Anda di halaman 1dari 22

1

BAB 1
STATUS PASIEN
DEPARTEMEN ILMU KANDUNGAN DAN KEBIDANAN
RSUD AMBARAWA

Pasien datang ke IGD RSUD Ambarawa pada tanggal 27 November 2013 pukul
18:49 dengan data dan riwayat sebagai berikut :
IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. IF

Usia

: 23 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: Swasta

Alamat

: Bungkah 02/09 Sepakung Banyubiru

Status Perkawinan : Kawin


ANAMNESIS
Diambil dari autoanamnesis di IGD dan kemudian dilengkapi di bangsal
bougenville pada hari yang sama.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Keluhan Utama : Keluar air rembes seperti kencing dari jalan lahir sejak pukul 4
pagi.
Pasien datang dengan rujukan bidan dengan G1P0A0 dengan Ketuban
Pecah Dini (KPD) 15 jam. Pasien mengeluhkan keluar air rembes seperti kencing
yang berasal dari jalan lahir, terasa keluar sejak pukul 04:00 pagi. Banyaknya air
yang rembes keluar diperkirakan sekitar 2 kali ganti celana dalam, yang keduanya
dirasa basah semua. Kemudian pasien merasa kencang kencang pada rahimnya,
tetapi kencang kencang hanya terasa sebentar sebentar dan tidak teratur.
Setelah itu, pasien mengaku baru datang ke bidan pada pukul 09:00 pagi, di
tempat bidan kencang kencang dirasa semakin sering. Terdapat lendir (+), tetapi
tidak ada darah (-).

Keluhan Tambahan : Mual (-), Muntah (-), BAB dan BAK normal seperti biasa
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Riwayat radang paru paru pada tahun 2011


Riwayat Hipertensi, DM, Asma disangkal
Riwayat Alergi obat dan operasi disangkal

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Riwayat ibu menderita hipertensi


Riwayat Asma, TBC, DM didalam keluarga disangkal
Tidak ada yang memiliki keluhan yang sama pada keluarga

RIWAYAT KEBIASAAN (HABIT)

Riwayat merokok, penggunaan alcohol dan penggunaan obat obatan

terlarang disangkal
Riwayat coitus : tidak coitus dalam beberapa minggu ini

RIWAYAT PENGOBATAN
Sudah diberikan Amoxicilin 500 mg I tablet pada pukul 12.00 di bidan
Sudah diberikan Infus D5% di bidan
RIWAYAT OBSTETRI DAN GYNEKOLOGI

Menarche
Lama Haid
Siklus Haid
HPHT
HPL
Riwayat KB

: 13 tahun
: 7 hari
: teratur, 1 bulan
: 3 Maret 2013
: 12 Desember 2013
: (-)

RIWAYAT PERNIKAHAN

Pernikahan 1 kali selama 1 tahun

RIWAYAT ANC

Periksa ke bidan sudah 5 kali selama kehamilan

STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Pasien tampak sakit sedang
Kesadaran

: Compos Mentis

Keadaan Gizi

: BB : 73 kg (saat hamil) ; TB : 151 cm

Vital Sign

Tekanan Darah

: 120/80 mmHg

Repiratory Rate : 20 kali/menit

Nadi

: 76 kali/menit

Suhu

Kepala

: normocephal, distribusi rambut merata, tidak mudah tercabut

Mata

: congjunctiva pucat -/- , sklera ikterik -/-

Hidung

: deviasi septum nasi -/-, sekret -/-

Telinga

: bentuk telinga normal, sekret -/-

Mulut

: bibir lembab, sianosis -/-

Thoraks

: 36,6 C

Jantung

: BJ1 > BJ2, murni, reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo

: Pergerakan simetris kiri-kanan, Sonor diseluruh


lapang paru, Vesikuler +/+

Abdomen

: Sulit untuk dinilai

Ekstremitas

: CR < 2 detik, Edema pada ekstremitas -/- | +/+ non pitting

STATUS OBSTETRIK
TFU

: 30 cm

DJJ

: 158, reguler

Leopold I

: massa bulat, lunak , tidak lenting

Leopold II

: massa panjang, keras teraba di sebelah kiri

Leopold III

: massa bulat, keras, melenting

Leopold IV

: kepala sudah masuk PAP, divergen

PEMERIKSAAN GYNEKOLOGI
Inspeksi

: Lendir (+), darah (+)

Palpasi

: Tidak teraba pembesaran kelenjar, Nyeri tekan (-)

Inspekulo

: Tidak dilakukan

Vaginal Touche : Pembukaan 3 cm, Penipisan 75%, Tebal, Lunak, Kulit ketuban
(-), Air ketuban tidak mengalir, Lendir (+), Darah (+)
DIAGNOSA KERJA
G1P0A0, 21 tahun, Usia Kehamilan 38 minggu, Janin tunggal hidup intrauterine,
Presentasi Kepala, dengan Ketuban Pecah Dini 15 jam, in partu Kala I fase laten
PENATALAKSANAAN (27 November 2013)

Infus RL

Antibiotik Ceftriaxon / 12 jam

Dexamethason 3 ampul (ekstra)

Induksi Persalinan : Piton Drip Oksitosin 5 IU 12 tetes per menit

PENATALAKSANAAN SETELAH BAYI LAHIR (28 November 2013)

Methylergometrine 3 x 1

Asam Mefenamat 3 x 1

PEMERIKSAAN LABORATORIUM (28 November 2013)


PEMERIKSAAN

HASIL
Hematologi

NILAI RUJUKAN

Hemoglobin
Leukosit
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
MPV
Limfosit
Monosit
Granulosit
Limfosit%
Monosit%
Granulosit%
PCT
Clotting Time
Bleeding Time
Golongan Darah
Gula Darah Sewaktu
Ureum
Creatinin
SGOT
SGPT
HBsAg

Darah Rutin
12.0
24.0 H
3.75 L
33.5 L
268
89.3
32.0
35.8
12.0
7.8
1.1 L
0.6
22.3 H
4.4 L
2.6 L
93.0 H
0.209 L
4 menit
1 menit
B
KIMIA KLINIK & SEROLOGI
124 H
8.9 L
0.72
25
19
Non reaktif

12 16 gr/dl
4.0 10 ribu
4.2 5.4 juta
37 43 %
200 400 ribu
80 90 mikro m3
27 34 pg
32 36 g/dl
10 16 %
7 11 mikro m3
1.7 3.5 10*3/mikroL
0.2 0.6 10*3/mikroL
2.5 7 10*3/mikroL
25 - 35%
4 6%
50 80%
0.2 0.5%
3 5 menit
1 3 menit
74 106 mg/dl
10 50 mg/dl
0.45 0.75 mg/dl
0 35 IU/L
0 35 IU/L
Non reaktif

FOLLOW UP PASIEN
Pasien masuk ke bangsal Bougenville dan dirawat di VK
No

Tanggal

27-11-13

Anamnesa

Pemeriksaan

Malam
Keluhan :
Rembes dari
jalan lahir, tetapi
kenceng
kenceng terasa
jarang

Keadaan umum : baik


TTV : 120/80, 76x,
20x, 36,6 C
DJJ : 158, reguler
Pemeriksaan
laboratorium : darah
rutin

Terapi/ Tindakan/
keterangan
Lab lengkap (+)
Infus RL (+), Inj
Ceftriaxon 2 x 1 amp,
Ekstra Dexamethason 3
amp
Induksi Persalinan : Piton
Drip Oksitosin 5 IU 12
tpm

28-11-13

Pagi 00.10

Bayi lahir spontan,


Jenis Kelamin : laki :

Injeksi oksitosin 10 IU
(IM)

laki, BB : 3100 gr,


APGAR score : 6-7-8
Pagi 00.15

Plasenta lahir spontan,


lengkap

Pagi 06.00

Keadaan umum : baik


TTV : 120/80, 88x,
20x, 36,9 C

Methylergometrin 3 x 1,
Asam Mefenamat 3 x 1

Sore 18.00

Keadaan umum : baik


TTV : 110/80, 84x,
20x, 36,4 C
Keadaan umum : baik
TTV : 100/80, 80x,
20x, 36 C

Methylergometrin 3 x 1,
Asam Mefenamat 3 x 1

Keadaan umum : baik


TTV : 120/80, 80x,
20x, 36 C

Pulang

Pagi 06.00
3

Methylergometrin 3 x 1,
Asam Mefenamat 3 x 1

29-11-13
Siang

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
DEPARTEMEN ILMU KANDUNGAN DAN KEBIDANAN
RSUD AMBARAWA

A. PENDAHULUAN
Tidak ada keraguan bahwa induksi elektif untuk kenyamanan dari
praktisi atau pasien menjadi lebih umum dilakukan. Meskipun demikian,
American College of Obstetricians dan Gynecologists (1999) tidak
mendukung praktek ini, kecuali karena alasan logistik seperti risiko
persalinan yang cepat, wanita itu tinggal dengan jarak yang jauh dari rumah
sakit, atau untuk indikasi psikososial. Salah satu alasannya adalah bahwa

