Anda di halaman 1dari 14

MACAM – MACAM DARAH

Darah Terputus-Putus, Bingung Antara Haid dan Istihadhah

Banyak wanita mengeluh karena siklus haid yang kadang tidak teratur. Tak jarang ada yang
mengalami haid beberapa hari, kemudian berhenti darahnya, lalu selang beberapa hari keluar lagi,
padahal masih dalam satu fase haid dan di bulan yang sama.

Ada pula wanita yang sudah terbiasa haid teratur dan stabil tapi tiba-tiba berubah menjadi tidak
teratur karena sebab tertentu, misalnya habis melahirkan, atau sedang memakai alat kontrasepsi.

Wanita Dengan Siklus Haid Yang Teratur

Dalam ilmu Fiqih ada istilah Mu’taadah, artinya: Wanita yang punya kebiasaan haid yang stabil dan
teratur. Patokannya bukan tiap tanggal berapa dia haid setiap bulannya, akan tetapi berapa hari
lamanya mengalami haid setiap bulannya.

Setiap wanita Mu’tadah berbeda mengenai berapa lama kebiasaan haidnya, ada yang biasa
mengalami haid 6 hari, ada yang terbiasa 7 hari, 8 hari, atau mungkin 10 hari di tiap bulannya.
Biasanya, wanita akan tahu kebiasaannya apabila sudah mengalami 3 kali haid dan setiap haid itu
durasinya selalu stabil dan teratur.

Seluruh ulama ahli Fiqih sepakat jika darah Mu’tadah sudah tidak keluar lagi sebelum kebiasaan
masa haidnya berakhir, maka wanita ini sudah suci dan boleh menunaikan shalat. Jika wanita
terbiasa mengalami haid selama 6 hari, sedangkan pada satu waktu haid darahnya sudah berhenti
di hari ke-4 dan tidak keluar lagi, maka ia sudah masuk masa suci mulai sejak berhentinya darah.

Akan tetapi dalam kondisi demikian, para ulama berbeda pendapat mengenai bolehnya jima’
dengan suami. Menurut jumhur (mayoritas) ulama fiqih dari madzhab Maliki, Syafi'i dan Hambali ia
sudah boleh berjima dengan suaminya, karena memang sudah suci. Walaupun ulama dari kalangan
madzhab Hanafi belum membolehkan itu sampai berlalu masa kebiasaan haidnya untuk ihtiyath atau
berhati-hati. (lihat al-Mausu'ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, jilid 18, hal. 304)

wanita Dengan Siklus Haid Tidak Teratur

Bagaimana dengan para wanita yang siklus haidnya tidak teratur? Bisa jadi teratur di satu fase, tapi
bisa jadi di waktu-waktu berikutnya tidak teratur lagi. Banyak yang mengalami berhentinya darah di
tengah-tengah waktu kebiasaan, kemudian setelah bersuci ternyata keluar lagi. Adapula yang
darahnya masih keluar padahal sudah melewati jumlah hari kebiasaan haid.

Berikut ini Penulis akan jelaskan pendapat para ulama Fiqih mengenai pertanyaan-pertanyaan di
atas:

a. Madzhab Hanafi
Madzhab hanafi sangat menggaris bawahi istilah Mu’tadah dan bukan Mu’tadah dalam menentukan
darah haid dan istihadhah. Menurut madzhab ini, Mu’tadah yang darahnya keluar melewati masa
kebiasaan haidnya maka dihukumi istihadhah. Misalnya, bila ada wanita terbiasa haid 7 hari pada
tiap bulannya, kemudian pada satu masa haid ternyata darahnya tetap mengalir di hari selanjutnya,
maka darah yang keluar melewati 7 hari itu dianggap istihadhah.

Begitupula bila wanita terbiasa haid selama 6 hari, kalau tiba-tiba darahnya masih belum berhenti di
hari ke-7 maka darah yang keluar di hari ke-7 dan selanjutnya itu dihukumi sebagai darah istihadhah.

Namun jika pada tiap bulannya ia terbiasa keluar haid melebihi 10 hari (misalnya terbiasa mengalami
haid 11 hari atau 13 hari), maka yang dihukumi sebagai haid adalah 10 hari pertama, dan darah
yang keluar melewati 10 hari dianggap istihadhah. Sebab menurut madzhab ini masa maksimal
keluarnya darah haid adalah 10 hari 10 malam. Maka darah yang keluar melewati batas 10 hari
dihukumi istihadhah.

Bila darah terputus di tengah-tengah masa haid

Madzhab Hanafi berpendapat bahwa wanita yang mengalami terputusnya darah haid, lalu beberapa
hari kemudian darahnya keluar lagi, maka darah kedua ini dianggap darah haid juga. Dengan syarat
darah kedua ini keluar di dalam masa rentang 10 hari (masa maksimal haid menurut madzhab ini)

Apakah saat darah teputus wanita boleh shalat atau tidak?

