Anda di halaman 1dari 27

HUKUM KESEHATAN DAN KEPERAWATAN

Hukum Kesehatan Tentang Etika Keperawatan

HUKUM KESEHATAN TENTANG ETIKA KEPERAWATAN

I. ETIKA DAN HUKUM

MATERI HUKUM KESEHATAN DAN KEPERAWATAN


• Pengertian hukum dan ruang lingkup hukum kesehatan dan keperawatan
• Prinsip hukum keperawatan
• UU Nomor 36 tahun 2009
• Hak dan kewajiban dalam tindakan medis

PEMBIDANGAN HUKUM
• Hukum tertulis dan tidak tertulis
• Hukum perdata dan hukum publik

PANDANGAN PAKAR TENTANG HUKUM


 Keseluruhan aturan hukum yang berhubngan dengan bidang pemeliharaan atau pelayanan
kesehatan
 Penerapan peraturan-peraturan pelayanan kesehatan di bidang hukum perdata, hukum pidana,
dan hkum administrasi

UU NO. 36/2009 TENTANG KESEHATAN TENAGA KESEHATAN/PERAWAT

 Harus memiliki kualifikasi minimum


 Harus memiliki kewenangan yang sesuai dengan keahlian, memiliki izin.
 Harus memenuhi kode etik, standar profesi, hak pengguna yankes, standar pelayanan, SOP
 Pemerintah mengatur penempatan untuk pemerataan
 Untuk kepentingan hukum: wajib periksa kesehatan dengan biaya di tanggung negara
 Dalam hal di duga kelalaian, selesaikan dengan mediasi terlebih dahulu

UU N0. 44/2009 TENTANG RUMAH SAKIT


• PASAL 13
1) Tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran di rumah sakit wajib memiliki surat ijin
praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
2) Tenaga kesehatan tertentu yang bekerja di rumah sakit wajib memiliki izin sesuai dengan
ketentan peraturan perundang-undangan
3) Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit harus bekerja sesuai dengan standar
profesi, standar pelayanan rumah sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika
profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan paasien
4) Ketentuan mengenai tenaga medis dan tenaga kesehatan sebagaimana yang di maksud pada
ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR HK.02.02/MENKES/148/2010 TENTANG IZIN DAN


PENYELENGGARAKAN PRAKTIK KEPERAWATAN
• Merupakan pelaksanaan dari pasal 23 (5) UU No. 36 tahun 2010
• Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik dalam maupun luar negeri
sesuai dengan peraturan perundang-undangan

KEWENANGAN
Kewenangan perawat: hak dan otonomi untuk melaksanakan asuhan keperawatan berdasarkan
kemampuan, tingkat pendidikan dan posisi di sarana kesehatan

PENYELENGGARAAN PRAKTIK
• Praktik keperawatan di laksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama, tingkat
kedua, dan tingkat ketiga
• Ditujukan kepada: individu, keluarga, kelompok dan masyarakat
• Kegiatan:
Pelaksanaan asuhan keperawatan
Pelaksanaan upaya promotif, preventif, pemulihan, dan pemberdayaan masyarakat
Pelaksanaan tindakan keperawatan komplemeter

PEMBERIAN OBAT-OBATAN
• Pasal 8 (7)
Perawat dalam menjalankan asuhan keperawatan dapat memberikan obat bebas dan obar bebas
terbatas

TANGGUNG JAWAB
Tanggung jawab perawat: etik, disiplin, dan hukum

KODE ETIK
• Norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap profesi di dalam melaksanakan
tugas profesinya dan di dalam hidupnya di masyarakat

PRINSIP - PRINSIP ETIK.


• Prinsip otonomi setiap orang berhak untuk melakukan atau memtuskan apa yang di kehendaki
terhadap dirinya sendiri.
• Prinsip non maleficence berarti dalam setiap tindakan jangan sampai merugikan orang lain.
• Prinsip benefience berisikan kewajiban berbuat baik
• Prinsip keadilan menjelaskan bahwa dalam alokasi sumber daya sedapat mungkin harus
diusahakan agar sampai merata pembagiannya.

HAK DAN KEWAJIBAN


• HAK: kekuasaan / kewenangan yang di miliki seseorang untuk mendapatkan atau memutuskan
dalam berbuat sesesuatu
• KEWAJIBAN: sesuatu yang harus di perbuat atau harus di lakukan oleh seseorang

KEWAJIBAN PERAWAT
• Menghormati hak pasien
• Melakukan rujukan
• Menyimpan rahasia sesuai ketentuan peraturan yang berlaku
• Memberikan informasi
• Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan
• Melakukan pencatatan keperawatan
• Mematuhi standar

HAK PERAWAT
1. Perlindungan hukum
2. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur
3. Melaksanakan tugas sesuai kompetensi
4. Imbal jasa profesi
5. Kesempatan untuk mengembangkan diri
6. Memperoleh jaminan perlindungan terhadap resiko kerja yang berkaitan dengan tugasnya

II. STANDAR PRAKTEK KEPERAWATAN

TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Standar praktek keperawatan.


2. Prinsip dokumentasi efektif.
3. Peran perawat dalam dokumentasi.
4. Implikasi hukum terhadap dokumentasi.

PENDAHULUAN
Pada hakekatnya setiap anggota profesi akontabel terhadap kinerjanya harus dapat mempertanggung
jawabkan pelayanan yang di berikan.
• Akuntabilitas membutuhkan evaluasi terhadap efektifitas kinerja yang di tampilkan seseorang sesai
tanggung jawabnya
• Untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas asuhan keperawatan, di perlukan alat ukur
yaitu standar ashan keperawatan
• Dewan pimpinan psat persatuan perawat nasional indonesia telah menyusun standar profesi
keperawatan berdasarkan SK No: 03IDPD/SK/I/96, yang terdiri dari;
1. Standar pelayanan keperawatan
2. Standar praktek keperawatan
3. Standar pendidikan keperawatan
4. Standar pndidikan keperawatan berkelanjutan

8 STANDAR PRAKTEK KEPERAWATAN


• Standar I; pengumpulan data tentang status kesehatan klien / pasien
• Standar 2; diagnosa keperawatan
• Standar 3; rencana asuhan keperawatan
• Standar 4; rencana ashan keperawatan prioritas ( menyelamatkan nyawa pasien)
• Standar 5; tindakan keperawatan-> peningkatan, pemeliharaan, dan pemulihan kesehatan
• Standar 6; tindakan keperawatan-> mengoptimalkan kemampuannya untuk hidup sehat
• Standar 7; pencapaian tujuan
• Standar 8; ada tidaknya kemajuan dalam pencapaian tujuan

DOKUMENTASI KEPERAWATAN
Data yang lengkap, nyata dan tercatat yang bukan hanya tentang kesakitan pasien tapi jga jenis /tipe,
kwalitas dan kwantitas pelayanan kesehatan dalam memenuhi kebutuhan pasien (Fisbach, 1991)
Merupakan bukti pelayanan keperawatan yang merekam setiap aspek yang terlibat dalam pemberian
pelayanan keperawatan baik aspek klien, perawat, dan tim kesehatan lain.

PRINSIP – PRINSIP PENDOKUMENTASIAN EFEKTIF


• Menggunakan kata-kata dasar, sederhana dan mudah di pahami.
• Pendokumentasian kesimplan diagnosa keperawatan harus akurat, didasarkan informasi yang
terkumpul.
• Penggunaan waktu yang cukup untuk mengetahui apa yang terjadi kepada pasien dan apa yang
dilakukan pasien
• Perhatikan pasien dari berbagai perspektif, jangan mengandalkan satu alat supaya tepat.
• Pendokmentasian yang jelas dan obyektif.

KOMPONEN MODEL DOKUMENTASI KEPERAWATAN


• Keterampilan
• Proses keperawatan
• Standar dokumentasi

KRITERIA DOKUMENTASI PROSES KEPERAWATAN YANG EFEKTIF


Mengggunakan standar terminologi ( pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi)
• Data yang bermanfaat dan relevan dikmpulkan di catat sesuai dengan prosedur dalam catatan
yang permanen
• Diagnosa disusun berdasarkan klasifikasi dan analisa yang akurat
• Rencana keperawatan dituis dan di catat sebagai bagian dari catatan yang permanen
Observasi di catat secara akurat, lengkap, dan sesuai urutan waktu
• Evaluasi di catat sesuai urutan waktu, termasuk respon klien terhadap tindakan intervensi
keperawatan atau medis juga perlu di tulis
• Rencana tindakan keperawatan yang revisi, berdasarkan hasil yang di harapkan klien.

ASUMSI-ASUMSI DASAR
1. Kualitas dokumentasi di pengaruhi oleh pemahaman terhadap peran perawat dalam
dokumentasi
2. Pendidikan dan pengalaman perawat menentukan kualitas dan kelengkapan dokumentasi
3. Tersedia waktu yang cukup untuk dokumentasi
4. Sistem pendokumentasian harus sesuai dengan keinginan tuntut keperawatan dan harapan
institusi
5. Perlu adanya pedoman pendokmentasian untuk membantu staf menentukan apa, dimana,
bagaimana dan kapan pendokmentasian dilakukan

FORMAT PENDOKUMENTASIAN YANG BENAR ( MELIPUTI ELEMEN-ELEMEN)


1. Elemen data dasar ( demografi, alasan masuk rumah sakit, riwayat penyakit, faktorresiko,
informasi lain yang terkait, hasil pemeriksaan diagnostik)
2. Rencana ashan keperawatan ( diagnosa, tujuan, intervensi, hasil yang diharapkan, evaluasi)
3. Grafik hasil observasi: suhu, nadi RR, dll
4. Catatan perkembangan (SOAP)
5. Flow sheet
6. Catatan pemberian obat.

PEDOMAN PENULISAN DOKUMENTASI


1. Mengikuti tatabahasa yang baku
2. Membuat kalimat atau frase secara lengkap ( subyek, predikat)
3. Pilih istilah yang tepat
4. Bila mungkin menggunakan kalimat aktif
5. Konsisten dalam menggunakan kata / istilah
6. Spesifik.

