Anda di halaman 1dari 25

PRESENTASI KASUS

PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

PEMBIMBING :
Kolonel Ckm dr.Tri Joko W, SpOG

PENYUSUN :
Hasyati Dwi Kinasih 1410221013

KEPANITERAAN KLINIK
DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEDOKTERAN UPN ‘VETERAN’
JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
Perdarahan Uterus Disfungsional

Disusun oleh :
Hasyati Dwi Kinasih 1410221013

Presentasi kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat
mengikuti ujian kepaniteraan klinik Departemen Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Tk II
RST dr.Soedjono Magelang.

Magelang, Juli 2015


Mengetahui,
Pembimbing

Kolonel Ckm dr.Tri Joko W, SpOG


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya sehingga
referat ini telah berhasil diselesaikan Presentasi Kasus yang berjudul “Perdarahan Uterus
Disfungsional" dibuat sebagai salah satu persyaratan mengikuti ujian kepaniteraan klinik Ilmu
Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Tk II RST dr.Soedjono Magelang.
Tanpa dukungan pihak-pihak yang telah memberikan pertolongan, demikianlah presentasi
kasus ini tersusun dan terselesaikan. Oleh sebab itu, penulis menggunakan kesempatan ini untuk
mengucapkan terimahasih kepada :
1. Kolonel Ckm dr.Tri Joko W, SpOG selaku pembimbing yang sabar dalam membimbing
dan memberikan pengarahan. Beliau juga telah mengorbankan waktu, tenaga, dan pikiran
untuk memberikan bimbingan, masukan, serta koreksi demi kesempurnaan referat ini
2. Ucapan terimakasih kepada seluruh keluarga FK UPN 2010 terkhusus untuk sahabat-
sahabat tercinta dan semua pihak terkait yang telah membantu proses pembuatan
presentasi kasus ini terimakasih untuk semangat dan kebersamaan selama ini.

Penulis menyadari bahwa presentasi kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
penulis mohon maaf jika terdapat kekurangan. Penulis berharap referat ini dapat memberikan
manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta bagi semua pihak yang membutuhkan.

Magelang, Juli 2015


Penulis

Hasyati Dwi Kinasih


BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan haid atau disebut juga dengan perdarahan uterus disfungsional merupakan
keluhan yang sering menyebabkan seorang perempuan datang berobat ke dokter atau tempat
pertolongan pertama lainnya. Keluhan gangguan haid bervariasi dari ringan sampai berat dan
hampir semua wanita pernah mengalami gangguan haid selama masa hidupnya.
Gangguan haid dapat berupa kelainan siklus atau perdarahan. Masalah ini dihadapi oleh
wanita usia remaja, reproduksi dan klimakterik. Haid yang tidak teratur pada masa 3-5 tahun
setelah menarche dan pramenopause (3-5 tahun menjelang menopause) merupakan keadaan yang
lazim dijumpai. Tetapi pada masa reproduksi (umur 20-40 tahun), haid yang tidak teratur bukan
merupakan keadaan yang lazim, karena selalu dihubungkan dengan keadaan abnormal.
Perdarahan abnormal dari uterus tanpa disertai kelainan organik, hematologik, melainkan hanya
merupakan gangguan fungsional disebut sebagai perdarahan uterus disfungsional. Perdarahan
uterus disfungsional (PUD) adalah diagnosis pengecualian ketika tidak ada kelainan patologi
pada panggul atau menyebabkan medis lain. Berdasarkan gejala klinis perdarahan uterus
disfungsional dibedakan dalam bentuk akut dan kronis.Sedangkan secara kausal perdarahan
uterus disfungsional mempunyai dasar ovulatorik (10%) dan anovulatorik (70%).
Penderita perdarahan uterus disfungsional akut biasanya datang dengan perdarahan
banyak, sehingga cepat ditangani karena merupakan keadaan gawat darurat dan memerlukan
perawatan di rumah sakit. Sedangkan perdarahan uterus disfungsional kronis dengan perdarahan
sedikit-sedikit dan berlangsung lama bukan merupakan keadaan gawat darurat. Meskipun tidak
darurat tetapi perdarahan uterus disfungsional kronis justru memerlukan perhatian yang sungguh-
sungguh sehubungan dengan dampak jangka panjang yang ditimbulkannya seperti anemia
sekunder, yang dapat menganggu fungsi reproduksi.
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama : Ny. E
Usia : 42 tahun
Pekerjaan : Guru
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Alamat : Asrama Yon Armed 11/ Kostrad
Status : Menikah
Nama Suami : Tn. S
Pekerjaan : Tentara
Masuk RS : 22 Juni 2015
No. RM : 04-39-63

II. ANAMNESIS
Ny. E (42 tahun)
P2A0
HPHT : 26 April 2015
BB : 39 kg
TB : 143 cm

Keluhan Utama :
Menstruasi tidak berhenti sejak bulan April

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke bangsal Anggrek via poli Obgyn pada tanggal 22 Juni 2015 dengan keluhan
menstruasi tidak berhenti dirasakan sudah ±3 bulan sejak mens terakhir tanggal 26 April
2015. Darah dirasakan cukup banyak. Dalam satu hari pasien dapat berganti pembalut
sampai lima kali. Darah berwarna merah kecoklatan, tidak menggumpal, tidak ada prongkol-
prongkol. Gangguan menstruasi pada pasien sudah dirasakan sejak satu tahun terakhir
terlebih setelah menggunakan KB suntik tiap 3 bulan yang sudah dihentikan pasien sejak
awal tahun 2015. Saat ini pasien tidak sedang hamil, sudah PP test hasilnya negatif. Riwayat
trauma (-), keputihan (-), demam (-), dan penurunan berat badan drastis dalam waktu singkat
(-). Karena keluhannya saat ini pasien sering merasa pusing dan lemas.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat penyakit ginjal : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat kelainan darah : disangkal
Riwayat penyakit tiroid : disangkal
Riwayat diabetes mellitus : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi obat : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat keluhan serupa di keluarga : disangkal
Riwayat penyakit jantung di keluarga : disangkal
Riwayat penyakit ginjal di keluarga : disangkal
Riwayat kelainan darah di keluarga : disangkal
Riwayat penyakit tiroid di keluarga : disangkal
Riwayat hipertensi di keluarga : disangkal
Riwayat diabetes mellitus di keluarga : disangkal
Riwayat asma di keluarga : disangkal
Riwayat alergi di keluarga : disangkal

Riwayat Haid : Menarche usia 12 tahun, haid teratur dengan siklus 28 hari, lama haid 7-8
hari, riwayat nyeri haid disangkal.
Riwayat Obstetri :
1. 2002; laki-laki; aterm; partus spontan; dibantu bidan; BBL 2600 gram
2. 2006; laki-laki; aterm; partus spontan; dibantu bidan; BBL 3100 gram

Riwayat Kontrasepsi :
IUD sejak tahun 2007-2014, lalu diganti dengan KB suntik tiap 3 bulan yang sudah tidak
digunakan sejak awal tahun 2015.

Riwayat Perkawinan : Menikah 1 kali dan menikah saat usia 23 tahun, usia pernikahan
±14 tahun.

III. STATUS GENERALIS


Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
- Tekanan darah : 130/90 mmHg
- Frekuensi nadi : 88 x/menit
- Frekuensi napas : 20 x/menit
- Suhu : 36,8oC
Pemeriksaan Fisik Umum
Kepala : Normocephal, distribusi rambut merata, deformitas (-)
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Discharge (-), deviasi (-)
Mulut : Mukosa hiperemis (-), lidah kotor (-), tonsil T1 – T1 tenang
Leher : Perbesaran KGB (-)
Thorax
a. Paru-paru
Inspeksi : Dinding dada simetris, pergerakan simetris, retraksi dinding dada
(-)
Palpasi : Vocal fremitus simetris kanan-kiri
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru.
Auskultasi :Vesikular dikedua lapang paru, rhonki (-), wheezing (-)
b. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba.
Perkusi : Batas atas ISC III linea midclavicularis sinistra,
Batas bawah ISC V linea midclavicularis sinistra,
Batas kanan ISC IV parasternalis dextra,
Batas kiri ISC IV midclavicularis sinistra.
Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
Inspeksi :Bentuk perut datar, tanda-tanda peradangan (-), tanda bekas operasi(-)
Auskultasi : Bising Usus (+) normal.
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), massa (-)
Perkusi : Timpani diseluruh kuadran abdomen, hepatosplenomegali (-)
Ekstremitas :
a. Superior : Capillary refill time < 2 detik, edema (-/-), turgor kulit < 2 detik.
b. Inferior : Capillary refill time < 2 detik, edema (-/-), turgor kulit < 2 detik.

IV. PEMERIKSAAN OBSTETRI & GINEKOLOGI


Pemeriksaan Luar:
 Vulva tenang
 Tidak teraba massa
 Tidak ada tanda peradangan

Pemeriksaan Dalam:
Vaginal Toucher (VT)
 Dinding vagina normal, inflamasi (-), massa (-)
 Porsio tebal lunak
 Nyeri goyang porsio (-)
 Pembukaan (-)
 Kavum Douglasi dalam batas normal, massa (-), darah (-)
 Lendir (+) sarung tangan terdapat darah(+)
Inspekulo:
 Vagina dan portio tidak ada kelainan, laserasi maupun peradangan
 Darah dari uterus yang keluar melalui portio (+)

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium Darah (22 Juni 2015):
22/6/2015 pkl 22.58
WBC 7.600 /uL
RBC 4,60 juta/uL
HB 13,0 g/dL
HT 36,3%
PLT 292.000 /uL
MCV 83,2 fL
MCH 28,3 pg
MCHC 33,9 g/dL

USG Abdomen

Kesan: Penebalan dinding endometrium tanpa disertai perlukaan yang menyebabkan reaksi
radang.

VI. DIAGNOSIS
P2A0 dengan Perdarahan Uterus Disfungsional
VII. RENCANA TINDAKAN
 IVFD RL /12 jam
 Cytotex 2 tab pervagina
 Persiapan kuretase 23/6/2015

VIII. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Pemeriksaan histopatologi jaringan kuretase

IX. FOLLOW UP
Tanggal Subjektif Objektif Assesment Planning
22 Juni Pasien KU/Kes : sedang/CM , P2A0 dengan Cytotex 2tab/vagina
2015 merasa TD : 130/90 mmhg Curettage 23/6/2015
PUD
lemas, Respirasi : 20 x/menit
darah Nadi : 88 x/menit
menstruasi Suhu 36.8 oC
masih Status Generalis: DBN
mengalir Status Ginekologi
meskipun Perdarahan (+)
tidak
banyak
23 Juni KU/Kes : sedang/CM , P2A0 dengan  Antibiotik : Doxycyclin
2015 TD : 120/80 mmhg 2x100 mg
PUD, Post
N : 84 x/menit  Asam tranexamat 3x250 mg
RR : 18 x/menit curettage hari  Sangobion 2x1 tab
T: 36.4 oC  Observasi TTV
pertama
Status Generalis: DBN  Bila keadaan baik, pasien
Status Ginekologi boleh pulang
Perdarahan (+) tetapi
berkurang
Curettage: didapatkan
jaringan ± 10cc,
perdarahan ±20 cc

X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Ad Bonam
Quo ad fungsionam : Dubia Ad Bonam
Quo ad sanationam : Ad Bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Perdarahan Uterus Disfungsional

II.1. Definisi
Perdarahan uterus abnormal dari uterus baik dalam jumlah, frekuensi maupun lamanya,
yang terjadi didalam atau diluar haid sebagai wujud klinis gangguan fungsional mekanisme kerja
poros hipotalamus – hipofisis – ovarium - endometrium tanpa kelainan organik alat reproduksi.

II.2. Etiologi
a. Perdarahan Ovulatoar

Perdarahan ini terjadi ± 10 % dari perdarahan disfungsional dengan siklus pendek


(polimenorea) atau panjang (oligomenorea) dan untuk menegakkan diagnosis
dapatdilakukan kuretase pada masa mendekati siklus haid. Jika karena perdarahan
lama dan siklus haid tidak teratur dan tidak dapat dikenali lagi maka kurve suhu
badan basal dapat menolong.
Etiologi:
1. Korpus Luteum Persisten
Perdarahan kadang-kadang bersamaan dengan pembesaran ovarium.
Korpus lutheum persisten dapat menyebabkan pelepasan endometrium tidak
teratur (irregular shedding). Irregular shedding dibuat dengan kerokan yang tepat
waktunya menurut Mc lennon pada hari ke-4 mulainya perdarahan. Pada waktu
itu dijumpai endometrium dalam tipe skresi disamping tipe non skresi.
2. Insufisiensi Korpus Luteum
Dapat menyebabkan premenstrual spotting, menoragia, polimenorea.
Dasarnya ialah kurangnya produksi progesteron disebabkan oleh gangguan LH-
releasing factor. Diagnosis dibuat apabila hasil biopsi endometrial dalam fase
luteal tidak cocok dengan gambaran endometrium yang seharusnya didapat pada
hari siklus yang bersangkutan.
3. Apopleksia Uteri
Pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh darah uterus
4. Kelainan darah
Anemia, purpura trombositopenik dan gangguan dalam mekanisme pembekuan
darah.

b. Perdarahan Anovulatoar
Dengan terjadinya penurunan kadar estrogen dapat timbul perdarahan yang
kadang bersifat siklik, kadang tidak teratur sama sekali. Fluktuasi kadar estrogen ada
sangkut pautnya dengan jumlah folikel. Folikel – folikel ini mengeluarkan estrogen
sebelum mengalami atresia dan kemudian diganti oleh folikel-folikel baru.
Endometrium yang mula-mula proliferatif dapat terjadi perubahan menjadi
hiperplasia kistik.
Etiologi
1. Sentral : psikogenik, neurogenik, hipofisis
2. Perifer : ovarial
3. Konstitusional : kelainan gizi, metabolik, penyakit endokrin
Perdarahan uterus disfungsional dapat berlatar belakang kelainan-kelainan ovulasi, siklus
haid, jumlah perdarahan dan anemia yang ditimbulkannya. Berdasarkan kelainan tersebut
makaperdarahan uterus disfungsional dapat dibagi seperti tabel 1.
Perdarahan uterus disfungsional biasanya berhubungan dengan satu dari tiga keadaan
ketidak seimbangan hormonal, berupa: estrogen breakthrough bleeding, estrogen withdrawal
bleeding dan progesterone breakthrough bleeding. Pada perdarahan uterus disfungsional
ovulatorik perdarahan abnormal terjadi pada siklus ovulatorik dimana dasarnya adalah
ketidakseimbangan hormonal akibat umur korpus luteum yang memendek atau memanjang,
insufisiensi atau persistensi korpus luteum. Perdarahan uterus disfungsional pada wanita dengan
siklus ovulatorik muncul sebagai perdarahan reguler dan siklik.Sedang pada perdarahan uterus
disfungsional anovulatorik perdarahan abnormal terjadi pada siklus anovulatorik dimana
dasarnya adalah defisiensi progesterone dan kelebihan progesterone akibat tidak terbentuknya
korpus luteum aktif, karena tidak terjadinya ovulasi. Dengan demikian khasiat estrogen terhadap
endometrium tak ber lawan. Hampir 80% siklus mens anovulatorik pada tahun pertama menars
dan akan menjadi ovulatorik mendekati 18-20 bulan setelah menars.

II.3. Klasifikasi
Perdarahan uterus disfungsional dikatakan akut jika jumlah perdarahan pada satu saat lebih
dari 80 ml,terjadi satu kali atau berulang dan memerlukan tindakan penghentian perdarahan
segera. Sedangkan perdarahan uterus disfungsional kronis jika perdarahan pada satu saat kurang
dari 30 ml terjadi terus menerus atau tidak tidak hilang dalam 2 siklus berurutan atau dalam 3
siklus tak berurutan, hari perdarahan setiap siklusnya lebih dari 8 hari, tidak memerlukan
tindakan penghentian perdarahan segera, dan dapat terjadi sebagai kelanjutan perdarahan uterus
disfungsional akut. Sementara berdasarkan jumlah kehilangan darah yang dihitung dari kadar
Hb, perdarahan uterus disfungsional digolongkan menjadi PUD ringan (hb ≥8 gr/dL), PUD
sedang (hb 4-8 gr/dL), dan PUD berat (hb <4 gr/dL).
Berdasarkan usia, perdarahan uterus disfungsional dapat dibagi menjadi PUD pada
perimenrache, PUD pada usia reproduktif, dan PUD pada perimenopause. Sedangkan
berdasarkan etiologinya, perdarahan uterus disfungsional dibagi menjadi PUD ovulatorik dan
anovulatorik.
II.4. Patofisiologi

PUD pada siklus ovulatorik


OVARIUM

Gangguan sensitifitas Gangguan perkembangan


terhadap FSH korpus luteum

Korpus luteum cepat


Fase proliferasi memanjang berdegenerasi (polimenorea,
(oligomenorea) hipermenorea, menoragia)
Fase proliferasi memendek Aktifitas korpus luteum
memanjang (oligomenorea,
(polimenorea)
hipermenorea, menoragia)

Perdarahan bercak prahaid (progesteron ↓)


Perdarahan bercak pascahaid (estrogen ↓)
Perdarahan pertengahan siklus (estrogen ↓)
Perdarahan karena gangguan pelepasan
endometrium (progesteron ↑, ≠estrogen)

PUD Siklus Anovulatorik


Fungsi Hipotalamus-Hipofisis Disfungsi Hipotalamus sehingga Ovarium gagal menerima
belum sempurna tidak terjadi lonjakan LH rangasangan FSH dan LH

ANOVULASI

Korpus Luteum (-)

Progesteron (-)
Estrogen ↑

Hyperplasia endometrium

PERDARAHAN
II.5. Diagnosis

Anamnesa
Anamnesa yang cermat penting untuk diagnosis. Perlu ditanyakan :
a. Bagaimana mulanya perdarahan
b. Apakah didahului siklus yang pendek-pendek atau oligomenorea / amenorea
c. Sifat perdarahan
d. Lama perdarahan
Pada siklus ovulatorik, perdarahan dapat dibedakan menjadi:
 Perdarahan pada pertengahan siklus : sedikit dan singkat.
 Perdarahan akibat gangguan pelepasan endometrium : banyak, memanjang.
 Perdarahan bercak, pra haid dan pasca haid
Pada siklus anovulatorik, gejala klinis siklus menstruasi yang tidak teratur, amenorea,flek
atau menometrorrhagia, sakit kepala dan mudah lelah. Perdarahan uterus disfungsional
pada keadaan folikel persisten sering dijumpai pada masa perimenopause. Mula-mula
haid biasa kemudian perdarahan bercak selanjutnya diikuti perdarahan yang banyak terus-
menerus dan disertai gumpalan.

Pemeriksaan Fisik & Penunjang


Pada pemeriksaan umum perlu diperlihatkan tanda-tanda yang menunjukan ke arah
kemungkinan :
a. Penyakit metabolik
b. Penyakit endokrin
Pada pemeriksaan ginekologik dilihat ada tidaknya faktor kelainan organik yang
menyebabkan perdarahan abnormal. Pada wanita dalam masa pubertas tidak perlu
dilakukan kerokan. Pada wanita berumur 20 sampai 40 tahun dilakukan kerokan,
kemungkinan besar penyebabnya adalah kehamilan terganggu, polip, mioma
submukosum dan sebagainya. Pada wanita pramenopause dilakukan kerokan untuk
memastikan ada tidaknya tumor ganas.
Pemeriksaan menyeluruh pada perut dan panggul sangat penting. Sitologi serviks
harus diperoleh jika diindikasikan. Hitung darah lengkap (CBC ± feritin) diperlukan
untuk menentukan derajat anemia. Pemeriksaan lain yang harus dipertimbangkan
meliputi: thyrotropin stimulating hormone, ketika gejala lain muncul dari disfungsi
tiroid , prolaktin, pada hari 21 hingga 23 progesteron diperiksa untuk verifikasi status
ovulasi, folikel stimulating hormone dan luteinizing hormon untuk memverifikasi status
menopause atau untuk mendukung diagnosis penyakit ovarium polikistik, dan profil
koagulasi saat menorrhagia hadir pada masa pubertas atau jika ada klinis kecurigaan
untuk koagulopati.

a. Penilaian atas endometrium


Penilaian endometrium dilakukan untuk mendiagnosis keganasan atau kondisi
pra-keganasan dan untuk mengevaluasi pengaruh hormonal endometrium. Spencer
dkk. memperlajari 142 kasus untuk menentukan nilai dari metode evaluasi
endometrium di wanita dengan AUB. Data ini tidak mendukung untuk mengevaluasi
endometrium. Pemeriksaan endometrium harus dipertimbangkan pada semua wanita
di atas 40 tahun dengan perdarahan abnormal atau wanita yang beresiko tinggi
terkena kanker endometrium,termasuk: nulliparity dengan riwayat infertilitas,
perdarahan yang tidak teratur, obesitas (≥ 90 kg); ovarium polikistik; riwayat
keluarga dengan kanker endometrium dan kolon, dan menggunakan terapi tamoxifen.
Hal ini juga penting untuk mengevaluasi histopatologi endometrium pada wanita
yang tidak memiliki perbaikan dalam pendarahannya.

b. Teknik sampling untuk endometrium


Kantor biopsi endometrium menghasilkan sampel yang memadai untuk 87- 97
persen dan mendeteksi 67-96 persen kanker endometrium. Meskipun pilihan
sampling dapat dipengaruhi oleh keakurasiannya dan tidak ada metode sampel untuk
memeriksa seluruh endometrium. Sampel histeroskopik digunakan untuk mendeteksi
persentase yang lebih tinggi pada kelainan bila dibandingkan dengan dilatasi dan
kuretase (D & C) sebagai diagnostik procedure. Bahkan jika rongga rahim tampak
normal pada histeroskopi, endometrium tetap harus diperiksa karena histeroskopi saja
tidak cukup untuk mendeteksi neoplasia endometrium dan carcinoma.(II A)

c. Dilatasi dan kuret


Dalam 10 - 25 persen wanita dengan D & C saja tidak dapat mengungkap patologi
yang terjadi pada endometrium. D & C dihubungkan dengan perforasi uterus di 0,6-
1,3 persen dari kasus dan perdarahan pada 0,4 persen kasus. D & C adalah prosedur
buta dengan kesalahan signifikan pada pengambilan sampel dan juga memerlukan
anestesi yang dapat membawa risiko komplikasi. Ini harus disediakan untuk situasi-
situasi dimana kantor biopsi atau biopsi langsung pada histereroskopi tidak tersedia.