Madzhab Hanafi mewajibkan wanita untuk menunaikan shalat di saat darahnya sedang berhenti
keluar. Misalnya, bila wanita haid di tanggal 1-4 lalu darahnya berhenti di tanggal 5-6, kemudian
darah keluar lagi di tanggal 7-9. Pada kondisi ini, tanggal 1-4 dan tanggal 7-9 si wanita tidak boleh
shalat karena sedang haid, sedangkan di tanggal 5-6 saat darah berhenti si wanita tetap wajib
shalat.

b. Madzhab Maliki

Apabila darah keluar di hari pertama, lalu terputus, kemudian keluar lagi. Maka darah yang pertama
dan kedua dianggap satu fase darah haid. Dengan syarat bahwa darahnya tidak terputus atau tidak
berhenti lebih dari 15 hari (yakni masa minimal suci menurut madzhab ini).

Pada masa terputusnya / berhentinya darah itu, ia wajib melaksanakan shalat krna ia dianggap suci.
Dan saat darah haid keluar lagi (dalam rentang masa 15 hari tersebut), maka ia kembali dianggap
haid dan tidak boleh menunaikan shalat.

Misalnya, bila seorang wanita keluar haid di tanggal 1-5, kemudian darahnya terputus atau berhenti
di tanggal 6-8, kemudian ternyata keluar lagi darahnya di tanggal 9-10. Maka, tanggal 1-5 dan
tanggal 9-10 ia berada dalam keadaan haid, sedangkan tanggal 6-8 dianggap suci dan wajib
melaksanakan shalat.
Teori dari madzhab Hanafi dan Maliki mengenai terputusnya darah di tengah-tengah masa haid
agaknya hampir sama, hanya saja dua madzhab ini berbeda dalam menetapkan masa minimal dan
maksimal haid.

Menurut Madzhab Hanafi, masa minimal haid adalah 3 hari, sedangkan maksimalnya adalah 10
hari. Sedangkan menurut madzhab Maliki, masa minimal haid adalah beberapa tetes saja,
sedangkan maksimalnya adalah 18 hari bagi Mu’tadah dan 15 hari bagi yang bukan Mu’tadah.

c. Madzhab Syafi'i

Ulama dari madzhab Syafi’i berpendapat bahwa darah yang berhenti kemudian keluar lagi dianggap
seluruhnya satu 'paket' haid. Artinya, bahwa jika wanita haid mengalami masa
terputusnya/berhentinya darah yang disusul keluarnya darah kedua, semua masa itu dianggap masa
haid. Dengan syarat:

1. sejak pertama darah keluar hingga habisnya darah kedua itu tidak melebihi masa maksimal haid
(15 hari).

2. darah yang berhenti itu ada di antara 2 masa keluarnya darah yang sempat terputus.

3. darah pertama yang belum sempat terputus sudah keluar minimal sehari semalam.

(Mughni al-Muhtaj juz 1 hal. 119)

Misalnya: bila wanita mengalami haid pada tanggal 1-4, kemudian darah terputus dan tidak keluar di
tanggal 5-7, lalu darah keluar lagi di tanggal 8-12, maka dari tanggal 1 hingga tanggal 12 dianggap
seluruhnya dalam keadaan haid. Konsekwensinya, selama 12 hari itu ia dilarang menunaikan shalat.

Madzhab ini sepertinya lebih memudahkan para wanita untuk menghitung hari-hari haidnya. Apalagi
bagi wanita yang siklus haidnya tidak teratur.

d. Madzhab Hambali

Pendapat dar madzhab ini lebih sederhana, yakni apabila darah haid wanita berhenti, baik karena
terputus atau tidak, maka ia dihukumi sebagaimana wanita yang suci. Dan jika darahnya keluar lagi
pada rentang masa 'aadah atau kebiasaan haidnya, maka berarti ia kembali haid dan tidak boleh
melaksanakan shalat. (al-Kaafi juz 1 hal. 186)

Demikian pendapat dari masing-masing madzhab muktamad. Mudah-mudahan dapat membantu


para muslimah dalam menentukan haid dan tidaknya. Hal ini penting, sebab dengan mengetahuinya,
para muslimah dapat mengerti kapan ia harus melaksanakan ibadah-ibadah tertentu seperti shalat
dan puasa, dan kapan ia tidak boleh melaksanakannya.

Wallahu A’lam Bisshawab.


Hukum Seputar Darah Wanita: Darah Nifas
Waktu persalinan adalah salah satu momen paling mendebarkan bagi seorang wanita. Karena
momen ini merupakan bagian dari jihad teragung kaum wanita. Di mana seorang wanita yang
meninggal saat melahirkan bahkan termasuk golongan manusia yang mati syahid (HR. Abu Dawud
dan Ahmad). Setelah momen ini, seorang wanita akan memulai babak baru kehidupannya menjadi
seorang ibu yang mempunyai kewajiban mendidik buah hatinya. Dan sebaik-baik pendidikan untuk
anak adalah dengan pendidikan agama.

Ternyata, momen penting ini pun tak lepas dari perhatian syariat karena pada saat persalinan
seorang wanita akan mengeluarkan darah nifas. Sebagaimana haid dan istihadhah, darah nifas
termasuk jenis darah yang biasa terjadi pada wanita. Oleh karena itu, para muslimah hendaknya
mengetahui hukum-hukum seputar darah nifas.

Apakah Darah Nifas itu??


Nifas adalah darah yang keluar dari rahim karena melahirkan. Baik darah itu keluar bersamaan
ketika proses melahirkan, sesudah atau sebelum melahirkan, yang disertai dengan dirasakannya
tanda-tanda akan melahirkan, seperti rasa sakit, dll. Rasa sakit yang dimaksud adalah rasa sakit
yang kemudian diikuti dengan kelahiran. Jika darah yang keluar tidak disertai rasa sakit, atau disertai
rasa sakit tapi tidak diikuti dengan proses kelahiran bayi, maka itu bukan darah nifas.

Selain itu, darah yang keluar dari rahim baru disebut dengan nifas jika wanita tersebut melahirkan
bayi yang sudah berbentuk manusia. Jika seorang wanita mengalami keguguran dan ketika
dikeluarkan janinnya belum berwujud manusia, maka darah yang keluar itu bukan darah nifas. Darah
tersebut dihukumi sebagai darah penyakit (istihadhah) yang tidak menghalangi dari shalat, puasa
dan ibadah lainnya.

Perlu ukhty ketahui bahwa waktu tersingkat janin berwujud manusia adalah delapan puluh hari
dimulai dari hari pertama hamil. Dan sebagian pendapat mengatakan sembilan puluh hari.

Sebagaimana hadits dari Ibnu Mas’ud sradhiyallahu ‘anhu , bahwasanya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memberitahukan kepada kami, dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
orang yang benar dan yang mendapat berita yang benar, “Sesungguhnya seseorang dari kalian
dikumpulkan penciptaannya dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk nuthfah, kemudian
menjadi ‘alaqah seperti itu pula, kemudian menjadi mudhghah seperti itu pula. Kemudian seorang
malaikat diutus kepadanya untuk meniupkan ruh di dalamnya, dan diperintahkan kepadanya untuk
menulis empat hal, yaitu menuliskan rizkinya, ajalnya, amalnya, dan celaka atau bahagianya.” (HR.
Bukhari dan Muslim)

Menurut Ibnu Taimiyah, “Manakala seorang wanita mendapati darah yang disertai rasa sakit
sebelum masa (minimal) itu, maka tidak dianggap sebagai nifas. Namun jika sesudah masa minimal,
maka ia tidak shalat dan puasa. Kemudian apabila sesudah kelahiran ternyata tidak sesuai dengan
kenyataan (bayi belum berbentuk manusia-pen) maka ia segera kembali mengerjakan kewajiban.
Tetapi kalau ternyata demikian (bayi sudah berbentuk manusia-pen), tetap berlaku hukum menurut
kenyataan sehingga tidak perlu kembali mengerjakan kewajiban.” (kitab Syarhul Iqna’)

Secara ringkas dapat disimpulkan beberapa hal untuk mengenali darah nifas:

1. Nifas adalah darah yang keluar dari rahim disebabkan melahirkan, baik sebelum, bersamaan
atau sesudah melahirkan
2. Disertai dengan tanda-tanda akan melahirkan (seperti rasa sakit, dll) yang diikuti dengan
proses kelahiran
3. Bayi yang dilahirkan/ dikeluarkan sudah berbentuk manusia (terdapat kepala, badan dan
anggota tubuh lain seperti tangan dan kaki, meskipun belum sempurna benar)

Lama Keluarnya Darah Nifas


Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin dalam Risalah fid Dima’ Ath-Thabi’iyah lin Nisa
mengatakan bahwa ulama berbeda pendapat tentang apakah nifas itu ada batas minimal dan
maksimalnya.

Adapun Syaikh ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi al Khalafi di dalam Al Wajiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitabil
‘Aziz mengatakan bahwa nifas ada batas maksimalnya, yaitu empat puluh hari. Pendapat beliau
berdasarkan hadits dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha. Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha
berkata, “Kaum wanita yang nifas tidak shalat pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
selama empat puluh hari.” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi. Hadits hasan shahih). Waktu empat puluh
hari dihitung sejak keluarnya darah, baik darahnya itu keluar bersamaan, sebelum atau sesudah
melahirkan.
Pendapat yang kuat, insyaa Allah, pada dasarnya tidak ada batasan minimal atau maksimal lama
waktu nifas. Waktu empat puluh hari adalah kebiasaan sebagian besar kaum wanita. Akan tetapi
apabila sebelum empat puluh hari wanita tersebut telah suci, maka ia wajib mandi dan melakukan
ibadah wajibnya lagi.

Mengenai banyaknya darah, juga tidak ada batasan sedikit atau banyaknya. Selama darah nifas
masih keluar maka sang wanita belum wajib mandi (bersuci).