IMPLIKASI HUKUM DOKUMENTASI


• Informasi yang di catat dalam dokumentasi harus menunjukan rekaman yang konsisten mengenai
keadaan pasien
 Pendokumentasian harus akurat sehingga dapat menunjukan penerapan standar keperawatan
dalam askep.

KONDISI-KONDISI YANG BERKAITAN ERAT DENGAN MASALAH HUKUM


• Kematian yang tidak di inginkan
• Kematian otak akibat tindakan
• Kembali ke kamar operasi
• Pasien pindah ke rumah sakit lain
• Trauma di rumah sakit
• Terjadinya lacerasi terus-menerus, perforasi atau rembers pda bekas tusukan suatu prosedur
• Infeksi di dapat di rumah sakit
• Pengangkatan organ yang tak sengaja
• Kelainan neurologis yang terjadi di rumah sakit
• Bunuh diri
• Salah pasien dalam tindakan
• Henti jantung di kamar operasi
• Lika bakar di rumah sakit.

KESALAHAN PERAWAT YANG TERKAIT HUKUM


Kesalahan dalam memberikan terapi/ prosedur
• Tidak mengobservasi pasien secara adekuat
• Tidak menngecek benda asing dalam tubuh pasien setelah operasi
• Tidak memonitor perubahan pasien
• Luka bakar akibat kompres
• Tidak menggunakan teknik aseptik
• Tidak memonitor penggunaan restrain
• Melakukan tindakan yang tidak kompeten
• Tidak mengikuti standart institusi
• Terlambat melakukan resusitasi
• Tidak mengkomunikasikan kepada dokter tentang perubahan pasien

III. HAK DAN KEWAJIBAN DALAM ETIKA PROFESI KEPERAWATAN

PERAN DAN ADVOKASI KEPERAWATAN


Memberi informasi dan memberi bantuan kepada pasien atas keputusan apapun yang di buat pasien.
Memberi informasi berarti menyediakan penjelasan atau informasi sesuai yang di butuhkan pasien.
Memberi bantuan mengandng dua peran, yait peran aksi dan non aksi

UNDANG-UNDANG YANG ADA DI INDONESIA YANG BERKAITAN DENGAN PRAKTIK KEPERAWATAN


1. UU No. 9 tahn 1960, tentang pokok-pokok kesehatan
2. UU No. 6 tahun 1963, tentang tenaga kesehatan
3. UU kesehatan No. Tahun 1964, tentang wajib kerja paramedis

FUNGSI HUKUM DAN PRAKTIK KEPERAWATAN


1. Memberikan kerangka untk menentukan tindakan keperawatan mana yang sesuai dengan hukum
2. Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi lain
3. Membantu menentukan batas-batas kewenangan tindakan keperawatan mandiri
4. Membantu mempertahankan standar praktik keperawatan dengan meletakkan posisi perawat
memiliki akuntabilitas di bawah hukum

HAK DAN KEWAJIBAN


A. HAK PERAWAT
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang merupakan salah satu dari praktik keperawatan
tentunya seorang perawat memiliki hak dan kewajiban. Dua hal dasar yang harus di penuhi, di mana
ada keseimbangan antara tuntunan profesi dengan apa yang semestinya di dapatkan dari
pengembangan tugas secara maksimal.

HAK-HAK PERAWAT
- Hak perlindungan wanita
- Hak mengendalikan praktik keperawatan sesuai yang di atur oleh hukum
- Hak mendapat upah yang layak
- Hak bekerja di lingkungan yang baik
- Hak terhadap pengembangan profesional
- Hak menyusun standar praktik dan pendidikan keperawatan

B. KEWAJIBAN PERAWAT
Dalam melaksanakan praktik keperawatan perawat berkewajiaban untuk memberikan pelayanan
keperawatan sesuai dengan standar profesi, standar praktek keperawatan, kode etik, dan SOP serta
kebutuhan klien atau pasien di mana standar profesi, standar praktek dan kode etik tersebut di
tetapkan oleh organisasi profesi dan merupakan pedoman yang harus diikuti oleh setiap tenaga
keperawatan.

KEWAJIBAN-KEWAJIBAN PERAWAT
• Wajib memiliki: SIP, SIK, SIPP
• Menghormati hak pasien
• Merujuk kasus yang tidak dapat di tangani
• Menyimpan rahasia pasien sesuai dengan peraturan perundang-undangan
• Wajib memberikan informasi kepada pasien sesuai dengan kewenangan
• Meminta persetujuan setiap tindakan yang akan di lakukan perawat sesai dengan kondisi pasien
baik secara tertulis maupun lisan
• Mencatat semua tindakan keperawatan secara akurat sesuai peraturan dan SOP yang berlaku
• Memakai standar profesi dan kode etik perawat indonesia dalam melaksanakan praktik
• Meningkatkan pengetahuan berdasarkan IPTEK
• Melakukan pertolongan darurat yang mengancam jiwa sesuai dengan kewenangan
• Melaksanakan program pemerintah dalam meningkatkan derajad kesehatan masyarakat
• Menaati semua peraturan perundang-undangan
• Menjaga hubungan kerja yang baik antara sesama perawat maupun dengan anggota tim
kesehatan lainnnya

 Hak dan kewajiban klien


 Hak asasi manusia
 Hak orang yang akan meninggal

IV.KODE ETIK KEPERAWATAN

PENDAHULAN

Latar belakang
• Pelayanan keperawatan yang dilaksanakan oleh tenaga kerja perawat profesional, dalam
melaksanakan tugasnya dapat bekerja secara mandiri dan dapat pula bekerja sama dengan profesi lain
Rumusan masalah
• Bab 1. Tanggung jawab perawat kepada klien
• Bab 2. Tanggung jawab perawat terhadap tugas
• Bab 3. Tanggung jawab perawat terhadap teman sejawat
• Bab 4. Tnggung jawab perawat terhadap profesi
• Bab 5. Tanggung jawab perawat terhadap negara

Tujuan
• Merupakan dasar dalam mengatur hubngan antar perawat, klien / pasien, teman sebaya,
masyarakat, dan unsur profesi, baik dalam profesi keperawatan sendiri maupun hubungannya dengan
profesi lain di luar profesi keperawatan

Kode etik
Merupakan bagian dari etika kesehatan yang menerapkan nilai etika terhadap bidang pemeliharaan
atau pelayanan kesehatan masyarakat.

 Bab 1: tanggung jawab terhadap klien


Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada individ, keluarga atau komunitas, perawat sangat
memerlukan etika keperawatan yang merupakan filsafat yang mengarahkan tanggung jawab moral yang
mendasar terhadap pelaksanaan praktik keperawatan, dimana inti dari falsafah tersebut adalah hak dan
martabat manusia

 Bab 2: tanggung jawab tugas


Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi di sertai kejujuran
profesional dalam menerapkan pengetahuan serta ketrampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan
individ keluarga dan masyarakat

 Bab 3: tanggung jawab perawat terhadap sesama perawat dan profesional kesehatan lain
Perawat senantiasa memelihara hubungan baik antara sesama perawat dengan tenaga kesehatan
lainnya baik dalam memelihara keserasian suasana lingkungan kerja mapun dalam mencapai tujuan
pelayanan kesehatan secara keseluruhan

 Bab 4: tanggung jawab perawat terhadap profesi keperawatan


Perawat selalu berusaha meningkatkan pengetahuan profesional secara sendiri-sendiri dan atau
bersama-sama dengan jalan menambah ilmu pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang
bermanfaat bagi pengembangan perawatan
 Bab 5: tanggung jawab perawat terhadap pemerintah, bangsa dan tanah air
Perawat senantiasa melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagai kebijaksanaan yang di gariskan oleh
perintahdalam bidang kesehatan dan perawatan
Sanksi hukum membuka rahasia KUHP 322
Barang siapa dengan sengaja membuka suatu rahasia, yang menurut jabatannnya atau pekerjaannya,
baik yang sekarang maupun yang dahulu, ia diwajibkan menyimpannya. Di hukum penjara selama-
lamanya sembilan bulan.
Perawat dan praktik
Perawat memelihara dan meningkatkan kompetensi di bidang keperawatan melalui belajar terus-
menerus. Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi serta kejujuran
profesional dalam menerapkan pengetahuan serta keterampilan keperawatan sesuai dengan
kebutuhan klien.

Kode etik keperawatan menurut ICN.


a) Tanggung jawab utama perawat.
b) Perawat, individu, dan anggota kelompok masyarakat.
c) Perawat dan pelaksanaan praktek keperawatan.
d) Perawat dan lingkungan masyarakat.
e) Perawat dan sejawat.
f) Perawat dan profesi keperawatan.

Kode etik keperawatan menurut ANA


a) Perawat memberikan pelayanan dengan penuh hormat bagi martabat kemansiaan.
b) Perawat melindungi hak klien akan privasi.
c) Perawat melindungi klien dan publik bila kesehatan dan keselamatannya terancam.
d) Perawat memikul tanggung jawab atas pertimbangan dan tindakan keperawatan.
e) Perawat memelihara kompetensi keperawatan.
f) Perawat melaksanakan pertimbangan yang beralasan an menggunakan kompetensi dan kualifikasi
individu.
g) Perawat turut serta beraktivitas dalam membantu pengembangan pengetahuan profesi.
h) Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk melaksanakan dan meningkatkan standar
profesi.
i) Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk membentuk dan membina kondisi kerja
yang mendukung pelayanan keperawatan yang berkais.
j) Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk melindngi publik terhadap informasi dan
gambaran yang salah serta mempertahankan integritas perawat.
k) Perawat bekerjasama dengan anggota profesi kesehatan atau warga masyarakat lainnya dalam
meningkatkan upaya-upaya masyarakat dan nasional untuk memenuhi kebutuhan kesehatan publik.

V. HUBUNGAN NILAI BUDAYA BANGSA DENGAN ETIKA PROFESI KEPERAWATAN

PENEGERTIAN NILAI
Nilai adalah suatu yang beharga, keyakinan yang di pegang sedemikian rupa oleh seseorang sesuai
dengan tuntutan hati nuraninya (pengertian secara umum).

