I. PENDAHULUAN
A. Definisi Istihadhah
a. Kalau keluarnya istihadhah bukan pada waktu haid atau nifas, dalam
artian waktu keduanya tidak bertemu. Misalnya darah istihadhah keluar
bukan saat masa adat haidnya, atau darah istihadhah keluar setelah
berlalunya masa nifas. Maka di sini tidak ada masalah, masa adat haid
dihukumi haid dan setelahnya dihukumi istihadhah, demikian pula halnya
dengan nifas.
b. Tapi kalau keluarnya istihadhah bertemu dengan masa adat haid atau
masa nifas, maka di sini hukumnya harus dirinci. Kami katakan: Wanita
yang terkena haid (atau pada masa adat haidnya) sekaligus terkena
istihadhah, tidak lepas dari empat keadaan:
2. Tidak mempunyai adat sebelumnya -baik karena itu awal kali dia haid
(al-mubtada`ah) ataukah dia lupa adat haidnya karena sudah lama dia
tidak haid-, tapi dia mempunyai tamyiz, yaitu darah yang keluar bisa
dibedakan mana haid dan mana istihadhah, berdasarkan ciri-ciri haid dan
nifas yang telah disebutkan.
Misalnya: Seorang wanita pada saat pertama kali mendapati darah dan
darah itu keluar terus-menerus. Akan dia dapati selama 10 hari dalam
sebulan darahnya berwarna hitam, berbau busuk, dan tebal (kental)
kemudian setelah 10 hari itu darah yang keluar berwarna merah, tidak
berbau dan encer (tipis). Maka masa haidnya adalah 10 hari tersebut,
sementara sisanya dihukumi darah istihadhah.
4. Tidak mempunyai adat -baik karena baru pertama kali haid (al-
mubtada`ah) maupun karena lupa adat haidnya- dan tidak pula tamyiz.
Contoh: Ada seorang wanita yang pertama kali haid dan juga terkena
istihadhah dengan ciri-ciri darah yang tidak beraturan. Pada hari ini
berwarna hitam (ciri-ciri haid), besoknya berwarna merah dan demikian
seterusnya, dan ini terjadi sebulan penuh atau kurang dari itu. Apa yang
harus dilakukan wanita ini? Jawab: Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin berkata,
Dalam kondisi ini, hendaklah ia mengambil kebiasaan kaum wanita pada
umumnya. Maka masa haidnya adalah enam atau tujuh hari pada setiap
bulan dihitung mulai dari saat pertama kali mendapati darah. Sedang
selebihnya merupakan darah istihadah. Misalnya: Seorang wanita pada
saat pertama kali melihat darah pada tanggal 5 dan darah itu keluar terus
menerus tanpa dapat dibedakan secara tepat mana yang darah haid, baik
melalui warna ataupun dengan cara lain. Maka haidnya pada setiap bulan
dihitung selama enam atau tujuh hari mulai dari tanggal lima tersebut.
Kami katakan: Sebagian ulama berpendapat lebih utama kalau dia melihat
adat kerabat wanita terdekatnya, misalnya ibunya atau saudarinya lalu
dia berpatokan kepada adat mereka.
C. JENIS-JENIS ISTIHADHAH
4. Tidak mempunyai adat -baik karena baru pertama kali haid (al-
mubtada`ah) maupun karena lupa adat haidnya- dan tidak pula tamyiz.
Contoh: Ada seorang wanita yang pertama kali haid dan juga terkena
istihadhah dengan ciri-ciri darah yang tidak beraturan. Pada hari ini
berwarna hitam (ciri-ciri haid), besoknya berwarna merah dan demikian
seterusnya, dan ini terjadi sebulan penuh atau kurang dari itu. Apa yang
harus dilakukan wanita ini? Jawab: Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin berkata,
Dalam kondisi ini, hendaklah ia mengambil kebiasaan kaum wanita pada
umumnya. Maka masa haidnya adalah enam atau tujuh hari pada setiap
bulan dihitung mulai dari saat pertama kali mendapati darah. Sedang
selebihnya merupakan darah istihadah. Misalnya: Seorang wanita pada
saat pertama kali melihat darah pada tanggal 5 dan darah itu keluar terus
menerus tanpa dapat dibedakan secara tepat mana yang darah haid, baik
melalui warna ataupun dengan cara lain. Maka haidnya pada setiap bulan
dihitung selama enam atau tujuh hari mulai dari tanggal lima tersebut.
Kami katakan: Sebagian ulama berpendapat lebih utama kalau dia melihat
adat kerabat wanita terdekatnya, misalnya ibunya atau saudarinya lalu
dia berpatokan kepada adat mereka.