induksi dikaitkan dengan peningkatan jumlah persalinan sesar terutama pada


nulipara (Luthy dan rekan, 2002; Yeast dan rekan, 1999). Sejumlah peneliti
telah melaporkan bahwa induksi elektif secara konsisten menghasilkan dua
sampai tiga kali lipat risiko untuk kelahiran sesar (Hoffman dan Sciscione,
2003; Maslow dan Sweeny, 2000; Smith dan rekan, 2003).
Di wilayah Flanders Belgia, 30 persen wanita yang melahirkan pada
tahun 1996 dan 1997 menjalani induksi persalinan, dan dua pertiga dari
mereka elektif (Cammu dan rekan, 2002). Secara khusus, dalam sebuah studi
kohort retrospektif, Hamar dan rekan (2001) menemukan bahwa tingkat
kelahiran sesar setelah induksi elektif secara signifikan meningkat pada
wanita berisiko rendah dengan skor Bishop 7 atau lebih besar dibandingkan
dengan wanita dengan persalinan spontan. Untuk semua alasan ini, kita
sepakat bahwa induksi elektif rutin pada kehamilan cukup bulan tidak bisa
dibenarkan. The American College of Obstetricians dan Gynecologists
(1999 ) mendefinisikan aterm sebagai kehamilan dengan 38 minggu.
B. INDIKASI INDUKSI PERSALINAN
Induksi diindikasikan ketika manfaat baik ibu atau janin lebih besar
daripada melanjutkan kehamilan. Indikasi mencakup kondisi gawat seperti
pecah ketuban dengan korioamnionitis atau preeklamsia berat. Indikasi yang
lebih umum termasuk ketuban pecah tanpa diikuti persalinan, hipertensi,
status janin, dan kehamilan postterm.
Wanita dengan induksi persalinan memiliki peningkatan insiden
korioamnionitis dan kelahiran sesar dibandingkan dengan persalinan spontan.
Dalam banyak kasus, tampaknya bahwa rahim belum cukup siap untuk
terjadinya persalinan. Salah satu contoh adalah "leher rahim belum matang".
Kemungkinan bahwa peningkatan kelahiran sesar terkait dengan induksi
dipengaruhi oleh durasi upaya induksi, khususnya dalam keadaan serviks
yang tidak menguntungkan (belum matang) ( Rouse dan rekan , 2000).
C. KONTRAINDIKASI INDUKSI PERSALINAN

Kontraindikasi untuk induksi persalinan sama dengan kontraindikasi


pada persalinan spontan. Sebagian besar jenis plasenta previa menghalangi
persalinan. Penyulit persalinan karena faktor janin meliputi makrosomia
cukup, hidrosefalus parah, malpresentasi. Beberapa kontraindikasi ibu terkait
dengan ukuran kecil ibu, distosrsi anatomi panggul, dan kondisi seperti
infeksi herpes genital aktif atau kanker leher rahim.
D. PREINDUKSI PEMATANGAN SERVIKS
Kondisi serviks penting untuk keberhasilan induksi persalinan. Salah
satu metode prediksi kuantitatif untuk hasil dari induksi persalinan dijelaskan
oleh Bishop (1964). Elemen skor Bishop disajikan pada Tabel 1. Skor 9
berarti terdapat kemungkinan tinggi untuk berhasilnya induksi. Kebanyakan
praktisi akan mempertimbangkan bahwa seorang wanita yang serviksnya
berdilatasi 2 cm, penipisan 80 persen, lembut, dan midposisi, dan dengan
oksiput janin di stasiun -1 akan memiliki keberhasilan induksi persalinan.
Sayangnya, wanita juga sering memiliki indikasi untuk induksi tetapi
dengan serviks yang tidak menguntungkan. Rendahnya Bishop skor, terdapat
peningkatan kegagalan tingkat induksi. Dengan demikian, penelitian yang
cukup besar telah dilakukan berbagai teknik untuk "mematangkan" serviks
sebelum stimulasi kontraksi uterus. Untuk tujuan penelitian, skor Bishop 4
atau kurang mengidentifikasi sebuah serviks yang tidak menguntungkan, dan
bisa menjadi indikasi untuk pematangan serviks.

Skor

Faktor
Dilatasi

Penipisan

Serviks

Serviks (%) sampai +3)

Serviks

Serviks

(cm)
Tertutup

0 30

-3

Keras

Posterior
Midposisi
Anterior
-

Station (-3 Konsistensi

1
2

12
34

40 50
60 70

-2
-1

(Firm)
Medium
Lunak

> 80

+ 1, + 2

(Soft)
-

Posisi

Tabel 1. Elemen Skor Bishop

E. TEKNIK FARMAKOLOGI
a. Prostaglandin E2 .
Aplikasi

lokal

prostaglandin

E2

(dinoprostone)

umumnya

digunakan untuk pematangan serviks (American College of Obstetricians


dan Gynecologists, 1999). Prostaglandin E2 gel (Prepidil) tersedia dalam
alat suntik 2,5 ml untuk aplikasi intraservikal 0,5 mg dinoprostone. Owen
dan rekan (1991) melakukan meta-analisis dari 18 studi yang mencakup
1.811 wanita. Mereka menemukan bahwa prostaglandin E2 meningkatkan
skor Bishop dan waktu dari dilakukannya induksi sampai timbulnya
persalinan ketika dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak
diobati.

