Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

THALASEMIA PADA ANAK DI RUANG EMERALD


RSUD DR. H MOCH ANSARI SALEH
BANJARMASIN

I I

S T I K E S

A
E

OLEH :

IRA PUSPITA LISTIARINI


NIM 19.31.1368

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


STIKES CAHAYA BANGSA BANJARMASIN
TAHUN 2019-2020
LEMBAR PENGESAHAN

THALASEMIA PADA ANAK DI RUANG EMERALD


RSUD DR. H MOCH ANSARI SALEH
BANJARMASIN

I I

S T I K E S

A
E

OLEH :

IRA PUSPITA LISTIARINI


NIM 19.31.1367

Banjarmasin, 18 November 2019


Mengetahui,

Preseptor Akademi Preseptor Klinik

( ) ( )
STASE KEPERAWATAN ANAK
LAPORAN PENDAHULUAN THALASEMIA

1. Pengertian
Talasemia merupakan penyakit anemia hemalitik dimana terjadi
kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur
eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). (Ngastiyah, 1997 : 377).
Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang
diturunkan secara resesif. (Mansjoer, 2000 : 497).
Talasemia adalah suatu golongan darah yang diturunkan ditandai oleh
defisiensi produksi rantai globin pada hemoglobin. (Suriadi, 2001 : 23).

2. Etiologi
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang
diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen
cacat yang diturunkan. Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus
memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang
diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak
menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini.
a. Thalasemia Mayor
Karena sifat sifat gen dominan. Thalasemia mayor merupakan penyakit
yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah.
Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan
anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak
dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan
memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya. Penderita
thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18
bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa
muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies
cooley. Faies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang
hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang
yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin.
Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih
khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor harus menjalani
transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang
baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-
8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi
tergantung dari berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat
penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani transfusi
darah.
b. Thalasemia Minor
Individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu
hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau
thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan
thalasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak
mereka menerita thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini
akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam
keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering
mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan
akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan
transfusi darah di sepanjang hidupnya.

3. Tanda dan gejala


Pada talasemia mayor gejala klinik telah terlihat sejak anak baru berumur
kurang dari 1 tahun. Gejala yang tampak adalah anak lemah, pucat,
perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur, berat badan kurang. Pada
anak yang besar sering dijumpai adanya gizi buruk, perut membuncit,
karena adanya pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba. Adanya
pembesaran limpa dan hati tersebut mempengaruhi gerak pasien karena
kemampuan terbatas, limpa yang membesar ini akan mudah ruptur hanya
karena trauma ringan saja.
Gejala lain (khas) ialah bentuk muka mongoloid, hidung pesek tanpa
pangkal hidung; jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.
Hal ini disebabkan karena adanya gangguan perkembangan tulang muka
dan tengkorak. (Gambaran radiologis tulang memperlihatkan medula yang
besar, korteks tipis dan trabekula kasar).
Keadaan kulit pucat kekuning-kuningan. Jika pasien telah sering mendapat
tranfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan
besi dalam jaringan kulit.
Penimbunan besi (hemosiderosis) dalam jaringan tubuh seperti
pada hepar, limpa, jantung akan mengakibatkan gangguan fatal alat-alat
tersebut (hemokromatosis) (Ngastiyah, 1997 : 378).

4. Patofisiologi
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan polipeptida rantai
alpa dan dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau
kurangnya rantai beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kekurangan
rantai beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan
kemampuan ertrosit membawa oksigen. Ada suatu kompensator yang
meningkat dalam rantai alpa, tetapi rantai beta memproduksi secara terus
menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defictive. Ketidak
seimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi.
Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan
menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan
kelebihan rantai beta dan gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan
rantai polipeptida ini mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai
polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil badan
heint, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi
dalam hemoglobin menstimulasi yang konstan pada bone marrow,
produksi RBC diluar menjadi eritropik aktif. Kompensator produksi RBC
secara terus menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya
destruksi RBC,menimbulkan tidak edukatnya sirkulasi hemoglobin.
Kelebihan produksi dan edstruksi RBC menyebabkan bone marrow
menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh. (Suriadi, 2001 : 23-24)
Pada talasemia letak salah satu asam amino rantai polipre tidak
berbeda urutannya/ditukar dengan jenis asam amino lain. Perubahan
susunan asam amino tersebut. Bisa terjadi pada ke-4 rantai poliper Hb-A,
sedangkan kelainan pada rantai alpha dapat menyebabkan kelainan ketiga
Hb yaitu Hb-A, Hb-A2 dan Hb-F. (Hassan, 1985 : 49)

5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak
selincah anak seusianya yang normal. Pertumbuhan fisiknya terlalu
kecil untuk umurnya dan Berat badannya kurang dari normal.
b. Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum / tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk
khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid,
yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan
tulang dahi terlihat lebar.
c. Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan.
d. Mulut dan bibir terlihat kehitaman.
e. Dada
Pada inspirasi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat
adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
f. Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa
dan hati (hepatosplemagali).
g. Pertumbuhan organ sek sekunder untuk anak pada usia pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya tidak adanya
pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis.
h. Kulit
Warna kulit pucat kekuning-kuningan, jika anak telah sering
mendapat transfusi darah maka warna kulit menjadi kelabu seperti
besi, akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium.
Pada hapusan darah topi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik,
anisositosis, polklilositosis dan adanya sel target (fragmentasi dan
banyak sel normoblas). Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan
daya ikat serum terhadap besi (IBC) menjadi rendah dan dapat
mencapai nol Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tingginya
HbF lebih dari 30%, kadang ditemukan juga hemoglobin patologik.
Di Indonesia kira-kira 45% pasien Thalasemia juga mempunyai HbE
maupun HbS. Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan
SGPT dapat meningkat karena kerusakan parankim hati oleh
hemosiderosis. Penyelidikan sintesis alfa/beta terhadap refikulosit
sirkulasi memperlihatkan peningkatan nyata ratio alfa/beta yakni
berkurangnya atau tidak adanya sintetis rantai beta.
b. Pemeriksaan radiologis Gambaran radiologis tulang akan
memperlihatkan medula yang labor, korteks tipis dan trabekula
kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan “hair-on-end” yang
disebabkan perluasan sumsum tulang ke dalam tulang korteks.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Studi hematologi : terdapat perubahan – perubahan pada sel
darah merah, yaitu mikrositosis, hipokromia, anosositosis,
poikilositosis, sel target, eritrosit yang immature, penurunan
hemoglobin dan hematrokrit.
2) Elektroforesis hemoglobin : peningkatan hemoglobin
3) Pada thalasemia beta mayor ditemukan sumsum tulang
hiperaktif terutama seri eritrosit. Hasil foto rontgen meliputi
perubahan pada tulang akibat hiperplasia sumsum yang
berlebihan. Perubahan meliputi pelebaran medulla, penipisan
korteks, dan trabekulasi yang lebih kasar.
4) Analisis DNA, DNA probing, gone blotting dan pemeriksaan
PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan jenis
pemeriksaan yang lebih maju.
7. Penatalaksanaan
1) Terapi diberikan secara teratur untuk mempertahankan kadar Hb di
atas 10 g/dl. Regimen hipertransfusi ini mempunyai keuntungan
klinis yang nyata memungkinkan aktifitas normal dengan nyaman,
mencegah ekspansi sumsum tulang dan masalah konsmetik progresif
yang terkait dengan perubahan tulang-tulang muka, dan
meminimalkan dilatasi jantung dan osteoporosis.
2) Transfusi dengan dosis 15-20 mg/kg sel darah merah (PRC) biasanya
diperlukan setiap 4-5 minggu. Uji silang harus dikerjakan untuk
mencegah alloimunisasi dan mencegah reaksi transfusi. Lebih baik
digunakan PRC yang relatif segar (kurang dari 1 minggu dalam
antikoagulan CPD) walaupun dengan kehati-hatian yang tinggi,
reaksi demam akibat transfusi lazim ada. Hal ini dapat meminimalkan
dengan penggunaan eritrosit yang direkonstitusi dari darah beku atau
penggunaan filter leukosit, dan dengan pemberian antipiretik sebelum
transfusi. Hemosiderosis adalah akibat terapi transfusi jangka
panjang, yang tidak dapat dihindari karena setiap 500 ml darah
membawa kira-kira 200 mg besi ke jaringan yang tidak dapat
dieksresikan secara fisiologi.
3) Siderosis miokardium merupakan faktor penting yang ikut berperan
dalam kematian awal penderita. Hemosiderosis dapat diturunkan atau
bahkan di cegah dengan pemberian parenteral obat pengkelasi besi
(iron chelating drugs) deferoksamin, yang membentuk kompleks besi
yang dapat dieksresikan dalam urin. Kadar deferoksamin darah yang
dipertahankan tinggi adalah perlu untuk ekresi besi yang memadai.
Obat ini diberikan subkutan dalam jangka 8-12 jam dengan
menggunakan pompa portabel kecil (selama tidur), 5 atau 6
malam/minggu penderita yang menerima regimen ini dapat
mempertahankan kadar feritin serum kurang dari 1000 ng/ml yang
benar-benar dibawah toksik. Komplikasi mematikan siderosis jantung
dan hati dengan demikian dapat dicegah atau secara nyata tertunda.
Obat pengkhelasi besi per oral yang efektif, deferipron, telah
dibuktikan efektif serupa dengan deferoksamin. Karena kekhawatiran
terhadap kemungkinan toksisitas (agranulositosis, artitis, artralgia)
obat tersebut kini tidak bersedia di Amerika Serikat.
4) Terapi hipertransfusi mencegah splenomegali masif yang disebabkan
oleh eritripoesis ekstra medular. Namun splenektomi akhirnya
diperlukan karena ukuran organ tersebut atau karena hipersplenisme
sekunder. Splenektomi meningkatkan resiko sepsis yang parah sekali,
oleh karena itu operasi harus dilakukan hanya untuk indikasi yang
jelas dan harus ditunda selama mungkin. Indikasi terpenting untuk
splenektomi adalah meningkatkan kebutuhan transfusi melebihi 240
ml/kg PRC/tahun biasanya merupakan bukti hipersplenisme dan
merupakan indikasi untuk mempertimbangkan splenektomi.
5) Imuniasi pada penderita ini dengan vaksin hepatitis B, vaksin H.
Influensa tipe B, dan vaksin polisakarida pneumokokus diharapkan
dan terapi profilaksis penisilin juga dianjurkan. Cangkok sumsum
tulang (CST) adalah kuratif pada penderita yang telah menerima
transfusi sangat banyak. Namun, prosedur ini membawa cukup resiko
morbiditas dan mortalitas dan biasanya hanyak digunakan untuk
penderita yang mempunyai saudara kandung yang sehat (yang tidak
terkena) yang histokompatibel. (Nurarif dan Kusuma, 2016)

