolak ukur dalam pembuatan makalah selanjutnya dan
juga dapat bermanfaat untuk pembaca makalah ini.

Akhir kata, penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat


khusunya bagi penyusun dan umumnya bagi para pembaca makalah
ini.

Cimahi, November 2015

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sifat dari virus famili Poxviridae?
2. Apa saja jenis infeksi yang ditimbulkan dari virus famili Poxviridae?
3. Jenis Poxvirus apa saja yang dapat menyababkan penyakit terhadap
manusia?
4. Bagaimana cara diagnosis penyakit yang ditimbulkan dari famili virus
Poxviridae ?
1.3 TUJUAN
1. Mengetahui sifat dari virus famili Poxviridae.
2. Mengetahui jenis infeksi yang ditimbulkan dari virus famili Poxviridae.
3. Mengetahui Poxvirus apa saja yang dapat menyababkan penyakit
terhadap manusia.
4. Mengetahui cara diagnosis penyakit yang ditimbulkan dari famili virus
Poxviridae.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Poxviridae
Poxviridae adalah keluarga virus yang mengandung DNA untai-ganda
dengan morfologi yang besar dan komplek, serta tidak bersegmen. Memiliki
selubung yang mengandung lemak, berbentuk bata (brick-shaped) atau ovoid
virion, panjang 220-450 nm dan lebar 140-260 nm. Poxvirus mengandung
beberapa enzim dalam virionnya, termasuk polimerasi RNA yang bergantung
DNA (“DNA-dependent RNA polymerase”), dan seluruhnya bereplikasi di
dalam sitoplasma sel. Semua poxvirus cenderung menyababkan lesi kulit.
Sebagian bersifat patogen bagi manusia (cacar, vaksinia, moluskum
kontagiosum); lainnya yang patogen bagi hewan juga dapat menginfeksi
manusia, misalnya cacar sapi, cacar monyet.
Berdasarkan electron micrograph dari partikel Poxvirus berada pada
sinovium dari big brown bat.

Gambar 2.1 Struktur Poxvirus


Gambar 2.2 Bentuk Poxvirus

Manusia, hewan, dan arthropoda merupakan host alami dari virus ini. Pada
famili Poxviridae terdapat 69 spesies, terbagi pada 28 genus yang terbagi lagi
pada dua subfamili. Poxvirus dibagi pada subfamili berdasarkan jenis hospesnya.
Yaitu subfamili Chordopoxvirinae (hospes vertebrata) berisikan 8 genus yang
mana hanya empat dari delapan genus yang bisa menginfeksi manusia yaitu:
Orthopoxvirus, Parapoxvirus, Vatapoxvirus, Molluscinoxvirus.

2.1.1 Klasifikasi
Group : Group I (dsDNA)
Order : Unassigned
Family : Poxviridae
Genera: -Subfamily: Chordopoxvirinae
Avipoxvirus
Capripoxvirus
Cervidpoxvirus
Crocodylipoxvirus
Leporipoxvirus
Molluscipoxvirus
Orthopoxvirus
Parapoxvirus
Suipoxvirus
Yatapoxvirus
-Subfamily: Entomopoxvirinae
Alphaentomopoxvirus
Betaentomopoxvirus
Gammaentomopoxvirus

2.1.2 Sifat Poxvirus


 Varion : struktur kompleks, oval atau seperti batu bata, panjang 400nm ×
diameter 230 nm; permukaan luar memperlihatkan lekukan, mengandung
inti dan badan lateral
 Komposisi : DNA 3 %, protein 99 %, lipid 5%
 Genom : DNA untai ganda, linear, ukuran 130-375 kbp, mempunyai
lengkungan termunal, mempunyai isi G+C (30-40%), kecuali untuk
parapoxvirus 63%
 Protein : varion mengandung lebih dari 100 polipeptida, pada inti terdapat
banyak enzim, termasuk sistem transkripsi
 Replikasi : pabrik sitoplasma
 Ciri khusus :
a. Virus yang paling besar dan kompleks dan sangat resisten terhadap
inaktivasi
b. Protein yang disandikan virus membantu menghindari sistem
pertahanan imun dari hostnya.

2.1.3 Poxvirus yang Menyebabkan Penyakit Terhadap Manusia

Genus Virus Pejamu primer Penyakit


Orthopoxvirus Variola menusia Cacar
Vaccinia Manusia Lesi terlokalisasi,
untuk vaksin cacar
Cacar Banteng air Infeksi manusia
banteng jarang; lesi
terlokalisasi
Cacar monyet Hewan pengerat, Infeksi manusia
monyet jarang; penyakit
generalisata
Cacar sapi Sapi Infeksi manusia
jarang; lesi ulkus
terlokalisasi
Parapoxvirus Orf Domba Infeksi manusia
jarang; lesi
terlokalisasi
Pseudocowpox Sapi
Stomatitis papula Sapi
sapi
Molluscapoxvirus Moluskum Manusia Banyak nodul
kontagiosum kulit jinak
Yatapoxvirus Tanapox Monyet Infeksi manusia
jarang; lesi
terlokalisasi
Yabapox Monyet Infeksi manusia
sangat jarang dan
tidak disengaja;
tumor kulit
terlokalisasi

2.1.3.1 Orthopoxvirus

Orthopoxvirus termasuk pada poxviridae, yaitu salah satu dari yang


terbesar dari famili DNA virus. Orthopoxvirus adalah genus dari sub famili
Cordopoxvirinae. Orthopoxvirus berukuran panjang 220nm-450nm dan lebarnya
140-260 nm dan memiliki linear DNA untai ganda sebagai materi genetik mereka.
Orthopoxviruses memiliki amplop luar lipoprotein tertanam dengan tubulus
permukaan yang membungkus inti berbentuk cekung . Di dalam inti, kita akan
menemukan fibril DNA dan inti virus dikelilingi oleh amplop inti dan lapisan
palisade, yang merupakan lapisan struktur berbentuk batang yang tersusun sangat
erat. Contoh infeksi dari Orthopoxvirus antara lain: Smallpox virus (variola),
Vaccinia virus, Cowpox virus, Monkeypox virus.

Gambar 2.3 Monyet yang terinfeksi Monkeyfox

2.1.3.2 Parapoxvirus
Parapoxvirus adalah genus virus dalam keluarga Poxviridae, pada
subfamili yang Chordopoxvirinae. Seperti semua anggota keluarga Poxviridae,
parapoxvirus berbentuk oval, relatif besar, dan merupakan virus DNA beruntai
ganda. Parapoxviruses memiliki mantel spiral yang unik yang membedakan
mereka dari poxvirus lainnya. Parapoxviruses menginfeksi vertebrata , termasuk
mamalia dan manusia. Virus ini memiliki lebar sekitar 140-170 nm dan panjang
220-300 nm, dan memiliki struktur permukaan biasa. Contoh infeksi dari
Parapoxvirus antara lain: Orf virus, Pseudocowpox, Bovine papular, Stomatitis
virus
Gambar 2.4 Bentuk Parapoxvirus

2.1.3.3 Molluscipoxvirus
Molluscipoxvirus adalah genus virus, dalam keluarga Poxviridae, dalam
subfamili Chordopoxvirinae. Manusia merupakan sebagai host alami. Saat ini
hanya satu spesies dalam genus ini: spesies jenis Moluskum kontagiosum virus.
Penyakit yang berhubungan dengan genus ini meliputi: kontagiosum moluskum,
lesi kulit. Contoh infeksi dari Molluscipoxvirus antara lain: Molluscum
Contagiosum Virus (MCV)

2.1.3.4 Yatapoxvirus
Yatapoxvirus adalah genus virus , dalam keluarga Poxviridae , dalam
subfamili Chordopoxvirinae . Monyet dan Punt berfungsi sebagai host alami .
Saat ini ada dua spesies dalam genus ini termasuk spesies jenis Yaba virus monyet
tumor . Penyakit yang berhubungan dengan genus ini antara lain: histiocytomas ,
massa tumor seperti sel mononuklear. Contoh infeksi dari Molluscipoxvirus
antara lain: Tanapox virus, Yaba Monkey Tumorvirus

2.2 Variola (Smallpox)

Variola (smallpox) adalah penyakit menular pada manusia yang


disebabkan oleh virus variola major atau variola minor. Penyakit ini dikenal
dengan nama Latinnya, variola atau variola vera, yang berasal dari kata Latin
varius, yang berarti “berbintik”, atau varus yang artinya “jerawat”. Variola
muncul pada pembuluh darah kecil di kulit serta di mulut dan kerongkongan

