Anda di halaman 1dari 18

REFRESHING

KEGAWATDARURATAN UROLOGI

Oleh:

Adeta Yuniza M

2015730002

Pembimbing:

Dr. Gatot, Sp.B

STASE ILMU BEDAH

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SEKARWANGI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2020
KEGAWATDARURATAN UROLOGI

1.1 KEDARURATAN UROLOGI TRAUMA

1.1.1 Trauma (Ruptur) Ginjal

Merupakan trauma yang paling sering terjadi. Sekitar 8-10% dengan

trauma tumpul atau trauma abdominal. Laserasi ginjal dapat menyebabkan

perdarahan dalam rongga peritoneum.7,8

Gambar 2.1. Trauma ginjal

Etiologi

Sebagian besar akibat trauma tumpul. Secara umum, trauma ginjal dibagi dalam

tiga kelas :

 Laserasi ginjal

 Kostusio ginjal, dan

 Trauma pembuluh darah ginjal. 7,8

Laboratorium 

Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah:


 Urinalisis (kekeruhan, warna, pH urin, protein, glukosa dan sel-sel)

 Dapat disarankan pemeriksaan mikroskopik jika hematuria tidak ada,. 7,8

Radiologi

Foto polos abdomen, pielografi intravena, urografi retrograde, arteriografi

translumbal, angiografi renal, tomografi, sistografi, computed tomography (CT-

Scan), dan nuclear Magnetic resonance (NMR). 7,8

Penatalaksaan

  Prinsipnya untuk resusitasi pasien, mencegah gejala-gejala darurat dan

penanganan komplikasi.

 Analgesik dibutuhkan untuk mengurangi rasa sakit.

 Hospitalisasi dibutuhkan karena resiko perdarahan tertutup dari trauma

ginjal.

 Perdarahan yang cukup berat membutuhkan pembedahan (nefrektomi)

untuk mengontrol perdarahan dan drainase pada ruang sekitar ginjal.

Kadang-kadang angio-embolisasi dapat menghentikan perdarahan.

 Pengobatan non-bedah istirahat selama 1-2 minggu

 Diimbangi dengan diet pada penanganan gagal ginjal. 7,8

1.1.2 Trauma Buli-buli

Merupakan keadaan darurat bedah yang memerlukan penatalaksanaan segera,

bila tidak dapat menimbulkan komplikasi seperti perdarahan hebat, peritonitis dan

sepsis. 8,9
Gambar 2.2. Trauma buli-buli

Etiologi

 Trauma tumpul pada panggul

 Trauma tembus (luka tembak dan luka tusuk oleh senjata tajam)

 Cedera iatrogenik (pascaintervensi bedah dari ginekologi, urologi, dan

operasi ortopedi di dekat kandung kemih)

 Patah tulang panggul dapat menusuk kandung kemih.

 Trauma obstetrik pada saat melahirkan. 10

Klasifikasi 10

a. Ruptur ekstaperitoneal kandung kemih.

Ruptur ekstraperitoenal biasanya berhubungan dengan fraktur panggul (89%-

100%). Mekanisme cidera diyakini dari perforasi langsung oleh fragmen tulang

panggul.

b. Ruptur kandung kemih intraperitoneal.

Digambarkan sebagai masuknya urine secara horizontal kedalam kompartemen

kadung kemih.

Penatalaksaan10

1.      Atasi syok dan perdarahan.


2.      Istirahat baring sampai hematuri hilang.

3.      Bila ditemukan ruptur vesica urinaria intra peritoneal dilakukan laparatomi.

1.1.3 Trauma Penis

Fraktur penis adalah ruptura tunika albuginea korpus kavernosum penis

yang terjadi pada saat penis dalam keadaan ereksi. 8,9

Gambar 2.3. Fraktur Penis

Etiologi

Ruptura ini dapat disebabkan karena dibengkokkan sendiri oleh pasien

pada saat masturbasi, dibengkokkan oleh pasangannya, ruptur tunika albuguinea,

atau tertekuk secara tidak sengaja pada saat hubungan seksual, cedera atau

jauh.10,11

Diagnosis

 Pasien biasanya rasa sakit

 Perubahan warna dan pembengkakan pada batang penis.

