Anda di halaman 1dari 7

2.

2 Lanskap Tanaman Perkebunan Karet

2.2.1 Definisi Lanskap

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), lanskap adalah tata ruang di luar gedung
(untuk mengatur pemandangan alam). Buku Urban Space (Rob, 1979) memberikan definisi dari
lanskap adalah suatu sistem yang menyeluruh yang di dalamnya ada hubungan antara komponen
biotik dan abiotik, termasuk komponen pengaruh manusia. Pengertian ini menunjukkan bahwa
lanskap membutuhkan analisis dan konsep yang terpadu. Neef (1967) dalam Klink, et. al. (2002)
mendefinisikan lanskap adalah keterpaduan struktur dan proses yang dapat dikenali dari sifat
tekstur pada sebagian dari permukaan bumi.

2.2.2 Pemilihan Lahan

Penanaman karet yang baik adalah pada tanah yang datar dan tidak berbukit-bukit. Tanah
yang datar dapat memudahkan pemeliharaan, memudahkan penyadapan dan pengangkutan
lateks. Kemiringan atau turun naiknya lahan akan menyulitkan penanaman maupun perwatan
karet, maka sebaiknya memilih lahan yang datar. Pemilihan lahan datar memiliki kaitan pula
pada sistem drainase. Pengelolaan sistem drainase sangat penting, sebaiknya tanah tersebut dekat
dengan sumber air misalnya sungai atau aliran-aliran air lainnya.
Tanaman karet umumnya lebih mempersyaratkan keadaan tanah dari sisi sifat fisiknya
dibandingkan sifat kimianya. Hal ini disebabkan karena sifat fisik tanah lebih sulit diperbaiki
dibandingan dengan sifat kimia. Tanaman karet dapat tumbuh diberbagai jenis tanah, namun
hanya dapat dumbuh optimal pada lahan dengan tanah dari jenis vulkanis muda dan tua. Hal ini
karena jenis tanah vulkanis mempunyai sifat fisik yang cukup baik terutama tekstur, struktur,
kedalaman lapisan tanah (solum), kedalaman air tanah, aerasi, dan drainase. Tanah-tanah kurang
subur seperti podsolik merah kuning, tanah latosol dan aluvial yang terhampar luas di Indonesia
dan Malaysia dapat ditanami karet dengan bantuan pemupukan dan pengelolaan yang baik.
Beberapa sifat fisik tanah yang cocok untuk pertumbuhan tanaman karet adalah strukturnya
terdiri dari 35% liat dan 30% pasir. kedalaman gambut tidak lebih dari 20 cm dan memiliki
kemiringan tanah kurang dari 16%. Permukaan air tanah tidak kurang dari 100 cm. Kedalaman
tanah lebih dari 100 cm dan tidak terdapat batu-batuan atau lapisan cadas. Padas pada lapisan
olah tanah tidak disukai tanaman karet karena mengganggu pertumbuhan dan perkembangan
akar. Lapisan padas dapat mengganggu proses pengambilan hara dari dalam tanah oleh akar.
Padas boleh terdapat pada lapisan tanah asalkan terletak pada kedalaman 2—3 meter. Karet
menyukai tanah yang mudah ditembus air. Akan tetapi, tanah dengan pasir kuarsa yang tinggi
juga menghambat pertumbuhan tanaman.

2.2.3 Aspek Geomorfologi

Tanaman karet berasal dari Amerika Selatan, terutama Brasil yang memiliki iklim tropis,
maka karet akan cocok ditanam di daerah-daerah tropis. Daerah tropis yang baik ditanami karet
mencakup luasan antara 15º Lintang Utara sampai 10 º Lintang Selatan. Walaupun daerah itu
panas, sebaiknya tetap menyimpan kelembapan yang cukup. Suhu harian yang diinginkan
tanaman karet rata-rata 25 º —30 º C. Apabila dalam jangka waktu panjang suhu harian rata-
rata kurang dari 20 º C maka tanaman karet tidak cocok ditanam di daerah tersebut. Walaupun
demikian, di daerah yang suhunya terlalu tinggi, tanaman karet juga malas hidup. Curah hujan
yang cukup tinggi antara 2.000—2.500 mm setahun disukai tanaman karet dan akan lebih baik
lagi apabila curah hujan itu merata sepanjang tahun.

2.2.4 Vegetasi pada Tanaman Karet

Keragaman vegetasi pada tanaman karet diambil dari jurnal Keragaman Vegetasi Gulma
Di Bawah Tegakan Pohon Karet ( Hevea Brasiliensis ) Pada Umur Dan Arah Lereng Yang
Berbeda Di Ptpn IX Banyumas. Keragaman vegetasi gulma yang tumbuh sebanyak 26 jenis
gulma, gulma dominan yang ditemukan pada kelompok umur muda (1-5 tahun) adalah Cyperus
Kyllingia, Axonopus compressus, Clibadium Surinames . Kelompok umur remaja (6-10 tahun)
adalah Mucuna bracateata, Scleria sumantrensis, Paspalum conjugatum Berg. Pada kelompok
umur taruna (11-15 tahun) adalah Cyperus Kyllingia, Paspalum conjugatum Berg, Chromolaena
odorata. Kelompok dewasa (16-20 tahun) adalah Paspalum conjugatum Berg, Eleusine indica,
Chromolaena odorata.

Pada kelompok umur tanaman muda 1-5 didominasi oleh Clibadium surinamense.
Clibadium Surinames sangat merugikan tanaman karet karena efek persaingan yang berat, bila
tumbuh di perkebunan tertentu baik pada areal TBM maupun TM, gulma ini perlu diberantas.
Pada kelompok umur ini tajuk tanaman karet belum terbuka, sehingga cahaya yang diterima
sangat tinggi karena Clibadium Surinames merupakan kelompok gulma berdaun lebar yang
dominan pada perkebunan karet atau disebut juga dengan kelompok gulma yang butuh banyak
cahaya (gulma tidak tahan naungan).

Pada kelompok umur 16-20 tahun sudah tidak lagi ditanami tanaman kacangan penutup
tanah karena dinilai produksi lateksnya dinilai sudah stabil. Meskipun demikian masih terlihat
beberapa tanaman kacangan penutup tanah (LCC) pada beberapa tempat yang berbatasan dengan
kebun tanaman karet yang usianya lebih muda maupun tanaman karet yang lebih tua yang
usianya sudah diatas 20 tahun dengan diberi penanganan khusus untuk meningkatkan
produktivitas hingga umur 25 tahun. Vegetasi yang tumbuh pada kelompok umur 16-20 tahun
biasanya tumbuh secara sporadis, seperti Borreria alata (6,83%), Mikania micrantha (2,26%)
dan Melastoma malabathricum (6,02%). Sementara beberapa jenis vegetasi lainnya tumbuh
secara bergerombol seperti Paspalum conjugatum Berg (20,78%), Eleusine indica (L) (14,06%),
Cyperus Kyllingia (6,26%), Scleria sumantrensis (7,12%). Vegetasi yang ditemukan tumbuh
tidak bergerombol antara lain Panicum Colonum (2,50%), Mikania micrantha (2,26%), Hyptis
suavadens (3,66%) dan Cleome aspera koen (2,59%).

Adanya perbedaan jenis vegetasi yang tumbuh pada masing-masing arah lereng disebabkan
oleh beberapa faktor diantaranya suhu, kelembaban dan intensitas cahaya matahari pada setiap
arah lereng yang berbeda. Menurut Sulistyono (1995), umur tanaman dan arah lereng
berpengaruh terhadap suhu udara serta intensitas cahaya. Suhu serta intensitas cahaya akan
semakin kecil dengan arah lereng yang berlawanan dengan datangnya sinar matahari. Keadaan
ini disebabkan karena berkurangnya penyerapan (absorbsi) dari udara. Berkurangnya suhu dan
intensitas cahaya dapat mengahambat pertumbuhan karena proses fotosintesis terganggu.
Semakin bertambah umur karet, maka lebar penutupan tajuk semakin bertambah sehingga
mengakibatkan intensitas cahaya semakin kecil. Hal tersebut yang menyebabkan menurunnya
komposisi vegetasi yang terdapat di dalam pertanaman karet. Pengaruh intensitas cahaya
terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman sejauh mana berhubungan erat dengan proses
fotosintesis.

New planting (bukaan baru), yaitu penanaman karet dilakukan pada lahan atau areal yang
sebelumnya tidak diusahakan ada tanaman karet. Bukaan baru dilaksanakan pada tanah hutan,
lading, dsb. f. Konversi, yaitu penanaman karet pada lahan yang sebelumnya ditanami jenis
tanaman keras/perkebunan lain. Misalnya kopi kemudian diganti karet.

2.2.5 Konservasi Lahan

Kajian ini diambil dari jurnal Erosi Kualitatif Pada Budidaya Tanaman Karet Rakyat Usia
15 Tahun di Desa Lau Damak Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat. Banyak faktor yang
dapat menyebabkan kemerosotan kualitas sumberdaya tanah, salah satunya dan yang paling
berbahaya yaitu erosi. Erosi merupakan suatu proses hilangnya lapisan tanah, baik disebabkan
oleh pergerakan air maupun angin Erosi sendiri merupakan fungsi dari erosivitas dan
aerodibilitas, dimana pada dasarnya proses erosi adalah akibat interaksi kerja antara faktor-faktor
iklim, topografi, vegetasi dan manusia terhadap tanah. Erosi kualitatif yang terjadi pada areal
pertanaman karet selama 15 tahun menyebabkan terangkutnya unsur hara P dan K ke bagian
lembah serta nilai kadar Corganik dan N-total tanah yang bernilai tinggi pada bagian punggung
disebabkan oleh banyaknya serasah yang ada di atas permukaan tanah.

Pengolahan tanah dalam penyiapan lahan sangat penting dalam mendukung kesuksesan
usaha agribisnis karet. Pengolahan tanah secara mekanis dapat memperbaiki sifat-sifat fisik tanah
dan meningkatkan pertumbuhan lilit batang tanaman sehingga dapat mempersingkat usia tidak
produktif (TBM). Pengendalian terhadap serangan hama dan penyakit merupakan tantangan
dalam penyiapan lahan tanpa olah tanah (TOT). Upayaupaya untuk meningkatkan keberhasilan
penyiapan lahan dengan TOT harus mulai dilakukan pada saat pra penanaman bibit melalui
pemberian fungisida/termitisida. Pada saat pasca penanaman bibit, tindakan monitoring dan
preventif (pemberian fungisida/biofungisida merupakan langkah terbaik untuk memperkecil
resiko gangguan hama dan penyakit.

Pembukaan areal yang sebelumnya diusahakan dengan cara penumbangan pohon,


pemanfaatan pohon yang bernilai ekonomi seperti karet atau pencacahan pohon yang kurang
bernilai ekonomi, pemancangan rumpukan, perumpukan pohon dan pengolahan tanah. Khusus
untuk lahan bekas tanaman kelapa sawit, umumnya disebut peremajaan. Peremajaan kelapa
sawit dengan teknik konvensional maupun underplanting secara rinci terlampir.

Pada areal lahan yang memiliki kemiringan lebih dari 50 diperlukan pembuatan
teras/petakan dengan sistem kontur dan kemiringan ke dalam sekitar 150. Hal ini dimaksudkan
untuk menghambat kemungkinan terjadi erosi oleh air hujan. Lebar teras berkisar antara 1,25
sampai 1,50 cm, tergantung pada derajat kemiringan lahan. Untuk setiap 6 - 10 pohon
(tergantung derajat kemiringan tanah) dibuat benteng/piket dengan tujuan mencegah erosi pada
permukaan petakan. Adapun usaha-usaha yang dilakukan untuk mencegah erosi adalah:

a) Penanaman menurut kontur

b) Pembuatan teras dengan lebar berkisar antara 1,5-2,5 m.

c) Penanaman tanaman penutup tanah yang penting untuk mencegah erosi


2.2.6 Persyaratan Penggunaan Lahan Tanaman Perkebunan Karet
2.2.7 Sarana dan Prasarana Kebun

Penataan blok-blok. Lahan kebun dipetak-petak menurut satuan terkecil dan ditata ke
dalam blok-blok berukuran 10 -20 ha. Setiap beberapa blok disatukan menjadi satu hamparan
yang mempunyai waktu tanam yang relatif sama.

Penataan Jalan-jalan. Jaringan jalan harus ditata dan dilaksanakan pada waktu
pembangunan tanaman baru (tahun 0) dan dikaitkan dengan penataan lahan ke dalam blok-blok
tanaman. Pembangunan jalan di areal datar dan berbukit dengan pedoman dapat menjangkau
setiap areal terkecil, dengan jarak pikul maksimal sejauh 200 m. Sedapat mungkin seluruh
jaringan ditumpukkan/ disambungkan, sehingga secara keseluruhan merupakan suatu pola
jaringan jalan yang efektif. Lebar jalan disesuaikan dengan jenis/kelas jalan dan alat angkut yang
akan digunakan.

Penataan Saluran Drainase, setelah pemancangan jarak tanam selesai, maka pembuatan dan
penataan saluran drainase (field drain) dilaksanakan. Luas penampang disesuaikan dengan curah
hujan pada satuan waktu tertentu, dan mempertimbangkan faktor peresapan dan penguapan.
Seluruh kelebihan air pada field drain dialirkan padanparit-parit penampungan untuk selanjutnya
dialirkan ke saluran pembuangan (outlet drain).

2.2.8 Pengajiran Tanaman Karet

Pengajiran dilakukan setelah penentuan jarak tanam dan penentuan kerapatan tanaman. Tujuan
pengajiran adalah untuk memperoleh barisan tanaman yang teratur sesuai dengan jarak tanam
dan hubungan antar tanaman. Barisan-baisan karet yang dapat dibentuk ada dua macam, yaitu:
barisan lurus, yaitu pada lahan-lahan yang datar atau agak miring, dan barisan kontur pada lahan
yang bergelombang Pada lahan yang datar dan agak miring dapat dipakai bentuk bujur sangkar,
segitiga sama sisi, atau hubungan jalan.
Daftar Pustaka

Coopersmith, S. 1967. The antecedents of self-esteem. San Francisco : Freeman and Company.

Halimas, dkk. 2015 Kajian Erosi Kualitatif Pada Budidaya Tanaman Karet Rakyat Usia 15
Tahun di Desa Lau Damak Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat. Program Studi
Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian USU, Medan 20155

Krier, Rob. 1979. Urband Space. USA: Rizzoli International Publication.

Priyo, A. 2001. Pengolahan Tanah Dalam Penyiapan Lahan Tanaman Karet. Pusat Penelitian
Karet, Balai Penelitian Sungei Putih.

Subrata dan Setiawan. 2018. Keragaman Vegetasi Gulma Di Bawah Tegakan Pohon Karet
( Hevea Brasiliensis ) Pada Umur Dan Arah Lereng Yang Berbeda Di Ptpn IX Banyumas.
Program Studi Agroteknologi STIPER Petra Baliem Wamena.

Sulistyono. 1995. Pengaruh Tingggi Tempat Tumbuh Terhadap Produksi Getah Pinus (Pinus
merkusii Jungh et. De Vriese) di KPH Probolinggi Perum Perhutani Unit II Jawa Timur.
Skripsi Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor

Anda mungkin juga menyukai