Anda di halaman 1dari 9

SANTRI MELAWAN HOAX

JIHAD SANTRI DARI BILIK PESANTREN UNTUK


MENYEBARKAN ISLAM RAHMATAN LIL ‘ALAMIN

SANTRI NGAJI HOAX


Santri secara umum adalah sebutan bagi seseorang yang
mengikuti pendidikan agama Islam di pesantren, biasanya menetap di
tempat tersebut hingga pendidikannya selesai.1 Menurut bahasa, istilah
santri berasal dari bahasa Sanskerta, "shastri" yang memiliki akar kata yang
sama dengan kata sastra yang berarti kitab suci, agama dan pengetahuan.2
Berkaitan dengan hal tersebut kita bisa mengkaji bahwa santri mempunyai
peran normatif dalam menegakkan kebenaran.

Kebohongan yang kerap kali menjadi diskursus utama dalam kehidupan


sekarang membuat santri harus bergerak cepat. Hal ini menjadi antisipasi
yang perlu di asumsi oleh kalangan santri sebagai alternatif solusi
berkembangnya berita bohong. Semakin maraknya berita bohong akan
menimbulkan transisi zaman yang jauh dari nilai kebenaran. Membenarkan
suatu kesalahan menjadi tugas besar bagi pemeluk agama yang senantiasa
mempunyai ideologi logis dalam syari’at sebagaimana sudah terdapat di
dalam dalil Al-Quran dan Hadis.

Zaman yang kini berasumsi dari berita bohong (Hoax) mengajak santri
berbondong-bondong untuk membenarkan melalui cara berceramah,
menulis, tabayun, media Islam dan menyebarkan kebenaran. Banyak para
da’i dan ulama yang menyuarakan kebenaran guna mensosialisasikan nilai
kebenaran yang sering kali disalahgunakan oleh orang yang tidak
mempunyai tanggung jawab akan perbuatannya.

Semisal, kita sering mendengar kata “Azab” yang dipermainkan tanpa


dalil yang benar. Dibuat gambar dengan kata azab sebagai peran utama yang
disebarkan oleh orang-orang tak beradab. Padahal azab hanya bisa dikaitkan
dengan hal yang memang sudah tertera dalam Al-Quran dan Hadis.

1
"Santri ~ Kateglo". kateglo.com. Diakses tanggal 3 Agustus 2017
2
Ferry Efendi, Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik
dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Hlm. 313.

1
Pemainan kata yang sering kali mengada-ngada mengajak kita untuk
percaya dengan hal yang yang jauh dari doktrin syari’at yang dibawa oleh
Rosulullah.

JIHAD AKHLAQ MENJADI PENYEBAR ISLAM MODERAT

Dewasa ini yang sering kali menjadi diskursus dalam karakteristik negara
yang berperadaban tidak lepas dari ideologi agama yang memicu destinasi
perkembangan bernegara. Hal ini menjadi disiplin ilmu untuk membentuk
tatanan kemanusiaan lebih baik. Di antara yang terpenting adalah akhlak
yang kerap kali diperbincangkan dalam moderasi Islam. Mereposisi
keberadaan akhlak di era digital searah dengan ‘arifan fi zamanihi
(bijaksana dalam zaman ini) turunnya agama Islam jauh berbeda. Mengingat
bagaimana terwujudnya peradaban Islam menjadi tolak ukur utama dalam
Islam bermoderasi.

Sejarah pun mencatat bagaimana Islam memantapkan keberadaannya


dengan zaman yang memang jauh berbeda dengan kehidupan Rosulullah
ShalallaHu ‘Alaihi Wasallam dan para Khulafahur Rosyidin dengan Islam
yang sekarang lebih moderat dan berkemajuan.

