KELOMPOK IV:
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR
Puji beserta syukur marilah kita ucapkan kepada Allah SWT yang
senantiasa melindungi hambanya dari segala kejahatan mahluknya. Shalawat
beserta salam sudah seharusnya kita sanjung sajikan keharibaan Nabi Muhammad
SAW yang telah membawa kita menuju kebahagiaan di Dunia dan Akhirat yang
hakiki. Ucapan Alhamdulillah merupakan ucapan yang tepat setelah
terselesaikannya makalah ini. Makalah ini merupakan salah satu tugas pada mata
kuliah Metode Pemisahan dan Pengukuran II. Makalah ini berisi penjelasan
tentang Spektrofotometri Serapan Atom. Diharapkan pembuatan makalah ini
dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi para pembaca dan dapat dijadikan salah
satu ilmu yang bermanfaat. Penulis menyadari masih banyaknya kekurangan dari
penulisan hasil makalah ini, kritin dan saran yang membangun sangat membantu
penulis untuk mengurangi segala kekurangan tersebut kedepannya. Dengan
kerendahan hati, penulis berharap makalah ini bermanfaat bagi penulis sendiri
maupun bagi pembaca. Amin.
Penyusun,
BAB I
PENDAHULUAN
dalam analisis kimia. Salah satu dari bentuk kemajuan ini adalah
PEMBAHASAN
Menurut Al-Ansori (2005), Pada alat SSA terdapat dua bagian utama
yaitu suatu sel atom yang menghasilkan atomatom gas bebas dalam keadaaan
dasarnya dan suatu sistem optik untuk pengukuran sinyal. Suatu skema umum dari
alat SSA adalah sebagai berikut:
Menurut Al-Ansori (2005), dalam metode SSA sebagaimana dalam
metode spektrometri atomik yang lain, contoh harus diubah ke dalam bentuk uap
atom. Proses pengubahan ini dikenal dengan istilah atomisasi, pada proses ini
contoh diuapkan dan didekomposisi untuk membentuk atom dalam bentuk uap.
Secara umum pembentukan atom bebas dalam keadaan gas melalui tahapan-
tahapan sebagai berikut :
1. Pengisatan pelarut, pada tahap ini pelarut akan teruapkan dan
meninggalkan residu padat.
2. Penguapan zat padat, zat padat ini terdisosiasi menjadi atom-atom
penyusunnya yang mulamula akan berada dalam keadaan dasar.
3. Beberapa atom akan mengalami eksitasi ke tingkatan energi yang lebih
tinggi dan akan mencapai kondisi dimana atom-atom tersebut mampu
memancarkan energi.
Beberapa komponen utama pada instrumentasi spektrophotometer serapan
atom adalah sebagai berikut :
1. Sel Atom
Menurut Al-Ansori (2005), terdapat dua tahap utama yang terjadi dalam
sel atom pada alat SSA dengan sistem atomisasi nyala. Pertama, tahap nebulisasi
untuk menghasilkan suatu bentuk aerosol yang halus dari larutan contoh. Kedua,
disosiasi analit menjadi atom-atom bebas dalam keadaan gas. Berdasarkan sumber
panas yang digunakan maka terdapat dua metode atomisasi yang dapat digunakan
dalam spektrometri serapan atom :
a. Atomisasi menggunakan nyala.
b. Atomisasi tanpa nyala (flameless atomization).
Pada atomisasi menggunakan nyala, digunakan gas pembakar untuk
memperoleh energi kalor sehingga didapatkan atom bebas dalam keadaan gas.
Sedangkan pada atomisasi tanpa nyala digunakan energi listrik seperti pada
atomisasi tungku grafit (grafit furnace atomization). Diperlukan nyala dengan
suhu tinggi yang akan menghasilkan atom bebas. Untuk alat SSA dengan sistem
atomisasi nyala digunakan campuran gas asetilen-udara atau campuran
asetilen-N2O (Al-Anshori, 2005).
