Anda di halaman 1dari 40

MENJAWAB KONSULTASI RAWAT JALAN DI INSTALASI

REHABILITASI MEDIK DARI DALAM / LUAR RS

No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :


- 1-3

Tanggal Terbit :

April 2020

STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL

Pengertian 1. Konsultasi adalah meminta pendapat dan penanganan bidang profesi


spesialis lainnya pada suatu kasus.
2. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) adalah seorang dokter
Spesialis yang bertanggung jawab atas pengelolaan asuhan medis seorang
pasien
Tujuan Sebagai bahan acuan menjawab konsultasi rawat jalan di Instalasi Rehabilitasi
Medik dari dalam/luar Rumah Sakit demi tercapainya pelayanan yang
profesional.

Kebijakan 1. UU RI no. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen


2. UU RI no 29/2004 tentang praktik kedokteran
3. UU RI no. 14/2008 tentang keterbukaan informasi publik
4. UU RI no. 36/2009 tentang kesehatan
5. UU RI no. 44/2009 tentang RS
6. UU RI no. 25/2009 tentang pelayanan publik.
7. Kepmenkes RI No. 631/Menkes/SK/IV/2005 Tentang Pedoman peraturan
internal staf medis (medical staff bylaws) di rumah sakit
8. KepMenKes RI no. 378/2008 tentang Pedoman Pelayanan Rehabilitasi
Medik di Rumah Sakit
Prosedur 1. Lakukan 5S (senyum, sapa, salam, sopan, santun) sesuai dengan etika
menghadapi pasien
2. Terima rekam medik konsul
3. Pastikan identitas pasien (nama yang terdiri dari dua kata, tanggal lahir)
4. Jelaskan kepada pasien prosedur dan tujuan pemeriksaan yang akan
dilakukan dr SpKFR
5. Lakukan anamnesis dan tulis pada rekam medis
6. Dilakukan pemeriksaan fisik oleh dr SpKFR
7. Buat usulan permintan pemeriksaan penunjang bila diperlukan setelah
konsultasi dengan dr SpKFR
8. Buat diagnosis rehabilitasi sesuai acuan SpKFR
9. Berikan program rehabilitasi medik
10. Tulis jawaban konsultasi pada lembar konsultasi/rekam medik pasien
dengan tulisan yang cukup jelas
11. Bubuhkan tanda tangan dan nama jelas pada lembar jawaban konsul
12. Serahkan jawaban konsultasi kepada pasien
13. Ucapkan salam
Instalasi terkait 1. instalasi yang mengirim
2. Seksi rekam medik
Dokumen terkait 1. Catatan rekam medik
2. Buku Register
ALUR MENJAWAB KONSULTASI RAWAT JALAN DI INSTALASI
REHABILITASI MEDIK DARI DALAM/LUAR RS

No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :


13.01.009 - 3-3

Tanggal Terbit :

april 2020

Bagan Alur
Prosedur

ALUR MENJAWAB KONSULTASI

KONSULTASI DARI DALAM/LUAR Rumah Sakit

DISAMPAIKAN OLEH PERAWAT/PETUGAS

KE BAGIAN REGISTRASI UNTUK DICATAT

MEMBERITAHUKAN KEPADA DOKTER YANG BERTUGAS (DPJP)

PEMERIKSAAN OLEH
DOKTER SpKFR
UNTUK DIAGNOSA, PROGRAM
DAN TARGET REHABILITASI

APAKAH PERLU PROGRAM REHABILITASI

YA
TIDAK

MENDAPAT PROGRAMKEMBALI KE
(FT/ST/OT/OP/Psi/SW) BAGIAN LAIN /SUBDIV
TERKAIT

TARGET REHABILITASI TERCAPAI ?

TIDAK YA

EVALUASI DOKTER /IKFRKEMBALI KE


BAGIAN LAIN/SUBDIV TERKAIT
MENJAWAB KONSULTASI RAWAT INAP OLEH INSTALASI
REHABILITASI MEDIK
No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
- 1-2

Tanggal Terbit :

April 2020

STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL

Pengertian 1. Konsultasi adalah meminta pendapat dan penanganan bidang profesi


spesialis lainnya pada suatu kasus.
2. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) adalah seorang dokter
Spesialis yang bertanggung jawab atas pengelolaan asuhan medis
seorang pasien
Tujuan Sebagai bahan acuan menjawab konsultasi rawat inap oleh SMF/Instalasi
Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit demi tercapainya pelayanan yang
profesional.
Kebijakan 1. UU RI no. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
2. UU RI no 29/2004 tentang praktik kedokteran
3. UU RI no. 14/2008 tentang keterbukaan informasi publik
4. UU RI no. 36/2009 tentang kesehatan
5. UU RI no. 44/2009 tentang RS
6. UU RI no. 25/2009 tentang pelayanan publik.
7. Kepmenkes RI No. 631/Menkes/SK/IV/2005 Tentang Pedoman
peraturan internal staf medis (medical staff bylaws) di rumah sakit
8. KepMenKes RI no. 378/2008 tentang Pedoman Pelayanan Rehabilitasi
Medik di Rumah Sakit
Prosedur 1. Lakukan 5S (senyum, sapa, salam, sopan, santun) sesuai dengan etika
menghadapi pasien
2. Terima rekam medik konsultasi dari rawat inap
3. Catat identitas pasien pada buku register
4. Dokter SpKFR mendatangi tempat rawat inap
5. Pastikan identitas pasien (nama yang terdiri dari dua kata, tanggal lahir )
serta nomor registrasi rawat inap
6. Jelaskan kepada pasien prosedur dan tujuan pemeriksaan yang akan
dilakukan dr SpKFR.
7. Dilakukan anamnesis dan tulis pada rekam medik
8. Dilakukan pemeriksaan fisik oleh dr SpKFR dan tulis pada rekam medik
9. Buat usulan permintan pemeriksaan penunjang bila diperlukan
10. Buat diagnosis rehabilitasi sesuai diagnosis SpKFR
11. Berikan program rehabilitasi medik
12. Ucapkan salam
13. Tulis jawaban konsultasi dilembar konsultasi/rekam medik pasien
dengan tulisan yang cukup jelas
14. Jawab dalam waktu secepat mungkin, maksimal 1x24 jam
15. Bubuhkan tanda tangan dan nama jelas pada lembar jawaban konsul.
Instalasi terkait 1. Instalasi Rawat Inap
2. Seksi rekam medik
Dokumen terkait Catatan rekam medic
KONSULTASI PASIEN KE INST LAIN OLEH INSTALASI
REHABILITASI MEDIK
No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
- 1-2

Tanggal Terbit :

April 2020

STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL
Pengertian 1. Konsultasi adalah meminta pendapat dan penanganan bidang profesi
spesialis lainnya pada suatu kasus.
2. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) adalah seorang dokter
Spesialis yang bertanggung jawab atas pengelolaan asuhan medis
seorang pasien

Tujuan Sebagai bahan acuan konsultasi dari Instalasi Rehabilitasi Medik ke


instalasi lain di Rumah Sakit agar tercapainya pelayanan yang profesional.

Kebijakan 1. UU RI no. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen


2. UU RI no 29/2004 tentang praktik kedokteran
3. UU RI no. 14/2008 tentang keterbukaan informasi publik
4. UU RI no. 36/2009 tentang kesehatan
5. UU RI no. 44/2009 tentang RS
6. UU RI no. 25/2009 tentang pelayanan publik.
7. Kepmenkes RI No. 631/Menkes/SK/IV/2005 Tentang Pedoman
peraturan internal staf medis (medical staff bylaws) di rumah sakit
8. KepMenKes RI no. 378/2008 tentang Pedoman Pelayanan Rehabilitasi
Medik di Rumah Sakit
Prosedur 1. Tulis surat konsultasi di lembar konsultasi/rekam medik pasien dan
dibubuhi tandatangan dan nama jelas DPJP
2. Petugas mengantarkan surat konsul dan pasien ke INST lain yang
dituju.
Instalasi Terkait 1. SMF/instalasi yang dituju
2. Seksi rekam medik
Dokumen Terkait 1. Catatan Rekam Medik
ALUR KONSULTASI PASIEN KE INST LAIN OLEH INSTALASI
REHABILITASI MEDIK
No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
- 2-2

Tanggal Terbit :

April 2020

Bagan Alur
Prosedur

Alur Membuat KONSULTASI PASIEN KE INST LAIN OLEH


INSTALASI REHABILITASI MEDIK
Dokter SpKFR memeriksa untuk
menetapkan diagnosa dan
permasalahan pasien

Perlu Konsultasi

KE SUBDIV LAIN KE BAGIAN LAIN

MENERIMA JAWABAN KONSUL

DOKTER SpKFR EVALUASI KEMBALI DAN


DIBUATKAN PROGRAM
PELAYANAN FISIOTERAPI RAWAT JALAN

No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :


- 1-2

Tanggal Terbit :

April 2020

STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL

Pengertian 1. Pelayanan fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan


kepada individu atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan
memulihkan gerak & fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan
menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan
(fisik, elektroteurapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi, komunikasi.
2. Fisioterapis adalah seseorang yang telah lulus pendidikan formal fisioterapi
dan kepadanya diberikan kewenangan tertulis untuk melakukan tindakan
fisioterapi atas dasar keilmuan dan kompetensi yang dimilikinya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah pelayanan fisioterapi di Rumah Sakit
agar tercapainya pelayanan yang profesional.
Kebijakan 1. UURI 25/2009tentang Pelayanan publik
2. UU RI no 36/2009 tentang Kesehatan
3. UU RI no. 44/2009 tentang RS
4. KepMenKes RI 376/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Fisioterapi
5. KepMenKes RI no. 378/2008 tentang Pedoman Pelayanan Rehabilitasi
Medik di Rumah Sakit
Prosedur 1. Terima rekam medik pasien yang berisi anamnesis, pemeriksaan medis dan
program rehabilitasi medik dari dokter Rehabilitasi Medik
2. Memanggil pasien untuk terapi sesuai dengan no urut
3. Lakukan 5S (senyum, sapa, salam, sopan, santun) sesuai dengan etika
menghadapi pasien
4. Pastikan identitas pasien (nama yang terdiri dari dua kata, tanggal lahir )
5. Jelaskan kepada pasien prosedur dan tujuan terapi yang akan dilakukan.
6. Catat identitas pasien dibuku register pasien fisioterapi
7. Lakukan assessmen &tindakan fisioterapi
8. Setelah terapi, Fisioterapis melakukan pemeriksaan pada area yang diterapi
dan menanyakan ada tidaknya keluhan.
9. Catat tindakan fisioterapi yang dilakukan pada rekam medik dengan jelas.
10. Bubuhkan tanda tangan dan nama jelas di rekam medik pasien.
11. Ucapkan salam
12. Serahkan rekam medik pasien yang telah mendapatkan pelayanan kepada
petugas loket pendaftaran
13. Apabila terdapat perbedaan pendapat atau masalah, fisioterapis berkonsultasi
dengan dokter rehabilitasi medik yang memberikan program.
Instalasi Terkait
1. Unit-unit dalam Instalasi rehabilitasi Medik
2. Instalasi Rawat Jalan
Dokumen terkait 1. Catatan rekam medik
PELAYANAN FISIOTERAPI RAWAT INAP

No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :


- 1-2

Tanggal Terbit :

April 2020

STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL

Pengertian 1. Pelayanan fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang


ditujukan kepada individu atau kelompok untuk mengembangkan,
memelihara dan memulihkan gerak & fungsi tubuh sepanjang daur
kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual,
peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroteurapeutis dan mekanis),
pelatihan fungsi, kemunikasi.
2. Fisioterapis adalah seseorang yang telah lulus pendidikan formal
fisioterapi dan kepadanya diberikan kewenangan tertulis untuk
melakukan tindakan fisioterapi atas dasar keilmuan dan kompetensi
yang dimilikinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku
Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah pelayanan fisioterapi di Rumah
Sakit agar tercapainya pelayanan yang profesional.
Kebijakan 1. UU RI 25/2009 tentang Pelayanan publik
2. UU RI no 36/2009 tentang Kesehatan
3. UU RI no. 44/2009 tentang RS
4. KepMenKes RI 376/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi
Fisioterapi
5. KepMenKes RI no. 378/2008 tentang Pedoman Pelayanan
Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit
Prosedur 1. Fisioterapis melihat daftar pasien rawat inap dalam buku register
2. Lapor kepada kepala ruangan atau perawat penanggungjawab pasien
yang akan diterapi
3. Fisioterapis melihat rekam medik pasien yang berisi anamnesis,
pemeriksaan medis dan program rehabilitasi medik
4. Lakukan 5S (senyum, sapa, salam, sopan, santun) sesuai dengan etika
menghadapi pasien
5. Pastikan identitas pasien (nama yang terdiri dari dua kata, tanggal lahir)
6. Jelaskan kepada pasien prosedur dan tujuan terapi yang akan dilakukan
7. Fisioterapis melakukan penilaian dan tindakan fisioterapi
8. Setelah terapi, Fisioterapis melakukan pemeriksaan pada area yang
diterapi dan menanyakan ada tidaknya keluhan
9. Ucapkan salam
10. Fisioterapis mencatat tindakan fisioterapi yang dilakukan pada rekam
medik dengan jelas
11. Fisioterapis membubuhkan tanda tangan dan nama jelas di rekam medik
pasien
12. Fisioterapis menyerahkan rekam medik pasien yang telah mendapatkan
pelayanan kepada petugas loket pendaftaran / penata jasa ruangan
13. Apabila terdapat perbedaan pendapat atau masalah, fisioterapis
berkonsultasi dengan dokter rehabilitasi medik yang memberikan
program.
Instalasi Terkait
1. Unit-unit dalam Instalasi rehabilitasi Medik
2. Instalasi Rawat Inap
Dokumen Terkait 1. Catatan Rekam medic
PELAYANAN TERAPI WICARA RAWAT INAP

No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :


- 1-2

Tanggal Terbit :

April 2020

STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL
Pengertian 1. Terapi Wicara adalah bentuk pelayanan kesehatan profesional berdasarkan
ilmu pengetahuan, teknologi dalam bidang bahasa, wicara, suara,
irama/kelancaran (komunikasi), dan menelan yang ditujukan kepada
individu, keluarga dan/atau kelompok untuk meningkatkan upaya kesehatan
yang di akibatkan oleh adanya gangguan/kelainan anatomis, fisiologis,
psikologis dan sosiologis.
2. Standar Pelayanan Terapi Wicara adalah pedoman yang diikuti oleh
terapis wicara dalam melakukan pelayanan kesehatan.
3. Terapis Wicara adalah seseorang yang telah lulus pendidikan Terapi
Wicara sesuai dengan peraturan perundang undangan.
Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah pelayanan Terapi Wicara di
Rumah Sakit agar tercapainya pelayanan yang profesional.
Kebijakan 1. UU RI 25/2009 tentang Pelayanan publik.
2. UU RI no 36/2009 tentang Kesehatan.
3. UU RI no. 44/2009 tentang RS.
4. PerMenkes RI no. 81 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Terapi
Wicara.
5. KepMenKes RI no. 378/2008 tentang Pedoman Pelayanan Rehabilitasi
Medik di Rumah Sakit.
Prosedur 1. Terapis wicara melihat daftar pasien rawat inap dalam buku register.
2. Lapor kepada kepala ruangan atau perawat penanggungjawab pasien yang
akan diterapi.
3. Terapis wicara melihat rekam medik pasien yang berisi anamnesis,
pemeriksaan medis dan program rehabilitasi medik.
4. Lakukan 5S (senyum, sapa, salam, sopan, santun) sesuai dengan etika
menghadapi pasien.
5. Pastikan identitas pasien (nama yang terdiri dari dua kata, tanggal lahir).
6. Jelaskan kepada pasien prosedur dan tujuan terapi yang akan dilakukan.
7. Terapis wicara melakukan penilaian dan tindakan terapi wicara.
8. Setelah terapi, Terapis wicara melakukan edukasi dan memberi advis
kepada keluarga/wali dari pasien.
9. Ucapkan salam.
10. Terapis wicara mencatat tindakan terapi wicara yang dilakukan pada
rekam medik dengan jelas.
11. Terapis wicara membubuhkan tanda tangan dan nama jelas di rekam
medik pasien.
12. Terapis wicara menyerahkan rekam medik pasien yang telah
mendapatkan pelayanan kepada petugas loket pendaftaran / penata jasa
ruangan.
13. Apabila terdapat perbedaan pendapat atau masalah, terapis wicara
berkonsultasi dengan dokter rehabilitasi medik yang memberikan
program.
Instalasi Terkait
1. Unit-unit dalam Instalasi rehabilitasi Medik.
2. Instalasi Rawat Inap.
Dokumen Terkait 1. Catatan Rekam medik.
PELAYANAN TERAPI WICARA RAWAT JALAN

No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :


- 1-2

Tanggal Terbit :

April 2020

STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL

Pengertian 1. Terapi Wicara adalah bentuk pelayanan kesehatan profesional berdasarkan


ilmu pengetahuan, teknologi dalam bidang bahasa, wicara, suara,
irama/kelancaran (komunikasi), dan menelan yang ditujukan kepada
individu, keluarga dan/atau kelompok untuk meningkatkan upaya kesehatan
yang di akibatkan oleh adanya gangguan/kelainan anatomis, fisiologis,
psikologis dan sosiologis.
2. Standar Pelayanan Terapi Wicara adalah pedoman yang diikuti oleh
terapis wicara dalam melakukan pelayanan kesehatan.
3. Terapis Wicara adalah seseorang yang telah lulus pendidikan Terapi
Wicara sesuai dengan peraturan perundang undangan.
Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah pelayanan Terapi Wicara di
Rumah Sakit agar tercapainya pelayanan yang profesional.
Kebijakan 1. UU RI 25/2009 tentang Pelayanan publik.
2. UU RI no 36/2009 tentang Kesehatan.
3. UU RI no. 44/2009 tentang RS.
4. PerMenkes RI no. 81 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Terapi
Wicara.
5. KepMenKes RI no. 378/2008 tentang Pedoman Pelayanan Rehabilitasi
Medik di Rumah Sakit.
Prosedur 1. Terima rekam medik pasien yang berisi anamnesis, pemeriksaan medis
dan program rehabilitasi medik dari dokter Rehabilitasi Medik.
2. Memanggil pasien untuk terapi sesuai dengan no urut.
3. Lakukan 5S (senyum, sapa, salam, sopan, santun) sesuai dengan etika
menghadapi pasien.
4. Pastikan identitas pasien (nama yang terdiri dari dua kata, tanggal lahir ).
5. Jelaskan kepada pasien prosedur dan tujuan terapi yang akan dilakukan.
6. Catat identitas pasien dibuku register pasien terapi wicara.
7. Lakukan assessmen dan tindakan terapi wicara.
8. Setelah terapi, terapis wicara melakukan edukasi dan memberi advis
kepada keluarga/wali tentang program yang dituju serta hal-hal apa saja
yang mampu dilakukan di rumah.
9. Catat tindakan terapi wicara yang dilakukan pada rekam medik dengan
jelas.
10. Bubuhkan tanda tangan dan nama jelas di rekam medik pasien.
11. Ucapkan salam.
12. Serahkan rekam medik pasien yang telah mendapatkan pelayanan kepada
petugas loket pendaftaran.
Apabila terdapat perbedaan pendapat atau masalah, terapis wicara
berkonsultasi dengan dokter rehabilitasi medik yang memberikan
program.
Instalasi Terkait
1. Unit-unit dalam Instalasi rehabilitasi Medik.
2. Instalasi Rawat Inap.
Dokumen Terkait 1. Catatan Rekam medik.
PENGGUNAAN ALAT TENS

No. Dokumen No. Revisi Halaman 1 dari 2

Tanggal Terbit
STANDAR
PROSEDUR 2020
OPERASIONAL

Pengertian Tens merupakan satu alat terapi yang menggunakan arus listrik


menggunakan elektroterapi frekuensi rendah dan stimulasi frekuensi
tinggi untuk merangsang saraf dengan tujuan mengurangi rasa sakit.

Tujuan Sebagai petunjuk bagi fisioterapis untuk memberikan pelayanan


fisioterapi dengan modalitas TENS.

Kebijakan Tens sesuai dengan pedoman pelayanan unit fisioterapi.