Menurut Yusuf Qardhawi (1995), bahwa di antara karakteristik ajaran


Islam adalah al-washatiyyah (moderat) atau tawazun (keseimbangan), yakni
keseimbangan di antara dua jalan atau dua arah yang saling berhadapan atau
bertentangan. Contoh dua arah yang bertentangan seperti spiritualisme
dengan materialisme, individu dengan kolektif, konstektual dengan
idealisme, dan konsisten dengan perubahan. Prinsip keseimbangan ini
sejalan dengan fitrah penciptaan manusia dan alam yang harmonis dan
serasi.

Sebagaimana diungkapkan dalam Alquran, “Dan Allah telah


meninggikan langit dan Dia telah meletakkan mizan (keadilan), supaya
kamu tidak melampaui batas tentang mizan itu” (QS. Ar-Rahman [55]:7-8).

2
Moderasi Islam ini tercermin dalam seluruh ajarannya. Misalnya dalam
bidang Akidah, ajaran Islam sesuai dengan fitrah kemanusiaan, berada di
tengah antara mereka yang tunduk pada khurafat dan mitos, dan mereka
yang mengingkari segala sesuatu yang berwujud metafisik. Selain mengajak
beriman kepada yang ghaib, Islam pun mengajak akal manusia untuk
membuktikan ajarannya secara rasional.

Dalam bidang ibadah, Islam mewajibkan penganutnya untuk melakukan


ibadah dalam bentuk dan jumlah yang sangat terbatas, misalnya shalat lima
kali dalam sehari, puasa sebulan dalam setahun, dan haji sekali dalam
seumur hidup; selebihnya Allah mempersilakan manusia untuk berkarya dan
bekerja mencari rezeki Allah di muka bumi.

PESANTREN DAN SEMUA KAITANNYA

Tanggal 22 Oktober ditetapkan Pemerintah sebagai hari santri. Hari yang


kamudian dirayakan sebagai hari kebesaran bagi sebagian kalangan santri.
Walaupun penetapan pemerintah pada hari tersebut cenderung diskriminasi,
karena hanya merujuk pada pergerakan satu ormas Islam saja. Penetapan
tersebut pada tahun 2015 kemarin.

Alasan Pemerintah untuk menetapkan hari tersebut sebagai hari penting


bagi santri tentu banyak yang sudah tahu. Ya, pada hari tersebut, KH.
Hasyim Asy'ari, pendiri salah satu ormas muslim terbesar di Indonesia,
memberlakukan resolusi jihad bagi seluruh kalangan santri. Sehingga sejak
hari tersebut, santri banyak andil pada suksesnya kemerdekaan di Indonesia.

Hari bersejarah itu kemudian ditetapkan oleh pemerintah sebagai hari


santri sebagai bentuk penghargaan bagi santri yang telah berkontribusi bagi
negeri. Sedikitnya kontribusi yang paling nampak jelas ada tiga, dan itu
salah satunya. Dua yang lainnya adalah pesantren mampu mencetak kader
ulama' yang berakhlakul karimah dan memilki jiwa profesional yang tinggi.
Semakin banyak ulama' yang demikian, semakin bertambah pula kader
ulama' yang lain yang ini tentu akan sangat membantu bagi ketersediaan

3
SDM yang di negeri ini.

Selain itu, kontribusi yang dianggap pemerintah paling nampak dari


pesantren adalah penyiapan Agen of Social Change. Ini yang saat ini cukup
jelas di tengah masyarakat yang kian hari kian merosot kehidupan sosialnya.
Santri yang notabenenya adalah masyarakat pesantren dididik, dibimbing,
diarahkan, dan diayomi untuk menjadi sosial yang baik. Karena kelak
mereka akan menjadi duta untuk agen perubahan bagi sosial masyarakat
yang mundur dan mulai tampak rusaknya ini.

Demikian, ketika pendidikan di luar lingkungan pesantren dianggap tidak


berhasil karena moral mereka yang semakin merosot, pesantren masih
perawan - semoga itu terus bertahan - dari jamahan budaya luar yang
merusak. Hingga tak heran kalau pesantren kemudian disebut-sebut sebagai
benteng terakhir negeri ini.