2. Sumber Cahaya
Sumber cahaya berupa lampu yang dapat memancarkan energi yang
cukup. Ada jenis lampu yang dapat memancarkan spektrum kontinyu sebaliknya
ada lampu yang dapat memancarkan spektrum garis. Untuk spektrofotometer tipe
spektrophotometer serapan atom dipergunakan jenis lampu katoda dengan
spektrum garis. Dalam hal ini diperlukan sinar dengan lebar berkas yang sangat
sempit dimana garis emisinya harus sesuai dengan garis resonansi unsur atau atom
yang diselidiki. Lampu katoda terdiri atas sebuah katoda berongga berbentuk
tabung dan berhadapan dengan anoda dari kawat wolfram, keduanya terbungkus
dengan bahan gelas. Lampu ini diisi dangan gas mulia seperti argon, neon, helium
atau krypton sampai tekanan maksimal 1 cmHg. Pada anoda dan katoda dipasang
tegangan sebesar kira-kira 300 V dan melalui katoda dialirkan arus sebesar 10
mA. Karenanya katoda menjadi pijar dan mengakibatkan penguapan atom logam
yang elektron-elektronnya mengalami eksitasi dalam rongga katoda. Lampu ini
akan memancarkan emisi spektrum yang khas untuk logam bahan penyusun
katoda (Sari, 2010).
Kelemahan lampu katoda berongga ini adalah bahwa pada alat
spektrophotometer serapan atom harus dipergunakan lampu dengan katoda yang
dibuat dari elemen atau unsur yang sejenis dengan unsur yang dianalisis. Untuk
itu menjadi perhatian bahwa jumlah unsur yang akan diteliti bergantung pada
jumlah lampu yang sesuai dan tersedia, setiap unsur masing-masing memiliki
lampu sendiri. Sebetulnya ada jenis lampu yang baru yang dapat dipergunakan
untuk beberapa jenis unsur. Tetapi pada prinsipnya katoda lampu ini dibuat dari
campuran beberapa logam, ada jenis lampu yang terdiri dari gabungan logam
tembaga dan magnesium, ada lampu gabungan tembaga dan krom. Bahkan telah
ada lampu gabungan dari enam unsur logam, yaitu logam tembaga, magnesium,
krom, besi, nikel dan kobal (Sari, 2010).
3. Monokromator
Monokromator merupakan suatu alat yang diletakkan diantara nyala dan
detektor pada suatu rangkaian instrumentasi spektrophotometer serapan atom. Ada
dua jenis monokromator yang dipakai yaitu monokromator celah dan kisi difraksi
(Sari, 2010).
4. Gas dan Alat Pembakar
Gas dan alat pembakar pada spektrophotometer serapan atom dikenal dua
jenis gas pembakar yang bersifat oksidasi dan bahan bakar. Gas pengoksidasi
misalnya udara (O2) atau campuran O2 dan N2O, sedangkan sebagai bahan bakar
adalah gas alam, propane, butane, asetilen dan H2. Gas pembakar dapat pula
berupa campuran udara dengan propane, udara dengan asetilen (terbanyak
dipakai) dan N2O dengan asetilen. Alat pembakar untuk mendapatkan nyala api
juga perlu diperhatikan. Ada kalanya dipakai teknik tanpa nyala yang
dikembangkan pada spektrophotometer serapan atom modern. Baik teknik nyala
api maupun teknik tanpa nyala api diharapkan memperoleh uap atom netral suatu
unsur dalam sampel (Sari, 2010).
5. Kuvet
Kuvet merupakan suatu tempat untuk nyala api dan atom-atom yang ada
didalamnya, seolah-olah berfungsi sebagai kuvet (Sari, 2010).
6. Detektor
Detektor berfungsi sebagai alat penguat dari spektrum cahaya yang telah
melewati sampel. Syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah detektor adalah
memiliki respon yang linear terhadap energi sinar dalam kawasan spektrum yang
bersangkutan. Pada spektrophotometer serapan atom detektor yang lazim dipakai
adalah Detektor Tabung Pengadaan (Photon Multiplier Tube Detector, PMTD)
(Sari, 2010).
Tabel 2. Limit Deteksi Pengujian Unsur Cd, Co, Cu, Mn, Ni, Mo dan Pb dalam
U3O8
10-3 ppm/menit dengan energi aktivasi (Ea) sebesar 3775,3 kal mol1 K-1.
Metode:
Bahan yang digunakan adalah larutan standar timbal 1000 mg/L, standard
refference material (SRM) dari NIST; Pb(NO3)2 dalam HNO3 0,5 mol/L, asam
nitrat p.a, asam sulfat pekat p.a, hidrogen peroksida p.a, air suling bebas mineral,
kemasan kertas simulasi (kertas HVS cetak bertinta), kertas HVS polos tanpa
tinta, tinta cetak, makanan gorengan simulasi (tahu goreng) dan minyak goreng.
Alat-alat yang digunakan: timbangan analitik, inkubator, kompor gas, labu
Kjeldahl, alat-alat penggorengan (wajan stainless steel, pisau, susuk
penggorengan, alat peniris minyak), alat-alat gelas (labu ukur, corong saring,
batang pengaduk, gelas ukur), spektrofotometer serapan atom, dan bahan-bahan
lain (pinset, spatel, termometer ruangan, indikator pH universal, kertas saring
whatman).
Hasil:
Penentuan suhu dan waktu kontak ditujukan untuk mengetahui kisaran
suhu makanan gorengan setelah diangkat dan ditiriskan dari penggorengan, waktu
kontak yaitu waktu yang diperkirakan untuk kontak makanan gorengan dengan
kertas kemasan sebelum dikonsumsi sesuai dengan kenyataan yang sering
dilakukan konsumen. Penentuan suhu kontak dan waktu kontak ditentukan dengan
melakukan rancangan penelitian seperti pada Tabel 1.
Dari hasil pengamatan pada Tabel 1, maka untuk penelitian ini suhu
kontak yang digunakan adalah suhu kamar (suhu ruangan 250C), untuk kondisi
hangat dgunakan suhu sekitar 450C dan untuk kondisi panas digunakan suhu
sekitar 650C dengan waktu kontak makanan gorengan dengan kemasan dimulai
dari 0,5 jam sampai 5 jam.
digunakan sebagai dasar untuk menghitung seberapa besar kadar timbal yang
berpindah atau terlepas dari kertas kemasan ke dalam makanan gorengan jika
terjadi pelepasan, selain itu digunakan untuk menghitung persentase pelepasan
dari kertas kemasan ke dalam makanan gorengan dan untuk menghitung nilai K
(konstanta laju pelepasan).
Dari hasil analisis kandungan timbal pada Tabel 3 diperoleh kadar timbal
dalam kertas HVS sebesar 6,013 ug/g dan dalam tinta cetak sebesar 2,012 ug/mL.
Adanya timbal dalam kedua bahan tersebut menunjukkan bahwa dalam proses
pembuatan bahan-bahan tersebut digunakan logam berat timbal. Potensi untuk
mencemari makanan sebagian besar berasal dari penggunaan tinta cetak yang
menempel pada kertas kemasan karena logam timbal dalam kertas HVS
kemungkinan bergabung dengan komponen-komponen lain dalam bahan baku
kertas yang akan sulit untuk melepas ikatannya, sedangkan dalam tinta cetak yang
hanya menempel pada kertas kemasan akan sangat mudah terlepas, apalagi
didukung dengan adanya panas dan minyak yang akan langsung melarutkan tinta
dan menempel pada makanan, sehingga tinta yang ada mudah mencemari
makanan yang dikemasnya.
Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa dengan bertambahnya waktu dan suhu
penyimpanan, terjadi peningkatan pola pelepasan timbal dari kemasan kertas ke
dalam makanan gorengan. Hal ini terlihat dari kadar timbal yang terlepas dan
persentase pelepasan timbal yang meningkat. Peningkatan pola pelepasan ini ada
hubungannya dengan sifat dari minyak (lemak) yang terkandung dalam makanan
gorengan, yaitu sifat titik cair minyak. Titik cair minyak ini didukung dengan
adanya pengaruh panas (suhu penyimpanan) akan mempengaruhi tingkat
kelarutan dari minyak. Tingkat kelarutan minyak akan memperbesar kelarutan
komponen-komponen dari tinta cetak yang menempel pada kemasan kertas dan
memperbesar kontak dengan makanan, hal ini dibuktikan dengan meningkatnya
suhu penyimpanan diperoleh jumlah timbal yang terlepas semakin meningkat.
2.5.5 Analisis Konsentrasi Sr/Ca dalam Karang Porites
Abstrak:
Rasio konsentrasi Sr/Ca dalam karang sering digunakan sebagai paleo-
termometer. Inductively Coupled Plasma (ICP) adalah instrumen yang sering
digunakan untuk menganalisis konsentrasi Sr/Ca pada karang jenis Porites, karena
sensitif dan hanya memerlukan sedikit sampel. Namun ketersediaan alat tersebut
sangat terbatas. Spektrofotometer Serapan Atom nyala (SSA-nyala) juga
merupakan alat yang paling umum digunakan untuk mengukur konsentrasi
berbagai unsur termasuk Sr dan Ca. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengevaluasi hasil metode analisis konsentrasi unsur stronsium (Sr) dan kalsium
(Ca) pada karang dengan SSA-nyala serta membandingkan hasil pengukuran
konsentrasi Sr/Ca antara SSA-nyala dan ICP. Dalam studi ini digunakan sample
karang Porites dari perairan Teluk Ambon dan Pulau Jukung. Konsentrasi
stronsium dan kalsium dalam karang tersebut dianalisis dengan spektrofotometer
serapan atom nyala (SSA-nyala). Hasilnya menunjukkan rata-rata konsentrasi
Sr/Ca dalam karang dari Teluk Ambon dan Pulau Jukung sebesar 8,71 dan 7,708
mmol/mol, dengan variasi bulanan konsentrasi Sr/Ca sebesar 6,28 - 10,24
mmol/mol untuk karang dari Teluk Ambon dan 1,005 - 10,914 mmol/mol untuk
karang dari Pulau Jukung. Sampel karang dari Teluk Ambon maupun Pulau
Jukung hasil analisis SSA-nyala memiliki rentang variasi konsentrasi bulanan
Sr/Ca yang sangat lebar dibanding hasil ICP, yaitu sebesar 8,462 – 8,807 dan 8,45
- 8,72 mmol/mol. Hal ini diduga karena terjadinya ionisasi sebagian Sr maupun
Ca dalam nyala SSA.
Metode:
Tiga sampel karang jenis Porites diambil dari perairan Teluk Ambon,
Malukudan Pulau Jukung, Kepulauan Seribu. Lokasi pengambilan sampel di
Teluk Ambon ditunjukkan pada Gambar 1. Prosedur awal preparasi sampel
karang dari Teluk Ambon seperti pencucian dan foto rontgen untuk mengetahui
struktur skeleton karang dan lapisan pertumbuhannya telah dilakukan oleh
Corvianawatie et al. (2015). Subsampling karang dari Teluk Ambon dilakukan
untuk mendapatkan sampel bubuk karang di sepanjang lintasan pertumbuhan.
Subsampling dilakukan dengan bor tangan berukuran mata bor 1 mm untuk
memperoleh resolusi data bulanan. Hasil dari proses pengeboran ini adalah 64
sampel bubuk karang. Konsentrasi Sr dan Ca pada bubuk karang ditentukan
dengan menggunakan metode Spektrofotometri Serapan Atom Nyala (FAAS =
Flame Atomic Adsorption Specthrophotometri). Untuk sampel karang Teluk
Ambon, sebanyak 12 mg bubuk karang didestruksi dalam 1 mL asam nitrat 2%
(v/v) kemudian dipanaskan pada suhu 75oC selama 12 jam untuk
menyempurnakan proses destruksi.
Sampel yang telah didestruksi, disaring kemudian diencerkan dengan
HNO3 2% hingga volume 25 mL untuk mendapatkan 12 mg/L Ca. Selanjutnya
adalah pengukuran konsentrasi Sr dan Ca dalam sampel. Pengukuran dilakukan
dengan dua kali pengulangan dengan standar deviasi < 5%. Sampel Pulau Jukung
digunakan sampel dari Cahyarini et al. (2016). Prosedur preparasi geokimia Sr/Ca
sampel karang dari Pulau Jukung mengikuti prosedur yang dilakukan oleh
Cahyarini et al. (2016), preparasi sampel karang dilakukan dengan melarutkan
sampel tertimbang dengan 1 mL asam nitat 2% (v/v). Sampel yang telah
didestruksi diambil dengan volume tertentu (tergantung pada berat bubuk karang)
kemudian diencerkan dengan asam nitat 2% (v/v) sehingga pada volume 5 mL
untuk mendapatkan 8 mg/L Ca. Volume minimal yang diperlukan untuk analisis
dengan SSAnyala adalah 5 mL sehingga sampel diencerkan kembali hingga
volume 25 mL. Pengukuran konsentrasi Sr dan Ca dilakukan sebanyak lima kali
pengulangan standar deviasi < 5%. Limit deteksi SSA-nyala untuk Ca adalah 0,1
mg/L sedangkan untuk Sr adalah 0,05 mg/L.
Hasil dan Pembahasan:
Karang Teluk Ambon
Sampel karang Teluk Ambon memiliki rata-rata variasi bulanan
konsentrasi Sr/Ca sebesar 8,71 mmol/mol dengan nilai tertinggi 10,24 mmol/mol
dan nilai terendah 6,98 mmol/mol. Sampel karang Teluk Ambon yang sama
pernah dianalisis oleh Corvianawatie et al. (2015) dengan ICPOES, dimana
hasilnya menunjukkan variasi bulanan konsentrasi Sr/Ca berkisar antara 8,462 –
8,807 mmol/mol, dengan rata-rata 8,618 mmol/mol. Rentang nilai konsentrasi
Sr/Ca hasil SSA-nyala pada sampel karang Teluk Ambon lebih lebar dari peneliti
sebelumnya (Corvianawatie et al., 2015) dengan ICP-EOS maupun hasil
penelitian lain dengan ICP. Misalnya penelitian yang dilakukan oleh Cahyarini, et
al. (2011), Chen et al. (2013), dan Bolton et al. (2014) yang menunjukkan nilai
konsentrasi Sr/Ca sebesar 8,67; 9,91; dan 10,47 mmol/mol. Lebarnya rentang nilai
konsentrasi Sr/Ca hasil SSA-nyala jika dibandingkan dengan ICP diduga karena
terjadinya ionisasi unsur Sr dan Ca dalam nyala SSA. Akibatnya tidak semua Sr
dan Ca dalam sampel karang Teluk Ambon dapat terukur oleh SSA-nyala.
Gambar 1. Grafik konsentrasi Sr/Ca pada sampel karang Teluk Ambon hasil SSA-
nyala (garis lurus) dan rentang konsentrasi Sr/Ca dengan ICP dari
Corvianawatie et al. (2015) (garis putus – putus).
Gambar 2. Grafik konsentrasi Sr/Ca pada sampel karang Pulau Jukung hasil SSA-
nyala (garis lurus) dan rentang konsentrasi Sr/Ca dengan ICP dari
Cahyarini et al. (2016) (garis putus – putus).
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
konsentrasi elemen secara kualitatif dan kuantitatif. Jika atom pada keadaan
bebas, atom itu menyerap cahaya saat memasuki keadaan tereksitasi dalam
2. Prinsip SSA adalah absorpsi energi sinar dengan panjang gelombang tertentu
oleh atom-atom bebas hasil proses atomisasi. Oleh karena itu di dalam SSA
beberapa cara yaitu dengan nyala (flame), tungku grafit (graphite furnace)
Hidayat, A., Muhayatun dan Supriatna, 2018, Analisis Unsur Cu Dan Zn Dalam
Rambut Manusia dengan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA), Jurnal Sains
dan Teknologi Nuklir Indonesia, 9(1): 73-78.
Ikhsani, I.Y., Dida, E.N. Cahyarini, S.Y., 2017, Evaluasi Penggunaan Metode
Spektrofotometri Serapan Atom-Nyala (Faas) Untuk Analisis Konsentrasi
Sr/Ca dalam Karang Porites Dari Teluk Ambon dan Pulau Jukung,
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 9(1): 247-253.
Mustika, D., Asminar, Rahmiati dan Torowati, 2016, Penentuan Recovery Dan
Limit Deteksi Unsur Kadmium, Kobalt, Tembaga, Mangan, Nikel,
Molibdenum Dan Timbal Pada Uranium Oksida Menggunakan
Spektrofotometer Serapan Atom, 9(17): 12-21.
Sari, R.K., 2016, Potensi Mineral Batuan Tambang Bukit 12 Dengan Metode
XRD, XRF dan AAS, Eksakta, 2(17): 13-23.
Skoog, D.A., West, D.M., Holler, F.J. dan Crouch, S.R., 2014, Fundamentals of
Analytical Chemistry, Brooks/Cole Cengage Learning, USA.
Suwaidah, I.S., Achyadi, N.S. dan Cahyadi, W., 2015, Kajian Cemaran Logam
Berat Timbal Dari Kemasan Kertas Bekas Ke Dalam Makanan Gorengan,
Panel Gizi Makan, 37(2): 145-154.
Tsade, H.K., 2016, Atomic Absorption Spectroscopic Determination of Heavy
Metal Concentrations in Kulufo River, Arbaminch, Gamo Gofa, Ethiopia,
Journal of Environmental Analytical Chemistry, 3(1): 1-3.
Wahab, A.W. dan Nafie, N.L., 2014, Metode Pemisahan dan Pengukuran 2
(Elektrometri dan Spektrofotometri), Universitas Hasanuddin, Makassar.