BAB I
PENDAHULUAN
2. Apakah nifas itu dan hal apa saja yang terlarang baginya?
BAB II
PEMBAHASAN
1. ISTIHADHAH
A. Definisi Istihadhah
Istihadhah adalah darah yang keluar dari rahim perempuan karena
penyakit, bukan diwaktu haid dan nifas. Perempuan yang sedang
berdarah penyakit itu wajib mengerjakan sembahyang dan ibadah yang
lain tetap atasnya, sebagaiman tetap hukum wajib atas orang berpenyakit
yang lain. Dari itu hendaklah ia membedakan darah haid dengan darah
penyakit, karena kalau darah itu darah haid ia tidak boleh sembahyang
atau berpuasa, serta mengerjakan ibadah-ibadah yang lain, tetapi kalau ia
mendapat darah penyakit wajiblah ia sembahyang dan mengerjakan
ibadah lain-lain.[1]
Setiap keluarnya darah yang melebihi masa haid atau nifas atau
kurang dari batas minimalnya atau mengalir sebelum mencapai usia haid
(yaitu 9 tahun) maka darah tersebut adalah istihadhah.
Wanita yang mengalami istihadhah termasuk orang-orang yang
mempunyai uzur sebagaimana orang yang menderita mimisan, sering
kencing (beser) dan lain sebagainya.
B. Macam-Macam Darah Istihadhah
1. Kurang dari batas minimum masa haid, ada yang melebihi batas
maksimum.
C. Hukum Istihadhah
Dalil yang menunjukkan hukum istihadhah ialah hadis Nabi Saw.
Aisyah berkata, Fatimah Binti Hubaisy datang kepada Nabi Saw,
lalu berkata, Aku seorang wanita yang istihadhah, sehinga aku tidak suci.
Apakah aku harus meninggalkan ahalat? Maka Nabi Saw. menjawab,
Tidak. Jauhilah shalat dimasa haidmu, kemudian mandilah dan
berwudhulah untuk setiap shalat. Kemudian shalatlah, meskipun darah
menetes di atas tikar.
(H.R. Tirmidzi, Abu Dawud, NasaI, Ibnu Majah, Ahmad dan Ibnu Hibban)
D. Bersetubuh dengan Wanita Istihadhah
Irimah berkata, Ummu Habibah istihadah dan suaminya
menggaulinya. (H.R. Abu Dawud)
Hadis di atas menunjukkan diperbolehkan bersetubuh dengan istri
yang sedang istihadhah, walaupun dalam keadaan keluar darah.
Statemen di atas merupakan pendapat jamhur (mayoritas) ulama,
sebagaiman dinyatakan oleh Ibnul Mundzir yang menceritakanya dari Ibnu
Abbas dan Ibnu Musayyab, Hasan Al-Bashri, Atha, Said bin Jubair dan lain-
lain.
Sebagian ulama mengatakan tidak boleh. Mereka berdalil pada
hadis yang diriwayatkan oleh Al-Khallal dengan sanad Aisyah, ia berkata,
Wanita yang istihadhah tidak boleh digauli oleh suaminya.
Para ulama berkata, Wanita istihadhah mengalami gangguan,
sehingga haram digauli sebagaimana wanita haid. Allah melarang
menggauli istri yang haid dengan alasan adanya gangguan, sedangkan
gangguan juga menimpa pada wanita yang mengalami istihadhah, oleh
karena itu haram hukumnya bagai dirinya.
Jelaslah di sini bahwa menggauli istri yang sedang istihadhah tidak
menjadi soal berdasarkan hadis yang telah kami kemukakan. Akan tetapi
menjaga diri lebih utama, karena gangguan haid menimpa pada wanita
yang mengalami istihadhah, hanya saja gangguanya hanya sebentar.
Maka yang lebih utama adalah tetap menahan diri selama masa ada
gangguan dan menggauli kembali setelah habis batas maksimal.
E. Keadaan Wanita yang sedang Istihadhah
2. NIFAS
Nifas adalah darah yang keluar dari rahim karena melahirkan dan
setelah melahirkan. Ia adalah sisa darah yang tersimpan pada masa
hamil. Dan, masa paling lama menurut jamhur ulama adalah empat puluh
hari.
Tarmidzi berkata, Para ulama dari kalangan sahabat dan setelah
mereka bersepakat bahwa wanita yang sedang nifas dapat meninggalkan
shalat selama empat puluh hari.[3]
A. Hal-Hal Terlarang Bagi Wanita Nifas
1. Puasa
2. Bersanggama.[4]
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA