Anda di halaman 1dari 13

 Audit Plan ( Perencanaan Pemeriksaan )

Berdasarkan SA 300.3
Standar audit 300 perencanaan suatu audit laporan keuangan (IAPI,2013)
yang berlaku efektif mulai tanggal 1 january 2013 (untuk emiten ) dan 1 january
2014 ( untuk entitas selain emiten ) merupakan pedoman dalam menyusun
perencanaan pemeriksaan
Perencanaan dan supervisi berlangsung terus-menerus selama audit, dan
prosedur yang berkaitan sering kali tumpang tindih (overlap). Audior sebagai
penanggung jawab akhir dapat mendelegasikan sebagian fungsi perencanaan dan
supervise auditnya kepada staf lain dalam kantor akuntannya (asisten).
Perencanaan audit meliputi pengembangan strategi menyeluruh pelaksanaan
dan lingkup audit yang diharapkan. Sifat, luas, dan saat perencanaan bervariasi
dengan ukuran dan kompleksitas suatu usaha, pengalaman mengenai satuan
usaha, dan pengetahuan tentang bisnis satuan usaha. Dalam perencanaan audit,
auditor harus mempertimbangkan antara lain:
a) Masalah yang berkaitan dengan bisnis satuan usaha tersebut dan industry
dimana satuan usaha tersebut beroperasi didalamnya.
b) Kebijakan  dan prosedur akuntansi satuan usaha tersebut
c) Metode yang digunakan oleh satuan usaha tersebut dalam mengolah
informasi akuntansi yang signifikan, termasuk penggunaan organisasi jasa dari
luar untuk mengolah informasi akuntansi pokok perusahaan
d) Penetapan tingkat resiko pengendalian yang direncanakan
e) Pertimbangan awal tentang tingkat meterialitas untuk tujuan audit
f) Pos laporan keuangan yang mungkin memerlukan penyesuaian
(adjustment)
g) Kondisi yang mungkin memerlukan perluasan atau pengubahan pengujian
audit, seperti resiko kekeliruan dan ketidakberesan yang material atau adanya
transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa
h) Sifat laporan audit yang diharapkan akan diserahkan kepada pemberi
tugas (sebagai contoh, laporan audit tentang laporan keuangan konsolidasi,
laporan khusus untuk menggambarkan kepatuhan klien terhadap
kontrak/perjanjian).

Prosedur yang dapat dipertimbangkan oleh auditor dalam perencanaan dan


supervise biasanya mencakup review terhadap catatan auditor yang berkaitan
dengan satuan usaha dan diskusi dengan staf lain dalam kantor akuntan dan
pegawai satuan usaha tersebut. Contoh prosedur tersebut meliputi :
a) Mereview arsip korespondensi, kertas kerja, arsip permanen, laporan
keuangan, laporan audit tahun lalu.
b) Membahas masalah-masalah yang berdampak terhadap audit dengan
staf kantor akuntan yang bertanggung jawab atas jasa non audit bagi satuan
usaha.
c) Mengajukan pertanyaan terhadap perkembangan bisnis saat ini yang
berdampak terhadap satuan usaha.
d) Membaca laporan keuangan interim tahun berjalan.
e) Membicarakan tipe, luas, dan waktu audit dengan manajemen, dewan
komisaris, atau komite audit.
f) Mempertimbangkan dampak diterapkannya pernyataan standar
akuntansi dan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia,
terutama yang baru.
g) Mengkoordinasi bantuan dari pegawai satuan usaha dalam penyiapan
data.
h) Menentukan luasanya keterlibatan jika ada konsultan, spesialis, dan
auditor intern.
i) Membuat jadwal pekerjaan audit ( time schedule).
j) Menentukan dan mengkoordinasikan kebutuhan staf audit
k) Melaksanakan diskusi dengan pihak pemberi tugas untuk memperoleh
tambahan informasi tentang tujuan audit  yang akan dilakasanakan sehingga
auditor dapat mengantisipasi dan memberikan perhatian terhadap hal-hal yang
berkaitan yang dipandang perlu.
Agar dapat membuat perencanaan audit dengan sebaik-baiknya, auditor
harus memahami bisnis klien dengan sebaik-baiknya (understanding client
business), termasuk sifat dan jenis usaha klien, struktur organisasinya, struktur
permodalan, metode produksi, pemasaran, distribusi dan lain-lain.
Pengetahuan mengenai bisnis satuan usaha biasanya diperoleh auditor
melalui pengalaman dengan satuan usaha atau industrinya serta dari pengajuan
pertanyaan kepada pegawai perusahaan. Kertas kerja audit dari tahun
sebelumnya dapat berisi informasi yang bermanfaat mengenai sifat bisnis,
struktur organisasi, dan karateristik operasi, serta auditor adalah publikasi yang
dikeluarkan oleh industry, laporan keuangan satuan usaha lain dalam industry,
buku teks, majalah, dan perorangan yang memiliki pengetahuan mengenai
industry.
Pengetahuan tentang bisnis klien, membantu auditor dalam :
a) Mengidentifikasikan bidang yang memerlukan pertimbangan khusus.
b) Menilai kondisi yang didalamnya data akuntansi yang dihasilkan, diolah,
di-review dan dikumpulkan dalam organisasi.
c) Menilai kewajaran estimasi, seperti penilaian atas persediaan, depresiasi,
penyisihan piutang ragu-ragu persentase penyelesaian kontrak jangka panjang.
d) Menilai kewajaran representasi manajemen
e) Mempertimbangkan kesesuaian standar akuntansi yang diterapkan dan
kecukupan pengungkapanya.

Supervisi mencakup pengarahan usaha asisten yang terkait dalam pencapaian


tujuan audit dan menentukan apakah tujuan tersebut tercapai. Unsur supervisi
adalah memberikan instruksi kepada asisten, tetap menjaga penyampaian
informasi masalah-masalah penting yang dijumpai dalam audit, me-review
pekerjaan yang dilaksanakannya, dan menyelesaikan perbedaan pendapat di
antara staf audit kantor akuntan. Luasnya supervisi yang memadai bagi suatu
keadaan tergantung atas banyak faktor, termasuk kompleksitas masalah dan
kualifikasi orang yang melaksanakan audit.
Para asisten harus di beritahu tanggung jawab mereka dan tujuan prosedur
audit yang mereka laksanakan. Mereka harus di beritahu hal-hal yang
kemungkinan berpengaruh terhadap sifat, luas, dan saat prosedur yang harus
dilaksanakan, seperti sifat bisnis satuan usaha yang bersangkutan dengan
penugasan dan masalah-masalah akuntansi dan audit. Auditor dengan tanggung
jawab akhir untuk setiap audit harus mengarahkan asisten untuk mengemukakan
pertanyaan akuntansi dan auditing signifikan yang muncul dalam audit sehingga
auditor dapat menetapkan seberapa signifikan masalah tersebut.
Pekerjaan yang dilaksanakan oleh asisten harus direview untuk menentukan
apakah pekerjaan tersebut telah dilaksanakan secara memadai dan menilai
apakah hasilnya sejalan dengan kesimpulan yang disajikan dalam laporan audit.

Auditor harus menyusun Audit Plan, segera setelah Engagement Letter


disetujui oleh klien.
Isi dari Audit Plan mencakup :
1.      Hal – hal mengenai klien
2.      Hal – hal yang mempengaruhi klien
3.      Rencana kerja auditor
A. Hal – hal mengenai klien :
 Bidang usaha Klien, Alamat, Nomor Telephon, faksimile dan lain-lain
 Status Hukum Perusahaan ( berdasar akta Pendirian )
 Accounting policy ( kebijakan akuntansi )
 Neraca ( laporan posisi keuangan) komparatif dan perbandingan
penjualan Laba/Rugi tahun lalu dan sekarang. Perbandingan antara Neraca tahun
lalu dan Neraca tahun sekarang/ bulan terakhir tahun sekarang agar diperoleh
gambaran mengenai ukuran besar kecilnya perusahaan.
 Client contact yaitu mengenai nama dari orang-orang yang akan sering
dihubungi auditor misalnya:
 Presiden Direktur
 Controller, Chief  Accountant
 Dewan komisaris dan komite Audit
 Accounting, Auditing & Tax Problem, harus dijelaskan persoalan-
persoalan yang ( mungkin) akan dihadapi oleh klien, seperti:
 Accounting Problem, misalnyal
- Perubahan metode pencatatan dari menual ke computer
- Revaluasi fixed asset
- Perubahan metode atau tarif penyusutan
 Auditing Problem, misalnya:
- Hasil konfirmasi tahun lalu tidak memuaskan
- Perubahan accounting policy
 Tax Problem, misalnya:
- Masalah restitusi, kekurangan penyetoran
- Adanya 2 pembukuan

B. Hal-hal yang mempengaruhi Klien, bisa didapat dari majalah-majalah


ekonomi/surat kabar, antara lain:Business News, ekonomi keuangan Indonesia.
Contoh adanya peraturan peraturan baru yang dapat mempengaruhi klien
C. Rencana Kerja Auditor
Hal-hal yang penting antara lain:
 Staffing
- Nama partner
- Nama manager
- Nama supervisor
- Nama senior
- Nama asisten
 Waktu Pemeriksaan
- Waktu dimulainya suatu pemeriksaan
- Berapa lama waktu pemeriksaan
- Dead line dalam rti laporan pemeriksaan
- Buged baikdalam jumlah jam kerja maupun biaya pemeriksaan. Tarig
yangdibebankan kepada klien antara lain :
 Partner
 Manager
 Senior
 Junior
 Budget per section/area
 Jenis jasa yang diberikan
- General audit
- Special audit
- bantuan administrasi
- menyusun laporan posisi keuangan (neraca)/ labar rugi (L/R
Komprehensif)
- perpajakan
hal hal tambahan :
 Bantuan-bantuan yang dapat diberikan klien
- Mengisi formulir konfirasi piutang, utang
- Membuat schedule- schedule
 Time Schedule

Audit Program
Setelah audit plan disusun, tetapi sebelum pemeriksaan lapangan dimulai,
auditor harus menyusun audit program yang merupakan kumpulan dari prosedur
audit yang akan dijalankan dan dibuat secara tertulis.
Audit program membantu auditor dalam memberikan perintah kepada
asisten mengenai pekerjaan yang harus dilaksanakan.
Audit program harus menggariskan dengan rinci, prosedur audit yang
menurut keyakinan auditor diperlukan untuk mencapai tujuan audit.
Audit program yang baik harus mencantumkan :
- Tujuan pemeriksaan
- Prosedur audit yang akan dijalankan
- Kesimpulan pemeriksaan
Sebagian KAP menggunakan audit program yang sudah distandarisasi dan
digunakan di setiap kliennya, sebagian lagi menggunakan audit program yang
disusun sesuai kondisi dan situasi di perusahaan (tailor made). Akan lebih baik
jika audit program dibuat terpisah untuk Compliance test dan substantive test.

Audit Procedures Dan Audit Teknik


Audit Procedures adalah langkah-langkah yang harus dijalankan oleh auditor
dalam melaksanakan pemeriksaannya dan sangat di perlukan oleh asisten agar
tidak melakukan penyimpangan dan dapat bekerja secar efisien dan efektif.
Audit procedures dilakukan dalam rangka mendapatkan bahan-bahan bukti
(audit avidence) yang cukup untuk mendukung pendapat auditor atas kewajaran
laporan keuangan
Untuk itu di perlukan audit teknik, yaitu cara-cara untuk memperoleh audit
evidence seperti : konfirmasi, observasi, inspeksi, Tanya jawab (inquiry) dan lain-
lain.

Risiko Audit Dan Materialitas


Materialitas Dalam Konteks Audit
Menurut SA 320.2
pelaporan keuangan mungkin membahas materialitas dengan menggunakan
istilah yang berbeda- beda, kerangka tersebut secara umum Kerangka pelaporan
keuangan sering kali membahas konsep materialitas dalam
konteks penyusunan dan penyajian laporan keuangan.  Walaupun kerangka 
menjelaskan bahwa:
 Kesalahan penyajian, termasuk penghilangan, dianggap material bila kesa
lahan penyajian tersebut, secara individual atau agregat, diperkirakan dapat mem
engaruhikeputusan ekonomi yang diambil berdasarkan laporan keuangan oleh
pengguna laporankeuangan tersebut
 Pertimbangan tentang materialitas dibuat dengan memperhitungkan
berbagai kondisiyang melingkupinya dan dipengaruhi oleh ukuran atau sifat kesal
ahan penyajian, atau kombinasi keduanya; dan
 Pertimbangan tentang hal-hal yang material bagi pengguna
laporan keuangan didasarkan pada pertimbangan kebutuhan informasi
keuangan yang umum yang diperlukan oleh pengguna laporan keuangan sebagai
suatu grup. Kemungkinan dampak kesalahan penyajian terhadap
pengguna laporan keuangan individual tertentu, yang kebutuhannya beragam,
tidak dipertimbangkan

Menurut SA 320.4
Penentuan materialitas oleh auditor membutuhkan pertimbangan profesional
dan dipengaruhi oleh persepsi auditor tentang kebutuhan informasi keuangan
oleh para pengguna laporan keuangan. Dalam konteks ini, adalah
masuk akal bagi auditor untuk mengasumsikan bahwa pengguna
laporan keuangan:
 Memiliki suatu pengetahuan memadai tentang aktivitas bisnis dan
ekonomi serta akuntansi dan kemauan untuk mempelajari informasi yang ada
dalam laporan keuangan dengan cermat
 Memahami bahwa laporan keuangan disusun, disajikan dan diaudit
berdasarkan tingkat materialitas tertentu
 Mengakui adanya ketidakpastian bawaan dalam pengukuran suatu
jumlah yang ditentukan berdasarkan penggunaan estimasi , pertimbangan dan
pertimbangan atas peristiwa masa depan dan
 Membuat keputusan ekonomi yang masuk akal berdasarkan informasi dal
am laporan keuangan
Menurut SA 320.5 ( Ref: Para.A1 )
Konsep materialitas diterapkan oleh auditor pada tahap dan pelaksanaan
audit, serta pada saat mengevaluasi dampak kesalahan penyajian yang
teridentifikasi dalam audit dan kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi, jika
ada, terhadap laporan keuangan dan pada saat merumuskan opini dalam
laporan auditor. (Ref: Para. A1)

Menurut SA 320.6
Dalam perencanaan audit, auditor membuat pertimbangan-pertimbangan
tentangukuran kesalahan penyajian yang dipandang material. Pertimbangan-
pertimbangan tersebutmenyediakan suatu basis untuk:
 Menentukan sifat, saat dan luas prosedur penilaian risiko
 Mengidentifikasi dan menilai risiko kesalahan penyajian material; dan
 Menentukan sifat, saat dan luas prosedur audit lanjutan
Materialitas yang ditetapkan pada tahap perencanaan audit tidak semena-
menamenentukan bahwa kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi, secara
individual ataugabungan di bawah materialitas tersebut, akan selalu dievaluasi
tidak material. Kondisi-kondisi yang berkaitan dengan beberapa
kesalahan penyajian dapat menyebabkan auditormenilai kesalahan penyajian
tersebut sebagai kesalahan penyajian material walaupunkesalahan penyajian
tersebut berada di bawah tingkat materialitas. Walaupun tidak
praktisuntuk merancang prosedur audit untuk mendeteksi kesalahan penyajian m
aterial yanghanya berdasarkan sifatnya, auditor tidak boleh hanya mempertimba
ngkan ukuran, tetapi juga sifat kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi, dan kea
daan-keadaan tertentu yangmenyebabkan terjadinya kesalahan penyajian
tersebut, pada saat mengevaluasi dampakkesalahan penyajian tersebut terhadap
laporan keuangan

Menurut SA 320.A1 ( Ref: Para 5 )


Dalam melakukan suatu audit atas laporan keuangan, tujuan auditor adalah
untuk mendapatkan perikatan yang memberikan keyakinan memadai bahwa
laporan keuangan secara keseluruhan bebas dari kesalahan penyajian material,
baik yang disebabkan oleh kecurangan atau kesalahan, oleh karena itu
memungkinkan auditor untuk menyatakan pendapat apakah laporan
keuangan, dalam semua hal yang material, telah disusun sesuai dengan
kerangka pelaporan keuangan yang berlaku; dan untuk melaporkan laporan
keuangan tersebut serta mengomunikasikan temuan- temuan auditor
sebagaimana disyaratkan oleh SA.Auditor memperoleh perikatan yang
memberikan keyakinan memadai dengan memperoleh bukti audit yang cukup
dan tepat untuk mengurangi risiko audit ke tingkat rendah yang dapat
diterima.Risiko audit adalah risiko bahwa auditor menyatakan opini yang tidak
tepat ketika terdapat kesalahan penyajian material dalam laporan keuangan.
Risiko audit merupakan fungsi gabungan risiko kesalahan penyajian material
dan risiko deteksi. Materialitas dan risiko audit perlu dipertimbangkan
sepanjang pelaksanaan audit, khususnya pada saat:
 Mengidentifikasi dan menilai risiko kesalahan penyajian material
 Menentukan sifat, saat, dan luas prosedur audit Selanjutnya dan
 Mengevaluasi dampak kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi, jika ada,
terhadap laporan keuangan dan dalam merumuskan opini dalam laporan
audit

Penggunaan Tolok Ukur dalam Menentukan Materialitas untuk Laporan


Keuangan secara Keseluruhan

Menurut SA 320.A3 ( Ref : Para 10 )


Penentuan materialitas membutuhkan penggunaan pertimbangan
profesional. Sebagai langkah awal dalam menentukan materialitas untuk
laporan keuangan secara keseluruhan, persentase tertentu sering kali
diterapkan pada suatu tolok ukur yang telah dipilih. Faktor-faktor yang dapat
memengaruhi proses identifikasi suatu tolok ukur yang tepat mencakup:
 Unsur-unsur laporan keuangan (sebagai contoh, aset, liabilitas, ekuitas,
pendapatan, beban)
 Apakah terdapat unsur-unsur yang menjadi perhatian khusus para
pengguna laporan keuangan suatu entitas tertentu (sebagai contoh,
untuk tujuan pengevaluasian kinerja keuangan, pengguna laporan
keuangan cenderung akan fokus pada laba, pendapatan maupun aset
bersih)
 Sifat entitas, posisi entitas dalam siklus hidupnya, dan industri serta
lingkungan ekonomi yang di dalamnya entitas tersebut beroperasi;
 Struktur kepemilikan dan pendanaan entitas (sebagai contoh, jika
pendanaan sebuah entitas hanya dari utang dan bukan dari ekuitas, maka
pengguna laporan keuangan akan lebih menekankan pada aset dan klaim
atas aset tersebut daripada pendapatan entitas) dan
 Fluktuasi relatif tolok ukur tersebut.

Pada tingkat saldo akun atau golongan transaksi, resiko audit terdiri ats (a)
resiko yang meliputi resiko bawaan (inherent risk) dan resiko pengendalian
(control risk) bahwa saldo akun atau golongan transaksi mengandung salah saji
( disebabkan oleh kekliruan atau kecurangan ) yang dapat menjadi material
terhadap laporan keuangan apabila digabungakan dengan salah saji pada saldo
akun atau golongan transaksi lainnya, dan (b) resiko deteksi (detection risk)
bahwa auditor tidak akan mendeteksi salah saji tersebut. Penjelasan berikut
menjelaskan resiko audit dalam konteks tiga komponen resiko di atas. Cara yang
digunakan auditor untuk mempertimbangkan komponen tersebut dan
kombinasinya melibatkan pertimbangan professional auditor tergantung pada
pendekatan audit yang dilakukannya.
A. Risiko Bawaan, yakni risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun
atau golongan transaksi terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa
tidak terdapat pengendalian yang terkait. Risiko salah saji demikian adalah lebih
besar pada saldo akun atau golongan transaksi tertentu dibandingkan dengan
yang lain. Sebagai contoh, perhitungan yang rumit lebih mungkin disajikan salah
jika dibandingkan dengan perhitungan yang sederhana. Uang tunai lebih mudah
dicuri daripada sediaan batu bara. Akun yang terdiri dart jumlah yang berasal
dart estimasi akuntansi cenderung mengandung risiko lebih besar dibandingkan
dengan akun yang sifatnya relatif rutin dan berisi data berupa fakta. Faktor
ekstern juga mempengaruhi risiko bawaan.
B. Risiko Pengendalian, yakni Risiko pengendalian adalah risiko yang
terjadinya salah saji material dalam suatu asersi yang tidak dapat dicegah atau
dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian intern entitas. Risiko ini
ditentukan oleh evektifitas kebijakan dan prosedur pengendalian intern untuk
mencapai tujuan umum pengendalian intern yang relevan dengan audit atas
laporan keuangan entitas. Risiko pengendalian tertentu akan selalu ada karena
keterbatasan bawaan dalam setiap pengendalian intern. Sebagai
contoh, pengendalian intern mungkin menjadi tidak evektif karena kelalayan
manusia akibat ceroboh atau bosan atau karena adanya kolosi diantara personel
pelaksanaan.
C. Risiko Deteksi, yakni Risiko yang disebabkan oleh kegagalan auditor
dalam mendeteksi salah saji material, setelah audit dilaksanakan sesuai dengan
standar auditing. Risiko ini timbul sebagian karena ketidakpastian yang ada pada
waktu auditor tidak memeriksa 100% saldo akun atau golongan transaksi, dan
sebagian lagi karena ketidakpastian lain yang ada, walaupun saldo akun atau
golongan transaksi tersebut diperiksa 100%. Ketidakpastian lain semacam itu
timbul karena auditor mungkin memilih suatu prosedur audit yang tidak sesuai,
menerapkan secara keliru prosedur yang semestinya, atau menafsirkan secara
keliru hasil audit. Ketidakpastian lain ini dapat dikurangi sampai pada tingkat yang
dapat diabaikan melalui perencanaan dan supervisi memadai dan pelaksanaan
praktik audit yang sesuai dengan standar pengendalian mutu.
Resiko bawaan dan resiko pengendalian berbeda dengan resiko deteksi.
Kedua resiko yang disebut terdahulu ada, terlepas dari dilakukan atau tidaknya
audit atas laporan keuangan, sedangkan resiko deteksi berhunbungan dengan
prosedur audit dan dapat di ubah oleh keputusan auditor itu sendiri. Resiko
deteksi mempunyai hubungan yang terbalik dengan resiko bawaan dan resiko
pengendalian. Semakin kecil resiko bawaan dan resiko pengendalian yang
diyakini oleh auditor, semakin besar resiko deteksi yang dapat diterima.
Sebaliknya, semakin besar adanya resiko bawaan dan resiko pengendalian yang
diyakini auditor, semakin kecil tingkat resiko deteksi yang diterima. Komponen
resiko audit ini ditentukan secara kuantitatif, seperti dalam bentuk persentase
atau secara non kuantitatif yang berkisar. Misalnya, dari minimum sampai
maksimun.
AR=IR×CR×DR              atau                 DR= AR/IR×CR
Dimana :
AR      = overall audit risk
IR        = inherent risk
CR       = control risk
DR      = detection risk

Resiko deteksi yang dapat diterima oleh auditor dalam merangsang prosedur
audit tergantung pada tingkat yang diinginkan untuk membatasi risiko audit
suatu saldo akun atau golongan transaksi dan tergantung atas penetapan auditor
terhadap resiko bawaan dan resiko pengendalian. Apabila penetapan auditor
terhadap resiko bawaan dan resiko pengedalian menurun, resiko deteksi yang
dapat di terimanya akan meningkat. Namun, auditor tidak boleh sepenuhnya
mengandalkan resiko bawaan dan resiko pengendalian dengan tidak melakukan
pengujian substantive terhadap saldo akun atau golongan transaksi, yang di
dalamnya mungkin terkandung salah saji yang mungkin material jika digabungkan
dengan salah saji yang ada pada saldo akun atau golongan transaksi lain.

Anda mungkin juga menyukai