Anda di halaman 1dari 27

PENUNTUN LKK 1 BLOK IX: ANAMNESIS NEUROLOGI

A. Sasaran Pembelajaran
Setelah kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan anamnesis kasus-kasus neurologi.
2. Memiliki kemampuan berkomunikasi dengan pasien baik secara verbal maupun non verbal.
a. Mengucapkan salam
b. Memperkenalkan diri
c. Menanyakan identitas pasien
d. Memohon izin untuk melakukan anamnesis

B. Pelaksanaan
1. Landasan Teori
Sebagaimana bidang ilmu lainnya, pengobatan di bidang neurologi hanya berhasil dengan baik bila sebelumnya dapat
ditegakkan suatu diagnosis yang baik. Suatu diagnosis ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan. Pemeriksaan diawali dengan
menanyakan riwayat penyakit (anamnesis) dan dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tertentu
berdasarkan kebutuhan yang diperlukan.
Di dalam anamnesis ini perlu dicantumkan dengan jelas data pribadi yang meliputi nama, umur, jenis kelamin,
pekerjaan serta alamat yang jelas. Untuk memperoleh data yang baik diperlukan metode anamnesis yang sistematik seperti
skema yang tertera dibawah ini:
Riwayat penyakit:
a. Data pribadi meliputi:
- Nama :
- Umur :
- Jenis kelamin :
- Pekerjaan :
- Alamat :
a. Tanggal pemeriksaan
b. Keluhan utama
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Riwayat penyakit lainnya
e. Riwayat sebelum sakit
f. Riwayat sistem tubuh lainnya
g. Riwayat keluarga
h. Latar belakang sosial dan pekerjaan

A. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering timbul pada anamnesis neurologi adalah:
a. Kesemutan atau rasa baal
Keluhan ini timbul akibat terganggunya sistem saraf perifer. Kadang timbul akibat kekurangan vitamin neurotropik
seperti B1, B6, B12.
b. Kelemahan otot
Kelemahan otot dapat bersifat umum misalnya pada penyakit distrofi muskular atau bersifat lokal karena gangguan
neurologis pada otot misalnya pada Morbus Hansen, adanya paralisis peroneal atau pada penyakit poliomielitis.
Yang perlu diperhatikan pada kelainan otot adalah:
- Waktu dan sifatnya, apakah terjadi secara bertahap atau secara tiba-tiba.
- Perlu diketahui batas dari bagian tubuh yang mengalami kelemahan otot, apakah kelainan ini mengenai
badan atau tungkai.
- Bersifat regresi atau spontan.
- Apakah disertai dengan kelainan sensoris misalnya parestesia, hipestesia atau hiperestesia.
- Apakah kontrol sfingter terganggu.
- Apakah kelainan ini menimbulkan kecacatan.
- Riwayat pengobatan sebelumnya.
c. Gangguan sensibilitas
Gangguan sensibilitas terjadi bila ada kerusakan saraf pada upper /lower motor neuron baik yang bersifat lokal
maupun menyeluruh. Gangguan sensibilitas dapat pula terjadi bila ada trauma atau penekanan pada saraf. Perlu
diketahui apakah gangguan ini bertambah berat atau malah makin berkurang.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Setelah kita mengetahui keluhan utama, terutama keluhan yang disebutkan diatas sehingga penderita datang kepada
kita, makan kita harus melakukan anamnesis yang teratur dan terarah tentang kemungkinan penyakit yang diderita
mengenai beberapa hal, seperti lamanya keluhan, apakah keluhan ini terus menerus atau sewaktu mengalami
aktifitas, apakah ada hubungannya dengna organ lain.

C. Riwayat penyakit lainnya


Perlu ditanyakan penyakit-penyakit lain yang diderita oleh penderita apakah terjadi sebelumnya atau bersamaan
dengan penyakit yang ada sekarang ini.

D. Riwayat sebelum sakit


Riwayat sbelum sakit perlu diketahui adalah keadaan umum sebelumnya, apakah ada penurunan berat badan atau
tidak, serta hal-hal lain yang dialami sebelum sakit, yaitu:
 Riwayat penyakit dahulu
Perlu diketahui penyakit-penyakit yang dialami sebelumnya yang kemungkinan mempunyai hubungan dengan
penyakit yang diderita sekarang.
 Riwayat trauma
Perlu diketahui dari pemderita apakah pernah mengalami trauma yang kemungkinan trauma ini memberikan
gangguan pada muskuloskeletal baik berupa kelainanmaupun komplikasi-komplikasi lain yang dialami saat ini.
 Riwayat pengobatan
Penulusuran tentang obat-obatan yang digunakan oleh penderita sebelumnya perlu dilakukan karena dapat
menimbulkan komplikasi misalnya pemakaian kortikon dapat menimbulkan nekrosis avaskuler pada panggul. Selain
itu ditanyakan pula pada penderita tentang adanya riwayat alergi terhadap obat-obatan.
 Riwayat operasi
Riwayat operasi penderita perlu diketahui karena kemungkinan ada hubungan nya dengan keluhan sekarang seperti
operasi karsinoma prostat, karsinoma mammae yang dapat memberikan meatastasis ke tulang dengan segala
komplikasinya.

E. Riwayat sistem tubuh lainnya


Secara sistematis dilakukan penulusuran pada organ-organ tubuh lainnya tentang adanya keluhan, kelainan atau
penyakit yang diderita sebelumnya.

F. Riwayat Penyakit Keluarga


Penelusuran riwayat keluarga sangat penting, karena berbagai penyakit muskuloskeletal berkaitan dengan kelainan
genetik dan dapat diturunkan.
G. Latar Belakang Sosial dan Pekerjaan
Riwayat sosial penderita yang perlu diketahui adalah keadaan ekonomi keluarga serta lingkungannya dan juga
kebiasaan-kebiasan lain seperti peminum alkohol. Sedangkan riwayat pekerjaan perlu diketahui karena ada
pekerjaan-pekerjaan tertentu yang dapat menimbulkan cedera yang khusus atau kelainan-kelainan khusus pula.

2. Media Pembelajaran
1. Penuntun LKK 1 Blok IX FK UMP
2. Pasien simulasi
3. Ruang kerja dokter

3. Langkah Kerja
1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien.
2. Menanyakan identitas pasien.
3. Menjelaskan tujuan anamnesis dan meminta izin kepada pasien untuk melakukan anamnesis.
4. Menanyakan keluhan utama.
5. Menanyakan riwayat penyakit sekarang.
6. Menanyakan riwayat penyakit lainnya.
7. Menanyakan riwayat sebelum sakit.
8. Menanyakan riwayat sistem tubuh lainnya.
9. Menanyakan riwayat keluarga.
10. Menanyakan latar belakang sosial dan pekerjaan.
PENUNTUN LKK 2 BLOK IX: PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI UMUM

A. Sasaran Pembelajaran
Setelah kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan pemeriksaan gerak aktif.
2. Melakukan pemeriksaan refleks fisiologis.
a. Refleks biseps
b. Refleks triseps
c. Refleks brachioradialis
d. Refleks patella
e. Refleks achilles.
3. Melakukan pemeriksaan refleks patologis.
a. Refleks Hoffman Tromer
b. Refleks Babinski
c. Refleks Oppenheim
d. Refleks Gordon
e. Refleks Schaefer
f. Refleks Chaddock
g. Refleks Rossolimo
4. Melakukan pemeriksaan rangsang meningeal.
a. Tes kaku kuduk
b. Tes Laseque
c. Tes Kernig
d. Tes Brudzinski I,II, dan III
e. Tes Patrick dan kontra Patrick

B. Pelaksanaan
1. Landasan Teori
Pemeriksaan sistem motorik sebaiknya Sebagian besar manifestasi objektif kelainan saraf bermanifestasi
dalam gangguan gerak otak.
Pemeriksaan refleks fisiologis merupakan satu kesatuan dengan pemeriksaan neurologi lainnya.
Pemeriksaan ini kurang bergantung pada kooperasi pasien. Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada orang yang
menurun kesadarannya, bayi, anak bahkan orang yang gelisah. Pemeriksaan refleks penting karena lebih objektif
daripada pemeriksaan lainnya.
Dalam praktek sehari-hari, kita biasanya memeriksa 2 macam refleks, yaitu refleks dalam dan refleks
superfisial. Namun pada skill lab ini kita hanya akan mememeriksa refleks dalam, yang timbul oleh regangan otot
sebagai jawaban rangsang, sehingga otot akan berkontraksi. Yang akan diperiksa adalah refleks Biseps, Triseps,
Brachioradialis, Patella, dan Achilles.
Refleks patologis ditemukan pada kelainan-kelainan neurologi. Yang akan diperiksa adalah refleks
Hoffman Tromer, Babinski, Oppenheim, Gordon, Schaefer, Chaddock, dan Rossolimo.
Pemeriksaan rangsang meningeal dilakukan bila diduga terdapat radang selaput otak atau terdapat
subarachnoid yang dapat merangsang selaput otak. Rangsang selaput otak dapat memberikan beberapa gejala
antara lain kaku kuduk, Lasegue sign, Kernig sign, Brudzinski I,II,III dan Patrick dan kontra Patrick sign.
2. Media Pembelajaran
1. Penuntun LKK 3 Blok IX FK UMP
2. Ruang kerja dokter
3. Tempat tidur
4. Palu refleks
3. Langkah Kerja
Pemeriksaan Gerak Aktif
Dalam praktek sehari-hari, tenaga otot dinyatakan dengan menggunakan angka 0 sampai 5

0 Tidak ada kontraksi, lumpuh total


1 Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak terdapat gerakan pada persendian yang harus
digerakkan oleh otot tersebut
2 Didapatkan gerakan, namun gerakan ini tidak dapat melawan gravitasi
3 Dapat mengadakan gerakan melawan gravitasi
4 Disamping dapat melawan gravitasi, dapat pula melawan sedikit tahanan yang diberikan
5 Tidak ada kelumpuhan

a. Pemeriksaan dimulai dari regio biceps dan triceps. Minta pasien untuk mengangkat kedua lengan atas ke
anterior. Berikan tahanan oleh pemeriksa. Bandingkan kekuatan otot m.deltoideus kanan dan kiri pasien.
b. Minta pasien untuk mengekstensikan regio antebrachii dan anterofleksi seperti membawa nampan. Minta
pasien memejamkan mata dan bertahan pada posisi tersebut selama 10 hitungan. Bila ada kelemahan
ekstremitas superior, maka lengan akan pronasi dan jatuh.
c. Periksa tangan pasien dan carilah adanya atrofi otot intrinsik, oto thenar dan hipothenar. Periksa
genggaman pasien dengan memintanya menggenggam jari pemeriksa sekuat-kuatnya dan tidak
melepaskan genggamannya saat pemeriksa mencoba menarik jarinya.
d. Pasien dalam posisi berbaring. Minta pasien mengangkat tungkai dengan fleksi sendi panggul melawan
tahanan pemeriksa. Bandingkan dengan dengan sisi sebelahnya.
e. Periksa adduksi tungkai dengan meletakkan tangan pemeriksa pada sisi dalam paha dan mintalah pasien
untuk mengadduksi kedua tungkai.
f. Periksa ekstensi lutut dengan meletakkan tangan pemeriksa di bawah lutut dan pergelangan kaki, mintalah
pasien ekstensi lutut melawan tahanan pemeriksa. Bandingkan dengan sisi sebelahnya.
g. Minta pasien melakukan plantar fleksi kaki sekuat mungkin melawan tahanan pemeriksa.

Refleks Fisiologis (positif jika normal)


a. Refleks Biseps
- Pasien duduk santai dengan lengan rileks, posisi antara fleksi dan ekstensi dan sedikit pronasi,
lengan diletakkan di atas lengan pemeriksa.
- Ibu jari pemeriksa diletakkan di atas tendo biseps, lalu pukullah ibu jari dengan palu refleks.
- Respon : fleksi ringan di siku. (positif jika normal)

Gambar 1. Pemeriksaan Refleks Biseps

b. Refleks Triseps
- Lengan pasien diletakkan di atas lengan pemeriksa. Pukul tendo triseps melalui fossa olekrani.
- Respon : ekstensi lengen di bawah siku. (positif jika normal)
c. Refleks Brachioradialis
- Pukul tendo brachioradialis pda radius distal dengan palu refleks.
- Respon : fleksi lengan bawah dan supinasi lengan. (positif jika normal)
d. Refleks Patella
- Pasien duduk dengan posisi tungkai terjuntai. Alihkan perhatian pasien dengan memintanya
meletakkan tangan yang tercekam. Ketuk daerah tendo patella dengan palu refleks
- Respon : pemeriksa akan merasakan kontraksi otot kuadriseps, ekstensi tungkai bawah (positif jika
normal)

Gambar 2. Pemeriksaan Refleks Patella

e. Refleks Achilles
- Pasien berbaring terlentang. Kaki yang akan diperiksa ditumpangkan pada os. Tibia kaki lainnya.
- Satu tangan pemeriksa memegang jari-jari kaki yang akan diperiksa, sedangkan tangan yang lain
mengetuk tendo Achilles.
- Respon : plantarfleksi kaki. (positif jika normal)

Refleks Patologis (positif jika abnormal)


a. Refleks Hoffman Tromer
- Tangan pasien ditumpu oleh tangan pemeriksa, kemudian ujung jari tangan pemeriksa yang lain
disentilkan ke ujung jari tengah pasien.
- Respon : fleksi jari-jari yang lain, adduksi ibu jari. (positif jika abnormal)
b. Refleks Babinski
- Lakukan goresan pada telapak kaki dari arah tumit ke arah jari melalui sisi lateral.
- Respon : fleksi jari-jari yang lain, adduksi ibu jari. (positif jika abnormal)

Gambar 3. Pemeriksaan Refleks Babinski


c. Refleks Oppenheim
- Lakukan goresan sepanjang tepi depan tulang tibia dari atas ke bawah dengan kedua jari telunjuk
dan tengah.
- Respon : refleks seperti babinski. (positif jika abnormal)
d. Refleks Gordon
- Lakukan goresan atau memencet otot gastrocnemius.
- Respon : refleks seperti babinski. (positif jika abnormal)
e. Refleks Schaefer
- Lakukan pemencetan pada tendo Achilles.
- Respon : refleks seperti babinski. (positif jika abnormal)
f. Refleks Chaddock
- Lakukan goresan sepanjang tepi lateral punggung kaki di luar telapak kaki dari tumit ke depan.
- Respon : refleks seperti babinski. (positif jika abnormal)
g. Refleks Rossolimo
- Pukulkan palu refleks pada dorsal kaki pada tulang cuboid.
- Respon : fleksi jari-jari kaki. fleksi jari-jari yang lain, adduksi ibu jari. (positif jika abnormal)

Pemeriksaan Rangsang Meningeal (positif jika abnormal)


Kaku Kuduk
a. Tangan pemeriksa diletakkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring. Kepala ditekukkan dan
diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama pemeriksaan perhatikan apakah ada tahanan.
b. Bila terdapat kaku kuduk maka kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada.
Laseque Sign
a. Pasien yang sedang berbaring diluruskan kedua tungkainya. Kemudian satu tungkai diangkat lurus,
dibengkokkan pada persendian panggulnya.
b. Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam posisi lurus. Pada keadaan normal, posisi kaki dapat
mencapai 700 sebelum timbul rasa sakit dan tahanan.
Kernig Sign
a. Pasien yang berbaring difleksikan pahanya pada persendian panggul sampai mebentuk sudut 90 0 .
b. Setelah itu ekstensikan tungkai bawah pada sendi lutut tersebut. Bisanya kita dapat melakukan ekstensi ini
sampai 1350 antara tungkai atas dan tungkai bawah.
Brudzinski Sign
a. Dengan tangan yang ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring, tekuk kepala sejuh
mungkin sampai dagu mencapai dada. Bila tanda Brudzinski positif, maka tindakan ini mengakibatkan
fleksi kedua tungkai (Brudzinski I)
b. Fleksikan satu tungkai pada sendi panggul dan tungkai yang lain dalam posisi lurus. Bila tungkai yang
satu lagi ikut terfleksi, maka Brudzinski II positif.
c. Pada pasien yang berbaring, lakukan penekanan pada pipi disusul dengan fleksi lengan (Brudzinski III).
d. Pada pasien yang berbaring, lakukan penekanan pada simfisis pubis disusul dengan fleksi kedua tungkai di
sendi lutut dan panggul (Brudzinski IV).

PENUNTUN LKK 3 BLOK IX: PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI KHUSUS

A. Sasaran Pembelajaran
Setelah kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Mendeteksi gangguan menghidu, mengetahui apakah gangguan tersebut disebabkan oleh gangguan
saraf atau penyakit hidung lokal.
2. Memeriksa fungsi otot-otot ekstrinsik dan intrinsik bola mata.
3. Memeriksa fungsi sensoris dan motoris N.V.
4. Memeriksa fungsi motorik dan fungsi pengecapan.
5. Memeriksa fungsi motorik N.IX dan N.X.
6. Memeriksa fungsi otot yang disarafi oleh N.XI.
7. Menilai fungsi otot ekstrinsik dan intrinsik lidah yang dipersarafi N.XII.

B. Pelaksanaan
1. Landasan teori
Terdapat dua belas pasang saraf kranial yang meninggalkan otak dan melintas melalui lubang-lubang pada
tengkorak, dan biasanya dinyatakan dengan angka Romawi, I-XII. Memeriksa saraf kranial dapat membantu kita
menentukan lokasi dan jenis penyakit.
2. Media dan alat pembelajaran
1. Penuntun LKK 4 Blok IX FK UMP
2. Ruang kerja dokter
3. Tempat tidur
4. Teh
5. Kopi
6. Alkohol
7. Kapas
8. Penggaris
9. Senter
10. Garam
11. Gula
12. Bubuk Cabe
13. Asam Jawa
14. Pil Kina

3. Langkah Kerja
Saraf Kranial I (nervus Olfaktorius, N.1)
Cara Pemeriksaan
a. Periksa lubang hidung, apakah ada sumbatan atau kelainan setempat, misalnya ingus atau polip. Zat
pengetes yang digunakan misalnya kopi, teh, alkohol.
b. Tutup kedua mata pasien. Zat pengetes didekatkan ke hidung pasien dan suruh ia menciumnya. Tiap
lubang hidung diperiksa satu per satu dengan menutup lubang hidung yang lainnya dengan tangan.

Saraf Kranial III (nervus Okulomotorius, N.III), Saraf Kranial IV (nervus Trokhlearis, N.IV), Saraf
Kranial VI (nervus Abduscens, N.VI)
Cara Pemeriksaan
Selagi berwawancara dengan pasien perhatikan celah matanya apakah ada ptosis, eksoftalmus, enoftalmus dan
apakah ada strabismus.
Ptosis
a. Pasien diminta membuka matanya dan melihat ke depan. Normalnya batas kelopak mata atas akan
memotong iris pada titik yang sama secara bilateral
b. Bila salah satu kelopak mata memotong iris lebih rendah, atau bila pasien mendongakkan kepala
sebagai kompensasi, maka dapat dicurigai sebagai ptosis.

Bentuk dan Ukuran Pupil


a. Pasien diminta membuka matanya dan melihat ke depan
b. Perhatikan besarnya pupil pada matan kanan dan kiri, apakah sama (isokor) atau tidak sama (anisokor),
apakah terjadi miosis atau midriasis
c. Juga perhatikan bentuk pupil, apakah bundar dan tepinya rata atau tidak. Perbedaan diameter pupil
sebesar 1mm masih dianggap normal.

Refleks Cahaya Pupil dan Refleks Akomodasi


a. Pasien diminta memfiksasi matanya pada benda yang jauh letaknya, setelah itu mata kita beri cahaya
(dengan senter) dan lihat apakah ada reaksi pada pupil
b. Pada keadaan normal pupil akan mengecil, dan keadaan demikian disebut refleks cahaya langsung
positif
c. Kemudian perhatikan pula pupil mata yang satu lagi, apakah pupilnya ikut mengecil oleh penyinaran
mata yang lainnya. Bila tejadi demikian disebut refleks cahaya tidak langsung positif
d. Selama pemeriksaan ini harus dicegah agar pasien tidak memfiksasi matanya pada lampu senter, karena
akan terjadi pula refleks akomodasi yang juga akan menyebabkan mengecilnya pupil (refleks
akomodasi positif).

Gerakan dan Sikap Bola Mata


a. Pasien diminta mengikuti jari-jari pemeriksa yang digerakkan ke arah lateral, medial atas, medial
bawah dan ke arah miring : lateral atas, medial bawah, medial atas, dan lateral bawah
b. Perhatikan apakah mata pasien dapat mengikutinya, dan perhatikan gerakan bola mata apakah lancar
dan mulus, atau kaku dan ada diplopia
c. Untuk sikap bola mata, perhatikan apakah tampak eksoftalmus, strabismus, nystagmus, deviasi
conjugee.

Saraf Kranial V (nervus Trigeminus, N.V)

Cara Pemeriksaan
Sensibilitas
a. Beritahukan pada pasien bahwa pemeriksa akan memeriksa sensibilitas di daerah wajah
b. Gunakan kapas untuk memeriksa sensibilitas daerah wajah ini, mulai dari dahi, pipi dan dagu.

Gambar 3. Daerah Sensibilitas N.V cabang I (ramus oftalmik),II (ramus maksilaris) dan III (ramus
mandibularis)

Motorik
a. Pasien diminta merapatkan giginya sekuat mungkin dan kemudian pemeriksa meraba m. Masseter dan
m. Temporalis. Perhatikan besar, tonus, serta bentuknya.
b. Minta pasien membuka mulut dan perhatikan adanya deviasi rahang bawah. Bila ada parese, maka
rahang bawah akan berdeviasi ke arah yang lumpuh.

Refleks Kornea
a. Minta pasien melirik ke arah superior lateral, kemudian dari arah lain tepi kornea disentuh dengan
ujung kapas yang agak basah
b. Bila mata spontan menutup, maka refleks kornea dikatakan positif.

Gambar 4. Pemeriksaan Refleks Kornea

Saraf Kranial VII (nervus Facialis, N.VII)


Cara Pemeriksaan
Fungsi Motorik
a. Perhatikan muka pasien, apakah simetris atau tidak
b. Minta pasien mengangkat alis dan mengerutkan dahi. Perhatikan apakah hal ini dapat dilakukan, dan
apakah ada asimetri
c. Minta pasien memejamkan mata. Bila terjadi kelumpuhan berat, maka pasien tidak dapat memejamkan
matanya, bila kelumpuhan ringan, maka pejaman kurang kuat. Nilai hal ini dengan mengangkat
kelopak mata dengan tangan pemeriksa, sedangkan pasien disuruh tetap memejamkan mata. Minta
pasien memejamkan sebelah matanya. Pada kelumpuhan ringan, pasien tidak dapat memejamkan
matanya pada sisi yang lumpuh.

Gambar 5. Pemeriksaan Fungsi Motorik N.VII

d. Minta pasien menyeringai, mencucurkan bibir dan menggembungkan pipi. Apakah hal ini dapat
dilakukan dan apakah ada asimteri.
e. Bangkitkan gejala Chvostek dengan cara mengetok bagian depan telinga. Bila positif, ketokan
menyebabkan kontraksi otot yg disarafi N.VII. Dasar gejala Chvostek adalah bertambah pekanya
N.VII terhadap rangsang mekanik.

Fungsi Pengecapan
a. Minta pasien menjulurkan lidah, kemudian pemeriksa menaruh gula, pil kina, asam jawa, bubuk cabe
dan garam (lakukan secara bergantian, diselingi dengan istirahat).
b. Bila bubuk ditaruh, pasien tidak boleh menarik lidahnya ke dalam mulut, sebab bubuk akan tersebar
ke bagian mulut lainnya.
c. Pasien diminta menyatakan pengecapan yang dirasakannya.

Saraf Kranial IX (nervus Glosofaringeus, N.IX) dan Saraf Kranial X (nervus Vagus, N.X)
Cara Pemeriksaan
a. Minta pasien mengucapkan kata-kata, misalnya “Riri lari-lari sambil melihat lorong-lorong”.
Perhatikan apakah pasien dapat mengucapkan kata-kata tersebut dengan baik, apakah terdengar
bindeng (sengau). Pada kelumpuhan N.IX dan N.X, palatum molle tidak sanggup menutup jalan ke
hidung sewaktu berbicara, sehingga didapatkan suara hidung bindeng
b. Pasien diminta membuka mulut. Perhatikan palatum molle dan faring. Minta pasien mengucapkan
“aaaaaaa”, bila terdapat parese, maka uvula akan tertarik ke sisi yang sehat.

Saraf Kranial XI (nervus Aksesorius, N.XI)


Cara Pemeriksaan
a. Pemeriksaan M. Sternokleidomastoideus. Perhatikan keadaan M. Sternokleidomastoideus pada
keadaan istirahat dan bergerak. Pada keadaan istirahat kita dapat menilai kontur otot ini, bila terdapat
parese maka otot akan mengalami atrofi. Lalu minta pasien menoleh ke salah satu sisi. Gerakan ini
kita tahan dengan tangan yang ditempatkan di dagu. Bandingkan kekuatan otot kanan dan kiri
b. Pemeriksaan M. Trapezius. Pemeriksa akan menilai kekuatan M. Trapezius. Tempatkan tangan
pemeriksa pada bahu pasien, lalu minta pasien mengangkat bahunya dan kita tahan. Dengan demikian
kita dapat membandingkan kekuatan otot
Saraf Kranial XII (nervus Hipoglosus, N.XII)
Cara Pemeriksaan
a. Minta pasien membuka mulut dan perhatikan lidah dalam keadaan istirahat dan bergerak. Dalam
keadaan isirahat perhatikan besarnya lidah, kesamaan bagian kanan dan kiri serta adanya atrofi
b. Minta pasien menjulurkan lidahnya dan lihat apakah julurannya mencong. Pada parese satu sisi, maka
lidah akan mencong ke sisi yang lumpuh
c. Nilai tenaga lidah dengan cara meminta pasien menggerakkan lidahnya ke segala jurusan dan
perhatikan kekuatan geraknya. Kemudian minta pasien menekankan lidahnya pada pipi. Pemeriksa
akan menilai daya tekan tersebut dengan menekan pipi dari sebelah luar. Jika terdapat parese lidah
sebelah kiri, maka lidah tidak dapat ditekankan ke pipi sebelah kanan, tapi ke sebelah kiri dapat.

PENUNTUN LKK 4 BLOK IX : ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK


MUSKULOSKELETAL 1

ANAMNESIS MUSKULOSKELETAL

A. Sasaran Pembelajaran
Setelah kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu:
a. Melakukan anamnesis orthopedi :
2. Menanyakan keluhan utama yang sering pada kasus orthopedi :
 Trauma
 Nyeri
 Kekakuan pada sendi
 Pembengkakan
 Deformitas
 Instabilitas sendi
 Kelemahan otot
 Gangguan sensibilitas
 Gangguan atau hilangnya fungsi
 Jalan pincang
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit lainnya
5. Riwayat sebelum sakit
6. Riwayat sistem tubuh lainnya
7. Riwayat keluarga
8. Latar belakang sosial dan pekerjaan

b. Memiliki kemampuan berkomunikasi dengan pasien baik secara verbal maupun non verbal
1. Mengucapkan Salam
2. Memperkenalkan diri
3. Menanyakan indentitas pasien
4. Memohon izin untuk melakukan anamnesis

B. Pelaksanaan
1. Landasan Teori
Sebagaimana bidang ilmu lainnya, pengobatan bedah orthopedi hanya berhasil dengan baik bila
sebelumnya dapat ditegakkan suatu diagnosis yang baik. Suatu diagnosis ditegakkan melalui beberapa
pemeriksaan. Pemeriksaan diawali dengan menanyakan riwayat penyakit (anamnesis) dan dilanjutkan dengan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tertentu berdasarkan kebutuhan yang diperlukan.
Di dalam anamnesis ini perlu dicantumkan dengan jelas data pribadi yang meliputi nama, umur, jenis
kelamin, pekerjaan serta alamat yang jelas.
Untuk memperoleh data yang baik diperlukan metode anamnesis yang sistematik seperti skema yang tertera
dibawah ini:
Riwayat penyakit:
i. Data pribadi meliputi:
- Nama :
- Umur :
- Jenis kelamin :
- Pekerjaan :
- Alamat :
j. Tanggal pemeriksaan
k. Keluhan utama
l. Riwayat penyakit sekarang
m. Riwayat penyakit lainnya
n. Riwayat sebelum sakit
o. Riwayat sistem tubuh lainnya
p. Riwayat keluarga
q. Latar belakang sosial dan pekerjaan

B. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering timbul pada anamnesis orthopedi adalah:
1. Trauma
Hal-hal yang perlu diketahui :
- Waktu terjadinya
- Cara terjadinya
- Lokalisasi traauma
2. Nyeri
Nyeri adalah gejala tersering yang ditemukan pada kelainan bedah orthopedi.
Sifat-sifat nyeri yang perlu diketahui :
- Lokasinya (lokal atau difus), harus ditunjuk dengan tepat oleh penderita.
- Karakteristiknya (menusuk, terbakar, seperti disayat, atau tumpul).
- Gradasi nyeri (1-4).
- Intensitas nyeri, apakah berkurang apabila beristirahat.
- Agravation, apakah nyeri akan bertambah bila beraktivitas, pada aktivitas mana nyeri akan
bertambah apakah pada saat berdiri, berjalan, duduk, batuk, bersin, defekasi.
- Pada umumnya nyeri akan bertambah berat apabila ada gerakan setempat dan berkurang
apabila istirahat.
- Variasi sehari-hari, apakah pada waktu pagi/malam lebih nyeri atau lebih baik.
- Tekanan pada saraf atau akar saraf akan memberikan gejala nyeri yang disebut radiating pain
misalnya pada skiatika dimana nyeri menjalar mulai dari bokong sampai anggota gerak bawah
sesuai dengan distribusi saraf.
- Nyeri lain yang disebut nyeri kiriman atau referred pain adalah nyeri pada suatu tempat yang
sebenarnya akibat kelainan dari tempat lain misalnya nyeri lutut akibat kelainan pada sendi
panggull. Kelainan pada saraf akan memberikan gangguan sensibilitas berupa hipestesia,
anestesia, parestesia, hiperestesia.
3. Kekakuan pada sendi
Kelainan ini bersifat umum misalnya pada artritis reumatoid, ankilosing spondilitis atau bersifat lokal pada
sendi-sendi tertentu. Locking merupakan suatu kekakuan sendi yang terjadi tiba-tiba akibat blok secara
mekanis pada sendi oleh tulang rawan atau meniskus.
4. Pembengkakan
Pembengkakan dapat terjadi pada jaringan lunak, sendi atau tulang. Penting untuk diketahui riwayat
pembengkakan yang terjadi apakah setelah suatu trauma atau tidak, apakah terjadi secara perlahan
misalnya pada hematoma/hemartrosis atau progresif dalam beberapa waktu. Pembengkakan dapat
disebabkan oleh infeksi, tumor jinak atau ganas.
5. Deformitas
Deformitas dapat terjadi pada sendi, anggota gerak atau tempat-tempat lain. Deformitas dapat pada satu
sendi atau lebih dari satu sendi (bersifat umum).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan tentang deformitas adalah:
- Onset (kapan terjadi)
- Perubahan, apakah deformitas makin berrtambah setelah selang waktu tertentu.
- Karakter/sifat-sifat deformitas, apakah bertambah dengan adanya inflamasi dan kekakuan
sendi.
- Kecacatan, apakah deformitas menimbulkan kecacatan dan seberapa jauh keadaan ini
menimbulkan gangguan pada aktivitas sehari-hari.
- Herediter, apakah ada riwayat keluarga misalnya ditemukan kelainan yang sama pad anggota
keluarga yang lain.
- Riwayat pengobatan, apakah deformitas terjadi setelah suatu pengobataan.
6. Instabilitas sendi
Perlu diketahui apakah kelainan yang ada menyebabkan ketidakstabilan sendi dan ditelusuri pula
penyebabnya apakah karena kelemahan otot atau kelemahan/robekan pada ligamen dan selaput sendi.
7. Kelemahan otot
Kelemahan otot dapat bersifat umum misalnya pada penyakit distrofi muskular atau bersifat lokal karena
gangguan neurologis pada otot misalnya pada Morbus Hansen, adanya paralisis peroneal atau pada
penyakit poliomielitis.
Yang perlu diperhatikan pada kelainan otot adalah:
- Waktu dan sifatnya, apakah terjadi secara bertahap atau secara tiba-tiba.
- Perlu diketahui batas dari bagian tubuh yang mengalami kelemahan otot, apakah kelainan ini
mengenai badan atau tungkai.
- Bersifat regresi atau spontan.
- Apakah disertai dengan kelainan sensoris misalnya parestesia, hipestesia atau hiperestesia.
- Apakah kontrol sfingter terganggu.
- Apakah kelainan ini menimbulkan kecacatan.
- Riwayat pengobatan sebelumnya.
8. Gangguan sensibilitas
Gangguan sensibilitas terjadi bila ada kerusakan saraf pada upper /lower motor neuron baik yang bersifat
lokal maupun menyeluruh. Gangguan sensibilitas dapat pula terjadi bila ada trauma atau penekanan pada
saraf. Perlu diketahui apakah gangguan ini bertambah berat atau malah makin berkurang.
9. Gangguan atau hilangnya fungsi
Gejala ini merupakan gejala yang sering ditemui pada kelainan bedah orthopedi. Gangguan atau hilangnya
fungsi baik pada sendi maupun anggota gerak dapat disebabkan oleh berbagai sebab seperti gangguan
fungsi karena nyeri yang terjadi setelah trauma, adanya kekakuan sendi atau kelemahan otot.
10. Jalan pincang
Kelainan ini memerlukan anamnesis dan pemeriksaan yang lebih teliti untuk mengetahui adanya kelainan
bawaan, trauma, infeksi atau sebab lain sebelumnya.

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Setelah kita mengetahui keluhan utama, terutama keluhan yang disebutkan diatas sehingga penderita
datang kepada kita, makan kita harus melakukan anamnesis yang teratur dan terarah tentang kemungkinan
penyakit yang diderita mengenai beberapa hal, seperti lamanya keluhan, apakah keluhan ini terus menerus atau
sewaktu mengalami aktifitas, apakah ada hubungannya dengna organ lain.

C. Riwayat penyakit lainnya


Perlu ditanyakan penyakit-penyakit lain yang diderita oleh penderita apakah terjadi sebelumnya atau
bersamaan dengan penyakit yang ada sekarang ini.

D. Riwayat sebelum sakit


Riwayat sbelum sakit perlu diketahui adalah keadaan umum sebelumnya, apakah ada penurunan berat
badan atau tidak, serta hal-hal lain yang dialami sebelum sakit, yaitu:
 Riwayat penyakit dahulu
Perlu diketahui penyakit-penyakit yang dialami sebelumnya yang kemungkinan mempunyai hubungan
dengan penyakit yang diderita sekarang.
 Riwayat trauma
Perlu diketahui dari pemderita apakah pernah mengalami trauma yang kemungkinan trauma ini
memberikan gangguan pada muskuloskeletal baik berupa kelainanmaupun komplikasi-komplikasi lain
yang dialami saat ini.
 Riwayat pengobatan
Penulusuran tentang obat-obatan yang digunakan oleh penderita sebelumnya perlu dilakukan karena dapat
menimbulkan komplikasi misalnya pemakaian kortikon dapat menimbulkan nekrosis avaskuler pada
panggul. Selain itu ditanyakan pula pada penderita tentang adanya riwayat alergi terhadap obat-obatan.
 Riwayat operasi
Riwayat operasi penderita perlu diketahui karena kemungkinan ada hubungan nya dengan keluhan
sekarang seperti operasi karsinoma prostat, karsinoma mammae yang dapat memberikan meatastasis ke
tulang dengan segala komplikasinya.

E. Riwayat sistem tubuh lainnya


Secara sistematis dilakukan penulusuran pada organ-organ tubuh lainnya tentang adanya keluhan, kelainan
atau penyakit yang diderita sebelumnya.

F. Riwayat Penyakit Keluarga


Penelusuran riwayat keluarga sangat penting, karena berbagai penyakit muskuloskeletal berkaitan dengan
kelainan genetik dan dapat diturunkan.
G. Latar Belakang Sosial dan Pekerjaan
Riwayat sosial penderita yang perlu diketahui adalah keadaan ekonomi keluarga serta lingkungannya dan
juga kebiasaan-kebiasan lain seperti peminum alkohol. Sedangkan riwayat pekerjaan perlu diketahui karena ada
pekerjaan-pekerjaan tertentu yang dapat menimbulkan cedera yang khusus atau kelainan-kelainan khusus pula.

2. Media Pembelajaran
1. Penuntun LKK 2 Blok IX FK UMP
2. Ruang kerja dokter
3. Pasien simulasi

3. Langkah Kerja
1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien.
2. Menanyakan identitas pasien.
3. Menjelaskan tujuan anamnesis dan meminta izin kepada pasien untuk melakukan anamnesis.
4. Menanyakan keluhan utama.
5. Menanyakan riwayat penyakit sekarang.
6. Menanyakan riwayat penyakit lainnya.
7. Menanyakan riwayat sebelum sakit.
8. Menanyakan riwayat sistem tubuh lainnya.
9. Menanyakan riwayat keluarga.
10. Menanyakan latar belakang sosial dan pekerjaan.

PEMERIKSAAN FISIK MUSKULOSKELETAL 1

A. Sasaran Pembelajaran
Setelah kegiatan ini diharapkan mahasiswa mampu:
1. Mengidentifikasi titik-titik penanda anatomi pada tubuh manusia.
2. Menyimpulkan kemungkinan gangguan muskuloskeletal yang terjadi dengan bantuan titik-titik penanda
anatomi tersebut.

B. Pelaksanaan
1. Landasan Teori
Anatomi klinik adalah suatu ilmu yang mempelajari struktur makroskopik dan fungsi tubuh yang
berhubungan dengan praktik kedokteran dan ilmu kesehatan lainnya. Kepentingan anatomi klinik dalam
gangguan musculoskeletal sangatlah penting karena membantu seorang dokter untuk memahami adanya
kelainan pada struktur anatomi normal, sehingga seorang dokter dapat menegakkan diagnosis dengan tepat dan
menyarankan pemeriksaan penunjang yang tidak mubazir.
Seluruh deskripsi tubuh manusia didasarkan pada anggapan bahwa orang berdiri tegak, ekstremitas
superior berada di samping tubuh, dengan wajah serta telapak tangan menghadap ke depan. Posisi ini
dinamakan posisi anatomi. Beberapa bagian tulang dapat dijadikan penanda keadaan normal suatu struktur
anatomi, misalnya tuberculum majus dan minus os humeri, olecranon os ulna, processus styloideus os radius
dan os ulna, serta masih banyak lagi.
Kemungkinan gangguan musculoskeletal yang dapat diketahui dengan berubahnya posisi anatomi
misalnya fraktur pada tulang-tulang besar, atau dislokasi pada sendi-sendi besar. Misalnya dislokasi articulatio
coxae yang dapat menimbulkan perubahan posisi tubuh pada saat berdiri.
Gambar 1: Posisi anatomi tubuh manusia
Sumber: www.mananatomy.com

1.2 Media Pembelajaran


1. Penuntun LKK 2 Blok IX FK UMP
2. Ruang kerja dokter
3. Pasien simulasi
4. Spidol hitam (1 buah per kelompok)
5. Penggaris panjang

1.3 Langkah Kerja


1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien.
2. Menanyakan identitas pasien.
3. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan.
4. Meminta izin pasien untuk melakukan pemeriksaan.
5. Mempersiapkan alat yang akan digunakan.
6. Pasien diminta berdiri. Pemeriksa berdiri di belakang pasien.
7. Melakukan pemeriksaan tulang belakang (columna vertebralis)
a. Tekan procesus spinosus mulai dari os cervical sampai ke os lumbal.
b. Periksa apakah posisinya lurus atau berkelok-kelok, ada nyeri tekan atau tidak.
8. Melakukan pemeriksaan os scapulae.
a. Raba margo medialis kedua scapula bersama-sama, tentukan kesimetrisannya.
b. Minta pasien untuk mengangkat kedua lengannya ke atas dan raba gerakan kedua scapulae.
Apabila normal, maka scapulae akan bergerak secara simetris saat pasien mengangkat kedua
lengan dan tidak ada krepitasi.
9. Pemeriksa berpindah posisi ke depan pasien.
10. Melakukan pemeriksaan os femur.
a. Periksa kesimetrisan trochanter mayor kedua os femur. Bila tidak simetris kemungkinan ada
fraktur dan dislokasi.

Gambar 2. Os femur
Sumber: www.
11. Melakukan pemeriksaan tulang pelvis.
a. Raba SIAS dan os ilium, periksa kesimetrisannya (bisa ditandai dengan spidol lalu ukur dengan
penggaris).
b. Lalu os coxae sedikit digoyangkan untuk mengecek stabilitas articulatio coxae. Periksa apakah
ada nyeri atau tidak.
c. Raba simfisis pubis untuk memeriksa kesimetrisannya, lalu tekan untuk mengetahui ada nyeri
tekan atau tidak.
12. Meminta pasien untuk duduk.
13. Melakukan pemeriksaan kepala.
a. Memeriksa os zygomaticus
- Tekan kedua os zygomaticus untuk melihat ada tidaknya nyeri tekan.

Gambar 3. Os zygomaticus (Sumber: www.old.lf3.cuni.cz)

b. Memeriksa Temporomandibular junction (TMJ)


- Meraba kedua TMJ secara bersamaan untuk memeriksa kesimetrisannya.
- Apabila tidak simetris, kemungkinan terjadi dislokasi TMJ.

Gambar 4. Temporomandibular junction


Sumber: www.newenglanddentalcenter.com

c. Memeriksa mentum.
- Periksa ada tidaknya nyeri tekan dengan menekan mentum.

14. Melakukan pemeriksaan os humeri.


a. Raba tuberculum majus dan tuberculum minus os humeri pada satu sisi, normalnya kedua titik
tersebut terletak dalam satu garis. Bila tidak segaris, kemungkinan ada fraktur atau dislokasi.
Periksa apakah ada nyeri tekan.
b. Raba epicondylus medialis os humerus, epicondylus lateralis os humerus, dan olecranon os
ulna. Dalam keadaan ekstensio lengan bawah, ketiga bagian ini terletak dalam satu garis lurus.
Dalam keadaan flexio maksimal lengan bawah, ketiga bagian tulang tersebut membentuk segitiga
sama kaki. Apabila terjadi perubahan, maka kemungkinan ada gangguan musculoskeletal.
Gambar 5. Articulatio cubiti (sendi siku)
Sumber: www.thesebonesofmine.wordpress.com

15. Melakukan pemeriksaan os radius dan os ulna.


a. Raba processus styloideus os radius dan processus styloideus os ulna di lengan yang sama secara
bersamaan. Periksa kesimetrisan dan kemungkinan arah gerakan sendi pergelangan tangan,
apakah ada gangguan.
16. Melakukan pemeriksaan os patella.
a. Pemeriksa meraba kedua os patella dan menilai kesimetrisan keduanya.
b. Lalu gerakkan os patella untuk mengetahui apakah ada gangguan pada ligamentumnya.
17. Melakukan pemeriksaan os tibia.
a. Periksa kesimetrisan condylus lateralis dengan condylus medialis disisi tungkai yang sama.
Apabila tidak simetris, kemungkinan ada gangguan. Lalu periksa ada tidaknya nyeri tekan.
b. Periksa kesimetrisan malleolus lateralis dengan malleolus medialis disisi tungkai yang sama.
Apabila tidak simetris, kemungkinan ada gangguan. Lalu periksa ada tidaknya nyeri tekan.
c. Susuri margo anterior tibia sambil ditekan untuk menilai permukaan corpus tibia.

18. Pasien lalu diminta untuk berbaring.


19. Melakukan pemeriksaan os clavicula.
a. Periksa kesimetrisan kedua os clavicula dengan cara menyusuri kedua tulang secara bersamaan.
Bila tidak simetris kemungkinan ada fraktur.
20. Melakukan pemeriksaan os sternum.
a. Periksa ada tidaknya nyeri tekan dengan menekan sternum dari atas ke bawah.
21. Melakukan pemeriksaan os costae.
a. Periksa ada tidak nyeri tekan dengan menekan costae dari cranial ke caudal di linea axilaris
anterior.
b. Lakukan pada sisi satunya.
1.4 Interpretasi Hasil
Mahasiswa menyimpulkan hasil pemeriksaan tersebut di atas menjadi suatu kemungkinan diagnosis
gangguan muskuloskeletal, misalnya fraktur, dislokasi.

Pemeriksaan Fisik Musculoskeletal

Lakukan Identifikasi penanda anatomi untuk pemeriksaan fisik musculoskeletal pada pasien ini!

N Aktivitas yang dinilai


o
Sikap:
a. Mengucapkan salam/selamat.... kepada pasien simulasi
b. Memperkenalkan diri kepada pasien simulasi
1 c. Menanyakan identitas pasien simulasi dengan sopan
d. Menjelaskan akan dilakukan pemeriksaan yang berhubungan dengan keluhan pada pasien
e. Meminta izin melakukan tindakan
f. Mempersiapkan alat yang akan digunakan

2 Pemeriksaan Musculoskeletal
Meminta pasien untuk duduk
a. Melakukan pemeriksaan kepala.
- Memeriksa os zygomaticus
Tekan kedua os zygomaticus untuk melihat ada tidaknya nyeri tekan.

Gambar 3. Os zygomaticus (Sumber: www.old.lf3.cuni.cz)

- Memeriksa Temporomandibular junction (TMJ)


1. Meraba kedua TMJ secara bersamaan untuk memeriksa kesimetrisannya.
2. Apabila tidak simetris, kemungkinan terjadi dislokasi TMJ.

Gambar 4. Temporomandibular junction


Sumber: www.newenglanddentalcenter.com

- Memeriksa mentum: Periksa ada tidaknya nyeri tekan dengan menekan mentum.

Pasien diminta berdiri. Pemeriksa berdiri di belakang pasien.


a. Melakukan pemeriksaan tulang belakang (columna vertebralis)
- Tekan procesus spinosus mulai dari os cervical sampai ke os lumbal.
- Periksa apakah posisinya lurus atau berkelok-kelok, ada nyeri tekan atau tidak.
b. Melakukan pemeriksaan os scapulae.
- Raba margo medialis kedua scapula bersama-sama, tentukan kesimetrisannya.
- Minta pasien untuk mengangkat kedua lengannya ke atas dan raba gerakan kedua scapulae.
Apabila normal, maka scapulae akan bergerak secara simetris saat pasien mengangkat kedua
lengan dan tidak ada krepitasi.

Pemeriksa berpindah posisi ke depan pasien.


a. Melakukan pemeriksaan os humeri.
- Raba tuberculum majus dan tuberculum minus os humeri pada satu sisi, normalnya kedua titik
tersebut terletak dalam satu garis. Bila tidak segaris, kemungkinan ada fraktur atau dislokasi.
Periksa apakah ada nyeri tekan.
- Raba epicondylus medialis os humerus, epicondylus lateralis os humerus, dan olecranon os
ulna. Dalam keadaan ekstensio lengan bawah, ketiga bagian ini terletak dalam satu garis lurus.
Dalam keadaan flexio maksimal lengan bawah, ketiga bagian tulang tersebut membentuk segitiga
sama kaki. Apabila terjadi perubahan, maka kemungkinan ada gangguan musculoskeletal.

Gambar 5. Articulatio cubiti (sendi siku)


Sumber: www.thesebonesofmine.wordpress.com

b. Melakukan pemeriksaan os radius dan os ulna.


- Raba processus styloideus os radius dan processus styloideus os ulna di lengan yang sama secara
bersamaan. Periksa kesimetrisan dan kemungkinan arah gerakan sendi pergelangan tangan,
apakah ada gangguan.
c. Melakukan pemeriksaan tulang pelvis.
- Raba SIAS dan os ilium, periksa kesimetrisannya (bisa ditandai dengan spidol lalu ukur dengan
penggaris).
- Lalu os coxae sedikit digoyangkan untuk mengecek stabilitas articulatio coxae. Periksa apakah
ada nyeri atau tidak.
- Raba simfisis pubis untuk memeriksa kesimetrisannya, lalu tekan untuk mengetahui ada nyeri
tekan atau tidak.
d. Melakukan pemeriksaan os femur.
- Periksa kesimetrisan trochanter mayor kedua os femur. Bila tidak simetris kemungkinan ada
fraktur dan dislokasi.
Gambar 2. Os femur

e. Melakukan pemeriksaan os patella.


- Pemeriksa meraba kedua os patella dan menilai kesimetrisan keduanya.
- Lalu gerakkan os patella untuk mengetahui apakah ada gangguan pada ligamentumnya.
f. Melakukan pemeriksaan os tibia.
- Periksa kesimetrisan condylus lateralis dengan condylus medialis disisi tungkai yang sama.
Apabila tidak simetris, kemungkinan ada gangguan. Lalu periksa ada tidaknya nyeri tekan.
- Periksa kesimetrisan malleolus lateralis dengan malleolus medialis disisi tungkai yang sama.
Apabila tidak simetris, kemungkinan ada gangguan. Lalu periksa ada tidaknya nyeri tekan.
- Susuri margo anterior tibia sambil ditekan untuk menilai permukaan corpus tibia.

Pasien lalu diminta untuk berbaring.


a. Melakukan pemeriksaan os clavicula.
1. Periksa kesimetrisan kedua os clavicula dengan cara menyusuri kedua tulang secara bersamaan.
Bila tidak simetris kemungkinan ada fraktur.
b. Melakukan pemeriksaan os sternum.
2. Periksa ada tidaknya nyeri tekan dengan menekan sternum dari atas ke bawah.
c. Melakukan pemeriksaan os costae.
3. Periksa ada tidak nyeri tekan dengan menekan costae dari cranial ke caudal di linea axilaris
anterior.
4. Lakukan pada sisi satunya.

PENUNTUN LKK 5 BLOK IX: PEMERIKSAAN FISIK MUSKULOSKELETAL 2


A. Sasaran Pembelajaran
Setelah kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan inspeksi/look pada kasus orthopedi.
2. Melakukan palpasi/feel pada pasien orthopedi.
3. Melakukan pemeriksaan kekuatan otot.

B. Pelaksanaan
1. Landasan Teoriz
Pada bidang ilmu bedah orthopedi, pemeriksaan fisik pada dasarnya dibagi menjadi :
1. Pemeriksaan Fisik Umum
2. Pemeriksaan fisik orthopedi
a. Pemeriksaan fisik orthopedi umum
b. Pemeriksaan fisik orthopedi regional

PEMERIKSAAN FISIK UMUM

Pemeriksaan fisik ini dilakukan sebagaimana pemeriksaan fisik bidang kedokteran lainnya dan bertujuan
untuk mengevaluasi keadaan fisik penderita secara umum serta melihat apakah ada indikasi penyakit lainnya
selain kelainan muskuloskeletal.

PEMERIKSAAN FISIK ORTOPEDI

1. Pemeriksaan orthopedi umum


a. Status Generalis
Pemeriksaan orthopedi yang dilakukan meliputi :
- Pemeriksaan bagian dengan keluhan utama.
- Pemeriksaan kemungkinan nyeri kiriman dari sumber tempat lain (reffered pain).
Prinsip-prinsip dasar pemeriksaan terdiri atas :
- Perlu cahaya yang baik atau terang dan bagian yang diperiksa tidak tertutup kain/ telanjang.
- Jangan memeriksa secara tergesa-gesa dan hadapkan muka pemeriksa ke muka penderita untuk
memberikan kepercayaan.
- Selalu menyiapkan perlengkapan pemeriksaan.
- Pemeriksaan bagian badan secara hati-hati, sistematik dan terarah.
- Periksa tempat lain yang mungkin ada hubungannya.

Pemeriksaan fisik sebenarnya sudah dimulai ketika penderita datang ke dokter dengan mengamati
penampakan umum penderita, raut muka, cara berjalan, cara duduk dan cara tidur, proporsi tinggi badan
terhadap anggota tubuh lainnya, keadaan simetris bagian tubuh kiri dan kanan, cara berjalan dan tingkah laku,
ekspresi wajah, kecemasan serta reaksi emosional lainnya untuk melihat aspek-aspek emosional dam somatis
dari penderita.

1. Status Lokalis
Pemeriksaan dilakukan secara sistematis dengan urut-urutan sebagai berikut :
 Inspeksi (look)
 Palpasi (feel)
 Kekuatan otot (power)
 Penilaian gerakan sendi baik aktif maupun pasif (move)
 Auskultasi
 Uji-uji fisik khusus

INSPEKSI (LOOK)
Pemeriksaan umum dimulai dengan observasi pasien saat memasuki ruang pemeriksaan, melepas pakaian,
duduk, berbaring dan mengenakan pakaian. Observasi ini meliputi:
a. Penampilan umum pasien, wajah, dan gaya berjalan (gait). Untuk analisis gait, pasien diminta untuk
berjalan, dokter menganalisis fase gerakan natural yang berupa heel strike, stance phase, toe off dan swing
phase. Apakah pasien menggunakan alat bantu orthopedi seperti corset, crutch, protesa , harness, brace dan
cane.
b. Sikap badan pasien (posisi): posisi tulang belakang, deformitas sendi, dsb
c. Kesimetrisan dan kontur tubuh: kelainan kongenital atau kelainan didapat pada kontur tubuh, hipertrofi,
pembengkakan, efusi, atrofi, dan deformitas
d. Kulit : warna dan tekstur
e. Jaringan lunak, yaitu pembuluh darah, saraf, otot, tendo, ligamen, jaringan lemak, fasia, kelenjar limfe
f. Tulang dan sendi
g. Sinus dan jaringan parut

PALPASI/ FEEL
Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai kondisi jaringan, tulang dan sendi, dan gangguan fungsi selama
gerak. Oleh karena itu pengetahuan anatomi sangat penting untuk memahaminya. Penilaian dalam pemeriksaan
ini meliputi:
a. Suhu kulit; panas/dingin, apakah denyutan arteri dapat diraba atau tidak
b. Jaringan lunak; untuk mengetahui adanya spasme otot, atrofi otot, keadaan membran sinovial, adanya
tumor, dan sifat-sifat lainnya, adanya ciran didalam/diluarsendi atau adanya pembengkakan.
c. Nyeri tekan; lokalisasi nyeri, setempat atau refered pain
d. Tulang; diperhatikan bentuk, permukaan, ketebalan, penonjolan dari tulang atau adanya gangguan didalam
hubungan yang normal antara tulang satu dengan lainnya
e. Pengukuran panjang anggota gerak; terutama anggota gerak bawah, juga untuk mengetahui adanya atrofi
atau hipertrofi otot
f. Penilaian deformitas yang menetap; dilakukan apabila sendi tidakd apat diletakkan pada posisi anatomis
yang normal

KEKUATAN OTOT (POWER)


Menurut Medical Research Council kekuatan otot dibagi dalam grade 0-5, yaitu :
Penilaian Skor Fungsi
Normal 5 Dapat bergerak penuh melawan gaya gravitasi dan tahanan
maksimal
Baik 4 Dapat bergerak penuh melawan gaya gravitasi dan melawan
tahanan ringan
Lemah 3 Mampu menggerakkan persendian dan dapat bergerak penuh
melawan gaya gravitasi tapi tanpa tahanan tambahan
Sangat lemah 2 Mampu menggerakkan persendian namun tidak dapat/sedikit
melawan gravitasi dan tidak dapat melawan tahanan
Vestigial 1 Secara palpasi dapat dirasakan tegangan otot tanpa pergerakan
sendi
Nol 0 Tidak ada tanda dari kontraksi otot

Gambar 2. Kekuatan otot

PERGERAKAN (MOVE)
Pada pergerakan sendi dikenal dua istilah yaitu pergerakan aktif yang merupakan pergerakan sendi yang
dilakukan oleh penderita sendiri dan pergerakan pasif yaitu pergerakan sendi dengan bantuan pemeriksa.
Pada pergerakan dapat diperoleh informasi mengenai :
a. Evaluasi gerakan sendi secara aktif dan pasif
 Apakah gerakan ini menimbulkan sakit
 Apakah gerakan ini disertai krepitasi
b. Stabilitas sendi
Terutama ditentukan integritas kedua permukaan sendi dan keadaan ligamen. Pemeriksaan stabilitas sendi
dapat dilakukan dengan memberikan tekanan pada ligamen dan pengamatan gerakan sendi
c. Pemeriksaan ROM (range of motion)
Pemeriksaan batas gerakan sendi harus dicatat dalam setiap pemeriksaan ortopedi yang meliputi batas
gerakan aktif dan pasif
Setiap sendi memiliki nilai batas gerakan normal yang menjadi patokan untuk gerakan abnormal dari
sendi.

AUSKULTASI
Pemeriksaan auskultasi pada bidang bedah orthopedi jarang dilakukan dan biasanya dilakukan bila ada
krepitasi misalnya pada fraktur atau untuk mendengar bising fistula arteriovenosa.

PEMERIKSAAN ORTHOPEDI REGIONAL


Pemeriksaan orthopedi regional terdiri atas :
1. Pemeriksaan tulang belakang
a. Pemeriksaan leher dan vertebra servikalis
b. Pemeriksaan vertebra thorakal dan lumbal
2. Pemeriksaan sendi bahu
3. Pemeriksaan lengan atas dan sendi siku
4. Pemeriksaan lengan bawah, pergelangan tangan dan jari-jari tangan
5. Pemeriksaan sendi panggul
6. Pemeriksaaan lutut
7. Pemeriksaan tungkai bawah, pergelangan kaki dan jari-jari kaki

2. Media Pembelajaran
1. Penuntun LKK 5 Blok IX FK UMP
2. Ruang kerja dokter
3. Tempat tidur pemeriksaan
4. Meteran
5. Goniometer/busur
6. Alat tulis

Gambar alat pemeriksaan orthopedi

3. Langkah Kerja
1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien.
2. Menanyakan identitas pasien.
3. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan.
4. Meminta izin pasien untuk melakukan pemeriksaan.
5. Melakukan inspeksi
a. Memperhatikan penampilan umum pasien, wajah, dan gaya berjalan (gait).
b. Memperhatikan sikap badan pasien (posisi tulang belakang, deformitas sendi, dsb.).
c. Memperhatikan kesimetrisan dan kontur tubuh (kelainan kongenital atau kelainan didapat pada kontur
tubuh, hipertrofi, pembengkakan, efusi, atrofi, dan deformitas).
d. Memperhatikan warna dan tekstur kulit.
6. Melakukan palpasi
a. Memeriksa suhu kulit dengan menyentuh permukaan kulit pasien untuk menentukan panas/dingin.
b. Meraba denyutan arteri apakah dapat diraba atau tidak.
c. Memeriksa jaringan lunak (spasme otot, atrofi otot, keadaan membran sinovial, adanya tumor, dll).
d. Menentukan apakah ada nyeri tekan ( lokalisasi nyeri, setempat atau refered pain).
e. Meraba permukaan tulang (bentuk, permukaan, ketebalan, penonjolan dari tulang atau adanya
gangguan didalam hubungan yang normal antara tulang satu dengan lainnya).
f. Mengukur panjang anggota gerak, terutama anggota gerak bawah (true length dan apperent length).
7. Pemeriksaan kekuatan otot
a. Memeriksa kekuatan anggota gerak atas.
- Menyuruh penderita mengangkat kedua anggota gerak atas secara perlahan dan menahan
sebentar lalu membandingkan kanan dan kiri.
- Memeriksa kekuatan lengan atas dengan cara meminta mengabduksikan kedua artikulasio
humeri dan ditahan oleh tangan pemeriksa lalu membandingkan kanan dan kiri.
- Memeriksa kekuatan lengan bawah dengan cara meminta penderita untuk mem-fleksikan kedua
artikulasio cubiti dan ditahan oleh pemeriksa lalu membandingkan kanan dan kiri.
- Memeriksa kekuatan kedua tangan dan membandingkan kanan dan kiri dengan cara bersalaman.
b. Memeriksa kekuatan anggota gerak bawah.
- Meminta penderita untuk berbaring di tempat tidur.
- Menyuruh penderita mengangkat kedua anggota gerak bawah secara perlahan dan
membandingkan kanan dan kiri.
- Memeriksa kekuatan otot-otot paha dengan cara meminta memfleksikan artikulasio coxae dan
ditahan oleh tangan pemeriksa, lalu membandingkan otot paha kanan dan kiri.
- Memeriksa kekuatan otot-otot regio cruris dengan cara meminta pasien untuk memfleksikan
artikulasio genu. Setelah itu pemeriksa meminta pasien untuk mengekstensikan artikulasio genu
sembari tangan pemeriksa memberikan tahanan, lalu bandingkan kanan kiri.
- Memeriksa kekuatan engkel dengan cara meminta pasien untuk melawan tahanan yang diberikan
pemeriksa pada telapak kakinya.
LKK 6 BLOK IX:PEMERIKSAAN FISIK MUSKULOSKELETAL 3