Sayangnya,

mereka

tidak

menemukan

manfaat

dalam

menurunkan tingkat kelahiran sesar. Temuan ini mungkin akibat dari


faktor-faktor lain. Sebagai contoh, Ramsey dan rekan (2002) melaporkan
bahwa dinoprostone gel lebih efektif bila pH vagina lebih besar dari 4,5
dibandingkan dengan 4,5 atau kurang.
Pemberian 10 mg dinoprostone pervaginam (Cervidil) juga telah
disetujui untuk pematangan serviks. Pemberian pervaginam melepaskan
lebih lambat dari obat obatan (0,3 mg/jam) dibandingkan gel. Seperti
dinoprostone gel, sisipan ini akan memperpendek interval induksi sampai
timbulnya persalinan (Bolnick dan rekan, 2004; Rayburn dan rekan,
1992). Keuntungan dari pemberian pervaginam adalah bahwa pemberian
dapat segera dihilangkan ketika terjadi hiperstimulasi.
i. Pemberian
Sediaan Prostaglandin seharusnya hanya diberikan di atau dekat
kamar bersalin dan di mana aktivitas uterus dan pemantauan denyut
jantung janin dapat dilakukan (American College of Obstetricians dan
Gynecologists, 1995). Ketika kontraksi terjadi, efek pemberian
biasanya terlihat pada satuu jam pertama dan menunjukkan aktivitas

puncak dalam 4 jam pertama (Bernstein, 1991; Miller dan rekan,


1991) . Bila lebih dari dua dosis berurutan digunakan, Chan dan rekan
( 2004) melaporkan bahwa 59 persen wanita membutuhkan persalinan
sesar darurat. Akhirnya, sesuai dengan pedoman produsen, induksi
oksitosin

yang

mengikuti

penggunaan

prostaglandin

untuk

pematangan serviks harus ditunda selama 6 sampai 12 jam setelah


pemberian Prostaglandin E2.
ii. Efek Samping
Uterine takisistol telah dilaporkan terjadi sebanyak 1 5% pada
wanita setelah pemberian prostaglandin intravaginal (Brindley dan
Sokol, 1988; Rayburn, 1989). Karena hiperstimulasi yang dapat
menyebabkan gangguan janin dapat terjadi ketika prostaglandin
digunakan. Ketika terjadi hiperstimulasi dengan memasukkan 10 mg
pervaginam, penarikan ekor jaring sekitarnya biasanya akan
membalikkan efek ini. Irigasi untuk menghapus preparat gel tidak
terlalu membantu.
b. Prostaglandin E1
Misoprostol (Cytotec) adalah prostaglandin E1 sintetis, tersedia
dalam 100 - atau 200 mg tablet untuk pencegahan tukak lambung. Telah
digunakan untuk preinduksi pematangan serviks dan dapat diberikan
secara oral atau vagina. Tablet stabil pada suhu kamar. Harga Misoprostol
kurang dari $1 per 100 mg tablet dibandingkan dengan $75 untuk dosis 0,5
mg dinoprostone gel.
Pada Oktober 2000, GD Searle & Company memberitahukan
kepada para dokter bahwa misoprostol tidak disetujui sebagai induksi
persalinan atau aborsi. Meskipun demikian, pada bulan Desember 2000,
American College of Obstetricians dan Gynecologists menegaskan
kembali rekomendasinya untuk penggunaan obat karena terbukti
keamanan dan keampuhan.

10

i. Pemberian intravaginal
Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa tablet misoprostol
ditempatkan ke dalam vagina diduga unggul atau setara dalam
keberhasilan

bila

dibandingkan

dengan

gel

prostaglandin

E2

intraservikal ( Gemund dan rekan, 2004; Wing dan rekan kerja, 1995).
Komite Obstetri dari American College of Obstetricians dan
Gynecologists (1999) melihat 19 percobaan acak di mana lebih dari
1900 perempuan diberi misoprostol intravaginal dalam dosis mulai 25
200 mg. Komite Obstetri merekomendasikan penggunaan 25 mg dosis
intravaginal, yang merupakan seperempat dari 100 mg tablet. Obat ini
merata di antara empat tablet.
Penggunaan Misoprostol dapat menurunkan kebutuhan oksitosin,
mencapai tingkat yang lebih tinggi persalinan pervaginam dalam 24 jam
induksi, dan mengurangi interval dari induksi sampai timbulnya
persalinan (Sanchez - Ramos dan rekan, 1997). Pemberian dosis 50 mg
misoprostol
signifikan

intravaginal
takisistol,

dikaitkan

mekonium,

dengan
dan

peningkatan

aspirasi

mekonium

secara
bila

dibandingkan dengan gel prostaglandin E2 (Wing dan rekan kerja,


1995). Pemberian 25 mg dosis ditemukan sebanding dengan
dinoprostone (van Gemund dan rekan, 2004). Ruptur uteri telah
dilaporkan dengan penggunaan prostaglandin E1 pada wanita dengan
persalinan sesar sebelumnya (Wing dan rekan, 1998) . Kebanyakan
sekarang setuju bahwa riwayat operasi rahim sebelumnya, termasuk
sesar, menghalangi penggunaan misoprostol (American College of
Obstetricians dan Gynecologists, 2004) .
ii. Pemberian peroral
Tablet Prostaglandin E1 juga efektif bila diberikan secara oral.
Windrim dan rekan (1997) melaporkan misoprostol oral untuk
keberhasilan

serupa

untuk

pematangan

serviks

administrasi

intravaginal. Wing dan kolaborator (1999) melaporkan bahwa 50 mg


misoprostol oral kurang efektif dibandingkan 25 mg pemberian

11

intravaginal untuk pematangan serviks. Selanjutnya, Wing dan rekan


(2003) dan Hall dan rekan (2002) melaporkan bahwa 100 mg dosis oral
sama efektifnya dengan 25 mg dosis intravaginal. Pada wanita dengan
ketuban pecah dini aterm, Mozurkewich dan rekan (2003) dan Pearson
dan rekan (2002) telah melaporkan kesuksesan yang sama dengan
inisiasi persalinan dengan baik misoprostol oral atau rejimen oksitosin
standar.
F. TEKNIK MEKANIK
a. Kateter Transervikal
Sherman dan rekan (1996) merangkum hasil dari 13 percobaan
dengan kateter balon berujung terhadap efek dilatasi serviks dan
menyimpulkan

bahwa, dengan atau

tanpa infus saline,

metode

menghasilkan peningkatan yang cepat dalam skor Bishop dan persalinan


yang lebih pendek.
Beberapa percobaan komparatif telah dilakukan. Huang dan rekan
(2002) secara acak meneliti 135 perempuan untuk induksi persalinan
dengan misoprostol vaginal, Foley kateter intrauterin ekstraamnion dengan
inflasi sampai 30 mL, atau dengan kedua terapi. Didapatkan hasil serupa
pada ketiga kelompok, dan tidak ada manfaat yang jelas menggabungkan
dua teknik ini.
Penambahan infus saline ekstraamnion (EASI), yang ditunjukkan
pada Gambar 1, telah dilaporkan secara signifikan meningkatkan skor
Bishop dan mengurangi interval waktu induksi sampai timbulnya
persalinan bila dibandingkan dengan :
(1) 50 mg misoprostol intravaginal tablet ( Vengalil dan rekan, 1998 )
(2) 0,5 mg prostaglandin E2 intraservikal (Goldman dan Wigton, 1999;
Hemlin dan Moller, 1998; Sciscione dan rekan, 1999), atau
(3) 50 mg misoprostol oral

12

Gambar 1. Extra-amnionic saline infusion (EASI) melalui kateter Foley 26F yang
diletakkan kedalam serviks. Balon kemudian dikembangkan dengan saline 30
mL.

b. Dilator Serviks Higroskopis


Dilatasi serviks juga dapat dicapai dengan dilator higroskopik
serviks osmotik. Dilator juga telah digunakan untuk pematangan serviks
sebelum induksi persalinan pada kehamilan dengan janin yang sehat.
Penggunaan dilator higroskopik tampaknya aman, meskipun anafilaksis
dapat mengikuti insersi laminaria (Cole dan Bruck, 2000; Nguyen dan
Hoffman, 1995). Daya tarik dilator dari segi biaya rendah dan kemudahan
penempatan dan pengambilannya.
c. Stripping Membran
Induksi persalinan dengan "stripping" membran umum dilakukan.
McColgin dan rekan (1990) melaporkan bahwa stripping aman dan

13

menurunkan insiden postterm kehamilan. Mereka mendokumentasikan


terjadi peningkatan secara signifikan tingkat serum prostaglandin endogen
dengan stripping (McColgin dan rekan penulis, 1993). Allott dan Palmer
(1993) secara acak meneliti 195 wanita dengan kehamilan normal yang
melampaui kehamilan 40 minggu untuk pemeriksaan serviks digital baik
dengan atau tanpa membran stripping. Para wanita diperiksa sebagai
pasien rawat jalan. Dua pertiga dari mereka yang menjalani stripping
memasuki persalinan spontan dalam waktu 72 jam dibandingkan dengan
sepertiga dari kelompok lain. Insiden pecah ketuban, infeksi, dan
perdarahan tidak meningkat.
G. INDUKSI DAN AUGMENTASI PERSALINAN DENGAN OKSITOSIN
Oksitosin sintetik adalah salah satu obat yang paling umum digunakan
di Amerika Serikat. Oksitosin merupakan suatu hormon polipeptida yang
pertama kali disintesis, pada tahun 1955 Nobel Prize di bidang kimia
diberikan untuk penemuan tersebut (Duvigneaud dan rekan kerja, 1953).
Induksi berarti stimulasi kontraksi sebelum onset persalinan spontan, dengan
atau tanpa pecahnya ketuban. Augmentasi mengacu pada stimulasi kontraksi
spontan yang dianggap tidak memadai karena kegagalan dilatasi serviks yang
progresif dan penurunan janin.
H. ADMINISTRASI OKSITOSIN INTRAVENA
Tujuan dari induksi atau augmentasi adalah untuk mempengaruhi
aktivitas uterus yang cukup untuk menghasilkan perubahan serviks dan
penurunan janin. Oksitosin harus dihentikan jika jumlah kontraksi berlanjut
dengan frekuensi yang lebih besar dari lima dalam periode 10 menit atau
tujuh dalam waktu 15 menit atau dengan pola denyut jantung janin buruk.
Penghentian oksitosin hampir selalu cepat menurunkan frekuensi kontraksi.
Ketika oksitosin dihentikan, konsentrasinya dalam plasma cepat menurun
karena rata-rata waktu paruh adalah sekitar 5 menit. Seitchik dan rekan kerja
(1984) menemukan bahwa respon rahim terjadi dalam 3 sampai 5 menit dari
mulai infus oksitosin dan bahwa kadar tetap dalam plasma dicapai dalam 40

14

menit. Respon tergantung pada yang keadaan yang sudah ada sebelumnya
meliputi aktivitas uterus, status serviks, durasi kehamilan, dan perbedaan
biologis individu.
a. Dosis Oksitosin
Oksitosin biasanya diencerkan menjadi 1000 mL dalam larutan
garam seimbang dan diberikan melalui pompa infus. Sebuah oksitosin
infusan khas terdiri dari 10 atau 20 unit atau 10.000 sampai 20.000 mU
dicampur menjadi 1000 mL dalam larutan Ringer laktat. Campuran ini
berarti bahwa terdapat 10 atau 20 mU konsentrasi oksitosin permililiter.
Untuk menghindari pemberian bolus, infus harus dimasukkan ke dalam
jalur utama intravena. The American College of Obstetricians dan
Gynecologists (1999) merekomendasikan sejumlah rejimen oksitosin
untuk stimulasi persalinan yang diperlihatkan pada Tabel 2. Sampai sekitar
15 tahun yang lalu, hanya variasi dari protokol dosis rendah yang
digunakan di Amerika Serikat.
b. Interval antara Peningkatan Dosis
Interval untuk meningkatkan dosis oksitosin bervariasi dari 15
sampai 40 menit (lihat Tabel 2).
Regimen Oksitosis Dosis Rendah dan Dosis Tinggi untuk Stimulasi
Persalinan
Regimen Dosis
Dosis
Rendah
Dosis
Tinggi

Awal Peningkatan Dosis Interval

(mU/menit)
0,5 1
12

(mU/menit)
1

(menit)
30 40
15

~6
6

~6
6, 3, 1

15
20 40

Tabel 2. Regimen Dosis Oksitosin

c. Dosis Maksimal

15

Dosis

Dosis efektif maksimal oksitosin untuk tercapainya kontraksi yang


memadai dalam semua kasus tidak diketahui secara pasti. Wen dan rekan
(2001) mempelajari 1151 nulipara berturut-turut dalam persalinan spontan
atau

induksi

persalinan

dan

menemukan

bahwa

kemungkinan

perkembangan untuk melahirkan melalui vagina menurun di dan di luar


dosis

oksitosin

dari

36

mU/menit.

Pada

dosis

72

mU/menit,

bagaimanapun, setengah dari nulipara melahirkan secara normal.


d. Risiko Versus Manfaat
Kecuali rahim terluka, ruptur uteri berhubungan dengan oksitosin
infus jarang didapatkan, bahkan pada wanita parous. Flannelly dan rekan
(1993) melaporkan tidak ada pecah uterus dengan atau tanpa oksitosin
dalam 27.829 nulipara. Ada delapan kasus ruptur uteri terbuka selama
persalinan pada 48.718 wanita parous, hanya salah satu dari ini dikaitkan
dengan penggunaan oksitosin.
Oksitosin memiliki struktur asam amino homolog mirip dengan
arginin vasopressin. Dengan demikian, tidak mengherankan, oksitosin
memiliki efek antidiuretik yang signifikan dan ketika pemberian pada
infus 20 mU/menit atau lebih, bersihan air ginjal menurun tajam. Jika
dilakukan pemberian cairan dalam jumlah yang cukup banyak bersama
dengan oksitosin, keracunan air dapat menyebabkan kejang, koma, dan
bahkan kematian.
I. AMNIOTOMI
Indikasi umum untuk amniotomi termasuk perlunya pemantauan
langsung dari tingkat janin jantung atau kontraksi uterus, atau keduanya.
Beberapa dokter lebih memilih untuk memecahkan ketuban selama kontraksi.
Amniotomi dapat dilakukan dengan beberapa tusukan selaput ketuban dengan
jarum 26-gauge yang dipegang menggunakan forsep cincin dan dengan
visualisasi langsung menggunakan spekulum vagina. Denyut jantung janin
harus dinilai sebelum dan segera setelah amniotomi.

16

a. Amniotomi Elektif
Memecahkan ketuban dengan tujuan mempercepat persalinan
umumnya dilakukan. Dalam penyelidikan disajikan dalam Tabel 3,
amniotomi sekitar 5 cm mempercepat persalinan spontan dari 1 sampai 2
jam. Prosedur ini dilakukan tanpa meningkatkan tingkat kelahiran sesar
keseluruhan atau penggunaan stimulasi oksitosin. Yang paling penting,
tidak ada efek samping perinatal pada dilakukannya amniotomi.

Percobaan Randomisasi Klinik dari Amniotomi Elektif pada Persalinan Spontan Aterm
Efek Amniotomi
Penelitian

Fraser

&

Jumlah

925

Rata rata

Rata rata

Kebutuhan

Tingkat

Temuan

Efek

dilatasi

Pemendekan

akan

Operasi

Abnorma

Neonatal

saat

waktu

Oksitosin

Sesar

amniotomi
< 5 cm

persalinan
125 menit

Tidak ada

Tidak

Tidak ada

Tidak ada

Meningkat

Tidak ada

Tidak

Tidak

Tidak ada

ada

dinilai

Co-

ada

workers
(1993)
Garite

&

459

5,5 cm

81 menit

Menurun

associates
(1993)
UK

Tidak
ada

1463

5,1 cm

60 menit

amniotomy
group

17

Tidak ada

Tabel 3. Penelitian amniotomi elektif pada persalinan spontan aterm

b. Amniotomi Induksi
Pecah buatan dari selaput ketuban dapat digunakan untuk
menginduksi persalinan. Kerugian utama dari amniotomi bila digunakan
sendiri untuk induksi persalinan adalah interval tak terduga dan kadang
kadang lama untuk terjadinya kontraksi.
c. Amniotomi Augmentasi
Ini adalah praktek umum untuk melakukan amniotomi ketika
persalinan normal lambat. Sebuah kelemahan adalah bahwa secara
signifikan meningkatkan kejadian korioamnionitis. Amniotomi augmentasi
sebagai tambahan dari infus oksitosin, namun, amniotomi tidak
mempengaruhi rute persalinan.

BAB 3
ANALISA KASUS
DEPARTEMEN ILMU KANDUNGAN DAN KEBIDANAN
RSUD AMBARAWA

SUBYEKTIF
Pasien datang dengan rujukan bidan dengan G1P0A0, Usia Kehamilan 38
minggu dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) 15 jam. Pasien datang ke IGD dengan
mengeluhkan keluar air rembes seperti kencing yang berasal dari jalan lahir, terasa
keluar sejak pukul 04:00 pagi. Banyaknya air yang rembes keluar diperkirakan
sekitar 2 kali ganti celana dalam, yang keduanya dirasa basah semua. Kemudian
pasien merasa kencang kencang pada rahimnya, tetapi kencang kencang hanya
terasa sebentar sebentar dan tidak teratur. Setelah itu, pasien mengaku baru
datang ke bidan pada pukul 09:00 pagi, di tempat bidan kencang kencang dirasa
semakin sering. Terdapat lendir (+), tetapi tidak ada darah (-).

18

Keluhan keluar air rembes dari jalan lahir sejak pukul 04.00 dan tidak
segera diikuti dengan adanya tanda tanda persalinan merupakan gejala adanya
ketuban pecah dini.
OBYEKTIF
TFU

: 30 cm

o Tinggi fundus uteri sesuai dengan usia kehamilan pasien.


DJJ

: 158, reguler
o Menandakan janin dalam kondisi baik.

Leopold I

: massa bulat, lunak , tidak lenting

Leopold II

: massa panjang, keras teraba di sebelah kiri

Leopold III

: massa bulat, keras, melenting

Leopold IV

: kepala sudah masuk PAP, divergen

o Mengetahui letak dan presentasi janin. Didapatkan letak janin


memanjang dengan presentasi kepala.
Inspeksi : Lendir (+), darah (+)
Palpasi

: Tidak teraba pembesaran kelenjar, Nyeri tekan (-)

Inspekulo : Tidak dilakukan


o Seharusnya

pemeriksaan

inspekulo

dilakukan

untuk

dapat

membantu penegakkan diagnosis dari ketuban pecah dini. Karena


pada ketuban pecah dini dapat ditemukkan adanya pooling cairan
di vagina atau kebocoran cairan dari leher rahim, yang pada
pemeriksaan mikroskopis didapatkan gambaran pakis ferning
dari cairan yang dikeringkan, dan didapatkan alkalinitas cairan
yang ditentukan oleh kertas Nitrazine.
Vaginal Touche

: Pembukaan 3 cm, Penipisan 75%, Tebal, Lunak,

Kulit ketuban (-), Air ketuban tidak mengalir, Lendir (+), Darah (+)
o Seharusnya pemeriksaan vaginal touch tidak boleh dilakukan pada
pasien yang diduga terdapat ketuban pecah dini. Karena dapat
meningkatkan risiko terjadinya infeksi intrauterin.

19

o Vaginal touch juga dilkukan untuk menilai skor Bishop sebagai


prediksi keberhasilan induksi persalinan. Jika didapatkan skor
Bishop kurang dari 4, dapat dilakukan preinduksi pematangan
serviks dengan terapi farmakologik seperti prostaglandin E2
(dinoprostone)

atau prostaglandin E1 (misoprostol). Preinduksi

juga dapat dilakukan dengan teknik mekanik seperti kateter


transervikal, dilator serviks higroskopis, dan stripping membran.
o Pemeriksaan lainnya yang harus dilakukan adalah pemeriksaan
USG, selain untuk memastikan usia kehamilan, untuk mengetahui
letak dan presentasi janin, serta untuk mengetahui jumlah air
ketuban setelah terjadinya ketuban pecah dini.
ASSESSMENT
G1P0A0, 21 tahun, Usia Kehamilan 38 minggu, Janin tunggal hidup intrauterine,
Presentasi Kepala, dengan Ketuban Pecah Dini 15 jam, in partu Kala I fase laten

PLANNING
PENATALAKSANAAN (27 November 2013)

Infus RL

Antibiotik Ceftriaxon / 12 jam


o Merupakan antibiotik spektrum luas sebagai profilaksis untuk
menurunkan risiko terjadinya infeksi intrauterin.

Dexamethason 3 ampul (ekstra)


o Diberikan untuk mempercepat kematangan paru paru janin, akan
tetapi, pemberian kortikosteroid diberikan pada ketuban pecah dini
dengan usia kehamilan prematur (24 27 minggu).

Induksi Persalinan : Piton Drip Oksitosin 5 IU 12 tetes per menit


o Ketuban pecah dini merupakan salah satu indikasi untuk
dilakukannya induksi persalinan. Penilaian skor Bishop dilakukan

20

sebelum memulai induksi persalinan untuk memprediksi akan


keberhasilan induksi. Induksi persalinan dengan memberikan
oksitosin infusan khas yang terdiri dari 10 atau 20 unit atau 10.000
sampai 20.000 mU dicampur menjadi 1000 mL dalam larutan
Ringer laktat. Campuran ini berarti bahwa terdapat 10 atau 20 mU
konsentrasi oksitosin permililiter. Dosis efektif maksimal oksitosin
untuk tercapainya kontraksi yang memadai dalam semua kasus
tidak diketahui secara pasti. Oksitosin memiliki struktur asam
amino homolog mirip dengan arginin vasopressin. Dengan
demikian,

tidak

mengherankan,

oksitosin

memiliki

efek

antidiuretik yang signifikan dan ketika pemberian pada infus 20


mU/menit atau lebih, bersihan air ginjal menurun tajam. Jika
dilakukan pemberian cairan dalam jumlah yang cukup banyak
bersama dengan oksitosin, keracunan air dapat menyebabkan
kejang, koma, dan bahkan kematian.

PENATALAKSANAAN SETELAH BAYI LAHIR (28 November 2013)

Methylergometrine 3 x 1
o Merupakan uterotonika yang diberikan untuk meningkatkan
kontraksi uterus, agar mempercepat penghentian perdarahan akibat
proses persalinan dan juga mempercepat involusi uterus pada masa
nifas.

Asam Mefenamat 3 x 1
o Merupakan analgetik yang diberikan untuk mengurangi rasa nyeri.

21

DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, F. Gary. 2006. Obstetri William. Jakarta: Penerbit Buku EGC
Wiknjosastro Hanifa, Saifuddin Abdul Bari, Rachimhadhi Trijatmo. 2008. Ilmu
kandungan. Edisi kedua. Cetakan keenam. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

22

Anda mungkin juga menyukai