8.
2. ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian

1. Asal Keturunan / Kewarganegaraan


Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah
(Mediteranial) seperti Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia
cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang
paling banyak diderita.
2.      Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah
terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia
minor biasanya anak akan dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.
3.      Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi
lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
4.      Pertumbuhan dan Perkembangan
Seirng didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang
sejak masih bayi. Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak,
adalah kecil untuk umurnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan
seksual, seperti tidak ada pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan
anak juga mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor, sering
terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
5.      Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan
tidak sesuai usia.
6.      Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak
tidur/istirahat karena anak mudah lelah.
7.      Riwayat Kesehatan Keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang
tua juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena
talasemia mayor.
8.      Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya
faktor resiko talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu
diberitahukan resiko yang mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.
9.      Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia
a.       KU = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusia.
b.      Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan
mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid
(hidung pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata lebar, tulang dahi terlihat
lebar.
c.       Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
d.      Mulut dan bibir terlihat kehitaman
e.       Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya
pembesaran jantung dan disebabkan oleh anemia kronik.
f.       Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati
(hepatospek nomegali).
g.       Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di
bawah normal
h.      Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak
tercapai dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun kumis
bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena adanya
anemia kronik.
i.        Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat
transfusi warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena
adanya penumpukan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
2.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

1) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara


suplai oksigen dan kebutuhan.
2) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kegagalan untuk mencerna atau absorbsi nutrien yang
diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal.
3) Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
perubahan sirkulasi dan neurologis.
4) Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tak adekuat:
penurunan Hb, leukopeni atau penurunan granulosit.
5) Kurangnya pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan salah interpretasi informasi dan tidak mengenal
sumber informasi.
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Aktifitas
Intoleransi aktivitas NOC :  Terapi NIC :
Berhubungan dengan :  Self Care : ADL aktifitas  Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan
 Tirah Baring atau  Toleransi aktivitas aktivitas
imobilisasi  Konservasi energi  Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
 Kelemahan menyeluruh Setelah dilakukan tindakan  Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
 Ketidakseimbangan keperawatan selama ….  Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi
antara suplei oksigen Pasien bertoleransi terhadap secara berlebihan
dengan kebutuhan aktivitas dengan Kriteria  Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
Gaya hidup yang Hasil : (takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat,
dipertahankan.  Berpartisipasi dalam perubahan hemodinamik)
DS: aktivitas fisik tanpa  Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
 Melaporkan secara disertai peningkatan  Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik
verbal adanya kelelahan tekanan darah, nadi dan dalam merencanakan progran terapi yang tepat.
atau kelemahan. RR  Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
 Adanya dyspneu atau  Mampu melakukan mampu dilakukan
ketidaknyamanan saat aktivitas sehari hari  Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai
beraktivitas. (ADLs) secara mandiri dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial
DO :  Keseimbangan aktivitas  Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
dan istirahat sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
 Respon abnormal dari diinginkan
tekanan darah atau nadi  Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti
terhadap aktifitas kursi roda, krek
 Perubahan ECG :  Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
aritmia, iskemia  Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu
luang
 Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
 Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas
 Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
 Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi Aktifitas
Hasil

Ketidakseimbangan NOC:  Menejemen nutrisi  Kaji adanya alergi makanan


nutrisi kurang dari a. Nutritional status:  Kolaborasi dengan ahli gizi
kebutuhan tubuh Adequacy of nutrient untuk menentukan jumlah kalori
Berhubungan dengan : b. Nutritional Status : dan nutrisi yang dibutuhkan
Ketidakmampuan untuk food and Fluid Intake pasien
memasukkan atau mencerna c. Weight Control  Yakinkan diet yang dimakan
nutrisi oleh karena faktor Setelah dilakukan mengandung tinggi serat untuk
biologis, psikologis atau tindakan keperawatan mencegah konstipasi
ekonomi. selama….nutrisi kurang  Ajarkan pasien bagaimana
DS: teratasi dengan indikator: membuat catatan makanan
- Nyeri abdomen  Albumin serum harian.
- Muntah  Pre albumin serum  Monitor adanya penurunan BB
- Kejang perut  Hematokrit dan gula darah
- Rasa penuh tiba-tiba  Hemoglobin  Monitor lingkungan selama
setelah makan  Total iron binding makan
DO: capacity  Jadwalkan pengobatan dan
- Diare  Jumlah limfosit tindakan tidak selama jam makan
- Rontok rambut yang  Monitor turgor kulit
berlebih  Monitor kekeringan, rambut
- Kurang nafsu makan kusam, total protein, Hb dan
- Bising usus berlebih kadar Ht
- Konjungtiva pucat  Monitor mual dan muntah
- Denyut nadi lemah  Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
 Monitor intake nuntrisi
 Informasikan pada klien dan
keluarga tentang manfaat nutrisi
 Kolaborasi dengan dokter
tentang kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/ TPN
sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
 Atur posisi semi fowler atau
fowler tinggi selama makan
 Kelola pemberan anti emetik:.....
 Anjurkan banyak minum
 Pertahankan terapi IV line
Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas
oval

Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan/ Tujuan dan Kriteria Intervensi Aktifitas
Masalah Kolaborasi Hasil

Risiko infeksi NOC :  Pencegahan infeksi NIC :


 Immune Status  Pertahankan teknik aseptif
Faktor-faktor risiko :  Knowledge : Infection  Batasi pengunjung bila perlu
- Prosedur Infasif control  Cuci tangan setiap sebelum dan
- Kerusakan jaringan dan  Risk control sesudah tindakan keperawatan
peningkatan paparan Setelah dilakukan  Gunakan baju, sarung tangan
lingkungan tindakan keperawatan sebagai alat pelindung
- Malnutrisi selama…… pasien tidak  Ganti letak IV perifer dan
- Peningkatan paparan mengalami infeksi dengan dressing sesuai dengan
lingkungan patogen kriteria hasil: petunjuk umum
- Imonusupresi  Klien bebas dari tanda  Gunakan kateter intermiten
- Tidak adekuat pertahanan dan gejala infeksi untuk menurunkan infeksi
sekunder (penurunan Hb,  Menunjukkan kandung kencing
Leukopenia, penekanan kemampuan untuk
 Tingkatkan intake nutrisi
respon inflamasi) mencegah timbulnya
 Berikan terapi
- Penyakit kronik infeksi
antibiotik:.................................
- Imunosupresi  Jumlah leukosit dalam
 Monitor tanda dan gejala
- Malnutrisi batas normal
infeksi sistemik dan lokal
- Pertahan primer tidak  Menunjukkan perilaku
 Pertahankan teknik isolasi k/p
adekuat (kerusakan kulit, hidup sehat
trauma jaringan,  Status imun,  Inspeksi kulit dan membran
gangguan peristaltik) gastrointestinal, mukosa terhadap kemerahan,
genitourinaria dalam panas, drainase
batas normal  Monitor adanya luka
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
 Kaji suhu badan pada pasien
neutropenia setiap 4 jam

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Aktifitas
Kerusakan integritas kulit NOC : Suveilans ulit NIC : Pressure Management
berhubungan dengan : Tissue Integrity : Skin and Anjurkan pasien untuk menggunakan
Eksternal : Mucous Membranes pakaian yang longgar
- Hipertermia atau hipotermia Wound Healing : primer dan Hindari kerutan pada tempat tidur
- Substansi kimia sekunder Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
- Kelembaban Setelah dilakukan tindakan dan kering
- Faktor mekanik (misalnya : alat keperawatan selama….. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)
yang dapat menimbulkan luka, kerusakan integritas kulit pasien setiap dua jam sekali
tekanan, restraint) teratasi dengan kriteria hasil: Monitor kulit akan adanya kemerahan
- Immobilitas fisik  Integritas kulit yang baik bisa Oleskan lotion atau minyak/baby oil
- Radiasi dipertahankan (sensasi, pada derah yang tertekan
- Usia yang ekstrim elastisitas, temperatur, Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
- Kelembaban kulit hidrasi, pigmentasi) Monitor status nutrisi pasien
- Obat-obatan  Tidak ada luka/lesi pada kulit Memandikan pasien dengan sabun dan
Internal :  Perfusi jaringan baik air hangat
- Perubahan status metabolik  Menunjukkan pemahaman Kaji lingkungan dan peralatan yang
- Tonjolan tulang dalam proses perbaikan kulit menyebabkan tekanan
- Defisit imunologi dan mencegah terjadinya Observasi luka : lokasi, dimensi,
- Berhubungan dengan dengan sedera berulang kedalaman luka, karakteristik,warna
perkembangan  Mampu melindungi kulit dan cairan, granulasi, jaringan nekrotik,
- Perubahan sensasi mempertahankan kelembaban tanda-tanda infeksi lokal, formasi
- Perubahan status nutrisi (obesitas, kulit dan perawatan alami traktus
kekurusan)  Menunjukkan terjadinya Ajarkan pada keluarga tentang luka dan
- Perubahan status cairan proses penyembuhan luka perawatan luka
- Perubahan pigmentasi Kolaburasi ahli gizi pemberian diae
- Perubahan sirkulasi TKTP, vitamin
- Perubahan turgor (elastisitas kulit) Cegah kontaminasi feses dan urin
Lakukan tehnik perawatan luka dengan
DO: steril
- Gangguan pada bagian tubuh Berikan posisi yang mengurangi
- Kerusakan lapisa kulit (dermis) tekanan pada luka
- Gangguan permukaan kulit
(epidermis)
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif. dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran Jilid II, FKUI : Jakarta.

Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit , Edisi I, Setiawan EGC : Jakarta.

Suriadi S.Kp dan Yuliana Rita S.Kp, 2001, Asuhan Keperawatan Anak, Edisi I. PT Fajar
Interpratama : Jakarta.

Hassan, Rusepno, 1998, Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I. FKUI : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai