1. DARAH HAIDH
a. MAKNA HAIDH :
Secara Etimologi bermakna : Sailânu asy-Syai’ wa Juryânuhu (sesuatu yang
bercucuran dan mengalir)
Secara Terminologi bermakna : Darah yang dikeluarkan dari rahim seorang
wanita setelah masa baligh (pubertas)-nya pada waktu-waktu tertentu yang
menjadi kebiasaannya.
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin menjelaskan bahwa harah haidh itu adalah darah
thabî’î (alami) yang bukanlah disebabkan karena factor sakit, terluka,
keguguran ataupun persalinan. Oleh sebab haidh itu merupakan darah
alami, maka kondisinya berbeda-beda tergantung kondisi fisik si wanita,
lingkungan, iklim, dll. Karena itu antara satu wanita dengan wanita lainnya
berbeda-beda.
b. SIFAT & KARAKTERISTIK DARAH HAIDH :
Darah haidh keluar dari Rahim wanita, biasa berwarna gelap atau merah
menyala dan berasa panas seakan-akan seperti baru dibakar.
Darah haidh itu cenderung kental namun tidak beku, memiliki aroma yang
khas yang berbeda dengan darah-darah lainnya yang keluar dari arteri
ataupun pembuluh darah, yang dikeluarkan berbarengan dengan luruhnya
sel-sel dinding Rahim.
Haidh itu merupakan sesuatu yang telah ditetapkan bagi seluruh puteri
Adam, sebagaimana dalam hadits Aisyah yang dikeluarkan Bukhari dan
Muslim.
c. TANDA-TANDA DATANG BULAN DAN BERAKHIRNYA
Tanda permulaan datang bulan adalah keluarnya gumpalan darah di saat
terjadinya haidh berupa darah yang gelap pekat dan berbau.
1
Tanda berakhirnya datang bulan adalah diketahui dari terhentinya darah
berwarna kekuningan atau kecokelatan. Untuk mengetahui terhentinya
haidh, bisa dilakukan dengan 2 cara :
o Memeriksa kekeringan, yaitu dengan cara wanita meletakkan kain atau
kapas ke kemaluannya dan diperiksa kekeringan dan warnanya.
o Memeriksa cairan lendir putih, yang merupakan cairan yang keluar saat
terhentinya haidh.
Dalilnya adalah hadits pembantu Aisyah yang bertanya kepada beliau
tentang kapas yang masih berwarna kekuningan, apakah sudah
diperkenankan untuk sholat? Maka Aisyah menjawab : “Janganlah kamu
tergesa-gesa sampai kamu melihat lendir putih [HR Bukhari secara mu’allaq]
d. PERIODE ATAU LAMA WAKTU HAIDH
Ada perbedaan pendapat diantara para ulama dalam hal ini :
o Ahmad dan Syafi’i berpendapat waktu minimalnya adalah 1 hari, dan
waktu maksimalnya adalah 15 hari. Darah yang keluar lebih dari 15 hari,
maka dianggap darah istihâdhoh.
o Malik berpendapat bahwa tidak ada waktu tertentu.
Pendapat yang râjih adalah periode haidh tidaklah ditentukan dengan waktu
tertentu baik minimal atau maksimalnya, dan ini adalah pendapat Syaikhul
Islam dan juga dikuatkan oleh Syaikh Ibnu Utsaimin. Yang jadi patokan
adalah keberadaan haidh itu sendiri, jika tampak darah haidh maka berlaku
padanya hukum wanita haidh, jika tidak tampak padanya darah haidh, maka
ia wajib sholat dan ibadah lainnya.
e. USIA PERTAMA KALI DATANG BULAN
Yang rajih adalah tidak ada batasan usia tertentu kapan awal mula datang
bulan, karena kondisi yang berbeda antara satu wanita dengan wanita
lainnya. Yang jadi patokan adalah di saat usia berapa saja tampak adanya
darah haidh, maka saat itulah dia mengalami haidh. Ini adalah pendapat
Imam ad-Darimi, Syaikhul Islam dan dipegang oleh Syaikh Ibnu ‘Utsaimin.
Lantas, kapan seorang wanita dikatakan telah baligh (pubertas)??
Wanita bisa ditentukan sudah masuk pubertas/baligh, dari salah satu
keempat hal di bawah ini :
1. Apabila usianya genap 15 tahun.
2. Apabila tumbuh rambut pubis pada kemaluannya.
3. Apabila telah bermimpi dan keluar air mani.
4. Apabila telah haidh.
Apabila terhadap salah satu dari keempat hal di atas, maka telah dianggap
baligh dan berlaku padanya hukum seperti wanita dewasa.
f. YANG DILARANG SAAT WANITA HAIDH :
Sholat
Puasa
Jima’
Thowaf
2
g. YANG DIPERBOLEHKAN BAGI WANITA HAIDH
Berdzikir dan membaca al-Qur’an
Sujud tilawah dan sujud syukur
Menyentuh mushaf
Mendengarkan bacaan al-Qur’an
Menghadiri sholat ied (tanpa sholat)
Memasuki masjid
3
2. DARAH NIFAS
a. MAKNA NIFAS:
Darah yang keluar dari rahim disebabkan karena persalinan atau melahirkan.
para ulama berbeda pendapat tentang darah nifas, sbb:
Jumhur ulama berpendapat bahwa darah nifas keluar baik sebelum
melahirkan, saat melahirkan ataupun setelah melahirkan, selama disertai
rasa sakit.
Asy-Syafi’iyah berpendapat bahwa darah nifas hanya yang keluar saat
melahirkan dan setelah melahirkan. Adapun darah yang keluar sebelum
melahirkan, maka tidak dianggap sebagai nifas walaupun disertai rasa sakit.
b. PERIODE DAN LAMA NIFAS :
Pendapat yang terpilih adalah lama waktu nifas adalah maksimal 40 hari.
Imam Tirmidzi berkata : Para ulama dari kalangan sahabat dan setelahnya
bersepakat wanita nifas meninggalkan sholat maksimal selama 40 hari,
kecuali apabia ia melihat dirinya telah suci sebelum itu, maka hendaknya ia
mandi dan sholat.
Ibnu Qudamah berkata : Apabila darah nifas keluar lebih dari 40 hari, maka
apabila bersamaan dengan waktu haidh dianggap haidh. Namun apabila di
luar waktu haidhnya dianggao darah istihadhah.
c. DARAH YANG KELUAR SAAT KEGUGURAN
Apabila kegugurannya sebelum usia janin 40 hari, maka darah yang keluar
tidak dihukumi sebagai darah nifas. Namun dihukumi sebagai darah
istihadhah, ia wajib sholat dan puasa.
Apabila kegugurannya setelah usia janin 80 hari, maka darah yang keluar
dihukumi sebagai darah nifas.
Apabila kegugurannya usia janin antara 40 sampai 80 hari, maka
diperhatikan kondisi janin. Jika tampak sempurna tubuhnya maka dianggap
darah nifas. Jika tidak, maka tidak dianggap nifas.
d. HAL-HAL YANG BERKAITAN SAAT PERIODE NIFAS
Apabila seorang wanita mendapati keluarnya darah sehari atau dua hari
sebelum kelahiran, apakah boleh meninggalkan sholat dan puasa?
Apabila seorang wanita terhenti darahnya sebelum 40 hari, apakah sudah
boleh sholat dan puasa?
Apabila seorang wanita terhenti darahnya sebelum 40 hari sedangkan dia
sudah mandi dan sholat, namun keluar darah lagi sebelum hari ke-40,
apakah yang dia lakukan?
Apabila seorang wanita keluar darah lebih dari 40 hari, bagaimana
kondisinya? Bolehkah suaminya menggaulinya?
Apabila seorang wanita terhenti darahnya sebelum 40 hari lalu suaminya
menyetubuhinya, namun keluar darah lagi sebelum hari ke-40, bagaimana
hukumnya?
4
Bagaimana hukum wanita yang melahirkan dan tidak mengeluarkan darah
apapun?
Bolehkah suami menikmati isterinya yang sedang nifas tanpa melakukan
persetubuhan?
3. DARAH ISTIHADHAH.
a. MAKNA ISTIHADHAH :
Darah yang keluar di luar waktu haidh dan nifasnya, baik terpisah
(munfashal) ataupun bersambung (muttashal).
Darah istihadhah bukanlah darah kebiasaan, darah normal dan bukan darah
alami.
Hukum wanita yang mengalami istihadhah adalah suci, tidak menghalangi
dirinya dari sholar, puasa dan jima’ berdasarkan ijma’ ulama.
b. PERIODE DAN LAMA ISTIHADHAH :
Tidak ada batasan periode dan lama waktu istihadhah, karena ini darah di
luar kebiasaan, abnormal dan tidak alami.
c. BAGAIMANA MENENTUKAN ISTIHADHAH :
Apabila darah yang keluar munfashal (terpisah) dari haidh dan nifasnya,
maka bisa dengan mudah ditentukan.
Apabila darah yang keluar muttashal (bersambung) dengan haidh dan nifas,
maka dalam kondisi ini seorang wanita tidak lepas dari 4 kondisi :
1. Wanita yang mengetahui kebiasaan waktu haidhnya, maka ditunggu
hingga periode haidhnya berlalu, kemudian dia mansdi dan sholat.
Karena darah yang keluar di luar kebiasaannya dianggap darah
istihadhah.
2. Wanita yang tidak mengetahui kebiasaan waktu haidhnya, namun ia bisa
membedakan antara sifat darah haidh dan selainnya, maka hendaknya
ia melihat darah yang keluar dari kemaluannya. Jika sifat darah yang
keluar berbeda dengan darah haidh, maka ia mandi dan sholat.
3. Wanita yang pertama kali mengalami haidh (mubtada`ah) dan tidak
mengetahui periode dan sifat darah haidhnya, maka disandarkan kepada
mayoritas waita pada umumnya atau keluarga wanita terdekatnya.
4. Wanita yang lupa sama sekali kebiasaan haidhnya dan tidak mampu
membedakan antara haidh dengan selainnya, maka menurut ulama
kondisinya disamakan dengan wanita mubtada`ah.
d. BAGAIMANA WANITA MUSTAHADHAH MELAKUKAN SHOLAT :
Hendaknya ia tetap berwudhu setiap hendak sholat.
Mengakhirkan waktu sholat, misal melaksanakan sholat zhuhur di akhir
waktu dan ashar di awal waktu, demikian pula mengakhirkan maghrib dan
mengawalkan isya.
Dianjurkan untuk Mandi di setiap kali akan sholat.
e. HUKUM-HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN WANITA ISTIHADHAH
Wanita mustahadhah statusnya sama dengan wanita suci.
5
Wanita mustahadhah diwajibkan untuk sholat, puasa, dll dan
diperkenankan untuk membaca a-Qur’an, memegang mushaf, dll.
Wanita mustahadhah yang telah berwudhu lalu keluar darahnya baik
banyak atau sedikit, maka tidak mempengaruhi wudhu dan sholatnya.
Wanita mustahadhah diperbolehkan bersetubuh dengan suaminya di laur
waktu haidh dan nifasnya.
Wanita mustahadhah diperbolehkan ikut i’tikaf di Masjid.
f. BEDA DARAH HAIDH DENGAN DARAH ISTIHADHAH