HIPERSOMNIA
HIPERSOMNIA
PENDAHULUAN
Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar saat orang tersebut
dapat dibangunkan dengan pemberian rangsangan sensorik atau rangsangan
lainnya. Manusia mengalami 1/3 dari kehidupannya untuk tidur, namun sangat
diherankan sangat sedikit yang diketahui tentang peran biologi dari tidur dan
hanya sedikit perhatian yang diberikan sampai tahun terakhir ini terhadap
gangguan tidur sebagai penyebab penting dari gangguan kesehatan.1,2
Ganguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering ditemukan
pada penderita yang berkunjung ke praktek. Gangguan tidur dapat dialami oleh
semua lapisan masyarakat baik kaya, miskin, berpendidikan tinggi dan rendah
maupun orang muda, serta yang paling sering ditemukan pada usia lanjut. Pada
orang normal, gangguan tidur yang berkepanjangan akan mengakibatkan
perubahan-perubahan pada siklus tidur biologiknya, menurun daya tahan tubuh
serta menurunkan prestasi kerja, mudah tersinggung, depresi, kurang konsentrasi,
kelelahan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi keselamatan diri sendiri atau
orang lain. Menurut beberapa peneliti gangguan tidur yang berkepanjangan
didapatkan 2,5 kali lebih sering mengalami kecelakaan mobil dibandingkan pada
orang yang tidurnya cukup.4
Salah satu gangguan tidur yang banyak diderita masyarakat adalah
Hypersomnia atau yang lebih dikenal dengan EDS (Excessive Daytime Sleepines)
adalah suatu gejala yang muncul sewaktu waktu dari kecenderungan untuk
mengantuk atau sampai jatuh tertidur disaat intensitas dan ekspektasi untuk tetap
terjaga dan bangun pada saat tersebut.3
Diperkirakan jumlah penderita akibat gangguan tidur setiap tahun semakin
lama semakin meningkat sehingga menimbulkan maslah kesehatan. Di dalam
praktek sehari-hari, kecendrungan untuk mempergunakan obat hipnotik, tanpa
menentukan lebih dahulu penyebab yang mendasari penyakitnya, sehingga sering
menimbulkan masalah yang baru akibat penggunaan obat yang tidak adekuat.
1
Melihat hal diatas, jelas bahwa gangguan tidur merupakan masalah kesehatan
yang akan dihadapkan pada tahun-tahun yang akan datang.2
Berdasarkan Diagnostic And Statictical Manual of Mental Disorders edisi
ke empat (DSM-IV), gangguan tidur atau sleep disorder adalah masalah tidur
yang menyebabkan stres pribadi yang signifikan atau hendaya sosial, pekerjaan
atau peran lain.5
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
dari gelombang campuran alfa, betha dan kadang gelombang theta
dengan amplitudo yang rendah. Tidak didapatkan adanya gelombang
sleep spindle dan kompleks K.4
2. Tidur stadium dua
Pada fase ini didapatkan bola mata berhenti bergerak, tonus otot
masih berkurang, tidur lebih dalam dari pada fase pertama. Gambaran
EEG terdiri dari gelombang theta simetris. Terlihat adanya gelombang
sleep spindle,gelombang verteks dan komplek K.4
3. Tidur stadium tiga
Fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya. Gambaran EEG
terdapat lebih banyak gelombang delta simetris antara 25%-50% serta
tampak gelombang sleep spindle.4
4. Tidur stadium empat
Merupakan tidur yang dalam serta sukar dibangunkan. Gambaran
EEG didominasi oleh gelombang delta sampai 50% tampak gelombang
sleep spindle.4
4
NREM kemudian fase REM pada dewasa muda dengan distribusi fase tidur
sebagai berikut:4
NREM (75%) yaitu stadium 1: 5%; stadium 2 : 45%; stadium 3 : 12%;
stadium 4 : 13%
REM; 25 %.
5
2.2. Hipersomnia
Menurut berdasarkan Diagnostic And Statictical Manual of Mental
Disorders edisi ke lima (DSM-5), ganguan tidur atau sleep disorder adalah
masalah tidur yang menyebabkan stres pribadi yang signifikan atau hendaya
sosial, pekerjaan atau peran lain.5
Hipersomnia adalah suatu keadaan tidur dan serangan tidur disiang hari
yang berlebih yang terjadi secara teratur atau rekuren untuk waktu singkat
dan menyebabkan gangguan fungsi sosial dan pekerjaan.6
6
2. Gangguan tidur yang berhubungan dengan gangguan mental lain,
dan
3. Gangguan tidur lain, khususnya gangguan tidur akibat kondisi medis
umum atau yang disebabkan oleh zat.
7
3. Gangguan tidur berhubungan dengan gangguan kesehatan/psikiatri
a. Gangguan mental
Psikosis, anxietas, gangguan afektif, panik (nyeri hebat), alkohol
b. Berhubungan dengan kondisi kesehatan
Penyakit degeneratif (demensia, parkinson, multiple sklerosis),
epilepsi, status epilepsi, nyeri kepala, post traumatik kepala, stroke.
4. Gangguan tidur yang tidak terklassifikasi
2) Epidemiologi
Gangguan tidur sangat sering terjadi, 40% populasi mempunyai
masalah tidur selama setahun terakhir ini, 10% dapat didiagnosis sebagai
insomnia, 3-4% mempunyai diagnosis hipersomnia.9
Sebanyak 10 orang 132 dilibatkan dalam survei ini. Prevalensi
masalah tidur adalah 56% di Amerika Serikat, 31% di Eropa Barat dan
23% di Jepang. Kebanyakan individu dengan masalah tidur dianggap ini
berdampak pada fungsi mereka sehari-hari, dengan kehidupan keluarga
yang paling terpengaruh dalam sampel Eropa Barat, kegiatan pribadi
dalam sampel AS dan kegiatan profesional dalam sampel Jepang. Hampir
setengah dari individu dengan masalah tidur tidak pernah mengambil
langkah apapun untuk mengatasi mereka, dan mayoritas responden tidak
berbicara dengan dokter tentang masalah mereka. Dari orang-orang yang
telah berkonsultasi dokter, resep obat telah diberikan kepada sekitar 50%
di Eropa Barat dan Amerika Serikat dan 90% di Jepang. 9
Prevalensi gangguan tidur setiap tahun cendrung meningkat, hal ini
juga sesuai dengan peningkatan usia dan berbagai penyebabnya. Kaplan
dan Sadock melaporkan kurang lebih 40-50% dari populasi usia lanjut
menderita gangguan tidur. Gangguan tidur kronik (10-15%) disebabkan
oleh gangguan psikiatri, ketergantungan obat dan alkohol.4
Pada kuisoner dan studi laboratorium, hipersomnia di siang hari
menyerang 0,3-4% pupulasi. Suatu studi pada tahun 1981
memperkirakan di Inggris sebesar 4000 penderita hipersomnia idiopatik.6
8
3) Etiologi
9
bertindak sebagai jam internal, mengatur siklus tidur-bangun,
metabolisme, dan suhu tubuh.
Hipersomnia yang berhubungan dengan depresi dicatat dengan
baik, meskipun insomnia lebih sering terjadi. Beberapa pasien
melaporkan keterkaitan antara serangan tidur dan pengalaman siang hari
yang tidak menyenangkan atau tidak diinginkan. Pada beberapa kasus,
tidak terdapat faktor emosional, psikologis atau pskiatri spesifik yang
dapat diidentifikasi dan istilah idiopatik lalu digunakan untuk
menggambarkan hipersomnia.6
4) Klasifikasi Hipersomnia
Berdasarkan buku PPDGJ-III, terdapat klasifikasi Hipersomnia
Non-organik.7
Berdasarkan International Classification Of Sleep Disorders,
terdapat reccurent hypersomnia, idiopatic hypersomnia dan post-trauma
hypersomnia sedangkan berdasarkan Diagnostic And Statictical Manual
of Mental Disorders edisi ke lima (DSM-5) terdapat hypersomnia
primer.5
5) Gambaran Klinis
a. Hipersomnia Non-organik7
1. Gambaran klinis di bawah ini adalah esensial untuk diagnosis
pasti :
a. Rasa kantuk pada siang hari yang berlebihan atau adanya
serangan tidur/sleep attacks (tidak disebabkan oleh jumlah
tidur yang kurang), dan atau transisi yang memanjang dari
saat mulai bangun tidur sampai sadar sepenuhnya (sleep
drunkenness)
b. Gangguan tidur terjadi setiap hari selama lebih dari 1 bulan
atau berulang dengan kurun waktu yang lebih pendek,
10
menyebabkan penderitaan yang cukup berat dan
mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan
c. Tidak ada gejala tambahan “narcolepsy” (catapelxy, sleep
paralysis, hypnagonic hallucination) atau bukti klinis untuk
“sleep apnoe” (nocturnal breath cessatin, typical intermittent
snoring sounds,etc)
d. Tidak ada kondisi neurologis atau medis yang menunjukkan
gejala rasa kantuk pada sang hari.
2. Bila hipersomnia hanya merupakan salah satu gejala dari
gangguan jiwa lain, misalnya gangguan afektif, maka diagnosis
harus sesuai dengan gangguan yang mendasarinya. Diagnosis
hipersomnia psikogenik harus ditambahkan bila hipersomnia
merupakan keluhan yang dominan dari penderitaan dengan
gangguan jiwa lainnya.
b. Hipersomnia Primer
Hipersomnia primer terdapat pada 5% populasi dewasa, pria dan
wanita mempunyai kemungkinan sakit yang sama. Yang dimaksud
dengan hipersomnia primer adalah tidur yang berlebihan atau terjadi
serangan tidur ataupun perlambatan waktu bangun. Hipersomnia
mungkin merupakan akibat dari penyakit mental, penyakit organik
(termasuk obat-obatan) atau idiopatik. Gangguan ini merupakan
kebalikan dari insomnia. Seringkali penderita dianggap memiliki
gangguan jiwa atau malas. Penderita hipersomnia membutuhkan
waktu tidur lebih dari ukuran normal. Pasien biasanya akan tidur
siang sebanyak 1-2 kali per hari, dimana setiap waktu tidurnya
melebihi 1 jam. Meski banyak tidur, mereka selalu merasa letih dan
lesu sepanjang hari. Gangguan ini tidak terlalu serius dan dapat
diatasi sendiri oleh penderita dengan menerapkan prinsip-prinsip
manajemen diri. Polysomnography memperlihatkan penurunan
11
gelombang delta, peningka-tan kesadaran, dan pengurangan masa
laten REM pada pasien dengan hipersomnia primer.11,12
6) Diagnosis
Sebelum mencari diagnosa penyebab suatu gangguan tidur,
sebaiknya ditentukan terlebih dahulu jenis dan lamanya gangguan tidur
(duration of sleep disorder), dengan mengetahui jenis dan lamanya
gangguan tidur, selain untuk membantu mengidentifikasi penyebabnya,
juga dapat memberikan pengobatan yang adekuat.4
Pada saat pemeriksaan pasien mengeluh nyeri kepala di pagi hari,
tidak segar saat bangun, masalah dengan fungsi mental atau emosional,
mengantuk berlebihan pada siang hari, dan kelelahan. Dalam sleep apneu
pasangan tidur mungkin melaporkan megap-megap atau mendengkur saat
12
tidur. Dalam narkolepsi, individu dan keluarga mereka mngeluh tertidur
pada waktu yang tidak tepat,cataplex,hypnagogic halusinasi,dan
ketidakmampuan sesaat untuk bergerak atau berbicara saat bangun
(kelumpuhan tidur). Obat dan riwayat pengobatan penting untuk
menyingkirkan kantuk di siang hari yang terkait dengan penggunaan
narkoba.12
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah polysomnography
adalah tes semalam di mana perangkat pemantauan terhubung ke
individu untuk menilai berbagai tahapan tidur untuk aktivitas muatan
listrik otak (electroencephalogram, atau EEG), jantung
(elektrokardiogram), gerakan otot-otot (electromyogram) dan mata
(elektro-oculogram). Kadar oksigen dalam darah dan perubahan dalam
pernapasan juga dipantau. Beberapa tes latensi tidur (MSLT) mengukur
waktu yang dibutuhkan untuk jatuh tidur siang hari dalam ruangan yang
tenang. Tes-tes lain mungkin termasuk pemeliharaan uji terjaga dan skala
kantuk Epworth.13
Pada tahun 1984, The International Institute of Health membuat
suatu konsensus pengelompokan gangguan tidur berdasarkan lamanya
gangguan yang terdiri dari:4
1. Transient yaitu jika gangguan tidurnya kurang dari 7 hari
2. Short term yaitu jika gangguan tidurnya menetap lebih dari 7 hari
dan kurang dari 3 minggu. Kedua gangguan tersebut biasanya
berhubungan dengan stress yang akut seperti perubahan kehidupan
sosial, peningkatan emosional, faktor lingkungan, faktor sistemik,
kelainan gangguan kesehatan, desinkronisasi irama sirkadian
3. Long term yaitu jika gangguan tidur menetap lebih dari 3 minggu.
Biasanya berhubungan dengan gangguan tidur primer, gangguan
psikiatri, gangguan kesehatan, gangguan psikologi.
13
Pada tahun 1990, American Sleep Disorders Association membuat
reklasifikasi untuk mencari kemungkinan penyebab gangguan tidur
menjadi 4 kelompok yaitu:4
1. Dissomnia, misalnya: ganguan intrisik, gangguan ekstrisik,
2. Parasomnia, misalnya: Gangguan aurosal, gangguan bangun-tidur,
berhubungan fase REM
3. Gangguan kesehatan/psikiatri, misalnya: gangguan mental,
gangguan neurologi, gangguan kesehatan
4. Gangguan yang tidak terklasifikasi
7) Diferential Diagnosis
14
dipertimbangkan. Pemeriksaan yang diperlukan adalah monitor
respirasi saat tidur.
5. Narkolepsi; istilah narkolepsi dahulu merupakan sinonim dari
kantuk berlebih disiang hari, tetapi diketahui belakangan bahwa
narkolepsi memiliki kelainan spesifik pada tidur REM yang
memberikan manifestasi bermacam-macam saat tidur maupun
bangun. Gejala utama dari narkolepsi adalah pemanjangan
waktu tidur utama, tetapi kelelahan yang dialami pasien akan
berujung pada hiperaktivitas paradoksikal. Pemeriksaan yang
diperlukan adalah HLA, polisomnografi, dan multiple sleep
latency test (MLST).
8) Penatalaksanaan
a. Pendekatan Non Farmakologi
Pendekatan psikologis memiliki banyak keterbatasan untuk
penanganan Insomnia primer. Secara keseluruhan pendekatan
dengan penanganan kognitif-behavioral telah melaksanakan manfaat
yang penting dalam menangani insomnia.14
Teori kognitif-behavioral menekankan pada jangka pendek dan
berfokus pada penurunan kondisi fisiologis yang timbul,
memodifikasi kebiasaan tidur yang maladaptif dan mengubah
pemikiran yang disfungsional. Terapi ini biasanya menggunakan
kombinasi dari beberapa teknik, restrukturasi rasional. Kontrol
simultan melibatkan perubahan stimulus lingkungan yang
diasosiasikan dengan tidur. Dibawah kondisi normal, kita belajar
untuk mengasosiasikan stimulus menghubungkan berbaring ditempat
tidur dengan tidur, sehingga pemaparan terhadap stimulus ini dapat
meningkatkan perasaan mengantuk. Namun ketika seseorang
menggunakan tempat tidur untuk banyak aktivitas, tempat tidur
dapat kehilangan asosiasinya dengan rasa kantuk.14
15
Teknik kontrol simultan bertujuan untuk memperkuat hubungan
tempat tidur dan tidur dengan sebisa mungkin membatasi aktivitas
yang dihabiskan ditempat tidur untuk dapat tertidur. Biasanya,
seseorang diinstruksika dengan membatasi waktu yang dihabiskan
ditempat tidur untuk mencoba tidur dalam waktu 10 atau 20 menit.
Jika masih tidak dapat tidur juga pada waktu yang diperkiran, orang
tersebut diinstruksikan untuk meninggalkan tempat tidur dan pergi
keruangan lain untuk membangun kerangka berpikir yang santai
sebelum relaksasi.14
Tindakan sleep hygiene terdiri dari: 4
1. Tidur dan bangunlah secara reguler/kebiasaan
2. Hindari tidur pada siang hari/sambilan
3. Jangan mengkonsumsi kafein pada malam hari
4. Jangan menggunakan obat-obat stimulan seperti decongestan
5. Lakukan latihan/olahraga yang ringan sebelum tidur
6. Hindari makan pada saat mau tidur, tapi jangan tidur dengan
perut kosong
7. Segera bangun dari tempat bila tidak dapat tidur (15-30 menit)
8. Hindari rasa cemas atau frustasi
9. Buat suasana ruang tidur yang sejuk, sepi, aman dan enak
b. Pendekatan Farmakologis
Dalam mengobati gejala gangguan tidur, selain dilakukan
pengobatan secara kausal, juga dapat diberikan obat golongan sedatif
hipnotik. Pada dasarnya semua obat yang mempunyai kemampuan
hipnotik merupakan enekanan aktifitas dari reticular activating
system (ARAS) diotak.4
Jadi yang terpenting dalam penggunaan obat hipnotik adalah
mengidentifikasi penyebab yang mendasarinya atau obat hipnotik
adalah sebagai pengobatan tambahan. Pemilihan obat hipnotik
sebaiknya diberikan jenis obat yang bereaksi cepat (short action)
16
dgnmembatasi penggunaannya sependek mungkin yang dapat
mengembalikan pola tidur yang normal. 4
Pengobatan dari hipersomnia primer meliputi obat-obat stimulan
yang dapat mempertahankan kesadaran; dextroamphetamine dan
methylphenidate keduanya mempunyai masa paruh yang singkat dan
di minum dalam dosis terbagi. Femoline, stimulan kerja lama, dapat
juga digunakan. Modafinil, yang digunakan untuk mengobati
narkolepsi, dapat juga digunakan untuk mengobati hipersomnia
primer. Antidepresan trisiklik (seperti protriptyline) dapat juga
digunakan. Karena obat-obatan stimulan dapat menimbulkan
ketergantungan, maka penggunaannya harus benar-benar diawasi.11
9) Prognosis
Bila hipersomnia disebabkan oleh suatu gangguan mood,
perjalanan klinisnya ditentukan oleh gangguan primer. Hipersomnia
idiopatik dapat berubah selama perkembangan dan dapat membaik
seiring pertambahan usia pada beberapa pasien.11
17
BAB III
KESIMPULAN
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton, Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 18. Jakarta:
EGC
2. Purnomo, Hari. 2013. Guidlines for the assessment and management of
patients with sleep disorders. Clinical Practice in Neurology. Pp 156-176.
3. Johns,M.W. 2009. What is Excessive Daytime Sleepiness.Sleep
Deprivation: Causes, Effects and Treatment chapter 2, Pp 1-37
4. Japari I. 2002. Gangguan Tidur. USU Digital Library. Pp 1-4.
5. American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders DSM-V. Washington, DC: American
Psychiatric Publishing.
6. Puri B, Laking P, Treasaden.2011. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta : EGC
7. Maslim, Rusdi. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas Ppdgj-
III dan DSM-5. Jakarta: PT.Nuh Jaya.
8. American Academy of Sleep Medicine. 2011 ICS2 - International
Classification of Sleep Disorders. American Academy of Sleep Medicine
Diagnostic and Coding Manual . Diagnostik dan Coding Manual. 2nd. 2.
Westchester, Ill: American Academy of Sleep Medicine; 2001. Diunduh
dari: http://www.esst.org/adds/ICSD.pdf. Diakses : 5 November 2015
9. Leger D, Neubauer D, etc. 2013. An International Survey of Sleeping
problems in the General Population. Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pubmed/ 18070379. diakses: 5 November
2015
10. Gelder, Michael G, etc. 2003. New Oxford Textbook of Psychiatry.
London: Oxford University Press.
11. Sadock BJ. 2007. Normal sleep and Sleep disorders. Synopsis of
Psychiatry, 10th ed, Lippincott Williams & Wilkins. A Wolters Kluwer
Co.
19
12. MDGuidelines. 2012. Hypersomnia. From: http://www.mdguidelines.com/
hypersomnia. Diakses pada 5 November 2015
13. Adrian Preda,MD. 2011. Primary Hypersomnia. From:
http://www.medscape.com. Diakses pada 4 November 2015
14. Nevid, Jeffrey S, Spencer A. Rathus, dan Beverley Greene.
2003. Psikologi Abnormal. Jakarta :Erlangga.
20