Prosedur 1.  Tahap Orientasi


1.1. Berikan Salam dan Sapa Nama pasien
1.2. Jelaskan Tujuan dan tindakan yang akan dilakukan
1.3. Tanyakan persetujuan dan kesiapan pasien sebelum tindakan
dilakukan.
1.4. Posisikan pasien dalam keadaan senyaman mungkin.
1.5.Pakaian dilepas seperlunya dengan meminta ijin sebelumnya.

2. Pelaksanaan
2.1. Panaskan alat sekitar 5 menit
2.2. Tuang air ke spong elektroda secukupnya
2.3. Jelaskan jika yang dirasakan sedikit sakit tetapi tidak perih. Jika perih
dikhawatirkan luka bakar.
2.4. Pasang elektode  sesuai metode.
2.5. Atur  waktu 8-12 menit

1. Jelaskan program terapi yang diberikan kepada pasien seperti rasa


yang timbul , waktu yang diperlukan, tujuan, indikasi serta kontra
indikasinya.
2. Posisikan pasien senyaman mungkin/ comfortable.(duduk di kursi ,
terlentang atau tengkurap di bed).
No. Dokumen No. Revisi Halaman 2 dari 2

1. Pastikan bagian atau area tubuh yang akan dilakukan terapi bersih dan kontak
langsung dengan kulit.
2. Oleskan pad electrode dengan gel  yang menempel pada electroda.
3. Pasang pad electroda sesuai dengan kondisi pasien.
·  Pemasangan pad electroda pada  atau sekitar nyeri
·  Paint Point (Atas bawah dari lokasi nyeri)
·  Cross (Menyilang pada area nyeri)
·  Bracket (Tepat pada lokasi nyeri )

a.       b. Pemasangan pad electroda pada dermatome


b.x      Pemasangan pad electroda pada segmen sumsum tulang belakang
(medulla spinalis)
c. Pemasangan pad electroda pada pleksus
d. Pemasangan pad electroda pada titik akupuntur /trigger point
4. Atur dosis frekuensi dan intensitas (disesuaikan dengan toleransi pasien )
5.      Atur timer/ waktu sesuai kebutuhan antara 10- 15 menit.
6.      Tanyakan apakah dosis yang di berikan sudah nyaman ataukah ada nyeri.

1. Mengakhiri Terapi 
1. Beritahu kepada pasien bahwa terapi sudah selesai jika suara timer alat berbunyi
(berhenti otomatis)
2. Angkat pad electroda dari pasien .
3. Bersihkan  gel pada kulit dengan tisu .
4. Tanyakan kepada pasien dan periksa kemungkinan efek samping.
5. Catat tindakan dalam buku register Fisioterapi.

Unit Terkait Seluruh Fisioterapis


 SPO
MICRO WAVE DIATHERMY

No. Dokumen No. Revisi Halaman 1 dari 2

Tanggal Terbit
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
Pengertian Micro Wave Diathermy (MWD) adalah Alat terapi yang menggunakan
gelombang elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus bolak balik
frekuensi tinggi dengan frekuensi 2450 MHz dengan panjang
gelombang  12,25 cm.

Tujuan Sebagai petunjuk bagi fisioterapis dalam memberikan pelayanan


dengan modalitas Micro Wave Diathermy.
Kebijakan Micro Wave Diathermy(MWD) sesuai dengan pedoman pelayanan unit
fisioterapi.             
Prosedur Memulai Terapi
1.1  Panaskan alat sekitar 5 menit.
1.2  Emitter (electrode) yang telah di pilih dipasang pada lengan emitter
dan dihubungkan ke mesin dengan kabel emitter. Emitter  bulat ,medan
elektromagnetik yang dipancarkan berbentuk sirkuler  dan paling padat
di daerah tepi. Sedangkan emitter segi empat medan elektromagnetik
yang dipancarkan berbentuk oval dan paling padat  di daerah tengah.
1.3  Pemasangan electrode pada daerah  vasomotor/ proximal.
1.4  Pastikan mesin ke ground
1.5  Pasien diberitahu program pengobatan agar pasien paham program 
terapi dan tidak takut
1.6  Jelaskan berapa waktu yang diperlukan, tujuan, indikasi serta
kontra indikasinya.
1.7  Posisi pasien comfortable
1.8  Pakaian dilepas seperlunya agar area yang diperiksa lebih jelas

MICRO WAVE DIATHERMY


No. Dokumen No. Revisi Halaman 2 dari 2

1.1  Tes sensasi area yang diobati serta jelaskan rasa yang timbul untuk mencegah
terjadinya  luka bakar
1.2  Putar waktu sesuai kebutuhan antara 10-15 menit
1.3  Dosis diberikan sesuai toleransi pasien.
1.4  Kondisi sub acut : intensitas sub thermal : Waktu 10-15 menit, pengulangan
1x  sehari selama 10x
1.5  Kondisi chronic   : Intensitas Thermal : Waktu 10-15 menit, pengulangan 1-2 x
sehari selama 10x
1.6  Gangguan sistem peredaran darah.  Intensitas, pengulangan dan seri sama 
dengan kedua kondisi diatas. Waktu 15  menit
1.7  Pastikan mesin dalam keadaan  tuning
1.8  Emitter diatur sehingga sejajar kulit dan jarak sesuai ukuran emitter.
1.9  Kabel tidak boleh menyentuh pasien, bersilangan atau lecet.
1.10 Lakukan pengontrolan, rasa panas, nyeri pusing

1. Mengakhiri Terapi
2.1 Matikan mesin pastikan tombol kembali ke angka 0 atau mesin tetap hidup
dengan dosis 0 (stand – by stand).
2.2  Tidak membiarkan pasien mematikan mesin, kecuali dalam keadaan darurat
2.3  Perhatikan reaksi pasien dan kemungkinan efek samping yang timbul.
2.4  Kembalikan peralatan seperti kondensor ke tempat semula

Unit Terkait Seluruh Fisioterapis

SPO
ULTRASOUND THERAPY

No. Revisi Halaman 1 dari 2


Tanggal Terbit
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
Pengertian Terapi Ultrasonic yaitu suatu usaha pengobatan dengan menggunakan
mekanisme getaran dengan frekuensi lebih dari 20 KHz. Didalam praktek
klinik  frekuensi yang digunakan antara 0,7 MHz – 3 MHz, dengan
intensitas 1 – 3  w / cm2
Tujuan Sebagai petunjuk bagi fisioterapis dalam memberikan pelayanan
dengan Ultrasound Therapy
Kebijakan Ultrasound Therapy sesuai dengan pedoman pelayanan unit fisioterapi.
Prosedur Indikasi :
·  Kelainan/penyakit pada jaringan tulang, sendi dan otot.
·  Keadaan post traumatik seperti kontusio, distorsi, luxation dan fractur.
Kontra indikasi relatif selama 24-36 jam setelah trauma.
·  Rheumatoid arthritis stadium tak aktif.
·  Kelainan/penyakit pada persyarafan
·  Kelainan/penyakit pada sirkulasi darah
·  Penyakit pada organ dalam
·  Kelainan pada kulit
·  Jaringan parut setelah operasi dan karena traumatic
1.Tahap Orientasi
1.1  Terapis melaksanakan assesment untuk menemukan   masalah dan  
menentukan program agar arus Ultasonic tepat mencapai sasaran
1.2  Memberi penjelasan langkah terapi serta tujuannya agar pasien tenang
dan memahami program
1.3  Menentukan area terapi yang tepat agar terapi efektif
1.4  Memilih  Tranduser dinamis atau statis
1.5  Menentukan metode untuk mencegah luka bakar
·  Kontak langsung dengan medium oils (minyak), water oils emulsions,
aqueus-gel atau  oinment (pasta)
· Kontak tak langsung dengana Sub-aqual (dalam air) atau  Water pillow

ULTRASOUND THERAPY

No. Dokumen No. Revisi Halaman 2 dari 2

2. Pelaksanaan
1.1  Posisikan pasien senyaman mungkin
1.2  Area dibersihkan dengan sabun atau alcohol
1.3  Rambut atau bulu yang terlalu lebat dicukur. 
1.4  Nyalakan Alat
1.5  Terapis memperhatikan frekuensi, jenis arus dan intensitas agar sasaran
tepat dengan Intensitas :
·      Rendah           : 0,3 w/cm2
·      Sedang            : 0,3 - 1,2 w/cm2
·      Tinggi              : 1,2 - 3 w/cm2
·      Continued       : Paling tinggi 3 w/cm
·      Intermittern     : Paling tinggi 5 w/cm2
·      Lamanya terapi, tergantung luas area yang diterapi dan jenis tranduser yang
dipakai. Sebagai pedoman, area seluas 1cm2 waktu 1 menit
1.6  Pilih Tranduser yang digunakan. Untuk area yang lebih kecil, gunakan tranduser
yang meiliki ERA lebih kecil. Untuk area tubuh yang lebih luas digunakan tranduser
dengan ERA yang lebih besar.
1.7  Tuangkan gel secukupnya di area tranduser.
1.8  Lakukan pengontrolan terhadap rasa nyeri dan panas.

3.      Mengakhiri Terapi
3.1    Matikan mesin, pastikan tombol kembali ke angka 0.
3.2    Tidak membiarkan pasien mematikan mesin sendiri atau langsung bangun setelah
terapi selesai.
3.3    Beri tissue bila terapi   selesai agar pasien dapat membersihkan
3.4    Perhatikan reaksi pasien dan efek samping yang mungkin timbul.
3.5    Kembalikan peralatan serta perlengkapannya ke posisi semula.

Unit Terkait Seluruh Fisioterapis

 SPO
INFRA RED
No. Dokumen No. Revisi Halaman 1 dari 2

Tanggal Terbit
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
Pengertian Sinar infra merah adalah pancaran gelombang elektromagnetik dengan panjang
gelombang 7.700 – 4 juta A.

Tujuan Sebagai petunjuk bagi fisioterapis untuk memberikan pelayanan fisioterapi dengan
modalitas sinar infra merah.

Kebijakan Infra Red sesuai dengan pedoman pelayanan unit fisioterapi.

Prosedur 1.      Persiapan
1.1  Jelaskan maksud, tujuan terapi
1.2  Pilih alat IRR seperti jenis lampu, besarnya watt.
1.3  Pemanasan alat 5 menit.
1.4  Test sensasi panas, dingin Untuk mencegah luka bakar daerah yang akan
dilakukan penyinaran.