Secara ringkas, ada beberapa kondisi wanita yang sedang nifas:

1. Darah nifas berhenti keluar sebelum 40 hari dan tidak keluar lagi setelah itu. Maka sang
wanita wajib mandi (bersuci) dan kemudian melakukan ibadah wajibnya lagi, seperti shalat
dan puasa, dll.
2. Darah nifas berhenti keluar sebelum 40 hari, akan tetapi kemudian darah keluar lagi sebelum
hari ke-40. Maka, jika darah berhenti ia mandi (bersuci) untuk shalat dan puasa. Jika darah
keluar, ia harus meninggalkan shalat dan puasa. Akan tetapi, bila berhentinya darah kurang
dari sehari, maka tidak dihukumi suci.
3. Darah nifas terus keluar dan baru berhenti setelah hari ke-40. Maka sang wanita harus mandi
(bersuci).
4. Darah terus keluar hingga melebihi waktu 40 hari. Ada beberapa kondisi:
1. Darah nifas berhenti dilanjutkan keluarnya darah haid (berhentinya darah nifas
bertepatan waktu haid), maka sang wanita tetap meninggalkan shalat dan puasa.
Darah yang keluar setelah 40 hari dihukumi sebagai darah haid. Sang wanita baru
wajib mandi (bersuci) setelah darah haid tidak keluar lagi.
2. Darah tetap keluar setelah 40 hari dan tidak bertepatan dengan kebiasaan masa haid,
ulama berbeda pendapat mengenai hal ini. Menurut ulama yang berpendapat bahwa
lama maksimal nifas adalah 40 hari, menilai darah yang keluar setelah 40 hari sebagai
darah fasadh (penyakit) yang statusnya adalah sebagaimana istihadhah. Sedangkan
menurut ulama yang berpendapat bahwa tidak ada batasan minimal dan maksimal
lama nifas, mereka menilai darah yang keluar setelah 40 hari tetap sebagai darah
nifas. Pendapat inilah yang lebih kuat, insya Allah.

Akan tetapi, jika ingin berhati-hati, setelah 40 hari dinilai suci. Sehingga sang wanita bersuci untuk
melaksanakan shalat dan puasa, meski darah tetap keluar. Akan tetapi hal ini tidak berlaku pada 2
keadaan:

 Ada tanda bahwa darah akan berhenti/ makin sedikit. Maka sang wanita menunggu darah
berhenti keluar, baru kemudian mandi (bersuci)
 Ada kebiasaan dari kelahiran sebelumnya, maka itu yang dipakai. Misal, sang wanita telah
mengalami beberapa kali nifas yang lamanya 50 hari. Maka batasan ini yang dipakai.

Hal-hal yang Diharamkan bagi Wanita yang Nifas


Para ulama telah bersepakat bahwa wanita yang sedang nifas diharamkan melakukan apa saja yang
diharamkan bagi wanita yang haid. Antara lain,
1. Sholat.
Wanita yang haid dan nifas haram melakukan shalat fardhu maupun sunnah, dan mereka
tidak perlu menggantinya apabila suci. (Ibnu Hazm di dalam kitabnya al-Muhalla)
2. Puasa.
Wanita yang sedang nifas tidak boleh melakukan puasa wajib maupun sunnah. Akan tetapi ia
wajib mengqadha puasa wajib yang ia tinggalkan pada masa nifas. Berdasarkan hadits
Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Ketika kami mengalami haid, kami diperintahkan untuk
mengqadha puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat.” (Muttafaq ‘alaih)
3. Thawaf.
Wanita haid dan nifas diharamkan melakukan thawaf keliling ka’bah, baik yang wajib maupun
sunnah, dan tidah sah thawafnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada
Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Lakukanlah apa yang dilakukan jamaah haji, hanya saja jangan
melakukan thawaf di ka’bah sampai kamu suci.” (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Jima’.
(lihat sub judul “Hukum Suami yang Bercampur dengan Istri yang sedang Nifas”)
5. Tidak bleh diceraikan.
Diharamkan bagi suami menceraikan istrinya yang sedang haid atau nifas. Allah Ta’ala
berfirman, yang artinya, “Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah
kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (dengan wajar).”
(Qs. ath-Thalaq: 1)

Hukum-hukum Seputar Nifas


Tidak ada perbedaan hukum antara haid dan nifas, kecuali beberapa hal di bawah ini:

1. Iddah
Apabila wanita tidak sedang hamil, masa iddah dihitung dengan haid, bukan dengan nifas.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Wanita-wanita yang dicerai hendaklah menahan diri (menunggu)
tiga kali quru’…” (Qs. al-Baqarah: 228)
Menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, yang dimaksud ‘quru‘ adalah haid, dan inilah
pendapat yang lebih kuat, insyaa Allah. Oleh karena itu, masa iddah dihitung berdasarkan haid,
bukan nifas. Sebab, jika suami menceraikan istrinya sebelum melahirkan, masa iddahnya habis
karena melahirkan, bukan karena nifas. Adapun jika suami menceraikan istrinya setelah melahirkan,
maka masa iddahnya adalah sampai sang istri mendapat 3 kali haid.

