Anda di halaman 1dari 69

MAKALAH MPP II

SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

KELOMPOK IV:

ASMIRAH H031 18 1032


RIKA PANDIN H031 18 1304
FITRIANI H031 17 1322
M. ILHAM ADI PUTRA H031 17 1506

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR

Puji beserta syukur marilah kita ucapkan kepada Allah SWT yang
senantiasa melindungi hambanya dari segala kejahatan mahluknya. Shalawat
beserta salam sudah seharusnya kita sanjung sajikan keharibaan Nabi Muhammad
SAW yang telah membawa kita menuju kebahagiaan di Dunia dan Akhirat yang
hakiki. Ucapan Alhamdulillah merupakan ucapan yang tepat setelah
terselesaikannya makalah ini. Makalah ini merupakan salah satu tugas pada mata
kuliah Metode Pemisahan dan Pengukuran II. Makalah ini berisi penjelasan
tentang Spektrofotometri Serapan Atom. Diharapkan pembuatan makalah ini
dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi para pembaca dan dapat dijadikan salah
satu ilmu yang bermanfaat. Penulis menyadari masih banyaknya kekurangan dari
penulisan hasil makalah ini, kritin dan saran yang membangun sangat membantu
penulis untuk mengurangi segala kekurangan tersebut kedepannya. Dengan
kerendahan hati, penulis berharap makalah ini bermanfaat bagi penulis sendiri
maupun bagi pembaca. Amin.

Makassar, 29 April 2020

Penyusun,
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini

berdampak pada makin meningkatnya pengetahuan serta

kemampuan manusia. Betapa tidak setiap manusia lebih dituntut

dam diarahkan kearah ilmu pengetahuan di segala bidang. Tidak

ketinggalan pula ilmu kimia yang identik dengan ilmu mikropun

tidak luput dari sorotan perkembangan iptek. Belakangan ini

telah lahir ilmu pengetahuan dan teknologi yang mempermudah

dalam analisis kimia. Salah satu dari bentuk kemajuan ini adalah

alat yang disebut dengan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA).

Para ahli kimia sudah lama menggunakan warna sebagai

suatu pembantu dalam mengidentifikasi zat kimia. Dimana,

serapan atom telah dikenal bertahun-tahun yang lalu. Dewasa ini

penggunaan istilah spektrofotometri menyiratkan pengukuran

jauhnya penyerapan energi cahaya oleh suatu sistem kimia itu

sebagai fungsi dari panjang gelombang tertentu. Perpanjangan

spektrofotometri serapan atom ke unsur-unsur lain semula

merupakan akibat perkembangan spektroskopi pancaran nyala.

Selain dengan metode serapan atom unsur-unsur dengan energi

eksitasi rendah dapat juga dianalisis dengan fotometri nyala,

tetapi untuk unsur-unsur dengan energi eksitasi tinggi hanya


dapat dilakukan dengan spektrometri serapan atom. Untuk

analisis dengan garis spectrum resonansi antara 400-800 nm,

fotometri nyala sangat berguna, sedangkan antara 200-300 nm,

metode AAS lebih baik dari fotometri nyala.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1. Bagaimana pengertian spektrofotometri serapan atom (SSA)?
2. Bagaimana sejarah penemuan spektrofotometri serapan atom (SSA)?
3. Bagaimana prinsip kerja spektrofotometri serapan atom (SSA)?
4. Bagaimana instrumentasi spektrofotometri serapan atom (SSA)?
5. Apa saja kelebihan dan kekurangan spektrofotometri serapan atom (SSA)?
6. Bagaimana penerapan spektrofotometri serapan atom (SSA)?

1.3 Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini selain


memenuhi tugas dari dosen mata kuliah, juga bertujuan agar penulis maupun
pembaca dapat mengetahui lebih mendalam tentang bagaimana metode ataupun
prinsip kerja dari Spektroskopi Serapan Atom (SSA) itu sendiri, selain itu juga
diharapkan agar kita dapat melihat sejauh mana efisiensi dari penggunaan metode
ini jika dilihat dari kelebihan dan kekurangannya.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)


Spektrofotometri serapan atom adalah suatu alat yang digunakan pada
metode analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan metaloid yang
pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang gelombang
tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas. Metode ini sangat tepat untuk
analisis zat pada konsentrasi rendah (Sari, 2016). Spektrofotometri serapan atom
adalah teknik analitik yang mengukur konsentrasi elemen secara kualitatif dan
kuantitatif. Jika atom pada keadaan bebas, atom itu menyerap cahaya saat
memasuki keadaan tereksitasi dalam proses yang dikenal sebagai atom
penyerapan (Tsade, 2016).
Spektrofotometri serapan atom adalah suatu istilah yang digunakan jika
radiasi diserap oleh atom-atom yang diukur. Sebuah atom memiliki beberapa
tingkat energi. Pada kondisi normal, sebagian besar atom berada pada tingkat
dasar (tidak tereksitasi). Untuk tingkat energi Eo (tingkat dasar) dan Ej
(tereksitasi), sebuah transisi dari Eo → Ej menandakan terjadinya serapan radiasi.
Cahaya dengan panjang gelombang yang tepat (energi) diserap oleh elektron
tingkat dasar, sehingga berubah menjadi tereksitasi. Intensitas cahaya berkurang
setelah melewati analit. Jumlah cahaya yang berkurang proporsional dengan
jumlah atom yang menyerapnya yang analog dengan Hukum Lambert-Beer, yang
dinyatakan sebagai berikut :
A = log (Io/I) = kv I log e (1)
Dengan A adalah absorban, Io adalah intensitas cahaya datang, I adalah intensitas
cahaya yang diteruskan, kv adalah koefisien absorpsi dan l adalah panjang lintasan
(Mustika dkk., 2016).

2.2 Sejarah Penemuan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)


Spektrofotometri serapan atom (AAS) saat ini paling banyak digunakan
dari semua metode atom karena kesederhanaan, keefektifannya, dan biaya yang
relatif rendah. Teknik ini diperkenalkan pada tahun 1955 oleh Walsh di Australia
dan oleh Alkemade dan Milatz di Belanda. Spektrometer serapan atom komersial
(AA) pertama kali diperkenalkan pada tahun 1959, dan penggunaan teknik ini
tumbuh eksplosif setelahnya bahwa. Alasan bahwa metode penyerapan atom tidak
banyak digunakan sampai saat itu secara langsung berkaitan dengan masalah yang
diciptakan oleh lebar yang sangat sempit dari garis serapan atom (Skoog, 2014).
2.3 Prinsip Kerja Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)
Prinsip SSA adalah absorpsi energi sinar dengan panjang gelombang
tertentu oleh atom-atom bebas hasil proses atomisasi. Oleh karena itu di dalam
SSA harus dilakukan proses atomisasi. Proses atomisasi dapat dilakukan dengan
beberapa cara yaitu dengan nyala (flame), tungku grafit (graphite furnace) dan
dengan penguapan (vapour generation). Akan tetapi metode atomisasi yang akan
dibahas di sini adalah hanya metode nyala. Atomisasi dengan nyala dilakukan
dengan cara membakar analit (unsur yang akan dianalisis) menggunakan oksidator
untuk mencapai suhu yang diinginkan sehingga analit akan teratomisasi.
Oksidator yang sering digunakan adalah: campuran udara – propana yang dapat
mencapai suhu nyala 1800ºC, campuran udara-asetilen dapat mencapai suhu
pembakaran hingga 2300ºC, dan campuran N2O-asetilen yang dapat mencapai
suhu pembakaran 3000ºC digunakan untuk senyawa yang sulit diuraikan misalnya
senyawa Ca-fosfat (Hidayat dkk., 2018).
Sampel berupa molekul akan didisosiasikan (terurai) menjadi atom-atom
di dalam nyala api pada alat spektrophotometer serapan atom, atom menyerap
energi sehingga elektron-elektronnya mengalami eksitasi. Energi eksitasi ini
berasal dari pancaran sinar sebuah sumber cahaya lampu, dimana energi yang
terserap sama dengan selisih energi antara dua nivo energi. Peralihan antara dua
nivo energi yang melibatkan posisi dasar biasanya mempunyai intensitas pancaran
dan serapan yang lebih kuat daripada kemungkinan peralihan yang lain. Peralihan
dari posisi dasar ke posisi eksitasi yang pertama disebut garis resonansi. Garis
resonansi ini sangat penting artinya pada atomaborpsi, sebab pada atom absorpsi
ini tiap elemen dalam sampel akan menyerap sinar dengan jumlah jarak
gelombang yang terbatas dalam kawasan spektrum yang sempit. Dari spektrum
serapan ini akan dapat diperoleh data-data mengenai zat sampel. Nyala api gas
pembakar molekul / atom yang ada dalam sebuah proses spektrophotometer
serapan atom seolah-olah berfungsi sebagai kuvet pada spektrophotometer Ultra
Violet-Visibel (UV-Vis) (Sari, 2010).
Dalam prakteknya, kita diharuskan membuat kurva standar antara
ekstingsi (serapan) dengan konsentrasi larutan sampel. Dari grafik standar ini
kemudian dilarutkan sampel yang telah diukur serapannya, kemudian dapat
ditentukan konsentrasinya secara interpolasi atau ekstrapolasi. Namun untuk
spektrophotometer serapan atom moderen yang diperlengkapi dengan sistem
komputer kalibrasi, standarisasi dan perhitungan semuanya secara otomatis
dilaporkan dalam bentuk print out oleh alat tersebut (Sari, 2010).
Prinsip pengukuran spekterophotometer serapan atom analog dengan
prinsip pengukuran pada serapan molekuler spektrofotometer. Garis yang
terpenting dalam spektrophotometer serapan atom adalah garis resonansi. Ukuran
lebar alami garis resonansi ini terletak dalam kisaran 0,005 nm. Pada garis ini
tidak akan muncul pelebaran garis akibat peralihan vibrasi dan rotasi,
sebagaimana halnya pada molekuler spekterofotometer. Garis serapan yang sangat
sempit ini merupakan penyebab langsung mengapa sumber cahaya normal yang
kontinyu tidak dapat dipergunakan dalam absorpsi. Sebuah monokromator hanya
dapat mengisolasikan seberkas sinar sumber cahaya dari suatu kawasan
gelombang yang lebarnya sama dengan himpunan spektrum monokromator itu
sendiri. Bagi sebuah spektrofotometer, lebar itu terletak pada ordo 0,5 nm. Selain
itu sumber cahaya yang kontinyu hanya memancarkan energi yang kecil
jumlahnya bagi tiap-tiap kawasan spektrum yang kecil. Dengan demikian hampir
seluruh sinar dalam batas-batas himpunan gelombang monokromator akan jatuh
pada detektor, seandainya terjadi serapan maksimal oleh atom-atom dalam nyala
api, yang diserapkan hanya sebesar 1% dari seluruh sinar dalam himpunan
spektrum itu (kawasan spektrum selebar 0,005 nm dari himpunan yang lebarnya
0,5 nm). Pada alat spektrophotometer serapan atom ini, sinar lampu diarahkan
dengan sebuah lensa kepada nyala api dan kemudian dilewatkan melalui sebuah
monokromator. Mengingat bahwa lampu tersebut memancarkan beberapa garis
karakteristik dari pada unsur, maka umumnya dipergunakan sebuah
monokromator yang mengisolasikan garis resonansi yang terpenting, yaitu garis
yang timbul akibat perubahan dari posisi teeksitasi dari garis dasar (Sari, 2010).
Untuk melakukan pengamatan dengan menggunakan alat
spektrophotometer serapan atom terhadap unsur-unsur yang dalam nyala api
sudah dapat mengemisikan sinar, maka dalam alat spektrophotometer serapan
atom tersebut sering diperlengkapi dengan sebuah alat interuptor sinar cahaya
(chopper). Alat ini dipasangkan antara lampu dengan nyala api sehingga kepada
nyala api tersebut akan jatuh sinar lampu yang terputus-putus secara periodik.
Sinar cahaya yang berperiodik ini bertepatan dengan sinar emisi dari nyala api ke
detektor. Apabila detektor dihubungkan dengan aplifator arus bolak-balik yang
frekwensinya sama dengan frekwensi interuptor, maka yang diregistrasikan hanya
sinar yang berasal lampu bukan cahaya yang berasal dari nyala api (Sari, 2010).
Umumnya cara penentuan kadar zat dalam sampel menggunakan prosedur
biasa dengan kurva kalibrasi. Adapun cara tanpa kurva kalibrasi, cara ini hanya
boleh dilakukan kalau sebelumnya sudah diketahui bahwa kurva kalibrasinya
merupakan garis lurus yang melalui titik nol. Maka cukup dilakukan pembacaan
untuk satu larutan standar saja, kemudian ditentukan absorbans dari cuplikan
(masing-masing A1 dan Ax). Konsentrasi larutan cuplikan Cx dapat dihitung
secara langsung dari persamaan (Wahab dan Nafie, 2014):
A x x C1
Cx =
A1

2.4 Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

Menurut Al-Ansori (2005), Pada alat SSA terdapat dua bagian utama
yaitu suatu sel atom yang menghasilkan atomatom gas bebas dalam keadaaan
dasarnya dan suatu sistem optik untuk pengukuran sinyal. Suatu skema umum dari
alat SSA adalah sebagai berikut:
Menurut Al-Ansori (2005), dalam metode SSA sebagaimana dalam
metode spektrometri atomik yang lain, contoh harus diubah ke dalam bentuk uap
atom. Proses pengubahan ini dikenal dengan istilah atomisasi, pada proses ini
contoh diuapkan dan didekomposisi untuk membentuk atom dalam bentuk uap.
Secara umum pembentukan atom bebas dalam keadaan gas melalui tahapan-
tahapan sebagai berikut :
1. Pengisatan pelarut, pada tahap ini pelarut akan teruapkan dan
meninggalkan residu padat.
2. Penguapan zat padat, zat padat ini terdisosiasi menjadi atom-atom
penyusunnya yang mulamula akan berada dalam keadaan dasar.
3. Beberapa atom akan mengalami eksitasi ke tingkatan energi yang lebih
tinggi dan akan mencapai kondisi dimana atom-atom tersebut mampu
memancarkan energi.
Beberapa komponen utama pada instrumentasi spektrophotometer serapan
atom adalah sebagai berikut :
1. Sel Atom
Menurut Al-Ansori (2005), terdapat dua tahap utama yang terjadi dalam
sel atom pada alat SSA dengan sistem atomisasi nyala. Pertama, tahap nebulisasi
untuk menghasilkan suatu bentuk aerosol yang halus dari larutan contoh. Kedua,
disosiasi analit menjadi atom-atom bebas dalam keadaan gas. Berdasarkan sumber
panas yang digunakan maka terdapat dua metode atomisasi yang dapat digunakan
dalam spektrometri serapan atom :
a. Atomisasi menggunakan nyala.
b. Atomisasi tanpa nyala (flameless atomization).
Pada atomisasi menggunakan nyala, digunakan gas pembakar untuk
memperoleh energi kalor sehingga didapatkan atom bebas dalam keadaan gas.
Sedangkan pada atomisasi tanpa nyala digunakan energi listrik seperti pada
atomisasi tungku grafit (grafit furnace atomization). Diperlukan nyala dengan
suhu tinggi yang akan menghasilkan atom bebas. Untuk alat SSA dengan sistem
atomisasi nyala digunakan campuran gas asetilen-udara atau campuran
asetilen-N2O (Al-Anshori, 2005).

2. Sumber Cahaya
Sumber cahaya berupa lampu yang dapat memancarkan energi yang
cukup. Ada jenis lampu yang dapat memancarkan spektrum kontinyu sebaliknya
ada lampu yang dapat memancarkan spektrum garis. Untuk spektrofotometer tipe
spektrophotometer serapan atom dipergunakan jenis lampu katoda dengan
spektrum garis. Dalam hal ini diperlukan sinar dengan lebar berkas yang sangat
sempit dimana garis emisinya harus sesuai dengan garis resonansi unsur atau atom
yang diselidiki. Lampu katoda terdiri atas sebuah katoda berongga berbentuk
tabung dan berhadapan dengan anoda dari kawat wolfram, keduanya terbungkus
dengan bahan gelas. Lampu ini diisi dangan gas mulia seperti argon, neon, helium
atau krypton sampai tekanan maksimal 1 cmHg. Pada anoda dan katoda dipasang
tegangan sebesar kira-kira 300 V dan melalui katoda dialirkan arus sebesar 10
mA. Karenanya katoda menjadi pijar dan mengakibatkan penguapan atom logam
yang elektron-elektronnya mengalami eksitasi dalam rongga katoda. Lampu ini
akan memancarkan emisi spektrum yang khas untuk logam bahan penyusun
katoda (Sari, 2010).
Kelemahan lampu katoda berongga ini adalah bahwa pada alat
spektrophotometer serapan atom harus dipergunakan lampu dengan katoda yang
dibuat dari elemen atau unsur yang sejenis dengan unsur yang dianalisis. Untuk
itu menjadi perhatian bahwa jumlah unsur yang akan diteliti bergantung pada
jumlah lampu yang sesuai dan tersedia, setiap unsur masing-masing memiliki
lampu sendiri. Sebetulnya ada jenis lampu yang baru yang dapat dipergunakan
untuk beberapa jenis unsur. Tetapi pada prinsipnya katoda lampu ini dibuat dari
campuran beberapa logam, ada jenis lampu yang terdiri dari gabungan logam
tembaga dan magnesium, ada lampu gabungan tembaga dan krom. Bahkan telah
ada lampu gabungan dari enam unsur logam, yaitu logam tembaga, magnesium,
krom, besi, nikel dan kobal (Sari, 2010).
3. Monokromator
Monokromator merupakan suatu alat yang diletakkan diantara nyala dan
detektor pada suatu rangkaian instrumentasi spektrophotometer serapan atom. Ada
dua jenis monokromator yang dipakai yaitu monokromator celah dan kisi difraksi
(Sari, 2010).
4. Gas dan Alat Pembakar
Gas dan alat pembakar pada spektrophotometer serapan atom dikenal dua
jenis gas pembakar yang bersifat oksidasi dan bahan bakar. Gas pengoksidasi
misalnya udara (O2) atau campuran O2 dan N2O, sedangkan sebagai bahan bakar
adalah gas alam, propane, butane, asetilen dan H2. Gas pembakar dapat pula
berupa campuran udara dengan propane, udara dengan asetilen (terbanyak
dipakai) dan N2O dengan asetilen. Alat pembakar untuk mendapatkan nyala api
juga perlu diperhatikan. Ada kalanya dipakai teknik tanpa nyala yang
dikembangkan pada spektrophotometer serapan atom modern. Baik teknik nyala
api maupun teknik tanpa nyala api diharapkan memperoleh uap atom netral suatu
unsur dalam sampel (Sari, 2010).
5. Kuvet
Kuvet merupakan suatu tempat untuk nyala api dan atom-atom yang ada
didalamnya, seolah-olah berfungsi sebagai kuvet (Sari, 2010).
6. Detektor
Detektor berfungsi sebagai alat penguat dari spektrum cahaya yang telah
melewati sampel. Syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah detektor adalah
memiliki respon yang linear terhadap energi sinar dalam kawasan spektrum yang
bersangkutan. Pada spektrophotometer serapan atom detektor yang lazim dipakai
adalah Detektor Tabung Pengadaan (Photon Multiplier Tube Detector, PMTD)
(Sari, 2010).

2.5 Kelebihan dan Kekurangan Spektrofotometri Serapan Atom


2.5.1 Kelebihan Spektrofotometri Serapan Atom
Menurut Wilberforce (2016), terdapat beberapa kelebihan spektrofotometri
serapan atom antara lain yaitu:
1. termasuk murah dan relatif mudah dan sederhana untuk memanipulasi
mesin.
2. sensitivitas sedemikian rupa sehingga banyak unsur dapat ditentukan pada
tingkat ppm atau bahkan kurang
3. presisi dan akurasi tinggi yang diperoleh oleh kurva kalibrasi
4. Jumlah kecil dari suatu unsur dalam campuran dapat ditentukan bahkan
jika terdapat unsur lain dengan konsentrasi tinggi
5. Teknik ini lebih sensitif daripada fotometri nyala api.
6. Sangat spesifik untuk unsur yang diberikan.
7. Cepat dan hanya membutuhkan sedikit bahan.

2.5.2 Kekurangan Spektrofotometri Serapan Atom


Menurut Wilberforce (2016), terdapat beberapa kekurangan
spektrofotometri serapan atom antara lain yaitu:
1. aplikasi terbatas karena hanya sekitar 70 elemen tidak termasuk logam
bumi yang telah terdeteksi dengan metode ini
2. AAS belum bisa mendeteksi unsur nonlogam
3. Ada persyaratan digunakan lampu yang berbeda untuk setiap unsur yang
akan diuji.
4. Unsur seperti Al, Ti, W, Mo, V, Si tidak dapat dideteksi. Hal ini
disebabkan oleh fakta bahwa unsur-unsur ini menimbulkan oksida atom
dalam nyala api.
5. Penggunaan teknik ini terbatas pada logam saja. Dengan non-logam,
kesulitan timbul dari penyerapan cahaya yang kuat oleh oksigen di jalur
cahaya dan dari gas nyala sendiri.

2.6 Penerapan Spektrofotometri Serapan Atom


2.6.1 Penentuan Konsentrasi Logam Berat
Abstrak:
Logam berat adalah polutan umum di sungai terutama karena emisi lalu
lintas ke sungai. Pekerjaan proyek saat ini difokuskan untuk belajar konsentrasi
Mn, Cr, Cd dan Pb di Sungai Kulufo, Arba Minch, Gamo Gofa. Dalam karya ini,
sampel air dikumpulkan dari Sungai Kulufo secara acak dan dianalisis untuk
konsentrasi Mn, Cr, Cd dan Pb. Konsentrasi Mn, Cr, Cd dan Pb dianalisis dengan
bantuan Flame Atomic Absorption Spectrometry (FAAS). Ini menunjukkan
kehadirannya Mn, Cr, Cd dan Pb di daerah penelitian memiliki pengaruh
signifikan terhadap kesehatan. Terutama, Pb, dan Cd menunjukkan toksisitas
signifikansi tinggi efek bahkan pada konsentrasi yang lebih rendah.
Material dan metode:
Alat:
Peralatan berikut digunakan untuk melakukan proyek kerja. Gelas ukur
yang berbeda, silinder pengukur, mikropipet, labu volumetrik, buret, corong,
tabung reaksi, termometer, stopwatch, oven, pabrik elektronik, botol plastik, labu
erlenmeyer (ukuran berbeda), kulkas, mortar dan alu keramik, saringan 2 mm,
kantong plastik, pengaduk, lemari es, dan kertas saring No. 42
Bahan kimia:
Semua bahan kimia dari pereaksi analitik tingkat kemurnian tinggi
adalah dipekerjakan; HNO3 (69% LR, Persediaan Ilmiah Breckland, Inggris) dan
HCl (35-38%, Blulux, reagen Laboratorium, UK) digunakan untuk keduanya
prosedur ekstraksi dan pencernaan asam. Titrisol standar 1000 mg Pb (NO3)2, dan
KMnO4, (Merck, Jerman) dilarutkan dalam 1000 mL air suling digunakan untuk
persiapan standar stok 1000 mg L-1 dan solusi standar menengah 100 mg L-1 dari
Mn, Cr, Cd dan logam Pb. Air suling digunakan selama percobaan untuk siapkan
semua solusi.
Instrumentasi:
Neraca analitik digital digunakan untuk semua pengukuran sampel dan
bahan kimia. FAAS digunakan untuk menentukan konsentrasi Mn, Cr, Cd dan Pb.
Mete pH digital potensiometri digunakan untuk menentukan pH sampel air.
Pengukur konduktivitas digunakan untuk mengukur konduktivitas larutan sampel
air.
Koleksi sampel:
Sepuluh sampel air dikumpulkan secara acak dari berbagai titik di
Sungai Kulufo pengambilan sampel dilakukan di dua musim utama di daerah
penelitian dari April-Agustus 2015. Sebelum ini, plastik botol dibilas dengan
0,02M HNO3 untuk menjaga pH konstan dan meminimalkan kehilangan sampel
karena variasi PH, penguapan, presipitasi dan sifat fisik dan kimia yang relevan
lainnya. Sampel dikumpulkan dari Sungai Kulufo yang terletak di sekitar Arba
Minch Kota dan dikumpulkan secara acak menggunakan botol plastik diasamkan
dan dicampur. Botol-botol diisi dan kemudian ditutup rapat untuk menghindari
ruang kepala itu menyebabkan hilangnya sampel karena oksidasi.
Analisis fisik-kimia air:
Analisis fisiko-kimia air seperti PH, TDS, Suhu dan EC dilakukan
dengan menggunakan PH dan konduktivitas listrik meter.
Pencernaan air sungai:
Prosedur pencernaan untuk air Sungai dilakukan oleh mentransfer
volume yang diukur (50 mL) asam campuran yang diawetkan dengan baik sampel
air ke dalam labu. Kemudian 5 mL konsentrasi. HNO3 dan beberapa didih chip
ditambahkan ke dalam labu. Campuran direbus dan diuapkan pada hot plate
dengan volume serendah mungkin (10 hingga 20 mL). Terus pemanasan dan
menambahkan conc. HNO3 seperlunya hingga pencernaan lengkap seperti yang
ditunjukkan oleh solusi jelas warna terang. Jangan biarkan sampel mengering
selama pencernaan. Setelah ini labu dicuci dengan air dan disaring. Kemudian
filtrat dipindahkan ke dalam 10 mL labu ukur dengan dua 5 mL bagian air,
menambahkan pembilasan ini ke labu ukur dan didinginkan dan diencerkan
sampai tanda dan dicampur secara menyeluruh. Sebagian dari ini solusi diambil
untuk penentuan logam yang diperlukan.
Batas deteksi metode:
Batas deteksi metode (MDL) adalah konsentrasi minimum dari suatu zat
yang dapat diukur. Prosedur penentuan melibatkan mencerna dan mengencerkan
solusi kosong dan kemudian menganalisis konsentrasi masing-masing elemen
sampel. Lalu standar penyimpangan dari pembacaan rangkap tiga tujuh kosong
dihitung.
Deviasi standar dikalikan tiga untuk menghasilkan MDL.
Analisis logam air:
Dalam prosedur analisis logam, spektroskopi serapan atom solusi
standar yang mengandung 1000 mg L-1 (Buck Scientific) digunakan untuk
mempersiapkan standar menengah dan standar kerja. Itu standar antara disusun
dengan menggunakan metode pengenceran. Juga solusi standar kerja disiapkan
secara baru dengan tepat melarutkan standar antara dengan air suling. Mn 7+ dan
Pb2+ dianalisis dengan FAAS menggunakan kalibrasi kurva setelah parameter
(pelurusan lampu, panjang gelombang, dan celah) penyesuaian lebar dan perataan
burner) dioptimalkan untuk maksimum intensitas sinyal dan sensitivitas
instrumen. Panjang gelombang dan lebar celah dipilih dan disesuaikan pada awal
analisis dan konstan hingga akhir analisis. Kondisi ini dulu dilakukan dengan cara
yang sama selama masa studi.
Hasil:
Dalam karya ini, konduktivitas sampel air Sungai dikumpulkan dari situs
yang dipilih ditentukan pada suhu yang berbeda dan dilaporkan pada 25°C dengan
koreksi suhu. Di situs yang dipilih seperti Sungai Kulufo berarti nilai
konduktivitas ditentukan dalam penelitian ini (10.5-13.9 mS/m), yang berada di
bawah pedoman WHO 600 mS/m (Tabel 1). Seperti yang diharapkan,
konduktivitas listrik lebih tinggi nilai ditentukan pada musim hujan. Dengan
demikian, kejernihan air ditentukan oleh nilai konduktivitas listriknya, dan
memiliki tinggi air konduktivitas adalah indikator keberadaan padatan tersuspensi,
ion dan mikroorganisme. Ini menunjukkan bahwa Sungai itu cocok untuk
kehidupan air. Sejalan dengan ini, menunjukkan bahwa nilai standar konduktivitas
listrik air sungai adalah 0,300 mMho cm-1. Rata-rata Nilai pH yang ditentukan
dalam penelitian ini bervariasi antara 7,2 dan 7,6 (Tabel 2) dan mematuhi
pedoman WHO untuk penggunaan air rumah tangga. Menurut ke Ahmed dan
Rahman, air sungai dengan pH berkisar dari 5,6 hingga 6 cukup asam, air sungai
dengan kisaran pH 6,1-6,5 sedikit asam, air sungai dengan pH berkisar 6,6 hingga
7,1 netral atau hampir netral, air sungai dengan kisaran pH 7,2 hingga 7,8 sedikit
alkali dan air sungai dengan pH berkisar antara 7,8 dari 8,4 cukup dasar dan air
Sungai dengan pH di atas 8,5 sangat basa. Jadi, itu nilai standar untuk air Sungai
berkisar antara 6.5 hingga 8.5. Oleh karena itu, nilai yang diperoleh dari daerah
penelitian sedikit basa.
Batas deteksi metode:
Batas deteksi metode sedikit lebih tinggi dari deteksi batas FAAS. Itu
dihitung sebagai konsentrasi tiga kali lipat standar deviasi dari sinyal solusi
kosong (Tabel 2).

Tingkat logam berat (Mn dan Pb) di air Sungai Mojo:

Mangan (Mn): Mn memainkan beberapa peran dalam proses fisiologis dalam


organisme hidup, termasuk manusia. Ini adalah komponen utama dari enzim.
Terlihat bahwa di tempat kerja, tingkat Mn berkisar (0,420-520 mg L-1) (Tabel 3).
Dari ini, bisa dicapai itu Level Mn yang ditemukan di area penelitian lebih besar
dari nilai standar diberikan untuk Mn oleh WHO yaitu 0,05 mgL -1. Ini
menunjukkan traffic yang tinggi Kepadatan yang ditemukan di dekat area
penelitian memainkan peran penting dalam level tersebut Mn di perairan Sungai
Kulufo. Sejalan dengan ini, roda kendaraan dan peningkatan berbagai pabrik
memperkenalkan Mn ke dalam tanah dan badan air. Dari sini dimungkinkan untuk
menyimpulkan bahwa air sungai Kulufo memiliki konsentrasi mangan yang relatif
tinggi, dan pengaruhnya terhadap perairan sistemnya relatif tinggi.
Timbal (Pb): Pb adalah logam beracun dan tidak penting yang tidak mengandung
logam nilai gizi bagi organisme hidup. Terlihat di tempat kerja, tingkat rentang Pb
(0,012-0,023 mg L-1 (Tabel 3). Dari ini, itu bisa diamati bahwa tingkat Pb yang
ditemukan di daerah penelitian lebih besar dari nilai standar yang diberikan untuk
Pb oleh WHO yaitu 0,01 mgL-1. Ini menunjukkan bahwa kepadatan lalu lintas
tinggi ditemukan di dekat wilayah studi memainkan peran penting dalam level Pb
di perairan Sungai Kulufo. Dari sini dimungkinkan untuk menutup bahwa air
sungai ini relatif tinggi konsentrasi Pb, dan pengaruhnya terhadap sistem perairan
sangat tinggi. Karena Pb adalah logam berat yang sangat beracun bahkan pada
konsentrasi rendah. Dengan demikian, Sungai Kulufo tidak direkomendasikan
untuk keperluan rumah tangga.
Chromium (Cr): Terlihat di lokasi kerja, tingkat Cr rentang (0,106-0,201 mg L -1
(Tabel 3). Dengan demikian, konsentrasi Cr dalam air sungai tidak memenuhi
pedoman WHO yang ditetapkan (0,05 mg L-1, untuk keperluan rumah tangga)
untuk semua bulan pengambilan sampel. Karena itu, Kulufo Air sungai tidak
aman untuk keperluan rumah tangga.
Cadmium (Cd): Terlihat di lokasi kerja, tingkat Cr rentang (0,050-0,108 mg L-1
(Tabel 3). Cd adalah elemen yang tidak esensial dan sangat beracun bagi
kehidupan air laut dan air tawar. Konsentrasi Cd di air sungai (Tabel 3) tidak
mematuhi pedoman WHO yang ditetapkan (0,003 mg L-1, untuk keperluan rumah
tangga) untuk semua bulan pengambilan sampel. Oleh karena itu, air Sungai
Kulufo tidak aman untuk keperluan rumah tangga.
Kesimpulan:
Penentuan Spektroskopi Serapan Atom untuk Logam Berat Konsentrasi
dalam Kulufo Ri. Pekerjaan ini berfokus pada penentuan Mn, Pb, Cr dan Cd
konsentrasi dalam air Sungai Kulufo, Arba Minch, Gamo Gofa. Konsentrasi Mn,
Pb, Cr dan Cd ditentukan dari Air Sungai Kulufo dengan menggunakan teknik
FAAS. Hasilnya menunjukkan itu konsentrasi tertinggi Mn, Pb, Cr dan Cd
ditemukan dari area kerja. Singkatnya hasil yang diperoleh, telah muncul bahwa
yang tertinggi tingkat logam berat yang dipilih di area kerja terdeteksi dalam
sampel air Sungai dikumpulkan dari Kulufo. Ini karena kepadatan lalu lintas
tertinggi hadir di dekat kota Arba Minch. Jumlah seluruhnya konsentrasi logam
berat (Mn, Pb, Cr dan Cd) di Kulufo Air sungai berada di atas level maksimum
kritis (standar konsentrasi yang dilaporkan oleh WHO untuk air minum) di
atasnya toksisitas mungkin terjadi. Dari sudut pandang ini, air Sungai Kulufo
adalah terkontaminasi oleh konsentrasi logam ini. Karena itu perawatan
membutuhkan penghapusan kontaminasi ini, bever, Arbaminch, Gamo Gofa,
Ethiopia.
2.5.2 Analisis Unsur Cu dan Zn dalam Rambut Manusia
Abstrak:
Jenis Dan Konsentrasi Unsur-Unsur Dalam Rambut Dapat
Merefleksikan Status Kesehatan Seseorang Dan Di Mana Ia
Tinggal Atau Bekerja. Pada Konsentrasi Yang Tinggi Zn Dapat
Menjadi Toksik Terhadap Tubuh Atau Menyebabkan Defisiensi
Untuk Unsur Cu. Konsentrasi Cu Yang Rendah Akan
Menyebabkan Sel Kekurangan Oksigen Akibatnya Menjadi
Anemia. Pada Penelitian Ini Dilakukan Penentuan Cu Dan Zn
Dalam Rambut Manusia Menggunakan Spektrofotometri Serapan
Atom (Ssa) Dengan Metode Nyala. Hasil Analisis Terhadap 27
Sampel Rambut Remaja Kota Bandung Usia 16 – 19 Tahun
Menunjukkan Bahwa Konsentrasi Geomean Cu = 15,7 ± 45 µg/G
dan Zn = 201,4 ± 205 µg/G. Data Cu Ini Lebih Rendah Jika
Dibandingkan Dengan Data Cu Remaja Nigeria (117,4 µg/G),
Sedangkan Dua Data Cu Yang Menyebabkan Simpangan Baku
Tinggi (45 µg/G) Yaitu Sampel Nomor 13 (110 µg/G) Dan Sampel
Nomor 18 (218 µg/G) Mungkin Berasal Dari Sumber Pencemar Di
Sekitar Tempat Tinggal Remaja Tersebut. Hampir Sama Dengan
Data Cu, Simpangan Baku Data Zn Juga Tinggi (205µg/G). Hal Ini
Disebabkan Oleh Data Sampel Nomor 6 (657 µg/G), Sampel
Nomor 7 (356 µg/G), Sampel Nomor 9 (1058 µg/G), Sampel
Nomor 21 (460 µg/G), Dan Sampel Nomor 27(436µg/G). Jika Data
Geomean Zn Yang Diperoleh (201,4 µg/G) Dibandingkan Dengan
Geomean Orang Nigeria ( 125,9 µg/G ), Maka Konsentrasi Zn
Anak Remaja Bandung Lebih Tinggi. Konsentrasi Zn Yang Tinggi
Ini Mungkin Merupakan Karakteristik Pada Anak Remaja
Bandung Atau Indonesia, Akan Tetapi Hal Ini Masih Memerlukan
Penelitian Lanjutan.
Metode:
Peralatan yang digunakan adalah spektrofotometer
serapan atom (SSA) GBC 332 yang digunakan untuk mengukur
Cu dan Zn dengan metode nyala. Microwave digestion Model
Ethos yang digunakan untuk destruksi sampel rambut, dan alat-
alat standard laboratorium kimia.
- Pengumpulan (sampling) dan pencucian sampel
rambut
Sampel rambut diperoleh dari 27 orang siswa SMA di kota
Bandung pada hari Bumi 22 April 2006. Dengan bantuan tukang
potong rambut profesional, rambut siswa bagian belakang kepala
dipotong kira-kira 0,5 cm di atas kulit kepala, selanjutnya sampel
rambut dipotong-potong hingga tiap potongan berukuran 0,5
cm. Sampel rambut dicuci dengan deterjen, air bebas mineral
dan terakhir dengan aseton (4). Selanjutnya sampel rambut
dikeringkan di dalam oven
pada temperatur 70±5ºC selama 2-4 jam (4). Sampel yang telah
kering dimasukkan ke dalam kantong polietilen (p.e) serta
akhirnya sampel rambut disimpan di ruang bersih.
- Preparasi sampel rambut
Masing-masing sampel rambut manusia dan CRM Rambut
GBW 09101 ditimbang sekitar 0,5 – 1,5 g, dimasukkan ke dalam
9 wadah teflon 100 mL dari microwave digestion Model Ethos
dan ditambahi 10 mL HNO3 65%. Enam wadah teflon berisi
sampel rambut dan 3 wadah teflon lain berisi CRM rambut
dimasukkan ke dalam microwave. Destruksi telah diatur untuk
digest tahap pertama selama 10 menit dan tahap selanjutnya
selama 10 menit pada temperatur 200ºC dan daya 1000 W.
Setelah waktu digest dipenuhi, wadah teflon dikeluarkan dan
direndam dengan air kran hingga suhu kamar. Sampel
dikeluarkan dari wadah serta dipindahkan ke dalam beaker teflon
dan dikisatkan. Sisa garam dilarutkan dan dipindahkan ke dalam
labu takar 25 mL secara kuantitatif serta diencerkan hingga
tanda batas. Wadah teflon segera dicuci dengan deterjen dan air
serta dikeringkan. Wadah teflon yang sudah bersih digunakan
kembali untuk mendestruksi sampel lainnya.
- Preparasi larutan standar untuk SSA
Dibuat larutan standar campuran Cu dan Zn dengan
konsentrasi masing-masing 0,2; 0,4; 1 dan 2 µg/mL yang dibuat
dengan mengencerkan larutan standar campuran Cu dan Zn 100
µg/mL. Dipipet 10 mL dari standar campuran Cu dan Zn 100
µg/mL kemudian diencerkan hingga 100 mL. Konsentrasi larutan
standar menjadi 10 µg/mL. Dari larutan standar 10 µg/mL
masing-masing dipipet 2, 4, 10, dan 20 mL serta diencerkan
hingga 100 mL. Larutan standar dan sampel diukur dengan SSA
metode nyala.
- Pengukuran dengan SSA menggunakan metode nyala
(flame photometry).
Prinsip SSA adalah absorpsi energi sinar dengan panjang
gelombang tertentu oleh atom-atom bebas hasil proses
atomisasi. Oleh karena itu di dalam SSA harus dilakukan proses
atomisasi. Proses atomisasi dapat dilakukan dengan beberapa
cara yaitu dengan nyala (flame), tungku grafit (graphite furnace)
dan dengan penguapan (vapour generation). Akan tetapi metode
atomisasi yang akan dibahas di sini adalah hanya metode nyala.
Atomisasi dengan nyala dilakukan dengan cara membakar analit
(unsur yang akan dianalisis) menggunakan oksidator untuk
mencapai suhu yang diinginkan sehingga analit akan
teratomisasi. Oksidator yang sering digunakan adalah: campuran
udara – propana yang dapat mencapai suhu nyala 1800ºC,
campuran udara-asetilen dapat mencapai suhu pembakaran
hingga 2300ºC, dan campuran N2O-asetilen yang dapat
mencapai suhu pembakaran 3000ºC digunakan untuk senyawa
yang sulit diuraikan misalnya senyawa Ca-fosfat. Penentuan
unsur analit dilakukan dengan cara membuat kurva kalibrasi
standar yang telah disiapkan hingga diperoleh kurva yang linier
atau koefisien korelasi mendekati angka 1 (satu). Selanjutnya
pengukuran dilaksanakan untuk standar acuan CRM GBW 09101
yang dapat dikonversi langsung dalam kosentrasi (µg/mL). Jika
hasil pengukuran CRM GBW 09101 berada dalam rentang
sertifikat, maka selanjutnya pengukuran dilakukan terhadap
sampel rambut.
- Perbandingan hasil analisis dengan peneliti terdahulu.
Agar dapat mengetahui posisi (tinggi rendahnya) hasil
analisis yang diperoleh maka data hasil analisis dibandingkan
dengan data hasil analisis peneliti Pakistan (4) dan data hasil
analisis peneliti Nigeria (5) yang mempunyai rentang usia objek
penelitian yang berdekatan.

Alat dan Bahan


Bahan kimia yang digunakan adalah Standar tritisol pro
analisis (p.a) Merck dan bahan acuan Certified Reference
Material (CRM) rambut GBW 09101 Shanghai Institute of Nuclear
Research-China, HNO3 p.a dan suprapur Merck.
Peralatan yang digunakan adalah spektrofotometer
serapan atom (SSA) GBC 332 yang digunakan untuk mengukur
Cu dan Zn dengan metode nyala. Microwave digestion Model
Ethos yang digunakan untuk destruksi sampel rambut, dan alat-
alat standard laboratorium kimia.
Hasil dan Pembahasan
Studi unsur dalam rambut manusia ini belum banyak
diketahui karakteristiknya di PTNBR. Pada tahun pertama
penelitian ditujukan agar memperoleh informasi awal konsentrasi
unsur-unsur dalam rambut manusia. Dari penelusuran pustaka
diperoleh informasi bahwa keberadaan dan konsentrasi unsur
dalam rambut sangat erat kaitannya dengan status kesehatan
seseorang atau menunjukkan keadaan lingkungan di mana
seseorang berada apakah ada sumber cemaran atau tidak.
Untuk mengetahui hasil pengukuran itu valid atau tidak maka
dilakukan pengukuran terhadap Certified Reference Materials
(CRM) GBW 09101 yang tersedia di laboratorium teknik analisis
radiometri PTNBR. Hasil analisis CRM tersebut ditunjukkan pada
Tabel 1. Menurut hasil analisis unsur terhadap CRM GBW 09101
menunjukan konsentrasi unsur Cu dan Zn berada dalam rentang
sertifikat. Artinya analisis unsur tersebut dapat dipercaya dan
dilanjutkan. Hasil analisis unsur Cu dan Zn dalam sampel rambut
menggunakan SSA metode nyala (Flame Photometry)
ditampilkan pada Tabel 2, Tabel 3, Gambar 1 dan Gambar 2.
Dari hasil analisis diperoleh konsentrasi geomean Cu =
15,7 ± 45 µg/g. Angka simpangan baku (SD) yang diperoleh (45
µg/g) ternyata lebih besar dari angka geomeannya (15,7µg/g).
Gambar 1. menyatakan bahwa yang menjadi penyebab
besarnya SD adalah dua data yang sangat besar yaitu sampel
nomor 13 = 110 µg/g berasal dari rambut remaja yang tinggal di
Cibadak dan sampel nomor 18 = 218 µg/g yang berasal dari
seorang remaja yang tinggal di jalan Mercuri Selatan
Margahayuraya. Mungkin di daerah Cibadak dan Mercuri Selatan
terdapat sumber pencemar Cu sehingga rambut kedua remaja
yang dianalisis menunjukkan konsentrasi yang tinggi. Sumber-
sumber pencemar Cu yang mungkin adalah industri elektronik,
alat-alat masak seperti dandang dan ceret. Jika konsentrasi
rerata Cu (27,5 µg/g) dibandingkan dengan hasil studi yang sama
di Nigeria seperti tecantum pada Tabel 2 geomean = 117,4 µg/g)
maka konsentrasi Cu yang kita peroleh masih jauh lebih rendah.
Kebalikan dari Cu, konsentrasi Zn yang diperoleh dalam
rambut cukup tinggi dengan rerata = 44,6 µg/g , geomean =
201,4 µg/g dan SD = 205 µg/g. Simpangan baku Zn yang
diperoleh ini juga cukup tinggi. Hal ini disebabkan ada 5
kontributor yaitu: sampel nomor 6 konsentrasi Zn = 657 µg/g
berasal dari remaja yang tinggal di jalan Mutumanikam, sampel
nomor 7 = 356 µg/g berasal dari remaja yang tinggal di
Perumahan Bumi Panyawangan, sampel nomor 9 = 1058 µg/g
berasal dari remaja yang tinggal di Astana Anyar, sampel nomor
21 = 460 µg/g berasal dari remaja yang tinggal di daerah
Citeureup, dan sampel
nomor 27 = 436 µg/g berasal dari remaja yang tinggal di
Antapani (Gambar 2). Jadi kelima remaja tersebut telah
mendapat paparan oleh sumber pencemar Zn yang tinggi. Jika
geomean Zn yang diperoleh (201,4 µg/g) dibandingkan dengan
geomean orang Nigeria yang relatif sebaya (125,9 µg/g), maka
jelas konsentrasi Zn yang diperoleh dari anak remaja Bandung
lebih besar. Konsentrasi Zn yang tinggi ini mungkin merupakan
karakteristik pada anak remaja Bandung yang sumbernya paling
mungkin adalah pemakaian Zink shampo yang sering dan
teratur, sedangkan sumber lainnya adalah dari penggunaan
bahan bakar minyak (kendaraan bermotor) serta industri.
Hasil analisis dan data orang Pakistan (Tabel 2 dan Tabel 3)
membuktikan bahwa jika konsentrasi Zn tinggi maka akan
menyebabkan konsentrasi Cu rendah. Padahal jika konsentrasi
Cu rendah akan menyebabkan sel kekurangan oksigen akibatnya
anemia (2,6).
Kesimpulan:
Hasil analisis unsur menunjukkan bahwa terdapat
kecenderungan semakin tinggi konsentrasi Zn, semakin rendah
konsentrasi Cu dalam rambut manusia. Konsentrasi Cu dan Zn
pada sampel rambut 27 remaja di kota Bandung memberikan
hasil masing masing sebesar Cu = 15,7 ± 45,7 µg/g dan Zn =
201,4 ± 205,4 µg/g. Konsentrasi Zn anak remaja Bandung lebih
tinggi dari konsentrasi Zn anak remaja Nigeria (125,9 µg/g),
sedangkan konsentrasi Cu yang diperoleh (15,7 µg/g) lebih
rendah dari konsentrasi Cu remaja Nigeria (117,4 µg/g). Analisis
unsur akan dilanjutkan agar diperoleh unsur-unsur lainnya. Pada
penelitian lanjutan akan dipelajari hubungan antara unsur-unsur
dalam rambut dengan kesehatan manusia.
2.5.3 Penentuan Recovery Dan Limit Deteksi Unsur Kadmium, Kobalt,
Tembaga, Mangan, Nikel, Molibdenum Dan Timbal Pada Uranium Oksida
Abstrak:

Telah dilakukan Penentuan Recovery dan Limit Deteksi Unsur Kadmium,


Kobalt, Tembaga, Mangan, Nikel, Molibdenum dan Timbal pada Uranium Oksida
Menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom - flame yang didahului dengan
proses ekstraksi menggunakan TBP, TBP + CCL 4 20 % dan CCL4. Validasi
metode dilakukan untuk menentukan unjuk kerja suatu metode pengujian yang
dikembangkan diantaranya perolehan kembali (recovery) dan limit deteksi.
Penelitian ini bertujuan menentukan perolehan kembali (recovery) dan limit
deteksi unsur Cd, Co, Cu, Mn, Ni, Mo dan Pb dalam Uranium Oksida (U 3O8)
menggunakan alat spektrofotometer serapan atom - flame yang didahului dengan
proses ekstraksi menggunakan TBP, TBP + CCL4 20 % dan CCL4. Pada
penelitian ini Uranium Oksida dilarutkan dengan HNO3, dilakukan ekstraksi
menggunakan TBP, TBP + CCl4 20 % dan CCL4, selanjutnya fase air dalam asam
encer dianalisis menggunakan SSA – flame, recovery ditentukan dengan metode
adisi (spike). Diperoleh persentase recovery antara 81,84 % hingga 113 %,
penurunan persentase recovery menunjukkan adanya kehilangan analit selama
berlangsungnya proses preparasi, kenaikan persentase recovery menandakan
adanya penambahan analit yang berasal dari pelarut atau ekstraktan selama proses
preparasi. Limit deteksi pengujian yang diperoleh
Alat dan Bahan:
Seperangkat instrumen SSA - flame (Agilent Technologies), seperangkat
peralatan ekstraksi pelarut, hotplate magnetic stirrer (Torrey Pines Scientific),
neraca analitik (Mettler Toledo), oven (ultraclean 100), dan peralatan gelas,
serbuk U3O8 (Cogema - Perancis), HNO3 pekat (Merck), HNO3 6 N (Merck), n-
TBP (Merck), larutan TBP dalam CCL4 (20 % v/v) (Merck), HCl 0,2 N (Merck),
air demineral, standar unsur Cd, Co, Cu, Mn, Ni, Mo dan Pb (merck).
Prosedur Percobaan:
Adapun langkah yang dilakukan yaitu sampel U3O8 kering (sebelumnya
dipanaskan selama 2 jam dengan suhu 115oC dalam oven) ditimbang ± 11 g
(kandungan Uranium ± 10 g) sebanyak 14 sampel. Selanjutnya 7 buah sampel
ditambahkan unsur adisi Cd, Co, Cu, Mn, Ni, Mo dan Pb dengan konsentrasi
tertentu. 14 sampel diatas dilarutkan dengan asam nitrat pekat (1 mL asam per
gram Uranium Oksida). Larutan dievaporasi hingga hampir kering dan residu
dilarutkan dalam 100 mL HNO3 6N. Dilakukan proses ekstraksi dengan 125 mL
TBP. Fasa TBP dicuci menggunakan HNO3 6 N 30 mL, selanjutnya fasa aqueous
(air) diekstraksi dengan 50 mL TBP dalam CCL4 (20 % v/v). Setelah itu, fasa air
dicuci dengan CCL4 25 mL sebanyak 2 kali. Selanjutnya fasa air dievaporasi
hingga kering dan residu dilarutkan dalam 0,2 N HCl dan diencerkan, Sampel siap
dianalisis menggunakan SSA – flame. Sebagai pembanding, blanko diperlakukan
dengan cara yang sama dengan sampel. Deret standar unsur yang akan dianalisis
dibuat dengan mengencerkan standar induk dan membuat deret konsentrasi
standar sebanyak 5 tingkat sesuai dengan kisaran pengukuran. Selanjutnya sampel
dilakukan pengujian dengan alat SSA.
Hasil dan Pembahasan:
Serbuk U3O8 yang telah dihilangkan kadar airnya, ditimbang dan
selanjutnya dilarutkan dan diekstraksi. Fasa air yang diharapkan sudah tidak
mengandung Uranium dikisatkan dan diencerkan dengan asam HCl encer. Dari
hasil pengujian kandungan unsur dengan alat spektrofotometer serapan atom
Tabel 1. Hasil Pengujian Kandungan Unsur Cd, Co, Cu, Mn, Ni, Mo dan
Pb dalam U3O8 Menggunakan SSA

Dari Tabel 1. terlihat bahwa dengan massa penimbangan rerata 11,7929 g


sampel U3O8, dan penepatan volume 100 mL, konsentrasi analit Cd sebelum
adisi adalah 0,0004 mg/L dan setelah adisi dengan konsentrasi 2,0 mg/L Cd
diperoleh hasil analisis adalah 1,9990 mg/L. Dari data itu diketahui bahwa
recovery rerata yang diperoleh adalah 99,93 %. Recovery dihitung dengan
membandingkan konsentrasi analit hasil analisis (hasil pengurangan konsentrasi
analit pada sampel dengan adisi dan sebelum adisi) dengan konsentrasi analit yang
diadisi dan dikali 100 % Pada Tabel 1 dapat diketahui untuk unsur Co, Cu, Mn,
Ni, Mo dan Pb masing – masing diperoleh persentase recovery-nya adalah 93,43
%, 91,53 %, 81,54 %, 86,25 %, 113,11 % dan 90,29 %. Dari 7 (tujuh) unsur yang
ditambahkan adisi dan dilakukan analisis, penurunan recovery terjadi pada
sebagian besar unsur analit (6 dari 7) dengan kisaran recovery antara 81,54 %
hingga 99,93 %. Satu unsur dengan rekoveri lebih besar dari 100 % yaitu untuk
unsur Mo dengan persentase recovery 113,11 %. Hasil persentase recovery yang
diperoleh untuk unsur Cd, Co, Cu, Mn, Ni dan Pb berkisar antara 81,54 % dan
99,93 % lebih tinggi dibanding dengan hasil dari penelitian oliveira dkk., yang
memperoleh akurasi antara 15 % dan 37 % atau persentase recovery adalah 63 % -
85 %.
Persentase recovery ideal adalah 100 %, adanya penurunan persentase
recovery menunjukkan adanya kehilangan analit selama berlangsungnya proses
preparasi, kenaikan persentase recovery menandakan adanya penambahan analit
yang berasal dari pelarut atau ekstraktan selama proses preparasi [8]. Recovery
ideal cukup sulit diperoleh karena proses preparasi yang panjang serta
penggunaan pelarut dan ekstraktan yang memiliki kemurnian 99,9 %. Selain itu,
analit dengan tingkat konsentrasi sangat rendah (mg/L) dalam matriks yang
kompleks sangat sensitif dengan interferensi. Interferensi kimia dalam SSA
diantaranya atomisasi yang tidak sempurna, pembentukan senyawa yang sulit
didisosiasi dan penurunan akibat terbentuknya senyawa refraktori serta
ketidakstabilan logam analit dalam larutan, interferensi fisika diantaranya adalah
perbedaan viskositas larutan. Apabila persentase recovery berbeda signifikan
dengan recovery 100 %, maka data recovery perlu dipakai untuk melakukan
koreksi terhadap data mentah menjadi data uji yang dilaporkan. Pada pengujian
ini, efek dari terekstraksnya sebagian kecil unsur analit bersama dengan matriks
uranium diperkirakan menjadi faktor utama yang menyebabkan recovery kurang
dari 100 %. Selain itu, penambahan 7 (tujuh) unsur pada sampel menyebabkan
perbedaan nilai viskositas sehingga jumlah sampel yang masuk ke dalam
nebulizer tidak sama (adisi dan non adisi). Recovery yang lebih dari 100 %
dimungkinkan terjadi karena kontaminasi unsur analit pada proses preparasi
sampel sehingga kandungan analit yang terukur bertambah. Faktor kemurnian
bahan yang digunakan sangat berpengaruh, bahan kimia yang digunakan untuk
analisis SSA dipersyaratkan menggunakan bahan dengan kemurnian sangat tinggi
(kemurnian 99,999 %).

Tabel 2. Limit Deteksi Pengujian Unsur Cd, Co, Cu, Mn, Ni, Mo dan Pb dalam
U3O8

Kemampuan deteksi metode analisis dinyatakan dengan limit deteksi yang


diperoleh berdasarkan hasil analisis konsentrasi blanko. Nilai limit deteksi untuk
unsur Cd, Co, Cu, Mn, Ni, Mo dan Pb yang diperoleh pada penelitian ini masing –
masing adalah 0,0021 mg/L, 0,0160 mg/L, 0,0684 mg/L, 0,2517 mg/L, 0,8998
mg/L, 0,3102 mg/L dan 0,0478 mg/L. Jika dibanding dengan limit deteksi
instrumen (Cd 0,0007 mg/L, Co 0,007 mg/L, Cu 0,002 mg/L, Mn 0,002 mg/L, Ni
0,008 mg/L, Mo 0,030 mg/L, Pb 0,015 mg/L) [3], limit deteksi yang dihasilkan
pada pengujian ini, Tabel 2. memperlihatkan nilai limit deteksi yang lebih besar,
hal ini disebabkan oleh langkah preparasi yang panjang sehingga kontaminasi
banyak terjadi. Hal ini menyebabkan nilai konsentrasi blanko sampel cukup besar
dan memberikan limit deteksi pengujian diatas limit deteksi instrumen. Selain itu,
penggunaan air demineral dengan konduktivitas diatas 0,058 µS/cm juga menjadi
salah satu faktor yang dapat menaikkan limit deteksi. Limit deteksi akan dapat
berubah sesuai dengan kondisi instrumen dan kondisi bahan yang digunakan,
sehingga dari waktu ke waktu dapat memberikan hasil yang berbeda.
Kesimpulan:
Setelah dilakukan Penentuan Recovery dan Limit Deteksi Unsur cadmium,
Kobalt, Tembaga, Mangan, Nikel, Molibdenum dan Timbal pada Uranium Oksida
Menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom - flame yang didahului dengan
proses ekstraksi menggunakan TBP, TBP + CCL 4 20 % dan CCL4, dapat
disimpulkan bahwa nilai recovery yang diperoleh untuk unsur Cd, Co, Cu, Mn,
Ni, Mo dan Pb masing – masing adalah 99,93 %, 93,43 %, 91,53 %, 81,84 %,
86,25 %, 113,11 % dan 90,29 %. Penurunan persentase recovery menunjukkan
adanya kehilangan analit selama berlangsungnya proses preparasi, kenaikan
persentase recovery menandakan adanya penambahan analit yang berasal dari
pelarut atau ekstraktan selama proses preparasi. Untuk persentase recovery yang
berbeda signifikan dengan recovery 100 %, maka data recovery perlu dipakai
untuk melakukan koreksi terhadap data mentah menjadi data uji yang dilaporkan.
Limit deteksi pengujian berkisar antara 0,0021 % hingga 0,8998 %, lebih tinggi
dibanding dengan limit deteksi instrumen yang disebabkan oleh cukup banyaknya
langkah preparasi sehingga kontaminasi banyak terjadi.
2.5.4 Kajian Cemaran Logam Berat Timbal Dari Kemasan Kertas Bekas Ke
Dalam Makanan Gorengan
Abstrak:
Fungsi pengemasan pada makanan antara lain untuk melindungi makanan
dari kontaminasi yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan
kesehatan manusia. Bahan pengemas dapat mengandung senyawa berbahaya
seperti logam berat timbal yang dapat mencemari makanan, dan dikonsumsi oleh
manusia. Uji cemaran ditujukan untuk memastikan keamanan makanan dengan
cara mengontrol laju masuk senyawa yang tidak dikehendaki dari kemasan ke
dalam makanan. Tujuan penelitian adalah untuk menentukan kadar logam timbal
yang terikut dari kemasan kertas bekas ke dalam makanan gorengan serta
menentukan model reaksi pelepasan dan laju pelepasan. Metode yang digunakan
dalam penelitian adalah metode kinetika reaksi melalui persamaan Arrhenius dan
metoda analisis penentuan timbal menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat sejumlah logam timbal yang
terlepas atau berpindah dari kemasan kertas simulasi ke dalam makanan gorengan
simulasi. Dengan bertambahnya suhu dan waktu penyimpanan, kadar timbal yang
terlepas semakin meningkat dan menunjukkan adanya hubungan yang linier antara
waktu penyimpanan dengan pelepasan. Laju pelepasan timbal mengikuti kinetika
reaksi orde satu, plot antara jumlah pelepasan timbal terhadap waktu penyimpanan
diperoleh garis lurus. Konstanta laju pelepasan timbal (K) rerata sebesar 4,97 x

10-3 ppm/menit dengan energi aktivasi (Ea) sebesar 3775,3 kal mol1 K-1.
Metode:
Bahan yang digunakan adalah larutan standar timbal 1000 mg/L, standard
refference material (SRM) dari NIST; Pb(NO3)2 dalam HNO3 0,5 mol/L, asam

nitrat p.a, asam sulfat pekat p.a, hidrogen peroksida p.a, air suling bebas mineral,
kemasan kertas simulasi (kertas HVS cetak bertinta), kertas HVS polos tanpa
tinta, tinta cetak, makanan gorengan simulasi (tahu goreng) dan minyak goreng.
Alat-alat yang digunakan: timbangan analitik, inkubator, kompor gas, labu
Kjeldahl, alat-alat penggorengan (wajan stainless steel, pisau, susuk
penggorengan, alat peniris minyak), alat-alat gelas (labu ukur, corong saring,
batang pengaduk, gelas ukur), spektrofotometer serapan atom, dan bahan-bahan
lain (pinset, spatel, termometer ruangan, indikator pH universal, kertas saring
whatman).
Hasil:
Penentuan suhu dan waktu kontak ditujukan untuk mengetahui kisaran
suhu makanan gorengan setelah diangkat dan ditiriskan dari penggorengan, waktu
kontak yaitu waktu yang diperkirakan untuk kontak makanan gorengan dengan
kertas kemasan sebelum dikonsumsi sesuai dengan kenyataan yang sering
dilakukan konsumen. Penentuan suhu kontak dan waktu kontak ditentukan dengan
melakukan rancangan penelitian seperti pada Tabel 1.
Dari hasil pengamatan pada Tabel 1, maka untuk penelitian ini suhu

kontak yang digunakan adalah suhu kamar (suhu ruangan 250C), untuk kondisi

hangat dgunakan suhu sekitar 450C dan untuk kondisi panas digunakan suhu

sekitar 650C dengan waktu kontak makanan gorengan dengan kemasan dimulai
dari 0,5 jam sampai 5 jam.

Penetapan kadar timbal dilakukan secara spektrofotometer serapan atom


atau AAS (atomic absorption spectrophotometer) pada panjang gelombang 217,0
nm setelah sampel didestruksi secara destruksi basah.
Verifikasi metode analisis merupakan proses evaluasi kecermatan dan
keseksamaan yang dihasilkan oleh suatu prosedur dengan nilai yang dapat
diterima, memastikan bahwa suatu prosedur tertulis memiliki detail yang cukup
jelas sehingga dapat dilaksanakan oleh analis atau laboratorium yang berbeda
dengan hasil yang sebanding, juga untuk memperoleh hasil uji yang dapat
dipercaya, menunjukkan kesesuaian dengan tujuan analisis.
Verifikasi unjuk kerja alat AAS dan metode analisis bertujuan untuk
menguji dan mengetahui keandalan alat dan metode analisis penetapan kadar
timbal sebelum dilakukan penelitian. Parameter kinerja metode analisis yang
diverifikasi meliputi : uji linearitas, uji batas deteksi dan batas kuantitasi, uji
presisi (ripitabilitas metode) serta uji akurasi (persentase perolehan kembali).
Hasil verifikasi metoda analisis dan syarat keberterimaan.
Pengujian kandungan timbal dalam bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian dilakukan terhadap sampel makanan gorengan (tahu goreng) yang
merupakan sampel simulasi, minyak goreng digunakan untuk menggoreng sampel
simulasi, kertas HVS polos dan tinta cetak merupakan bahan untuk pembuatan

kemasan kertas simulasi. Analisis kandungan timbal dalam bahan-bahan tersebut


digunakan untuk mengetahui seberapa besar kadar timbal yang terkandung dalam
bahan penelitian. Kadar timbal dalam kertas kemasan simulasi digunakan untuk
menghitung nilai kadar awal (C0) timbal dari kemasan. Nilai C0 kemasan

digunakan sebagai dasar untuk menghitung seberapa besar kadar timbal yang
berpindah atau terlepas dari kertas kemasan ke dalam makanan gorengan jika
terjadi pelepasan, selain itu digunakan untuk menghitung persentase pelepasan
dari kertas kemasan ke dalam makanan gorengan dan untuk menghitung nilai K
(konstanta laju pelepasan).
Dari hasil analisis kandungan timbal pada Tabel 3 diperoleh kadar timbal
dalam kertas HVS sebesar 6,013 ug/g dan dalam tinta cetak sebesar 2,012 ug/mL.
Adanya timbal dalam kedua bahan tersebut menunjukkan bahwa dalam proses
pembuatan bahan-bahan tersebut digunakan logam berat timbal. Potensi untuk
mencemari makanan sebagian besar berasal dari penggunaan tinta cetak yang
menempel pada kertas kemasan karena logam timbal dalam kertas HVS
kemungkinan bergabung dengan komponen-komponen lain dalam bahan baku
kertas yang akan sulit untuk melepas ikatannya, sedangkan dalam tinta cetak yang
hanya menempel pada kertas kemasan akan sangat mudah terlepas, apalagi
didukung dengan adanya panas dan minyak yang akan langsung melarutkan tinta
dan menempel pada makanan, sehingga tinta yang ada mudah mencemari
makanan yang dikemasnya.
Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa dengan bertambahnya waktu dan suhu
penyimpanan, terjadi peningkatan pola pelepasan timbal dari kemasan kertas ke
dalam makanan gorengan. Hal ini terlihat dari kadar timbal yang terlepas dan
persentase pelepasan timbal yang meningkat. Peningkatan pola pelepasan ini ada
hubungannya dengan sifat dari minyak (lemak) yang terkandung dalam makanan
gorengan, yaitu sifat titik cair minyak. Titik cair minyak ini didukung dengan
adanya pengaruh panas (suhu penyimpanan) akan mempengaruhi tingkat
kelarutan dari minyak. Tingkat kelarutan minyak akan memperbesar kelarutan
komponen-komponen dari tinta cetak yang menempel pada kemasan kertas dan
memperbesar kontak dengan makanan, hal ini dibuktikan dengan meningkatnya
suhu penyimpanan diperoleh jumlah timbal yang terlepas semakin meningkat.
2.5.5 Analisis Konsentrasi Sr/Ca dalam Karang Porites
Abstrak:
Rasio konsentrasi Sr/Ca dalam karang sering digunakan sebagai paleo-
termometer. Inductively Coupled Plasma (ICP) adalah instrumen yang sering
digunakan untuk menganalisis konsentrasi Sr/Ca pada karang jenis Porites, karena
sensitif dan hanya memerlukan sedikit sampel. Namun ketersediaan alat tersebut
sangat terbatas. Spektrofotometer Serapan Atom nyala (SSA-nyala) juga
merupakan alat yang paling umum digunakan untuk mengukur konsentrasi
berbagai unsur termasuk Sr dan Ca. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengevaluasi hasil metode analisis konsentrasi unsur stronsium (Sr) dan kalsium
(Ca) pada karang dengan SSA-nyala serta membandingkan hasil pengukuran
konsentrasi Sr/Ca antara SSA-nyala dan ICP. Dalam studi ini digunakan sample
karang Porites dari perairan Teluk Ambon dan Pulau Jukung. Konsentrasi
stronsium dan kalsium dalam karang tersebut dianalisis dengan spektrofotometer
serapan atom nyala (SSA-nyala). Hasilnya menunjukkan rata-rata konsentrasi
Sr/Ca dalam karang dari Teluk Ambon dan Pulau Jukung sebesar 8,71 dan 7,708
mmol/mol, dengan variasi bulanan konsentrasi Sr/Ca sebesar 6,28 - 10,24
mmol/mol untuk karang dari Teluk Ambon dan 1,005 - 10,914 mmol/mol untuk
karang dari Pulau Jukung. Sampel karang dari Teluk Ambon maupun Pulau
Jukung hasil analisis SSA-nyala memiliki rentang variasi konsentrasi bulanan
Sr/Ca yang sangat lebar dibanding hasil ICP, yaitu sebesar 8,462 – 8,807 dan 8,45
- 8,72 mmol/mol. Hal ini diduga karena terjadinya ionisasi sebagian Sr maupun
Ca dalam nyala SSA.
Metode:
Tiga sampel karang jenis Porites diambil dari perairan Teluk Ambon,
Malukudan Pulau Jukung, Kepulauan Seribu. Lokasi pengambilan sampel di
Teluk Ambon ditunjukkan pada Gambar 1. Prosedur awal preparasi sampel
karang dari Teluk Ambon seperti pencucian dan foto rontgen untuk mengetahui
struktur skeleton karang dan lapisan pertumbuhannya telah dilakukan oleh
Corvianawatie et al. (2015). Subsampling karang dari Teluk Ambon dilakukan
untuk mendapatkan sampel bubuk karang di sepanjang lintasan pertumbuhan.
Subsampling dilakukan dengan bor tangan berukuran mata bor 1 mm untuk
memperoleh resolusi data bulanan. Hasil dari proses pengeboran ini adalah 64
sampel bubuk karang. Konsentrasi Sr dan Ca pada bubuk karang ditentukan
dengan menggunakan metode Spektrofotometri Serapan Atom Nyala (FAAS =
Flame Atomic Adsorption Specthrophotometri). Untuk sampel karang Teluk
Ambon, sebanyak 12 mg bubuk karang didestruksi dalam 1 mL asam nitrat 2%
(v/v) kemudian dipanaskan pada suhu 75oC selama 12 jam untuk
menyempurnakan proses destruksi.
Sampel yang telah didestruksi, disaring kemudian diencerkan dengan
HNO3 2% hingga volume 25 mL untuk mendapatkan 12 mg/L Ca. Selanjutnya
adalah pengukuran konsentrasi Sr dan Ca dalam sampel. Pengukuran dilakukan
dengan dua kali pengulangan dengan standar deviasi < 5%. Sampel Pulau Jukung
digunakan sampel dari Cahyarini et al. (2016). Prosedur preparasi geokimia Sr/Ca
sampel karang dari Pulau Jukung mengikuti prosedur yang dilakukan oleh
Cahyarini et al. (2016), preparasi sampel karang dilakukan dengan melarutkan
sampel tertimbang dengan 1 mL asam nitat 2% (v/v). Sampel yang telah
didestruksi diambil dengan volume tertentu (tergantung pada berat bubuk karang)
kemudian diencerkan dengan asam nitat 2% (v/v) sehingga pada volume 5 mL
untuk mendapatkan 8 mg/L Ca. Volume minimal yang diperlukan untuk analisis
dengan SSAnyala adalah 5 mL sehingga sampel diencerkan kembali hingga
volume 25 mL. Pengukuran konsentrasi Sr dan Ca dilakukan sebanyak lima kali
pengulangan standar deviasi < 5%. Limit deteksi SSA-nyala untuk Ca adalah 0,1
mg/L sedangkan untuk Sr adalah 0,05 mg/L.
Hasil dan Pembahasan:
Karang Teluk Ambon
Sampel karang Teluk Ambon memiliki rata-rata variasi bulanan
konsentrasi Sr/Ca sebesar 8,71 mmol/mol dengan nilai tertinggi 10,24 mmol/mol
dan nilai terendah 6,98 mmol/mol. Sampel karang Teluk Ambon yang sama
pernah dianalisis oleh Corvianawatie et al. (2015) dengan ICPOES, dimana
hasilnya menunjukkan variasi bulanan konsentrasi Sr/Ca berkisar antara 8,462 –
8,807 mmol/mol, dengan rata-rata 8,618 mmol/mol. Rentang nilai konsentrasi
Sr/Ca hasil SSA-nyala pada sampel karang Teluk Ambon lebih lebar dari peneliti
sebelumnya (Corvianawatie et al., 2015) dengan ICP-EOS maupun hasil
penelitian lain dengan ICP. Misalnya penelitian yang dilakukan oleh Cahyarini, et
al. (2011), Chen et al. (2013), dan Bolton et al. (2014) yang menunjukkan nilai
konsentrasi Sr/Ca sebesar 8,67; 9,91; dan 10,47 mmol/mol. Lebarnya rentang nilai
konsentrasi Sr/Ca hasil SSA-nyala jika dibandingkan dengan ICP diduga karena
terjadinya ionisasi unsur Sr dan Ca dalam nyala SSA. Akibatnya tidak semua Sr
dan Ca dalam sampel karang Teluk Ambon dapat terukur oleh SSA-nyala.

Gambar 1. Grafik konsentrasi Sr/Ca pada sampel karang Teluk Ambon hasil SSA-
nyala (garis lurus) dan rentang konsentrasi Sr/Ca dengan ICP dari
Corvianawatie et al. (2015) (garis putus – putus).

Karang Pulau Jukung


Variasi bulanan konsentrasi Sr/Ca sampel karang Pulau Jukung hasil
analisis SSA-nyala berkisar antara 1,005 - 10,914 mmol/mol, dengan rata-rata
7,708 mmol/mol. Hasil analisis sampel karang Pulau Jukung dengan ICP rata-rata
8,59 mmol/mol dengan kisaran 8,45 - 8,72 mmol/mol (Cahyarini et al.,2016).
Gambar 3 menunjukkan variasi bulanan konsentrasi Sr/Ca pada sampel karang
Pulau Jukung hasil SSA-nyala. Hasil analisis SSA-nyala dibandingkan dengan
hasil ICP dari Cahyarini et al. (2016) untuk sampel karang dari Pulau Jukung,
terlihat bahwa rata rata konsentrasi Sr/Ca hasil SSAnyala sangat rendah (Gambar
3). Dengan nilai terendah 1,005 mmol/mol, jauh lebih rendah dari nilai terendah
konsentrasi Sr/Ca hasil ICP yaitu 8.45 mmol/mol (Gambar 3). Hal ini diduga
karena terjadinya ionisasi unsur Sr dan Ca dalam nyala SSA serta tidak
sempurnanya proses destruksi sampel yang dilakukan tanpa pemanasan, sehingga
tidak semua bubuk karang larut dalam destructor (asam nitrat 2%). Ionisasi unsur
Sr dan Ca dalam nyala SSA yang diduga menjadi penyebab lebarnya rentang
konsentrasi Sr/Ca dibandingkan hasil ICP, dikarenakan perbedaan prinsip kerja
dari kedua instrument tersebut. Cara kerja analisis unsur dengan SSA-nyala
adalah penguapan larutan sampel untuk mengubah unsur target analisis menjadi
atom bebas. Oleh karena itu kunci dari kebehasilan analisis dengan SSA-nyala
adalah pembentukan atom bebas, atau dikenal dengan proses atomisasi. Proses
atomisasi dilakukan dengan cara mengaspirasikan larutan sampel ke dalam nyala,
sehingga unsur-unsur dalam sampel berubah menjadi atom bebas. Dalam nyala,
sebagian besar unsur logam tetap tinggal sebagai atom netral, namun ada pula
unsur yang akan tereksitasi secara termal oleh nyala dan membentuk ion. Unsur-
unsur dengan energi ionisasi rendah umumnya akan tereksitasi dalam nyala.
Unsur Sr dan Ca merupakan unsur golongan II A (logam alkali tanah), dimana
unsur-unsur golongan II A merupakan unsur dengan energi ionisasi yang rendah.
Artinya elektron dari unsur golongan II A mudah terlepas dan membentuk kation.
Dalam table periodik unsur, posisi stronsium berada di bawah kalsium, yang
berarti bahwa energy ionisasi stronsium lebih rendah dari pada kalsium.

Gambar 2. Grafik konsentrasi Sr/Ca pada sampel karang Pulau Jukung hasil SSA-
nyala (garis lurus) dan rentang konsentrasi Sr/Ca dengan ICP dari
Cahyarini et al. (2016) (garis putus – putus).

Apabila unsur-unsur golongan II A dianalisis dengan SSA-nyala, maka


saat sampel diaspirasikan ke dalam alat untuk dikabutkan oleh nebulizer menjadi
atom bebas, besar kemungkinan sebagian Sr maupun Ca akan mengalami eksitasi
dan terion sesuai persamaan reaksi di bawah ini: Sr Sr 2+ + 2e-; Ca Ca2+ + 2e.
Keterbatasan metode SSA adalah mengenali atom bebas (dengan bilangan
oksidasi 0 dan tidak mengenali ion (Arslan and Tyson, 1999), karena itu saat
sebagian Sr terionisasi menjadi Sr2+ maka hanya Sr yang tidak mengalami ionisasi
saja yang dapat dibaca oleh SSA-nyala. Hal yang sama juga terjadi pada Ca,
akibatnya tidak semua Sr maupun Ca dalam sampel terukur oleh alat. Jumlah Sr
maupun Ca yang terion pada suhu nyala yang tinggi (2300 – 2600 °C) tidak dapat
diketahui. Hal inilah yang mengakibatkan besarnya rentang konsentrasi Sr/Ca dari
hasil analisis SSA-nyala dibandingkan dengan hasil ICP. Pada ICP, ionisasi unsur
Sr dan Ca terhambat oleh adanya plasma, yaitu campuran dari ion positif (Argon)
dan negative (elektron) dengan suhu yang tinggi. Sehingga semua Sr maupun Ca
dalam sampel dapat teranalisis dengan ICP.
Kesimpulan:
Rentang konsentrasi Sr/Ca pada sampel karang Teluk Ambon hasil SSA
nyala menunjukkan nilai yang lebih besar jika dibandingkan dengan hasil ICP-
EOS. Besarnya rentang konsentrasi Sr/Ca hasil analisis SSA nyala diduga karena
terjadinya ionisasi unsur Sr dan Ca dalan nyala SSA. Hasil analisis konsentrasi
Sr/Ca dengan SSA nyala pada sampel karang Pulau Jukung menunjukkan rentang
nilai yang jauh lebih besar dari hasil ICP. Selain disebabkan oleh ionisasi yang
terjadi pada unsur Sr dan Ca dalam nyala SSA, proses dektruksi yang tidak
sempurna diduga menjadi penyebab besarnya rentang konsentrasi Sr/Ca hasil SSA
nyala.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Spektrofotometri serapan atom adalah teknik analitik yang mengukur

konsentrasi elemen secara kualitatif dan kuantitatif. Jika atom pada keadaan

bebas, atom itu menyerap cahaya saat memasuki keadaan tereksitasi dalam

proses yang dikenal sebagai atom penyerapan.

2. Prinsip SSA adalah absorpsi energi sinar dengan panjang gelombang tertentu

oleh atom-atom bebas hasil proses atomisasi. Oleh karena itu di dalam SSA

harus dilakukan proses atomisasi. Proses atomisasi dapat dilakukan dengan

beberapa cara yaitu dengan nyala (flame), tungku grafit (graphite furnace)

dan dengan penguapan (vapour generation).

3. Penerapan SSA dapat digunakan dalam penentuan kadar logam dalam

berbagai sampel, seperti lingkungan.


DAFTAR PUSTAKA

Al Anshori, J., 2005, Spektrometri Serapan Atom, Universitas Padjadjaran, Jawa


Barat.

Hidayat, A., Muhayatun dan Supriatna, 2018, Analisis Unsur Cu Dan Zn Dalam
Rambut Manusia dengan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA), Jurnal Sains
dan Teknologi Nuklir Indonesia, 9(1): 73-78.

Ikhsani, I.Y., Dida, E.N. Cahyarini, S.Y., 2017, Evaluasi Penggunaan Metode
Spektrofotometri Serapan Atom-Nyala (Faas) Untuk Analisis Konsentrasi
Sr/Ca dalam Karang Porites Dari Teluk Ambon dan Pulau Jukung,
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 9(1): 247-253.

Mustika, D., Asminar, Rahmiati dan Torowati, 2016, Penentuan Recovery Dan
Limit Deteksi Unsur Kadmium, Kobalt, Tembaga, Mangan, Nikel,
Molibdenum Dan Timbal Pada Uranium Oksida Menggunakan
Spektrofotometer Serapan Atom, 9(17): 12-21.

Sari, N.K., 2010, Analisa Instrumentasi, Yayasan Humaniora, Klaten.

Sari, R.K., 2016, Potensi Mineral Batuan Tambang Bukit 12 Dengan Metode
XRD, XRF dan AAS, Eksakta, 2(17): 13-23.

Skoog, D.A., West, D.M., Holler, F.J. dan Crouch, S.R., 2014, Fundamentals of
Analytical Chemistry, Brooks/Cole Cengage Learning, USA.

Suwaidah, I.S., Achyadi, N.S. dan Cahyadi, W., 2015, Kajian Cemaran Logam
Berat Timbal Dari Kemasan Kertas Bekas Ke Dalam Makanan Gorengan,
Panel Gizi Makan, 37(2): 145-154.
Tsade, H.K., 2016, Atomic Absorption Spectroscopic Determination of Heavy
Metal Concentrations in Kulufo River, Arbaminch, Gamo Gofa, Ethiopia,
Journal of Environmental Analytical Chemistry, 3(1): 1-3.

Wahab, A.W. dan Nafie, N.L., 2014, Metode Pemisahan dan Pengukuran 2
(Elektrometri dan Spektrofotometri), Universitas Hasanuddin, Makassar.

Wilberforce J.O.O., 2016, Review of Principles and Application of AAS, PIXE


and XRF and Their Usefulness in Environmental Analysis of Heavy
Metals, IOSR Journal Of Applied Chemistry, 9(6): 15-17.

Anda mungkin juga menyukai