 Jika fasia Buck terganggu, hematom dapat memperluas ke skrotum,

perineum, dan daerah suprapubik yang membengkak.10,11


Penatalaksaan

Eksplorasi ruptura dengan sayatan sirkumsisi, kemudian dilakukan

evakuasi hematoma. Selanjutnya dilakukan penjahitan pada robekan tunika

albuginea. 10,11

1.2 KEDARURATAN UROLOGI NON TRAUMA

1.2.1. Urosepsis

Urosepsis adalah infeksi sistemik yang berasal dari infeksi di traktus

urinarius sehingga menyebabkan bakteremia dan syok septik.1 

Tabel 2.1. Penyebab dan kelainan struktur traktus urinarius yang berhubungan

dengan sepsis12

Obstruksi Kongenital: striktur uretra, fimosis, ureterokel

Didapat: hipertrofi prostat, tumor traktus urinarius,

trauma,
Instrumentasi Kateter ureter, stent ureter, nephrostomy tube
Impaired voiding Neurogenic bladder, sistokel,
Abnormalitas metabolik Nefrokalsinosis, diabetes, azotemia
Imunodefisiensi Pasien dengan obat-obatan imunosupresif

Etiologi

Golongan kuman coliform gram negatif seperti Eschericia

coli(50%), Proteus spp (15%), Klebsiella dan Enterobacter (15%),

danPseudomonas aeruginosa (5%). Bakteri gram positif juga terlibat tetapi

frekuensinya lebih kecil yaitu sekitar 15%. 12

Diagnosis

Dari anamnesa:
 Demam, panas badan dan menggigil

 Nyeri pinggang, kolik

 Benjolan diperut atau pinggang

 Hipotensi

 Polakisuria dan disuria 12,13

Pada pemeriksaan fisik yang ditemukan :

 Takipneu

 Takikardi

 Demam 38-40 C

 Sepsis yang telah lanjut memberikan gejala atau tanda-tanda berupa

gangguan fungsi organ tubuh, antara lain gangguan pada fungsi

kardiovaskuler, ginjal, pencernaan, pernapasan dan susunan saraf pusat.12

Pemeriksaan laboratorium :

 Lekositosis, lekosituria dan bakteriuria.12,14

 Harus dibuktikan bahwa bakteri yang berada dalam darah (kultur darah)

sama dengan bakteri yang ada dalam saluran kemih (kultur urin) untuk

menegakkan diagnosis urosepsis.

 Kultur urin dengan test kepekaan antibiotika untuk menentukan jenis

antibiotika yang diberikan. 


Pemeriksaan roentgen:

 Foto polos abdomen. Membantu menunjukkan adanya kalsifikasi,

perubahan posisi dan ukuran dari batu saluran kemih yang mungkin

merupakan fokus infeksi. Perhatikan adanya bayangan radio opak

sepanjang traktus urinarius, kontur ginjal dan bayangan/garis batas

muskulus psoas.

 Pemeriksaan pyelografi intravena (IVP) dapat memberikan data yang

penting dari kaliks, ureter, dan pelvis yang penting untuk menentukan

diagnosis adanya refluk nefropati dan nekrosis papilar.

 USG sangat membantu menentukan adanya obstruksi dan juga dapat untuk

membedakan antara hidro dan pyelonefrosis bila pemeriksaan IVP tidak

dapat dikerjakan karena kreatinin serum terlalu meningkat.

 Dapat dilakukan pemeriksaan CT scan dan MRI.14

Penatalaksanaan

Pada prinsipnya penanganan terdiri dari:12,13

1. Penanganan gawat (syok) ; resusitasi ABC

2. Pemberian antibiotika

Golongan aminoglikosida (gentamisin, tobramisin atau amikasin) golongan

ampicilin dengan asam klavulanat atau sulbaktam, golongan sefalosforin generasi

ke III (Sefalosforin generasi ke-3 diberikan 2 gr dengan interval 6-8 jam dan

untuk golongan cefoperazone dan ceftriaxone dengan interval 12 jam). 12

3. Resusitasi cairan dan elektrolit


Bila Hipotensi atau syok (tensi <>2O dan diberikan larutan kristaloid

dengan kecepatan 15-20 ml/menit.14

2. Bila K serum 7 meq/L atau bila Kreatinin serum > 10 mg%, BUN > 100

mg% atau terdapat edema paru lebih perlu dilakukan hemodialisa.

3. Drainase bila terdapat timbunan nanah misalnya pyonefrosis atau

hidronefrosis berat (derajat IV).

4. Tindakan definitif (penyebab urologik).13

1.2.3 Retensi Urine

Retensi urin adalah ketidakmampuan seseorang untuk mengeluarkan urin

yang terkumpul didalam buli-buli sehingga kapasitas maksimal dari buli-buli

terlampaui. Adapun kapasitas maksimal pada dewasa adalah 400-500 cc.12

Adapun penyebab retensi urine antara lain:12,13

A. Kelemahan detrusor

Cedera/gangguan pada medula spinalis atau kerusakan saraf perifer

B. Gangguan koordinasi detrusor-sfingter (dis-sinergi)

C. Hambatan/obstruksi uretra : kelainan kelenjar prostat (BPH, Ca), striktura

uretra, batu uretra, kerusakan uretra (trauma), fimosis, parafimosis, gumpalan

darah di dalam buli-buli (clot retention) dll.

Gambaran klinis

 Kencing keluar sedikit-sedikit.


 Tampak benjolan pada perut bagian bawah disertai dengan rasa nyeri yang

hebat.12

Pemeriksaan pada genitalia eksterna:

 Mungkin teraba batu di uretra anterior, meatus uretra eksternum

 Teraba spongiofibrosis di sepanjang uretra anterior

 Terlihat fistel atau abses di uretra

 Fimosis/parafimosis

 Terlihat darah keluar dari uretra akibat cedera uretra.

Pemeriksaan colok dubur untuk mencari adanya :

 Hiperplasia prostat/karsinoma prostat, dan

 Pemeriksaan refleks bulbokavernosus untuk mendeteksi adanya buli-buli

neurogenik.12

Pemeriksaan radiologi:

 Foto polos perut menunjukkan bayangan buli-buli penuh, mungkin terlihat

bayangan batu opak pada uretra atau pada buli-buli.

 Uretrografi tampak adanya striktur uretra.12

Penatalaksanaan

Urin dapat dikeluarkan dengan cara kateterisasi, sistotomi, atau pungsi

suprapubik.12
1.2.4 Hematuria

Hematuria berarti didapatkannya sel darah merah pada urine, pada

umumnya dikategorikan baik gross maupun mikroskopik. Untuk mikroskopik

hematuria dikatakan apabila didapatkan >3 s/d 5 sel darah merah/lapang

pandang.12 Gross hematuria jika didapatkan darah atau bekuan darah berwarna

merah berasal dari perdarahan di ureter/ginjal, buli-buli dan prostat.

Hematuria dapat disebabkan oleh faktor renal (infeksi, trauma, batu), buli

(infeksi, batu, tumor, trauma), urethra (trauma, benda asing, instrumentasi),

prostat (infeksi, BPH, kanker prostat). 12

Diagnosis

Diagnosis pada saat awal adalah dengan memastikan adanya sel darah
12
merah pada urine. Dari anamnesis dicari penyebab hematuria perlu digali data

yang terjadi pada saat episode hematuri, antara lain : bagaimanakah warna urine

yang keluar?, apakah diikuti dengan keluarnya bekuan-bekuan darah? apakah

diikuti dengan perasaan sakit?.12

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik:

 Perlu diperhatikan adanya hipertensi. Syok hipovolemik dan anemia

mungkin disebabkan karena banyak darah yang keluar. 13 

 Palpasi bimanual pada ginjal perlu diperhatikan adanya Pembesaran ginjal

akibat tumor, obstruksi, ataupun infeksi ginjal.

 Colok dubur dapat memberikan informasi adanya BPH maupun Ca

prostat.12
Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

 Pemeriksaan urinalisis untuk tahu hematuria yang disebabkan oleh faktor

glomeruler ataupun non glomeruler.

 Pada pemeriksaan pH urine jika didapat sangat alkalis menandakan adanya

infeksi organisme pemecah urea di dalam saluran kemih, sedangkan pH

urine yang sangat asam dapat berhubungan dengan batu asam urat.

 Sitologi urine untuk mencari kemungkinan adanya keganasan sel-sel

urotelial.

Radiologi

 IVP dapat mengungkapkan adanya batu saluran kemih, kelainan bawaan

saluran kemih, tumor-tumor urotelium, trauma saluran kemih, dll.

 USG berguna untuk melihat adanya massa yang solid atau kistus, batu non

opak, bekuan darah pada buli-buli/pielum, dan untuk mengetahui adanya

metastasis tumor di hepar.

 Sistoskopi atau sisto-uretero-renoskopi dikerjakan jika pemeriksaan

penunjang di atas belum dapat menyimpulkan penyebab hematuria.12

Penatalaksanaan

 Jika terdapat menimbulkan retensi urine lakukan kateterisasi dan

pembilasan buli-buli dengan memakai cairan garam fisiologis


 Jika tindakan ini tidak berhasil, pasien dirujuk untuk menjalani evakuasi

bekuan darah transuretra dan sekaligus menghentikan sumber perdarahan.

 Pemberian transfusi darah ( eksanguinasi yang menyebabkan anemia)

 Antibiotika jika terjadi infeksi.12

1.2.5 Torsio Testis

Torsio testis terjadi karena testis terputar di dalam skrotum sehingga

terjadi obstruksi aliran darah arteri dan vena testis.15

Gambar 2.4. Torsio testis

Gambaran Klinis

Gejala utama dari torsio testis :

 Nyeri testis hebat dan mendadak diikuti pembengkakan pada testis.

 Nyeri pada skrotum bisa menjalar ke inguinal dan perut bagian bawah.

 Nyeri perut bagian bawah atau di pinggang.

 Mual, muntah dan panas badan.12


Penatalaksanaan

Penatalaksanaan torsio testis dapat dilakukan dengan:12,13

1. Detorsi Manual

Yaitu mengembalikan posisi testis ke asalnya dengan jalan memutar testis ke

arah berlawanan dengan arah torsio.

2. Operasi

Orchidektomi atau orchidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos dan

dianjurkan orchidopeksi pada testis kontralateral jika testis masih viable.12

1.2.6 Priapismus

Adalah ereksi berkepanjangan tanpa disertai hasrat seksual dan sering

disertai rasa nyeri. Menurut etiologinya, priapismus primer (idiopatik) dan

priapismus sekunder dapat disebabkan oleh kelainan pembekuan darah, trauma

perineum/genitalia, obat-obatan (alkohol, psikotropik, antihipertensi) dan injeksi

intrakavernosa.13

Gambar 2.5. Priapismus

Dibedakan 2 jenis priapismus yaitu:13

1. “Low-flow” (statis=Ischemic) berupa ereksi berkepanjangan dan diikuti rasa

nyeri.
2. “High-Flow” (non-ischemic) yang sering tanpa rasa nyeri

Diagnosis

 Batang penis yang tegang

 Doppler Sonografi adanya pulsasi a.kavernosa

 Aanalisa gas darah untuk membedakan jenis “ischemic” atau “non

ischemic”.13

Penatalaksanaan

Prinsipnya adalah sesegera mungkin mengeluarkan darah yang ada di korpora

kavernosa.13

1. Konservatif. (hidrasi yang baik, enema dengan es saline, kompres pada

skrotum atau penis)

2. Aspirasi dan irigasi intrakavernosa, aspirasi darah intrakavernosa saja atau

kemudian disusul irigasi (instilasi) zat adrenergik yang diencerkan.

3. Jalan pintas (shunting) dari kavernosa, pada priapismus veno-oklusive

(static) atau yang gagal dengan terapi medikamentosa/aspirasi. 13

1.2.7 Parafimosis

Prepusium penis yang diretraksi sampai di sulkus koronarius tidak dapat

dikembalikan pada keadaan semula. Hal ini menyebabkan edema glans

penis dan dirasakan nyeri. 14,15


Gambar 2.6. Parafimosis

Penatalaksanaan

 Dengan teknik memijat glans selama 3-5 menit diharapkan edema

berkurang dan secara perlahan-lahan prepusium dikembalikan pada

tempatnya.

 Jika tidak berhasil dilakukan dorsum insisi dan pasien dianjurkan

untuk menjalani sirkumsisi setelah edema dan proses inflamasi

menghilang,.14,15
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonym. 2007. Urinary Bladder And Urethra – MaleSabiston, David C.

1994. Sistem Urogenital, Buku Ajar Bedah Bagian 2, hal.488. EGC. Jakarta.

2. Sherman, D, Neil. Injury Kidney And Ureter. Desember 2008. hal

290-307.

3. Vierira, Santos, Dos, Marselo., Nascimento, Do, Leite, Vital,

Renata. Surgery: 2003. p. 221-227.

4. Anonim. 2005. Urinary System.: 2000. p.322-331

5. Smith, Kevin, J., Schauberger, Scott, J. Kidney Trauma-Overview.

(online) 21 Februari 2007. (Cited) 22 Desember 2008. 13. Smith, Kevin,

J., Schauberger, Scott, J. Kidney Trauma-Multimedia. (online) 21 Februari

2007. (Cited) 22 Desember 2008.  

6. Budjang, Nurlela. Traktus Urinaria in: Radiologi diagnostik. Fakultas

Kedokteran – Universitas Indonesia. Jakarta : 2006. p.283-293.

7. Faiz, Omar., Moffat, David. Anatomy At A Glance. Blackwell

Science. United Kingdom: 2002. p.48

8. Geehan, M, Douglas., Santucci, A, Richard. Renal Trauma-

Workup. 12 Juni 2006. (Cited) 22 Desember 2008.p.201-210

9. Kawasima, Akira., dkk. Imaging of Renal Trauma: A

Comprehensive Review. (online) 2001. (cited) 22 Desember 2008.  


10. Pretorius, Scott., Siegelman, Evan. Renal MRI in: Body MRI.

Elsevier Saunders. Philadelphia : 2005. p.149-150.

11. Roesma, Jose., Susalit, Endang. Pemeriksaan Penunjang Pada

Penyakit Saluran Kemih In: Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Balai Penerbit

FK-UI. Jakarta : 1996. p.199-200.

12. Jong, Wim De, R. Sjamsuhidayat. 2004. Saluran Kemih Dan Alat

Kelamin Lelaki, Buku Ajar Ilmu Bedah hal.75-763. EGC. Jakarta.

13. Sabiston, David C. 1994.Sistem Urogenital, Buku Ajar Bedah

Bagian 2, hal.463-471. EGC. Jakarta

14. Teichman, Joel. 20 Common Problem in Urology. McGraw-Hill.

Unted States Of America : 2001. p.306-321.

15. Wessells, Hunter. 2005. Urethral Stricture Disease. Accessed:

Anonim. 1992. Striktura Uretra. Dalam: Pedoman Diagnosis Dan Terapi

Ilmu Bedah RSUP Denpasar, hal.99. LAB/ UPF ILMU BEDAH FK

UNUD. Bali.

Anda mungkin juga menyukai