Anda di halaman 1dari 9

Langkah – langkah perencanaan tebal perkerasan lentur (Flexible Pavement) “Metode

Pt T-01-2002-B” yang diadopsi dari Metode AASHTO 1993

a. Menentukan Indeks Permukaan Awal (IPo) yaitu kinerja struktur perkerasan


dengan menggunakan table khusus untuk jenis pekerjaan yang dipergunakan
untuk lapis permukaan.
b. Menentukan Indeks Permukaan Akhir (IPt) sesuai Metode Pt T-01-2002-B
yang mempunyai lebih banyak pilihan nilai dibandingkan dengan Metode
AASHTO 1993.
c. Mengasumsikan nilai SN yang digunakan untuk menentukan angka ekivalen.
d. Menentukan angka ekivalen setiap jenis kendaraan dengan terlebih dahulu
menentukan angka ekivalen masing – masing sumbu.
e. Menentukan faktor distribusi arah (DA) jika volume lalulintas yang tersedia
dalam 2 arah DA berkisar antara 0,3 – 0,7. Untuk perencanaan pada umumnya
diambil nilai DA senilai 0,5.
f. Menentukan faktor distribusi lajur (DL) yaitu faktor distribusi ke lajur rencana.
g. Menghitung lintas ekivalen selama umur rencana (W18).
h. Menentukan Reabilitas atau Reability, tingkat reabilitas tinggi akan
menunjukkan jalan melayani lalu lintas paling banyak, sedangkan tingkat yang
paling rendah yaitu 50% menunjukkan jalan lokal.
i. Menentukan MR tanah dasar berdasarkan korelasi dengan nilai CBRsegmen.
j. Menentukan nilai SN (inci) dengan menggunakan nomogram, nilai SN harus
sama dengan SN yang telah diasumsikan diawal, apabila nilai SN belum sama
maka langkah perencanaan diulang kembali mulai dari asumsi nilai SN.
k. Menentukan nilai koefisien drainase lapis pondasi dan lapis pondasi bawah.
l. Menentukan tebal minimum masing – masing perkerasan.
Gambar. Diagram Alir Metode Pt T-01-2002-B, Mengikiti AASHTO 1993
(Sumber : Pt T-01-2002-B)
Langkah – langkah perencanaan tebal perkerasan lentur (Flexible Pavement) “Metode
Pt T-01-2002-B” yang diadopsi dari Metode AASHTO 1993

1. Menentukan Indeks Permukaan


Indeks permukaan menyatakan nilai ketidakrataan dan kekuatan perkerasan yang
berhubungan atau berkaitan dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat. IP
merupakan skala penilaian kinerja struktur perkerasan jalan yang memiliki rentang antara
angka 1 sampai 5. Angka 5 menunjukan fungsi pelayanan yang sangat baik dan angka 1
menunjukan fungsi pelayanan yang sangat buruk. Jenis indeks permukaan terbagi menjadi
dua, yaitu:
a. Menentukan Indeks Permukaan Awal (IPo)
Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana perlu diperhatikan
jenis lapis permukaan perkerasan pada awal umur rencana. Sesuai dengan tabel 2.7
Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IPo),

Tabel 2.7 Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IPo)

Jenis Lapis Permukaan IPo Roughness* (IRI, m/km)


Laston ≥4 ≤1,0
3,9-3,5 >1,0
Lasbutag 3,9-3,5 ≤2,0
3,4-3,0 >2,0
Lapen 3,4-3,0 ≤3,0
2,9-2,5 >3,0
(Sumber: Pt-T-01-2002-B)
IP merupakan skala penilaian kinerja struktur perkerasan jalan yang memiliki rentang
antara angka 1 sampai 5. Angka 5 menyatakan fungsi pelayanan yang sangat baik dan
angka 1 menyatakan fungsi pelayanan yang sangat buruk.
b. Menentukan Indeks Permukaan Akhir (IPt)
Dalam menentukan indeks permukaan pada akhir umur rencana, perlu
dipertimbangkan faktor – faktor klasifikasi fungsional jalan sebagaimana telah
diperlihatkan pada table 2.8
Tabel 2.8 Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana (IPt)

Fungsi Jalan
Lokal Kolektor arteri Tol
1-1,5 1,5 1,5-2 -
1,5 1,5-2 2 -
1,5-2 2 2-2,5 -
- 2-2,5 2,5 2,5
(Sumber: Pt-T-01-2002-B)
Nilai IPt yang tersedia pada metode ini berbeda dengan Metode AASHTO 1993,
karena pada Metode AASHTO 1993 hanya memiliki 3 nilai yaitu 2,0;2,5; dan 3.
Sedangkan untuk metode Pt T-01-2002-B memiliki nilai yang bervariasi antara
1,0;1,5;2,0; atau 2,5.

2.Asumsi Nilai Struktural Number (SN)


Struktural Number adalah angka yang menunjukan nilai struktur perkerasan jalan.

3. Menentukan Angka Ekivalen Setiap Jenis Kendaraan


Jenis setiap kendaraan memiliki minimal dua sumbu, yaitu sumbu depan disebut juga
sumbu kendali, dan sumbu belakang atau sumbu penahan beban. Masing- masing sumbu
dilengkapi satu, dua atau tiga roda, yang apabila sumbu dilengkapi dengan satu roda disebut
dengan sumbu single atau tunggal, apabila dilengkapi dengan dua roda disebut sumbu
tandem atau ganda dan apabila dilengkapi dengan 3 roda disebut sumbu triple. Sebagai usaha
mempermudah untuk membedakan berbagai jenis kendaraan maka dalam proses perencanaan
digunakan kode angka dan simbol.
Untuk pelaksanaan tebal perkerasan jalan beban yang diperhitungkan adalah beban
yang mungkin terjadi selama umur rencana atau masa pelayanan jalan. Beban lalu lintas
rencana tidak selalu sama dengan beban lalu lintas maksimum. Perencanaan dengan
menggunakan beban maksimum akan menghasilkan tebal perkerasan yang tidak ekonomis,
tetapi perencanaan berdasarkan beban yang lebih kecil dari beban rata – rata yang digunakan
akan menyebabkan struktur perkerasan mengalami kerusakan sebelum masa pelayanan habis.
Oleh sebab itu, perencanaan beban lalu lintas yang digunakan tidak menggunakan beban
maksimum masing – masing jenis kendaraan.

4.Menentukan Faktor Distribusi Arah (DA)


Faktor distribusi arah dapat ditentukan apabila volume lalu lintas yang tersedia dalam
2 arah. Nilai DA berkisar antara 0,3-0,7. Untuk perencanaan umumnya diambil nilai DA
sama dengan 0,5 kecuali pada kasus khusus dimana kendaraan berat cenderung menuju
satu arah tertentu atau pada kasus dimana diperoleh data volume lalu lintas untuk masing –
masing arah.
5.Menentukan Faktor Distribusi Lajur (DL)
Faktor distribusi lajur yaitu faktor distribusi ke lajur rencana. Sesuai dengan Tabel 2.9
yang menunjukan faktor distribusi lajur untuk jumlah lajur perarah sama dengan 1 adalah
100% sumbu standar dalam lajur rencana atau DL = 1.
Tabel 2.9 Faktor Distribusi Lajur (DL)

Jumlah Lajur Per Arah Persen Sumbu Standar Dalam Lajur


Rencana
1 100
2 80-100
3 60-80
4 50-75
(Sumber: Pt-T-01-2002-B dan AASHTO 1993)

6.Menghitung Repetisi Beban Selama Umur Rencana (W18)


Untuk mendapatkan nilai W18 sebelumnya dicari terlebih dahulu nilai tingkat
pertumbuhan lalu lintas (i), nilai Lintas Harian Rata-rata (LHR) dan faktor umur rencana (N).
Setelah itu baru dapat menghitung nilai repetisi beban selama umur rencana dengan rumus
berikut ini :

W18 = E kendaraan x LHRi x DA x DL x 365 x N

7.Menentukan Nilai Reliabilitas


Konsep reliabilitas merupakan suatu upaya untuk menyertakan derajat ketidakpastian
kedalam proses perencanaan untuk menjamin berbagai macam alternatif perencanaan akan
bertahan selama selang waktu yang direncanakan.

Tabel 4.8 Nilai Reliabilitas Sesuai Fungsi Jalan


Rekomendasi Tingkat Reliabilitas
Fungsi Jalan
Perkotaan Antar Kota
Bebas hambatan 85-99,9 80-99,9
Arteri 80-99 75-95
Kolektor 80-95 75-95
Lokal 50-80 50-80

(Sumber: AASHTO, 1993)

Untuk perencanaan diambil nilai tengah,karena dengan peningkatan volume lalu lintas
dan kesulitan untuk mengalihkan lalu lintas, maka resiko yang tidak menunjukkan kinerja
yang diharapkan haruslah ditekan. Hal ini dapat diatasi dengan memilih reliabilitas yang
tinggi sebab perencana perlu mempertimbangkan berbagai faktor resiko kesalahan ketika
memilih R dalam proses perencanaan tebal perkerasan.
Deviasi Standar (So) adalah deviasi standar keseluruhan dari distribusi normal
sehubungan dengan kesalahan yang terjadi pada perkiraan lalu lintas dan kinerja perkerasan.

Tabel 4.9 Nilai Reliabilitas, ZR, dan FR

(Sumber: WSDOT, 1995)


Reliabilitas kinerja perencanaan dikontrol dengan faktor reliabilitas (FR) yang
dikalikan dengan perkiraan lalulintas (W18) selama umur rencana untuk memperoleh
prediksi kinerja (W18) dengan rumus sebagai berikut:
W18 = FR x W18

8.Menentukan Daya Dukung Tanah Dasar


Daya dukung lapisan tanah dasar diukur dengan korelasi dari nilai empiris hasil
penetrometer konus dinamis (Dynamic Cone Penetrometer) yang dikenal dengan DCP. Dari
hasil test DCP akan didapat nilai CBR segmen jalan dan akan dikorelasikan menjadi nilai MR
untuk tanah dasar.Langkah yang harus dilakukan yaitu :
A. Analisa Data CBR,untuk mendapatka nilai CBR rata-rata tanah dasar 90%.
B. Menentukan Nilai Modulus Resilient (MR) Masing – Masing Lapisan
Dari nilai CBR dikorelasikan Menjadi MR yang berperan sebagai parameter
penunjuk daya dukung lapisan tanah dasar atau subgrade menggantikan nilai CBR
yang selama ini digunakan dengan rumus dibawah ini :
MR = 1500 (CBR), MR dalam psi

9.Mencari Nilai SN dengan Nomogram Penentu Nilai SN


Angka Struktural Number (SN) yang diperoleh dengan nomogram harus sama dengan
SN yang asumsikan. Jika SN yang diperoleh tidak sama, maka langkah diulang kembali
mulai dari asumsi SN sampai ditemukan SN hasil hitungan.
Cara menggunakan nomogram penentu nilai SN adalah :
a. Tarik garis lurus antara nilai Reliabilitas dengan nilai Standar Deviation So
menuju garis bantu pertama.
b. Digaris bantu akan ditemukan titik potong dari penarikan garis pertama.
c. Tarik kembali garis lurus dari garis bantu pertama menuju garis W18 dan
diteruskan menuju garis bantu kedua yang akan membentuk titik potong yang
kedua.
d. Dari titik potong kedua tarik garis lurus menuju garis Modulus Resilient MR
dengan satuan psi dirubah menjadi ksi. Teruskan garis lurus menuju grafik
nilai SN dan akan membentuk titik potong yang ketiga.
e. Pilih nilai ΔPSI dan tarik garis lurus mendatar dari titik potong ketiga menuju
grafik nilai ΔPSI, dan akan terbentuk titik potong yang keempat, yang mana
ΔPSI = IPo – Ipt.
f. Setelah terbentuk titik potong yang keempat tarik garis vertical kebawah dan
akan menghasilkan angka SN dari nomogram.
Untuk penggunaan nomogram dapat dilihat pada lampiran.
10.Menentukan Koefisien Drainase
Pengaruh kualitas drainase dalam proses perencanaan tebal lapisan perkerasan
dinyatakan dengan koefisien drainase (m).
Tabel 4.12 Koefisien Drainase (m)
Persen Waktu Struktur Perkerasan
Air Hilang Kualitas
Dipengaruhi oleh Kadar Air yang
Dalam Drainase
Mendekati Jenuh

<1% 1-5% 5-25% >25%


Baik
2 jam 1,4-1,35 1,35-1,3 1,3-1,2 1,20
sekali

1 hari Baik 1,35-1,25 1,25-1,15 1,15-1 1


1 minggu sedang 1,25-1,15 1,15-1,05 1-0,80 0,80
1 bulan Jelek 1,15-1,05 1,05-0,80 0,8-0,6 0,60
Air tidak Jelek
1,05-0,95 0,95-0,75 0,75-0,4 0,40
mengalir sekali

(Sumber: AASHTO, 1993)

11.Menentukan Tebal Minimum Masing – Masing Perkerasan


Komposisi lapisan yang direncanakan dalam perencanaan perkerasaan lentur metode
Pt T-01-2002-B ini adalah sebagai berikut :
a. Lapis Permukaan/Surface (AC-base dan AC-WC beton aspal)
b. Lapis Pondasi/Base Batu Pecah Kelas A (lapis pondasi beraspal)
c. Lapis Pondasi Bawah/Subbase Sirtu Kelas B (lapis pondasi granular)
Untuk mencari nilai SN1 digunakan nilai MR = EBS, dengan nilai R, So, W18, dan
ΔPSI, yang mana nilai – nilai ini sama dengan nilai untuk mencari SN nomogram yang
dijadikan SN3 namun hanya nilai MR nya saja yang berbeda. Untuk mencari SN2 digunakan
MR berikutnya. Untuk penggunaan nomogram dapat dilihat pada lampiran.
Tebal minimum setiap lapis perkerasan ditentukan berdasarkan mutu daya dukung
lapis dibawahnya. Tebal minimum masing – masing lapisan perkerasan dapat ditentukan
dengan rumus sebagai berikut :
1
D1* ≥
1

SN1* = a1 . D1* ≥ 1
2- 1
D2* =
2 2

SN2* = a2.m2.D2*

SN1* + SN2* ≥ SN2


3 - 1 2
D3* =
3 3

Catatan : Tanda * menunjukkan tebal minimal yang digunakan untuk lapis permukaan (D1*), lapis pondasi
(D2*), lapis pondasi bawah (D3*).

Anda mungkin juga menyukai