2. Masa Ila’
Ila’ adalah sumpah seorang laki-laki untuk tidak melakukan jima’ terhadap istrinya selamanya atau
lebih dari empat bulan. Setelah masa empat bulan, bila sang istri meminta untuk berhubungan, maka
sang suami harus memilih antara jima’ atau bercerai.

Masa haid termasuk hitungan masa ila’, sedangkan masa nifas tidak. Jadi, apabila seorang suami
bersumpah untuk tidak berjima’ dengan istrinya, sedangkan istrinya sedang dalam keadaan nifas,
maka masa ila’ ditetapkan empat bulan ditambah masa nifas. Setelah masa itu, bila sang istri
meminta untuk melakukan jima’, sang suami harus memilih apakah jima’ atau bercerai.

3. Balighnya seorang wanita dihitung dari saat haid pertama kali, bukan nifas.
Hukum Suami yang Bercampur dengan Istri yang sedang Nifas
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Menggauli wanita nifas sama halnya dengan
wanita haid, hukumnya haram menurut kesepakatan ulama.” (Lihat Majmu’ Fatawa)
Allah Ta’ala berfirman, yang artinya, “Mereka bertanya kepadamu tentang wanita haid, maka
katakanlah, “Bahwa haid adalah suatu kotoran, maka janganlah kalian mendekati mereka sebelum
mereka suci.” (Qs. al-Baqarah: 222)

Seorang suami boleh sekedar bercumbu dengan istri yang sedang nifas asal tidak sampai jima’.
Akan tetapi bila sampai terjadi jima’, para ulama berselisih pendapat apakah wajib membayar
kaffarah (denda) ataukah tidak (Lihat al-Mughni oleh Imam Ibnu Qudamah rahimahullah).

Pendapat yang lebih kuat, insya Allah, wajib membayar kaffarah. Hal ini berdasarkan hadits Ibnu
Abbas sradhiyallahu ‘anhu . Dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam , ketika berbicara tentang seorang
suami yang mencampuri istrinya di waktu haid, Rasulullah bersabda, “Hendaklah ia bershadaqah
satu dinar atau separuh dinar.” (Shahih Ibnu Majah no:523, ‘Aunul Ma’bud 1:445 no:261, Nasa’ai
I:153, Ibnu Majah 1:210 no:640. Hadits ini dishahihkan oleh Al-Albani)

Adapun apabila seorang wanita telah suci dari nifas sebelum 40 hari, kebanyakan ulama
berpendapat bahwa suami tidak dilarang untuk menggaulinya. Dan inilah pendapat yang kuat.
Karena tidak ada dalil syar’i yang melarangnya.

Riwayat yang ada hanyalah dari Imam Ahmad dari Utsman bin Abu Al-Ash bahwa istrinya datang
kepadanya sebelum empat puluh hari, lalu ia berkata, “Jangan engkau dekati aku!” Akan tetapi,
ucapan Utsman tersebut bukan berarti seorang suami terlarang menggauli istrinya. Sikap Utsman
tersebut mungkin timbul karena kehati-hatiannya, yaitu khawatir istrinya belum suci benar, atau takut
dapat mengakibatkan pendarahan disebabkan senggama atau hal lain. (Lihat al-Wajiz fii Fiqhis
Sunnah wal Kitabil ‘Aziz)

Karena itu, apabila pada diri seorang suami atau istri timbul keragu-raguan, maka hendaklah
memastikan dahulu, apakah sang istri benar-benar telah suci dari darah nifasnya. Karena secara
medis, jima’ aman dilakukan bila sang istri telah melewati masa nifas, kecuali bila saat itu sang istri
langsung mengalami haid, terjadi perdarahan, atau sedang menjalani terapi tertentu. Apabila masih
ragu, hendaklah berkonsultasi dengan dokter. Apakah kondisi sang istri telah normal dan benar-
benar pulih secara medis sehingga bisa dicampuri oleh suaminya. Karena dalam hal ini kondisi
setiap wanita berbeda-beda. Tidak selayaknya seorang muslim melakukan hal yang berbahaya dan
membahayakan orang lain.
Wallahu Ta’ala a’lam.
ISTIHADHOH

A.Definisi istihadloh

Yaitu darah yang keluar dari vagina di luar masa-masa haid dan nifas.

B. Sifat dan warna darah

Sebelum membahas istihadloh yang perlu diperhatikan adalah mengetahui kuat dan
lemahnya darah. Kuat dan lemahnya darah dipengaruhi oleh warna dan sifat darah sebagai
mana berikut:

Warna Darah
1.Hitam
2.Merah

3. Merah kekuning -kuningan


4.Kuning
5.Keruh

Sifat darah

a. Kental

b. Cair

c. Berbau busuk/anyir.

d. Tidak berbau

Untuk menetapkan Hukumnya haid,kita harus tahu sifat- sifatnya darah serta dapat
membedakan antara darah kuat dan darah lemah.darah yang dikeluarkan oleh wanita
istikhadoh terkadang terbagi dalam 2 tingkatan: 1.Darah kuat (misal:Hitam-kental-berbau)
2. darah lemah ( misal:kuning-cair-tidak bau)

Namun adakalanya terbagi dalam 3 tingkatan


1.Darah kuat (misal:Hitam-kental-berbau)
2.Darah lemah ( misal:kuning-cair-tidak bau)
3. Darah lebih lemah (missal; keruh-cair-tidak bau)

Darah kuat adalah darah yang sifat kuatnya lebih banyak


dibanding darah lainya (lemah)
Warna hitam lebih kuat dibanding warna merah,merah semu kuning,kuning dst.begitu juga
darah merah lebih kuat dibanding darah warna kuning dst.semua

diurutkan sesuai urutan yg tertulis diatas.


Darah hitam,kental dan berbau lebih kuat jika dibanding
dengn darah
-Merah-kental-berbau

-Merah semu kuning-kental-berbau

-Hitam -kental-tidak bau

-Hitam -cair -berbau dst

Sebab darah hitam-kental-berbau memiliki 3 sifat yang mendorong kearah kuat sedang
darah yang lainya hanya memiliki 2 sifat yang mendorong kearah kuat.

Namun jika warna dan sifat yang mendorong kearah kuat jumlahnya sama maka yang
dihukumi darah kuat adalah darah yang keluar lebih dahulu.
Contoh :

Keluar darah Hitam,Kental,tidak bau.....7 hari Keluar darah merah ,kental,berbau.....10 hari
Maka yang dianggp darah kuat adalh yg 7 hari ( keluar
lebih dulu)

Peringatan.....!!!ISTILAH DARAH KUAT DAN DARAH

LEMAH hanya berlaku pada wanita yang mengalami Istikhadoh.sedang wanita yang
mengeluarkan darah TIDAK LEBIH dari 15 hari ( bg haid) dan tidak lebih dari 60 hari ( bagi
Nifas) tidak ada istilah hokum darah kuat/lemah tapi SEMUA DARAH DIHUKUMI HAID/ NIFAS.

C. Pembagian Mustahadloh

Wanita yang mengalami istihadloh terbagi menjadi 7 macam yaitu:

o 1. Mubtadi'ah mumayyizah.Yaitu, wanita yang baru pertama kali mengalami haidl dan
darah yang keluar melebihi maksimal haidl (15 hari 15 malam) serta darah dapat
dibedakan antara yang kuat dan yang lemah. Bagi mustahadloh ini ketentuan hukumnya
sebagai berikut;
Darah kuat dihukumi haidl.

Darah lemah dihukumi istihadloh.Wanita semacam ini disebut mumayyizah jika


memenuhi empat syarat;
a. Darah kuat tidak kurang dari 1 hari 1 malam (24 jam).

b. Darah kuat tidak melebihi 15 hari 15 malam.

c. Darah lemah tidak kurang dari 15 hari 15 malam Uk darah lemah terletak diantara
darah kuat) d.tidak selang seling antara darah kuat dan darah lemah.bila salah satu dari
empat syarat di atas tidak terpenuhi maka dia termasuk kategori mubtadi'ah ghoiru
mumayyizah yang akan dijelaskan nanti.
Contoh 1; Seorang wanita yang beIurn pernah haidl mengeluarkan darah sebagai berikut:

-Darah kuat 5 hari.

-Darah lemah 25 hari.

Maka 5 hari dihukumi darah haidl dan 25 hari dihukumi istihadloh .

Contoh 2: Seorang wanita yang belum pernah haidl mengeluarkan darah sebagai berikut
:
-Darah kuat 3 hari

-Darah lemah 16 hari

-Darah kuat 7 hari.

Maka darah kuat pertama (3 hari) dan darah kuat kedua (7 hari) dihukumi haidl dan 16
hari darah lemah dihukumi istihadloh .Bagi mubtadi'ah mumayyizah dalam
melaksanakan mandi pada bulan pertama dia harus menanti setelah 15 hari dan
mengqodlo' sholat yang ditinggalkan pada waktu mengeluarkan darah lemah.
Sedangkan pada buIan ke 2 dan selanjutnya jika darah masih keluar, maka wajib mandi
di saat ia telah melihat perpindahan sifat dari darah kuat ke darah lemah dan wajib
melakukan sholat dan lain-lain.

o 2. Mubtadi'ah Ghoiru MumayyizahYaitu wanita yang baru pertama kali mengalami haid
dan darah yang keluar melebihi batas maksimal haidl serta dalam satu warna atau lebih
namun tidak memenuhi 4 syarat yang terdapat dalam mubtadi'ah mumayyizah.
Ketentuan hukumnya adalah sehari semalam awal dihukumi haidl dan selebihnya
dihukumi istihadloh untuk tiap bulannya.
Hal ini kalau ia ingat betul kapan mulai mengeluarkan darah. Apabila tidak ingat maka
tergolong mustahadloh mutahayyiroh.
Untuk bulan pertama mandinya harus menanti 15 hari dan mengqodlo' sholat selama 14
hari. Untuk bulan kedua setelah sehari semalam langsung mandi dan mengerjakan
sholat.Contoh; mengeluarkan darah selama 1 bulan. Semua sifatnya sama, maka yang
dihukumi haidl hanya 1 hari 1 malam yang pertam a. Dan selebihnya dihukumi istihadloh
.
o 3. Mu'tadah MumayyizahYaitu wanita yang sudah pernah haidl dan suci. Kemudian ia
mengeluarkan darah melebihi batas maksimal haidl (15 hari 15 malam). Serta darah yang
keluar dapat dibedakan antara yang kuat dan lemah dan memenuhi syarat- syarat,
mubtadi'ah mumayyizah .Hukum wanita jenis ini ialah persis sebagaimana mubtadiah
mumayyizah. Yaitu darah kuat dihukumi haidl dan darah lemah dihukumi ist iha dloh, begitu
pula masalah kewajiban mandinya .
Contoh; Wanita yang adat haidnya 7 hari
mengeluarkan darah selama 27 hari, dengan perincian

Darah kuat 12 hari


Darah lemah 15 hari
Maka dia mengalami haidl selama 12 hari dan 15 hari ist iha dloh. (TIDAK DISAMAKAN
ADAT)Namun jika antara darah kuat dan adat, terpisah oleh masa 15 hari (aqollu at-thuhri),
maka darah lemah yang jumlahnya sama dengan kebiasaan haidlnya, serta darah kuat yang
keluar setelahnya dihukumi
istihadloh .
Contoh; wanita yang kebiasaan haidlnya 3 hari,
mengeluarkan darah selama 21 hari, dengan perincian;
Darah lemah 19 hari
Darah kuat 2 hari
Maka haidlnya adalah 3 hari pertama, sesuai adatnya, dan 2 hari terakhir. Karena 2 hari
itu, keluar setelah darah lemah melewati masa aqollu at-thuhri (15 hari) . Sedangkan
darah 16 hari di tengah-tengah dihukumi istihadloh .

o 4. Mu'tadah Ghoiru Mumayyizah Dzakiroh Li 'Adaatiha Qodron Wa Waqtan

Yaitu wanita yang sudah pernah haidl dan su ci. Kemudian ia mengeluarkan darah
melebihi batas maksimal haidl (15 hari 15 malam) dalam satu warna atau lebih satu
warna, akan tetapi tidak memenuhi 3 syarat mubtadi'ah mumayyizah. Dania ingat
kebiasaan lama dan mulai haidl yang pernah ia alami.Sedangkan ketentuan haidl dan
sucinya disesuaikan dengan adat nya .adat yang dijadikan pedoman/ acuan, adalah haid
yang terakhir kecuali jika adat haidnya berubah-ubah yang membentuk aturan. ( atau
mencapai satu putaran misal adat haidnya 7-9,7-9)Contoh; Bulan pertama haidl selama
5 hari mulai awal bulan dan suci selama 25 hari.
Kemudian mulai bulan kedua mengalami istihadloh beberapa bulan. Darah kuat dan
lemah tidak bisa dibedakan (dalam satu warna) atau lebih dari satu warna akan tetapi
tidak memenuhi 3 syarat mumayyizah, maka 5 hari pertama dihukumi haidl (mengikuti
adatnya), 25 hari dihukumi istihadloh.
Begitu pula untuk bulan berikut nya.

o 5. Mu'tadah Ghoiru Mumayyizah Nasi'ah Li Adatiha Qodron Wa WaktanYaitu


wanita yang sudah pernah haidl dan suci. Kemudian mengeluarkan darah melebihi
batas maksimal haidl (15 hari 15 malam). Serta antara darah lemah dan kuat tidak bisa
dibedakan (satu warna) atau bisa dibedakan (lebih dari satu warna) akan tetapi tidak
memenuhi 3 syarat mumayyizah dan dia lupa kebiasaan dan lama haidl yang pernah
dialami.Mustahadloh ini juga dikenal dengan mutahayyiroh/muhayyaroh muhayiroh.
Maksudnya ia dalam keadaan kebingungan . Sebab hari -hari yang ia lalui mungkin
haidl dan mungkin su ci. Sehingga dihukumi seperti orang haidl dalam masalah-
masalah sebagai berikut;
1. Haram istimta' Uawa ; ngalap suko/bercumbu) dengan suaminya pada anggota di
antara pusar dan lutut.
2. Membaca al-Qur'an di luar sholat. (kecuali untuk belajar)
3. Menyentuh al-Qur 'an . (kecuali untuk belajar yang harus dengn menyentuh)
4. Membawa al-Qur'an. (kecuali untuk belajar yang harus dengn membawa)
5. Diam di dalam masjid selain untuk ibadah yang tidak bisa dikerjakan di luar masjid .
6. Lewat masjid jika khawatir darahnya mengenai masjid.Dan dihukumi sebagaimana
orang suci dalam masalah:
a. Sholat fardlu atau sunah.

b. Thowaf fardlu atau sunah.

c. Puasa fardlu atau sunah .

d. I'tikaf.
e. Talaq

f. Mandi.Bila sama sekali tidak ingat waktu berhentinya haidl yang pernah ia alami, maka
di wajib mandi setiap akan melakukan ibadah fardlu yang menyaratkan harus suci
setelah masuknya waktu. Dan jika hanya ingat berhentinya saja maka dia wajib mandi
ketika itu saja dan untuk selanjutnya cukup wudlu.

o 6. Mu'tadah Ghoiru Mumayyizah Dzakiroh Li Adatiha Qodron La WaktanYaitu


wanita yang sudah pernah haidl dan suci. Kemudian ia mengeluarkan darah melebihi
batas maksimal haidl (15 hari 15 malam). Darah yang keluar tidak bisa dipilah antara
darah kuat dan darah lemah, atau bisa dipilah (lebih satu warna) akan tetapi darah
tersebut tidak memenuhi 3 syarat yang ada pada mubtadi'ah mumayyizah, dan ia hanya
ingat kebiasaan lama masa haidl akan tetapi ia lupa akan mulainya.Hukum penentuan
darah wanita seperti ini adalah:
-Hari yang ia yakini biasa haidl dihukumi haidl.

-Yang ia yakini biasa suci, dihukumi istihadloh .

-Dan hari-hari yang dimungkinkan suci dan mungkin haidl, ia harus berhati-hati seperti
mustahadloh mutahayyiroh.Contoh: Seorang wanita mengalami istihadloh (keluar darah
lebih 15 hari). Sebelum mengalam inya , ia ingat masa haidl selama 5 hari, dalam 10 hari
pertama (awal buIan) namun ia lupa kapan tanggal mulai haidlnya, yang ia ingat
hanyalah pada tanggal satu ia su ci. Maka, tanggal 1 dihukumi yakin suci. Tanggal 2
sampai 5, mungkin haidl mungkin suci. Tanggal 6 yakin haidl tanggal 7 sampai 10
mungkin haidl mungkin suci dan mungkin mulai putus haidlnya. Tanggal 11 sampai akhir
bulan, yakin suci. Sedangkan hukumnya waktu yang yakin haidl, ia dihukumi layaknya
orang haidl (haram sholat, membaca al-Qur'an dan lain-lain).Waktu yang yakin suci
dihukumi seperti layaknya orang suci (wajib sholat dan halal bersetubuh dan lain- lain).
Sedangkan waktu yang mungkin haidl dan suci dihukumi sebagaimana mutahayyiroh
(wajib
berhati-hati seperti keterangan yang lalu). Kecuali masalah mandi, ia hanya wajib
mandi pada waktu yang mungkin mulai putusnya haidl (hari ke 7 sampai ke 10).

o 7. Mu'tadah Ghoiru Mumayyizah Dzakiroh Li Adatiha Waktan La Qodron.Yaitu


wanita yang sudah pernah haidl dan suci. Kemudian ia mengeluarkan darah melebihi
batas maksimal haidl (15 hari 15 malam). Serta antara darah lemah dan kuat tidak
bisa dibedakan (satu warna) atau bisa dibedakan (lebih satu warna) akan tetapi tidak
memenuhi 3 syarat mumayyizah. Dan ia hanya ingat kebiasaan waktu mulainya haidl
saja serta lupa waktu kebiasaan lamanya haidl sebelum
istihadloh .Contoh; Seorang wanita mengalami istihadloh (keluar darah lebih dari 15
hari). Sebelum mengalaminya, ia ingat tanggal 1 mulai haidl, akan tetapi tidak ingat
sampai kapan haidl tersebut akan berhenti.
Maka, tanggal 1 yakin haidl. Tanggal 2 sampai 15 mungkin haidl mungkin suci juga
mungkin mulai putusnya haidl. Tanggal 16 sampai akhir bulan yakin suci.Sedangkan
hukumnya, masa yang yakin haidl dihukumi seperti layaknya orang yang haidl. Masa
yang yakin suci, dihukumi seperti layaknya orang yang suci. Dan masa yang mungkin
haidl mungkin suci dan mungkin putusnya haidl, ia dihukumi seperti wanita
mutahayyiroh, seperti keterangan yang telah lalu.

WILADAH

A.Pengertian Wiladah

Wiladah ialah darah yang keluar dari rahim perempuan sebelum melahirkan anak,
manakala darah nifas ialah darah yang keluar dari rahim perempuan selepas melahirkan
anak, wiladah ialah darah yang keluar mengiringi bayi dari kandungan ibunya.

B. Mandi Wiladah

Mandi wiladah ialah mandi kerana bersalin dan ia wajib kepada setiap wanita yang bersalin. Dan
diwajibkan juga mandi hadas sekali lagi setelah kering darah nifas.

Anda mungkin juga menyukai