Anda di halaman 1dari 15

18

TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah Resisten Herbisida

Kasus resisten pestisida sebenarnya telah terjadi dari tahun 1908.

Lambatnya pemberitaan tentang penggunaan herbisida di lahan pertanian dan

panjangnya siklus kehidupan tanaman menyebabkan kasus resisten herbisida tidak

cepat ditangani. Resisten terhadap herbisida pertama kali dilaporkan pada awal

tahun 1957 di Hawaii terhadap herbisida 2,4-D, dan laporan tentang resisten

herbisida pertama kali dikonfirmasi adalah kasus resisten Senecio vulgaris

terhadap herbisida triazine, dan dilaporkan pada tahun 1968 di Amerika

(Santhakumar, 2002).

Pengendalian gulma dengan herbisida dapat menimbulkan terbentuknya

populasi gulma resisten atau toleran herbisida. Gulma resisten-herbisida muncul

sudah ada sejak lama. Resistensi muncul telah ada setelah penemuan herbisida

fenoksi 2,4-D. Populasi gulma resisten-herbisida adalah populasi yang mampu

bertahan hidup normal pada dosis herbisida yang biasanya mematikan populasi

tersebut. Populasi resisten terbentuk akibat adanya tekanan seleksi oleh

penggunaan herbisida sejenis secara berulang-ulang dalam periode yang lama

(Purba, 2009).

Resistensi terhadap herbisida merupakan kemampuan suatu tumbuhan

untuk bertahan hidup dan berkembang meskipun pada dosis herbisida yang

umumnya mematikan spesies tersebut. Pada beberapa negara, biotip gulma yang

resisten herbisida terus mengganggu aktifitas para petani. Biotip adalah populasi

dengan spesies yang memiliki “karakteristik yang luar biasa” dari spesies pada

Universitas Sumatera Utara


19

umumnya, karakteristik yang luar biasa itu dapat berupa ketahanan/resistensi

spesies terhadap suatu herbisida. Munculnya resistensi herbisida pada suatu

populasi merupakan suatu contoh terjadinya evolusi gulma yang sangat cepat

(Hager dan Refsell, 2008).

Evolusi Resisten Herbisida

Resisten herbisida bukan karena lemahnya pengaruh herbisida. Terkadang

gulma yang resisten dapat bertahan pada aplikasi herbisida berdosis tinggi

daripada dosis yang direkomendasikan. Dengan memahami implikasi dan proses

evolusi dari resisten herbisida, pengendalian gulma yang tepat dapat digunakan

untuk meminimalisasi akibat dari gulma yang resisten terhadap herbisida dan

menunda terjadinya peningkatan kasus resisten (Preston et al., 2008).

Gulma yang resisten terhadap herbisida bukan suatu keunikan. Gulma

resisten herbisida adalah suatu daya tahan genetik dari populasi gulma yang

bertahan terhadap pemberian dosis herbisida yang dianjurkan untuk

mengendalikan populasi gulma. Beberapa pengendalian dapat meningkatkan

resitensi terhadap herbisida. Resisten dapat muncul karena penggunaan herbisida

yang sama atau penggunaan herbisida yang memiliki mekanisme kerja yang sama

secara berulang-ulang (Mathers, 2002).

Untuk suatu biotip gulma yang digolongkan menjadi biotip resisten,

seharusnya memiliki beberapa kriteria berikut :

1. Sesuai dengan definisi resisten menurut Weed Science Society of America

(WSSA) dan sesuai dengan definisi dari suatu survey tentang gulma resisten

terhadap herbisida. Menurut WSSA, pengertian dari resisten herbisida adalah

kemampuan yang diturunkan suatu tumbuhan agar dapat bertahan hidup dan

Universitas Sumatera Utara


20

berkembangbiak setelah pemberian dosis herbisida yang seharusnya

mematikan tumbuhan tersebut. Dan menurut survey, resisten herbisida adalah

berkembangnya kemampuan populasi gulma yang sensitif herbisida untuk

bertahan terhadap suatu herbisida dan tetap hidup ketika herbisida tersebut

digunakan pada dosis normal.

2. Data yang telah dikonfirmasi oleh ahlinya. Resistensi seharusnya

dikonfirmasi oleh seorang ahli yang telah melakukan perbandingan antara

tumbuhan resisten dan sensitif pada spesies yang sama berulang kali dan diuji

secara ilmiah.

3. Resistensi telah terjadi secara turun-temurun. Pada beberapa kasus, para ahli

gulma melakukan uji resistensi dengan memindahkan tumbuhan dari

lapangan, lalu menanamnya kembali, dan melakukan percobaan dose

response untuk tumbuhan tersebut. Ini merupakan uji cepat untuk

menentukan pemeriksaan lanjutan, tetapi ini tidak berlaku untuk kasus

resisten yang baru dikonfirmasi.

4. Pengaruh di lapangan. Penentuan hasil sebuah survey harus relevan dengan

respon herbisida terhadap populasi gulma di lapangan. Jika tidak ada

perbedaan dalam pengendalian gulma di lapangan dengan dosis yang

dianjurkan, maka hal ini tidak termasuk kasus resisten.

5. Merupakan suatu gulma dan telah diidentifikasi bukan hasil dari seleksi

buatan. Seleksi yang sengaja terjadi akibat resisten herbisida, termasuk

tanaman resisten herbisida, tetapi tidak termasuk ke dalam survey.

Dari beberapa kriteria diatas, penggolongan gulma resisten juga dapat

dilihat dari perhitungan rasio resistensi (R/S) gulma resisten terhadap gulma

Universitas Sumatera Utara


21

sensitif herbisida, yaitu nilai 1 atau 0 mengindikasikan tidak ada resistensi yang

terjadi (sensitif), 4-10 tergolong resisten sedang, dan >10 termasuk resisten

tingkat tinggi (Heap, 2005).

Pada tabel 1 dapat dilihat beberapa kasus resisten rumput belulang yang

tersebar di berbagai negara (berdasarkan data International Survey of Herbicide

Resistance)

Tabel 1. Rumput Belulang yang Resisten Terhadap Herbisida Secara Global.


Negara Tahun Lokasi Bahan Aktif Lokasi Kerja
US Mikrotubulus
1973 Kapas Trifluralin
(Carolina Utara) Inhibitor
US Kapas, Mikrotubulus
1974 Trifluralin
(Carolina Selatan) Kedelai Inhibitor
US Mikrotubulus
1987 Kapas Trifuralin
(Alabama) Inhibitor
Pendimethalin
US Kapas, Mikrotubulus
1988 Prodiamine
(Tennessee) Lap.Golf Inhibitor
Triflurani
US Mikrotubulus
1989 Kapas Trifluralin
(Arkansas) Inhibitor
Daerah
Costa Rica 1989 Imazapyr ALS Inhibitor
Industri
Fluazifop-P-butyl
Malaysia 1990 Sayur ACCase Inhibitor
Propaquizafop
PSI Elektron
Malaysia 1990 Sayur Parakuat
Diverter
US Kapas, Mikrotubulus
1992 Trifluralin
(Georgia) Lap.Golf Inhibitor
US Pendimethalin Mikrotubulus
1994 Kapas
(Mississippi) Trifluralin Inhibitor
US PSI Elektron
1996 Tomat Parakuat
(Florida) Diverter
Multiple Resisten
Kebun Fluazifop-P-butyl
Malaysia 1997 ACCase Inhibitor
Buah Glifosat
Glycine
Cyhalofop-butyl
Brazil 2003 Kedelai Sethoxydim ACCase Inhibitor
fenoxaprop-P-ethyl
US Tanah
2003 Metribuzin PS II Inhibitor
(Hawaii) berumput
Clethodim
Sawah,
Bolivia 2005 cyhalofop-butyl ACCase Inhibitor
gandum
haloxyfop-methyl

Universitas Sumatera Utara


22

Colombia 2006 Kopi Glifosat EPSPS Inhibitor


Kelapa Glutamine
Malaysia 2009 Ammonium glufosinat
sawit synthase inhibitor
China 2010 - Glifosat EPSPS Inhibitor
PSI Elektron
China 2010 - Parakuat
Diverter
Mississippi 2010 Kapas Glifosat EPSPS Inhibitor
US
2011 Kedelai Glifosat EPSPS Inhibitor
(Tennessee)
Argentina 2012 kedelai Glifosat EPSPS Inhibitor
Sumber : (Heap, 2014).

