Anda di halaman 1dari 14

BANGUNAN DAN PERALATAN

“Pengolahan Limbah”

Disusun Oleh :
Kelas B
Kelompok 1
Aang M. Muslim 200110160031
M. Farhan Fadilah 200110160069
M. Nur Eldi 200110160118
M. Rizki Subagja 200110160120
M. Johar Fauzi 200110160138
Fajar Rizki Akbar 200110160157
M. Ilyas Saeful 200110160279
Indah Nurhayati 200110160307

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2019
Dampak Pencemaran Limbah Ternak Ruminansia
Produksi limbah (feses dan urin) ternak sapi sangat banyak. Feses yang

dihasilkan sapi dewasa bisa mencapai 20-25 kg/hari/ekor dan produksi urin 6-10

kg/hari/ekor. Kehadiran limbah ternak dapat menimbulkan pencemaran bagi

lingkungan. Jika tidak dikelola dengan baik, kotoran ternak dapat menurunkan

mutu lingkungan (kesehatan)dan mengganggu kenikmatan hidup masyarakat.

Limbah peternakan sering mencemari lingkungan secara biologis yaitu sebagai

media untuk berkembang biaknya lalat. Limbah ternak masih mengandung nutrisi

atau zat padat yang potensial untuk mendorong kehidupan jasad renik dan lalat.

Kandungan air manure antara 27-86 % merupakan media air paling baik untuk

pertumbuhan dan perkembangan larva lalat, sementara kandungan air manure 65-

85 % merupakan media yang optimal untuk bertelur lalat.

Salah satu akibat dari pencemaran air oleh limbah ternak ruminansia ialah

meningkatnya kadar nitrogen. Senyawa nitrogen sebagai polutan mempunyai efek

polusi yang spesifik, dimana kehadirannya dapat menimbulkan konsekuensi

penurunan kualitas perairan sebagai akibat terjadinya proses eutrofikasi,

penurunan konsentrasi oksigen terlarut sebagai hasil proses nitrifikasi yang terjadi

di dalam air yang dapat mengakibatkan terganggunya kehidupan biota air (Farida,

1978). Hasil penelitian dari limbah cair Rumah Pemotongan Hewan Cakung,

Jakarta yang dialirkan ke sungai Buaran mengakibatkan kualitas air menurun,

yang disebabkan oleh kandungan sulfida dan amoniak bebas di atas kadar

maksimum kriteria kualitas air. Selain itu adanya Salmonella spp. yang
membahayakan kesehatan manusia. Suatu studi mengenai pencemaran air oleh

limbah peternakan melaporkan bahwa total sapi dengan berat badannya 5.000 kg

selama satu hari, produksi manurenya dapat mencemari 9.084 x 10 7 m3 air.

Pencemaran karena gas metan menyebabkan bau yang tidak enak bagi

lingkungan sekitar. Gas metan (CH4) berasal dari proses pencernaan ternak

ruminansia. Gas metan ini adalah salah satu gas yang bertanggung jawab terhadap

pemanasan global dan perusakan ozon, dengan laju 1 % per tahun dan terus

meningkat. Apalagi di Indonesia, emisi metan per unit pakan atau laju konversi

metan lebih besar karena kualitas hijauan pakan yang diberikan rendah. Semakin

tinggi jumlah pemberian pakan kualitas rendah, semakin tinggi produksi metan

(Suryahadi dkk., 2002).

Kehadiran limbah ternak dalam keadaan keringpun dapat menimbulkan

pencemaran yaitu dengan menimbulkan debu. Pencemaran udara di lingkungan

penggemukan sapi yang paling hebat ialah sekitar pukul 18.00, kandungan debu

pada saat tersebut lebih dari 6000 mg/m3, jadi sudah melewati ambang batas yang

dapat ditolelir untuk kesegaran udara di lingkungan (3000 mg/m3)

Feses dan urine dari hewan yang tertular dapat sebagai sarana penularan

penyakit, misalnya saja penyakit anthrax melalui kulit manusia yang terluka atau

tergores. Spora anthrax dapat tersebar melalui darah atau daging yang belum

dimasak yang mengandung spora. Kasus anthrax sporadik pernah terjadi di Bogor

tahun 2001 dan juga pernah menyerang Sumba Timur tahun 1980 dan burung unta

di Purwakarta tahun 2000 (Soeharsono, 2002).


Penanganan Limbah Ternak Ruminansia

Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial

untuk dimanfaatkan. Limbah ternak kaya akan nutrient (zat makanan) seperti

protein, lemak, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), vitamin, mineral, mikroba

atau biota, dan zat-zat yang lain (unidentified subtances), dengan demikian limbah

peternakan dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan, apalagi limbah tersebut

dapat diperbaharui (renewable) selama ada ternak. Limbah ternak dapat

dimanfaatkan untuk hal hal berikut ini:

1. Pemanfaatan Limbah Untuk Pakan dan Media Cacing Tanah

Feses, tulang, isi rumen dan darah merupakan limbah ternak yang kaya akan

nutrien seperti protein, lemak BETN, vitamin, mineral, mikroba dan tersedia

dalam jumlah yang banyak. Limbah tersebut diatas berpotensi sebagai bahan

pakan ternak dan media cacing tanah. Tulang dapat diolah menjadi tepung tulang

sebagai sumber mineral bagi ternak. Penggunaan feses sapi untuk media hidup

cacing tanah, telah diteliti menghasilkan biomassa tertinggi dibandingkan

campuran feces yang ditambah bahan organik lain, seperti jerami padi, limbah

organik pasar dan isi rumen (Farida, 2000).

2. Pemanfaatan Sebagai Pupuk Organik

Keperluan tanaman akan pupuk/unsur hara sama halnya dengan keperluan

manusia akan makanan. Tanaman membutuhkan unsur hara Nitrogen (N), Fosfor

(P) dan Kalium(K) dalam jumlah yang besar. Nitrogen berfungsi untuk
merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, terutama batang, cabang

dan daun. Pembentukan hijau daun juga merupakan peran dari unsur N. Unsur P

bagi tanaman lebih banyak berfungsi untuk merangsang pertumbuhan akar,

khususnya akar tanaman muda. Fosfor juga berfungsi untuk membantu asimilasi

dan pernafasan, sekaligus mempercepat pembungaan, pemasakan biji dan buah.

Unsur K membantu pembentukan protein dan karbohidrat. Pemberian unsur K

akan memperkuat tanaman sehingga daun, bunga dan buah tidak mudah gugur.

Selain itu kalium membuat tanaman tahan terhadap kekeringan dan penyakit.

Berdasarkan hasil analisa, diketahui bahwa dalam kotoran (feses dan urin) ternak

terdapat zat-zar hara yang penting untuk tanaman. Kandungan hara dan air

beberapa pupuk organik asal kotoran ternak dapat dilihat pada Tabel 18.1

Tabel 1 Kandungan hara dan air beberapa pupuk organik asal kotoran ternak

Zat hara dan air (%)


Jenis ternak Keterangan
Air Nitrogen Fosfor Kalium

Sapi

padat 85 0.4 0.2 0.1 Pupuk

dingin

cair 92 1.0 0.5 1.5

Kerbau

padat 85 0.6 0.30 0.34 Pupuk

dingin

cair 92 1.0 0.15 1.5


Kambing

padat 60 0.6 0.30 0.17 Pupuk

panas

cair 85 1.5 0.13 1.80

Domba

padat 60 0.75 0.50 0.45 Pupuk

panas

cair 85 1.35 0.05 2.1

Ayam 55 1 0.8 0.4 Pupuk

dingin

Pada Tabel 1 Kandungan unsur hara pupuk organik jumlahnya kecil,

sehingga jumlah pupuk yang diberikan harus relatif banyak bila dibandingkan

dengan pupuk anorganik. Karena jumlahnya banyak, menyebabkan memerlukan

tambahan biaya operasional untuk pengangkutan dan implementasinya. Namun

pupuk organik mengandung unsur hara yang lengkap, baik unsur hara makro

maupun unsur hara mikro. Kondisi ini tidak dimiliki oleh pupuk buatan

(anorganik). Selain itu Pupuk organik mengandung asam - asam organik, antara

lain asam humic, asam fulfic, hormon dan enzym yang tidak terdapat dalam

pupuk buatan yang sangat berguna baik bagi tanaman maupun lingkungan dan

mikroorganisme. Pupuk organik juga mengandung mikro organisme tanah yang

mempunyai pengaruh yang sangat baik terhadap perbaikan sifat fisik tanah dan
terutama sifat biologis tanah, dapat memperbaiki dan menjaga struktur tanah,

menjadi penyangga pH tanah, membantu menjaga kelembaban tanah, aman

dipakai dalam jumlah besar dan berlebih serta tidak merusak lingkungan.

3. Pemanfaatan Limbah Untuk Energi

Permasalahan limbah ternak, khususnya feses dan urin dapat diatasi dengan

memanfaatkan menjadi bahan yang memiliki nilai yang lebih tinggi. Salah satu

bentuk pengolahan yang dapat dilakukan adalah menggunakan limbah tersebut

sebagai bahan masukan untuk menghasilkan energi/ bahan bakar. Kotoran ternak

ruminansia sangat baik untuk digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biogas

dan bioarang. Ternak ruminansia mempunyai sistem pencernaan khusus yang

menggunakan mikroorganisme dalam sistem pencernaannya yang berfungsi untuk

mencerna selulosa dan lignin dari rumput atau hijauan berserat tinggi. Oleh karena

itu pada tinja ternak ruminansia, khususnya sapi mempunyai kandungan selulosa

yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa tinja sapi

mengandung 22.59% sellulosa, 18.32% hemi-sellulosa, 10.20% lignin, 34.72%

total karbon organik, 1.26% total nitrogen, ratio C:N=27.56, 0.73% Pospor, dan

0.68% Kalium. senyawasenyawa tersebut diatas sangat dibutuhkan dalam proses

produksi biogas. Biogas adalah campuran beberapa gas, tergolong bahan bakar

gas yang merupakan hasil fermentasi dari bahan organik dalam kondisi anaerob,
dan gas yang dominan adalah gas metan (CH4) dan gas karbondioksida (CO2)

(Tabel 18.2).

Tabel 2 Komposisi gas dalam biogas (%) yang berasal dari kotoran sapi dan

campuran kotoran ternak dengan sisa pertanian

Jenis gas Biogas dari Kotoran sapi Biogas dari kotoran ternak

dan sisa pertanian


Metan (CH4) 65.7 54-70
Karbondioksida (CO2) 27 27-45
Nitrogen (N2) 2.3 0.5 – 3.0
Karbonmonoksida (CO) 0 0.1
Oksigen (O2) 0.1 6
Propen (C3H8) 0.7 Tidak diukur
Hidrogen Sulfida (H2S) Tidak terukur Sedikit sekali
3
Nilai Kalor (kkal/m ) 6513 4800-6700
Sumber : Harahap et al. (1978).

Biogas memiliki nilai kalor yang cukup tinggi, yaitu kisaran 4800-6700

kkal/m3, untuk gas metan murni (100 %) mempunyai nilai kalor 8900 kkal/m3.

Pembentukan biogas dilakukan oleh mikroba pada situasi anaerob, yang meliputi

tiga tahap, yaitu tahap hidrolisis, tahap pengasaman, dan tahap metanogenik. Pada

tahap hidrolisis terjadi pelarutan bahan-bahan organik mudah larut dan

pencernaan bahan organik yang komplek menjadi sederhana, perubahan struktur

bentuk primer menjadi bentuk monomer. Pada tahap pengasaman komponen

monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi
bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam. Produk akhir dari gula-gula

sederhana pada tahap ini akan dihasilkan asam asetat, propionat, format, laktat,

alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan amoniak. Biogas

yang terbentuk dapat dijadikan bahan bakar karena mengandung gas metan

(CH4) dalam persentase yang cukup tinggi. Gas metan terbentuk pada tahap

metanogenik. Walaupun proses kimia terbentukya gas ini cukup rumit, namun

cara menghasilkannya tidak serumit proses pembentukannya. Dengan teknologi

sederhana yang dapatdilakukan oleh masyarakat pedesaan , gas ini dapat

dihasilkan dengan baik. Dengan demikian, teknologi ini sangat tepat jika

dikembangkan di pedesaan karena selain teknologinya mudah, bahan bakuny a

cukup tersedia.

Beberapa keuntungan yang akan diperoleh dari penggunaan kotoran ternak

sebagai penghasil biogas, sebagai berikut:

1. Biogas yang dihasilkan diharapkan dapat mengurangi ketergantungan

masyarakat terhadap penggunaan minyak yang jumlahnya terbatas dan sangat

mahal.

2. Jika diterapkan oleh masyarakat disekitar hutan yang banyak menggunakan

kayu sebagai bahan bakar, diharapkan dapat mengurangi penebangan kayu

sehingga kelestarian hutan lebih terjaga.

3. Biogas juga dapat digunakan sebagi energi untuk penerang/lampu

4. Teknologi ini dapat mengurangi pencemaran lingkungan, dengan demikian

kebersihan lingkungan lebih terjaga.


5. Selain menghasilkan energi, buangan (sludge) dari alat penghasil biogas ini

juga dapat digunakan sebagai pupuk organik yang baik.

Selain dimanfaatkan untuk biogas kotoran/feses ternak juga dapat

dimanfaatkan sebagai bahan bakar bentuk lain dengan mengubahnya menjadi

briket (bioarang) dan kemudian dijemur/dikeringkan. Briket/bioarang ini telah

dipraktekkan di India dan dapat mengurangi kebutuhan akan kayu bakar.

Bioarang adalah arang yang diperoleh dari pembakaran biomasa kering dengan

sistem tanpa udara (pirolisis). Bioarang mempunyai beberapa kelebihan dibanding

arang biasa

1. Menghasilkan panas pembakaran yang lebih tinggi. Sebagai gambaran energi

yang dihasilkan dari pembakaran kayu 3300 kkal/kg, bioarang dapat

mencapai 5000 kkal/kg

2. Asap yang dihasilkan lebih sedikit

3. Bentuk dan ukuran seragam karena dibuat dengan alat cetak

4. Dapat tampil lebih menarik karena bentuk dan ukurannya dapat disesuaikan

keinginan

5.Menggunakan bahan baku yang tidak menimbulkan masalah lingkungan,

bahkan dapat mengurangi pencemaran akibat kotoran ternak.

Bioarang juga mempunyai kekurangan, antara lain :

1. Biaya pembuatan relatif lebih mahal dibanding arang biasa

2. Cara memulai pembakaran bioarang relatif lebih sulit, namun dapat dibantu

dengan meneteskan minyak tanah atau spiritus pada bioarang.


Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) RPA

a. Survai Lapangan

Survai ini dilakukan untuk mengetahui keadaan di lapangan mengenai jumlah

ayam yang dipotong, jumlah limbah yang dihasilkan, serta kondisi sosial

masyarakatnya.

b. Penentuan Lokasi

Lokasi unit alat pengolah air limbah harus ditentukan sedemikian rupa agar

didapatkan hasil yang memuaskan, baik ditinjau dari segi teknis maupun estetika.

Sedapat mungkin lokasi ditentukan agar mengganggu pemukiman masyarakat

setempat.

c. Ketersediaan Bahan dan Peralatan

Bahan dan peralatan yang diperlukan untuk pembangunan unit pengolahan air

limbah diharapkan dapat dengan mudah didapat di pasaran, sehingga dapat

memberikan kemudahan dalam pengerjaan pembangunan dan biaya konstruksi

dapat ditekan serendah mungkin.

d. Rancangan dan Konstruksi

Disain unit alat pengolah air limbah dirancang berdasarkan jumlah dan kualitas air

baku, serta sesuai dengan ketersediaan lahan yang ada. Prototipe alat pengolah air

limbah tersebut tersebut akan dirancang dalam bentuk yang kompak agar

pemasangan/pembangunan serta operasinya mudah, serta diusahakan

menggunakan energi sekecil mungkin.

e. Pembangunan IPAL RPH dan Pengujian


Karakteristik Alat Setelah alat pengolah air limbah selesai dibangun, dilakukan

pengujian karakteristik alat dan pengujian hasil pengolahan terhadap beberapa

parameter sesuai dengan standar kualitas limbah rumah potong hewan.

f. Pelatihan Pengopersian Alat

Sebelum diserahkan kepada calon pengelola, dilakukan pelatihan pengoperasian

alat serta cara perawatan alat kepada calon pengelola agar alat dapat beroperasi

dengan baik dan terawat.