Di kulit, penyakit ini menyebabkan ruam, dan kemudian luka berisi cairan.
V. major menyebabkan penyakit yang lebih serius dengan tingkat kematian 30–
35%. V. minor menyebabkan penyakit yang lebih ringan (dikenal juga dengan
alastrim, cottonpox, milkpox, whitepox, dan Cuban itch) yang menyebabkan
kematian pada 1% penderitanya.Akibat jangka panjang infeksi V. major adalah
bekas luka, umumnya di wajah, yang terjadi pada 65–85% penderita

Variola adalah penyakit infeksi virus akut yang disertai keadaan umum
yang sangat menular dan dapat menyebabkan kematian, dengan ruang kulit yang
monomorf, terutama tersebar di bagian perifer tubuh.

2.2.1 Etiologi

Penyebab variola adalah virus variolae ada 2 tipe virus yang identik ,
tetapi menimbulkan 2 tipe variola yaitu variola mayor dan variola minor
(alastrim). Perbedaan kedua virus itu adalah bahwa penyebab variola mayor bila
dimokulasikan pada membrane karioalontrik tubuh pada suhu 38o C. Sedangkan
yang menyebabkan variola minor tumbuh dibawah suhu itu.

2.2.2 Patofisiologi
Variola (Smallpox) disebabkan oleh virus yang menyebar dari satu orang
ke orang lainnya melalui udara. Virus ini ditularkan dengan menghirup virus dari
orang yang terinfeksi. Selain itu, Smallpox juga bisa menyebar melalui kontak
langsung dengan cairan tubuh orang yang terinfeksi dan objek yang
terkontaminasi seperti baju.

Penularannya melalui kontak langsung ataupun tak langsung tapi infeksi


primernya selalu melalui hawa nafas. Virusnya yang terdapat di udara, berasal
dari debu pakaian, tempat tidur, dari keropeng yang jatuh ditanah ataupun dari
hawa nafas di penderita, terhirup bersama hawa pernafasan sehingga terjadi
penularan. Cacar adalah penyakit yang sangat menular.

Virus variola diperoleh dari inhalasi (pernafasan ke paru-paru). Partikel


virus cacar dapat tetap pada benda seperti pakaian, tempat tidur, dan permukaan
hingga 1 minggu. Virus dimulai di paru-paru, dari sana virus menyerang aliran
darah dan menyebar ke kulit, usus, paru-paru,ginjal, dan otak. Aktivitas virus
dalam sel-sel kulit menciptakan ruam yang disebut makula (karakteristik : datar,
lesi merah). Setelah itu vesikel (lepuh mengangkat) terbentuk. Kemudian, pustula
(jerawat berisi nanah) muncul sekitar 12-17 hari setelah seseorang menjadi
terinfeksi. Sembuh dari cacar sering meninggalkan bekas di kulit oleh karena
pustula.

Manusia adalah host natural dari smallpox. Penyakit ini tidak dapat
ditularkan oleh serangga maupun hewan. Jika seseorang pernah menderita cacar
air, maka dia akan memiliki kekebalan dan tidak akan menderita cacar air lagi.
Tetapi virusnya bisa tetap tertidur di dalam tubuh manusia, lalu kadang menjadi
aktif kembali dan menyebabkan herpes zoster.

2.2.3 Gejala Klinis

Masa tunas 10-14 hari terdapat 4 stadium :

1. Stadium prodromal/invasi

Stadium ini berlangsung selama 3-4 hari yang ditandai dengan :


a. Suhu tubuh naik (40oC)

b. Nyeri kepala

c. Nyeri tulang

d. Sedih dan gelisah

e. Lemas

f. Muntah-muntah

2. Stadium makulao–papular /erupsi

Suhu tubuh kembali nomal, tetapi timbul makula-makula eritematosa


dengan cepat akan berubah menjadi papula-papula terutama dimuka dan
ektremitas (termasuk telapak tangan dan kaki) dan timbul lesi baru.

3. Stadium vesikula – pustulosa / supurasi

Dalam waktu 5 – 10 hari timbul vesikula-vesikula yang cepat berubah


menjadi pustule. Pada saat ini suhu tubuh akan meningkat dan lesi-lesinya akan
mengalami umblikasi.

4. Stadium resolusi

Berlangsung dalam 2 minggu, stadium ini dibagi menjadi 3 :

a. Stadium krustasi

Suhu tubuh mulai menurun, pustule-pustula mengering menjadi krusta.

b. Stadium dekrustasi

Krusta-krusta mengelupas, meninggalkan bekas sebagai sifakriks atrofi.


Kadang-kadang ada rasa gatal dan stadium ini masih menular.

c. Stadium rekon valensensi.

Lesi-lesi menyembuh, semua krusta rontok, suhu tubuh kembali normal,


penderita betul-betul sembuh dan tidak menularkan penyakit lagi.
Gambar 2.5 Progres Penyakit Smallpox

2.2.4 Diagnosis

2.2.5 Pengobatan dan Pencegahan

Pada penderita penyakit cacar hal yang terpenting adalah menjaga


gelembung cairan tidak pecah agar tidak meninggalkan bekas dan menjadi jalan
masuk bagi kuman lain (infeksi sekunder), antara lain dengan pemberian bedak
talek yang membantu melicinkan kulit. Penderita apabila tidak tahan dengan
kondisi hawa dingin dianjurkan untuk tidak mandi, karena bisa menimbulkan
shock.

Obat-obatan yang diberikan pada penderita penyakit cacar ditujukan untuk


mengurangi keluhan gejala yang ada seperti nyeri dan demam, misalnya diberikan
paracetamol. Pemberian Acyclovir tablet (Desciclovir, famciclovir, valacyclovir,
dan penciclovir) sebagai antiviral bertujuan untuk mengurangi demam, nyeri,
komplikasi serta melindungi seseorang dari ketidakmampuan daya tahan tubuh
melawan virus herpes. Sebaiknya pemberian obat Acyclovir saat timbulnya rasa
nyeri atau rasa panas membakar pada kulit, tidak perlu menunggu munculnya
gelembung cairan (blisters).

Pengobatan penyakit cacar berfokus pada keluhan yang timbul, misalnya


demam, menggigil, nyeri dipersendian, bintik kemerahan pada kulit yang akhirnya
membentuk sebuah gelembung cair.

2.3 Vaccinia

Virus vaccinia, adalah virus vaksin yang digunakan untuk memberantas


variola (cacar), merupakan hasil rekayasa genetika menjadi vaksin rekombinan
(beberapa masih dalam taraf uji klinik) dengan risiko terendah terjadi penularan
terhadap kontak non imun. Advisory Committee Immunization Practices (ACIP)
merekomendasikan vaksinasi cacar untuk semua petugas laboratorium yang
mempunyai risiko tinggi terkena infeksi yaitu mereka yang secara langsung
menangani bahan atau binatang yang di infeksi dengan virus vaccinia atau
orthopoxvirus lainnya yang dapat menginfeksi manusia.

Vaccinia virus is a big mystery in virology. It is not known whether


vaccinia virus is the product of genetic recombination, or if it is a species derived
from cowpox virus or variola virus by prolonged serial passage, or if it is the
living representative of a now extinct virus. Vaccinia virus was used for smallpox
vaccination via inoculation into the superficial layers of the skin of the upper arm.
However, with the eradication of smallpox, routine vaccination with vaccinia
virus has ceased. Recent interest in vaccinia has focused on its possible usage as a
vector for immunization against other viruses.

Much less virulent strains than those used for vaccination against smallpox
are being developed for use as vectors, in hopes of reducing the likelihood of the
development of serious complications previously seen with smallpox vaccination.
In this page, you will learn more about the very rare, though serious,
complications that arose as a result of smallpox vaccination.
2.3.1 Respon Awal pada Vaksinasi

Empat sampai lima hari setelah pemberian vaksin oleh vaccinia virus,
papula mulai muncul pada tempat diberinya vaksin. Dua sampai tiga hari
kemudian lesi papula menjadi vesicular, terus tumbuh sampai mencapai diameter
maksimumnya pada hari ke-9 atau ke-10. Pada waktu tersebut the draining lymph
nodes of the axial tambah membesar. Banyak pasien juga menunjukkan demam.
Lesi akan mengering dari tengah lalu keluar, dan the brown scab akan terlepas
setelah kurang lebih tiga minggu, meninggalkan bekas luka yang menandakan
bahwa pasien tersebut sudah melakukan vaksinasi.