NILAI BUDAYA
Perawat memiliki nilai dan prilaku pribadi masing-masing. Kode etik profesi membawa perubahan
prilaku personal kepada prilaku profesional dan menjadi pedoman bagi tanggung jawab perorangan
sebagai anggota profesi dan tanggung jawab sebagai warga negara.

TANGGUNG JAWAB YANG BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN ETIKA.


 Perawat melaksanakan pelayanan dengan menghargai derajad manusia, tidak membedakan
kebangsaan
 Perawat melindungi hak klien, kerahasiaan pasien, melibatkan diri hanya terhadap hal yang relevan
dengan asuhan keperawatan
 Perawat mempertahankan kompetensinya dalam praktik keperawatan, mengenal, dan menerima
tanggung jawab untuk kegiatan dan keputusan yang di ambil.

HUBUNGAN NILAI BUDAYA SOSIAL DENGAN ETIKA PROFESI KEPERAWATAN


Perawat di harapkan harus ramah, baik, bertabiat halus / lembut, jujur dapat di percaya, cerdas, cakep,
terampil, dan mempunyai tanggung jawab moral yang baik.

HUBUNGAN NILAI BUDAYA SOSIAL DENGAN ETIKA PROFESI KEPERAWATAN


Kemampuan intelektual perawta sangat penting. Kemampuan ini di ukur dengan berbagai cara
memenuhi tanggung jawab keperawatan.

YANG HARUS DI MILIKI OLEH CALON PERAWAT:


1. Menjadi seorang perawat yang pertama harus mencintai pekerjaannya.
2. Perawat harus mempunyai kepribadian yang baik.
3. Perawat sebisa mungkin menjalin komunikasi dengan pasien, sehingga bisa terjalin hubungan
yang akrab di antara keduanya.
4. Perawat harus bisa membawa / menempatkan diri dimana ia berada.

VI.HAK DAN KEWAJIBAN DALAM TINDAKAN MEDIS

REKAM MEDIS
Berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien pemeriksaan, pengobatan,
tindakan dan pelayanan lain yang telah di berikan kepada pasien.

JENIS REKAM MEDIS


 Rawat jalan
 Rawat inap
 Gawat darurat
 Keadaan bencana
 Pelayanan dalam amblance atau pengobatan massal
 Dan lain-lain

1. Isi RM pasien rawat jalan.


2. Isi RM pasien rawat inap.
3. Isi RM pasien gawat darurat
4. Isi RM pasien keadaan bencana.
5. Isi RM untuk pelayanan Dr/Drg Spesialis dapat di kembangkan sesuai kebutuhan.
6. Isi RM dalam pelayanan ambulance, pengobatan massal di catat dalam RM.

NILAI REKAM MEDIS


• A- Administrasi
• L-Legal
• F-Finansial
• R-Riset
• E-Edukasi
• D-Dokumen

MANFAAT REKAM MEDIS


- Alat komunikasi.
- Sumber informasi medis pasien, dokter dan sarana pelayanan kesehatan.
- Dasar perencanaan pengobatan / perawatan pasien.
- Bukti tertulis atau segala tindakan pelayanan.
- Bahan analisa dan evaluasi pelayanan.
- Perlindungan hukum pasien, dokter dan rumah sakit.
- Data untuk penelitian.
- Dasar penghitungan pembiayaan.
- Bahan pelaporan.
- Bukti pengadilan.

MUTU REKAM MEDIS


1. Lengkap
2. Akurat
3. Tepat waktu
4. Persyaratan hukum

PERSYARATAN HUKUM REKAM MEDIS


- Kelengkapan
- Keakuratan
- Ketepatan waktu
- Diisi / di catat oleh dokter dan perawat, dan tanda tangan
- Di simpan petugas RM dengan baik
- Pengelolaan dan pimpinan sarana kesehatan

ASPEK HUKUM REKAM MEDIS


1. Tanggung jawab
2. Kepemilikan RM
3. Rahasia RM
4. Alat bukti dan PN

KERAHASIAAN RM DAPAT DI BUKA


• Untuk kepentingan kesehatan pasien.
• Pemintaan penegak hukum.
• Pemintaan, persetujuan pasien.
• Pemintaan instansi / lembaga.
• Kepentingan penelitian, pendidikan, audit medis.

PENYIMPANAN REKAM MEDIS


1. Rekam medis di simpan sekurang-krangnya dalam jangka waktu 5 tahun
2. Setelah 5 tahun rekam medis dapat di musnahkan.
3. Ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medis harus di simpan selama 10 tahun.
4. Penyimpanan rekam medis, ringkasan pulang, dan persetujuan tindakan medis di laksanakan
sarana pelayanan kesehatan.
5. Penyimpanan rekam medis, untuk non rmah sakit wajib di simpan sekurang-kurangnya untuk
jangka waktu 2 tahun, setelah itu dapat di musnahkan.

VII. KONSEP ETIKA PROFESI

PENGERTIAN ETIKA DAN ETIKA PROFESI


Etika berkaitan dengan konsep yang di miliki oleh individ ataupun kelompok untuk menilai apakah
tindakan yang telah di kerjakan itu salah atau benar, buruk atau baik.

ETIKA DAN ESTETIKA


Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana manusia harus
bertindak.
• Norma hukum berasal dari hukum.
• Norma agama berasal dari agama.
• Norma sopan santun berasal dari kehidupan sehari-hari.
• Norma moral berasala dari etika.
ETIKA ETIKET
Etiket menyangkut cara melakukan perbuatan manusia. Etika menyangkut masalah apakah sebuah
perbuatan boleh dilakukan atau tidak boleh di lakukan.
• Etika terhadap sesama
• Etika terhadap keluarga
• Etika terhadap profesi
• Etika terhadap politik
• Etika terhadap lingkungan hidup
• Kritik ideologi

MORALITAS
Moralitas adalah sopan santn, segala sesuatu yang berhubungan dengan etiket tau sopan santun.

PROFESI, KODE ETIK DAN PROFESIONALISME


Profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan yang memerlukan
keterampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan yang rumit dari manusia. Ciri utama
profesi:
1. Sebuah profesi mensyaratkan pelatihan ekstensif sebelum memasuki sebuah profesi.
2. Pelatihan tersebut meliputi komponen intelektual, soft skill, dan skill yang signifikan.
3. Tenaga yang terlatih mampu memberikan jasa yang penting kepada masyarakat.

FUNGSI PROFESI, KODE ETIK DAN PROFESIONALISME


Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalisme yang di gariskan.
Dan kode etik profesi mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan etika
dalam keanggotaan profesi.

KODE ETIK
• Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau
nasabahnya
• Siftdan orientasi kode etik hendaknya:
- Singkat
- Sederhana
- Jelas dan konsisten
- Masuk akal
- Dapat di terima
- Praktis dan dapat di laksanakan
- Komprehensif dan lengkap
- Positif dalam formulasinya

VIII. KONSEP DASAR ETIKA KEPERAWATAN

PENDAHULUAN
Etik adalah peraturan atau norma yang dapat di gunakan sebagai acuan bagi perilaku seseorang yang
berkaitan dengan tindakan yang baik dan yang buruk yang merupakan suatu kewajiban dan tanggung
jawab moral.

TIPE-TIPE ETIK
a. Bioetik
b. Clinical etik
c. Nursing ethis

PRINSIP-PRINSIP MORAL DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN


Mempunyai peran penting dalam menentukan perilaku etis dan dalam pemecahan masalah etis.
a. Otonomi
Mengemukakan tentang hak seseorang untuk menentukan memilih sesuatu yang terbaik bagi dirinya
b. Berbuat baik
Tidak menimbulkan bahaya bagi orang lain. Dan mengatasi kondisi yang membahayakan bagi orang lain
c. Keadilan
Prinsip keadilan di butuhkan untuk terapi yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung
prinsip-prinsip moral, legal, dan kemanusiaan
d. Tidak merugikan
Prinsip ini berati tidak menimblkan bahaya baik fisik maupun emosional
e. Kejujuran
Nilai ini di perlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap
klien dan untuk menyakinkan bahwa klien sangat mengerti
f. Fidelity
• Memberi perhatian
• Memberi pengharapan
• Memberi kebebasan beribadah
• Memberi klien sejahtera
g. Kerahasiaan
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus di jaga privasi klien. Segala
sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh di baca dalam rangka
pengobatan klien. Tidak ada seorang pun dapat memperoleh informasi tersebutkecuali jika di ijinkan
oleh kien dengan bukti persetujuan
h. Akuntabilitas
Merpakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang profesional dapat di nilai dalam situasi yang tidak
jelas atau tanpa terkecuali.

Rancangan UU Keperawatan yang terdiri dari 13 bab dan 67 pasal i mahakarya yang dihasilkan oleh
Anggota DPR RI peride 2009-2014. Berikut adalah isi UU Keperawatan tersebut

BAB I KETENTUAN UMUM


Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Keperawatan adalah segala aspek yang berkaitan dengan Perawat.
2. Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan keperawatan baik di dalam dan di luar negeri
yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3. Ners adalah gelar yang diperoleh setelah lulus pendidikan profesi Perawat.
4. Pelayanan Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral
dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu,
keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan
manusia.
5. Praktik Keperawatan adalah wujud nyata dari Pelayanan Keperawatan yang diselenggarakan oleh
Perawat dalam bentuk asuhan keperawatan.
6. Asuhan Keperawatan adalah rangkaian tindakan keperawatan berdasarkan ilmu dan kiat
keperawatan yang ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat dalam upaya tercapainya
kemandirian untuk merawat dirinya.
7. Uji Kompetensi Perawat adalah suatu proses untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap
perawat sesuai dengan standar profesi.
8. Sertifikat Uji Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kompetensi Perawat yang telah
lulus Uji Kompetensi untuk menjalankan Praktik Keperawatan.
9. Registrasi Perawat adalah pencatatan resmi terhadap Perawat yang telah memiliki sertifikat
kompetensi keperawatan dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lainnya serta diakui secara hukum
untuk menjalankan praktik dan/atau pekerjaan profesi Perawat.
10. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil
Keperawatan Indonesia kepada Perawat yang telah diregistrasi.
11. Surat Ijin Praktik Perawat yang selanjutnya disingkat SIPP adalah bukti tertulis yang dikeluarkan oleh
pemerintah kabupaten/kota kepada Perawat yang telah memenuhi persyaratan.
12. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah alat dan/atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang
pelayanannya dilakukan oleh pemerintah daerah dan/atau masyarakat.
13. Perawat Asing adalah Perawat yang bukan berstatus Warga Negara Indonesia (WNI).
14. Klien adalah perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
15. Organisasi Profesi Perawat adalah wadah yang menghimpun Perawat secara nasional dan berbadan
hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
16. Kolegium Keperawatan adalah badan yang dibentuk oleh Organisasi Profesi Perawat untuk masing-
masing cabang disiplin ilmu keperawatan yang bertugas mengampu cabang disiplin ilmu tersebut.
17. Konsil Keperawatan Indonesia adalah suatu badan otonom, mandiri, nonstruktural, bersifat
independen.
18. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
19. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati dan Walikota serta perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan.
20. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

Pasal 2
Keperawatan berasaskan:
a. perikemanusiaan;
b. nilai ilmiah;
c. etika;
d. manfaat;
e. keadilan; dan
f. kesehatan dan keselamatan Klien.
Pasal 3
Keperawatan bertujuan:
a. meningkatkan mutu Perawat dan Pelayanan Keperawatan;
b. memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada Perawat dan Klien; dan
c. meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
BAB II JENIS PERAWAT
Pasal 4
(1) Jenis Perawat terdiri atas:
a. perawat profesional;
b. perawat vokasional; dan
c. asisten perawat.
(2) Perawat profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiriatas:
a. ners;
b. ners spesialis; dan
c. ners konsultan.
(3) Ketentuan mengenai jenis Perawat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
BAB III PENDIDIKAN KEPERAWATAN
Pasal 5
Pendidikan Keperawatan terdiri atas:
a. pendidikan vokasi;
b. pendidikan akademik; dan
c. pendidikan profesi.
Pasal 6
Pendidikan vokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah pendidikan diploma
keperawatan.
Pasal 7
Pendidikan akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b terdiri atas:
a. pendidikan sarjana keperawatan;
b. pendidikan magister keperawatan; dan
c. pendidikan doktor keperawatan.
Pasal 8
(1) Pendidikan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c terdiri atas:
a. pendidikan profesi keperawatan; dan
b. pendidikan profesi keperawatan berkelanjutan.
(2) Pendidikan profesi keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. pendidikan profesi ners; dan
b. pendidikan profesi ners spesialis.
(3) Pendidikan profesi keperawatan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
merupakan pendidikan profesi yang ditempuh setelah menyelesaikan pendidikan profesi keperawatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 9
(1) Pendidikan profesi keperawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) diselenggarakan oleh
institusi pendidikan keperawatan yang memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan terakreditasi.
(2) Pendidikan profesi keperawatan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3)
diselenggarakan oleh institusi pendidikan keperawatan, organisasi profesi keperawatan, atau fasilitas
pelayanan kesehatan.
Pasal 10
(1) Institusi pendidikan keperawatan didirikan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
(2) Institusi pendidikan keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai tridharma
perguruan tinggi.
Pasal 11
Penyelenggaraan pendidikan keperawatan harus memenuhi persyaratan paling sedikit mencakup:
a. standar isi;
b. standar proses;
c. standar kompetensi lulusan;
d. standar pendidik dan tenaga kependidikan;
e. standar sarana dan prasarana;
f. standar pengelolaan;
g. standar pembiayaan;
h. standar penilaian pendidikan;
i. peserta didik; dan
j. kurikulum.
Pasal 12
(1) Penyelenggara pendidikan keperawatan dibantu oleh tenaga kependidikan.
(2) Pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf d terdiri atas:
a. dosen; dan
b. pendidik klinik keperawatan.
(3) Ketentuan mengenai dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Pendidik klinik keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b memenuhi kriteria paling
sedikit:
a. perawat profesional;
b. memiliki pengalaman klinik di bidang keperawatan minimal 2 (dua) tahun; dan
c. memiliki sertifikat pelatihan pembimbing klinik keperawatan.
(5) Ketentuan mengenai pendidik klinik keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundangan.
Pasal 13
(1) Selain memiliki sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf e,
penyelenggaraan pendidikan keperawatan harus dilengkapi dengan laboratorium dan lahan praktik
keperawatan.
(2) Lahan praktik keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas fasilitas pelayanan
kesehatan pendidikan dan daerah pendidikan.
(3) Fasilitas palayanan kesehatan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan rumah
sakit dan puskesmas yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Daerah pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan wilayah administrasi mulai dari
tingkat kecamatan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 14
(1) Kurikulum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf j terdiri atas:
a. kurikulum pendidikan vokasi;
b. kurikulum pendidikan akademik; dan
c. kurikulum pendidikan profesi.
(2) Kurikulum pendidikan akademik dan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b,
dan huruf c disusun oleh kementerian yang membidangi masalah pendidikan dan kebudayaan dengan
melibatkan Menteri, asosiasi institusi pendidikan keperawatan, Kolegium Keperawatan, Organisasi
Profesi Perawat, dan Konsil Keperawatan Indonesia.

BAB IV KOMPETENSI, REGISTRASI, DAN LISENSI


Pasal 15
(1) Peserta didik keperawatan yang telah menyelesaikan pendidikan wajib mengikuti Uji Kompetensi
Perawat yang bersifat nasional sebelum diangkat sebagai Perawat.
(2) Perawat harus mengikuti Uji Kompetensi secara berkala untuk menjaga mutu Pelayanan
Keperawatan.
(3) Pelaksanaan Uji Kompetensi untuk perawat vokasional dan professional diselenggarakan oleh
institusi pendidikan keperawatan yang terakreditasi.
Pasal 16
(1) Uji Kompetensi Perawat dilaksanakan berdasarkan standar kompetensi Perawat.
(2) Standar kompetensi Perawat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. aspek pengetahuan;
b. aspek keterampilan;
c. aspek sikap, mental, dan moral;
d. aspek penguasaan bahasa; dan
e. aspek teknologi.
Pasal 17
(1) Perawat yang lulus Uji Kompetensi mendapatkan Sertifikat Uji Kompetensi yang dikeluarkan oleh
Konsil Keperawatan Indonesia.
(2) Perawat yang telah memiliki Sertifikat Uji Kompetensi mengajukan permohonan Registrasi kepada
Konsil Keperawatan Indonesia.
(3) Permohonan Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan:
a. memiliki ijazah pendidikan keperawatan;
b. memiliki Sertifikat Uji Kompetensi; dan
c. memiliki surat rekomendasi dari Organisasi Profesi Perawat.
(4) Perawat yang telah diregistrasi memperoleh STR yang diterbitkan oleh Konsil Keperawatan
Indonesia.
Pasal 18
(1) STR merupakan bukti tertulis bagi Perawat yang telah teregistrasi.
(2) STR berlaku selama 5 (lima) tahun dan harus diregistrasi ulang setiap 5 (lima) tahun sekali.
(3) Registrasi ulang untuk memperoleh S TR dilakukan denga n persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (3).
Pasal 19
(1) Perawat yang telah memperoleh STR dan yang akan melakukan Praktik Keperawatan harus
mengajukan permohonan SIPP kepada Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan wilayah kerja Praktik
Keperawatan.
(2) Permohonan SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
a. memiliki STR;
b. memperoleh rekomendasi dari Organisasi Profesi Perawat; dan
c. keterangan tempat praktik keperawatan.
(3) SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lisensi bagi Perawat dalam menjalankan
Praktik Keperawatan.
Pasal 20
(1) Perawat yang telah memiliki SIPP mengajukan permohonan SIPP secara berkala setiap 5 (lima)
tahun.
(2) Permohonan SIPP secara berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2).
Pasal 21
(1) SIPP hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat praktik keperawatan.
(2) SIPP hanya diberikan kepada Perawat paling banyak untuk 2 (dua) tempat praktik.
Pasal 22
SIPP tetap berlaku apabila:
a. STR masih berlaku; dan
b. keterangan tempat praktik keperawatan masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIPP.
Pasal 23
SIPP tidak berlaku apabila:
a. dicabut berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. habis masa berlakunya dan Perawat tidak mendaftar ulang;
c. atas permintaan Perawat;
d. Perawat meninggal dunia; atau
e. dicabut oleh pemerintah kabupaten/kota.
Pasal 24
(1) Perawat Asing yang akan melaksanakan Praktik Keperawatan di Indonesia harus melakukan adaptasi
dan evaluasi.
(2) Perawat Asing yang akan melakukan adaptasi dan evaluasi mengajukan permohonan ke Organisasi
Profesi Perawat.
(3) Organisasi Profesi Perawat menetapkan tempat pelaksanaan adaptasi dan evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) di institusi penyelenggara pendidikan keperawatan sesuai dengan jenjang
pendidikan.
(4) Organisasi Profesi Perawat memberikan rekomendasi pada Perawat Asing untuk mengikuti uji
kompetensi berdasarkan hasil proses adaptasi dan evaluasi dari institusi pendidikan yang telah
ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai adaptasi dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 25
(1) Perawat Asing yang telah menyelesaikan proses adaptasi dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 wajib mengikuti Uji Kompetensi.
(2) Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam
Pasal 15 dan Pasal 16.
Pasal 26
(1) Perawat Asing yang telah lulus Uji Kompetensi dan yang melakukan Pelayanan Keperawatan di
Indonesia mengajukan permohonan registrasi kepada Konsil Keperawatan Indonesia.
(2) Tata cara mengajukan permohonan registrasi untuk memperoleh STR sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pasal 18.
Pasal 27
(1) Perawat Asing yang memiliki STR dan melakukan pelayanan keperawatan di Indonesia mengajukan
permohonan SIPP kepada pemerintah kabupaten/kota.
(2) Perawat Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan Pelayanan Keperawatan di Indonesia
berdasarkan atas permintaan pengguna Perawat Asing.
(3) Perawat Asing hanya dapat melakukan Pelayanan Keperawatan di rumah sakit kelas A dan kelas B
yang telah terakreditasi serta fasilitas pelayanan kesehatan tertentu yang telah ditetapkan oleh
Menteri.
(4) SIPP bagi Perawat Asing berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) tahun
berikutnya.
(5) Tata cara pengajuan SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan Pasal 19.
Pasal 28
(1) Perawat Asing yang telah lulus Uji Kompetensi dalam rangka pendidikan, pelatihan, dan penelitian di
Indonesia mengajukan permohonan registrasi sementara untuk memperoleh STR sementara kepada
Konsil Keperawatan Indonesia.
(2) Tata cara memperoleh STR sementara sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus memenuhi persyaratan:
a. memiliki ijazah pendidikan keperawatan;
b. memiliki sertifikat uji kompetensi; dan
c. memiliki surat rekomendasi dari organisasi profesi.
(3) STR sementara bagi perawat asing berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1
(satu) tahun berikutnya.
Pasal 29
(1) Perawat WNI lulusan luar negeri yang akan melaksanakan praktik keperawatan di Indonesia harus
melalui evaluasi.
(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. kesahan ijazah;
b. kemampuan untuk melakukan Praktik Keperawatan yang dinyatakan dengan surat keterangan telah
mengikuti program adaptasi dan sertifikat kompetensi;
c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental; dan
d. membuat surat pernyataan untuk mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
(3) Perawat WNI lulusan luar negeri yang telah menyelesaikan proses evaluasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) wajib mengikuti Uji Kompetensi.
(4) Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam
Pasal 15 dan Pasal 16.
(5) Perawat WNI lulusan luar negeri yang telah lulus Uji Kompetensi dan melakukan Pelayanan
Keperawatan di Indonesia mengajukan permohonan registrasi kepada Konsil Keperawatan Indonesia.
(6) Perawat WNI lulusan luar negeri yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) diberikan STR oleh Konsil Keperawatan Indonesia.
BAB V PRAKTIK KEPERAWATAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 30
(1) Praktik Keperawatan dilaksanakan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan tempat lain.
(2) Praktik Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. praktik keperawatan mandiri perorangan;
b. praktik keperawatan mandiri berkelompok; dan
c. praktik keperawatan di fasilitas pelayanan kesehatan.
(3) Praktik Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada standar Pelayanan
Keperawatan.
(4) Praktik Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b didasarkan pada
prinsip kebutuhan pelayanan kesehatan dan/atau keperawatan masyarakat dalam suatu wilayah.
(5) Ketentuan mengenai kebutuhan pelayanan kesehatan dan/atau keperawatan disatu wilayah
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Peran dan Wewenang
Pasal 31
(1) Dalam menyelenggarakan Praktik Keperawatan, Perawat berperan:
a. pemberi Asuhan Keperawatan;
b. pendidik Klien.
(2) Peran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan:
a. secara mandiri;
b. bekerja sama dengan pihak terkait;
c. berdasarkan pelimpahan wewenang; dan
d. berdasarkan penugasan khusus.
(3) Pelaksanaan peran Perawat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus dijalankan
dengan bertanggung jawab dan akuntabel.
(4) Pelimpahan wewenang sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) huruf c dilaksanakan secara:
a. delegatif; dan
b. mandat.
(5) Pelimpahan wewenang secara delegatif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a diberikan oleh
dokter kepada Perawat sesuai dengan kompetensi dan tanggung jawabnya.
(6) Pelimpahan wewenang secara mandat sebagaimana yang dimaksud padaayat (4) huruf b diberikan
oleh dokter sebagai pemberi kewenangankepada Perawat dan tanggung jawab tetap berada pada
pemberi kewenangan.
(7) Pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dalam bentuk tertulis dan
sesuai dengan kesepakatan antar profesi dan/atau pihak terkait.
(8) Pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dievaluasi secara berkala.
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelimpahan wewenang diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 32
Perawat dalam menjalankan perannya terhadap Klien berwenang:
a. melakukan pengkajian keperawatan secara holistik;
b. menetapkan diagnosis keperawatan;
c. merencanakan tindakan keperawatan;
d. melaksanakan tindakan keperawatan;
e. mengevaluasi hasil tindakan keperawatan;
f. melakukan rujukan;
g. memberikan konsultasi keperawatan dan berkoordinasi dengan dokter;
h. melaksanakan penugasan khusus;
i. melakukan penyuluhan kesehatan; dan
j. menerima dan melaksanakan pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (4).
Pasal 33
(1) Perawat dapat melaksanakan penugasa n khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2)
huruf d untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan perorangan dan masyarakat di daerah
terpencil, sangat terpencil, tertinggal, perbatasan, pulau-pulau kecil terluar, daerah yang tidak diminati,
daerah rawan bencana atau mengalami bencana, dan konflik sosial.
(2) Perawat dalam melaksanakan penugasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan
kompetensi dan kewenangan serta dilaksanakan sesuai dengan hierarki klinis di tempat kerjanya.
Pasal 34
(1) Pemerintah dalam menetapkan penugasan khusus kepada Perawat harus memperhatikan usulan
Pemerintah Daerah.
(2) Pemanfaatan Perawat yang melaksanakan penugasan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
ayat (1) merupakan tanggung jawab bupati/walikota dan/atau gubernur.
(3) Perawat yang melaksanakan penugasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disertai
dengan penyediaan sarana pelayanan kesehatan, alat kesehatan, obat-obatan, dan fasilitas lainnya
sesuai standar yang berlaku, serta memperhatikan hierarki, dan komposisi tenaga kesehatan
penyertanya atau yang tersedia.
Pasal 35
Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan khusus Perawat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dan
Pasal 34 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 36
(1) Dalam keadaaan darurat untuk memberikan pertolongan pertama,Perawat dapat melakukan
tindakan medis dan pemberian obat.
(2) Pertolongan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk menyelamatkan nyawa
Klien dan mencegah kecacatan lebih lanjut.
(3) Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan keadaan yang mengancam nyawa
Klien dan keselamatannya hanya tergantung pada inisitatif Perawat.
(4) Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Perawat sesuai dengan
bidang keilmuan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
BAB VI HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban Perawat
Pasal 37
Perawat dalam melaksanakan Praktik Keperawatan berhak:
a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai standar profesi, standar
pelayanan keperawatan, standar operasional prosedur, kode etik, dan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
b. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari Klien dan/atau keluarganya;
c. menerima imbalan jasa atas Pelayanan Keperawatan yang telah diberikan secara mandiri,
berdasarkan pelimpahan wewenang, dan dengan bekerjasama; dan
d. menolak keinginan Klien atau pihak lain yang memberikan anjuran atau permintaan baik lisan
maupun tertulis untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan standar profesi, standar
pelayanan keperawatan, standar operasional prosedur, kode etik, dan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 38
Perawat dalam melaksanakan Praktik Keperawatan berkewajiban:
a. melengkapi sarana dan prasarana Pelayanan Keperawatan sesuai dengan standar pelayanan
keperawatan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. memberikan Pelayanan Keperawatan sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan keperawatan,
standar operasional prosedur, kode etik, dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. menghormati hak Klien;
d. merujuk kasus yang tidak dapat ditangani, yang meliputi:
1. dalam aspek pelayanan/asuhan keperawatan merujuk ke anggota perawat lain yang lebih tinggi
kemampuan atau pendidikannya; atau
2. dalam aspek masalah kesehatan lainnya merujuk ke tenaga kesehatan lain.
e. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang Klien;
f. mendokumentasikan Asuhan Keperawatan berdasarkan standar pelayanan keperawatan;
g. memberikan informasi yang lengkap, jujur, jelas dan mudah dimengerti mengenai tindakan
keperawatan kepada Klien dan/atau keluarganya sesuai dengan batas kewenangannya;
h. melaksanakan tindakan pelimpahan wewenang dari tenaga kesehatan lain yang sesuai dengan
kompetensi Perawat; dan
i. melaksanakan penugasan khusus yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Klien
Pasal 39
Klien dalam Praktik Keperawatan berhak:
a. mendapatkan informasi secara lengkap, jujur dan jelas tentang tindakan keperawatan yang akan
dilakukan;
b. meminta pendapat Perawat lain dan/atau tenaga kesehatan lainnya;
c. mendapatkan Pelayanan Keperawatan sesuai dengan standar pelayanan keperawatan;
d. memberi persetujuan atau penolakan tindakan keperawatan yang akan diterimanya; dan
e. terjaga kerahasiaan kondisi kesehatannya.
Pasal 40
Pengungkapan rahasia Klien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf e dilakukan atas dasar:
a. persetujuan tertulis dari Klien; dan/atau
b. perintah hakim pada sidang pengadilan.
Pasal 41
Dalam Praktik Keperawatan, Klien berkewajiban:
a. memberikan informasi yang lengkap, jujur, dan jelas tentang masalah
kesehatannya;
b. mematuhi nasihat dan petunjuk Perawat;
c. mematuhi ketentuan yang berlaku di Fasilitas Pelayanan Kesehatan; dan
d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
BAB VII ORGANISASI PROFESI PERAWAT
Pasal 42
Untuk mempersatukan dan memberdayakan Perawat dalam rangka menunjang pembangunan
kesehatan dibentuk Organisasi Profesi Perawat sebagai satu wadah yang menghimpun Perawat secara
nasional dan berbadan hukum.
Pasal 43 Organisasi Profesi Perawat berkedudukan di Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
dapat membentuk perwakilan di daerah.
Pasal 44
(1) Organisasi Profesi Perawat berfungsi sebagai pemersatu, pembina, pengembang, dan pengawas
keperawatan di Indonesia.
(2) Organisasi Profesi Perawat bertanggung jawab kepada anggota profesi
.
Pasal 45
Organisasi Profesi Perawat berwenang:
a. memberikan rekomendasi persyaratan akreditasi institusi pendidikan keperawatan;
b. memberikan rekomendasi kepada perawat untuk memperoleh SIPP pada proses pengajuan izin
praktik keperawatan mandiri kepada Pemerintah Daerah;
c. menyusun dan menetapkan kode etik;
d. memberikan rekomendasi program adaptasi dan evaluasi Perawat Asing kepada Konsil Keperawatan
Indonesia; dan
e. mengusulkan anggota Organisasi Profesi Perawat untuk dimasukkan dalam Konsil Keperawatan
Indonesia.
Pasal 46
Organisasi Profesi Perawat bertugas:
a. meningkatkan kua litas, kapabilitas dan kapasitas Perawat dalam menjalankan asuhan keperawatan
sesuai standar Pelayanan Keperawatan;
b. melakukan sosialisasi pengembangan profesi Keperawatan;
c. berpartisipasi aktif dalam pembangunan kesehatan;
d. memfasilitasi perlindungan hukum kepada anggota; dan
e. membentuk Kolegium Keperawatan.
Pasal 47
Biaya untuk pelaksanaan tugas Organisasi Profesi Perawat dibebankan kepada anggaran pendapatan
dan belanja Organisasi Profesi Perawat.
Pasal 48
Ketentuan mengenai susunan Organisasi Profesi Perawat ditetapkan dalam anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga.
BAB VIII KOLEGIUM KEPERAWATAN
Pasal 49
(1) Kolegium Keperawatan merupakan badan otonom di dalam Organisasi Profesi Perawat dan dibentuk
oleh Organisasi Profesi Perawat.
(2) Kolegium Keperawa tan bertanggung jawab kepada Organisasi Profesi Perawat.
Pasal 50
Kolegium Keperawatan berfungsi mengembangkan cabang disiplin ilmu Keperawatan.
Pasal 51
Kolegium Keperawatan berwenang:
a. melakukan penilaian kompetensi Perawat Asing sebagai dasar dilakukan program adaptasi; dan
b. melakukan kajian pengembangan pendidikan dan profesi Perawat.
Pasal 52
Kolegium Keperawatan bertugas menyusun standar kompetensi kerja
Perawat.
Pasal 53
Biaya untuk pelaksanaan tugas Kolegium Keperawatan dibebankan kepada:
a. anggaran pendapatan dan belanja Organisasi Profesi Perawat;
b. registrasi Perawat;
c. bantuan Pemerintah;
d. hibah; dan/atau
e. sumbangan yang sah dan tidak mengikat.
Pasal 54
Ketentuan mengenai susunan organisasi Kolegium Keperawatan dan keanggotaan diatur dalam
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi Profesi Perawat.
BAB IX KONSIL KEPERAWATAN INDONESIA
Pasal 55
Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, memberikan perlindungan dan kepastian hukum
kepada Perawat dan masyarakat, meningkatkan mutu Perawat, serta Pelayanan Keperawatan, dibentuk
Konsil Keperawatan Indonesia.
Pasal 56
Konsil Keperawatan Indonesia berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.
Pasal 57
Konsil Keperawatan Indonesia berfungsi menetapkan Praktik Keperawatan dan melakukan Registrasi
Perawat.
Pasal 58
(1) Konsil Keperawatan Indonesia berwenang:
a. mengawasi pelaksanaan kode etik dan Pelayanan Keperawatan;
b. menerbitkan Sertifikat Uji Kompetensi;
c. menyetujui dan menolak permohonan registrasi termasuk dari Perawat Asing;
d. menerbitkan dan mencabut STR;
e. menegakkan disiplin keperawatan termasuk menyelidiki dan menangani masalah yang berkaitan
dengan pelanggaran disiplin Perawat; dan
f. menetapkan dan memberikan sanksi disiplin.
(2) Penerbitan Sertifikat Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dikeluarkan
setelah perawat dinyatakan lulus uji kompetensi oleh institusi perguruan tinggi yang terakreditasi.
Pasal 59
Biaya untuk pelaksanaan tugas Konsil Keperawatan Indonesia dibebankan kepada anggaran pendapatan
dan belanja Organisasi Profesi Perawat.
Pasal 60
a. Jumlah anggota Konsil Keperawatan Indonesia paling banyak 15 (lima belas) orang.
b. Ketentuan lebih lanjut mengenai Konsil Keperawatan Indonesia diatur dengan Peraturan Presiden.
BAB X PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN
Pasal 61
Pemerintah, Pemerintah Daerah, Konsil Keperawatan Indonesia, Organisasi Profesi Perawat membina
dan mengembangkan Praktik Keperawatan sesuai dengan fungsi dan tugas masing-masing.
Pasal 62
(1) Pembinaan dan pengembangan Praktik Keperawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61
diarahkan untuk:
a. meningkatkan mutu Pelayanan Keperawatan yang diberikan Perawat; dan
b. melindungi masyarakat atas tindakan Perawat yang tidak sesuai standar operasional prosedur.
(2) Pembinaan dan pengembangan Praktik Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan dengan mengikuti pendidikan formal dan pendidikan nonformal.
(3) Pembinaan dan pengembangan Praktik Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi
kompetensi dan kepribadian professional.
Pasal 63
(1) Pembinaan dan pengembangan Praktik Keperawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61
meliputi:
a. penugasan;
b. kenaikan pangkat /peringkat; dan/atau
c. promosi.
(2) Pengembangan karir Praktik Keperawatan dapat digunakan untuk penempatan perawat pada
jenjang yang sesuai dengan keahliannya.
BAB XI LARANGAN
Pasal 64
Setiap orang dilarang dengan sengaja menggunakan identitas seolah-olah yang bersangkutan adalah
perawat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).
Pasal 65
Perawat dilarang menyelenggarakan Praktik Keperawatan tanpa memiliki STR dan/atau SIPP sebagai
dasar lisensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3).
Pasal 66
Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan dilarang dengan sengaja mempekerjakan Perawat yang tidak
memiliki STR dan SIPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1).
Pasal 67
Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dilarang memberikan resep dan obat selain obat
bebas terbatas.

BAB XII KETENTUAN PIDANA


Pasal 68
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas seolah-olah yang bersangkutan adalah
perawat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun
dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 69
Perawat yang menyelenggarakan Praktik Keperawatan tanpa memiliki STR dan/atau SIPP sebagai dasar
lisensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun dan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 70
(1) Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang dengan sengaja mempekerjakan Perawat yang tidak
memiliki STR dan SIPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh korporasi, selain
pidana penjara atau pidana denda kepada pengurusnya, pidana dapat dijatuhkan kepada korporasi
berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
(3) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2), korporasi dapat dikenai sanksi
administrasi berupa:
a. pencabutan ijin pendirian; dan/atau
b. pencabutan status badan hukum.
Pasal 71
Perawat yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 72
STR dan SIPP yang telah dimiliki oleh Perawat sebelum Undang-Undang ini diundangkan, dinyatakan
tetap berlaku sampai jangka waktu STR dan SIPP berakhir.
Pasal 73
Selama Konsil Keperawatan Indonesia belum terbentuk, permohonan untuk memperoleh STR yang
masih dalam proses, diselesaikan dengan prosedur yang berlaku sebelum Undang-Undang ini
diundangkan.
BAB XIV KETENTUAN PENUTUP
Pasal 74
Institusi pendidikan keperawatan yang telah ada sebelum Undang-Undang ini diundangkan harus
menyesuaikan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, paling lama 5 (lima) tahun setelah
Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 75
Konsil Keperawatan Indonesia dibentuk paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-undang ini
diundangkan.
Pasal 76
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai Keperawatan, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum
diganti berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 77
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung
sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 78
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.

Pengertian Hukum Kesehatan dan Keperawatan


Oleh: armansyah
mahasiswa S1 keperawatan StikesHang Tuah Pekanbaru

Hukum kesehatan adalah semua peraturan hukum yang berhubungan langsung pada pelayanan
kesehatan dan penerapannya pada hukum perdata, hukum administrasi dan hukum pidana (UU
Kesehatan No. 23 tahun 1992).

Hukum kesehatan adalah kumpulan peraturan yang berkaitan langsung dengan pemberian perawatan
dan juga penerapannya kepada hukum perdata, hukum pidana dan hukum administrasi (Prot. Van der
Miju).

Hukum kesehatan ini lebih luas dari pada hukum kedokteran atau hukum perawatan.

• Perlunya Undang-Undang Kesehatan


Mengapa perlunya undang-undang kesehatan, hal ini di sebabkan oleh :
ü Kesehatan-kesejahteraan merupakan cita-cita bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945;
ü Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan sumber daya
manusia yang merupakan modal pembangunan nasional;
ü Perlunya penyelenggaraan upaya kesehatan yang menyeluruh dan terpadu;
ü Perundang-undangan yang ada tidak sesuai lagi.
Undang-Undang praktik Keperawatan

Ada beberapa alasan mengapa Undang-Undang Praktik Keperawatan dibutuhkan. Pertama, alasan
filosofi. Perawat telah memberikan konstribusi besar dalam peningkatan derajat kesehatan. Perawat
berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah dan swasta, dari
perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi pengabdian tersebut pada
kenyataannya belum diimbangi dengan pemberian perlindungan hukum, bahkan cenderung menjadi
objek hukum. Perawat juga memiliki kompetensi keilmuan, sikap rasional, etis dan profesional,
semangat pengabdian yang tinggi, berdisiplin, kreatif, terampil, berbudi luhur dan dapat memegang
teguh etika profesi. Disamping itu, Undang-Undang ini memiliki tujuan, lingkup profesi yang jelas,
kemutlakan profesi, kepentingan bersama berbagai pihak (masyarakat, profesi, pemerintah dan pihak
terkait lainnya), keterwakilan yang seimbang, optimalisasi profesi, fleksibilitas, efisiensi dan keselarasan,
universal, keadilan, serta kesetaraan dan kesesuaian interprofesional (WHO, 2002).
Sebelum membahas lebih dalam tentang undang- undang praktik keperawatan mari kita mengulas
secara singkat beberapa undang- undang yang ada di indonesia yang berkaitan peraktik keperawatan.
UU No. 6 tahun 1963 tentan Tenaga Kesehatan. UU ini merupakan penjabaran dari UU No. 9 tahun
1960. Undang- undang ini membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana
meliputi dokter, apoteker, dan dokter gigi. Tenaga perawat termasuk tenaga yang bukan sarjana atau
tenaga kesehatan dengan pendidikan rendah. UU ini boleh dikatan sudah usang, karena dalam UU ini
juga tercantum berbagai jenis tenaga sarjan keperawatan seperti sekarang ini.
UU Kesehatan No. 18 tahun 1964 mengatur tentang Wajib Kerja Paramedis. Pada pasal 2, ayat (3)
dijelaskan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda, menengah, dan rendah wajib menjalankan wajib
kerja pada pemerintah selama 3 tahun. Dalam UU ini, lagi- lagi posisi perawat dinyatakan sebagai
tenaga kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis termasuk dokter.
Dalam SK Menkes No. 262/Per/Vll/1979 tahun 1979 yan membedakan paramedis menjadi dua golongan
yaitu golongan medis keperawatan (termasuk bidan) dan paramdis non keperawatan. Dari aspek
hukum, suatu hal yang perlu dicatat di sini bahwa tenaga bidan tidak terpisah tetapi juga termasuk
katagori keperawatan (Soekanto & Herkutanto, 1987; Sciortino, 1991).
Dalam Permenkes No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980, pemerintah membuat suatu peryataan
yang jelas perbedaan antara tenaga keperawatan dan bidan.
Surat Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 94/Menpan/1986, tangal 4
nopenber 1986 menjelaskan jabatan fungsional tenaga keperawatan dan system kredit poin. Sistem ini
menguntungan perawat, karena dapat naik pangkatnya dan tidak tergantung kepada pangkat/golongan
atasannya.

UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 merupakan UU yang banyak memberi kesempatan bagi
perkembangan keperawatan termasuk praktik keperawatan profesional, kerena dalam UU ini
dinyatakan tentang standar praktik, hak- hak pasien, kewenagan, maupun perlindungan hokum bagi
profesi kesehatan termasuk keperawatan. Beberapa peryataan UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 yang
dapat dipakai sebagai acuan pembuatan UU Praktik Keperawatan adalah: 1) Pasal 53 ayat 4
menyebutkan bahwa ketentuan mengenai standar profesi dan hak- hak pasien ditetepkan dengan
peraturan pemerintah. 2) Pasal 50 ayat 1 menyatakan bahwa tenaga kesehatan bertugas
menyelengarakan atau melaksakan kegiatan sesuai dengan bidang keahlian dan kewenagannya; Pasal
53 ayat 4 menyatakan tentang hak untuk mendapat perlindungan hokum bagi tenaga kesehatan
(Jahmono, 1993).

• PPNI dan Pengesahan Undang- Undang praktik Keperawatan.

Dalam peringatan Hari Perawat Sedunia ini yang jatuh tanggal 12 mei, Persatuan Perawat Nasional
Indonesia (PPNI) lebih mendorong disahkannya Undang-Undang Praktik Keperawatan. Hal ini karena:
1) Keperawatan sebagai profesi memiliki karateristik yaitu, adanya kelompok pengetahuan (body of
knowledge) yang melandasi keterampilan untuk menyelesaikan masalah dalam tatanan praktik
keperawatan; pendidikan yang memenuhi standar dan diselenggarakan di Perguruan Tinggi;
pengendalian terhadap standar praktik; bertanggungjawab dan bertanggungugat terhadap tindakan
yang dilakukan; memilih profesi keperawatan sebagai karir seumur hidup, dan; memperoleh pengakuan
masyarakat karena fungsi mandiri dan kewenangan penuh untuk melakukan pelayanan dan asuhan
keperawatan yang beriorientasi pada kebutuhan sistem klien (individu, keluarga,kelompok dan
komunitas).
2) Kewenangan penuh untuk bekerja sesuai dengan keilmuan keperawatan yang dipelajari dalam
suatu sistem pendidikan keperawatan yang formal dan terstandar menuntut perawat untuk akuntabel
terhadap keputusan dan tindakan yang dilakukannya. Kewenangan yang dimiliki berimplikasi terhadap
kesediaan untuk digugat, apabila perawat tidak bekerja sesuai standar dan kode etik. Oleh karena itu,
perlu diatur sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi yang ditetapkan dengan peraturan dan perundang-
undangan. Sistem ini akan melindungi masyarakat dari praktik perawat yang tidak kompeten, karena
Konsil Keperawatan Indonesia yang kelak ditetapkan dalam Undang Undang Praktik Keperawatan akan
menjalankan fungsinya. Konsil Keperawatan melalui uji kompetensi akan membatasi pemberian
kewenangan melaksanakan praktik keperawatan hanya bagi perawat yang mempunyai pengetahuan
yang dipersyaratkan untuk praktik. Sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi ini akan meyakinkan
masyarakat bahwa perawat yang melakukan praktik keperawatan mempunyai pengetahuan yang
diperlukan untuk bekerja sesuai standar.
3) Perawat telah memberikan konstribusi besar dalam peningkatan derajat kesehatan. Perawat
berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah dan swasta, dari
perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi pengabdian tersebut pada
kenyataannya belum diimbangi dengan pemberian perlindungan hukum, bahkan cenderung menjadi
objek hukum. Perawat juga memiliki kompetensi keilmuan, sikap rasional, etis dan profesional,
semangat pengabdian yang tinggi, berdisiplin, kreatif, terampil, berbudi luhur dan dapat memegang
teguh etika profesi. Disamping itu, Undang-Undang ini memiliki tujuan, lingkup profesi yang jelas,
kemutlakan profesi, kepentingan bersama berbagai pihak (masyarakat, profesi, pemerintah dan pihak
terkait lainnya), keterwakilan yang seimbang, optimalisasi profesi, fleksibilitas, efisiensi dan keselarasan,
universal, keadilan, serta kesetaraan dan kesesuaian interprofesional (WHO, 2002).
4) Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan semakin
meningkat. Hal ini karena adanya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan, dari
model medikal yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan pengobatan, ke paradigma
sehat yang lebih holistik yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai fokus
pelayanan (Cohen, 1996). Disamping itu, masyarakat membutuhkan pelayanan keperawatan yang
mudah dijangkau, pelayanan keperawatan yang bermutu sebagai bagian integral dari pelayanan
kesehatan, dan memperoleh kepastian hukum kepada pemberian dan penyelenggaraan pelayanan
keperawatan.

• Undang- Undang praktik Keperawatan di Negara Tetangga

Negara-negara ASEAN seperti Philippines, Thailand, Singapore, Malaysia, sudah memiliki Undang
Undang Praktik Keperawatan (Nursing Practice Acts) sejak puluhan tahun yang lalu. Mereka siap untuk
melindungi masyarakatnya dan lebih siap untuk menghadapi globalisasi perawat asing yang masuk ke
negaranya dan perawatnya bekerja di negara lain. Ketika penandatanganan Mutual Recognition
Arrangement di Philippines tahun 2006, posisi Indonesia, bersama dengan Vietnam, Laos dan Myanmar,
yang belum memiliki Konsil Keperawatan. Semoga apa yang dilakukan oleh PPNI dapat mengangkat
derajad bangsa ini dengan negara lain, khususnya dalam pelayanan kesehatan.
Perawat telah memberi konstribusi yang cukup besar dalam pemberian pelayanan kesehatan, akan
tetapi belum mendapat pengimbangan dari perlindungan hukum, bahkan sering menjadi objek dalam
masalah hukum. Dan yang menjadi pertanyaan ”kemana hak dan jasa untuk profesi keperawatan?“.
Pengembangan kesehatan masyarakat di Indonesia yang telah dijalankan selama ini masih
memperlihatkan adanya ketidaksesuaian antara pendekatan pembangunan kesehatan masyarakat
dengan tanggapan masyarakat, manfaat yang diperoleh masyarakat, dan partisipasi masyarakat yang
diharapkan. Meskipun di dalam Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan telah ditegaskan
bahwa tujuan pembangunan kesehatan masyarakat salah satunya adalah meningkatkan kemandirian
masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya. Oleh karena itu pemerintah maupun pihak-pihak
yang memiliki perhatian cukup besar terhadap pembangunan kesehatan masyarakat –termasuk
perawat spesialis komunitas— perlu mencoba mencari terobosan yang kreatif agar program-program
tersebut dapat dilaksanakan secara optimal dan berkesinambungan.
Salah satu intervensi keperawatan komunitas di Indonesia yang belum banyak digali adalah kemampuan
perawat spesialis komunitas dalam membangun jejaring kemitraan di masyarakat. Padahal, membina
hubungan dan bekerja sama dengan elemen lain dalam masyarakat merupakan salah satu pendekatan
yang memiliki pengaruh signifikan pada keberhasilan program pengembangan kesehatan masyarakat
(Kahan & Goodstadt, 2001). Pada bagian lain Ervin (2002) menegaskan bahwa perawat spesialis
komunitas memiliki tugas yang sangat penting untuk membangun dan membina kemitraan dengan
anggota masyarakat. Bahkan Ervin mengatakan bahwa kemitraan merupakan tujuan utama dalam
konsep masyarakat sebagai sebuah sumber daya yang perlu dioptimalkan (community-as-resource),
dimana perawat spesialis komunitas harus memiliki ketrampilan memahami dan bekerja bersama
anggota masyarakat dalam menciptakan perubahan di masyarakat.

• Tujuan Undang- Undang praktek Keperawatan :


Tujuan utama
• Memberikan landasan hukum terhadap praktik keperawatan untuk melindungi baik masyarakat
maupun perawa
Ø Tujuan Khusus

• Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan kesehatan yang diberikan
oleh perawat.
• Melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan perawat.
• Menetapkan standar pelayanan keperawatan
• Menapis ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan
• Menilai boleh tidaknya perawat untuk menjalankan praktik keperawatan
• Menilai ada tidaknya kesalahan dan atau kelalaian yang dilakukan perawat dalam memberi
pelayanan.

HUKUM KEPERAWATAN

HUKUM KEPERAWATAN
1) Pengertian
Hukum adalah kumpulan norma-norma untuk menjaga kedamaian hidup bersama (Herkutanto,
1992).
Hukum adalah suatu karya dari seluruh rakyat yang bersifat penyegaran terhadap tingkah laku dan
perbuatan para anggotanya dalam perhubungan pamrih dan yang berhubungan pada tata, keadilan dan
kesejahteran masyarakat yang menjadi pendukungnanya (Djoyodigoeno,1996).
Hukum adalah suatu aturan atau peraturan yang dibuat oleh pemerintah atau oleh suatu badan
yang digunakan sebagai alat untuk mengatur hubungan atau kehidupan bermasyarakat.
2) Pengertian hukum kesehatan (Leenen) adalah :
Semua ketentuan hukum yang berlaku dan langsung dengan pemeliharan kesehatan dan penerapan hak
dan kewajiban perorangan atau masyarakat menyakut : pemberi dan penerima pelayanan kesehatan,
sarana pelayanan kesehatan dan pedoman medic.

Pengertian hukum keperawatan adalah :


Segala peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang asuhan keperawatan terhadap kelien
dalam aspek hukum perdata, hukum pidana dan hukum administarasi sebagai bagian dari hukum
kesehatan.
3) Fungsi Hukum
Secara umum fungsi hukum adalah :
1. Memberi kepastian hukum.
2. Memberi perlindungan hukum.
Sedangkan fungsi hukum bagi keperawatan adalah:
1. Hukum memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan mana yang sesuai
dengan hukum.
2. Membedakan tanggung jawab perawat dengan tanggung jawab profesi lain.
3. Membantu menentukan batas-batas kewenangan tindakan keperawatan mandiri.
4. Membantu dalam mempertahankan standar pratik keperawatan dengan menyatakan posisi
perawat memiliki akuntabilitas di bawah hukum. (Kozier & Erb, 1990).`
4) Tujuan Hukum
Tujuan hukum dalam bidang pelayanan kesehatan adalah :
1. Melindungi kepentingan klien dan tenaga kesehatan dalam pelayanan kesehatan.
2. Menjamin pengembangan dan peningkatan kualitas profesi tenaga kesehatan dan kualitas
pelayanan kesehatan.
5) Pentingnya Hukum mengatur Praktek Keperawatan
1. Memberikan kepastian bahwa keputusan dan tindakan keperawatan yang dilakukan konsisten
dengan prinsip hukum yaitu keadilan, perubahan, standar universal, tiap individu mempunyai hak dan
tanggung jawab.
2. Melindungi perawat dari liabilitas yaitu tanggungan yang dimiliki oleh seseorang terhadap
tindakan/kegagalan melakukan tindakan.
Tanggung jawab perawat dalam hal ini yaitu tanggung jawab professional (kode etik dan standar
praktek keperawatan), dan tanggung jawab hukum (perdata, pidana yang berlangsung secara terpisah
maupun bersamaan).
6) Masalah Hukum dalam Praktek Keperawatan
 Penandatanganan pernyataan hukum.
Perawat sering kali diminta sebagai saksi, perawat hendaknya tidak membuat pernyataan yang
mempunyai interpretasi ganda, dalam kesaksian harus mengacu pada Rumah Sakit/institusi.
 Format persetujuan.
Diberikan kepada pasien pada awal masuk ke Rumah sakit yang mengandung kesanggupan pasien
untuk dirawat dan menjalani pengobatan termasuk persetujuan operasi yang diberikan setelah pasien
benar-benar mendapat informasi yang cukup dari tenaga kesehatan tentang tindakan yang dilakukan
termasuk risiko tindakan tersebut.
 Laporan kejadian/incident report.
Setiap kali terjadi incident yang mengenai pasien, pengunjung, maupun petugas kesehatan, maka
perawat membuat laporan kejadian yang disebut incident riport yaitu tulis apa adanya termasuk
keadaan korban saat ditemukan, sebutkan saksi yang ada pada saat kejadian, tulis tindakan yang
dilakukan, tulis nama dan tanda tangan anda dengan jelas dan tulis waktu kejadian ditemukan.
 Pencatatan.
Merupakan suatu komponen yang paling penting yang memberikan sumber kesaksian hukum. Setiap
selesai melakukan tindakan maka perawat harus segera mencatat secara jelas tindakan yang dilakukan
dan respons pasien terhadap tindakan serta mencantumkan waktu tindakan diberikan dan tanda
tangan yang memberi tindakan. Cara secara pencatanan sesuai yang dapat diterima secara hukum
sesuai dengan prinsip-prinsip dokumentasi dan standar praktek kperawatan (Kelly, 1987)
- Catat secara obyektif : tulis dengan tinta permanen apa yang dilihat, didengar dibau dan
dirasakan.
- Catat secara lengkap pengobatan dan perawatan yang diberikan : untuk apa, dimana dan
bagaimana dan dengan cara apa.
- Bila ada kesalah tulisan tidak boleh dihapus tetapi dicoret dan tetap dapat dibaca.
- Catatan harus dibuat sendiri, catat waktu, tanggal dan ditandatangani.
 Pengawasan penggunaan obat.
Obat yang dapat diberi dengan resep dan obat yang dijual bebas, sedangkan obat-obat tertentu
misalnya NARKOTIKA diatur secara khusus. Di Rumah Sakit obat ini disimpan ditempat aman dan
terkunci. Untuk menghindari masalah hukum pengeluaran narkotika ini perawat harus memperhatikan
prosedur dan pencatatan yang benar.
 Abortus dan kehamilan cara alami.
KUHP 346-349 : barang siapa melakukan suatu dengan sengaja menyebabkan keguguran atau kematian
janin dalam kandungan dapat dikenai hukuman penjara.
 Kematian dan masalah yang terkait.
Masalah hukum yang terkait dengan kematian lain meliputi pernyataan kematian, bedah mayat/otopsi
dan donor organ.
7) Prinsip prinsip Mencegah Masalah Hukum
1. Ketahui hukum/UU yang mengatur praktek anda.
2. Jangan melakukan apapun yang anda tidak tahu bagaimana melakukannya.
3. Pertahankan kompetensi praktek anda.
4. Lakukan pengkajian diri, evaluasi kelompok dan audit/evaluasi dari supervisor.
5. Jangan sembrono.
6. Kerjalah secara interdependensi, komunikasi dengan orang lain.
7. Selalu mencatat secara akurat, lengkap dan jangan dihapus.
8. Delegasikan secara aman dan absah, ketahui persiapan dan kemampuan orang-orang dibawah
pengawasan anda.
9. Bantu pengembangan kebijakan dan prosedur.
8) Hubungan Etika dan Hukum
 Dapat dikatakan semua hukum dan keputusan yang sah (legal) mempunyai dimensi etika.
 Persamaan etika dan hukum
o Berfungsi sebagai alat untuk mengatur tertib hidup dalam masyarakat.
o Mempelajari dan menjadikan tingkah laku manusia sebagai objeknya.
o Memberikan penggarisan hak dan wewenang seseorang dalam pergaulan hidup agar tidak saling
mnerugikan.
o Bersumber dari pengalaman dan pemikiran manusia
 Perbedaan etika dan hukum
Etika Hukum
• Tidak tertulis
• Bersifat subjektif (fleksibel)
• Bersifat memberi tuntutan
• Tidak memerlukan bukti fisik dalam menjatuhkan vonis
• Tidak memerlukan alat untuk pelaksanaannya • Tertulis dan terbuka (hukum Negara)
• Bersifat objektif dan tegas
• Bersifat menuntut
• Memerlukan bukti fisik dalam menjatuhkan vonis
• Memerlukan alat (penegak hukum) untuk menjamin pelaksanaannya
 P

9) Pembagian Hukum
1. Hukum public
Mengatur hubungan-hubungan yang diadakan oleh pemerintah dengan anggota masyarakat dan
hubungan-hubungan antar alat perlengkapan Negara.
2. Hukum privat
Mengatur hubungan-hubungan antara orang-orang satu dengan lainnya (perhimpunan, yayasan, dan
koperasi).
10) Sumber Hukum di Indonesia
1. Pancasila
- Sumber dari segala hukum di Indonesia.
- Semua aturan dan ketentuan yang berlaku tidak bertentangan dengan pancasila.
2. Sumber Hukum Formal
Sumber hukum mengandung arti tempat dimana dapat diketemukan aturan-aturan dan ketentuan-
ketentuan.
Termasuk sumber hukum formal adalah:
1. Undang-undang
Undang-undang mempunyai dua arti:
o Undang-undang dalam arti Formal.
Setiap peraturan dan ketetapan yang dibentuk oleh badan perlengkapan negara yang diberi kekuasaan
membentuk undang-undang dan diundangkan sebagaimana mestinya.
o Undang-undang dalam arti Materil.
Setiap peraturan atau ketetapan yang isinya mengikat kepada umum/semua orang dalam suatu daerah
atau golongan tertentu. (Buys dalam Mujiono,1991).
2. Yurisprudensia
Mengandung arti keputusan hakim atau keputusan pengadilan terhadap suatu masalah tertentu (case
law atau judge made law) atau dengan kata lain merupakan keputusan hakim yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap.
3. Traktat
Merupakan perjanjian antar nagara baik bilateral (perjanjian antara dua Negara) maupun multi-lateral
(perjanjian antara lebih dari dua Negara).
4. Kebiasaan
Tatanan norma yang sangat dekat dengan kenyataan hidup sehari-hari.
Sumber hukum kesehatan adalah:
o Hukum perdata
o Hukum pidana
o Hukum administrasi
o Hukum internasional
o Hukum kebiasaan
o Hukum otonom
o Ilmu dan literature yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan.
Tenaga kesehatan adalah :
Setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau
melalui pendidikan dibidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan pelayanan kesehatan.
Tenaga kesehatan meliputi:
o Tenaga medis.
o Tenaga keperawatan (bidan dan perawat).
o Tenaga kefarmasian.
o Tenaga kesehatan masyarakat.
o Tenaga gizi.
o Tenaga keterapian fisik.
o Tenaga tekhnisi (perawat gigi, radiology, mata, analisis, rekam medik)
Masing-masing mempunyai kewenangan sendiri.

Anda mungkin juga menyukai