Proses Pengolahan IPAL

Proses pengolahan air limbah rumah potong hewan dengan sistem biofilter

anaerobaerob dapat dilihat pada Gambar 1. Seluruh air limbah yang berasal dari

kegiatan rumah potong hewan dialirkan melalui saluran pembuang dan dilewatkan

melalui saringan kasar (bar screen) untuk menyaring sampah yang berukuran

besar seperti sampah bulu hewan, daun, kertas, plastik dll. Setelah melalui screen
air limbah dialirkan ke bak pemisah lemak atau minyak. Bak pemisah lemak

tersebut berfungsi untuk memisahkan lemak atau minyak yang berasal dari

kegiatan pemotongan hewan, serta untuk mengendapkan kotoran pasir, tanah atau

senyawa padatan yang tak dapat terurai secara biologis.

Selanjutnya limpasan dari bak pemisah lemak dialirkan ke bak ekualisasi

yang berfungsi sebagai bak penampung limbah dan bak kontrol aliran. Air limbah

di dalam bak ekualisasi selanjutnya dipompa ke unit IPAL.

Di dalam unit IPAL tersebut, pertama air limbah dialirkan masuk ke bak

pengendap awal, untuk mengendapkan partikel lumpur, pasir dan kotoran organik

tersuspesi. Selain sebagai bak pengendapan, juga berfungsi sebagai bak pengurai

senyawa organik yang berbentuk padatan, sludge digestion (pengurai lumpur) dan

penampung lumpur.

Air limpasan dari bak pengendap awal selanjutnya dialirkan ke bak

kontaktor anaerob dengan arah aliran dari atas ke bawah, dan dari bawah ke atas.

Di dalam bak kontaktor anaerob tersebut diisi dengan media dari bahan plastik

tipe sarang tawon. Jumlah bak kontaktor anaerob terdiri dari dua buah ruangan.

Penguraian zat-zat organik yang ada dalam air limbah dilakukan oleh bakteri

anaerobik atau facultatif aerobik. Setelah beberapa hari operasi, pada permukaan

media filter akan tumbuh lapisan film mikro-organisme. Mikro-organisme inilah

yang akan menguraikan zat organik yang belum sempat terurai pada bak

pengendap.
Air limpasan dari bak kontaktor anaerob dialirkan ke bak kontaktor aerob.

Di dalam bak kontaktor aerob ini diisi dengan media dari bahan plastik tipe sarang

tawon, sambil diaerasi atau dihembus dengan udara sehingga mikro organisme

yang ada akan menguraikan zat organik yang ada dalam air limbah serta tumbuh

dan menempel pada permukaan media. Dengan demikian air limbah akan kontak

dengan mikroorganisme yang tersuspensi dalam air maupun yang menempel pada

permukaan media yang mana hal tersebut dapat meningkatkan efisiensi

penguraian zat organik, deterjen serta mempercepat proses nitrifikasi, sehingga

efisiensi penghilangan ammonia menjadi lebih besar. Proses ini sering di namakan

Aerasi Kontak (Contact Aeration).

Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak ini

lumpur aktif yang mengandung massa mikro-organisme diendapkan dan dipompa

kembali ke bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur.

Sedangkan air limpasan (over flow) dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam

bak kontaktor khlor ini air limbah dikontakkan dengan senyawa khlor untuk

membunuh microorganisme patogen. Air olahan, yakni air yang keluar setelah

proses khlorinasi dapat langsung dibuang ke sungai atau saluran umum. Dengan

kombinasi proses anaerob dan aerob tersebut selain dapat menurunkan zat organik

(BOD, COD), ammonia, padatan tersuspensi (SS), phospat dan lainnya.

Anda mungkin juga menyukai