2.3.2 Patogenesis

Infeksi virus vaccinia termasuk sangat ringan dan tipikal tanpa gejala pada
orang sehat, namun dapat menyebabkan kemerahan ringan dan demam.
Patogenesisnya sama seperti orthopoxvirus lain yaitu hanya melakukan replikasi
di sitoplasma dari sel hospes, diluar nukleus. Selama siklus replikasi vccinia
membentuk dua tipe virion yang berbeda, yaitu intracellular mature virus (IMV)
dan extracellular enveloped virus (EEV), yang dikelilingi oleh sejumlah membran
yang berbeda. Virion ini umum untuk famili poxvirus.

2.3.3 Komplikasi Vaksinasi

 Progressive vaccinia (vaccinia necrosum)

Progressive vaccinia adalah komplikasi yang berat, infeksi yang


berpotensi menjadi fatal ditandai dengan progressive necrosis pada tempat
dilakukannya vaksinasi. Hal ini hanya terjadi pada orang yang
immunocompromised dengan defisiensi pada sel sistem imunnya. Hal ini hanya
terjadi sekitar 1.6 kasus dari progressive vaccinia per satu juta kasus yang
dilaporkan. Berikut gambar manifestasi klinis dari progressive vaccinia.

Gambar 2.6 Komplikasi dari Vaksinasi Vaccinia

 Eczema vaccinatum
This occurred only in persons who suffered from eczema. Unvaccinated
contact with a vaccinated individual was the usual mode of transmission.
In a national survey in the United States conducted after smallpox had been
eliminated, there were 66 cases, with no deaths, among 14.5 million
vaccinees.
 Generalized vaccinia
Generalized vaccinia was characterized by a vesicular rash that sometimes
covered the entire body. This usually occurred 6 to 9 days after vaccination.
The lesions usually resembled the initial lesion found at the inoculation site,
but they sometimes varied in size. Generalized vaccinia was not associated
with immunodeficiency. The rash was usually self-limiting and thus, little or
no therapy was administered. There were about 23.4 cases per million
vaccinees.
 Postvaccinial encephalitis
Neurological complications were the most serious ones that occurred from
vaccination with vaccinia virus. Postvaccinal encephalitis usually occurred in
patients over the age of two. The case fatality rate was about 35% within a
week of onset. In the United States, there were 12 cases, of which one
resulted in death, among the 13 million vaccinees.
 Accidental infection
Accidental infection of some part of the body away from the inoculation site
was the most common complication that arose from vaccination with
vaccinia. Ocular vaccinia was a common manifestation of accidental
infection.

2.4 Molluscum Contagiosum Virus (MCV)

Moluskum kontagiosum adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh


virus golongan poxvirus genus Molluscipox yang menyerang kulit dan mukosa.
dengan wujud klinis berupa benjolan pada kulit atau papul-papul multiple yang
berumbilikasi di tengah, mengandung badan moluskum, serta dapat sembuh
dengan sendirinya. Penyakit ini merupakan penyakit kontagiosum yang mengenai
semua golongan umur. Penularan dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung. Pada orang dewasa, penularan terjadi umunya secara kontak seksual,
sedangkan pada anak-anak lebih sering secara autoinokulasi.
Gambar 2.7 Virus Molluscum Contagiosum

2.4.1 Etiologi

Moluskum kontagiosum disebabkan oleh suatu virus dari golongan


poxvirus. Dalam taksonomi, virus ini termasuk dalam ordo Poxviridae, famili
Chordopoxvirinae, genusMolluscipox virus, spesies Molluscum contagiosum
virus(MOCV). Virus ini termasuk golongan double strained DNA (dsDNA).
Virion dari MOCV ditemukan dengan struktur beramplop, berbentuk seperti bata
dengan ukuran 320x250x200 nm. Partikel virus ini terdiri dari 2 bentuk infeksius
yang berbeda, yaitu internal mature virus (IMV) danexternal enveloped virus
(EEV).

Virus ini memiliki struktur genome linier, dengan dsDNA kira-kira 190
kB, genome linier diapit degan sekuensinverted terminal repeat (ITR) yang secara
kovalen saling terikat pada ujung-ujungnya.