2.      Pelaksanaan
2.1  Gunakan reflektor parabola untuk penyinaran lokal.
2.2  Penyinaran general (misalnya punggung) menggunakan lampu yang dipasang
pada reflektor semi sirkuler.
2.3  Pasien diposisikan seenak mungkin.
2.4  Posisi bisa duduk, terlentang atau tengkurap.
2.5  Bersihkan dengan sabun dan dikeringkan dengan handuk Agar penetrasi lebih
dalam daerah yang akan disinar
2.6  Lampu dipasang tegak lurus.
2.7  Dosis
· Pada penggunaan lampu non-luminius jarak lampu antara 45-60 cm, waktu
10-30 menit.
· Lampu luminius 35-45 cm, waktu 10-30 menit.

1.      Mengakhiri Terapi
1.1  Matikan mesin, pastikan tombol dalam keadaan nol.
1.2  Tidak membiarkan pasien mematikan mesin atau bangun sendiri.
1.3  Memperhatikan pasien dan kemungkinan efek samping.
1.4  Kembalikan peralatan ketempat semula.

Unit terkait Seluruh unit terkait

SPO TRAKSI LUMBAL

No. Dokumen No. Revisi Halaman 1 dari 2

STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
Pengertian Traksi lumbal adalah suatu metode pengobatan fisioterapi dengan menggunakan
suatu tehnik penarikan collumna vertebralis untuk daerah lumbal.
Tujuan Sebagai petunjuk dan menyeragamkan cara kerja fisioterapis untuk   memberikan
pelayanan fisioterapi dengan modalitas traksi lumbal

Kebijakan Traksi Lumbal sesuai dengan pedoman pelayanan unit fisioterapi.

Prosedur 1.      Persiapan
1.1  Ukur tensi, nadi, berat badan untuk melihat kondisi pasien
1.2  Atur posisi pasien, tidur terlentang di bed traksi dengan bantal di bawah kepala
dan tungkai tersangga diatas stool, posisi hip flexi 30-450
1.3  Pasang lumbal belt dengan tepat, tidak tertekan dan tidak terlalu longgar di atas
SIAS.

2.      Pelaksanaan
2.1 Agar tarikan maximal, selama  traksi pasien harus tenang.
2.2 Tidak meninggalkan pasien sebelum pasien merasa tarikan sudah enak
2.3 Tunjukakan cara penggunaan tombol penghentian traksi Untuk  keadaan darurat
2.4 Melakukan pengontrolan secara periodik saat berlangsungnya traksi untuk
melihat apakah pasien pusing, mual, sesak  sehingga traksi perlu dihentikan

TRAKSI LUMBAL

No. Dokumen No. Revisi Halaman 2 dari 2

   
1.      Dosis
1.1  Beban tarikan         : Mulai dari ½ berat badan
1.2  Waktu                    : 15 – 30 Menit
1.3  Pengulangan           : Akut  1 kali dalam sehari
1.4  Membaik  1 kali dalam 1-2 hari

2.      Mengakhiri Terapi
2.1  Setelah selesai penarikan, traksi dilepas
2.2  Pasien disarankan istirahat selama 1-2 menit di bed traksi agar tidak pusing

Unit Terkait Seluruh Fisioterapis

SPO TRAKSI CERVICAL

No. Dokumen No. Revisi Halaman 1 dari 2

Tanggal Terbit Ditetapkan,


STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL Direktur
Pengertian Traksi cervical adalah suatu metode pengobatan fisioterapi dengan menggunakan
suatu tehnik penarikan collumna vertebralis untuk daerah cervical.
Tujuan Sebagai petunjuk dan menyeragamkan cara kerja fisioterapis untuk   memberikan
pelayanan fisioterapi dengan modalitas traksi cervical
Kebijakan Traksi Cervical sesuai dengan pedoman pelayanan unit fisioterapi.
Prosedur 1.      Persiapan
1.1  Lakukan test traksi pada pasien. Bila nyeri bertambah maka pemberian traksi
ditangguhkan.
1.2  Ukur tensi, poles,berat badan Untuk melihat kondisi pasien
1.3  Tentukan beban tarikan
1.4  Bagi pasien yang menggunakan gigi palsu dan kaca mata harap dilepas untuk
mencegah rasa nyeri akibat tekanan gigi palsu dan tidak enak padadaerah pipi
1.5  Atur posisi pasien, tidur terlentang di bed traksi dengan bantal di bawah kepala
1.6  Untuk memperoleh hasil pada satu sisi saja maka posisi badan sedikit miring
dengan daerah dada disangga belt.
1.7  Pasang cervical belt dengan tepat, tidak mencekik dan tidak terlalu longgar di
bawah dagu dan bagian belakang pada occiput
1.8  Agar terkesan Hygienis maka  dipasangkan  tissue dibawah dagu dan atau
rambut

TRAKSI CERVICAL

No. Dokumen No. Revisi Halaman2 dari 2

1.        Pelaksanaan
2.1  Agar tarikan maximal, selama  traksi pasien harus tenang.
2.2  Tidak boleh menoleh kekiri atau kekanan
2.3  Tidak boleh bicara
2.4  Tidak meninggalkan pasien sebelum pasien merasa tarikan sudah enak
2.5  Tunjukakan cara penggunaan tombol penghentian traksi untuk keadaan darurat
2.6  Melakukan pengontrolan secara periodik saat berlangsungnya traksi untuk
melihat apakah pasien pusing, mual, sesak  sehingga traksi perlu dihentikan
2.        Dosis
3.1    Beban tarikan           : 1/7 – 1/5 berat badan
3.2    Waktu                       : 10 – 15 menit
3.3    Pengulangan : Akut  : 1 kali dalam sehari
3.4    Membaik                   : 1 kali dalam 1 – 2 hari
3.5    Seri                           : 1 seri  : 10 kali
3.    Mengakhiri Terapi
4.1    Setelah selesai penarikan,traksi dilepas
4.2    Agar tidak pusing, pasien disarankan istirahat selama 1 –2 menit di bed traksi.
4.3    Kembalikan peralatan ketempat semula.
Unit Terkait Seluruh Fisioterapis

SPO PARAFFIN BATH


No. Dokumen No. Revisi Halaman 1 dari 2
Tanggal Terbit Ditetapkan,
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL Direktur

Pengertian Parafin bath / wax bath adalah suatu pengobatan dengan menggunakan farafin.yang


telah dicairkan

Tujuan Sebagai petunjuk bagi fisioterapis untuk memberikan pelayanan fisioterapi dengan
modalitas farafin bath / wax bath.

Kebijakan Paraffin Bath sesuai dengan pedoman pelayanan unit fisioterapi.

Prosedur       Persiapan
1.1  Siapkan parafin padat tujuh bagian atau empat karton Paraffin
1.2  Parafin minyak satu bagian atau sepuluh ons baby oil
1.3  Campurkan kedua bahan tersebut sehingga lebur menjadi satu cairan dengan
temperatur tidak lebih dari 1100 – 1300 F atau ( 510 - 540 C) dalam satu tempat
yang kemudian dipanaskan diatas air yang mendidih (double boiler).
1.4  Siapkan handuk tebal, kertas Parafin dan termometer lilin (candy thermometer)
untuk membungkus parafin dan mengukur suhu.

2.      Pelaksanaan
2.1  Periksa jari-jari tangan dan pergelangan tangan yang akan diobati untuk
mengetahui sensibilas kulit dar ruang gerak sendi, meliputi :
2.2  Lepaskan perhiasan yang melekat aggota yang diobati, supaya tidak
konsentrasi panas

PARAFFIN BATH

No. Dokumen No. Revisi Halaman 2 dari 2

2.1  Bersihkan dengan sabun dan keringkan area yang akan di terapi


2.2  Dosis
·      Waktu                  : 15  - 30 menit
·      Pengulangan        : 1 – 2 kali / hari
·      Seri                       : 1 Seri 10 kali
2.3  Untuk mendapatkan efek streching dan pemanasan,celupakan  anggota tubuh
yang diobati kedalam bak parafin,setelah pasien dipersiapkan dengan baik. Apabila
anggota yang dicelupkan kontraktur, diusahakan posisi peregangan kearah yang
diharapkan sebelum dicelupkan kedalam bak sampai 6-12 kali celupan atau hingga
ketebalan ¼  inchi. Pada akhir pengobatan segera angkat dan bungkus dengan
kertas parafin, kemudian ditambah satu lapis handuk tebal untuk mempertahankan
temperatur parafin. Pertahankan pembungkusan itu selama 10 – 20 menit ,
selanjutnya setelah waktu terlampaui lepaskan parafin yang biasanya mengeras
dengan cara mengerakkan anggota tersebut hingga parafin terlepas . Setelah itu
berikan massage dan latihan penambahan ruang gerak sendi.
2.4 Untuk parafin immersion, perendaman anggota tubuh dilakukan dengan  2
cara :
·      Melanjutkan parafin  dip, dimana setelah lapisan – lapisan parafin yang
melekat telah mengeras, segera masukkan kembali kedalam bak parafin dan
biarkan terendam selama 20-30 menit sampai parafin yang ada di kulit meleleh
kembali.
·      Atau membungkus terlebih dahulu sendi yang                mengalami
kontraktur dalam posisi peregangan

1.  Mengakhiri Terapi
3.1  Bersihkan area yang diobati
3.2  Perhatikan warna kulit
3.3  Kembalikan alat ketempat semula

Unit Terkait Seluruh Fisioterapis

PELAKSANAAN TERAPI LASER


Halaman Tanggal Terbit Ditetapkan oleh
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR 2
Lembar

Pengertian Prosedur mengenai proses terapi menggunakan alat Low level laser ( light
amplification by stimulated emission of radiation ) mulai dari persiapan alat,
pengoperasian alat kepada pasien hingga selesai penggunaannya. LASER
merupakan sinar yang dihasilkan atom-atom dari suatu elemen yang tereksitasi
oleh suatu radiasi elektro magnetik, sehingga menghasilkan sinar yang berbeda
dari sinar biasa yaitu coherence, monochromaticity dan collimated. Tujuan
terapi adalah penyembuhan jaringan dan control nyeri. Efek terapi laser pada
jaringan adalah akselerasi sintesiskolagen, meningkatkan vaskularisasi,
mengurangi nyeri dan efek anti inflamasi, fasilitasi penyembuhan jaringan,
mengurangi jaringan parut, konsolidasi dan penyembuhan fraktur.
Tujuan 1. Mengatur dan mengetahui tahapan–tahapan tindakan low level laser
2. Memberikan pelayanan terbaik kepada pasien.
Kebijakan 1. Keputusan Menteri Kesehatan No: 378/MenKes/SK/IV/2008 Tentang
Pedoman Pelayanan Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan No:778/MenKes/SK/VIII/2008 Tentang
Pedoman Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
Prosedur I. Pelaksanaan
1. Persiapan pasien / sebelum mulai tindakan low level laser.
a. Menjelaskan tujuan dan manfaat low level laser kepada pasien /
keluarga
b. Posisikan pasien dalam posisi nyaman, rileks dan stabil.
c. Saat dilakukan terapi, terapis dan pasien menggunakan kaca mata
untuk melindungi retina dari efek sinar laser
d. Pastikan area yang akan di terapi terbebas dari pakaian atau benda
menempel seperti minyak atau sejenis minyak.
2. Tentukan dosis yang akan digunakan sesuai dengan indikasi terapi.
Kondisi akut : 0,05-0,5 J/cm2, Kondisi kronik : 0,5-3 J/cm2.
3. Tehnik terapi dapat menggunakan tehnik pointing, scanning, atau
gridding.
4. Lama terapi tergantung pada dosis yang kita aplikasikan kepada pasien.
5. Setelah penggunaan low level laser, matikan mesin dan kemudian
dirapikan.
II. Hal yang perlu diperhatikan
1. Terapis harus selalu mengontrol/mengawasi pasien selama proses terapi
berlangsung.
2. Indikasi
a. Cidera ligament atau tendon
b. Mengurangi edema.
c. Cidera jaringan lunak.
d. Artritis.
e. Perawatan ulkus dan luka bakar.
f. Mencegah jaringan parut.
3. KontraIndikasi
a. Kondisi keganasan (kanker)
b. Kehamilan.
Unit Terkait 1. Poliklinik
2. Instalasi Rawat Inap
3. Instalasi Radiologi
4. Instalasi Laboratorium

SPO STANDAR DOKUMENTASI


FISIOTERAPI

              No. No. Revisi Halaman 1 dari 2


Dokumen
Tanggal Terbit
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
Pengertian Pedoman bagi Fisioterapis dalam menjalankan asuhan profesional dengan melakukan
pencatatan dan pelaporan fisioterapi pada pasien/klien yang ditanganinya.
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien  dengan hasil yang
optimal.
Kebijakan Standar Dokumentasi Fisioterapi sesuai dengan  pedoman pelayanan unit fisioterapi.
Prosedur Kriteria :
1.    Nama pasien dan data identifikasi lain.
2.    Asal rujukan.
3.    Tanggal pertama asesmen, hasil asesmen dan data dasar
4.    Program dengan estimasi lamanya pelayanan atau tujuan jangka pendek,   menengah
dan jangka panjang sesuai standar IV.
5.    Metode dan hasilnya serta modifikasinya meliputi:
5.1  Perkembangan neuromotorik dan integrasi sensoris
5.2  Range of motion
5.3  Penampilan otot (termasuk kekuatan, tenaga dan daya tahan)
5.4  Ventilasi, respirasi (pertukaran gas) dan sirkulasi
5.5  Sikap statis dan dinamis
5.6  Langkah, gerak (lokomasi) dan keseimbangan
5.7  Pemeliharaan diri dan pengelolaan tempat tingga

SPOSTANDAR
STANDARDOKUMENTASI
DIAGNOSA
FISIOTERAPI
FISIOTERAPI

      No. Dokumen No. Revisi Halaman 2 dari 2


     No. Dokumen No. Revisi Halaman 1 dari 2
   
1.    Pencatatan selama pasien rawat inap maupun rawat jalan
    
2.    Menggunakan Tulisan tangan dan tanda tangan harus dengan tinta.
Tanggal Terbit
3.    Pencatatan dilakukan segera setelah tindakan dilaksanakan.
STANDAR
4.    Penulisan catatan jelas, ringkas dan menggunakan istilah dan sisitimatika yang baku.
PROSEDUR
5.    Mengoreksi kesalahan dokumen dengan cara mencoret satu garis lurus sepanjang tulisan
OPERASIONAL
Pengertian yang dikoreksi
Pedoman diparaf dan ditanggali
bagi Fisioterapis dalam menjalankan asuhan
6.    Setiap
profesional dengan merumuskan diagnosainisial
pencatatan harus mencantumkan / nama fisioterapis
dan prognosa yang melaksanakan
fisioterapi pada
intervensi fisioterapi.
pasien/klien yang ditanganinya.
7.    Persetujuan (informed consent) : kepada pasien/klien harus ditanyakan pemahaman dan
Tujuan kesadarannya
Melaksanakan sebelum
asuhanintervensi
fisioterapidimulai
secara tepat, efektif dan efisien  dengan hasil
8.    Disimpan sesuai
yang optimal. peraturan yang berlaku.
9.    Digunakan sebagai bahan informasi, komunikasi dan laporan.
Unit Terkait
Kebijakan Seluruh
StandarFisioterapis
Diagnosa Fisioterapi sesuai dengan pedoman pelayanan unit
fisioterapi.

Prosedur 1.    Diagnosa fisioterapi dihasilkan dari proses pemeriksaan dan evaluasi


dengan pertimbangan klinis yang dapat menunjukkan adanya disfungsi gerak,
mencakup adanya gangguan atau kelemahan jaringan tertentu, limitasi fungsi,
ketidakmampuan dan sindroma. Diagnosa akan berfungsi dalam
menggambarkan keadaan pasien / klien, menuntun penetuan prognosis dan
menuntun penyusunan rencana intervensi.
STANDAR DIAGNOSA
1.2  Merumuskan dan atau kelemahan jaringan.
FISIOTERAPI
1.3  Merumuskan keterbatasan gerak fungsional.
1.4  Merumuskan ketidakmampuan gerak dalam aktifitas hidup harian
1.5  Merumuskan sindrom dari analisa dan sintesa simtom yang ada.
      No. Dokumen No. Revisi Halaman 2 dari 2

   

1.      Prognosis fisioterapi dihasilkan dengan cara merumuskan prediksi


perkembangan varian kondisi  sehat sakit pasien / klien yang mungkin dicapai
dalam waktu berikutnya dengan intervensi fisioterapi.

SPO STANDAR PENGKAJIAN


Unit Terkait Seluruh Fisioterapis
FISOTERAPI

     No. Dokumen No. Revisi Halaman 1 dari 4

Tanggal Terbit
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
Pengertian Proses yang mencakup pemeriksaan pada diri individu atau
kelompok, mengidentifikasi problem yang nyata dan yang
berpotensi terjadi kelemahan, keterbatasan fungsi,
ketidakmampuan atau kondisi kesehatan lain
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien 
dengan hasil yang optimal.
Kebijakan Standar pengkajian Fisioterapi sesuai dengan pedoman pelayanan
SPO
unit fisioterapi.
Prosedur 1.    Identifikasi Umum.
Kriteria : STANDAR PENGKAJIAN

1.1.   Data Lengkap FISIOTERAPI


    No. Dokumen No. Revisi Halaman 2 dari 4
1.2.   Sistematis
1.3.   Menggunakan form dan prosedur yang baku, actual dan
    /
valid.
2.1  Penyakit lain yang berpengaruh terhadap prognosis
2.2  Pernyataan pasien / klien tentang problemnya sesuai dengan
2.      Asesmen
kadar dan konsultasi
pengetahuannya.
Data awal mencakup
2.3  Antisipasi elemen :
tujuan dan harapan setelah terapi ( outcomes) dari
2.1  Riwayat
pasien penyakit
/ klien dan dan dan
keluarga harapan
pihakpasien / klien
lain yang terpengaruh.
2.2  Riwayat problem sekarang, keluhan, tanggal mulai dirasakan
dan upaya pencegahannya.
1.      Telaah sistemik
2.3  Diagnosa
Status anatomi medisdandanfisiologi
dan riwayat
yangmedis yang
berkait berkaitan
dengan data awal,
2.4  Karekteristik
mencakup sistem-sistem demografi,
: psikologik, sosial, dan faktor
lingkungan yang terkait.
2.5  Pelayanan terkait sebelumnya atau yang bersamaan dengan
episode asuhan fisioterapi.
3.1  Kardiovasculer/ pulmuner
3.2  Integumenter
3.3  Musculoskleletal
3.4  Neuromusculer

2.      Telaah tentang komunikasi, afeksi, kognisi, bahasa dan


kemampuan pembelajaran.

3.      Pengujian dan pengukuran yang terpilih untuk menentukan


status pasien / klien.
5.1  Arousal, atensi dan kognisi
5.2  Tingkat kesadaran
5.3  Kemampuan menjawab perintah
5.4  Kemampuan tampilan secara umum

4.      Perkembangan neuromotorik dan integrasi sensoris


4.1.   Keterampilan motorik kasar dan halus
4.2.   Pola gerak reflek, Ketangkasan, kelincahan dan koordinasi

SPO

STANDAR PENGKAJIAN
FISIOTERAPI
   No. Dokumen No. Revisi Halaman 3 dari 4

1.      Range Of Motion
7.1    Luas gerak sendi
7.2    Nyeri jaringan lunak sekitar
7.3    Panjang dan fleksibilitas otot
2.   Penampilan otot ( termasuk kekuatan, tenaga dan daya tahan)
8.1    Force, velocity, torque, work, power
8.2    Gradasi manual muscle test.
8.3    Elektromiografi : Amplitudo, durasi, waveform dan frekuensi
3.      Ventilasi, respirasi (pertukaran gas) dan sirkulasi
9.1  Frekuensi denyut jantung, frekwensi pernafasan, tekanan darah
9.2  Gas darah arteri
9.3  Palpasi denyut perifer
4.      Sikap
10.1 Sikap statikgerak (lokomasi) dan keseimbangan
11.1     Karateristik langkah
11.2     Fungsional lokomasi
11.3     Karateristik keseimbangan
6.      Pemeliharaan diri dan pengelolaan tempat tinggal
12.1     Aktifitas hidup harian
12.2     Kapasitas fungsional
12.3     Transfer
12.4     Integrasi/reintegrasi masyarakat  dan kerja
(pekerjaan/sekolah/bermain )
12.5     Aktifitas instrumentasi kehidupan harian
10.2 Sikap dinamik
5.      Langkah,

STANDAR PENGKAJIAN
FISIOTERAPI

     No. Dokumen No. Revisi Halaman 4 dari 4


  

12.1     Kapasitas fungsional
12.2     Transfer
12.3     Integrasi/reintegrasi masyarakat dan kerja (pekerjaan/sekolah/bermain )
12.4     Aktifitas instrumentasi kehidupan harian
12.5     Kapasitas fungsional
12.6     Kemampuan adaptasi
1.      Pemeriksaan penunjang seperti radiologi, laboratorium dan lain
sebagainya
2.      Analisa data dan interpretasi data.
Unit Terkait Seluruh Fisioterapis

SPO FISIOTERAPI PADA POST OP. ACL

    No. Dokumen No. Revisi Halaman 1 dari 4

          
Tanggal Terbit Ditetapkan,
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL

Direktur
Pengertian Adalah tindakan operasi yang dilakukan oleh adanya robek pada anterior cruciatum
ligament sendi lutut.Fisioterapi pada ACL adalah program latihan yang
diberikan untuk pasien sesudah operasi baik saat imobilisasi ataupun sesudah imobilisasi.

Tujuan Sebagai petunjuk dan menyeragamkan cara kerja fisioterapis untuk memberikan
pelayanan fisioterapi dengan kasus post op. ACL

Kebijakan Fisioterapi pada Post Op. ACL sesuai dengan pedoman pelayanan unit fisioterapi.

Prosedur a.    Tahap Orientasi


1.      Berikan salam dan sapa nama pasien
2.      Jelaskan tujuan dan tindakan yang akan dilakukan ke pasien/keluarga pasien
3.      Tanyakan persetujuan dan kesiapan pasien sebelum tindakan dilakukan

b.    Tindakan Fisioterapi
1.        Fase I Minggu ke-1 dan 2
Pada fase awal ini yang menjadi perhatian adalah untuk mengontrol bengkak dan
untuk memelihara ekstensi ROM, mencapai\memelihara ROM fleksi knee pada sudut 90
dan memfasilitasi kontrol otot Quadriceps untuk mengurangi terjadinya atropi. Latihan
yang diberikan adalah :
1.1.  Latihan Quadriceps setting dengan pengulangan 10x
1.2.  Latihan Quadriceps setting dengan  straight leg raise pengulangan 10x
1.3.  Wall slides, 10x pengulangan (latihan aktif fleksi knee dengan bantuan gravitasi)

FISIOTERAPI PADA POST OP. ACL

No. Dokumen No. Revisi Halaman 2 dari 4

 
1.1.   “JaneFondas” latihan gerak ekstensi-fleksi, abduksi-adduksi hip; 20x
pengulangan pada setiap bidang geraknya.

1.2.  Latihan pumping ankle, dilakukan sepanjang hari secara berkesinambungan.


Bila diperlukan gantung kaki dalam posisi pronasi.

1.3.  “Gait Checks”,
fisioterapis mengobservasi kemampuan pasien dalam melakukan backwards ambulasi u
ntuk mendukung tercapainya ROM ekstensi penuh dengan memakai brace.

1.4.  Gliding patella, pasien melakukan mobilisasi patella


sendiri dengan dibantu oleh fisioterapis.

1.5.  Long sitting untuk menciptakan ekstensi knee.


Posisi tersebut juga membantu untuk men-stretching hamstrings.
Dalam posisi tersebut pasien diminta meraih ujung ibu jari kaki selama 10-15 menit

1.6.  setiap 2-4 jam, coba untuk tetap mempertahankan knee dalam posisi lurus.

1.7.  Setelah melakukan seluruh latihan tersebut berikan terapis,
kompressi dan elevasi untuk mengontrol nyeri\oedema.
1.8.  Jangan meletakkan bantal untuk mengganjal knee

1.9.  Lakukan latihan tersebut dua kali sehari,


setiap dua hari sekali latihan dihentikan untuk mengurangi iritasi.

1.10.        Tujuan yang harus dicapai sebelum maju ke fase II


adalah : Oedema berkurang\terkontrol, ROM ekstensi knee mencapai sudut 0,
fleksi mencapai sudut 110 (bila dilakukan repair meniscus ROM fleksi hanya 90),
mampu melakukan SLR hip dalam posisi abduksi-adduksi, fleksi-
ekstensi dan dapat berjalan dengan weight
bearing sesuai toleransi dengan menggunakan kruk.

FISIOTERAPI PADA POST OP. ACL

     No. Dokumen No. Revisi Halaman 3 dari 4

   
1.                   Fase II Minggu ke-3 dan 4
Memelihara ROM dan mulai untuk fokus pada
latihan strengthening closed chain dengan pemberian perhatian pada nyeri,
oedema atau menurunnya ROM. Lanjutkan penggunaan brace sesudah operasi
.Sebaiknya sudah berjalan tanpa kruk dalam pola jalan yang normal. ROM
knee ekstensi penuh, fleksi 120. Tidak ada peningkatan nyeri, oedema,
atau gejala lain selama melakukan latihan. Latihan yang diberikan adalah:
2.1  Lanjutkan latihan SLR, 10x pengulangan
2.2  Mini-squats (sudut 0-30) dimulai dari 10x pengulangan.
Gerakan ini dilakukan sampai knee berada jauh dari ujung ibu jari kaki (knee over tip
of toes), selama latihan tidak boleh ada rasa nyeri.
2.3  Mini-squats dengan satu tungkai (weight shifts)
2.4  Steps Up (latihan naik tangga) (concentric), dimulai dari 10x
pengulangan dengan tinggi undakan 3”,
peningkatan tinggi undakan sesuai dengan toleransi.
2.5  Latihan eccentric (latihan turun tangga), 10x pengulangan sesuai dengan indikasi.
2.6  Latihan proprioseptif, latihan open chain. Selanjutnya latihan meningkat ke single leg
stands.
2.7  Mulai latihan dengan sepeda, stairmaster, treadmill.
2.8  Tujuan yang harus dicapai sebelum maju ke fase III
adalah : Berjalan tanpa kruk dalam pola jalan yang normal, ROM ekstensi knee
mencapai sudut 0, fleksi mencapai sudut 120  Latihan naik-turun tangga mencapai 3x
pengulangan selama 3 menit setiap pengulangan (eccentric),
latihan stairmaster mencapai 10 menit, latihan sepeda 15 menit atau lebih, latihan
treadmill 15 menit atau lebih, tidak ada peningkatan nyeri, oedema atau gejala lain
selama melakukan latihan.

2.      Fase III Minggu ke-5 dan 8


Observasi umum harus memonitor adanya efusi,
perhatian terhadap adanya tendonitis patella. Latihan yang diberikan adalah:
1.1  Lanjutkan latihan squats dengan matras.

FISIOTERAPI PADA POST OP. ACL

    No. Dokumen No. Revisi Halaman 4 dari 4


1.1  Mulai latihan single dan double leg press.
1.2  Mulai program latihan jogging, tidak boleh ada latihan dengan gerak twisting.
Latihan dapat menggunakan back pedals dan side stapping.
1.3  Lanjutkan penggunaan stairmaster dan sepeda untuk latihan aerobic
1.4  Latihan keseimbangan dan proprioseptif.
1.5  Lanjutkan latihan turun tangga dengan single step.
1.6  Latihan ekstensi lutut open chained

2.      Fase IV Minggu ke-8 dan 12


Fase ini merupakan saatnya memulai latihan aktivitas fungsional.
Fisioterapis harus memperhatikan kesesuaian ukuran brace saat beraktivitas. Latihan
yang diberikan adalah seluruh latihan pada fase III ditambah :
2.1    Mulai diberikan latihan lateral carioca yang lebih berat, zig-zag, plant
(latihan dengan alas lembut) dan back up.
2.2    Tes isokinetic dalam ROM penuh pada minggu ke 12
2.3    Latihan di sliding board (area yang miring)
2.4    Latihan proprioseptif maksimal seperti pada fase III

3.     Fase V Minggu ke-12, 16 dan 24 (6 bulan)


Dapat mulai latihan olah raga. Latihan  sama dengan fase IV ditambah dengan:
3.1  Lanjutkan latihan proprioseptif dengan latihanintensif.
3.2  Latihan ditambah dengan latihan fungsional, latihan khusus sesuai olah raga yang
digeluti
Unit Terkait Seluruh Fisioterapis

                                              
SPO FISIOTERAPI PADA
OSTEOARTHRITIS TIBIOFEMORAL JOINT

No. Dokumen No. Revisi Halaman 1 dari 2


   

TanggalTerbit
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
Pengertian Adalah proses fisioterapi yang diterapkan pada Osteroarthrosis tibiofemoral joint.

Tujuan Sebagai petunjuk dan menyeragamkan cara kerja fisioterapis untuk memberikan
pelayanan fisioterapi dengan kasus Osteroarthrosis tibiofemoral joint.
Kebijakan fisioterapi pada osteoarthritis tibiofemoral joint sesuai dengan pedoman pelayanan
unit fisioterapi.
Prosedur a.    Tahap Orientasi
1.    Berikan salam dan sapa nama pasien
2.    Jelaskan tujuan dan tindakan yang akan dilakukan ke pasien/keluarga pasien
3.    Tanyakan persetujuan dan kesiapan pasien sebelum tindakan dilakukan
b.      Teknik Aplikasi :
1.      Asesmen fisioterapi
1.1    Anamnesis
·      Nyeri jenis ngilu/pegal pada Tibio femoral joint
·      Morning sickness dan start pain
·      Gerak terbatas dan krepitasi
1.2    Tes cepat : Nyeri dan terbatas pada fleksi, ekstensi tibio femoral joint
1.3    Tes gerak aktif : Nyeri dan terbatas dengan krepitasi pada tibio femoral joint
1.4    Tes gerak pasif
·      Nyeri dan terbatas dengan krepitasi pada gerak tibio femoral joint
·      Fleksi, ekstensi, tibio femoral joint, firm end feel

FISIOTERAPI PADA
 OSTEOARTHRITIS TIBIOFEMORAL JOINT

      
No. Dokumen No. Revisi Halaman 2 dari 2

1.1  Tes gerak isometric : Tidak ditemukan gangguan khas
1.2  Tes khusus
·         JPM test fleksi, ekstensi tibio femoral joint, firm end feel.
·         Patello femoral test, Ballotement test, Fluktuation test
1.3  Pemeriksaanlain : X ray : penyempitan sela sendi;
penebalan tulang subchondrale; osteophyte.

2.      Diagnosis : Capsular pattern tibio femoral joint secondary to


Osteoarthrosistibio femoral  joint

3.      Rencanatindakan
3.1    Penjelasan tentang patologi,diagnosis, target,tujuan, rencana intervensi dan ha
sil yang diharapkan
3.2    Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindakan intervensi fisioterapi
3.3    Perencananaan intervensi secara bertahap

4.      Intervensi
4.1  US : Continous dosis 1-1,5 watt/cm untuk aktualitas tinggi dan 2 -2,5 watt/cm
untuk aktualitas rendah, waktu 5-7 menit.
4.2  Joint mobilization : Pada awal intervensi translasi oscilasi dalam
MLPP, Translasi pada pembatasan fleksi, ekstensi  tibio femoral joint, Active
mobilization

5.      Evaluasi: Nyeri sekitar ankle dan lutut

6.      Kontraindikasi:
6.1  Fraktur
6.2  Dislocation
6.3  Neoplasma

7.      Dosis:
7.1  Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah;
pada aktualitas rendah dosis intensitas tinggi

7.2  Waktu intervensi 20-30 menit


7.3  Pengulangan aktualitas tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3 kali - 2 kali
seminggu.

Unit Terkait Seluruh Fisioterapis

SPO FISIOTERAPI PADA POST AMP

No. Dokumen No. Revisi Halaman 1 dari 2

Tanggal Terbit
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
Pengertian Adalah jenis tindakan operasi yang dilakukan pada subcapital caput femur
karena fraktur atau adanya degenerasi  caput femur karena suatu penyakit keadaan
acetabulum relativ normal dengan pemasangan bipolar prosthesis

Tujuan Sebagai petunjuk dan menyeragamkan cara kerja fisioterapis untuk memberikan
pelayanan fisioterapi dengan kasus post AMP

Kebijakan Sebagai petunjuk bagi fisoterapis dalam memberikan pelayanan pada kasus post
AMP

Prosedur a.      Tahap Orientasi


1.  Berikan salam dan sapa nama pasien
2.  Jelaskan tujuan dan tindakan yang akan dilakukan ke pasien/keluarga pasien
3.  Tanyakan persetujuan dan kesiapan pasien sebelum tindakan dilakukan

b.    Kontra Indikasi
         1.   Hari ke-1 sampai ke-5 tidak boleh dilakukan fleksi hip lebih 45 dan adduksi
         2.   Tidak dianjurkan pasien duduk di kursi yang rendah atau terlalu lembek
         3.   Kaki tidak boleh disilangkan (adduksi).

c.    Tindakan Fisioterapi
1.      Imobilisasi
Sesudah operasi pasien tidur posisi telentang dengan posisi tungkai yang di
operasi posisi lurus dan rotasi netral
2.      Fase proteksi maksimal

FISIOTERAPI PADA POST AMP

No. Dokumen No. Revisi Halaman 2 dari 2

1.1  Sesegera mungkin diberikan deep breathing, coughing dan ankle pumping


exercise untuk mencegah terjadinya komplikasi pulmunal dan vaskulair
1.2  Latihan anggota gerakyangsehat untuk memelihara kekuatan dan fleksibilitas o
tot
1.3  Latihan pain-free isometric untuk mencegah atropi otot tungkai yang di operasi
1.4  Latihan aktif atau assisted untuk memelihara gerak sendi dan jaringan lunak
1.5  Hari ke 3 sesudah operasi latihan duduk di bed atau kursi dengan posisi sendi
hip tidak boleh fleksi lebih dari 45 dan posisi hip sedikit abduksi
1.6  Latihan jalan di parallel bar, walker atau kruk

2.      Fase proteksi sedang
2.1  Pada pemasangan prostese cemented latihan weight bearing
dapat dilakukan lebih awal
2.2  Pada trochanteric osteotomy latihan weight bearing
dapat dilakukan pada minggu ke 8 sampai minggu ke 12
2.3  Latihanaktif ROM secarabertahap, fleksi hip tidak boleh lebih 90˚
2.4  Untuk meningkatkan control neuromuscular hip
diberikan latihan penguatan dengan gerak aktif dan SLR
2.5  Latihan closed-chain  sambil berdiri di parallel bar atau walker

3.      Fase proteksi minimal dan pengembalian fungsi


3.1  Latihan penguatan otot-otot ekstensor dan abduksi hip untuk ambulasi, latihan
open-close chain
3.2  Latihan ambulasi di tingkatkan dari walker ke kruk atau tongkat paling
lambat minggu ke 12 sesudah operasi
3.3  Latihan peningkatan daya tahan dengan stationary bicycle
dengan posisi tempat duduk ditinggikan untuk mencegah fleksi hip yang
berlebihan

Unit Terkait Seluruh Fisioterapis

SPO FISIOTERAPI PADA OSTEOARTHRITIS HIP JOINT

No. Dokumen No. Revisi Halaman 1dari 2

Tanggal Terbit
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Osteoarthrosis Hip joint

Tujuan Sebagai petunjuk dan menyeragamkan cara kerja fisioterapis untuk


memberikan pelayanan fisioterapi dengan kasus Osteoarthrosis Hip joint

Kebijakan Sebagai petunjuk bagi fisoterapis dalam memberikan pelayanan pada


kasus Osteoarthrosis Hip joint

Prosedur a.    Tahap Orientasi


1.    Berikan salam dan sapa nama pasien
2.    Jelaskan tujuan dan tindakan yang akan dilakukan ke
pasien/keluarga pasien
3.    Tanyakan persetujuan dan kesiapan pasien sebelum tindakan
dilakukan
b.      Teknik Aplikasi :
1.      Asesmen fisioterapi
1.1    Anamnesis
·         Nyeri jenis ngilu/pegal pada hip joint
·         Morning sickness dan start pain
·         Gerak terbatas dan krepitasi
1.2    Tes cepat : Nyeri dan terbatas pada semua arah gerakan hip joint
1.3    Tes gerak aktif : Nyeri dan terbatas dengan krepitasi pada gerak hip
joint
1.4    Tes gerak pasif
·      Nyeri dan terbatas dengan krepitasi pada gerak hip joint
·      Internal rotasi, adduksi, fleksi hip joint, firm end feel.

FISIOTERAPI PADA OSTEOARTHRITIS HIP JOINT

No. Dokumen No. Revisi Halaman 2 dari 2

1.1  Tes gerak isometrik : Tidak ditemukan gangguan khas


1.2  Tes khusus :JPM test internal rotasi, adduksi, fleksi hip joint, firm end feel.
1.3  Pemeriksaan lain : X ray : penyempitan sela sendi;
penebalan tulang subchondrale; osteophyte.
2.      Diagnosis : Capsular pattern hip joint secondary to Osteoarthrosis Hip joint
3.      Rencana tindakan
3.1  Penjelasan tentang patologi,diagnosis, target,tujuan, rencana intervensi dan ha
sil yang diharapkan
3.2  Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindakan intervensi fisioterapi
3.3  Perencananaan intervensi secara bertahap
4.      Intervensi
4.1    US:Continous dosis 1-1,5 watt/cm untuk aktualitas tinggi dan 2 -2,5 watt/cm
untuk aktualitas rendah, waktu 5-7 menit.
4.2    Joint mobilization : Pada awal intervensi translasi oscilasi dalam
MLPP, Translasi pada pembatasan internal rotasi, adduksi, fleksi hip joint, Active
mobilization exercise Semua arah gerakan hip
5.      Evaluasi : Nyeri, ROM dan fungsi tangan.
6.      Kontra indikasi:
6.1  Fraktur
6.2  Dislocation
6.3  Neoplasma
7.      Dosis :
7.1  Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah,pada aktualitas rendah d
osis
intensitas tinggi
7.2  Waktu intervensi 20-30 menit
7.3  Pengulangan aktualitas tinggi tiaphari; pada aktualitas rendah 3 kali - 2 kali
seminggu

Unit Terkait Seluruh Fisioterapis

SPO FISIOTERAPI PADA FLAT FOOT

No. Dokumen No. Revisi Halaman 1 dari 2

Tanggal Terbit
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
Pengertian Proses fisioterapi yang diterapkan pada Flat Foot

Tujuan Sebagai petunjuk dan menyeragamkan cara kerja fisioterapis untuk memberikan
pelayanan fisioterapi dengan kasus Flat Foot

Kebijakan Fisioterapi pada Flat Foot sesuai dengan pedoman pelayanan unit fisioterapi.

Prosedur a.      Tahap Orientasi


1.      Berikan salam dan sapa nama pasien
2.      Jelaskan tujuan dan tindakan yang akan dilakukan ke pasien/keluarga pasien
3.      Tanyakan persetujuan dan kesiapan pasien sebelum tindakan dilakukan

b.      Teknik Aplikasi :
1.      Asesmen fisioterapi
1.1  Anamnesis:
·      Tidak ada arcus plantar
·      Inbalance
1.2  Inspeksi :Telapak kaki datar, tulang navicularis menonjol ke medial.
1.3  Tes cepat
·      Gait analisis tampak kaki menyudut ke lateral
·      Plantar fleksi lebih lemah
1.4     Tes gerak aktif : Dalam batas normal
1.5     Tes gerak pasif
·     Gerak ROM pronasi kaki lebih besar dari normal,
gerak pronasi terbatas, elastic end feel
·      Gerak lain normal

FISIOTERAPI PADA FLAT FOOT

   No. Dokumen No. Revisi Halaman 2 dari 2

1.1     Tes gerak isometric : saat fleksi kekuatan jari-jari kaki kurang dibanding


dengan gerak lain.
1.2     Tes khusus
·      Palpasi : arcus longitudinal plantaris rata
·      Pengukuran adakah genu valgus
1.3     Pemeriksaan lain : Podografi: dijumpai flat foot.

2.    Diagnosis: gangguan kesimbangan dan berjalan akibat flat foot


3.    Rencana tindakan:
3.1  Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi dan
hasil yang diharapkan
3.2  Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi fisioterapi
3.3  Perencananaan intervensi secara bertahap

4.      Intervensi
4.1  Strengthening exersice pada fleksor jari kaki
4.2  Ballance exc
4.3  Walking exc dengan menggunakan ujung kaki
4.4  Penggunaan medial arc support

5.      Evaluasi : Nyeri sekitar ankle dan lutut


6.      Dosis:
6.1    Penggunaan medial arc support dalam waktu 3 bulan atau lebih
6.2    Pengulangan aktualitas tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3 kali - 2 kali
seminggu

7.      Kontra indikasi :
7.1     Fraktur
7.2     Poliomielitis
Unit Terkait Seluruh Fisioterapis

PELAYANAN FISIOTERAPI PADA PASIEN COVID-19

No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :


-

Tanggal Terbit :

April 2020

STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL

Pengertian
3. Novel coronavirus 2019 teridentifikasi di Wuhan sebagai wabah
infeksi saluran napas dengan varian virus corona baru yang
kemudian disebut Covid-19. Gejala dan tanda bervariasi mulai dari
ringan sampai berat, sampai menyebabkam gagal napas dan
kematian.
Tujuan Sebagai pedoman tindakan Fisioterapi pada pasien covid-19 di rumah sakit

Kebijakan 9. UU RI no. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen


10. UU RI no 29/2004 tentang praktik kedokteran
11. UU RI no. 14/2008 tentang keterbukaan informasi publik
12. UU RI no. 36/2009 tentang kesehatan
13. UU RI no. 44/2009 tentang RS
14. UU RI no. 25/2009 tentang pelayanan publik.
15. Kepmenkes RI No. 631/Menkes/SK/IV/2005 Tentang Pedoman
peraturan internal staf medis (medical staff bylaws) di rumah sakit
16. KepMenKes RI no. 378/2008 tentang Pedoman Pelayanan Rehabilitasi
Medik di Rumah Sakit
17. 010/SE/PP-IFI/IV/2020 surat keputusan IFI PUSAT
Prosedur 16. Lakukan 5S (senyum, sapa, salam, sopan, santun) sesuai dengan etika
menghadapi pasien
17. Terima rekam medik konsultasi dari rawat inap
18. Catat identitas pasien pada buku register
19. Tahapan pelayanan :
1. Pasien di ruang rawat regular isolasi
- Latihan batuk efektif. Pasien aktif, kooperatif diberikan latihan batuk
efektif mandiri. Active cycle breathing technique, atau self air stack
(dilakukan tanpa ambu,diakhiri dengan “cough” atau “huff”).

- Pasien dengan kelemahan otot napas dapat dilakukan latihan batuk


dengan manual cough assist menggunakan ambu bag atau dengan
mechanical cough assist bila tidak ada kontraindikasi.

2. Pasien dengan ventilasi mekanik :

Teknik bersihan jalan napas pasien dengan ventilasi mekanik dimulai


sejak pasien
terintubasi.
- Teknik :Vibrasi, perkusi pada semua lapang paru, anterior posterior
lateral.

- Bila pasien punya refleks batuk yang adekuat stimulasi reseptor batuk
mekanik akan membantu timbulnya refleks batuk

- Lakukan dalam posisi bantuan gravitasi.

- Pasien yang tidak sadar atau dalam sedasi, berikan bantuan batuk
dengan kompresi pada toraks atau abdomen saat ekspirasi.

- Pasien yang composmentis dan dapat mengikuti instruksi, diberikan


latihan inspirasi-ekspirasi-inspirasi-ekspirasi-inspirasi-huffing mengikuti
fase inspirasi ventilator.

- Mukus yang tidak keluar dengan teknik klasik, harus dikeluarkan


dengan teknik manual cough assist atau mechanical cough assist.

Rekondisi pasien di rawat regular isolasi :

1. Latihan peregangan : peregangan anggota gerak atas dan gerak


bawah akan mencegah kekakuan sendi. Latihan dapat dilakukan mandiri
pada gejala derjat ringan dan umum atau latihan pasif pada derajat
berat dan pada pasien kritis stabil. Frekuensi 1-2 x sehari

2. Latihan otot napas. Latihan otot napas dapat dilakukan menggunakan


Inspiratory muscle trainer. Beban latihan dapat diukur dengan 1 RM
atau 10 RM menentukan Maximum Inspiratory pressure (MIP).
Latihan diafragma dapat dilakukan mandiri setelah latihan dengan
supervisi. Latihan otot napas hanya dapat dilakukan pada pasien
composmentis kooperatif
3. Latihan erobik. Latihan erobik dapat dilakukan pada pasien dengan
gejala ringan atau umum yang tidak demam dan tidak sesak.
Uji latih pada yang mampu laksana adalah sit to stand test. Bila terjadi
desaturasi saat latihan suplemen oksigen dapat diberikan. Bila SO2 tidak
terkoreksi (<93%) latihan dapat dihentikan.
4. Latihan penguatan otot perifer. Squatting, bridging, ankle pumping
dll, adalah latihan-latihan yang dapat menjaga tonus dan trofi otot.
Dapat dilakukan mandiri setelah edukasi pada sesi pertama.
5. Latihan pernapasan. Berlatih napas dalam akan membantu perbaiki
kapasitas batuk. Yang paling penting adalah melatih kontrol pernapasan
dan relaksasi pada pasien yang mengalami sesak napas. Edukasi dan
latih pembatasan penggunaan otot napas bantu, cara konservasi energi,
kontrol postur dan relaksasi.

Rekondisi pasien Covid-19 di ICU :


Kontraindikasi : semua kondisi hemodinamik dan respirasi yg tidak
stabil, TIDAK dilakukan latihan.
Mobilisasi Dini di ICU :
Prinsip dan alur mobilisasi dini pasien di ICU sama dengan pasien non
covid, termasuk pasien dengan ventilasi mekanik. Penentuan kondisi
STABIL merupakan syarat mutlak. Penentuan stabilitas kondisi medis
menurut algoritme screening mobilisasi dini. Dengan kriteria
kontrolindikasi absolut pada MAP <65 cmH2O, dan Indeks oksigenasi <
3,0.
Pasien dengan covid-19 akan membutuhkan usaha dan tim yang lebih
kompleks mengingat kerumitan APD yang harus digunakan oleh semua
tenaga kesehatan yang merawat pasien.
Monitoring dilakukan sebelum, selama dan sesudah latihan mobilisasi.
Selama proses latihan FiO2 dapat dinaikkan bila terjadi desaturasi, atau
dihentikan bila tidak terkoreksi. Batuan latihan juga bisa dilakukan
dengan menaikkan ventilatory support.

Pencegahan dekondisi pada pasien covid-19 :


Pasien covid akan berada dalam ruang isolasi, menjadikan turunnya
aktivitas fisik harian. Penurunan tingkat aktivitas ini tergantung seberapa
aktif pasien dalam melakukan aktivitas fisik sebelum sakit.
Benefit : latihan dekondisi seawal mungkin akan mencegah timbulnya
gejala-gejala dekondisi (sindroma dekondisi) yang dapat terjadi pada
banyak sistem organ. Terkait dengan sistem pernapasan, latihan latihan
rekondisi akan mencegah penumpukan mukus saluran napan, mencegah
disfungsi otot-otot pernapasan, dan memperbaiki dinamika diafragma.

Instalasi terkait 3. Instalasi Rawat Inap

Unit terkait Unit Fisioterapi


PROTOKOL PENGGUNAAN APD REHABILITASI MEDIK

No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :


- 1-3

Tanggal Terbit :

April 2020

STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL

Pengertian 3. Novel coronavirus 2019 teridentifikasi di Wuhan sebagai wabah infeksi


saluran napas dengan varian virus corona baru yang kemudian disebut
Covid-19. Gejala dan tanda bervariasi mulai dari ringan sampai berat,
sampai menyebabkam gagal napas dan kematian.
Tujuan Sebagai pedoman tindakan Fisioterapi pada pasien covid-19 di rumah sakit

Kebijakan 9. UU RI no. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen


10. UU RI no 29/2004 tentang praktik kedokteran
11. UU RI no. 14/2008 tentang keterbukaan informasi publik
12. UU RI no. 36/2009 tentang kesehatan
13. UU RI no. 44/2009 tentang RS
14. UU RI no. 25/2009 tentang pelayanan publik.
15. Kepmenkes RI No. 631/Menkes/SK/IV/2005 Tentang Pedoman peraturan
internal staf medis (medical staff bylaws) di rumah sakit
16. KepMenKes RI no. 378/2008 tentang Pedoman Pelayanan Rehabilitasi
Medik di Rumah Sakit
17. 010/SE/PP-IFI/IV/2020 surat keputusan IFI PUSAT
Prosedur Bagi Staff rehabilitasi medik yang bertugas di ruang Isolasi PINERE,
HCU, ICU, PICU, NICU, ruang
Intensif. Maka APD yang harus digunakan setelah cuci tangan, adalah:
a. Apron dan Gaun, atau dengan Cover all Jumpsuit/Hazmat
b. Penutup kepala atau bergo (bila tidak menggunakan cover all
jumpsuit)
c. Masker N95
d. Goggle/kacamata pelindung (ketika ada risiko percikan cairan tubuh)
e. Visor/ Face shield
f. Sarung tangan/handscoon (dilepaskan segera setelah selesai
tindakan)
g. Sarung tangan luar
h. Shoes cover /Boots

Bagi Staff rehabilitasi medik pada pelayanan rawat inap tidak


terkonfirmasi COVID-19, maka APD yang
digunakan setelah cuci tangan adalah:
a. Apron/Gaun
b. Masker bedah
c. Visor/ Face shield
d. Sarung tangan/handscoon (dilepaskan segera setelah selesai
tindakan)
e. Sepatu tertutup/Shoes cover
Setelah selesai tugas lakukan pelepasan APD dan cuci tangan sesuai
tatacara dan
urutan yang benar.

Bagi staff rehabilitasi medik pada pelayanan rawat jalan, maka APD
yang digunakan setelah cuci tangan
adalah:
f. Apron/Gaun
i. Masker bedah
g. Sarung tangan/handscoon (dilepaskan segera setelah selesai
tindakan)
h. Sepatu tertutup/Shoes cover
Setelah selesai tugas lakukan pelepasan APD dan cuci tangan sesuai
tatacara dan
urutan yang benar.

yang digunakan adalah:


a. Masker bedah
b. Sarung tangan/handscoon (bila ada tindakan hands-on)
c. Sepatu tertutup
Setelah selesai tugas lakukan pelepasan APD dan cuci tangan.
Instalasi terkait Instalasi rawat inap
Instalasi rawat jalan
Unit terkait Unit Rehabilitasi Medik

Anda mungkin juga menyukai