PILAR DAN FUNGSI PESANTREN

Pesantren memiliki pilar penting yang menjadi penopangnya. Pilar


tersebut adalah kiyai, santri, masjid, pondok/asrama, pengajaran Al-Qur'an
dan kitab kuning. Sedikitnya lima pilar tersebut yang mesti dimiliki sebuah
pesantren hingga ia dapat disebut pesantren. Dan itu cukup memenuhi untuk
kagori pesantren salaf. Kalau pesantren modern, dari lima pilar tersebut
masih ditambah dengan kelompok belajar dan yayasan atau badan hukum
yang membawahinya.

Fungsi penting pesantren tidak terlepas dari transmisi pengetahuan Islam.


Dapat diketahui pula bahwa mayoritas masyarakat memondokkan putra
putrinya di pesantren dengan tujuan agar dapat belajar ilmu agama. Dan
para alumninya pun dapat dipastikan memiliki pengetahuan keislaman yang
cukup luas dan mendalam.

Fungsi pesantren yang lain pemeliharaan tradisi Islam dan pembinaan


calon ulama'. Sampai saat ini, banyak pesantren yang memegang teguh itu.
Walaupun kebanyakan sudah menjadi salaf modern, namun pesantren masih

4
banyak mempertahankan tradisi salafnya dengan berpegangan pada
ungkapan "Al-muhafazhah alal qadimis shalih, wal akhdzu bil jadidil
ashlah", mempertahankan tradisi lama yang baik, dan mengambil yang baru
yang dianggap lebih baik. Sehingga saat ini sudah banyak sekali ulama'
pesantren yang juga ilmuan.

PERMASALAHAN PESANTREN

Di lain sisi, terdapat banyak permasalahan yang dihadapi pesantren.


Permasalahan tersebut semakin kompleks seiring perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang mengiri perubahan zaman ini.
Pesantren yang sejatinya masih ingin mempertahankan tradisi salafnya
dituntut untuk juga mengadopsi cara modern. Sehingga pesantren yang
belum siap untuk itu kelabakan karena terkendala banyak hal, terutama pada
masalah ketersediaan tenaganya. Ditambah masalah lain seperti kurangnya
sarana dan prasarana dan pendanaan yang terbatas. Selain itu, saat teknologi
semakin canggih, keadaan pesantren masih bersifat tradisional. Dengan
demikian, pesantren yang terlalu salaf, dengan acuh pada pengetahuan luar,
santri menjadi tidak siap menghadapi arus perubahan yang cukup dahsyat.

Dari dunia luar, pesantren memiliki potret yang tidak tampaknya cukup
memprihatinkan. Dan potret inilah yang kadang menghalagi banyak orang
untuk masuk pesantren. Seperti banyak orang luar menganggap pesantren
itu ketinggalan zaman, pesantren itu kumuh, santrinya kudisan,
pengelolanya tidak profesional, dan SDM nya tidak terpenuhi. Potret yang
demikian mungkin sudah yang perlahan tidak ada, namun kemungkinan
besar masih sangat banyak - mengingat penulis saat ini masih aktif menjadi
santri.

Walau bagaimanapun kehidupan pesantren, Pemerintah sampai saat ini


banyak memberikan regulasi yang cukup mendukung bagi pesantren.
Dimulai dari UU no 23 /2003 tentang Sisdiknas yang dengannya lembaga
pendidikan yang dikelola pesantren sejenis tsanawiyah dan aliyah ijazahnya
diakui Pemerintah. Banyak regulasi lain setelahnya, seperti PP 55/2007,

5
PMA, 13/2014, SK Dirjen Pendis 5877/2014, yang kesemuanya merupakan
dukungan pemerintah untuk memberikan dukungan bagi pesantren.

Selain itu Pemerintah juga mengadakan penjaringan mutu yang cukup


bermanfaat bagi pesantren untuk menyiapkan kadernya agar bisa menjawab
tantangan zaman. Penjaringan seperti pemberian beasiswa pendidikan bagi
santri, pengadaan kegiatan lomba kompetensi ilmu keagamaan, dan yang
terbaru adalah upaya penggalakan pesantren yang peduli lingkungan,
Ekopesantren. Dengannya pesantren diharap bisa memberikan kontribusi
lebih guna menjaga lingkungan hidup, baik di alam sekitarnya atau dalam
jangkauan luas sesuai sebaran santri-santrinya berasal.

ISLAM RAHMATAN LIL ALAMIN

Islam adalah agama yang bersifat universal, humanis, dinamis,


kontekstual dan akan abadi sepanjang masa. Agama terakhir yang memiliki
kitab suci resmi, orisinal dari Allah SubhanaHu Wa Ta’ala, dengan rasul
terakhir-Nya— penutup para nabi-nabi dan tidak ada nabi setelahnya [Qs.
al-Ahzâb/33: 40]—Nabi Muhammad Saw. Allah Swt. memberikannya al-
Qur’an3 sebagai panduan hidup umatnya yang bersifat universal,4 sedangkan
ucapan, tingkah laku dan diam Nabi Muhammad Saw—umumnya disebut
hadis dan sunnah—adalah panduan hidup kedua umat Muslim.

Islam adalah agama yang menyempurnakan agama-agama sebelumnya.


Ibarat bangunan rumah yang kekurangan satu batu bata, agama Islam
menyempurnakan ajaran-ajaran sebelumnya. Al-Quran sebagai pedoman
umat Islam yang menyempurnakan ajaran dan kitab-kitab sebelumnya.
Menjadi dalil dalam kehidupan juga tolak ukur utama mempelajari Al-
Quran dan tafsirnya. Sejauh ini mengkaji tafsir Al-Quran banyak ditemukan

3
Allah tidak saja memberikan panduan hidup—seperti al-Qur’an untuk umat Nabi
Muhammad Saw—kepada salah satu agama yang diturunkan-Nya, melainkan wahyu Allah
Swt juga pernah diturunkan kepada umat-umat sebelumnya oleh nabi-nabi lainnya. Lihat
Thomas W. Arnold, Sejarah Da’wah Islam, terj. Nawawi Rambe (Jakarta: Wijaya, t.t.),
hlm. 27.
4
Keuniversalan al-Qur’an dinyatakan melalui wahyu Tuhan dalam al-Qur’an, yaitu: Qs. al-
Baqarah/2: 213 dan 135-136, Qs. Ali Imrȃn/3: 96, Qs. al-Nisȃ’/4: 125, Qs. al-An’âm/7:
161, Qs. Yûnus/10: 19, Qs. al-Nahl/16: 123, Qs. al-Hajj/22: 78.

6
di dunia pendidikan yang memang mempunyai latar balakang kajian Islam
yang kuat, seperti pesantren dan lembaga Islam lainnya.

Islam yang juga berbicara di dunia moderat ini mengajak kita untuk
mereposisi pesantren untuk juga turut membicarakan problematika yang
biasa disebut dengan berita bohong (Hoax) yang saat ini sudah biasa
menggrogoti pemikiran awam melalui pembicara handal yakni santri yang
mempuni di bidang spiritual dan intelektual.

Santri melawan Hoax merupakan jihad yang harus ditegakkan dalam


kehidupan yang sudah dikuasi oleh media. Semakin banyaknya media yang
kerahkan dalam bersosial dan berkehidupan memicu terjadinya berita-berita
yang tak patut dikonsumsi oleh kalangan pemikir masa depan. Hal ini jelas
menjadi bagian kehancuran masa depan generasi bangsa. Dimulai dari peran
santri inilah yang dapat memberantas berita bohong melalui tulisan media
yang berkaitan ideologi Islam sangat membantu sekali untuk menegakkan
Islam yang Rahmatan lil ‘Alamin.

INTELEKTUAL DAN EMOSIONAL BUTUH SPIRITUAL

Mengenal lebih dekat korelasi intelektual dan emosional yang sejatinya


sangat butuh akan value spiritual yang tinggi. Di antara tiga aspek
pemikiran tersebut penulis akan analogikan dengan kerangka rumah. Rumah
terdapat pondasi, dinding dan atap yang semua itu berasal dari berbagai
material yang dibutuhkan untuk membangun rumah. Nilai filosofis yang
dapat kita ambil dari proses pembangunan rumah tersebut bisa kita kaitkan
dengan pemikiran otak kanan.

Pondasi rumah manusia merupakan emosional, dinding rumah ibarat


intelektual dan spiritual menjadi atap atau penutup dari kedua aspek
tersebut. Rumah tanpa pondasi mudah sekali untuk roboh dan tidak akan
bertahan lama, rumah tanpa dinding pun menjadi terbuka dan longgar
diketahui orang lain, sehingga tidak malu dilihat orang. Begitupun juga
dengan atap, sebutlah genting. Rumah tanpa genting akan bocor dan mudah

7
menerima panas matahari waktu siang, mudah menerima air saat hujan
melanda.

Memiliki pemikiran yang cerdas dan mental yang kuat tidak bisa
menguatkan diri tanpa adanya ideologi spiritual, guna menaungi dan
menfilter paham-paham yang jauh dari nilai kemanusiaan yang saling tolong
menolong antar sesama. Sehingga, banyak sekali kita temukan pemikir
cerdas dengan olah mental yang hebat, namun ia tidak memiliki penutup
untuk memanfaatkan secara baik, maka timbullah berbagai penyalahgunaan
pemikiran dikarenakan faktor lemahnya penutup untuk memfilter segala
aspirasi pikir melalui nilai spiritualnya.

Oleh karena itu intelektual dan emosional tidak cukup jika hanya
mengandalkan dua skill tersebut, butuh namanya spiritual guna menguatkan
pemikiran yang juga dibangun oleh perasaan. Begitulah yang dapat kita
jadikan unsur utama dalam dunia belajar santri. Santri tidak hanya spiritual
yang dihandalkan nilai intelektual juga ditopang di dunia pesantren, begitu
pula emosionalnya.

Tulisan ini juga mengindekasikan peran santri sebagai mujahidin


pemberantas hoax di era disrupsi yang mengatasnamakan ideologi. Berjiwa
intelektual, emosional dan spiritual dapat mengakses sitematika kehidupan
dengan berusaha untuk menyaring menjadi aliran yang bersih dan jernih.
Sehingga peran santri menjadi diskursus utama dalam kajian melawan
berita-berita bohong.

Sebagian besar masyarakat berasumsi dari sumber yang dilatarbelakangi


dengan nuansa ancaman, kekerasan dan bahasa persuasif bernuansa
normatif dan pada akhirnya semua berakibat kontradiktif. Sehingga asumsi
yang salah dapat menjadi benar, begitu pun sebaliknya.

Di dalam menelaah gagasan Islam Rahmatan lil Alamin perspektif


KH. Hasyim Muzadi, merujuk kepada sumber primer, yakni Islam
Rahmatan lil Alamin menuju Keadilan dan Perdamaian Dunia (Perspektif

8
Nahdlatul Ulama).5 Konsep ini yang menjadi mobilisasi dalam membentuk
Negara yang progresif tanpa mengedepankan pendapat probadi. Melainkan
juga memerankan kaidah-kaidah spiritual.

5
Naskah ini merupakan pidato pengukuhan Doktor Honoris Causa (Dr.
HC) dalam Peradaban Islam yang disampaikan di hadapan rapat terbuka Senat Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel, Surabaya, pada tanggal 02 Desember 2006.

Anda mungkin juga menyukai