d. Ultrasonografi
Transvaginal sonografi (TVS) untuk menilai ketebalan endometrium dan
mendeteksi polip dan myomata dengan sensitivitas 80 % dan spesifisitas 69 %.
Meskipun ada bukti bahwa ketebalan endometrium mungkin menjadi indikasi
patologi pada wanita pascamenopause, seperti untuk wanita di tahun-tahun
reproduksinya. Meta-analisis dari 35 penelitian menunjukkan bahwa pada menopause
wanita, ketebalan endometrium 5 mm pada USG dan memiliki sensitivitas 92 persen
untuk mendeteksi penyakit endometrium serta 96 persen untuk mendeteksi cancer.
Hal ini tidak membantu ketika ketebalan antara 5 dan 12 mm.

II.6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan perdarahan uterus disfungsional secara umum perlu
memperhatikan faktor-faktor berikut:
a. Umur, status pernikahan, fertilitas.
Hal ini dihubungkan dengan perbedaan penanganan pada tingkatan perimenars,
reproduksi dan perimenopause. Penanganan juga seringkali berbeda antara penderita
yang telah dan belum menikah atau yang tidak dan yang ingin anak.
b. Berat, jenis dan lama perdarahan.
Keadaan ini akan mempengaruhi keputusan pengambilan tindakan mendesak atau
tidak.
c. Kelainan dasar dan prognosisnya
Pengobatan kausal dan tindakan yang lebih radikal sejak awal telah dipikirkan
jika dasar kelainan dan prognosis telah diketahui sejak dini.

Pada dasarnya tujuan penatalaksanaan perdarahan uterus disfungsional adalah:


1. Memperbaiki keadaan umum
2. Menghentikan perdarahan
3. Mengembalikan fungsi hormon reproduksi.Yang meliputi: pengembalian siklus
haid abnormal menjadi normal, pengubahan siklus anovulatorik menjadi
ovulatorik atau perbaikan suasana sehingga terpenuhi persyaratan untuk pemicuan
ovulasi.
4. Menghilangkan ancaman keganasan

Pada perdarahan uterus disfungsional langkah pertama yang harus dikerjakan


adalah memperbaiki keadaan umum, termasuk pengatasan anemia. Langkah kedua adalah
menghentikan perdarahan, baik secara hormonal maupun operatif. Setelah keadaan akut
teratasi, sebagai langkah ketiga, dilakukan upaya pengembalian fungsi normal siklus haid
dengan cara mengembalikan keseimbangan fungsi hormon reproduksi.
Kadang-kadang pengeluaran darah pada perdarahan disfungsional sangat banyak
dalam hal ini penderita diistirahatkan dan diberi transfusi dan dilakukan pemeriksaan
untuk meyakinkan tidak adanya abortus inkompletus dan perdarahan diyakini berasal dari
uterus, maka dapat diberikan terapi hormonal.

1. PUD Ovulatoar :
- Perdarahan tengah siklus
Esterogen 0,625 – 1,25 mg hari ke 10 – 15 siklus
- Perdarahan bercak pra haid
Progesteron 5 – 10 mg hari ke 17 – 26 siklus

- Perdarahan pasca haid Esterogen 0,625 – 1,25 mg hari ke 2 – 7 siklus

- PolimenoreProgesteron 10 mg, hari ke 18 – 25 siklus


2. PUD anovulatoar
Hentikan perdarahan segera
- Kuret medisinalis
Esterogen 20 hari diikuti progesteron 5 hari
- Pil KB kombinasi
2 x 1 tablet 2 –3 hari diteruskan 1 x 1 tablet 21 hari
- Progesteron
10 – 20 mg selama 7 – 10 hari

Setelah darah berhenti atur siklus haid


- Dengan esterogen progesteron selama 3 siklus
- Pengobatan sesuai kelainan
¨ Anovulasi ® Stimulasi Klomifen
¨ Hiperrolaktin ® Bromokriptin
¨ Polikistik ovarii ® Kortikosteroid ® lanjutkan stimulasi Klomifen.

Dibagi dalam 2 pengobatan :


1. Manajemen medis

Usia, keinginan untuk mempertahankan kesuburan, hidup bersama kondisi medis,


dan keinginan pasien adalah pertimbangan penting. Untuk masing-masing metode
yang disarankan, pasien harus menyadari risiko dan kontraindikasi untuk
memungkinkan pilihan informasi. Derajat kepuasan pasien dapat dipengaruhi oleh
keberhasilan, harapan, biaya, ketidaknyamanan, dan efek samping.

a. Non-steroid anti-inflammatory

Prostaglandin pada endometrium meningkat pada wanita dengan


perdarahan menstruasi yang hebat. Non-steroid anti-inflammatory drugs (NSAID)
menghambat cyclo-oxygenase dan mengurangi level prostaglandin pada
endometrium. Dalam percobaan, NSAID dapat menurunkan kehilangan darah
pada menstruasi pada 20 - 50 percent. NSAID juga meningkatkan dismenore lebih
dari 70 persen dari pasien. Terapi harus mulai pada hari pertama menstruasi dan
dilanjutkan selama lima hari atau sampai berhentinya menstruasi.

b. Agen antifibrinolytic

Asam traneksamat (cyclokapron), dapat menurunan sintetis dari Asam


amino lisin, menyebabkan efek antifibrinolytic melalui reversible blokade pada
plasminogen. Obat ini tidak memiliki efek pada pembekuan darah atau
dysmenorrhea. Sepertiga perempuan mengalami efek samping, antara lain mual
dan kram kaki. Asam traneksamat 1 g setiap enam jam untuk empat hari pertama
dari siklus menstruasi dapat mengurangi kehilangan darah menstruasi hingga 40
persen.

c. Danazol

Danazol adalah steroid sintetik dengan sifat androgenik ringan,


menghambat steroidogenesis di ovarium dan memiliki efek pada jaringan
endometrium serta mengurangi kehilangan darah menstruasi hingga 80 persen.
Terapi danazol (100-200 mg per hari), 20 persen pasien melaporkan amenore dan
70 persen melaporkan oligomenore. Sekitar 50 persen dari pasien melaporkan
tidak ada efek samping dengan danazol sedangkan 20 persen lagi melaporkan
efek sampingnya sedikit. keluhan yang paling umum adalah berat badan naik 2-6
kilogram dalam 60 persen pasien. Yang direkomendasikan pengobatan adalah 100
hingga 200 mg sehari selama 3 bulan.

d. Progestin

Percobaan terkontrol menunjukkan bahwa progestin siklik menjadi kurang


efektif dalam mengontrol perdarahan berat pada menstruasi yang teratur bila
dibandingkan dengan NSAID dan asam traneksamat. Progestin berguna untuk
wanita dengan siklus yang tidak teratur dan dengan siklus anovulasi bila diberikan
selama 12 sampai 14 hari setiap bulan . Medroxyprogesterone asetat diberikan
untuk kontrasepsi untuk menginduksi amenore dalam tahun pertama pada 80
persen wanita,dan sebanyak 50 persen dengan perdarahan yang tidak teratur.
e. Kombinasi pil kontrasepsi oral

Penurunan perdarahan menstruasi dengan penggabungan pil komninasi


kontrasepsi oral (OC) adalah hasil dari induksi atrofi endometrium. Sebuah uji
coba terkontrol secara acak pada wanita yang menggunakan OC yang
mengandung 30 mg etinil estradiol menunjukkan terjadi pengurangan 43 persen
pada kehilangan darah pada menstruasi. Dua studi kasus kontrol telah
menemukan bahwa pengguna OC jarang mengalami perdarahan menstruasi yang
banyak dan anemia. keuntungan tambahan pada OC adalah sebagai kontrasepsi
oral dan dapat pengurangan dismenore.

f. Sistem progestin intrauterin

Perangkat Progesteron intrauterine (IUD) dilaporkan dapat mengurangi


perdarahan yang hebat pada masa menstruasi . Yang terbaru sistem intrauterin
levonorgestrel (LNG-IUS) yang berbentuk T-shaped IUD yang melepaskan
sejumlah levonorgestrel (20 mg / 24 jam) dari reservoir steroid sekitar batang
vertikalnya. Hal ini sedang menjalani pemeriksaan klinis di Kanada.

g. GnRH agonis

Agonis GnRH menginduksi kondisi hypoestrogenic reversibel dengan


mengurangi total volume uterus 40 - 60 percent. Myoma dan pembesaran volume
rahim memperluas ke tingkat pretreatment dalam beberapa bulan penghentian dari
therapy. Agonis GnRH efektif dalam mengurangi kehilangan darah menstruasi
pada wanita perimenopause, tetapi dibatasi oleh efeknya yaitu hot flashes dan
pengurangan densitas tulang.

2. Manajemen Bedah
a. Dilatasi dan kuret

Tidak ada laporan dari percobaan terkontrol acak yang membandingkan D


& C dan pengobatan potensial lainnya untuk sembuh dari menorrhagia. Penelitian
hanya dilakukan untuk mengukur kehilangan darah sebelum dan setelah D & C
dimana ditemukan pengurangan sementara darah menstruasi segera setelah
prosedur, namun, kerugiannya dapat kembali ke tingkat sebelumnya atau dapat
lebih banyak keluar darah pada menstruasi berikutnya setelah pengobatan. D&C
mungkin memiliki peran diagnostik ketika biopsi endometrium tidak meyakinkan
dan gejalanya menetap.

b. Penghancuran endometrium

Penghancuran endometrium dapat dilakukan dengan beberapa teknik


bedah. Ablasi endometrium histeroskopi dengan photocoagulation, Rollerball,
elektrokoagulasi atau loop resection dengan hasil jangka panjang. endometrium
ablasi telah dievaluasi secara klinis selama 20 tahun terakhir. Beberapa penelitian
selama 6,5 tahun telah menunjukkan tingkat kepuasan sekitar 85 percent. Pada
studi, sekitar 10 persen wanita akan memilih untuk histerektomi dan 10 persen
akan memerlukan pengulangan ablasi endometrium untuk pengobatan awal yang
gagal. Hysteroscopic adalah pengobatan yang efektif untuk pengelolaan
menorrhagia kronis yang tidak responsif terhadap terapi medis. Ablasi
endometrial baik dibandingkan dengan histerektomi dalam uji acak bila
dibandingkan dengan efektivitas dan biaya meskipun analisis jangka panjang
harus mencakup biaya banyak.

c. Histerektomi

Risiko utama operasi harus ditimbang. Histerektomi adalah solusi


permanen untuk pengobatan menorrhagia dan perdarahan uterus abnormal dan
berhubungan dengan tingkat kepuasan pasien. Bagi wanita yang telah melahirkan
anak dapat memilih tindakan ini dan telah mencoba terapi konservatif tanpa hasil
yang dapat diterima, histerektomi seringkali pilihan terbaik.
BAB IV

KESIMPULAN

Gangguan haid atau disebut juga dengan perdarahan uterus disfungsional


merupakan keluhan yang sering menyebabkan seorang perempuan datang berobat ke
dokter atau tempat pertolongan pertama lainnya. Keluhan gangguan haid bervariasi dari
ringan sampai berat. Hampir semua wanita pernah mengalami gangguan haid selama
masa hidupnya. Perdarahan uterus disfungsional dari uterus baik dalam jumlah, frekuensi
maupun lamanya, yang terjadi didalam atau diluar haid sebagai wujud klinis gangguan
fungsional mekanisme kerja poros hipotalamus – hipofisis – ovarium - endometrium
tanpa kelainan organik alat reproduksi.
Pada perdarahan uterus disfungsional langkah pertama yang harus dikerjakan
adalah memperbaiki keadaan umum, termasuk pengatasan anemia. Langkah kedua adalah
menghentikan perdarahan, baik secara hormonal maupun operatif. Setelah keadaan akut
teratasi, sebagai langkah ketiga, dilakukan upaya pengembalian fungsi normal siklus haid
dengan cara mengembalikan keseimbangan fungsi hormon reproduksi.

Kadang-kadang pengeluaran darah pada perdarahan disfungsional sangat banyak


dalam hal ini penderita diistirahatkan dan diberi transfusi dan dilakukan pemeriksaan
untuk meyakinkan tidak adanya abortus inkompletus dan perdarahan diyakini berasal dari
uterus, maka dapat diberikan terapi hormonal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, S. Ilmu Kandungan, Edisi 3, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta, 2011 : 161-
173.

2. Ginekologi, Bagian Obstetri dan Ginekologi FK-UNPAD Bandung, Elstar Offset


Bandung.
3. Cunningham F.G. et al, “Abnormal Uterine Bleeding” at Williams Obstetric, 21st edition.
McGrawHill: London, 2001.

4. HIFERI-POGI. Panduan Tata Laksana Perdarahan Uterus Disfungsional. POGI: Jakarta,


2007.

Anda mungkin juga menyukai