Karakteristik Eleusine indica (L.) Gaertn

Dalam dunia tumbuhan rumput belulang termasuk ke dalam kingdom :

Plantae; divisio : Spermatophyta; subdivisio : Angiospermae; kelas :

Monocotyledoneae; ordo : Poales; famili : Poaceae; genus : Eleusine.

Deskripsinya yaitu merupakan rumput semusim berdaun pita, membentuk rumpun

yang rapat agak melebar dan rendah. Perakarannya tidak dalam tetapi lebat dan

kuat menjangkar tanah sehingga sukar untuk mencabutnya. Berkembang biak

terutama dengan biji, bijinya banyak dan kecil serta mudah terbawa (Nasution,

1983). Tumbuhan ini berbunga sepanjang tahun dan tiap tanamannya dapat

menghasilkan hingga 140.000 biji tiap musimnya (Lee dan Ngim, 2000).

Gambar 1. Rumput Belulang (Eleusine indica (L.) Gaertn.)

Universitas Sumatera Utara


23

Sumber : Breeden (2010).

Eleusine indica (L.) Gaertn., atau dikenal dengan nama rumput belulang

termasuk anggota famili Poaceae yang tergolong gulma yang cukup berpengaruh

negatif terhadap tanaman (ganas), biasanya terdapat di lahan jagung, karet, dan

kelapa sawit. Memiliki ciri-ciri yang paling mencolok, yaitu memiliki batang yang

mendatar, dapat tumbuh dengan panjang mencapai 0,7 meter. Di beberapa negara

telah dilaporkan bahwa terjadi peningkatan pada gulma ini yang resisten

terhaadap herbisida, seperti di Malaysia terdapat beberapa biotip rumput belulang

yang resisten terhadap glifosat dan di Brazil terdapat biotip rumput belulang yang

resisten terhadap herbisida inhibitor ACCase (Steckel, 2010).

Rumput belulang, berasal dari Afrika lalu menyebar ke daerah-daerah

tropis, sub tropis, dan beberapa wilayah di dunia termasuk Afrika, Asia, Asia

Tenggara, Australia, dan Amerika. Gulma ini dapat tumbuh dengan subur dengan

cahaya matahari penuh dan juga dapat tumbuh di lahan marginal. Batang, daun,

dan biji tumbuh mendatar di tanah yang berbentuk roset sehingga tidak dapat di

siangi dengan mudah. Bunga memiliki 2-6 cabang dengan panjang 4- 15 cm

(Willcox, 2012).

Rumput belulang adalah rumput menahun yang tangguh karena dapat

tumbuh pada tanah lembab atau tidak terlalu kering dan terbuka atau sedikit

ternaungi. Berkembang biak dengan biji, karena biji yang banyak, ringan, dan

berukuran kecil sehingga mudah terbawa angin atau alat-alat pengolahan

pertanian. Daerah penyebarannya meliputi 0-600 m diatas permukaan laut. Pada

perkebunan kelapa sawit, gulma ini dapat menimbulkan masalah pertumbuhan

Universitas Sumatera Utara


24

pada TBM- 1. Gulma ini juga di jumpai pada tanah kosong, di pinggir jalan, di

taman dan pekarangan rumah (Nasution, 1983).

Karakteristik Herbisida yang Diuji

Ametrin

Nama umum : Ametrin

Nama kimia : (2-ethylamino)-4-(isopropylamino)-6-(methythio)-s-triazine

Rumus bangun :

Ametrin adalah salah satu golongan dari herbisida triazine. Ametrin

pertama kali terdaftar sebagai pengendali gulma berdaun lebar pada kebun tebu di

tahun 1969, dan secara umum digunakan untuk mengendalikan gulma dilahan

jagung. Pada akhir-akhir ini penggunaan ametrin semakin luas, yaitu digunakan

untuk mengendalikan gulma berdaun lebar dan gulma semusim pada kebun

pisang, anggur, jeruk, nenas, dan kentang (EPA, 2005).

Triazin merupakan sebuah senyawa organik yang terdiri dari s-triazine

cincin. Penggunaannya masih kontroversial karena kontaminasi yang luas dalam

air minum dan asosiasi dengan cacat lahir dan masalah menstruasi pada saat

dikonsumsi oleh manusia pada konsentrasi dibawah standart pemerintah.

Universitas Sumatera Utara


25

Meskipun telah dilarang di Uni Eropa, herbisida ini masih banyak digunakan di

dunia. Senyawa ini paling banyak digunakan dalam sistem konservasi tanah,

yang dirancang untuk mencegah erosi tanah (Riadi, 2011).

Tanaman dapat menyerap atrazine melalui akar dan dapat juga melalui

daun. Pada saat diabsorbsi, senyawa ini berakumulasi dalam titik tumbuh dan

pada daun muda dari tanaman, menghambat fotosintesis tanaman yang rentan

terhadap herbisida ini dan pada tanaman yang resisten, senyawa ini dapat

dimetabolis. Senyawa yang tergolong dalam triazine memiliki persistensi yang

tinggi dalam tanah dan dapat bertahan selama 1 tahun baik dalam keadaan kering

maupun lembab (Beyond pesticides, 2003).

Ametrin menghambat fotosintesis, terutama dalam fotosistem II pada saat

pecahnya air. Ternyata reaksi ini menimbulkan senyawa lain yang mematikan

tumbuhan. Gejala yang ditimbulkan karena aplikasi herbisida ametrin adalah

klorosis dan nekrosis pada daun. Gejala yang lain adalah menurunnya fiksasi

CO2. Ametrin lebih banyak diserap oleh tanah dengan kandungan liat dan bahan

organik yang tinggi (Tjitrosoedirdjo et al, 1984).

Ametrin lebih banyak diserap melalui daun dari pada lewat akar. Ametrin

yang diserap melalui akar akan ditranslokasikan ke jaringan tubuh gulma secara

acropetal dan terakumulasi di daun. Ametrin bekerja dengan cara menghambat

proses fotosintesis dengan jalan menghambat transfer elektron hasil fotolisis air

pada reaksi Hill (Ashton et al, 1991).

Diuron

Nama umum : Diuron

Nama kimia : 3-(3,4-dichlorophenyl)-1,1-dimethylurea

Universitas Sumatera Utara


26

Rumus bangun :

Diuron adalah salah satu herbisida yang termasuk golongan urea. Diuron

pertama kali dikenalkan pada tahun 1966 di Amerika Serikat oleh E.I duPont de

Nemours and company. Herbisida diuron digunakan untuk mengendalikan gulma

pada tanaman keras dan lahan kosong, total penggunaan diuron di Amerika antara

2-4 juta pound pertahun. Diuron membunuh tanaman dengan menghaambat

fotosintesis, proses yang dilakukan oleh tanaman menggunakan cahaya, air, CO2

dari udara untuk membentuk glukosa dan selulosa, diuron menghambat transport

elektron yang merupakan titik penting dalam proses ini (Cox, 2003).

Diuron biasanya digunakan untuk mengendalikan gulma di perkebunan

kelapa sawit, contohnya Paspalum conjugatum, Ottochloa nodosa,

Eleusine indica (rumput belulang), Asytasia intrusa dan Cleome rutidosperma

(berdaun lebar), Desmodium triflorum dan Mimosa pudica (legume), Lygodium

flexuosum dan Nephrolepis biserrata (paku-pakuan). Diuron berbentuk kristal

tidak berbau yang 93 % murni bubuk, titik didih antara 158-159oC dan relatif

stabil di lingkungan (Ramli et al., 2012).

Diuron merupakan herbisida selektif untuk gulma berdaun lebar dan

beberapa rumput tahunan. Herbisida ini termasuk dalam golongan urea dan dapat

diabsorbsi melalui sistem perakaaran tanaman dan juga melalui daun dan batang.

Residu herbisida dalam tanah bersifat racun untuk tanaman. Senyawa ini

Universitas Sumatera Utara


27

digunakan dalam berbagai bidang pertanian, seperti pengendali gulma pada

saluran irigasi dan pipa-pipa di areal industri. Diuron adalah penghambat yang

kuat pada fotosintesis II melalui reaksi Hill. Reaksi Hill melibatkan transfer

elektron dari air ke penerima elektron, yang memungkinkan penangkapan cahaya

oleh klorofil a. Diuron menghambat transfer elektron dari air ke penerima elektron

yang menghambat pembentukan ATP dan NADPH yang dibutuhkan oleh

tanaman dalam berbagai reaksi biokimia (APVMA, 2011).

Diuron lebih cepat diserap melalui akar tumbuhan dan dengan segera

ditranslokasikan ke bagian atas tumbuhan (daun dan batang) melalui sistem

simplastik. Ada dua hal yang menyebabkan diuron tetap berada di permukaan

tanah dalam waktu yang relatif agak lama yaitu : (1) tidak mudah larut dalam air

sehingga diuron mempunyai kemampuan untuk bertahan dari pencucian dan (2)

tingkat absorbsi yang tinggi oleh koloid tanah. Toksisitas diuron sangat tinggi

untuk kecambah tumbuhan pengganggu (Ashton et al.1982).

Parakuat

Nama umum : Parakuat

Nama kimia : 1,1´ - Dimethyl - 4,4´ - bipyridinium dichloride

Rumus bangun :

Beberapa jenis herbisida yang banyak digunakan dilahan pertanian

menggunakan bahan aktif parakuat yang digulungkan sebagai herbisida piridin

yang bersifat kontak tak selektif dan dipergunakan secara purna tumbuh. Bahan

Universitas Sumatera Utara


28

aaktif pada herbisida relatif stabil pada suhu, tekanan dan pH yang normal

sehingga memungkinan untuk tinggal lebih lama di dalam tanah. Bahan aktif ini

juga mudah larut dalam air sehingga memungkinkan untuk tercuci oleh air hujan

atau air irigasi sehingga dapat mencemari lingkungan atau sistem perairan

(Riadi, 2011).

Parakuat terikat kuat pada partikel tanah dan cenderung bertahan dalam

waktu yang lama dalam keadaan tidak aktif. Akan tetapi, ini dapat diserap

kembali dan menjadi aktif, keberadaannya dalam tanah dapat mencapai 20 tahun.

Parakuat diserap melalui daun yang merusak jaringan tanaman dengan

mengganggu fotosintesis dan memecahkan membran sel, yang mengakibatkan

keluarnya air sehingga daun menjadi kering. Bahan ini juga dapat

ditranslokasikan alam tanaman dan memungkinkan meningkatnya residu

(Watts, 2011).

Parakuat merupakan herbisida yang merusak membran sel dengan

membentuk radikal bebas sehingga menghalangi proses fotosintesis dalam

menangkap cahaya sehingga tidak dapat memproduksi glukosa. Pada saat adanya

cahaya, tanaman hijau menghasilkan glukosa dari karbondioksida dari air. Energi

yang diperlukan dari karbon, hidrogen dan atom oksida untuk merombak kembali

dan membentuk gula. Untuk memenuhi kebutuhan energi, elektron yang dipinjam

klorofil dan digantikan oleh elektron yang dipisahkan dari air. Jika elektron

klorofil tidak digantikan, klorofil akan dihancurkan dan sistem produksi makanan

akan rusak. Tumbuhan secara perlahan akaan kelaparan dan mati karena

kekurangan energi. Gejala yang diperlihatkan adalah daun kuning kecoklatan dan

mati (klorosis) (Lingenfelter dan Hartwig, 2007).

Universitas Sumatera Utara


29

Mekanisme Kerja Herbisida

Mekanisme kerja menunjukan pengaruh herbisida terhadap tumbuhan.

Herbisida bekerja dengan berbagai cara, jika kita mengerti mekanisme kerja

herbisida kita mengetahui apa saja yang disebabkan oleh letal dosis maupun sub

letal dosis. Mekanisme kerja antara herbisida sistemik dan kontak juga berbeda,

herbisida sistemik ditranslokasikan ke dalam tumbuhan yang telah diserap melalui

daun, batang, maupun akar. Dan herbisida yang tidak ditranslokasikan setelah

masuk ke dalam tumbuhan disebut herbisida kontak (Baumann et al., 2009).

Pada umumnya, herbisida bekerja dengan mengganggu proses anabolisme

senyawa penting seperti, pati, asam lemak atau asam amino melalui kompetisi

dengan senyawa yang “normal” dalam proses tersebut. Herbisida menjadi

kompetitor karena memiliki struktur yang mirip dan menjadi substrat yang

dikenali oleh enzim yang menjadi sasarannya. Cara kerja lain adalah dengan

mengganggu keseimbangan produksi bahan-bahan kimia yang diperlukan

tumbuhan (Riadi, 2011).

Agar lebih efektif, herbisida harus 1) cukup kontak dengan tumbuhan; 2)

diabsorbsi oleh tumbuhan; 3) bergerak di dalam tumbuhan menuju titik sasaran;

4) dan meracuni sasaran. Metode aplikasi, cara menggunakan herbisida pra

tumbuh, pasca tumbuh, akan menentukan aapakah herbisida itu akan mengenai

akar, pucuk, atau daun tumbuhan. Istilah mode of action menunjukkan urutan

kejadian dari mulai absorbsi ke dalam tumbuhan hingga mematikan tumbuhan

tersebut. Mekanisme kerja herbisida juga berpengaruh tehadap bagaimana cara

aplikasi herbisida. Contohnya, herbisida kontak yang merusak membran sel,

seperti acifluoren atau parakuat (Gunsolus dan Curran, 2007).

Universitas Sumatera Utara


30

Gambaran Umum Gulma Resisten Herbisida Pada Perkebunan Kelapa


Sawit

Malaysia dan Indonesia menguasai produksi kelapa sawit di dunia, yaitu

sebanyak 80 % dari produksi global. Kebayakan di Malaysia ada 200.000

pemegang saham kecil dan berkembang yang menggunakan herbisida untuk

mengendalikan gulma. Gulma adalah komponen terbesar pada sistem produksi

kelapa sawit. Gulma – gulma tersebut terdiri dari rumput, teki-tekian dan berdaun

lebar yang sering muncul secara bergantian tergantung pada tingkat pertumbuhan

tanaman yang menyediakan keadaan yang sesuai untuk pertumbuhan gulma.

Naungan yang tersedia karena tajuk kelapa sawit mempengaruhi komposisi gulma

secara alami dan spesies rumputan cenderung mendominasi di kelapa sawit

(Mohamad et al., 2010).

Gulma yang resisten terhadap herbisida sangat umum terjadi di alam. Hal

ini juga terjadi pada pestisida lainnya, seperti serangga dan jamur resisten.

Resisten meningkat saat pestisida yang sama digunakan berulang kali pada satu

organisme. Ada beberapa faktor yang dapat mempercepat terbentuknya populasi

gulma yang resisten, antara lain 1) hadirnya biotip resisten diantara populasi

sensitif sehingga populasi resisten menjadi dominan, dan 2) Penerapan

penanaman monokultur. Penggunaan herbisida yang sama atau herbisida pada

tanaman yang sama, di lahan yang sama, dan untuk gulma yang sama selama

bertahun-tahun akan meningkatkan berkembangnya gulma secara cepat.

Contohnya di perkebunan tanaman tahunan (Ferrell et al., 2014).

Pada prenursery, lahan harus diupayakan bebas gulma. gulma-gulma

yang berada disekitar polybag dikendalikan secara manual denga cara

mencabutnya dengan tanagan. Sedangkan gulma di sekitar polybag dibersihkan

Universitas Sumatera Utara


31

dengan cara dikored atau dicangkul. Gulma diantara polybag dapat disemprot

dengan diuron 2,0-2,5 kg/ha. Pada Tanaman Belum Menghasilkan (TBM), jika

dibandingkan pengendalian manual, biaya pengendalian dengan herbisida kontak

lebih rendah 13-21%, sedangkan dengan herbisida sistemik mampu menekan

hingga lebih rendah 33 – 42%. Pengendalian gulma di Tanaman Menghasilkan

(TM) dapat dilakukan dengan kombinasi glifosat dan metil-metsulfuron

(https://ocw.ipb.ac.id., 2014).

Manajemen Resisten Herbisida

Dari data base internasional untuk resisten herbisida

(www.weedscience.org/in.asp) telah diaporkan lebih dari 310 biotip resisten dan

183 spesies gulma yang resisten. Manajemen resisten yang terbaik tentunya

pencegahan, menggunakan startegi yang efektif dari segi teknik dan ekonomi.

Pencegahan yang efektif adalah salah satu cara yang dapat mengurangi masalah

tenakan seleksi (Palou et al., 2008).

Beberapa tindakan pencegahan harus sesuai dengan keadaan untuk

pencegahan atau manajemen resisten pada gulma termasuk rotasi herbisida, rotasi

tanaman, rotasi cara pengendalian gulma (secara mekanis, penggunaan

bioherbisida, tumbuhan penutup, dan menggunakan benih yang bersih), dan

menurunkan tekanan seleksi. Menurunkan tekanan seleksi dengan aplikasi

herbisida dosis rendah dapat mempermudah berkembangnya resisten non-target.

Dosis sedang (menengah) seharusnya cukup untuk mengendalikan individu yang

memiliki tingkat resistensi rendah. Hal ini juga penting untuk mengenal

mekanisme kerja dan resistensi agar dapat memilih beberapa pilihan manajemen

(Alla dan Hassan, 2008).

Universitas Sumatera Utara


32

Para petani pasti mengharapkan keuntungan yang maksimal untuk

pertaniannya. Masalahnya, resisten meningkat beberapa tahun setelah penggunaan

bahan kimia, sedangkan biaya-biaya berbagai manajemen lain yang dibutuhkan

sangat besar. Berdasarkan (Gorddard et al., 1995) hal tersebut, kita harus fokus

pada situasi dimana penanaman dapat terus-menerus dilakukan dan penggunaan

lahan menjadi lebih maksimal sebelum meningkatnya resisten terhadap herbisida.

Beberapa pilihan manajemen tersebut adalah :

1. Menggunakan cara pengendalian gulma non-kimia

2. Menurunkan dosis herbisida yang diaplikasikan.

3. Tidak menggunakan herbisida selektif dan gulma dikendalikan dengan

metode alternatif yang tidak meningkatkan level resisten gulma tersebut.

Ada beberapa petunjuk yang dapat membantu untuk mencegah atau

menunda gulma yang resisten terhadap herbisida agar tidak menjadi masalah

ekonomi, yaitu :

1. Mengadakan rotasi tanaman. Melakukan rotasi tanaman berarti menggunakan

berbagai herbisida dalam pengendalian gulma sehingga biotip resisten sulit

untuk berkembang.

2. Melakukan pencampuran herbisida. Pencampuran beberapa herbisida dengan

mekanisme kerja yang juga berbeda dapat membatasi pertumbuhan biotip

resisten.

3. Menggunakan herbisida dengan tingkat residu yang rendah.

(Ferrell et al., 2014)

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai