OLEH
FRANSISKUS X. KURNIAWAN
1103051031
S K R I P S I
Diajukan Oleh
Mengetahui
Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi
ii
LEMBAR PENGESAHAN
S K R I P S I
Diajukan Oleh
MENGESAHKAN
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar keserjanaan di suatu Perguruan
Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya dan pendapat
yang pernah ditulis dan atau dipublikasikan oleh orang lain, kecuali yang secara
tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh
karena karya tulis ini serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di
Perguruan Tinggi ini.
Fransiskus X. Kurniawan
NIM. 1103051031
iv
v
Karya Ini Dipersembahkan Dengan Tulus Hati Kepada:
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan pada Sang Khalik, Pemberi Kehidupan
atas berkat dan tuntunan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah
ini dengan baik dan benar. Tulisan dengan judul Budaya Lonto Leok Sebagai
Strategi Komunikasi Politik DPRD Provinsi NTT dari Dapil Manggarai.
Budaya lonto leok merupakan kebiasaan dan tradisi dalam masyarakat adat
Manggarai yang telah diwariskan seccara turun temurun dalam ruang interaksi
sosial masyarakat. Sebagai sebuah budaya, lonto leok tentunya berkembang dalam
dinamika kehidupan, terbentuk dalam suatu masyarakat yang selalu berubah
sesuai dengan perkembangan zaman. Manusia dan kebudayaan adalah dua unsur
yang tidak dapat dipisahkan, karena itu budaya juga berkembang bahkan berubah
bentuk sesuai dengan perubahan manusia modern. Tidak luput, budaya lonto leok
juga mengalami perubahan dalam dinamika sosial. Penulis mencoba mengkaji
kembali sejauh mana kekuatan unsur-unsur budaya ini dalam mendapatkan suara
dalam konteks pemilihan legislatif di era demokrasi modern.
vii
3. Para dosen Jurusan Ilmu Komunikasi yang selalu menjadi motivator dan
teman diskusi dalam menyelesaikan tulisan ini.
4. Segenap staf kependidikan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik yang penuh
dedikasi memberikan bekal ilmu, bantuan dan pelayanan akademik.
5. Semua teman-teman angkatan yang selalu menjadi pembisik dan pemberi
inspirasi di kala penulis mulai tenggelam dalam aktivitas yang tidak
mendukung tulisan ini.
6. Kepada orang tua saya: Bapak John Basri dan Mama Rosalia Kartina, atas
segala doa dan dukungan baik secara material maupun moril sehingga
penulis dapat menyelesaikan tulisan ini dengan lancar dan tepat waktu.
Penulis
viii
ABSTRAK
ix
ABSTRACT
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN .....................................................................................iii
PERNYATAAN........................................................................................................iv
MOTTO ....................................................................................................................v
PERSEMBAHAN.....................................................................................................vi
KATA PENGANTAR..............................................................................................vii
ABSTRAK ................................................................................................................ix
DAFTAR ISI.............................................................................................................xi
DFTAR TABEL .......................................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................1
1.2 Batasan Penelitian........................................................................................7
1.3 Rumusan Masalah........................................................................................7
1.4 Tujuan Penelitian .........................................................................................7
1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................................8
1.5.1 Manfaat Akademis ................................................................................8
1.5.2 Manfaat Praktis .....................................................................................8
xi
3.1.2 Jenis Penelitian ...................................................................................45
3.1.3 Lokasi Penelitian ................................................................................45
3.1.4 Objek Penelitian .................................................................................46
3.1.5 Informan .............................................................................................46
3.2 Sumber Data.................................................................................................46
3.3 Teknik Pengumpulan Data...........................................................................47
3.4 Teknik Analisis Data....................................................................................48
3.5 Teknik Keabsahan Data ...............................................................................49
BAB V PENUTUP....................................................................................................107
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................107
5.1.1 Proses Lonto leok................................................................................107
5.1.2 Kekuatan Unsur-unsur Lonto leok......................................................108
5.1.3 Strategi Komunikasi Lonto leok .........................................................108
5.2 Saran ............................................................................................................109
5.2.1 Saran Akademis..................................................................................109
5.2.2 Saran Praktis.......................................................................................110
xii
LAMPIRAN
BIOGRAFI PENULIS
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1. Daerah Pemilihan dan Jumlah Kursi......................................................57
Tabel 2. Perolehan Suara Partai DPRD Provinsi NTT Dapil 4...........................58
Tabel 3. Calon Terpilih Seluruh Dapil...................................................................58
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 1. Elemen Komunikasi Politik ...............................................................32
Gambar 2. Kerangka Berpikir..............................................................................44
Gambar 3. Struktur Sekwan Provinsi NTT.........................................................55
Gambar 4. Tahapan Lonto leok ............................................................................69
Gambar 5. Kekuatan Unsur-Unsur Lonto leok ...................................................91
Gambar 6. Pola Komunikasi Lonto leok ..............................................................100
Gambar 7. Nilai Demokrasi Lonto leok..................................................................106
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6. Surat Izin Penelitian
7. Surat Keterangan Selesai Penelitian
xv
BAB I
PENDAHULUAN
dalam menyelesaikan masalah. Makna tersebut sangat tampak dalam sikap duduk
(dalam bentuk lingkaran), simbol adat yang dipakai misalnya tuak, ayam, pakaian
adat dan pribahasa adat yang digunakan dalam lonto leok . Menurut Petrus
Spirit lonto leok sebagai sebuah budaya dapat dikaji melalui pribahasa adat
Manggarai seperti: Muku ca pu’u neka woleng curup, teu ca ambo neka woleng
lako (Pisang serumpun jangan berbeda kata, tebu serumpun jangan berbeda jalan),
ipung ca tiwu-neka woleng wintuk, nakeng ca wae-neka woleng tae (ikan ipun
sekolam jangan beda tindakan, ikan sekali jangan beda bicara), ema agu anak
neka woleng curup, weta agu nara-neka woleng bantang (Ayah dan anak jangan
Biasanya, dalam membuka suatu lonto leok , diawali dengan ucapan atau
sapaan adat dari tuan rumah atau yang mengundang untuk menyampaikan rasa
syukur dan menyampaikan maksud serta tujuan diadakanya suatu lonto leok
melalui upacara Kepok. Kepok itu sendiri adalah ungkapan adat yang disampaikan
pada upacara penerimaan tamu atau dalam meminta sesuatu yang diinginkan oleh
1
komunikator. Kepok juga sebagai ungkapan kesenangan hati dalam penerimaan
(tamu) dari tuan rumah atau tuan tanah (beo) yang tidak disampaikan secara
orang yang dianggap penting dan dipandang besar dalam kaitannya dengan status
dianggap mampu dan berwibawa seperti kepala kampung (tua gendang) untuk
memenuhi unsur tata krama dalam berbicara dan bersikap. Misalnya terungkap
dalam pribahasa tipek mu’u agu madis ba weki yang bermakna tertib berbahasa
dan berperilaku santun sesuai dengan kata-kata yang diucapkan. Inilah yang
biasa dalam adat Manggarai untuk sekadar membahas guyon, candaan, dan saat
bertamu (lejong) serta pembeda antara budaya duduk berkumpul di daerah lain.
Manggarai yang telah diwariskan secara turun temurun dari nenek moyang dan
masih digunakan sampai saat ini. Sebagai warisan budaya, lonto leok sudah
2
Lonto leok dalam bingkai yang lebih luas tidak bisa berdiri sendiri sebagai
sebuah upacara adat. Frans Salesman (Regus, 2011: 49) dalam analisisnya
manusia, yaitu: kehamilan, masa nifas dan menopause; 2) ritual yang berkaitan
yang berkaitan dengan transisi antara kehidupan dunia dan akhirat, yaitu
kematian.
Manggarai punya relasi yang intens dengan “dunia seberang” melalui ritus-ritus
khusus. Munculnya ritual teing hang dalam upacara penti, misalnya, merupakan
salah satu bukti keberlanjutan relasi antara manusia, leluhur, pencipta dan alam
semesta.
Berkaitan dengan pembagian ritual adat ini, Lonto leok sering terjadi pada
ritual yang berkaitan kelangsungan hidup dan interaksi sosial orang Manggarai.
Namun tidak menutup kemungkinan pada fase kelahiran dan kematian juga bisa
diadakan lonto leok misalnya dalam persiapan ritual delap (penyambutan bayi)
dan persiapan menyambut ritual kelas (pemutus hubungan antara yang hidup dan
yang mati).
Kebiasaan yang dilakukan secara turun temurun dan hidup dalam kehidupan
orang Manggarai ini menjadikan lonto leok sebagai budaya yang tidak bisa
dilepaskan. Dalam interaksi sosial, praktek lonto leok biasa digunakan sesuai
3
dengan konteks dan tujuannya seperti dalam persiapan upacara maupun saat
politik.
Dalam bidang politik, lonto leok memang sudah menjadi kebiasaan dalam
masyarakat Manggarai sejak zaman kerajaan, sampai sekarang ini. Budaya lonto
leok dijadikan sebagai media para raja atau dalu (camat) untuk
baru yang muncul dalam ranah demokrasi modern, ketika budaya ini digunakan
sebagai media untuk mendulang suara oleh aktor politik dalam momentum
demokrasi. Para calon legislatif, calon bupati bahkan calon kepala desa sering kali
tentang penentuan calon terpilih, bahwa seorang calon anggota DPR dan DPRD
terpilih berdasarkan suara terbanyak, maka hal ini sangat berdampak pada strategi
Kondisi tersebut juga menuntut parpol untuk lebih siap dan kreatif dalam
merumuskan strategi komunikasi politik dalam rangka menjual visi dan misi
dan meluaskan legitimasi ketokohan sang politisi sebagai aset politik yang mampu
4
membesarkan partai, menciptakan kebersamaan dan membangun konsensus
persaingan antar caleg yang berbeda partai tetapi juga kemampuan komunikasi
politik caleg untuk bersaing antar sesama partai untuk mendulang suara terbanyak.
Partai dan caleg adalah satu kesatuan utuh pelaksana kampanye yang sama-sama
memiliki keharusan untuk meyakinkan dan merebut suara terbanyak dalam pemilu
komunikasi politik.
Model strategi komunikasi politik para caleg tersebut sangat tampak dalam
pemilihan legislatif DPRD Propinsi NTT tahun 2014, khususnya dari dapil
manuver strategi para calon pun membuat aura politik tidak hanya dinamis tetapi
cenderung memanas. Hawa politik yang memanas ini sangat tampak dalam
ini menjadi menarik ketika para calon bersinggungan dengan budaya. Pendekatan
budaya dalam strategi komunikasi politik sangat tampak dalam usaha persuasif
melalui tokoh adat atau mengikuti upacara dan ritual adat yang dilakukan di
daerah pemilihan mereka. Salah satu strategi budaya yang mereka pakai adalah
politik dimana terjadi transaksi gagasan untuk mencapai kesamaan makna. Selain
5
mendengarkan berbagai masalah dalam masyarakat, para caleg juga menjadikan
lonto leok sebagai media sosialisasi diri dan strategi transaksi politik jika nanti
budaya ini untuk meraup suara. Namun ada suatu masalah yang ditemukan yakni
bagaimana proses, dinamika, unsur dan strategi caleg dalam menggunakan media
memilih. Masalah ini semakin menarik jika dihubungkan dengan caleg yang
lambat laun kebiasaan ini juga menjadi budaya politik di Manggarai. Lonto leok
sebagai budaya komunikasi politik tentunya sangat menarik untuk diteliti dengan
Masalah lain adalah belum adanya sarjana yang meneiliti keunikan budaya ini
dalam konteks komunikasi politik. Selama ini, budaya lonto leok selalu dikaitkan
dengan masalah dalam interaksi sosial. Karena itu, melalui penelitian ini penulis
mencoba menelaah dan mengkaji lebih dalam budaya ini sebagai bagian dari
6
1.2 Batasan Penelitian
penelitian ini penulis membatasi lokus penelitian pada caleg terpilih dari
politik?
7
3. Menjelaskan strategi komunikasi politik dalam budaya lonto leok untuk
mengembangkannya.
1. Sebagai bahan evaluasi dan bahan pembelajaran bagi pihak yang ingin
budaya lonto leok yang sudah dijalankan dan yang akan dijalankan.
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
sebelumnya sebagai bahan referensi. Untuk itu penulis mengutip penelitian yang
dan politisi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang dibukukan
politik dengan memanfaatkan para elit religi, kekerabatan, elit formal, elit budaya,
dan transmigrasi, pesan ideologi, citra diri, program, partai, realita dan hiperbola.
adalah media umum, media tradisional, dan media massa. Konstituen dipilah oleh
9
pekerja, ideologis, komunitas adat, komunitas historis, komunitas lembaga,
komunitas etnis dan komunitas lokal. Sementara itu, reaksi konstituen terhadap
hambatan yang ada, ternyata bermuara pada sistem pemilu yang mendorong
kontekstual. Strategi lain yang digunakan adalah berkaitan dengan dana kampanye
seperti alat peraga, konsumsi, transportasi, media, sarana, kegiatan sosial, hadiah
dan pembayaran saksi pada waktu pemilihan. Besarnya dana yang dikeluarkan
dalam kampanye politik ini, berkisar dari Rp 300 juta hingga 6 miliyar yang
bersumber dari dana pribadi, bantuan dari partai, teman, perusahan dan
masyarakat.
yang digunakan dalam penelitian ini adalah fenomenologis dan interaksi simbolik.
10
Dia (Pramono) melihat kedua paradigma ini saling melengkapi dimana
bertumpu pada penafsiran atas pemaknaan simbolik yang dihasilkan dari interaksi.
Penelitian terdahulu tersebut yang menjadi acuan awal dari penulis, namun
yang menjadi pembeda adalah dalam penelitian Pramono Anung Wibowo melihat
komunikasi politik secara umum, sementara dalam penelitian ini lebih focus pada
aspek budaya dalam komunikasi politik khususnya budaya Lonto leok . Selain itu,
lokus penelitian dari P.A. Wibowo adalah pemilihan legislatif DPR-RI sementara
dalam penelitian ini dalam konteks DPRD Propinsi NTT dari dapil Manggarai
2.2.1. Budaya
1. Pengertian Budaya
Tempus mutantur, et nos mutamur in illid. Waktu berubah dan kita berubah
juga di dalamnya. Demikian pepatah Latin kuno yang masih sangat relevan pada
masa sekarang ini. Jika dikatakan tidak ada yang tetap di dunia ini, yang tetap
hanyalah perubahan itu sendiri. Begitu juga dengan budaya atau kebudayaan.
11
Seturut konteks zaman yang berubah, orang-orang dengan alam pikir dan rasa,
karsa dan cipta, kebutuhan dan tantangan yang mengalami perubahan, serta
budaya pun ikut berubah. Karena kebudayaan itu dinamis, sampai sekarang ini
belum ada rumusan baku dan final terkait definisi dan konspep budaya. Namun,
definisi kebudayaan yang bisa dijadikan pisau analisis dalam mengkaji penelitian
ini.
“kebudayaan” berasal dari kata Sanskerta budhayah, yaitu bentuk jamak dari
budhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan
perkembangan majemuk dari “budi daya” yang berarti “daya dari budi” sehingga
dibedakan antara budaya yang berarti “daya dari budi” yang merupakan cipta,
karsa dan rasa, dengan kebudayaan yang berarti hasil dari cipta, karsa dan rasa.
gagasan dan tindakan serta hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik dirinya dan yang diperoleh dengan cara belajar.
merupakan salah satu dari dua atau tiga kata yang paling kompleks penggunaanya
dalam bahasa Inggris. Mengapa demikian? Sebab kata ini sekarang sering
digunakan untuk mengacu pada sejumlah konsep penting dalam beberapa disiplin
12
ilmu dalam kerangka pikir yang berbeda-beda. Pada awalnya, “culture” dekat
upacara religius. Sejak abad ke-16 hingga 19, istilah ini mulai secara luas
dan gerakan nasionalisme di akhir abad ke-19 juga ikut mempengaruhi dinamika
masyarakat.
diciptakan manusia sebagai realisasi diri manusia di dalam dunianya (life world)
yang meliputi pola-pola kegiatan dalam suatu organisasi (sosial, politik, ekonomi,
music, seni tari dalam beragam bentuknya, dan kegiatan-kegiatan rohani untuk
13
1. Mengacu pada perkembangan intelektual, spiritual, dan estetis dari seorang
Sementara itu, masih terkait dengan konsep budaya, dua antropolog Kroeber
budaya yaitu:
atau jalan hidup yang membentuk pola-pola perilaku dan tindakan yang
perilaku
14
5. Definisi structural: mau menunjukan pada hubungan atau keterkaitan
6. Definisi genetis: melihat asal-usul bagaimana budaya itu bisa eksis atau
tetap bertahan. Definisi ini cenderung melihat budaya lahir dari interaksi
antar manusia dan tetap bisa bertahan karena ditransmisikan dari satu
Kebhinekaan konsep dan definisi budaya tentunya telah diuji dalam suatu
dialektika pemikiran para ahli dalam labirin ilmu pengetahuan pada setiap
fasenya. Sampai sekarang belum ada konsensus mutlak dari para ahli dalam
sebagai kata benda, melainkan kata kerja dimana dalam kebudayaan itu sendiri
secara terus menerus memproduksi dirinya sendiri. Ini berarti rumusan baku
tentang konsep budaya adalah mustahil sepanjang perubahan itu ada. Penulis pun
manusia yang berjalan dalam dialektika kehidupan dan diwariskan secara turun-
2. Unsur-Unsur Kebudayaan
kecil, bersahaja dan terisolasi, maupun yang besar, kompleks dan dengan jaringan
15
yang luas. Menurut konsep B. Malinowski dalam Soelaeman (2005:23),
1. Bahasa
2. Sistem teknologi,
4. Organisasi sosial,
5.Sistem pengetahuan,
6. Religi,
7. Kesenian.
3. Fungsi-Fungsi Budaya
Melalui nilai dan norma yang terkandung dalam budaya, manusia akan
budaya lain.
16
4. Fungsi adaptasi lingkungan
abstak itu dapat terwujud menjadi nyata dan dapat dimengerti, diwariskan
(tradisi lisan dan tulisan) dan diubah serta dikontekstualisasikan dari satu
budaya.
2.2.2.1 Pengertian
data Manggarai). Sebagai warisan budaya, Lonto leok sudah menjadi bagian dari
sosial, politik, pendidikan, agama dan di dalam berbagai ritual serta upacara adat.
ditemukan dalam ranah sosial, politik, ekonomi, hukum, pendidikan dan budaya.
17
Budaya ini merupakan bentuk musyawarah mufakat dalam konteks
dalam menyelesaikan masalah. Makna tersebut sangat tampak dalam sikap duduk
(dalam bentuk lingkaran), simbol adat yang dipakai misalnya tuak, ayam, pakaian
adat dan pribahasa adat yang digunakan dalam Lonto leok . Selain itu Landur
(chreezt.blogspot.sg/2012/05/menelisik-nilai-demokrasi-budaya-lonto.html?m=1)
menjelaskan Lonto leok sebagai pertemuan atau rapat yang dihadiri oleh warga
Dewasa ini, konsep Lonto leok ini dipahami secara baru. Lonto leok tak
lagi semata-mata pertemuan adat dan mbaru gendang tak otomatis lagi menjadi
tempat berlangsungnya acara tersebut. Lebh dari itu, Lonto leok berarti
pertemuan apa saja yang berkaitan dengan kesejahteraan bersama warga kampung
dan kebutuhan.
Spririt Lonto leok sebagai sebuah budaya dapat dilacak melalui pribahasa
adat Manggarai seperti: Muku ca pu’u neka woleng curup, teu ca ambo neka
woleng lako (Pisang serumpun jangan berbeda kata, tebu serumpun jangan
tae (ikan ipun sekolam jangan beda tindakan, ikan sekali jangan beda bicara), ema
agu anak neka woleng curup, weta agu nara-neka woleng bantang (Ayah dan
anak jangan beda kata, saudara dan saudari jangan berbeda mufakat).
18
Biasanya, dalam membuka suatu Lonto leok , diawali dengan ucapan atau
sapaan adat dari tuan rumah atau yang mengundang untuk menyampaikan rasa
syukur dan menyampaikan maksud serta tujuan diadakanya suatu Lonto leok
melalui upacara Kepok. Kepok itu sendiri adalah ungkapan adat yang
disampaikan pada upacara penerimaan tamu atau dalam meminta sesuatu yang
dalam penerimaan (tamu) dari tuan rumah atau tuan tanah (beo) yang tidak
tamu-tamu tersebut adalah orang yang dianggap penting dan dipandang besar
mampu dan berwibawa seperti kepala kampung (tua gendang) untuk memimpin
diskusi. Seorang pemimpin Lonto leok maupun peserta, harus memenuhi unsur
tata karma dalam berbica ra dan bersikap. Misalnya terungkap dalam pribahasa
tipek mu’u agu madis ba weki yang bermakna tertib berbahasa dan berperilaku
santun sesuai dengan kata-kata yang diucapkan. Inilah yang membedakan duduk
berkumpul dalam konteks Lonto leok dengan perkumpulan biasa dalam adat
Manggarai untuk sekadar membahas guyon, candaan, dan bertamu (lejong) serta
Lonto leok dalam bingkai yang lebih luas tidak bisa berdiri sendiri sebagai
sebuah upacara adat. Frans Salesman (Regus, 2011: 49) dalam analisisnya
19
memperlihatkan ritual dan upacara orang Manggarai dari jenis waktu
pelaksanaanya, yakni:
3. Ritual yang berkaitan dengan transisi antara kehidupan dunia dan akhirat,
yaitu kematian.
sebenarnya orang Manggarai punya relasi yang intens dengan “dunia seberang”
melalui ritus-ritus khusus. Munculnya ritual teing hang dalam upacara penti,
misalnya, merupakan salah satu bukti keberlanjutan relasi antara manusia, leluhur,
Berkaitan dengan pembagian ritual adat ini, Lonto leok sering terjadi pada
ritual yang berkaitan kelangsungan hidup dan interaksi sosial orang Manggarai.
Namun tidak menutup kemungkinan pada fase kelahiran dan kematian juga bisa
diadakan Lonto leok misalnya dalam persiapan ritual delap (penyambutan bayi)
dan persiapan menyambut ritual kelas (pemutus hubungan antara yang hidup dan
yang mati).
merupakan bentuk musyawarah adat untuk mencari dan menemukan solusi dari
suatu masalah dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi, pendidikan dan budaya
20
yang dilakukan dalam semangat kekeluargaan, persaudaraan dan persatuan serta
diwariskan secara turun temurun sebagai kebiasaan, karakter, perilaku, dan sistem
Merupakan jenis Lonto leok yang diadakan dalam rangka upacara atau
ritual adat yang akan atau sedang dilaksanakan dalam kampung. Dalam
seperti misa syukur, pentabisan imam baru, kunjungan Uskup atau tokoh
gereja, dll
orang dalam kegiatan tersebut. Forum Lonto leok juga biasa digunakan
21
4. Lonto leok sekolah (riang sekolah kudut mbiang dila, tea nera)
Yakni Lonto leok yang diadakan untuk persiapan sekolah, pesta sekolah,
ritual wuat wa’i, dll. Inti dari Lonto leok ini adalah meminta dukungan
sekolah anak. Biasanya Lonto leok ini dibuat saat seorang anak masuk ke
Artinya, pisang serumpun jangan berbeda kata. Dalam Lonto leok yang
hadir adalah serumpun warga kampung. Di sana terjadi bantang cama reje
leok yang diharapkan adalah semua warga seia sekata seperti tumbuhan
Artinya, tebu serumpun jangan beda jalan. Prinsip ini juga merujuk pada
hasil dari Lonto leok tersebut. Maksud dari prinsip ini adalah apa yang
telah diputuskan bersama harus diikuti dan dijalani. Beda jalan bukanlah
tujuannya.
Arti harafiah dari go’et ini adalah ikan sekolam jangan berbeda tindakan.
22
4. Nakeng ca wae neka woleng tae
yang dibicarakan. Neka somor nggara olo sumir nggara musi (jangan plin
Artinya, ayah dan anak jangan berbeda kata. Prinsip ini menunjukkan
bahwa orang tua sejatinya harus sekata dengan anak-anaknya. Dan juga
menjujung tinggi kesamaan martabat wanita dan pria. Oleh karena itu,
wanita dan pria harus memiliki satu kesepakatan. Pola cama-cama ata
mendo, teti cama-cama ata geal (pikul sama-sama yang berat, angkat sama-
yang dibuat dari kayu dan kulit kambing. Dalam satu kampung hanya
mempunyai satu rumah adat dan memiliki kedudukan yang tinggi dari
23
semua rumah yang lain karena di dalam rumah inilah tinggalnya tua golo
leok itu sendiri bertolak dari bentuk rumah adat yang kerucut. Oleh karena
itu, setiap kali terjadi upaca Lonto leok selalu dalam posisi duduk
Biasanya status dan peran tua golo sebagai kepala kampung diwariskan
kepada keturunan sulung dari suku uang tergolong penduduk asli. Tetapi
ada pula yang diganti oleh adik atau keturunan adiknya (wa’e ase) dan
orang yang dianggap mampu . Peran tua golo dalam upacara ini sangat
Unsur lain yang terintegral dalam budaya Lonto leok adalah bahasa. Di
sini bahasa yang dipakai bukan hanya bahasa Manggarai yang dipakai
dalam interaksi keseharian, tetapi juga pribahasa adat (goet) yang memiliki
24
4. Warga kampung (Komunikan)
Merupakan utusan dari keluarga, suku, atau pihak yang bermasalah yang
5. Simbol adat
Simbol adat yang dimaksud adalah material adat yang dipakai dalam
upacara Lonto leok yang memiliki arti dan maknanya tersendiri seperti tuak
kepok, ayam, dan pakaian adat yang dipakai dalam upacara tersebut
2.2.3 Komunikasi
2.2.3.1 Pengertian
etimologis berasal dari bahasa Latin, communicatus, dan perkataan ini bersumber
pada kata communis. Dalam kata communis ini memiliki makna berbagi atau
menjadi milik bersama yaitu suatu usaha yang memiliki tujuan bersama atau
penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Jadi, dalam
konteks yang berbeda satu sama lain, tetapi pada dasarnya saling melengkapi dan
25
perilaku sumber (source) dan penerimanya (receiver) yang dengan sengaja
menyandi (to code) perilaku mereka untuk menghasilkan pesan yang mereka
sikap/perilaku tertentu.
orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu
sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba saling perngertian yang mendalam.
yang disampaikan, melalui saluran apa, kepada siapa dan apa pengaruhnya”.
Setiap unsur ini saling terpaut dalam membangun proses komunikasi yang efektif
dan efisien. Jadi, dapat diambil benang merah bahwa komunikasi merupakan
suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran
26
pesan dan informasi secara langsung atau melalui media, secara verbal maupun
Teori dan Praktek (2009: 60-62), menjelaskan bahwa saling mengerti dan saling
1. Perubahan sikap
diperoleh bisa berupa positif maupun negatif. Dalam berbagai situasi dan
2. Perubahan pendapat
3. Perubahan perilaku
27
4. Perubahan sosial
1. Sumber
dan pengirim informasi. Sumber ini bisa terdiri dari satu orang, tetapi juga
2. Pesan
penerima. Pesan bisa disampaiakan secara tatap muka atau melalui media.
propaganda.
3. Media
4. Penerima
Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh
sumber. Penerima bisa berupa satu orang atau lebih, bisa berupa
28
5. Pengaruh
pesan
6. Tanggapan balik
Ada yang beranggap bahwa umpan balik adalah salah satu bentuk dari
pada pengaruh yang berasal dari penerima. Akan tetapi sebenarnya umpan
balik bisa juga berasal dari unsure lain seperti pesan dan media, meski
7. Lingkungan
waktu.
29
2.2.4 Komunikasi Politik
2.2.4.1 Pengertian
pada pendapat beberapa ahli. Dan Nimmo dalam mengkaji komunikasi politik
dengan tujuan menguasai dan mengatur negara dan masyarakat. Pengertian ini
dengan menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuan. Lebih lanjut Muis
pelaku ekonomi besar (presure group), dan lembaga komunikasi massa untuk
30
Bell mengindikasikan ada tiga kepentingan dalam komunikasi politik antara lain:
pembicaraan otoritas (Ali, 1999:132). Dari pemaparan Bell di atas dapat dipahami
untuk mempengaruhi orang lain serta komunikasi yang bersifat member perintah.
official authority (who is given the power to make legal. Legislative and executive
decision), and official sanctions (what the state rewards or punishes. Maknanya,
komunikasi politik adalah pembahasan murni tentang alokasi sumber daya publik,
otoritas pejabat (yang diberi kekuasaan untuk membuat keputusan legal, legislatif,
dan eksekutif, serta sanksi resmi (apa yang diberikan oleh negara, imbalan atau
hukuman).
seperti yang terdapat pada laporan berita, editorial, dan bentuk lain dari
31
Kajian komunikasi politik mengarah pada hubungan antara tiga elemen
dalam proses tindakan politik dipahami dan disadari. Tiga elemen tersebut adalah
berikut:
PARTIES
Reportage, Political organization
Public organization
Editorials, Pressure Group
Terrorist organization
Commentary,
Asnalysis Apepeals
Programmes, advertising
MEDIA public relation
opinion polls
letters,
citizen journalism
reportage,
editorials,
commentary, CITIZENS
analysis
Sumber: Wibowo (2013:12)
Dalam gambar ini, McNair menguraikan bahwa aktor politik adalah partai
politik yang sudah terbentuk, kumpulan dari para individu yang bersama-sama
bersama. Tujuan yang merefleksikan sistem nilai dan ideologi. Sementara pola
32
komunikasi yang terjadi dalam gambar ini bukan pola komunikasi linear
Indonesia, misalnya dalam kampanye politik, pola komunikasi yang terjadi bisa
melalui media bisa juga melalui komunikasi langsung antara aktor politik dan
masyarakat.
komunikasi yang dilakukan oleh semua elemen masyarakat, baik yang terdapat
politik terdiri dari beberapa unsur yaitu: komunikator politik, komunikan, isi
primer negara sesuai sistem politik yang melandasinya (Rudy, 2005:3) yakni:
33
a. Komunikasi Politik.
individu yang berada dalam suatu instusi, asosiasi, partai politik, lembaga-
politik dapat pula berupa negara, badanbadan internasional dan mereka yang
mendapat tugas atas nama negara. Komunikator politik merupakan bagian integral
kenegaraan.
sebagai elit berkuasa. Sedangkan elit yang tidak duduk pada sruktur kekuasaan-
kekuasaan disebut elit masyarakat yaitu elit yang paling besar jumlahnya, karena
34
elit ini berada dalam berbagai asosiasi kemasyarakatan yang berhubungan dengan
b. Komunikan.
2. Panduan dan nilai-nilai idealis yang tertuju kepada upaya mempertahankan dan
35
d. Media Komunikasi
Dalam sistem politik yang bagaimana pun bentuk dan sifatnya, maka media
pusat perhatian penguasa sebagai alat untuk mendapat legitimasi rakyat didalam
e. Tujuan komunikasi
melembaga) dengan tujuan negara untuk mencapai tujuan tersebut, maka sumber-
sumber komunikasi dikelola secara bijak melalui perencanaan yang matang dan
terarah. Sifat dan bentuk tujuan yang hendak dicapai akan sangat bergantung
kepada sistem politik yang mendasari nya. Hal ini akan tampak jelas dari ideal
f. Efek komunikasi
Efek adalah hasil dari penerimaan pesan atau informasi yang disampaikan
oleh komunikan. Pengaruh atau kesan yang timbul setelah komunikan menerima
pesan. Efek dapat berlanjut dengan pemberian respon tanggapan atau jawaban
yang di sebut umpan balik atu feedback. Feedback adalah arus balik yang berupa
tanggapan atau jawaban dalam rangka proses komunikasi yang bertujuan untuk
36
g. Sumber komunikasi politik
Sumber diartikan sebagai asal keluarnya, di peroleh atau munculnya isu, informasi
yang dapat di jadikan materi pesan komunikasi. Sumber dapat berasal dari
individu karena idenya yang sangat berharga, atau dapat pula bersumber dari elit
politik dan dapat pula berasal dari suatu faham. Dari unsur-unsur tersebut,
dimaksud adalah pendekatan yang dipakai oleh aktor politik untuk menyampaikan
37
pendekatan yang dilakukan dengan cara memberikan argumentasi yang
Pendekatan ini dilihat dari dua sisi yakni konteks kelompok sebagai aktor-
seperti: kampanye kelompok yang berasal dari partai yang sama secara
bersama-sama baik dengan nomor urut yang sama atau berbeda melakukan
kampanye kelompok dengan nomor urut beda dan dapil berbeda; dan
strategi kampanye kelompok dengan nomor urut beda dan dapil sama.
Paradigma yang dipakai oleh penulis dalam penelitian ini adalah paradigma
38
diperkenalkan oleh Johan Heinrickh Lambert. Meskipun pelopor fenomenologi
adalah Husserl, fenomenologi banyak dikupas oleh Schutz yang tetap berdasar
pada pemikiran Husserl. Hal ini diungkapkan oleh George Ritzer dan Barry Smart
tentang dunia manusia dan merupakan gerakan filsafat yang paling dekat
tulisan Hussserl sebagai titik tolak mereka. Pada bagian ini Husserl secara tegas
menolak Descartes untuk meragukan segala sesuatu dan hanya menerima apa
pasti, bukan muatan substansi dalam pandangan filsafat modern tentang realitas.
pengalaman diri itu bebas dari segala otoritas eksternal; ‘masing-masing dari kita
Ada dua alasan utama mengapa Schutz dijadikan pusat dalam penerapan
Pertama, karena melalui Schutz-lah pemikiran dan ide Husserl yang dirasa abstrak
dapat dijelaskan dengan lebih gamblang dan mudah dipahami. Kedua, Schutz
sosial.
39
terhadap realitas. Orang-orang saling terkait satu sama lain ketika membuat
interpretasi ini. Tugas penulis sosial-lah yang menjelaskan secara ilmiah proses
yang tidak tertarik atau bukan bagian dari dunia orang yang diamati. Penulis
jenis dan tipe subyek yang ditemui. Dalam arti yang lebih khusus istilah ini
kepada orang lain. Fenomenologi oleh Wibowo (2013:17) memiliki cirri yakni:
teknologi
3. Percaya bahwa tidak hanya suatu benda yang ada dalam dunia alam dan
budaya
40
dari formulasi dominan. Individu justru membangun kognisi, nilai dan norma
politik. Situasi ini menyajikan sikap kritis individu dan kemampuannya untuk
Salah satu karakter dasar orang Manggarai (perange data Manggarai) suka
bergotong royong seperti yang terungkap dalam go’et “gori cama-cama”, kerja
sama. Bentuk-bentuk konkrit dari gotong royong ini, antara lain dalam hal
raya, membiayai pendidikan anak sekolah, pada urusan nikah, pada peristiwa
Sebelum acara lonto leok , tu’a gendang menabuh gendang/gong sebagai tanda
41
bahwa ada pertemuan yang akan dilaksanakan. Dalam forum ini posisi semua
orang yang hadir adalah sejajar dan tidak ada yang ditinggikan, namun tetap
Setelah semua warga atau yang mewakili hadir, upacara ini dibuka dengan
kepok atau sapaan penghormatan terhadap forum yang dilakukan oleh tua
gendang atau yang mewakili. Setelah itu, pemimpin rapat (tu’a golo)
semua warga yang mengikuti pertemuan. Sudah barang tentu di sini terjadi pro
dan kontra. Namun, dari pro dan kontra ini akan menghasilkan sebuah keputusan
final atau mufakat. Keputusan final yang telah dicapai tentu merupakan keputusan
yang satu dan sama. Oleh karena itu, semua warga harus bersatu melaksanakan
keputusan bersama ini. Hal nyata dalam go’et-go’et berikut ini; “nai ca anggi
tuka ca leleng, bantang cama reje leleng; muku ca pu’u neka woleng curup, teu
budaya ini sering kali dijadikan sebagai ruang komunikasi politik bagi seorang
kandidat yang punya kepentingan harus pandai memanfaatkan ruang ini untuk
seorang calon legislator harus mampu mempengaruhi tokoh adat dan masyarakat
dalam menyampaikan visi-misi maupun tujuan politiknya. Oleh karena itu, dalam
lonto leok terjadi interaksi antara caleg, tokoh adat dan masyarakat. Tokoh adat
42
memiliki pengaruh yang dapat menentukan tingkat keterpilihan seorang legislator
di dalam masyarakat. Sementara itu masyarakat yang hadir dalam lonto leok
maupun komunikasi selama lonto leok berlangsung. Sehingga, unsur yang paling
penting dalam lonto leok adalah bagaimana strategi komunikasi politik legislator
dalam forum ini baik strategi komunikasi politik verbal maupun nonverbal.
Strategi komunikasi politik dinilai sangat penting untuk menciptakan kesan dan
membentuk kesamaan makna antara seorang caleg dengan forum lonto leok .
43
Gambar 2. Kerangka Berpikir
MBARU
GENDANG
TUA
ADAT
LONTO
MASYARAKAT LEOK CALEG
KESAMAAN
MAKNA
44
BAB III
METODE PENELITIAN
peristiwa, pengalaman, objek apakah orang, atau segala sesuatu yang terkait
dengan kata-kata.
dinyatakan dalam bentuk kata-kata yang kemudian disusun dalam bentuk kalimat.
kegiatan penelitian. Lokasi yang menjadi tempat penelitian ini adalah Gedung
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi NTT, Kota Kupang, NTT.
45
3.1.4 Obyek Penelitian
politik yang pernah dilakukan anggota DPRD provinsi NTT dalam kampanye
Manggarai Timur.
3.1.5 Informan
Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah legislator terpilih pada
pemilihan 46dministrat tahun 2014 dari DPRD NTT dari dapil Manggarai
pemahaman tentang proses budaya lonto leok , penulis juga mewawancarai tokoh
beberapa 46dminist untuk memilih informan yang menjadi fokus perhatian dalam
d. Informan adalah tokoh adat yang mengetahui budaya lonto leok secara
mendalam.
1. Data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari obyek
46
bersumber dari hasil wawancara dan dokumentasi. Data hasil wawancara
dimaksud baik berkaitan dengan perilah budaya lonto leok . Data yang
2. Data sekunder, yaitu data penunjuang penelitian yang diperoleh bukan dari
subyek sehubungan dengan realitas atau gejala yang dipilih untuk diteliti
memperoleh informasi secara mendalam tentang sebuah isu atau tema yang
pendapat, pokok soal, perasaan dan pengetahuan. Pada saat mengambil data,
peneliti mendatangi rumah informan atau bisa dilakukan saat informan tidak
berada di rumah. Hal ini dilakukan dalam situasi yang rileks dan informal
47
mencatatnya bila perlu merekam agar dapat dijadikan bahan
pertanggungjawaban.
peneliti dalam mengkaji data yang tidak terkuak dalam proses wawancara
3. Dokumentasi
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif
penjabaran dan penjelasan serta diambil kesimpulan terhadap masalah yang teliti
Proses analisis data kualitatif dimulai dengan menelaah data yang terkumpul
pada saat pengumpulan data. Kemudian melakukan reduksi data yang dilakukan
48
dengan jalan membuat abstraksi yaitu membuat rangkuman. Selanjutnya,
tertentu.
atau sumber data yang lain yang tersedia. Melalui jawaban subyek, peneliti
lonto leok dengan tokoh adat di Manggarai. Sementara triangulasi metode yakni
49
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tujuan :
Sasaran :
50
Terwujudnya kwalitas pelaksanaan Fungsi Legislasi, Fungsi Anggaran dan Fungsi
Pengawasan.
4) Reses;
a. Persidangan/Rapat-rapat DPRD
tahun 2010 bahwa tahun sidang DPRD dibagi ke dalam tiga masa persidangan,
dan Masa Sidang III tentang Pembahasan dan Penetapan APBD tahun berikutnya.
Khusus Reses pada akhir masa sidang III, tahun akhir masa tugas DPRD
ditiadakan.
51
b. Kunjungan Kerja DPRD
Kunjungan kerja yang dilakukan oleh anggota DPRD ada dua jenis
a) Kunjungan Kerja
Kunjungan Kerja ini dilaksanakan oleh seluruh anggota DPRD yang dibagi
dilaksanakan 1 kali.
52
c) Reses
Reses adalah masa istirahat dari kegiatan persidangan. Masa Reses biasanya
kunjungan dalam rangka Studi Banding ke daerah lain dan kunjungan dalam
Pasal 134 peraturan DPRD Provinsi NTT nomor 1 tahun 2010 Sekretariat
pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD Provinsi NTT dan mengkoordinasikan serta
NTT dengan persetujuan Pimpinan DPRD. Sekretaris DPRD Provinsi NTT dalam
kerjanya di atur dalam pasal 6 Peraturan Daerah nomor 9 tahun 2008 dan
53
Sekretariat DPRD Provinsi NTT terdiri dari 1 orang Sekretaris, 4 Kepala
2. Kepala Bagian Umum membawahi Sub Bagian Tata Usaha, Sub Bagian
Komisi.
5. Kepala Bagian Humas dan Protokol membawahi Sub Bagian Humas, Sub
54
Gambar 3. Struktur Sekwan Provinsi NTT
pertama dimanfaatkan untuk sekretariat DPRD Provinsi NTT dan lantai kedua
dimanfaatkan untuk :
55
Ruang sidang utama
Anggota DPRD
4.2 Gambaran Umum Pemilihan Legislatif Tahun 2014 DPRD Propinsi NTT
Pemilihan. Berikut adalah data yang diperoleh penulis dari Komisi Pemilihan
Umum Daerah (KPUD) Propinsi NTT yang telah disajikan dalam bentuk tabel.
56
Tabel 1. Daerah Pemilihan dan Jumlah Kursi
NO DAERAH KABUPATEN/KOTA Jumlah JMLH
PEMILIHAN Penduduk KURSI
1. NTT 1 Kota Kupang 474.324 6
2. NTT 2 1. Kabupaten 330.322 7
Kupang
2. Rote Ndao 151.937
Dalam tabel ini, tampak Manggarai, Manggarai Barat dan Manggarai Timur
termasuk dalam Dapil NTT 4 dimana ada 10 kursi yang diperebutkan oleh calon
57
4.2.1 Perolehan Suara Partai DPRD Provinsi NTT Dapil 4 (Manggarai,
58
Dalam digram berikut ini terlihat 5 partai yang mendominasi yakni:
Gerindra 14%, PAN 13%, Golkar 12%, PDIP 12%, Demokrat 11%.
Demokrat
11% Golkar
Gerindra
14% 12%
59
9 NTT 2 Drs. JUNUS NAISUNIS 4.541
NOVIYANTO UMBU PATI
10 NTT 3
SANGU ATE LENDE
6.524
Dra. KRISTOFORA B.
20 NTT 4
BANTANG
10.922
PDIP 10 KURSI
21 NTT 5 KORNELIS SOI, SH 16.267
22 PATRIANUS LALI WOLO,
NTT 5
S.Pt., MM
13.371
GULIELMUS AGUSTINUS
23 NTT 6
DEMON BERIBE, SPd.
12.062
HIRONIMUS TANESIB
24 NTT 7
BANAFANU, SIp.
14.650
60
MAXIMILIANUS ADIPATI
30 NTT 4
PARI, SH
11.648
ANTONIO CESALTINO
38 NTT 2
OSORIO SOARES
6.103
61
51 NTT 7 ANSELMUS TALLO, SE 5.667
HANUR
60 A
5 KURSI 3 LAURENSIUS TARI WUNGO 6.022
Dari Data ini, perolehan kursi untuk daerah pemilihan Manggarai Raya
terdapat 10 kursi dari beberapa nama yang masuk dalam daftar caleg terpilih, dua
62
1. INOSENSIUS FREDY MUI, ST dari Partai Nasional Demokrat (Nasdem)
atas nama Hans Rumat memang tidak terlampir sebagai salah satu caleg
Berdasarkan hasil wawancara dengan dengan Bapak Petrus Japi, salah satu
tokoh adat dari Desa Rana Masak, Manggarai Timur, pada tanggal 10 September
2015, dapat dirangkum bahwa lonto leok merupakan salah satu karakter dasar
orang Manggarai (perange data Manggarai) yang suka bergotong royong seperti
konkret dari gotong royong ini, antara lain dalam hal mendirikan rumah,
soaialnya (toe ngoeng te karukak ka’eng tana). Untuk itu orang Manggarai
biasanya loyal atau ta’at pada perintah (lorong perintah) atasan, orang tua atau
yang dituakan.