Proses replikasi virus ini terjadi di sitoplasma. Virus akan menyisip ke


glycosaminoglycans (GAGs) pada permukaan sel target atau oleh komponen
matriks ekstraseluler, kemudian memicu fusi membran, dan melepaskan inti virus
ke dalam sitoplasma. Pada fase awal, gen awal ditranskripsi di sitoplasma oleh
polymerase RNA virus, ekspresi gen awal akan terbentuk 30 menit pascainfeksi.
Ekspresi paling akhir adalah tidak terselubungnya inti virus dan genom virus
sekarang sudah benar-benar bebas di sitoplasma. Fase intermediet, gen
intermediet akan diekspresikan di sitoplasma, memicu terjadinya replikasi DNA
genom kira-kira 100 menit pascainfeksi. Dan yang terakhir adalah fase akhir, gen
akhir diekspresikan dalam waktu 140 menit sampai dengan 48 jam pascainfeksi,
memproduksi struktur protein virus lengkap.

Pembentukan virion progenik dimulai saat terdapat penyatuan antara


membran internal sel yang terinfeksi, dan menghasilkan partikel sferis imatur.
Partikel ini kemudian menjadi matur dengan menjadi struktur IMV yang
menyerupai bata. Virion IMV dapat dilepas melalui lisisnya sel, kemudian dapat
memperoleh membran dobel kedua dari trans-Golgi dan tunas yang kemudian
dikenal sebagai EEV. 4

Menurut subtipe MOCV, terdapat 4 subtipe, yaitu MOCV I, MOCV II,


MOCV III, dan MOCV IV. Subtipe MOCV I yang lebih sering menyebabkan
infeksi, kira-kira sekitar 75-90%. Sedangkan MOCV II, III, dan IV akan
menyebabkan moluskum kontagiosum jika pada orang-orang dengan keadaan
imunitas immunocompromised.

2.4.2 Cara Penularan

Secara umum, memang penularan moluksum kontagiosum adalah melalui


kontak langsung dari orang ke orang melalui barang-barang, seperti misalnya
pakaian, handuk, alat cuci atau alat mandi. Selain itu, moluskum kontagiosum
juga dapat ditularkan melalui kontak olahraga. Saat seseorang menyentuh lesi di
suatu bagian tubuh, kemudian dia menyentuhkannya ke bagian tubuh lainnya,
makanya akan dapat menyebarkan MOCV juga, proses ini disebut sebagai
autoinokulasi. Jika yang terkena adalah daerah wajah, saat mencukur kumis atau
jenggot juga dapat menyebarkan virus. Meskipun penularannya secara umum
tergolong rendah, tetapi tidak diketahui berapa lama seseorang yang terinfeksi
dapat menularkan atau menyebarkan virus tersebut. 3 Tungau juga bisa menjadi
kemungkinan penyebaran virus penyebab moluskum kontagiosum. 1

Jika terdapat suatu kejadian luar biasa atau wabah moluskum


kontagiosum, maka perlu diperhatikan beberapa kemungkinan penularannya, yaitu
:

1. Kolam renang

2. Kontak saat olahraga (misalnya gulat)

3. Proses pembedahan (tangan seorang ahli bedah yang terkena moluskum


kontagiosum)

4. Proses tato (jarang)

5. Hubungan seksual; lesi moluskum kontagiosum oleh karena hubungan


seksual biasanya berkembang dalam jangka waktu 2-3 bulan setelahnya. Jika ada
anak-anak dengan lesi moluskum kontagiosum di daerah genital, maka bisa curiga
ke arah kekerasan seksual pada anak.

2.4.3 Patogenesis

Inkubasi rata-rata moluskum kontagiosum adalah 2-7 minggu, dengan


kisaran ekstrim sampai 6 bulan. Infeksi dan infestasi MOCV menyebabkan
hyperplasia dan hipertrofi epidermis. Inti virus bebas dapat ditemukan pada
epidermis. Jadi pabrik MOCV berlokasi di lapisan sel granular dan malphigi.
Badan moluskum banyak mengandung virion MOCV matur yang banyak
mengandung struktur collagen-lipid-rich saclike intraseluler yang diduga berperan
penting dalam mencegah reaksi sistem imun host untuk mengenalinya. Ruptur dan
pecahnya sel yang mengandung virus terjadi pada bagian tengah lesi. MOCV
menimbulkan tumor jinak selain juga menyebabkan lesi pox nekrotik.

2.4.4 Gejala Klinis


Kelainan kulit dimulai dengan terbentuknya papul-papul milier
denganukuran rata rata bervariasi antara 2-5 mm, kadang–kadang dapat sampai
lentikuler. Bentuk khas dari papul menyerupai kubah dengan bagian tengah
berumbilikasi dengan konsistensi padat yang kemudian agak melunak, dan
tanpainflamasi. Bila papel dipijit akan keluar masa lunak berwarna putih susu.
Masa ini berisipartikel – partikel virus yang disebut badan moluskum. Lesi dapat
tunggal ataumultipel, umumnya diskret, tapi dapat juga berkunfluensi.Penyakit ini
umumnya asimtomatik, tapi kadang–kadang terasa gatal atau nyeri. Lokasi pada
anak umumnya di muka, badan, lengan, dan tungkai, sedangkan orang dewasa
lebih banyak pada regio-anogenital.

2.4.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding

Diagnosis biasanya sudah dapat ditegakkan dengan melihat lesi yang


khas, membuat sediaan apus dari massa lesi, dan dengan biopsi. Sedangkan
diagnosis bandingnya adalah sebagai berikut:

1. Siringoma, terdapat lesi mengkilat, licin, di muka dapat di bedakan dengan


adanya umbilikasi di bagian tengah papula-milia, lesi milier di muka dengan
warna lebih putih.

2. Veruka vulgaris : vegetasi lentikular, permukaan kasar, kering, warna keabu-


abuan, kulit di sekitarnya tidak meradang

3. Keratoakantoma : biasanya nodula-nodula keras, pada bagian tengah didapati


sumbatan keratin, bisa ditemukan di wajah, telinga, punggung, dan tangan

2.4.6 Pencegahan dan Pengobatan

Pasien dianjurkan untuk menghindari kolam renang atau pemandian umum


agar tidak menularkan kepada orang lain, juga olah raga yang memerlukan
kontak kulit, pemakaian handuk bersama dan lain-lain sampai tidak ada lesi lagi.
Karena Moluskum kontagiosum bersifat self limited, dan lesi sembuh
tanpa meninggalkan sisa bila tidak ada infeksi sekunder, maka pengobatan kadang
tidak perlu diberikan. Pengobatan dengan mengeluarkan isi lesi dengan kuretase
atau dengan nitrogen cair sangatlah mudah dilakukan, relatif tidak nyeri, dan
sangat efektif. Tapi pengobatan lesi kadang dilakukan lebih dari sekali karena
kadang masih timbulnya lesi baru. Pengobatan akan lebih sulit pada pasien
dengan daya tahan tubuh yang lemah.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

1. http://viralzone.expasy.org/all_by_species/174.html
2. https://id.wikipedia.org/wiki/Poxviridae
3. http://wahyudwimeiga.blogspot.co.id/2013/10/pengertian-virus-adalah-
parasit.html
4. https://en.wikipedia.org/wiki/Orthopoxvirus
5. https://orthopoxviruses.wordpress.com/about-orthopoxviruses/
6. https://orthopoxviruses.wordpress.com/medical-and-environmental-relevance/
7. https://en.wikipedia.org/wiki/Parapoxvirus
8. https://en.wikipedia.org/wiki/Leporipoxvirus
9. https://en.wikipedia.org/wiki/Molluscipoxvirus
10. https://en.wikipedia.org/wiki/Yatapoxvirus
11. http://bitdal.blogspot.co.id/2013/03/makalah-variola.html
12. http://kesehatan.bandungkab.go.id/index.php?
option=com_mtree&task=recommend&link_id=19&Itemid=109
13.  http://virus.stanford.edu/pox/2000/vaccinia_virus.html
14. https://pisangkipas.wordpress.com/2009/05/24/molluscum-
contagiosum-virus-mcv/
15. https://www.academia.edu/8931499/RINGKASAN_MATERI_ILMU_KULIT
_DAN_KELAMIN_PPD_FK_UMM_09_INFEKSI_VIRUS_PADA_KULIT_DAN_
MUKOSA
16. http://kesehatanvegan.com/2010/08/11/moluskum-kontagiosum/
17. https://en.wikipedia.org/wiki/Molluscum_contagiosum_virus#Genome

Anda mungkin juga menyukai