A. Sasaran Pembelajaran:
Setelah kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu:
Melakukan Pemeriksaan pergerakan/move dan menentukan ROM pada kasus orthopedi.

B. Pelaksanaan
1. Landasan Teori

Pemeriksaan ROM (range of motion)


Pemeriksaan batas gerakan sendi harus dicatat dalam setiap pemeriksaan ortopedi yang meliputi batas
gerakan aktif dan pasif
Setiap sendi memiliki nilai batas gerakan normal yang menjadi patokan untuk gerakan abnormal dari
sendi.
Pengukuran pergerakan sendi harus dimulai pada posisi nol. Nilai derajat yang didapat mengindikasikan amplitudo
gerakan dari posisi nol. Mahasiswa harus mengetahui nilai normal Range Of motion (ROM) pada masing-masing
sendi:
1. Sendi tulang belakang bagian Cervical, thorakal dan lumbalis : melengkung ke depan, kebelakang, dan
kesamping serta rotasi
2. Shoulder/Bahu
Niilai normal ROM sendi bahu:
- Abduksi : 00-1600/1800
- Rotasi Internal : 00-900 (lengan diabduksi)
- Rotasi eksternal : 00-900
- Fleksi : 00-1800
- Ekstensi : 00-400
3. Siku : Fleksi/ekstensi
Nilai normal ROM siku :
- Fleksi : 00-1400
4. Lengan bawah: pronasi dan supinasi
Nilai normal ROM lengan bawah :
- Pronasi : 00-750
- Supinasi : 00-800
5. Pergelangan tangan : fleksi/ekstensi, deviasi radial/ulna
Nilai normal ROM pergelangan tangan :
- Fleksi : 00-600
- Ekstensi : 00-500
- Deviasi Ulna : 00-350
- Deviasi Radial : 00-200
6. Paha/hip : fleksi/ekstensi, abduksi/adduksi, rotasi internal/eksternal
Nilai normal ROM paha/hip:
- Ekstensi : 50-200
- Fleksi : 00-1200
- Abduksi : 00-400
- Adduksi : 00-250
- Rotasi internal : 00-450
- Rotasi eksternal : 00-450
7. Lutut : fleksi/ ekstensi dan rotasi internal/eksternal
Nilai normal ROM lutut :
- Ekstensi :
- Fleksi : 00-1350
- Rotasi internal :
- Rotasi eksternal :
8. Engkel : plantar fleksi/ dorsi fleksi
Nilai normal ROM engkel :
- Plantar Fleksi : 00-550
- Dorsifleksi : 00-150
2. Media Pembelajaran
1. Penuntun LKK 6 Blok IX FK UMP
2. Ruang kerja dokter
3. Tempat tidur pemeriksaan
4. Meteran
5. Goniometer/busur
6. Alat tulis
7. Spidol Marker

3. Langkah Kerja
1. Pemeriksaan ROM Articulatio Cubiti:
a. Tentukan titik nol pada tubuh pasien sesuai, lalu letakkan titik tengah goniometer/busur pada
titik nol tersebut. Goniometer/busur diletakkan tegak lurus dengan articulation cubiti.
b. Minta pasien memfleksikan lengan bawahnya lalu diukur ROM nya dengan
goniometer/busur. Catat sudut yang dibentuk oleh gerakan fleksi tersebut (bukan sudut antara
lengan bawah dan lengan atas).
c. Minta pasien untuk mengekstensikan lengan bawahnya kembali. Catat sudut yang dibentuk
oleh pergerakan tersebut.
b. Lakukan interpretasi ROM pasien tersebut.

2. Pemeriksaan ROM Articulatio Humeri


a. Tentukan titik nol pada tubuh pasien sesuai, lalu letakkan titik tengah goniometer/busur pada
titik nol tersebut. Goniometer/busur diletakkan tegak lurus dengan articulation cubiti.
b. Minta pasien memfleksikan lengan atasnya lalu diukur ROM nya dengan goniometer/busur.
Catat sudut yang dibentuk oleh gerakan fleksi tersebut.
c. Minta pasien untuk mengekstensikan lengan atasnya kembali. Catat sudut yang dibentuk oleh
pergerakan tersebut.
d. Lakukan interpretasi ROM pasien tersebut.

3. Pemeriksaan ROM articulatio atlantooccipitalis


a. Tentukan titik nol pada daerah cervical.
b. Letakkan busur di samping kepala dengan titik tengah sejajar os cervical VII.
c. Minta pasien menunduk. Catat sudut yang dibentuk oleh pergerakan kepala tersebut.
d. Minta pasien mengangkat kepalanya kembali. Catat sudut yang dibentuk oleh pergerakan
kepala tersebut.
e. Pindahkan posisi busur/goniometer ke atas kepala, dengan occiput sebagai titik tengahnya.
f. Minta pasien menoleh ke kanan. Catat pergerakan yang timbul akibat pergerakan tersebut.
g. Minta pasien meluruskan kembali posisi kepalanya. Lalu minta pasien menoleh ke kiri.
Catat pergerakan yang timbul akibat pergerakan tersebut.

4. Pemeriksaan ROM articulatio radiocarpalis


a. Letakkan titik tengah busur pada pertengahan articulatio radiocarpalis, sejajar dengan
panjang lengan.
b. Minta pasien mengadduksikan telapak tangannya. Catat sudut yang dibentuk oleh pergerakan
tersebut.
c. Minta pasien meluruskan posisi telapak tangannya. Lalu minta pasien mengabduksikan
telapak tangannya. Catat sudut yang dibentuk oleh pergerakan tersebut.
d. Letakkan titik tengah busur pada sisi lateral articulatio radiocarpalis (processus styloideus os
radius).
e. Minta pasien memfleksikan telapak tangannya. Catat sudut yang dibentuk oleh pergerakan
tersebut.
f. Minta pasien meluruskan telapak tangannya, lalu minta pasien mengekstensikan telapak
tangannya. Catat sudut yang dibentuk oleh pergerakan tersebut.

5. Pemeriksaan ROM articulatio coxae


a. Letakkan titik tengah busur pada sisi lateral articulatio coxae pada trochanter mayor os
femur.
b. Minta pasien memfleksikan tungkai atasnya. Catat sudut yang dibentuk oleh pergerakan
tersebut.
c. Minta pasien meluruskan kembali tungkai atasnya. Catat sudut yang dibentuk oleh
pergerakan tersebut.

6. Pemeriksaan ROM articulatio genus


a. Minta pasien berbaring.
b. Letakkan busur/goniometer pada condylus lateral os tibia.
c. Minta pasien memfleksikan tungkai bawahnya. Catat sudut yang dibentuk oleh pergerakan
tersebut.
d. Minta pasien mengekstensikan tungkai bawahnya. Catat sudut yang dibentuk oleh pergerakan
tersebut.

Gambar 1. Cara mengukur ROM articulatio genu


Sumber: www.tokosakura.com
7. Pemeriksaan ROM articulatio talocruralis
a. Minta pasien berbaring.
b. Letakkan busur/goniometer pada malleolus lateral os fibula.
c. Minta pasien memfleksikan kakinya. Catat sudut yang dibentuk oleh pergerakan tersebut.
d. Minta pasien mengekstensikan kakinya. Catat sudut yang dibentuk oleh pergerakan tersebut.

4. Interpretasi Hasil
Mahasiswa melakukan interpretasi hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan, apakah pasien normal atau tidak
normal. Bila ada yang tidak normal, maka mahasiswa menyimpulkan kemungkinan diagnosis orthopedi pasien
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai