Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH tentang DARAH ISTIHADHAH DAN HAIDH

I. PENDAHULUAN

Istihadhah berbeda dengan haidh. Perbedaan ini menuntut banyak hal.


Terutama terkait dengan praktek ibadah. Pembahasan ringkas berikut
insya Allah memberikan kemudahan untuk memahami apa sesungguhnya
istihadhah itu Sebagian wanita ada yang mengeluarkan darah dari farji
(kemaluan) di luar kebiasaan bulanannya (haidh) dan bukan karena
melahirkan. Darah ini diistilahkan dengan darah istihadhah. Al Imam An
Nawawi rahimahullah mengatakan, istihadhah adalah darah yang
mengalir dari farji wanita di luar waktunya dan berasal dari urat yang
dinamakan adzil (Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi, 4/17).

Al Imam Al Qurthubi rahimahullah mensifatinya dengan darah yang keluar


dari farji wanita di luar kebiasaan bulanannya, disebabkan urat yang
terputus. (Al Jami li Ahkamil Quran, 3/57) Keluarnya darah istihadhah ini
merupakan hal yang lazim dijumpai para wanita. Bukan hanya di masa
sekarang, namun sejak dulu dan dialami pula oleh para wanita dari
kalangan shahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Menurut Al
Imam Ash Shan`ani rahimahullah, jumlah shahabiyyah yang mengalami
istihadhah di masa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam mencapai sepuluh
orang, demikian menurut perhitungan ahlul ilmi, (Subulus Salam, 1/161).
Bahkan ada yang menghitungnya lebih dari sepuluh.
II. PEMBAHASAN

A. Definisi Istihadhah

Secara bahasa, dikatakan: Wanita itu terkena istihadhah, kalau


darahnya terus keluar padahal adat haidnya telah berakhir. [Mukhtar Ash-
Shihah hal. 90] Adapun secara istilah, maka ada beberapa definisi di
kalangan ulama. Akan tetapi mungkin bisa disimpulkan sebagai berikut:
Istihadhah adalah darah yang berasal dari urat yang pecah/putus, yang
keluarnya bukan pada masa adat haid dan nifas -dan ini kebanyakannya-,
tapi terkadang juga keluar pada masa adat haid dan saat nifas. Karena dia
adalah darah berupa penyakit, maka dia tidak akan berhenti mengalir
sampai wanita itu sembuh darinya. Karena itulah, darah istihadhah ini
kadang tidak pernah berhenti keluar sama sekali dan kadang berhentinya
hanya sehari atau dua hari dalam sebulan. [Lihat: Al-Ahkam Al-
Mutarattibah ala Al-Haidh wa An-Nifas wa Al-Istihadhah hal. 16-17]

B. Ciri-Ciri Darah Istihadhah

Ciri-Ciri Darah Istihadhah berbeda dengan darah haid, darah istihadhah


mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: Warnanya merah, tipis, baunya
seperti darah biasa, berasal dari urat yang pecah/putus dan ketika keluar
langsung mengental.

Hukum Wanita Yang Terkena Istihadhah. Hukumnya sama seperti wanita


yang suci (tidak haid dan nifas) pada semua hal-hal yang diwajibkan dan
yang disunnahkan berupa ibadah. Ibnu Jarir dan selainnya menukil ijma
ulama akan bolehnya wanita yang terkena istihadhah untuk membaca Al-
Qur`an dan wajib atasnya untuk mengerjakan semua kewajiban yang
dibebankan kepada wanita yang suci. Lihat nukilan ijma lainnya dalam Al-
Majmu (2/542), Maalim As-Sunan (1/217) dan selainnya. Dari penjelasan
di atas, kita juga bisa menarik kesimpulan bahwa darah istihadhah
bukanlah najis, karena akan diterangkan bahwa wanita yang terkena
istihadhah tetap wajib mengerjakan shalat walaupun saat darahnya
tengah mengalir keluar. Waktu Keluarnya Istihadhah.

a. Kalau keluarnya istihadhah bukan pada waktu haid atau nifas, dalam
artian waktu keduanya tidak bertemu. Misalnya darah istihadhah keluar
bukan saat masa adat haidnya, atau darah istihadhah keluar setelah
berlalunya masa nifas. Maka di sini tidak ada masalah, masa adat haid
dihukumi haid dan setelahnya dihukumi istihadhah, demikian pula halnya
dengan nifas.

b. Tapi kalau keluarnya istihadhah bertemu dengan masa adat haid atau
masa nifas, maka di sini hukumnya harus dirinci. Kami katakan: Wanita
yang terkena haid (atau pada masa adat haidnya) sekaligus terkena
istihadhah, tidak lepas dari empat keadaan:

1. Dia sudah mempunyai masa adat haid sebelum terjadinya istihadhah.


Maka yang seperti ini dia tinggal menjadikan masa adatnya sebagai
patokan. Kalau adatnya tiba maka dia dihukumi terkena haid, dan kalau
adatnya sudah berlalu maka darah yang keluar setelahnya -apapun ciri-
cirinya- dihukumi istihadhah. Misalnya: Seorang wanita biasanya haid
selama enam hari pada setiap awal bulan, tiba-tiba mengalami istihadhah
dan darahnya keluar terus-menerus tanpa bisa dibedakan mana yang haid
dan mana yang istihadhah (misalnya karena hari pertama keluar dengan
ciri-ciri haid sedang hari yang kedua dengan ciri-ciri istihadhah dan
seterusnya). Maka masa haidnya dihitung enam hari pada setiap awal
bulan, sedang selainnya merupakan istihadhah, sehingga dia wajib untuk
mandi lalu shalat walaupun darahnya keluar terus. Ini berdasarkan sabda
Nabi -shallallahu alaihi wasallam- kepada Ummu Habibah binti Jahsy
tatkala dia terkena istihadhah, Diamlah (tinggalkan shalat) selama masa
haid yang biasa menghalangimu, lalu mandilah dan lakukan shalat. (HR.
Muslim)

2. Tidak mempunyai adat sebelumnya -baik karena itu awal kali dia haid
(al-mubtada`ah) ataukah dia lupa adat haidnya karena sudah lama dia
tidak haid-, tapi dia mempunyai tamyiz, yaitu darah yang keluar bisa
dibedakan mana haid dan mana istihadhah, berdasarkan ciri-ciri haid dan
nifas yang telah disebutkan.

Misalnya: Seorang wanita pada saat pertama kali mendapati darah dan
darah itu keluar terus-menerus. Akan dia dapati selama 10 hari dalam
sebulan darahnya berwarna hitam, berbau busuk, dan tebal (kental)
kemudian setelah 10 hari itu darah yang keluar berwarna merah, tidak
berbau dan encer (tipis). Maka masa haidnya adalah 10 hari tersebut,
sementara sisanya dihukumi darah istihadhah.

Berdasarkan sabda Nabi -shallallahu alaihi wasallam- kepada Fathimah


binti Abi Hubaisy -tatkala dia terkena istihadhah-, Jika suatu darah itu
darah haid, maka ia berwarna hitam diketahui, jika demikian maka
tinggalkan shalat. Jika selain itu maka berwudhulah dan lakukan shalat
karena itu darah penyakit. (HR. Abu Dawud dan An Nasai). Asy-Syaikh
Ibnu Al-Utsaimin berkata, Hadits ini, meskipun perlu ditinjau lagi dari segi
sanad dan matannya, namun telah diamalkan oleh para ulama. Dan hal
ini lebih utama daripada dikembalikan kepada kebiasaan kaum wanita
pada umumnya.
3. Dia mempunyai adat dan tamyiz sekaligus. Maka di sini ada dua
keadaan:

a. Adat dan tamyiznya tidak bertentangan. Misalnya: Dia mempunyai adat


haid tanggal 1-6 tiap bulan. Ternyata darah yang keluar pada masa
adatnya mempunyai ciri-ciri haid, sedang sisanya mempunyai ciri-ciri
darah istihadhah. Maka ini tidak ada masalah.

b. Adat dan tamyiznya bertentangan, misalnya: Dia mempunyai adat haid


6 hari di awal bulan, akan tetapi darah yang keluar saat itu kadang
dengan ciri haid dan kadang dengan ciri istihadhah. Manakah yang
dijadikan patokan? Apakah adat ataukah tamyiznya? Yang kuat dalam
masalah ini adalah bahwa adatnya lebih didahulukan. Sehingga yang
menjadi masa haidnya adalah yang 6 hari, apapun warna darah yang
keluar, sedangkan sebelum dan setelah ke 6 hari ini bukanlah haid,
walaupun cirinya darah haid. Ini adalah pendapat Abu Hanifah, Al-Auzai,
satu pendapat dari Asy-Syafii, dan juga pendapat Imam Ahmad, dan yang
dikuatkan oleh Ibnu Taimiah, Syaikh Ibnu Al-Utsaimin dan Syaikh Muqbil
-rahimahumullah-.

4. Tidak mempunyai adat -baik karena baru pertama kali haid (al-
mubtada`ah) maupun karena lupa adat haidnya- dan tidak pula tamyiz.
Contoh: Ada seorang wanita yang pertama kali haid dan juga terkena
istihadhah dengan ciri-ciri darah yang tidak beraturan. Pada hari ini
berwarna hitam (ciri-ciri haid), besoknya berwarna merah dan demikian
seterusnya, dan ini terjadi sebulan penuh atau kurang dari itu. Apa yang
harus dilakukan wanita ini? Jawab: Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin berkata,
Dalam kondisi ini, hendaklah ia mengambil kebiasaan kaum wanita pada
umumnya. Maka masa haidnya adalah enam atau tujuh hari pada setiap
bulan dihitung mulai dari saat pertama kali mendapati darah. Sedang
selebihnya merupakan darah istihadah. Misalnya: Seorang wanita pada
saat pertama kali melihat darah pada tanggal 5 dan darah itu keluar terus
menerus tanpa dapat dibedakan secara tepat mana yang darah haid, baik
melalui warna ataupun dengan cara lain. Maka haidnya pada setiap bulan
dihitung selama enam atau tujuh hari mulai dari tanggal lima tersebut.
Kami katakan: Sebagian ulama berpendapat lebih utama kalau dia melihat
adat kerabat wanita terdekatnya, misalnya ibunya atau saudarinya lalu
dia berpatokan kepada adat mereka.

C. JENIS-JENIS ISTIHADHAH

1. Mubtadaah; Yang mengalami pertama kali, berlangsung sehari


semalam atau lebih samapi 15 hari. Ia harus meninggalkan sholat, shaum
dan hubungan suami-isteri sampai menunggu masa sucinya.

2. Mutadah; Yang mengalami dengan waktu yang tertentu (teratur) setiap


bulannya,ia meninggalkan sholat, shaum dan hubungan suami isteri. Jika
ia melihat darah kekuning-kuningan atau kehitam-hitaman setelah hari-
hari haidnya tidak usyah menggubrisnya, karena Ummu Athiyyah
,berkata;Kami tidak pernah menggubris warna kuning,
kehitam-hitaman setelah suci dari haid (diriwayatkan Al Bukhari)

3. Mustahadhah; Ia mengalami yang darahnya tidak berhenti-henti keluar


lebih dari lima belas hari. Yang mengalami mustahadhah, harus
melakukan sholat kendati darah mengucur dengan mengenakan celana,
berwudhu untuk setiap sholat (wajib maupun sunat) dan tidak melakukan
hubungan suami isteri (kecuali darurat).

1.2.1 Definisi Istihadhah


Secara bahasa, dikatakan: Wanita itu terkena istihadhah, kalau
darahnya terus keluar padahal adat haidnya telah berakhir. [Mukhtar Ash-
Shihah hal. 90]. Adapun secara istilah, maka ada beberapa definisi di
kalangan ulama. Akan tetapi mungkin bisa disimpulkan sebagai berikut:
Istihadhah adalah darah yang berasal dari urat yang pecah/putus, yang
keluarnya bukan pada masa adat haid dan nifas -dan ini kebanyakannya-,
tapi terkadang juga keluar pada masa adat haid dan saat nifas. Karena dia
adalah darah berupa penyakit, maka dia tidak akan berhenti mengalir
sampai wanita itu sembuh darinya.
Karena itulah, darah istihadhah ini kadang tidak pernah berhenti keluar
sama sekali dan kadang berhentinya hanya sehari atau dua hari dalam
sebulan.
1.2.2 Sifat-sifat darah haid
Sifat-sifat darah haid adalah warnanya hitam, baunya busuk, dan waktu
keluarnya terasa sakit. Sedangkan sifat-sifat darah istihadhah yaitu
warnanya merah, baunya seperti darah biasa, berasal dari urat yang
pecah/putus dan ketika keluar langsung mengental. Masa keluar darah
haid paling sedikit sehari semalam, biasanya 6 sampai 7 hari, dan paling
lama 15 hari. Kalau keluarnya darah kurang dari sehari semalam (masa
minimal haid) atau melebihi 15 hari (masa maksimal haid), maka darah
yang keluar itu adalah darah istihadhah, karena adanya penyakit.
1.2.3 Hukum Wanita Yang Terkena Istihadhah.
Hukumnya sama seperti wanita yang suci (tidak haid dan nifas) pada
semua hal-hal yang diwajibkan dan yang disunnahkan berupa ibadah.
Ibnu Jarir dan selainnya menukil ijma ulama akan bolehnya wanita yang
terkena istihadhah untuk membaca Al-Qur`an dan wajib atasnya untuk
mengerjakan semua kewajiban yang dibebankan kepada wanita yang suci.
Lihat nukilan ijma lainnya dalam Al-Majmu (2/542), Maalim As-Sunan
(1/217) dan selainnya. Dari penjelasan di atas, kita juga bisa menarik
kesimpulan bahwa darah istihadhah bukanlah najis, karena akan
diterangkan bahwa wanita yang terkena istihadhah tetap wajib
mengerjakan shalat walaupun saat darahnya tengah mengalir keluar.
1.2.4 Waktu Keluarnya Istihadhah
a. Kalau keluarnya istihadhah bukan pada waktu haid atau nifas, dalam
artian waktu keduanya tidak bertemu. Misalnya darah istihadhah keluar
bukan saat masa adat haidnya, atau darah istihadhah keluar setelah
berlalunya masa nifas. Maka di sini tidak ada masalah, masa adat haid
dihukumi haid dan setelahnya dihukumi istihadhah, demikian pula halnya
dengan nifas.
b. Tapi kalau keluarnya istihadhah bertemu dengan masa adat haid atau
masa nifas, maka di sini hukumnya harus dirinci. Wanita yang terkena
haid (atau pada masa adat haidnya) sekaligus terkena istihadhah, tidak
lepas dari empat keadaan:
1. Dia sudah mempunyai masa adat haid sebelum terjadinya
istihadhah. Maka yang seperti ini dia tinggal menjadikan masa adatnya
sebagai patokan. Kalau adatnya tiba maka dia dihukumi terkena haid, dan
kalau adatnya sudah berlalu maka darah yang keluar setelahnya -apapun
ciri-cirinya- dihukumi istihadhah.
Misalnya: Seorang wanita biasanya haid selama enam hari pada setiap
awal bulan, tiba-tiba mengalami istihadhah dan darahnya keluar terus-
menerus tanpa bisa dibedakan mana yang haid dan mana yang
istihadhah (misalnya karena hari pertama keluar dengan ciri-ciri haid
sedang hari yang kedua dengan ciri-ciri istihadhah dan seterusnya). Maka
masa haidnya dihitung enam hari pada setiap awal bulan, sedang
selainnya merupakan istihadhah, sehingga dia wajib untuk mandi lalu
shalat walaupun darahnya keluar terus.
Ini berdasarkan sabda Nabi -shallallahu alaihi wasallam- kepada Ummu
Habibah binti Jahsy tatkala dia terkena istihadhah, Diamlah (tinggalkan
shalat) selama masa haid yang biasa menghalangimu, lalu mandilah dan
lakukan shalat. (HR. Muslim)
2. Tidak mempunyai adat sebelumnya -baik karena itu awal kali dia
haid (al-mubtada`ah) ataukah dia lupa adat haidnya karena sudah lama
dia tidak haid-, tapi dia mempunyai tamyiz, yaitu darah yang keluar bisa
dibedakan mana haid dan mana istihadhah, berdasarkan ciri-ciri haid dan
nifas yang telah disebutkan.
Misalnya: Seorang wanita pada saat pertama kali mendapati darah dan
darah itu keluar terus-menerus. Akan dia dapati selama 10 hari dalam
sebulan darahnya berwarna hitam, berbau busuk, dan tebal (kental)
kemudian setelah 10 hari itu darah yang keluar berwarna merah, tidak
berbau dan encer (tipis). Maka masa haidnya adalah 10 hari tersebut,
sementara sisanya dihukumi darah istihadhah
3. Dia mempunyai adat dan tamyiz sekaligus. Maka di sini ada dua
keadaan:
a. Adat dan tamyiznya tidak bertentangan.
Misalnya: Dia mempunyai adat haid tanggal 1-6 tiap bulan. Ternyata darah
yang keluar pada masa adatnya mempunyai ciri-ciri haid, sedang sisanya
mempunyai ciri-ciri darah istihadhah. Maka ini tidak ada masalah.
b. Adat dan tamyiznya bertentangan.
Misalnya: Dia mempunyai adat haid 6 hari di awal bulan, akan tetapi
darah yang keluar saat itu kadang dengan ciri haid dan kadang dengan
ciri istihadhah. Manakah yang dijadikan patokan? Apakah adat ataukah
tamyiznya? Yang kuat dalam masalah ini adalah bahwa adatnya lebih
didahulukan. Sehingga yang menjadi masa haidnya adalah yang 6 hari,
apapun warna darah yang keluar, sedangkan sebelum dan setelah ke 6
hari ini bukanlah haid, walaupun cirinya darah haid. Ini adalah pendapat
Abu Hanifah, Al-Auzai, satu pendapat dari Asy-Syafii, dan juga pendapat
Imam Ahmad, dan yang dikuatkan oleh Ibnu Taimiah, Syaikh Ibnu Al-
Utsaimin dan Syaikh Muqbil -rahimahumullah-.

4. Tidak mempunyai adat -baik karena baru pertama kali haid (al-
mubtada`ah) maupun karena lupa adat haidnya- dan tidak pula tamyiz.
Contoh: Ada seorang wanita yang pertama kali haid dan juga terkena
istihadhah dengan ciri-ciri darah yang tidak beraturan. Pada hari ini
berwarna hitam (ciri-ciri haid), besoknya berwarna merah dan demikian
seterusnya, dan ini terjadi sebulan penuh atau kurang dari itu. Apa yang
harus dilakukan wanita ini? Jawab: Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin berkata,
Dalam kondisi ini, hendaklah ia mengambil kebiasaan kaum wanita pada
umumnya. Maka masa haidnya adalah enam atau tujuh hari pada setiap
bulan dihitung mulai dari saat pertama kali mendapati darah. Sedang
selebihnya merupakan darah istihadah. Misalnya: Seorang wanita pada
saat pertama kali melihat darah pada tanggal 5 dan darah itu keluar terus
menerus tanpa dapat dibedakan secara tepat mana yang darah haid, baik
melalui warna ataupun dengan cara lain. Maka haidnya pada setiap bulan
dihitung selama enam atau tujuh hari mulai dari tanggal lima tersebut.
Kami katakan: Sebagian ulama berpendapat lebih utama kalau dia melihat
adat kerabat wanita terdekatnya, misalnya ibunya atau saudarinya lalu
dia berpatokan kepada adat mereka.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Masalah yang sering muncul dalam masyarakat banyaknya
masyarakat yang tidak mengetahui tentang apakah darah istihadhah apa
darah haid, dan hal-hal apakah yang harus dilakukan dan terlarang oleh
wanita yang nifas, masyarakat awam banyak yang tidak mengetahui hal
itu.
Oleh karena itu kami menycoba untuk memaparkan apa sebenarnya
darah istihadhah itu yang ada pada wanita yang mengalaminya, dan juga
tentang nifas.
B. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian istihadhah itu?

2. Apakah nifas itu dan hal apa saja yang terlarang baginya?

BAB II
PEMBAHASAN

1. ISTIHADHAH
A. Definisi Istihadhah
Istihadhah adalah darah yang keluar dari rahim perempuan karena
penyakit, bukan diwaktu haid dan nifas. Perempuan yang sedang
berdarah penyakit itu wajib mengerjakan sembahyang dan ibadah yang
lain tetap atasnya, sebagaiman tetap hukum wajib atas orang berpenyakit
yang lain. Dari itu hendaklah ia membedakan darah haid dengan darah
penyakit, karena kalau darah itu darah haid ia tidak boleh sembahyang
atau berpuasa, serta mengerjakan ibadah-ibadah yang lain, tetapi kalau ia
mendapat darah penyakit wajiblah ia sembahyang dan mengerjakan
ibadah lain-lain.[1]
Setiap keluarnya darah yang melebihi masa haid atau nifas atau
kurang dari batas minimalnya atau mengalir sebelum mencapai usia haid
(yaitu 9 tahun) maka darah tersebut adalah istihadhah.
Wanita yang mengalami istihadhah termasuk orang-orang yang
mempunyai uzur sebagaimana orang yang menderita mimisan, sering
kencing (beser) dan lain sebagainya.
B. Macam-Macam Darah Istihadhah

1. Kurang dari batas minimum masa haid, ada yang melebihi batas
maksimum.

2. Ada yang melebihi masa maksimal masa nifas.

3. Ada yang melebihi kebiasaan di waktu haid dan nifas dan


melampaui batas maksimalnya.

4. Darah yang terlihat pada wanita hamil, menurut Hanafiah dan


Ahmad karena tertutupnya mulut rahim.

C. Hukum Istihadhah
Dalil yang menunjukkan hukum istihadhah ialah hadis Nabi Saw.
Aisyah berkata, Fatimah Binti Hubaisy datang kepada Nabi Saw,
lalu berkata, Aku seorang wanita yang istihadhah, sehinga aku tidak suci.
Apakah aku harus meninggalkan ahalat? Maka Nabi Saw. menjawab,
Tidak. Jauhilah shalat dimasa haidmu, kemudian mandilah dan
berwudhulah untuk setiap shalat. Kemudian shalatlah, meskipun darah
menetes di atas tikar.
(H.R. Tirmidzi, Abu Dawud, NasaI, Ibnu Majah, Ahmad dan Ibnu Hibban)
D. Bersetubuh dengan Wanita Istihadhah
Irimah berkata, Ummu Habibah istihadah dan suaminya
menggaulinya. (H.R. Abu Dawud)
Hadis di atas menunjukkan diperbolehkan bersetubuh dengan istri
yang sedang istihadhah, walaupun dalam keadaan keluar darah.
Statemen di atas merupakan pendapat jamhur (mayoritas) ulama,
sebagaiman dinyatakan oleh Ibnul Mundzir yang menceritakanya dari Ibnu
Abbas dan Ibnu Musayyab, Hasan Al-Bashri, Atha, Said bin Jubair dan lain-
lain.
Sebagian ulama mengatakan tidak boleh. Mereka berdalil pada
hadis yang diriwayatkan oleh Al-Khallal dengan sanad Aisyah, ia berkata,
Wanita yang istihadhah tidak boleh digauli oleh suaminya.
Para ulama berkata, Wanita istihadhah mengalami gangguan,
sehingga haram digauli sebagaimana wanita haid. Allah melarang
menggauli istri yang haid dengan alasan adanya gangguan, sedangkan
gangguan juga menimpa pada wanita yang mengalami istihadhah, oleh
karena itu haram hukumnya bagai dirinya.
Jelaslah di sini bahwa menggauli istri yang sedang istihadhah tidak
menjadi soal berdasarkan hadis yang telah kami kemukakan. Akan tetapi
menjaga diri lebih utama, karena gangguan haid menimpa pada wanita
yang mengalami istihadhah, hanya saja gangguanya hanya sebentar.
Maka yang lebih utama adalah tetap menahan diri selama masa ada
gangguan dan menggauli kembali setelah habis batas maksimal.
E. Keadaan Wanita yang sedang Istihadhah

1. Keluarnya dapat dibedakan

Yaitu istihadhah yang dimulai dengan keluarnya darah, dalam hari


tertentu terlihat darah kuat dan pada hari lain darah lemah. Darah yang
kuat tidak kuat dari masa minimum haid dan tidak melebihi batas
maksimal.

2. Darahnya tidak dapat dibedakan karena terlihat dalam satu sifat.


Maka haidnya sehari semalam dan masa sucinya 29 hari.

3. Dapat dibedakan dengan didahului oleh masa haid dan masa


suci.

4. Tidak dapat dibedakan dengan melihat sifat, sedangkan wanita


itu tidak dapat membedakan antara darah haid dengan darah
istihadhah dan ini kembli kepada kebiasaanya sesuai dengan hadis
yang diriwayatkan oleh Ummi Salamah, bahwa seorang wanita
mengeluarkan darah di zaman Rasulullah Saw. kemudian ia
menanyakan hal itu kepada beliau. Dan Nabi menjawab, suruhlah ia
menghitung jumlah malam dan jumlah siang selama ia haid dalam
setiap bulan sebelum ia mengalami hal itu, lalu suruhlah ia
meninggalkan shalat selama waktu itu dari setiap bulan.

(H.R. Malik, NasaI, Abu Dawud dan Baihaqi).[2]

2. NIFAS
Nifas adalah darah yang keluar dari rahim karena melahirkan dan
setelah melahirkan. Ia adalah sisa darah yang tersimpan pada masa
hamil. Dan, masa paling lama menurut jamhur ulama adalah empat puluh
hari.
Tarmidzi berkata, Para ulama dari kalangan sahabat dan setelah
mereka bersepakat bahwa wanita yang sedang nifas dapat meninggalkan
shalat selama empat puluh hari.[3]
A. Hal-Hal Terlarang Bagi Wanita Nifas

1. Puasa

2. Bersanggama.[4]

BAB III
KESIMPULAN

Dari Pernyataan di atas kami dapat menyimpulkan bahwa:


Istihadhah adalah darah yang keluar dari rahim perempuan karena
penyakit, bukan diwaktu haid dan nifas. Perempuan yang sedang
berdarah
Nifas adalah darah yang keluar dari rahim karena melahirkan dan
setelah melahirkan. Ia adalah sisa darah yang tersimpan pada masa
hamil. Dan, masa paling lama menurut jamhur ulama adalah empat puluh
hari.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sulaiman Rasjid. Fiqih Islam. Jakarta. Attahiriyah:1981


2. Ibrahim Muhammad. Fiqih Muslimah. Al-Jamal. Jakarta: Pustaka
Amani.1995
3. Saleh Al-Fauzi. Fiqih Sehari-Hari. Jakarta: Gema Insani. 2005
Sayyid Sabiq. Fiqih Sunah. Bandung: PT. Maarif. 1988

Anda mungkin juga menyukai