63
Dalam setiap bentuk konkrit gotong royong di atas, biasanya masyarakat
Sebelum acara Lonto leok , tu’a gendang menabuh gendang/gong sebagai tanda
bahwa ada pertemuan yang akan dilaksanakan. Setelah semua warga atau yang
mewakili hadir, pemimpin rapat (tu’a golo atau orang yang dipercayakan)
menyapa undangan yang hair dengan kepok. Dalam kepok ini, tuan rumah
mengikuti pertemuan. Sudah barang tentu di sini terjadi pro dan kontra. Namun,
dari pro dan kontra ini akan menghasilkan sebuah keputusan final atau mufakat.
Keputusan final yang telah dicapai tentu merupakan keputusan yang satu dan
sama. Oleh karena itu semua warga harus bersatu melaksanakan keputusan itu
secara bersama pula. Hal nyata dalam go’et-go’et berikut ini; “Nai ca anggi tuka
ca leleng, bantang cama reje leleng; muku ca pu’u neka woleng curup, teu ca
ambo neka woleng lako”. Makna dari pribahasa ini yakni menjaga persatuan dan
kesatuan untuk mencapai tujuan bersama. Setelah semua forum lonto leok
sepakat, maka diadakan pembagian tugas berdasarkan kebutuhan dan tujuan yang
ingin dicapai.
Oktober 2015 dan Hans Rumat pada tanggal 24 Oktober 2015, terdapat
beberapa tahapan dari persitiwalonto leok politik yang kurang lebih punya
64
kemiripan denganlonto leok pada umumnya. Namun ada beberapa tambahan
yang ditemukan dalam lonto leok konteks politik seperti yang terungkap dalam
pertemuan lonto leok , ada beberapa temuan dalam hasil wawancara berikut
Jadi, macam a mi ata cai hitu (kami yang datang), one mbaru cai
(datang ke rumah). Itu hari pertama. Sebelum berbicara, minum dan apa
segala macam itu lu’u. Istilah dalam adat Manggarai itu boto babang agu
bentang (teguran dari leluhur) . Jadi orang Manggarai punya kepercayaan
ata weru (orang baru) itu boto ris lise ata pang be le (awas kena teguran
dari penjaga kampung/leluhur). (Wawancara dengan Inosensius Fredi Mui,
03/10/2015).
politik, ada ritual penting yang tidak dapat dilewatkan yakni lu’u. Ritual ini
dilakukan ketika ada orang asing (caleg) yang bertamu ke suatu rumah.
Orang asing yang dimaksud adalah seorang caleg yang berasal dari
kampung berbeda dan tidak memiliki ikatan darah dengan pemilik rumah.
Karena itu melalui lu’u, orang asing yang datang ke suatu rumah sebenarnya
sedang menyapa penjaga atau orang yang sudah meninggal dalam rumah
itu. Hal ini terungkap dalam ungkapan “boto ris lise ata pang be le” (awas
65
Masyarakat adat Manggarai meyakini bahwa teguran yang dimaksud
tentunya berbeda dengan teguran biasa antar sesama manusia. Teguran dari
orang yang sudah meninggal akan berdampak pada munculnya petaka sosial
2) Kepok
Dalam lonto leok biasa, tuak dan ayam merupakan symbol adat yang
dipakai dalam ritual kepok dalam budaya lonto leok sebagai bentuk
penghargaan terhadap tamu yang diundang. Dalam lonto leok biasa, tuak
dan ayam itu dipersiapkan oleh tuan rumah, namun dalam lonto leok
sebagai komunikasi politik yang menyiapkan tuak dan ayam itu adalah
caleg itu sendiri. Dalam upacara lonto leok tuak dan ayam itu dibuat
“Setelah itu, biasanya kan begini, jadi begitu datang, mereka kan yang
siapkan tuak dengan ayam to? Mereka pegang lalu ris (tanya), sebelum
jawab mereka punya pertanyaan kita kasih lu’u dan setelah itu baru kita
jawab mereka punya pertanyaan, maksud kedatangan, apa segala macam.
Kemudian itu kita, hargai tuak dan ayam itu dengan uang. Tapi dalam
pelaksanaan, mereka yang menerima ini tidak bisa siapkan apa-apa. Kita
yang siasati siap uangnya, mereka yang cari tuak dan ayam tapi uang dari
kita. Setelah itu kita lagi yang wali. Jadinya dobel (informan tertawa).”
(Wawancara dengan Inosensius Fredi Mui, 03/10/2015).
terhadap tamu yang simbolkan dengan tuak dan ayam. Namun dalam
strategi komunikasi politik, tuak dan ayam itu dibeli oleh uang caleg dan
caleg itu juga harus wali (penghargaan atas sambutan baik dari tuan rumah)
yang juga dalam bentuk uang. Wali merupakan salah satu tahapan yang
66
sangat penting karena legislator menyampaikan ungkapan kesenangan
3) Bahasa Adat
Pada setiap jenis lonto leok terdapat perbedaan ungkapan adat yang
dipakai dalam upacara tersebut. Ungkapan adat itu tidak hanya disampaikan
dalam ritual kepok dan lu’u tetapi juga bisa disusupkan dalam diskusi
“Ai bo selama hoo aram manga ata be olo mai aku, hitu tara nggon gereng
reci kat aku ta. Eme nuk aku lemeu teing aku lemeu reci situ. Ai toe nggtu
kraeng tua hoo ata tuungn melaju hoo.” (Wawancara dengan Hans Rumat,
24/10/2015)
untuk melunakan hati pemilih. Ungkapan ini bermakna: Mungkin selama ini
sudah ada orang yang terlebih dahulu datang ke sini, itu makanya saya
datang ke sini untuk meminta remah-remah dari sisa yang telah diberikan.
dalam ungkapan:
“Ole kraeng asi tombo nggitu ta, eme nggo bo ite mai joak, mai tombo
mese cee hoo weling tuung. Tapi eme nggo tombo reci ite apan keta dise ata
do ta, hoo kami. Toe teing reci e, oh…hang teneng muing latang ite.”
(Wawancara, 24/10/2015)
Makna dari ungkapan ini: Kraeng (Sapaan untuk orang yang lebih
tinggi), jangan omong seperti itu. Kalau Kraeng datang untuk menipu,
datang omong besar di sini, kami akan pulang semua. Tetapi, karena Kraeng
meminta suara sisa, siapa sih mereka yang datang duluan itu, ini semua
67
kami akan memilih Bapak. Kami tidak akan kasih nasi sisa, tetapi kami
dalam setiap konteks dan jenis lonto leok memiliki ungkapan adat
4) Isi/Pesan
menyebutkan tahapan pesan atau isi pembicaraan. Pada tahap ini, legislator
5) Diskusi Interaktif
dalam saling tanya dan jawab antara legislator dan konstituen untuk
konstituen dan legislator. Selain itu, dalam diskusi interaktif ini terjadi
68
kesepakatan antara legislator dengan masyarakat pemilih. Kesepakatan
TIM SUKES/KELUARGA
MENGUNDANG CALON
PEMILIH
LU’U/SAPAAN UNTUK
LELUHUR
KEPOK/SAPAAN UNTUK
TAMU LONTO
LEOK
WALI/PENGHARGAAN
UNTUK TUAN RUMAH
ISI/PESAN
DISKUSI INTERAKTIF
69
2. Motivasi Komunikasi Politik Lonto leok
sebuah penelusuran atas latar belakang dan motivasi. Hal tersebut dalam rangka
memberikan gambaran yang lebih luas perihal interaksi antar legislator dan
sebuah perbuatan, meskipun motivasi juga dapat dilihat dari sudut pandang
Inosensius Fredi Mui, salah satu legislator asal Manggarai Timur yang bertarung
“Lonto leok itu lebih cenderung kepada strategi budaya. Dia lebih dialogis.
Karena setelah kita menyampaikan visi-misi, tujuan, apa segala macam nanti,
itu pasti ada session tanya jawab. Jadi penting itu dalam suatu peristiwa lonto
leok harus ada seorang sekertaris yang catat apa yang kita janjikan, kita
inginkan dan kita cita-citakan. Karena memori kita sangat terbatas. Jadi
sebenarnya kalau omong motivasi, lonto leok itu lebih komunikatif dan
membentuk kedekatan dengan masyarakat.” (Wawancara dengan Inosensius
Fredi Mui, tanggal 03/10/2015)
memilih budaya lonto leok sebagai strategi komunikasi politik. Sejumlah motif
70
1. Kekuasaan politik: Motif ini dicirikan dengan tujuan untuk
sebuah forum lonto leok . Dalam konteks ini, legislator menjadikan medium
dengan suara rakyat. Jadi singkatnya, motif untuk mendapatkan suara demi
ruang komunikasi yang efektif. Dalam hal ini, legislator melihat forum lonto
jelas, bahwa semakin interaktif maka transaksi gagasan, ide dan kepentingan
71
Selanjutnya motivasi lain yang tidak kalah penting adalah motif revitalisasi
budaya lonto leok itu sendiri dimana legislator memberikan pencerahan terhadap
konstituen tentang makna dan isi budaya lonto leok itu sendiri khususnya dalam
konteks politik. Hal ini terkuak dalam wawancara berikut dengan Hans Rumat:
“Saya sedikit, sebenarnya berlawanan dengan suara hati saya e, ketika lonto
leok konteks politik masuk di rumah gendang. Karena terjadi kontaminasi-
kontaminasi kepentingan, lalu ada bahasa-bahasa yang lebih banyak
menjanjikan. Nah, kalau itu dibiasakan, para politisi masuk gendang untuk
mempromosikan dirinya, saya pikir citra lonto leok ke depan turun, nilai isinya
sudah tidak mencerminkan orang Manggarai” (Wawancara dengan Hans
Rumat, tanggal 24 Oktober 2015)
maksud dan tujuan budayalonto leok dilakukan dalam konteks politik. Salah satu
lonto leok akan berpotensi mereduksi makna hakiki lonto leok sebagai forum
adat yang harus dijaga kelestarian isi dan bentuknya. Walaupun hal yang sama
juga dilakukan oleh legislator namun dia mengakui akan masuk ke rumah adat
kalau diundang dan dalam forum itu juga dia terlebih dahulu menyampaikan
Dari beragam motivasi di atas dapat disimpulkan bahwa budaya lonto leok
legislator dan konstituen dipertemukan. Dari berbagai macam motivasi ini, kita
dapat memahami alasan mendasar mengapa budaya lonto leok ini harus dilakukan
72
Politik dan budaya politik meruapakan merupakan suatu unsur yang tidak
bisa dilepaskan. Di sini, terkuak dua proyeksi sifat dasar manusia sebagai
komunikasi politik dalam budaya lonto leok tidak dapat dipisahkan dari telaahan
kembali budaya lonto leok itu sendiri sebagai jati diri orang Manggarai. Dalam
kaca mata politik, kekuatan budaya ini dapat mendekatkan seorang legislator
dalam lonto leok diharapkan mampu menimbulkan kesan positif bagi seorang
Selain motivasi, proses lonto leok yang terjadi juga tidak berjalan begitu
saja. Dalam upacara ini ada syarat-syarat yang harus dipenuhi agar lonto leok
tersebut dapat berlangsung efektif dan efisien. Pada kenyataannya, tidak semua
daerah, waktu dan tempat bisa diadakan lonto leok sebagai strategi komunikasi
politik. Ada beberapa faktor yang dapat menentukan apakah suatu lonto leok bisa
a. Berdasarkan Waktu
Lonto leok merupakan suatu proses adat yang cukup memakan waktu.
Dari penelitian ini terkuak bahwa waktu yang tepat untuk melakukan lonto leok
dalam kontek komunikasi politik adalah pada malam hari ini. Hal ini
73
komoditas di wilayah Manggarai raya, seperti kopi, cengkeh, vanili, coklat dan
Karena itu, dari pagi sampai sore kebanyakan pada musim ini,
masyarakat berada di kebun untuk memetik hasil. Jika dilakukan pada siang
hari atau sore hari, maka kemungkinan besar hanya sebagian kecil orang saja
yang bisa mengikuti lonto leok . Selain pada malam hari, waktu yang tepat
untuk melakukan kegiatan lonto leok juga pada hari Minggu setelah
menghayati hari Minggu sebagai ‘hari Tuhan’, maka momentum ini dipakai
“Karena efektif hanya satu hari satu lonto leok kecuali pada hari libur atau
hari Minggu. Yang bisa dilakukan dua kali itu pada hari Minggu setelah
gereja dan malam. Dan yang biasa efektif itu malam karena hari kerja
banyak orang di kebun. Apalagi, proses-proses ini kan pada saat-saat orang
musim kerja misalnya mulai Januari-April. Mereka bisa mengikuti itu pada
jam tujuh ke atas. Kendalanya Cuma di waktu saja. Jadi satu hari itu cuma
bisa satu kali saja. Apalagi pada bulan Januari-bulan April itu kan cuaca
juga tidak mendukung”. (Wawancara, 03/10/2015)
b. Berdasarkan Tokoh
yang hadir dalam suatu lonto leok politik. Kepekaan ini sangat penting karena
ada beberapa caleg yang menilai efektif dan tidaknya sebuah lonto leok
tergantung dari siapa yang hadir dalam suatu forum lonto leok . Jika yang hadir
74
kemungkinan lonto leok secara formal tidak bisa dijalankan. Tetapi jika yang
hadir kebanyakan tokoh adat atau orang-orang yang mengerti adat, maka lonto
leok itu dapat efektif dalam memberikan kesan positif kepada seorang caleg.
“Eee kita lihat yang duduk itu siapa. Dari 30, 20 atau 10 orang itu, tokoh
sentral siapa? Toko sentral ini, dia menguasai adat tidak? Kalau tokoh
sentralnya itu berlatar belakang pendidikan di atas ini juga tidak bisa
digunakan. Lebih teori politik yang kita pakai.” (Wawancara, 24/10/2015)
ditentukan oleh penguasaan teori-teori yang dibawakan dalam materi lonto leok
. Semakin menguasai sebuah teori dan konsep serta dapat dijelaskan dengan
logis dan sistematis, maka pencitraan dirinya juga semakin kuat di mata
konstituen. Di sini, dapat disumpulkan bahwa lonto leok kurang efektif jika
c. Berdasarkan wilayah
perkotaan dan wilayah pedesaan yang masih kental dengan adat-istiadat. Ada
suatu fakta menarik terkait ini, dimana wilayah perkotaan yang diasumsikan
Fredi Mui, di wilayah perkotaan sangat kental dengan aroma politik uang
75
ketika transaksi politik dimaknai sebagai transaksi jual beli suara. Selain itu,
diukur dari integritas diri seorang legislator, tetapi rasionalitas ekonomi yang
“Karena yang bermain ini (informan mengocokan jari telunjuk dan ibu jari).
Sehingga akhirnya saya mengusulkan kepada teman yang rebut kursi di
Kota, jangan pake lonto leok . Tentukan tim saja di satu titik. Dan lonto leok
tidak bisa pukul rata semua titik harus ada klasifikasinya. Terutama di
daerah perkotaan, macam di Ruteng atau di kota-kota kecamatan.”
(Wawancara dengan Inosensius Fredi Mui, 03/10/2015).
yang direkrut menjadi tim sukses maka akan sangat berpengaruh pada lonto
leok itu sendiri. Karena itu tim harus memiliki integritas yang baik di dalam
namun jika salah satu atau sebagian anggota tim sukses adalah orang yang
Politik
76
lonto leok sebagaimana yang diungkapkan informan. Kelebihan dan kekurangan
dengan Hans Rumat pada tanggal 24/10/2015 dan Inosensius Fredi Mui pada
tanggal 03/10/2015.
Sementara kekurangan mana kala lonto leok gagal dalam membentuk perilaku
memilih.
Sebagai warisan budaya yang telah hidup dari generasi ke generasi lonto
berbagai hal, budaya ini telah terbukti ampuh dalam menyelesaikan berbagai
rangkuman hasil wawancara dengan Inosensius Fredi Mui dan Hans Rumat
77
a. Lonto leok lebih efektif dari pada kampanye terbuka: Pola komunikasi
makna;
Suatu komunikasi akan lebih efektif jika ada kedekatan emosional antara
kampanye lain;
2 juta rupiah.
mewawancarai Bapak Petrus Japi, salah satu tua adat dari Desa Rana Masak,
78
kelebihan lonto leok adalah menyelesaikan masalah dengan pendekatan
kekeluargaan.
“Jika dalam lonto leok itu seorang caleg berhasil membangun kedekatan
secara keluarga, maka kedekatan itu yang menjadi kekuatan dalam mengikat
suara. Semakin dekat ya mese kole peluang kudu pilih lata to” (Wawancara,
a. Waktu: Dalam suatu hari hanya bisa melakukan satu kali lonto leok , kecuali
dalam pemaparan materi dan diskusi. Padahal antara perempuan dan laki-
c. Penurunan makna rumah adat (mbaru gendang): Rumah adat bagi orang
79
dan rumah bersama apalagi dalam persepsi masyarakat yang menganggap
membentuk budaya tersebut. Unsur-unsur itu terdiri dari rumah adat, tokoh
adat, bahasa adat, simbol adat, isi pesan dan forum adat. Dalam penelitian ini,
1) Tokoh Adat
Era globalisasi telah banyak berperan dalam perubahan sosial dan budaya
teknologi dan informasi. Salah satu perubahan yang paling signifikan adalah
perubahan struktur, peran dan status sosial dalam masyarakat. Tidak terkecuali
terjadi perubahan dalam peran dan status tua adat yang diyakini sebagai
forum lonto leok . Tua adat tidak lagi dinilai sebagai orang yang punya
terbukti dari wawancara bersama Inosensius Fredi Mui sebagai salah satu
80
legislator dari kabupaten Manggarai Timur, dimana dia merasakan pergeseran
“Kehadiran tokoh adat itu tidak terlalu berpengaruh lagi dalam memberikan
suara. Itu hanya terjadi pada tahun 70-an ke bawah. Sekarang sudah terjadi
transisi yang luar biasa. Sebetulnya di masyarakat pedesaan terjadi krisis
kepercayaan kepada tokoh adat. Baik tokoh adat, tokoh agama, apa segala
macam. Jadi belum tentu kalau kita memegang si A kita bisa berhasil. Tidak
semua tokoh di situ juga disukai banyak orang.”(Wawancara, 03/10/2015)
internal (tua adat yang tidak punya integritas) dan faktor eksternal (persepsi
masyarakat terhadap tua adat). Padahal, dalam lonto leok , kehadiran tokoh
adat merupakan unsur yang paling penting dalam memberikan masukan dan
2) Bahasa Adat
hanya dapat dimengerti jika memahami konteks dan situasi saat itu. Kekuatan
bahasa adat ini juga yang mendorong legislator untuk mempelajari ungkapan
adat sebelum bertemu langsung dengan masyarakat dalam upacara lonto leok .
81
Kekuatan bahasa adat ini tidak hanya memberi kesan bahwa seorang caleg
melumpuhkan hati pemilih. Seperti pepatah, bahasa ibarat pedang bermata dua,
begitu pula fungsi bahasa adat dalam budaya lonto leok . Jika seorang caleg
mampu menuturkan dengan baik maka bisa mendapatkan kesan positif, tetapi
jika tidak, maka akan berdampak pada pencitraan negative terhadap caleg
tersebut.
keharusan bagi seorang legislator untuk menuturkan bahasa adat dalam forum
lonto leok . Keharusan itu terletak pada persepsi legislator bahwa bahasa adat
Selain itu, bahasa adat juga dapat membentuk kesan tertentu terhadap
serorang legislator. Misalnya seperti yang dialami oleh Hans Rumat, dimana
bahasa adat dia bisa meyakinkan konstiten di dapil Manggarai bahwa walaupun
82
konsistensinya untuk membangun Manggarai melalui kelihaiannya dalam
Bahasa Manggarai merupakan jati diri dan budaya yang sudah melekat
walaupun sudah lama berdiam di luar Manggarai. Peran bahasa adat sangat
pentig bagi calon legislator yang berdomisili di luar Manggarai karena ada isu
Manggarai. Maka dari itu, bahasa adat sebenarnya media pendekatan politik
ini, dapat ditemukan dalam petikan wawancara berikut bersama Hans Rumat:
“Memang kita sendiri harus berilmu, beriilmu dalam arti kita harus paham
bahasa Manggarai yang membuat orang itu oleh ata ngo mbeot ata hoo,
tetapi bae kin tombo Manggarai. Maut ite kat tong lawan ite te lami beo hoo,
mengingkari bahasa ini. Jadi eme nggtu melaju demeu, apa kole ta com pilih
kraeng hoo.” (Wawancara, tanggal 24 Oktober 2015)
merantau tetapi masih fasih berbahasa Manggarai. Apakah kita harus memilih
orang di kampung yang kemudian hari akan mengkhianati kita? Jadi kalau
begitu, apanya lagi yang diragukan, lebih baik kita pilih dia”
83
Sebagaimana dikatakan sebelumnya bahasa merupakan jati diri orang
Manggarai yang sangat kental bahkan jika orang Manggarai bertemu di tanah
professor, pejabat politik, elit birokrasi, dan status besar lainnya. Di sini sangat
3) Simbol Adat
secara turun menurun dalam suatu masyarakat. Dalam budaya lonto leok ,
simbol adat yang dipakai adalah ayam jantan dan tuak. Ayam jantan dalam
budaya Manggarai diyakini sebagai simbol kekuatan dan tuak sebagai simbol
persatuan. Namun dalam lonto leok politik, kehadiran simbol ayam dan tuak
saja belum cukup dalam mengikat tali hubungan dalam konteks politik. Salah
satu kekuatan yang juga tidak kala penting adalah bagaimana seorang legislator
memaknai ayam dan tuak itu melalui simbol bahasa adat. Ayam dan tuak
adalah sarana yang dapat mendekatkan orang kepada makna dibalik suatu
acara. Ini berarti makna yang terkandung dalam simbol ini memiliki arti
berdasarkan konteks tertentu. Kalau dalam konteks lonto leok sekolah, makna
urusan bersama atau gotong royong dalam membiayai sekolah. Dalam konteks
84
adat, makna persatuan berhubungan dengan gotong royong dalam
simbol ayam dan tuak bisa diartikan sebagai simbol persatuan dan kekompakan
Namun sekali lagi, ayam dan tuak saja belum cukup. Salah satu unsur
menghantarkan orang pada makna tertentu dari suatu lonto leok politik. Hal ini
“Kemarin itu, simbol adat dalam lonto leok itu ada tuak dan manuk (ayam).
Simbol ini sudah biasa dalam setiap lonto leok , namun yang paling penting
adalah bahasa yang kita gunakan untuk menyentuh mereka.”(Wawancara,
03/10/2015)
mereka atau mengesankan mereka. Itu berarti bahasa yang dipakai selain
menggunakan bahasa yang logis dan sistematis, tetapi juga harus menyentuh
legislator. Komunikasi dari hati ke hati lewat bahasa adat yang didukung
dengan simbol ayam dan tuak adalah kesatuan kekuatan yang tidak bisa
Hal yang sama juga dialami oleh Hans Rumat dalam mengungkapkan
kekuatan simbol adat (ayam dan tuak). Kesalahan dalam menggunakan bahasa
dan memilih diksi dalam bahasa adat dapat mengaburkan makna sebenarnya.
85
bahasa yang dipakai legislator telah menyinggung dan mengusik hati
masyarakat maka dampak secara politiknya sangat kuat. Seorang legislator bisa
saja dicap sebagai orang yang tidak tahu adat dan akan berpengaruh pada
“Jadi hati-hati dengan symbol adat ini misalkan tuak dan manuk itu. Hati-
hatinya itu waktu ungkapan adatnya jangan sampai salah kata yang bisa
buat mereka tersinggung. “(Wawancara, tanggal 24 Oktober 2015)
sangat berpengaruh dalam suatu lonto leok sebagai strategi komunikasi politik.
Kolaborasi simbol adat seperti ayam, tuak dan bahasa adat adalah kekuatan
bersama dan simbol persatuan. Segala macam acara adat dan masalah sosial
dalam kehidupan orang Manggarai dibahas dalam rumah adat. Keyakinan ini
onen, lingo peang”, rumah adat di dalamnya (sebagai sentral) dan kebun adat
Manggarai juga tidak terlepas dari lima unsure yang saling berhubungan seperti
mbaru bate kaeng (rumah sebagai tempat tinggal), wae bate teku (air sumber
kehidupan), natas bate labar (ruang publik untuk bermain), uma bate duat
86
Dalam konteks lonto leok sebagai strategi komunikasi politik, legislator
cendrung melihat rumah adat ini sebagai titik sentrum interaksi sosial
masyarakat. Karena itu, tua adat yang mendiami rumah adat adalah pusat
perhatian sekaligus tokoh sentral yang harus dikunjungi dalam suatu misi
politik tertentu. Namun, legislator yang diwawancari dalam penelitian ini justru
melihat eksistensi rumah adat ini sebagai kekuatan politik yang dapat
restu atau meminta izin kepada tua adat untuk melakukan sosialisasi politik
kepada masyarakat kampung, persepsi politik yang kental dengan aroma politik
uang sangat tertanam dalam benak masyarakat. Belum lagi jika tua adat dalam
rumah adat tersebut tidak disukai oleh segelintir masyarakat. Hal ini tentunya
berbeda dengan kredibilitas tua adat dalam masyarakat adat Timor, dimana
politik. Jika usif dan amaf sudah dipegang maka hampir pasti seluruh atau
wawancara berikut dengan Inosensius Fredi Mui adalah salah satu contohnya:
“Rumah gendang selama ini kan jadi simbol. Tapi kemudian ada
kecemburuan sosial di kampung, dianggap semua caleg yang datang ke
rumah gendang ini bawah uang. Sehingga kesannya yang dapat uang itu
hanya orang-orang yang ada dalam rumah gendang itu. Lalu kemudian
87
timbul kecemburuan di antara rumah-rumah lain. Sehingga saya lebih
condong jangan di rumah gendang. Di rumah tim itu saya
masuk.”(Wawancara, 03/10/2015)
5) Isi/ Pesan
Pesan yang dimaksudkan adalah isu atau materi yang dipaparkan seorang
isu ekonomi untuk dalam setiap lonto leok . Menurutnya, isu ekonomi yang
meningkatkan potensi pertanian jika nanti dia terpilih menjadi legislator. Selain
itu harga komoditas yang sering kali dimonopoli oleh para tengkulak juga
Selain itu, Fredi Mui menyampaikan materi yang lebih luas, tidak hanya
isu ekonomi yang dia sampaikan tetapi juga tentang pekebunan, pertanian,
“Masyarakat sudah cerdas dan kalau caleg yang mencoba menjelekkan caleg
lain pasti mereka tidak pilih. Lebih baik banyak menjelaskan tentang
program, pengetahuan tentang pileg itu sendiri, bagaimana strategi untuk
menang.”
6) Masyarakat
Salah satu unsur yang sangat penting dalam suatu lonto leok sebagai
diincar legislator dalam lonto leok . Karena itu, pemetaan masyarakat yang
88
hadir dalam suatu peristiwa lonto leok sangat penting dilakukan sebelum lonto
leok dimulai. Pemetaan yang dimaksud adalah latar belakang audiens, baik
pendidikan, suku, agama, dan dukungan politik. Identifikasi latar belakang ini
sangat penting dalam menyesuaikan bahasa, tingkah laku, cara bicara dan
“Bahasa e…jadi bahasa itu sangat penting ai kudut cirri mu’u curup larong
jaong de roeng pe ite. Jadi kita harus gunakan bahasa yang bisa dimengerti,
tutur kata, tindakan yang baik supaya mereka yakin dengan kita.”
(Wawancara, tanggal 24 Oktober 2015)
Bahasa adalah simbolisasi atas makna yang ada di dalam pikiran. Oleh karena
itu, penggunaan bahasa harus sesuai dengan latar belakang pendidikan dan
budaya masyarakat.
berpengaruh pada persepsi ideal yang dia inginkan dari seorang legislator.
Persepsi ini pada bagiannya akan menentukan citra ideal yang harus
selain penguasaan latar belakang pemilih, hal yang tidak kalah penting dalam
suatu lonto leok politik adalah kapasitas diri seorang legislator. Dia harus
“Itu makanya saya bilang penting itu, caleg punya kapasitas. Dia harus bisa
menguasai multi-informasi dan pengetahuan seperti politik, ekonomi dan
pemberdayaan. Jangan hanya asal pe. Karena kadang-kadang pertanyaan
itu di luar materi yang kita bawa dan kita harus mampu menjawab.
Pencitraan dan kesan itu lahir dari cara kita menjawab dan kepuasan atas
jawabannya kita.” (Wawancara, 03/10/2015)
89
7) Media
Ada satu fakta menarik yang ditemukan dalam penelitian ini, khususnya
dalam lonto leok sebagai strategi politik, yakni penggunaan media. Dalam
antara caleg dan masyarakat pemilih dimana komunikasi yang terjadi interaktif
proyektor dan layar untuk menjelaskan materi. Proyektor juga dipakai tidak
hanya untuk pemaparan materi, tetapi juga untuk menonton film layar lebar.
Namun menurut, Fredi Mui, film dapat diputar khusus di daerah-daerah yang
punya sumber daya listrik. Melalui film situasi dikusi yang tegang dan serius
dapat menjadi cair. Selain itu, film juga dipakai untuk menghibur masyarkat di
“Saya selalu bawa proyektor, laptop dan layar lebar. Setelah menjelaskan
cara coblos, setelah itu nanti putar film sudah. Film yang saya putar itu yang
saya download dari KPU soal tata cara pencoblosan juga film-film action.
Dan ini saya buat di daerah-daerah yang punya listrik saja kalau tidak, ya
tidak usa saja. Cara seperti ini yang membuat masyarakat juga senang dan
simpatik dengan kita. Sehingga, selain ada seriusnya juga ada rekreasinya.
Ini yang hanya saya saja dari semua caleg yang ada.” (Wawancara,
03/10/2015)
90
Gambar 5. Kekuatan Unsur-Unsur Lonto leok
Tokoh
adat
Simbol
Mbaru
Adat
Gendang
Kekuatan
Unsur
Lonto leok
Bahasa
Isi
Adat
Masyarakat Media
Berdasarkan hasil analisis data yang telah disajikan dalam proses lonto leok
, ditemukan fakta bahwa budaya lonto leok merupakan karakter dasar orang
Manggarai yang tidak bisa dilepaskan dalam realitas kehidupan mereka sehari-
hari. Sebagai budaya lonto leok telah memenuhi tujuh unsur universal budaya
religi dan kesenian. Dalam konteks kesenian, lonto leok sebenarnya seni memilih
91
Dalam konteks komunikasi, lonto leok telah menjadi ruang pertemuan dan
pertukaran gagasan dalam merumuskan sebuah kebijakan. Hal ini terbukti dari
interaksi yang terjadi melalui komunikasi antara legislator dan masyarakat untuk
saling mempertemukan gagasan, ide dan kepentingan. Dari hasil wawancara yang
komunikasi seperti sumber, channel, isi dan penerima, tetapi juga ada efek
komunikasi yang dihasilkan dari proses komunikasi lonto leok . Efek ini tampak
sosial.
proses kognitif dan norma-norma sosial. Salah satu simbol yang paling nyata
merupakan salah satu kekuatan unsur yang sangat menentukan. Bahasa tidak
hanya menunjukan jati diri tetapi bahasa juga dapat mendekatkan emosional
Karena itu, bahasa adat dalam konteks ini adalah simbol penghubung antara
baik jarak, ruang dan waktu yang selama ini jarang mempertemukan kedua pihak.
Selain itu dimensi lain yang tidak kalah penting adalah norma-norma sosial yang
92
Dalam ritual ini, dapat disimpulkan bahwa tahapan kepok adalah bagian dari
penghargaan yang tinggi terhadap tamu yang berkunjung ke suatu rumah atau
kampung. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kepok adalah sarana atau
media perekat persaudaraan antara sesama manusia. Kepok juga menjadi ritual
pemersatu antara tamu (caleg) dan tuan rumah dalam tali kekeluargaan.
Sementara dalam ritual lu’u, juga ada penghargaan yang mau disampaikan.
Perbedaanya, kepok adalah penghargaan terhadap sesama dan lu’u adalah media
penghargaan terhadap orang yang sudah meninggal (ata pa’ang be le). Setelah
kedua ritual ini dilakukan baru bisa diadakan sosialisasi dan diskusi interaktif
Dari kedua proses, dapat dikatakan bahwa proses komunikasi yang terjadi
Harold Laswell bahwa komunikasi adalah soal siapa yang menyampaikan apa, apa
yang disampaiakan, melalui saluran apa, kepada siapa dan pengaruhnya apa.
Dalam lonto leok , selain unsur-unsur yang disampaiakan Laswell terpenuhi, juga
bahkan dengan orang yang sudah meninggal. Di sini, ada suatu nilai yang tidak
sekadar masalah siapa, mendapatkan apa, tetapi juga soal bagaimana cara untuk
2009:5), tetapi juga soal makna dibalik simbol itu. Hal ini sangat penting karena
dalam masyarakat modern sekarang ini, masalah simbol seakan terlepas dari
93
makna. Dalam masyarakat simbol, atribut sosial menjadi kebutuhan yang harus
kekeluargaan dan gotong royong. Masyarakat seperti ini pun terjebak dalam
leok terdapat dua unsur baru yang ditemukan selain mbaru gendang, tua adat,
bahasa adat, warga kampung dan simbol adat. Kedua unsur itu adalah isi dan
menyampaikan visi-misi dan sosialiasi diri dan melalui unsur media, informan
member pesan bahwa informan (dalam hal ini Inosensius Fredi Mui) mau
mengatakan bahwa dia berbeda dengan calon legislator lain yang berkomunikasi
yang baru dan menarik. Media ini bisa menjadi magnet untuk menarik banyak
orang mengikuti sosialisasi diri dari informan. Di sini terungkap bahwa pemilihan
94
media komunikasi menjadi unsur yang sangat penting dalam lonto leok sekaligus
Namun yang patut disayangkan adalah kehadiran unsur baru ini justru
mendegradasikan unsure lain yang juga tidak kala penting dalam lonto leok seperti
mbaru gendang dan tua adat. Fenomena ini terungkap dalam wawancara dengan
“Kehadiran tokoh adat itu tidak terlalu berpengaruh lagi dalam memberikan
suara. Itu hanya terjadi pada tahun 70-an ke bawah” (Wawancara,
03/10/2015)
Selain itu, dalam wawancara dengan Hans Rumat, terungkap bahwa mbaru
gendang sebagai simbol persatuan tidak dipakai sebagai rumah tempat lonto leok
melakukan transaksi politik dan secara politis, lonto leok di rumah adat tidak
Menurunya fungsi dan peran tua adat dan rumah adat memang secara cultural
adalah sebuah prahara yang dapat merusak sistem budaya tersebut, namun
kekuataan lain justru muncul ketika ada unsur baru yang dikembangkan.
Selain itu, kekuatan lain yang tidak kalah penting adalah kekuatan pada
bahasa adat, simbol adat dan masyarakat itu sendiri. Masyarakat tidak bisa
dilepaskan dari simbol adat (tuak dan ayam) dan bahasanya. Ketiga unsur ini
95
pendekatan politik. Jika salah satunya tidak dikuasai seperti bahasa adat, maka
bahasa adat dan simbol adat, keduanya saling menopang dan melengkapi. Bahasa
yang keluar dari mulut informan untuk menyatakan maksud harus disertai dengan
Dengan demikian, makna dan simbol adalah kekuatan yang tidak bisa
dilepas-pisahkan dalam konteks komunikasi politik lonto leok . Kekuatan ini akan
makna dari ungkapan itu sangat tersirat dan hanya bisa dimengerti pada konteks
mana ungkapan itu diucapkan. Dalam forum lonto leok sebagaimana yang
caleg, tua adat, dan masyarakat. Di sini, kemampuan persuasi caleg dapat
dilakukan melalui ungkapan adat dan simbol adat. Caleg menggunakan ungkapan
kiasan agar merenggut simpati dari masyarakat. Hal ini sangat tampak dalam
“Kudu jadi mendi anak demeu ta, tukang jera e. coo jera demeu kudut pandet
laku ngger lau, rongket laku ngger lau agu iset nggara salang” (Wawancara,
21/11/2014)
semua (mendi), saya akan menggunakan segala macam cara untuk mendapatkan
jalan. Hans Rumat dalam hal ini berusaha merendahkan dirinya di hadapan
96
masyarakat dengan memposisikan dirinya sebagai hamba atau dengan kata lain
jika terpilih dia akan menjadi pelayan masyarakat. Dengan memposisikan diri
sebagai hamba maka pada saat itu Hans Rumat melepaskan status dan peran
sosialnya menjadi sama dengan rakyat jelata. Kesamaan kedudukan ini yang
membuat masyarakat dalam forum lonto leok memilih Hans Rumat sebagai caleg
Selain itu, Inosensius Fredi Mui juga mengunkapkan hal yang sama. Bahasa
“Hitu tara mangan a mai see ite ngasang ende, ema, agu ase kae do, kudut
tombo agu ite, wewa sangged ase eme aku ca ata maju lewat partai hoo”
(Wawancara, 03/10/2015)
Ungkapan ini bermakna: Saya datang ke sini bertemu dengan mama, bapak,
dan saudara sekalian untuk menyampaikan bahwa saya akan maju melalui partai
ini (partai Nasdem). Fredi Mui dalam ungkapan ini memposisikan dirinya sebagai
anak dan saudara dari masyarakat yang dia kunjungi. Memposisikan diri sebagai
bagian dari keluarga merupakan bahasa persuasif yang dilakukan Fredi Mui agar
dan bentuk persuasif yang kedua adalah memposisikan diri sebagai bagian dari
keluarga. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa strategi komunikasi lonto leok
97
2. Pendekatan Masyarakat (Hati dan Gagasan) dalam Lonto leok
leok kedua strategi ini mendapat tempat dalam proses dan pada saat lonto leok
berlangsung.
mengundang tua adat dan warga kampung untuk mengadakan lonto leok .
yang sangat sulit. Seorang caleg atau tim suksesnya harus mampu meyakinkan
seorang caleg yang terkenal belum tentu mendapat simpati dari masyarakat. Salah
satu faktor adalah pemilihan tim sukses untuk mendukung seorang caleg. Jika tim
suskes adalah orang yang disukai masyarakat maka dengan sendirinya caleg
tersebut juga mendapat simpatik dari masyarakat. Demikan pula halnya dengan
tokoh adat, jika seorang tokoh adat tidak disukai maka dengan sendirinya caleg
yang mendekati tokoh adat itu juga tidak mendapat simpatik dari masyarakat.
98
Karena itu, pemilihan tim adalah penentu dalam menumbuhkan rasa suka
terhadap seorang caleg. Dapat dikatakan bahwa tim adalah gambaran diri caleg itu
sendiri.
keberlangsungan lonto leok, dimana seorang caleg hadir dalam suatu kelompok
dimiliki sebagai alat menyebarkan dukungan. Bahasa adat dapat dipakai sebagai
media pembentukan identitas diri sebagai seorang Manggarai yang tahu adat
selain fungsi bahasa adat sebagai perekat tali persaudaraan. Sementara melalui
compatable.
Strategi komunikasi yang ada dalam lonto leok juga sebenarnya strategi
merebut hati pemilih. Dalam hal ini, lonto leok bukan hanya sebagai media
ruang perasaan adalah yang paling dominan muncul mengingat tipikal pemilih di
kampung yang masih emosional. Sehingga komunikasi yang dipakai dalam lonto
menarik dalam lonto leok . Ruang ini bisa mendatangkan berkat ketika seorang
99
caleg mampu menyentuh perasaan audiens namun akan melahirkan prahara ketika
kesamaan makna. Dalam ruang transaksi itu ada ritual adat kepok sebagai
penghargaan terhadap sesama dan lu’u sebagai penghargaan terhadap orang yang
sudah meninggal. Dengan kata lain, lonto leok merupakan seni persuasi untuk
Pola komunikasi yang dimaksud dapat dilihat pada gambar berikut ini:
100
3. Pendekatan Media Dalam Lonto leok
merupakan sesuatu yang baru dan menarik. Media ini bisa menjadi magnet untuk
menarik banyak orang mengikuti sosialisasi diri dari informan. Di sini terungkap
bahwa strategi pemilihan media komunikasi menjadi unsur yang sangat penting
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa media (Laptop dan LCD) selain
menjadi penyalur ide dan gagasan yang disampaikan informan, juga sebagai pesan
itu sendiri. Media adalah pesan itu sendiri. Laptop dan LCD secara tidak langsung
mau menyampaikan pesan bahwa informan berbeda dengan caleg lain yang
dia yang menggunakan media sebagai penyalur ide dan gagasannya. Dengan kata
secara langsung dalam waktu yang lama akan melahirkan kejenuhan bagi
sosialisasi diri dan pendidikan politik seperti cara mencoblos, informan juga
Dapat dikatakan bahwa daya tarik visual media adalah magnet yang dapat
Selain itu, dalam dokumentasi video lonto leok , Petrus Japi, secara tidak
langsung menyampaikan tuak dan ayam adalah media pengantar pesan di akhir
101
ungkapannya: “Hitu tombo agu tura agu hau manuk...” (Dokumentasi,
10/09/2014) yang bermakna: Itu pesan dan doa yang kami sampaikan kepadamu
ayam. Dalam pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa ayam adalah media
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa simbol ayam merupakan media
kesakralan dan tuak bermakna kejernihan hati. Kedua simbol ini sangat penting
dalam lonto leok sebagai komunikasi politik karena bahasa, ungkapan, tutur kata
Oleh karena itu, dari ketujuh kekuatan unsur-unsur lonto leok sebagai
strategi komunikasi politik, unsur bahasa adat, masyarakat dan media menjadi
kekuatan utama yang dipakai seorang caleg sebagai media persuasi politiknya.
mendatangkan peluang seklaigus tantangan. Dewasa ini, konsep lonto leok ini
dipahami secara baru. Lonto leok tak lagi semata-mata pertemuan adat dan mbaru
gendang tak otomatis lagi menjadi tempat berlangsungnya acara tersebut. Lebih
dari itu, lonto leok berarti pertemuan apa saja yang berkaitan dengan
kesejahteraan bersama. Bahkan dalam konteks politik, lonto leok telah dijadikan
sebagai strategi komunikasi politik para kandidat baik DPR/D maupun pejabat
Salah satu bentuk degradasi dalam budaya lonto leok adalah hilangnya
kepercayaan terhadap tokoh adat yang sebenarnya menjadi sumber kebajikan dan
102
kebijaksanaan dalam musyawarah untuk mencapai mufakat. Kehilangan
kredibilitas toko adat seperti tua teno dan tua golo tersebut dapat ditemukan
“Itu hanya terjadi pada tahun 70-an ke bawah. Sekarang sudah terjadi
transisi yang luar biasa. Sebetulnya di masyarakat pedesaan terjadi krisis
kepercayaan kepada tokoh adat. Baik tokoh adat, tokoh agama, apa segala
macam. Jadi belum tentu kalau kita memegang si A kita bisa berhasil. Tidak
semua tokoh di situ juga disukai banyak orang.”
dengan sekolah, derajat seseorang menjadi lebih tinggi dari yang tidak
bersekolah. Seperti yang dikatakan informan di atas, transisi nilai itu terutama
sosial dalam masyarakat maupun dalam ranah politik. Korupsi, tawuran, miras,
narkoba, dan kriminalitas lainnya justru kebanyakan dilakukan oleh orang yang
bersekolah.
penghargaan terhadap orang tua adalah salah satu bentuk dominasi kebudayaan
103
Selain itu, rangkuman wawancara dengan informan menegaskan unsur
mbaru gendang (rumah adat) juga mengalami degradasi ketika Lonto leok pada
pragmatisme yang menyerang masyarakat dan aktor politik dalam budaya lonto
leok . Motivasi politisi dan masyarakat untuk berlonto-leok bukan lagi disebabkan
Karena motivasinya sudah seperti itu maka tidak heran kalau dari lonto leok
justru muncul rasa kecemburuan sosial, permusuhan dan konflik horizontal yang
dapat merusak tatanan masyarakat. Budaya yang telah diwariskan dari generasi ke
Manggarai juga kaya nilai. Nilai-nilai ini mendasari kehidupan bersama serta
mewarnai seluruh aktivitas sosial orang Manggarai. Salah satunya adalah nilai
104
demokrasi sudah dihayati oleh orang-orang Manggarai sebelum universalitas
Budaya lonto leok yang sering dilaksanakan dalam Mbaru Gendang (rumah
adat) merupakan salah satu bukti bahwa demokrasi bukanlah hal yang asing di
demokrasi. Dua prinsip utama arsitekturnya adalah reje leleng bantang cama
dalam budaya lonto leok . Sebagai contoh, hadirnya semua warga kampung (pa’an
olo, ngaung musi), proses lonto leok yang demokratis dan proses pengambilan
Selain itu, jika kita telisik lebih jauh ternyata benih demokrasi terimplisit dalam
go’et-go’et (ungakapan adat) yang menjadi prinsip dari lonto leok itu sendiri
(Terkait prinsip-prinsip lonto leok ini telah disajikan pada Bab II).
Lonto leok merupakan salah satu karakter dasar orang Manggarai (perange
data Manggarai ) suka bergotong royong seperti yang terungkap dalam go’et
“gori cama-cama”. Bentuk-bentuk konkrit dari gotong royong ini, antara lain
pada peristiwa kematian, dll. Karena itu dalam forum lonto leok nilai gotong
royong itu dapa ditemukan dalam keterlibatan dan keaktifan seluruh warga
105
kampung dalam mefasilitasi kegiatan lonto leok maupun dalam mengeksekusi
hasil kesepakatan dalam lonto leok tersebut. Selain itu, salah satu nilai yang
sampai sekarang masih hidup adalah nilai kekeluargaan dalam lonto leok . Hal ini
terungkap dalam sikap duduk melingkar dari semua forum yang hadir. Lingkaran
diibaratkan dengan tali persaudaraan yang tidak pernah putus dalam suatu lonto
leok . Karena itu, dinamika yang terjadi dalam lonto leok sebenarnya dinamika
commune).
1. Nilai Musyawarah-
mufakat
Nilai
2. Nilai Gotong-royong
Demokrasi
Lonto leok 3. Nilai Kekeluargaan
4. Nilai Persatuan
106
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Spirit lonto leok sebagai sebuah budaya dapat dikaji melalui pribahasa adat
Manggarai seperti: Muku ca pu’u neka woleng curup, teu ca ambo neka woleng
lako (Pisang serumpun jangan berbeda kata, tebu serumpun jangan berbeda jalan),
ipung ca tiwu-neka woleng wintuk, nakeng ca wae-neka woleng tae (ikan ipun
sekolam jangan beda tindakan, ikan sekali jangan beda bicara), ema agu anak
neka woleng curup, weta agu nara-neka woleng bantang (Ayah dan anak jangan
Dalam ritual ini, dapat disimpulkan bahwa tahapan kepok adalah bagian dari
penghargaan yang tinggi terhadap tamu yang berkunjung ke suatu rumah atau
kampung. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kepok adalah sarana atau
media perekat persaudaraan antara sesama manusia. Kepok juga menjadi ritual
pemersatu antara tamu (caleg) dan tuan rumah dalam tali kekeluargaan.
Sementara dalam ritual lu’u, juga ada penghargaan yang mau disampaikan.
Perbedaanya, kepok adalah penghargaan terhadap sesama dan lu’u adalah media
penghargaan terhadap orang yang sudah meninggal (ata pa’ang be le). Setelah
107
kedua ritual ini dilakukan baru bisa diadakan sosialisasi dan diskusi interaktif
bahkan dengan orang yang sudah meninggal. Di sini, ada suatu nilai yang tidak
sekadar masalah siapa, mendapatkan apa, tetapi juga soal bagaimana cara untuk
Kekuatan ini meliputi bahasa adat, masyarakat dan media. Masyarakat tidak
bisa dilepaskan dari bahasa adat dan media. Ketiga unsur ini menjadi kesatuan
salah satunya tidak dikuasai seperti bahasa adat, maka akan menurunkan
masyarakat. Bahasa yang keluar dari mulut informan untuk menyatakan maksud
disalurkan melalui media yang tepat agar dapat tersampaikan kepada masyarakat.
kesamaan makna. Dalam ruang transaksi itu ada ritual adat kepok sebagai
penghargaan terhadap sesama dan lu’u sebagai penghargaan terhadap orang yang
108
sudah meninggal. Lonto leok juga merupakan seni persuasi untuk mempengaruhi
pilihan politik.
5.2 Saran
legislatif tetapi juga berbagai unsur masyarakat. Dari penelitian ini terkuak bahwa
tiga unsur budaya (bahasa adat, masyarakat dan media) adalah kekuatan yang
legislator lain dari dapil Manggarai karena memaksimalkan ketiga kekuatan unsur
budaya ini. Peneliti menyadari bahwa pendekatan yang dilakukan penulis adalah
subyektif informan pada pemilihan legislatif tahun 2014. Oleh karena itu untuk
para peneliti selanjutnya, perlu ada pendekatan lain seperti etnografi budaya agar
Selain itu, fakta bahwa budaya lonto leok sedang mengalami kemunduran
adalah fenomena yang sedang terjadi sekarang ini. Karena itu penulis, mengajak
mahasiswa sebagai kaum intelektual untuk ikut menjaga dan melestarikan budaya
lonto leok dalam bentuk penelitian sekaligus menggali kembali nilai-nilai yang
terkandung dalam budaya ini agar tidak luntur ditelan arus global.
Peneliti menyadari bahwa belum banyak kekayaan dalam budaya lonto leok
yang terkuak dalam penelitian ini. Dengan penelitian dan pendekatan yang lebih
109
komperhensif, mahasiswa atau peneliti selanjutnya akan menemukan kekakayaan
lain yang mungkin belum terungkap melalui penelitian ini seperti pertanyaan:
Apakah simbol adat (ayam dan tuak) adalah media pembawa pesan? Kalau itu
adalah media pembawa pesan, apakah media itu juga adalah pesan? Kalau media
Agar tetap menjaga kearifan budaya lonto leok dalam ruang interaksi
sosial. Lonto leok adalah media yang sangat solutif dalam menyelesaikan
Selain itu memudarnya unsur budaya seperti tua adat dan mbaru gendang
2. Bagi Legislator
Provinsi NTT juga harus terlibat dalam usaha melestarikan budaya lonto
salah satu aset lokal yang perlu jaga dan dilestarikan. Selain itu, DPRD
110
sebagai perwakilan rakyat harus mampu membedakan ruang politik dan
ruang budaya agar tidak terjadi silang sengkarut kepentingan politik yang
reposisi unsur budaya lonto leok dengan menggunakan unsur tua adat
dan rumah adat sebagai komponen yang penting dalam lonto leok . Oleh
karena itu, dalam masa reses sebaiknya angggota DPRD provinsi dari
Manggarai Timur)
Manggarai.
111
DAFTAR PUSTAKA
Agustino, Leo. 2009. Pilkada dan Dinamika Politik Lokal. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Budiman, Hikmat. 2002. Lubang Hitam Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius
Cangara, Hafied. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Hamidi. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Malang: UMM Press
Janggur, Petrus. 2010. Butir-Butir Adat Manggarai. Ruteng: Siri Bongkok
Kleden, Ignas. 1988. Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan. Jakarta: LP3ES
Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta: Jakarta
Liliweri, Alo. 1997. Komunikasi Antarpribadi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti
Liliweri, Alo. 2004. Wacana Komunikasi Organisasi. Bandung: CV. Mandar
Maju
Madung, Otto. 2013. Filsafat Politik. Maumere: Ledalero
Mulyana, Deddy, dkk. 1990. Komunikasi Antar Budaya. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Mulyana, Deddy. 2010. Ilmu Komunikasi. PT Rosda Karya: Bandung
Nggoro, Adi. 2006. Budaya Manggarai Selayang Pandang. Surabaya: Sylvia
Nimmo, Dan. 1993. Komunikasi Politik Komunikator Pesan Media. Remaja
Rosdakarya: Bandung
Rakmat, Jalaluddin. 2001. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Regus, Max. 2011. Gereja Menyapa Manggarai. Jakarta: Parrhesia
Ritzer, George. 2012. Handbook Teori Sosial. Bandung: PT Nusa Media
Rudy, Teuku. 2005. Komunikasi dan Humas Internasional. Refika Aditama:
Bandung
Soelaeman, Munandar.2005. Ilmu Budaya Dasar. Bandung: PT Refika Aditama
Sukmono, Filosa, dkk. 2014. Komunikasi Multikultural. Yogyakarta: Buku Litera
Sutrisno, Mudji. 2005. Teori-Teori Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius
Wibowo, Prabowo Anung. 2013. Mahalnya Demokrasi Memudarnya Ideologi.
Jakarta: PT Gramedia.
112
LAMPIRAN
8. Apa kekuatan yang membuat strategi komunikasi lonto leok dapat menarik
suara/ dukungan?
10. Masyarakat dari segmen mana saja yang bisa garap suaranya dalam suatu
lonto leok?
11. Dalam komunikasi politik lonto leok, segmen mana yang paling banyak
hadir?
13. Salah satu unsur lonto leok itu adalah tokoh adat. Bagaimana
pengaruh/peran seorang tokoh adat dalam strategi lonto leok sehingga
dapat mempengaruhi dukungan?
14. Salah satu unsur lonto leok adalah bahasa adat. Apakah kekuatan
komunikasi adat seorang caleg dalam memberikan kesan positif dalam
suatu lonto leok?
15. Kalau unsur mbaru gendang, apa kekuatan mbaru gendang sebagai simbol
persatuan khususnya dalam konteks komunikasi politik?
16. Selain itu, ada juga simbol adat yang dipakai dalam suatu lonto leok,
bagaiamana kekuatan symbol adat ini dalam mendapatkan dukungan?
17. Unsur lain adalah masyarakat yang hadir dalam lonto leok, bagaiamana
cara bapak meyakinkan mereka untuk memilih Bapak?
18. Media apa yang Bapak pakai dalam forum lonto leok?
19. Selain faktor internal di atas, apa saja faktor-faktor eksternal yang
mempengaruhi lonto leok?
20. Isu apa yang bapak bawah dalam forum lonto leok sebagai bahan diskusi?
21. Berapa jumlah suara yang bapak dapat dari dapil Manggarai ?
22. Apa saja kendala dari Bapak selama adakan lonto leok ,?
LAMPIRAN
TRANSKRIP WAWANCARA DENGAN HANS RUMAT
(21/10/2015)
24. Apa motivasi Bapak sehingga memilih strategi komunikasi politik lonto
leok ?
Jawaban: Yah, mau bilang kita di Manggarai ini kan masih suku, adek
kaka, masih lihat orang tua, masih lihat nenek moyang, dan segala macam
to. Sehingga dalam kontek lonto leok politik, ini sebenarnya berubah
fungsi. Dari dulu lonto leok yang lebih kepada budaya, katakanlah buka
kebun baru, co caran kudu ngo emi wina (persiapan ambil istri), atau
pande mbaru. Tapi karena demokrasi politik langsung ini, orang akan
lebih memanfaatkan lonto leok itu, sebagai komunikasi politik. Ini
memang trend baru ada baik dan ada tidak baiknya. Kalau baiknya yang
pasti warisan-warisan budaya pendahulu, itu kita pertahankan, tapi
masalah isinya ini yang sudah bergeser. Saya sedikit, sebenarnya
berlawanan dengan suara hati saya e, ketika lonto leok konteks politik
masuk di rumah gendang. Karena terjadi kontaminasi-kontaminasi
kepentingan, lalu ada bahasa-bahasa yang lebih banyak menjanjikan. Nah,
kalau itu dibiasakan, para politisi masuk gendang untuk mempromosikan
dirinya, saya pikir citra lonto leok ke depan turun, nilai isinya sudah tidak
mencerminkan orang Manggarai. Tapi kalau lonto leok konteks politik,
bupati, DPR, gubernur, presiden sekalipun, bawa hasilnya dalam lonto
leok bisa karena itu cerita baik yang membawa perubahan,
memberitahukan hasil yang baik, apa segala macam. Tapi kalau dalam
konteksnya mengkampanye diri, saya tidak setuju. Apalagi iming-iming
bawa babi, apa segala macam. Kita memberikan pelajar bodoh terhadap
tua adat dan masyarakat.
27. Siapa-siapa yang didekati untuk mengumpul orang dalam lonto leok?
Jawaban: Saya punya kemarin itu pake tim. Bisa juga pake keluarga dalam
kampung yang ditargetkan.
34. Salah satu unsur lonto leok itu adalah tokoh adat. Bagaimana
pengaruh/peran seorang tokoh adat dalam strategi lonto leok sehingga
dapat mempengaruhi dukungan?
Jawaban: eee itu wajib. Sebelum kita masuk satu kampung, memang
mereka duluan, lalu kalau, mungkin di antara mereka rembuk. Biasanya
mereka atur strategi. Mereka tau petanya. Eme nggitu hau-hau be le. Kita
tau yang datang, ini memang, yang tidak datang tidak usah cemburu
walaupun kita punya keluarga, walaupun sahabat kenalan. Ini pilihan dan
kita hargai pilihan itu. Tombo kole lise ole neka rabo hia hoo nggoo-
nggoo. Jadi ata nggitu muing neka pande raha tau cee beo gara-gara mai
lehong dami. Jadi kita sudah sangat paham.
35. Salah satu unsur lonto leok adalah bahasa adat. Apakah kekuatan
komunikasi adat seorang caleg dalam memberikan kesan positif dalam
suatu lonto leok?
Jawaban: Memang kita sendiri harus berilmu, beriilmu dalam arti kita
harus paham bahasa Manggarai yang membuat orang itu oleh ata ngo
mbeot ata hoo, tetapi bae kin tombo Manggarai. Maut ite kat tong lawan
ite te lami beo hoo, mengingkari bahasa ini. Jadi eme nggtu melaju demeu,
apa kole ta com pilih kraeng hoo. Dan ternyata bahasa adat itu bisa
melumpuhkan semua idealism orang. Kecuali kalau tidak mengerti sama
sekali bahasa Manggarai e, dia besar di luar. Tapi kalau dia lama di luar
terus sampai di manggarai kata-kata itu muncul, di situlah dia merasa oleh
komen ngo mbeot tapi nuk kin beon. Bagi kita kan tah itu kat bo melaju
daku e, ai bom hanang koe aku bo ta, katakanlah dari PKB sendiri saja, 10
ini rebut 10 kursi nganceng ne mai. Sedangkan bahasa seperti tidak bisa
kita ungkap di panggung. Itu logika politiknya juga aew ata wedol hia hoo
eta e. karena ini tadi judulnya lonto leok jadi kita gunakan bahasa-bahasa
yang menyentuh mereka.
36. Kalau unsur mbaru gendang, apa kekuatan mbaru gendang sebagai simbol
persatuan khususnya dalam konteks komunikasi politik?
Jawaban: Ketika saya diundang, saya menghargai tapi saya menjelaskan
kalau sebenarnya lonto leok konteks politik dalam rumah gendang
sebenarnya tidak baik dan berdampak negatif. Memang bagus kalau lonto
leok ini dibuat untuk mendapatkan suara tapi sebenarnya banyak yang
maki kita, contoh: benta de le tua gendang ge, nana co de tara toe cenggo
le apa ta mabaru gendang, jadi a lebih dia tombo hoo com le. Coo syarat?
Tema syarat, kadang-kadang suruh bawah kopi, gula, segala macam-segala
macam to. Jadi represntatif gendang ini kan tu’a adat. Kalau orang politik
masuk ke sana diundang oleh tua adat, belum tentu orang di dalam rumah
adat sendiri apalagi di luar setuju dengan orang yang datang dengan misi
politik ini. Maka ketika orang politik keluar dari sana, biasanya kan
imagenya ba ela, pasti ba seng, pasti ba dea. Eme tapa pe manuk hoo tong
e pasti satu kampung tercium. Dari ayam ini, belum tentu semua orang
dalam rumah rangko kole, apalagi orang satu kampung. Itu konteks
dagingnya, belum kontek uang, belum konteks sumbangan, dll. Nah cerita
ini, iya kalau iya, kalau tidak maka perpecahan itu, muncul dan disinilah
dosanya orang politisi.
37. Selain itu, ada juga symbol adat yang dipakai dalam suatu lonto leok,
bagaiamana kekuatan symbol adat ini dalam mendapatkan dukungan?
Jawaban: Jadi hati-hati dengan symbol adat ini misalkan tuak dan manuk
itu. Hati-hatinya itu waktu ungkapan adatnya jangan sampai salah kata
yang bisa buat mereka tersinggung.
38. Unsur lain adalah masyarakat yang hadir dalam lonto leok, bagaiamana
cara Bapak meyakinkan mereka untuk memilih Bapak?
Jawaban: bahasa e…jadi bahasa itu sangat penting ai kudut cirri mu’u
curup larong jaong de roeng pe ite. Jadi kita harus gunakan bahasa yang
bisa dimengerti, tutur kata, tindakan yang baik supaya mereka yakin
dengan kita.
39. Media apa yang Bapak pakai dalam forum lonto leok?
Jawaban: saya pake omong langsung saja dengan masyarakat. Yang
penting kita pake bahasa yang dapat menggugah mereka saja.
40. Selain faktor internal di atas, apa saja faktor-faktor eksternal yang
mempengaruhi lonto leok?
Jawaban: jadi setelah lonto leok itu, supaya kita bisa mengikat suaranya itu
harus gunakan tim sudah. Jadi tim akan datang kembali buat laporan. Jadi
berdasarkan pertemua tadi malam mereka butuh a, b, c, d. Kalau yang
mereka isyaratkan kita mampu kita buat, yang menueut kita rasional, ole
neka rabo ta yang ini toe nganceng lami e. sepertinya di luar konteks
sudah. Tapi me hoo cama-cama, asa nganceng ko? Nganceng. Aew…me
nggitu kudu wero kin lami le. Asal nuk e sampe le tanggal apa hitu. Dan
hampir jarang mereka minta jalan, minta rumah sakit, ole kraeng eme
manga sekolah anak kami cama-cama lonto hoo sale. Eme manga bowo
wae ta kraeng neka rabo eme manga ganggu ite kami eme a ai bo be bae
lami. Wajar sekali to itu manusiawi sekali
41. Isu apa yang bapak bawah dalam forum lonto leok sebagai bahan diskusi?
Jawaban: saya punya kebanyakan isu ekonomi. Karena itu yang langsung
bersentuhan dengan mereka. Ya paling sekitar pertanian, komoditas, dll.
42. Apa saja kendala dari Bapak selama adakan lonto leok sebagai strategi
komunikasi politik?
Jawaban: Saya sedikit, sebenarnya berlawanan dengan suara hati saya e,
lonto leok konteks politik tapi pake rumah gendang. Itu makanya saya
bilang lebih baik kita di rumah keluarga atau tim saja. Kendala lain itu
misalnya waktu yang tidak memungkinkan untuk mencapai semua titik
dengan menggunakan lonto leok.
TRANSKRIP WAWANCARA DENGAN FREDI MUI
(01/10/2015)
10. Masyarakat dari segmen mana saja yang bisa garap suaranya dalam suatu
lonto leok?
Jawaban: Yang efektif itu pendekatan keluarga, anak muda, dan
pertemanan. Saya itu banyak dibantu itu bukan karena keluarga tapi juga
jaringan. Saya kerja kemarin itu kerja hanya karna jaringan bukan karena
keluarga. Sambi Rampas (daerah nara sumber) yang saya harap bisa di
atas 5000 itu tidak sampe. Jaringan yang saya pake itu adalah jaringa
alumni Seminari Kisol, kedua alumni Surabaya, ketiga jaringan
pelanggan-pelanggan motor (informan adalah direktur Yamaha Ruteng).
Yang datang servis sambil tunggu, saya ajak minum kopi, sambil ngobrol.
Begitu saja.
11. Dalam komunikasi politik lonto leok, segmen mana yang paling banyak
hadir?
Jawaban:
Saya punya kemarin, campur-campur, orang tua sedikit banyak yang
muda.
13. Salah satu unsur lonto leok itu adalah tokoh adat. Bagaimana
pengaruh/peran seorang tokoh adat dalam strategi lonto leok sehingga
dapat mempengaruhi dukungan?
Jawaban: Kehadiran tokoh adat itu tidak terlalu berpengaruh lagi dalam
memberikan suara. Itu hanya terjadi pada tahun 70-an ke bawah. Sekarang
sudah terjadi transisi yang luar biasa. Sebetulnya di masyarakat pedesaan
terjadi krisis kepercayaan kepada tokoh adat. Baik tokoh adat, tokoh
agama, apa segala macam. Jadi belum tentu kalau kita memegang si A kita
bisa berhasil. Tidak semua tokoh di situ juga disukai banyak orang.. Selain
itu, sudah beda cara memilihnya orang muda dengan orang tua. Tapi kalau
soal komitmen lebih bagus orang tua komitmennya. Tapi kendalanya pada
hari H pasti banyak yang salah coblos. Itu harus hati-hati betul itu pilah
segmen pemilih. Bagi orang tua perbedaan kertas suara jadi masalah buat
mereka, belum persoalan mereka tidak bisa baca. Sehingga menurut saya
ke depan cari pemilih-pemilih muda itu.
14. Salah satu unsur lonto leok adalah bahasa adat. Apakah kekuatan
komunikasi adat seorang caleg dalam memberikan kesan positif dalam
suatu lonto leok?
Jawaban: Saya ini terus terang punya kelemahan di situ. Karena saya tidak
pernah tinggal di kampung. Terpaksa saya pelajari sendiri. Pertamanya
saya pake orang untuk tiba kepok (tanggapan atas sapaan adat) itu to.
Setelah dua tiga kali, oh ternyata cara jawabnya seperti ini. Memang harus
dilatih itu (informan tertawa). Yang mereka tanya itu kan reis (Tanya):
Apa rajan teti tuak agu manuk, ai liba mane, cala manga tombo? Setelah
itu tiba lite manuk, wale. Walen ne nggo’o: “Tara mangan tuke rupe agu
wedan mbaru dite cee, ali manga get kudut a maju jadi calon DPR
propinsi. Hitu tara mangan a mai see ite ngasang ende, ema, agu ase kae
do, kudut tombo agu ite, wewa sangged ase eme aku ca ata maju lewat
partai hoo, nomor urut berapa”. Setelah itu teing kole ngger sina tuak,
teing agu seng.
15. Kalau unsur mbaru gendang, apa kekuatan mbaru gendang sebagai simbol
persatuan khususnya dalam konteks komunikasi politik?
Jawaban: Cuma saya terus terang, selama saya jalan, saya tidak pernah
menggunakan rumah gendang (mbaru gendang). Rumah gendang selama
ini kan jadi simbol. Tapi kemudian ada kecemburuan sosial di kampung,
dianggap semua caleg yang datang ke rumah gendang ini bawah uang.
Sehingga kesannya yang dapat uang itu hanya orang-orang yang ada
dalam rumah gendang itu. Lalu kemudian timbul kecemburuan di antara
rumah-rumah lain. Sehingga saya lebih condong jangan di rumah gendang.
Di rumah tim itu saya masuk. Itu jauh lebih efektif karena gendang ini dia
tidak bisa menolak siapapun. Siapa saja yang datang dia bisa terima, tapi
kalau rumah keluarga dia punya hak untuk menolak.
16. Selain itu, ada juga simbol adat yang dipakai dalam suatu lonto leok,
bagaiamana kekuatan symbol adat ini dalam mendapatkan dukungan?
Jawaban: Kemarin itu, symbol adat dalam lonto leok itu ada tuak dan
manuk (ayam). Symbol ini sudah biasa dalam setiap lonto leok, namun
yang paling penting adalah bahasa yang kita gunakan untuk menyentuh
mereka.
17. Unsur lain adalah masyarakat yang hadir dalam lonto leok, bagaiamana
cara bapak meyakinkan mereka untuk memilih Bapak?
Jawaban: Kalau yang saya lihat mereka senang. Itu makanya saya bilang
penting itu, caleg punya kapasitas. Dia harus bisa menguasai multi-
informasi dan pengetahuan seperti politik, ekonomi dan pemberdayaan.
Jangan hanya asal pe. Karena kadang-kadang pertanyaan itu di luar materi
yang kita bawa dan kita harus mampu menjawab. Pencitraan dan kesan itu
lahir dari cara kita menjawab dan kepuasan atas jawabannya kita.
18. Media apa yang Bapak pakai dalam forum lonto leok?
Jawaban: Saya selalu bawa proyektor, laptop dan layar lebar. Setelah
menjelaskan cara coblos, setelah itu nanti putar film sudah. Film yang saya
putar itu yang saya download dari KPU soal tata cara pencoblosan juga
film-film action. Dan ini saya buat di daerah-daerah yang punya listrik saja
kalau tidak, ya tidak usa saja. Cara seperti ini yang membuat masyarakat
juga senang dan simpatik dengan kita. Sehingga, selain ada seriusnya juga
ada rekreasinya. Ini yang hanya saya saja dari semua caleg yang ada.
19. Selain faktor internal di atas, apa saja faktor-faktor eksternal yang
mempengaruhi lonto leok?
Jawaban: Kalau di Manggarai yang saya perhatikan, mereka susah untuk
menerima orang baru. Artinya, tiba-tiba ada orang pada saat caleg baru
muncul dan buat lonto leok. Itu selalu gagal semua. Yang mereka terima
adalah orang-orang yang sudah lama hidup di Manggarai. Paling tidak ada
interaksi sosial sebelumnya. Apakah pernah ketemu, pernah ikut kegiatan
apa, sehingga mengikat suara dalam lonto leok itu butuh waktu. Yang dari
Kupang itu walaupun mereka buat lonto leok juga belum tentu mengikat.
Jadi lonto leok itu tidak bisa lepas dia dengan investasi sosial selama lima
tahun.
20. Isu apa yang bapak bawah dalam forum lonto leok sebagai bahan diskusi?
Jawaban: Isu yang paling banyak saya punya kemarin, isu ekonomi. Jadi
itu juga yang mereka banyak tanya. Tentang hasil, harga hasil bumi.
Sehingga kita harus tahu juga pola penentuan harga. Saya juga tidak
pernah menjelekan orang lain dalam diskusi. Tapi saya menawarkan
masyarakat untuk melihat juga keunggulan pesaingnya saya. Jadi, saya
tidak pernah menjelakan siapapun. Masyarakat sudah cerdas dan kalau
caleg yang mencoba menjelekkan caleg lain pasti mereka tidak pilih.
Lebih baik banyak menjelaskan tentang program, pengetahuan tentang
pileg itu sendiri, bagaimana strategi untuk menang.
21. Berapa jumlah suara yang bapak dapat dari dapil Manggarai ?
Jawaban: Emmmm…total secara keseluruhan saya punya itu berjumlah
8.267 suara. Yang paling banyak dari Kabupaten Manggarai Timur,
khususnya di Sambi Rampas. Selain itu, suaranya saya itu menyebar di
berbagai titik. Kedua dibawah saya itu Pa Epi Plate. Dia punya kayaknya
tidak sampe 6.000 suara begitu.
22. Kalau kendala dari Bapak selama adakan lonto leok itu, apa?
Jawaban:
Kalau macam kami yang pernah alami, waktu. Karena efektif hanya satu
hari satu lonto leok kecuali pada hari libur atau hari Minggu. Yang bisa
dilakukan dua kali itu pada hari Minggu setelah gereja dan malam. Dan
yang biasa efektif itu malam karena hari kerja banyak orang di kebun.
Apalagi, proses-proses ini kan pada saat-saat orang musim kerja misalnya
mulai Januari-Maret. Mereka bisa mengikuti itu pada jam tujuh ke atas.
kendalanya Cuma di waktu saja. Jadi satu hari itu cuma bisa satu kali saja.
Apalagi pada bulan Januari-bulan Maret itu kan cuaca juga tidak
mendukung.
Hambatan kalau selama ini yang saya alami itu juga, hanya soal
pemahaman saja. Soal materi yang dibawa. Itu saja. Tapi menurut saya itu
bagus sebagai proses pencerdasan karena sosialisasi dari KPU juga kadang
tidak sampai ke masyarakat. Karena media yang dipakai juga Koran, TV,
tidak semua juga rumah-rumah di Manggarai punya TV.
LAMPIRAN GAMBAR
Foto: Lonto leok Inosensius Fredi Mui dengan masyarakat adat Lamba Leda, Manggarai
Timur pada tanggal 11/03/2014
Foto: Saat wawancara dengan Bapak Petrus Japi, tua adat desa Rana Masak, Manggarai
Timur
FOTO: Wawancara dengan Bapak Fredi Mui, 03/10/2015
ORGANISASI PENELITIAN
1. Pembimbing 1
2. Pembimbing II
3. Peneliti
NIM : 1103051031
dasar (SD) di SDK Colol I pada tahun 2004 dan melanjutkan SMP-SMA di
Seminari Pius XII-Kisol hingga tamat pada tahun 2010. Kemudian penulis
sempat mengalami kehidupan membiara selama satu tahun di biara Novisiat Sang
Sabda, Kuwu. Pada tahun 2011 penulis melanjutkan kuliah di Universitas Nusa
Cendana, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP), jurusan Ilmu Komunikasi.
Mulai semester III, penulis sudah terbiasa menulis di koran-koran lokal di NTT.
Saat ini penulis sedang menyelesaikan tugas akhir pada semester IX di jurusan