Anda di halaman 1dari 5

KECANDUAN MEROKOK

Kecanduan nikotin adalah kondisi ketika seseorang mengalami ketergantungan


pada zat nikotin yang terdapat pada produk hasil tanaman tembakau, seperti rokok.
Kondisi kecanduan nikotin membuat penderitanya tidak bisa lepas dari pengaruh
nikotin, meski hal tersebut bisa menimbulkan bahaya bagi kesehatan.

Nikotin menimbulkan efek kesenangan sementara di otak, yang membuat seseorang


ketergantungan. Akibatnya, orang yang kecanduan nikotin akan merasa cemas dan
mudah marah jika tiba-tiba tubuhnya tidak mendapatkan asupan nikotin. Sementara,
racun yang terkandung dalam rokok menyebabkan individu yang kecanduan nikotin
memiliki risiko lebih tinggi terkena serangan jantung, stroke, dan kanker dibanding
mereka yang tidak merokok.

Gejala Kecanduan Nikotin


Gejala berikut ini dapat menjadi tanda seseorang kecanduan nikotin, antara lain;

 Tidak sanggup berhenti merokok. Penderita tidak berhasil meski sering


mencoba berhenti merokok.
 Tetap merokok saat menderita Penderita terus merokok meski sedang
mengalami gangguan paru-paru atau jantung.
 Suasana hati memburuk. Seseorang yang mencoba berhenti merokok
biasanya akan merasa cemas, diare, gelisah, depresi, frustrasi, insomnia,
konstipasi, mudah marah, dan sulit berkonsentrasi.
 Menghindari lingkungan bebas rokok. Penderita menghindari untuk
mengunjungi tempat-tempat bebas asap rokok, atau berhenti berkumpul
bersama orang-orang tertentu yang membuat penderita tidak dapat merokok.

Penyebab Kecanduan Nikotin


Kecanduan nikotin umumnya disebabkan karena merokok atau mengkonsumsi
produk hasil tembakau lainnya, seperti permen karet atau plester dengan rasa
tembakau. Individu yang tidak terlalu sering merokok juga bisa terkena kecanduan
nikotin, karena sifat nikotin yang sangat adiktif.
Setiap kali seseorang merokok, nikotin akan diserap darah dan menuju otak. Setelah
berada di otak, nikotin akan meningkatkan pelepasan dopamin, zat kimia yang
berfungsi membantu memperbaiki suasana hati dan menimbulkan rasa puas.
Beberapa faktor berikut ini dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami
kecanduan nikotin, di antaranya adalah:

 Usia. Semakin muda usia seseorang saat mulai merokok, semakin besar


kemungkinannya menjadi perokok berat saat dewasa.
 Genetik. Kapan dan berapa lama seseorang merokok mungkin diwariskan.
Faktor genetik bisa mempengaruhi reseptor otak merespons nikotin dalam
dosis tinggi.
 Depresi. Banyak penelitian menunjukkan hubungan antara merokok dan
gangguan mental, seperti depresi, skizofrenia, atau PTSD.
 Lingkungan. Anak-anak yang tumbuh di lingkungan perokok cenderung
menjadi perokok.
 Penyalahgunaan NAPZA. Orang yang kecanduan alkohol dan
ketergantungan NAPZA juga cenderung merokok.

Diagnosis Kecanduan Nikotin


Kecanduan nikotin kini disebut juga sebagai gangguan penggunaan tembakau. Para
ahli merumuskan 11 kriteria yang minimal 2 di antaranya harus terjadi dalam 12
bulan terakhir, yaitu:

 Merokok dalam jumlah besar atau periode waktu yang lama.


 Keinginan untuk berhenti merokok, namun gagal.
 Membutuhkan waktu yang lama untuk mengerjakan sesuatu karena dilakukan
sambil merokok.
 Memiliki keinginan yang mendesak untuk segera merokok.
 Merokok berulang-ulang hingga menyebabkan kegagalan dalam
menyelesaikan pekerjaan.
 Terus merokok meski berulang kali menyebabkan masalah dengan
lingkungan sosialnya, misalkan berdebat dengan orang lain karena masalah
rokok.
 Mengurangi interaksi sosial jika kegiatan itu mencegahnya untuk merokok.
 Tetap merokok meski di lingkungan yang memungkinkan munculnya bahaya,
misalnya di tempat tidur.
 Tidak berhenti merokok meski sudah mengetahui bahaya dan merasakan
dampak buruk karena merokok.
 Keinginan untuk terus merokok hingga mencapai efek yang diinginkan.
 Mengalami sindrom putus zat (gejala yang timbul jika seseorang yang
terbiasa merokok mulai berhenti merokok), atau merokok untuk menghindari
gejala sindrom putus zat.

Pengobatan Kecanduan Nikotin


Pengobatan pada penderita kecanduan nikotin bisa dilakukan dengan atau tanpa
bantuan obat, selama ada keinginan dan motivasi untuk berhenti. Memiliki komitmen
dan konsisten dalam menjalaninya merupakan hal yang terpenting. Untuk
mendukung komitmen tersebut, terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan,
antara lain:

 Berhenti seketika. Pecandu berhenti merokok saat itu juga tanpa


mengurangi rokok secara bertahap. Untuk perokok berat, cara ini
membutuhkan bantuan medis untuk mengatasi efek ketagihan.
 Menunda. Pecandu menunda mengisap rokok pertama 2 jam setiap harinya,
dan jumlah rokok yang dihisap tidak dihitung. Misalnya, jika pecandu terbiasa
mengisap rokok pertama pukul 7 pagi, maka esoknya mulai merokok pukul 9
pagi, kemudian lusa mulai merokok pukul 11 siang. Dengan cara ini, berhenti
merokok bisa direncanakan dalam 7 hari.
 Mengurangi. Pecandu secara bertahap mengurangi jumlah rokok yang diisap
setiap harinya. Jika pecandu biasa mengisap rokok 24 batang sehari, kurangi
2 hingga 4 batang setiap hari.

Sembilan puluh persen pecandu nikotin mencoba berhenti dari kecanduannya tanpa
bantuan obat atau terapi. Tetapi metode ini dinilai kurang efektif, karena hanya 4
sampai 7 persen pecandu yang bisa berhenti tanpa bantuan. Beberapa metode lain
yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan dalam berhenti merokok,
antara lain:

 Konseling

Dalam konseling, dokter akan menilai riwayat kecanduan pasien, tingkat kecanduan,
dan kondisi kesehatan pasien. Dokter juga akan memberi saran dan bantuan pada
pasien, agar pasien semakin termotivasi untuk berhenti merokok. Jika diperlukan,
dokter akan merujuk pasien ke konseling secara berkelompok dengan pecandu lain,
atau mengikuti terapi perilaku.
Peran konseling bagi pasien kecanduan nikotin adalah membangkitkan motivasi
pasien agar mengubah kebiasaannya. Konselor akan membantu pasien membuat
rencana untuk berhenti merokok, dan memberi saran pada pasien cara menghindari
situasi yang membuat mereka merokok. Pasien juga akan dibantu dalam mengatasi
masalah mental yang timbul karena berhenti merokok.

 Terapi Perilaku

Terapi perilaku melibatkan dokter untuk membantu proses berhenti merokok. Pasien
dan dokter akan bersama-sama mencari faktor yang menyebabkan pasien merokok,
serta menyusun rencana untuk menghindari faktor tersebut, dan untuk menghadapi
gejala putus zat.
Terdapat 5 fase perubahan perilaku dari seorang perokok, yaitu:

 Fase pra kontemplasi. Pasien belum berniat untuk berhenti, sehingga harus


diarahkan untuk berpikir berhenti merokok. Pasien akan dijelaskan kerugian
merokok dan keuntungan dari berhenti merokok agar pasien mulai berniat
untuk berhenti.
 Fase kontemplasi. Dokter akan mendorong keyakinan pasien bahwa
berhenti merokok bisa dilakukan, dan akan membantu pasien untuk mulai
berhenti merokok.
 Fase persiapan. Pasien sudah siap berhenti, dan dokter akan membantu
pasien mengenali hambatan untuk berhenti dan memberikan solusinya.
 Fase aksi. Pada tahap ini, pasien sudah berhenti merokok hingga 6 bulan.
Dokter akan membantu pasien agar tetap konsisten, dan mencegah
keinginan merokok datang kembali.
 Fase pemeliharaan. Pasien sudah berhenti merokok lebih dari 6 bulan dan
terbiasa tidak merokok dalam kesehariannya. Dokter akan membantu agar
pasien tidak merokok lagi dan akan membantu jika pasien membutuhkan
dukungan.

 Obat-obatan

Ada beberapa macam obat-obatan yang bisa diberikan untuk menghentikan


kecanduan nikotin, di antaranya adalah dengan terapi pengganti nikotin (nicotine
replacement therapy). Perokok bisa menggunakan plester nikotin, permen karet
nikotin, atau obat semprot dan obat hisap nikotin. Terapi ini memberikan nikotin
dalam jumlah kecil, agar secara perlahan tubuh penderita mampu mengatasi
kecanduan nikotin.
Obat lain yang umum digunakan untuk menghentikan kecanduan nikotin, adalah
dengan pemberian obat seperti bupropion dan veranicline. Bupropion bekerja
dengan mengubah kadar sejumlah zat kimia di otak, sedangkan veranicline meniru
efek nikotin pada tubuh dan mencegah timbulnya gejala putus zat.
Beberapa terapi lain seperti hipnosis, akupuntur, dan konsumsi obat herbal
sebaiknya dikonsultasikan lebih dahulu dengan dokter sebelum menjalaninya. Selain
dengan menjalani terapi di atas, pasien juga bisa melakukan berbagai hal berikut
untuk membantu proses penyembuhan.

 Berolahraga secara rutin.


 Memilih makanan sehat untuk dikonsumsi.
 Membuang semua rokok yang ada di rumah dan mobil.
 Menentukan target untuk berhenti, dan hadiah jika berhasil mencapai target
tersebut.
 Menghindari situasi yang bisa membuat merokok kembali, misalnya berada di
sekitar perokok.

Komplikasi Kecanduan Nikotin


Rokok merusak hampir semua organ tubuh dan sistem kekebalan tubuh Anda. Hal
tersebut disebabkan, rokok mengandung lebih dari 60 zat kimia penyebab kanker
dan ribuan zat berbahaya lainnya.
Komplikasi yang bisa terjadi pada individu yang kecanduan rokok, antara lain
adalah:
 Diabetes. Merokok bisa meningkatkan risiko seseorang terserang diabetes
tipe 2, dan mempercepat terjadinya komplikasi seperti gagal ginjal.
 Masalah mata. Katarak atau kehilangan penglihatan karena
penyakit degenerasi makula berisiko dialami perokok.
 Penyakit jantung dan pembuluh darah. Rokok meningkatkan risiko
seseorang terkena serangan jantung, gagal jantung, dan stroke.
 Kanker paru-paru dan penyakit paru lainnya. Rokok menjadi penyebab 9
dari 10 kasus kanker paru-paru. Rokok juga menyebabkan penyakit paru
obstruktif kronis dan memperburuk penyakit asma
 Berbagai jenis kanker. Rokok adalah penyebab utama kanker mulut dan
kerongkongan, kanker laring, kanker faring, kanker kandung kemih, kanker
pankreas, kanker ginjal, kanker serviks, dan kanker darah. Secara
keseluruhan, rokok menjadi penyebab 30 persen dari semua kematian akibat
kanker.
 Infertilitas dan impotensi. Rokok meningkatkan risiko kemandulan pada
wanita dan impotensi (disfungsi ereksi) pada pria.
 Komplikasi kehamilan dan kelahiran. Wanita hamil yang merokok berisiko
tinggi mengalami keguguran, kelahiran prematur, memiliki bayi dengan berat
lahir rendah, dan kematian mendadak pada bayi.
 Penampilan fisik yang memburuk. Racun kimia dalam rokok bisa membuat
kulit tampak menua dan gigi menguning.
 Risiko pada orang terdekat. Orang yang tidak merokok namun berteman
dengan perokok berisiko lebih tinggi terkena kanker paru-paru dan penyakit
jantung dibanding orang yang tidak berdekatan dengan perokok.

Terakhir diperbarui: 23 Maret 2018


Ditinjau oleh: dr. Tjin Willy

Anda mungkin juga menyukai