Anda di halaman 1dari 8

CAMPAK

Penyakit Campak (Rubeola, Campak 9 hari, measles) adalah suatu infeksi virus
yang sangat menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis ( peradangan
selaput ikat mata/konjungtiva) dan ruam kulit (Dian SN. et all., 2012). Penyakit ini
biasanya menyerang anak-anak pra sekolah dan anak-anak SD, meskipun tidak menutup
kemungkinan menyerang orang dewasa yang belum pernah terkena penyakit ini.
Penyakit ini disebabkan karena infeksi virus campak yaitu virus rubeola golongan
Paramyxovirus dari pada genus Morbillivirus (Bambang dan Lilik, 2007). Penularan
terjadi melalui percikan ludah dari hidung, mulut maupun tenggorokan penderita
campak (airborne disease). Jika orang yang sudah terkena penyakit ini, makan
sepanjang hidupnya tidak akan terkena penyakit campak ini lagi. Penderita bisa
menularkan infeksi ini dalam waktu 2-4 hari sebelum timbulnya ruam kulit dan 4 hari
setelah ruam kulit ada. Imunisasi (MMR) pada usia 12 bulan dan 4 tahun. Orang yang
dekat dan tidak mempunyai kekebalan seharusnya tidak menghadiri sekolah atau
bekerja selama 14 hari.

Riwayat Alamiah Penyakit Campak

1. Tahap Prepatogenesis
Pada tahap ini individu berada dalam keadaan normal/sehat tetapi mereka pada
dasarnya peka terhadap kemungkinan terganggu oleh serangan agen penyakit
(stage of suseptibility). Walaupun demikian pada tahap ini sebenarnya telah
terjadi interaksi antara penjamu dengan bibit penyakit. Tetapi interaksi ini masih
terjadi di luar tubuh,dalam arti bibit penyakit masih ada di luar tubuh pejamu
dimana para kuman mengembangkan potensi infektifitas, siap menyerang
penjamu. Pada tahap ini belum ada tanda-tanda sakit sampai sejauh daya tahan
tubuh penjamu masih kuat. Namun begitu penjamunva ‘lengah’ ataupun
memang bibit penyakit menjadi lebih ganas ditambah dengan kondisi
lingkungan yang kurang menguntungkan pejamu, maka keadaan segera dapat
berubah. Penyakit akan melanjutkan perjalanannya memasuki fase berikutnya,
tahap patogenesis.
2. Tahap Patogenesis/Subklinis/Pra gejala
Masa inkubasi dari penyakit campak adalah 10-12 hari. Pada tahap ini individu
masih belum merasakan bahwa dirinya sakit(Widoyono, 2011).
3. Tahap Klinis/Penyakit Dini
Mulai timbulnya gejala dalam waktu 7-14 hari setelah terinfeksi, yaitu berupa
(Tuti R dan Alan R., 2002):
 Panas badan
Panas dapat meningkat pada hari ke-5 atau ke-6, yaitu pada saat puncak
timbulnya erupsi. Kadang-kadang temperatur dapat bifasik dengan
peningkatan awal yang cepat dalam 24-48 jam pertama diikuti dengan
periode normal selama satu hari dan selanjutnya terjadi peningkatan yang
cepat sampai 39o-40,6oC saat erupsi rash mencapai puncaknya.
 nyeri tenggorokan dan nyeri otot
 hidung meler ( Coryza )
Tidak dapat dibedakan dari common cold . Batuk dan bersin diikuti
dengan hidung tersumbat dan sekret yang mukopurulen dan menjadi
profus pada saat erupsi mencapai puncaknya serta menghilang bersama
dengan menghilangnya panas(Rampengan,2008).
 Batuk ( Cough )
Disebabkan oleh reaksi inflamasi mukosa saluran pernapasan. Intensitas
batuk meningkat dan mencapai puncaknya pada saat erupsi. Namun,
batuk dapat bertahan lebih lama dan menghilang secara bertahap dalam
waktu 5-10 hari
 Bercak Koplik
Merupakan bercak-bercak kecil yang irregular sebesar ujung jarum pasir
yang berwarna merah terang dan pada bagian tengahnya berwarna putih
kelabu. Gambaran ini merupakan salah satu tanda patogmonik morbili.
Beberapa jam sebelum timbulnya rash sudah dapat ditemukan adanya
bercak koplik dan menghilang dalam 24 jam-hari kedua setelah
timbulnya rash
 Rash
Timbul setelah 3-4 hari panas. Rash mulai sebagai eritema
makulopapuler, mulai timbul dari belakang telinga pada batas rambut,
kemudian menyebar ke daerah pipi, leher, seluruh wajah dann dada serta
biasanya dalam 24 jam sudah menyebar sampai ke lengan atas dan
selanjutnya ke seluruh tubuh mencapai kaki pada hari ketiga. Pada saat
rash sudah sampai kaki, rash yang timbul duluan mulai berangsur-angsur
menghilang.
 Mata merah ( conjuctivitis )
Pada periode awal stadium prodormal dapat ditemukan transverse
marginal line injection pada palpebra inferior. Gambaran ini sering
dikaburkan dengan adanya inflamasi konjungtiva yang luas dengan
disertai adanya edema palpebra. Keadaan ini dapat disertai dengan
adanya peningkatan lakrimasi dan fotophobia. Konjungtivitis akan
menghilang setelah demam turun(Rampengan, 2008).
4. Tahap Lanjut
Munculnya ruam-ruam kulit yang berwarna merah bata dari mulai kecil-kecil
dan jarang kemudian menjadi banyak dan menyatu seperti pulau-pulau. Ruam
umumnya muncul pertama dari daerah wajah dan tengkuk, dan segera menjalar
menuju dada, punggung, perut serta terakhir kaki-tangan. Pada saat ruam ini
muncul, panas si anak mencapai puncaknya (bisa mencapai 40oC),ingus semakin
banyak, hidung semakin mampat, tenggorok semakin sakit dan batuk-batuk
kering dan juga disertai mata merah.
Komplikasi dapat terjadi disebabkan oleh adanya penurunan daya tahan tubuh
secara umum sehingga mudah terjadi infeksi tumpangan. Hal yang tidak
diinginkan adalah terjadinya komplikasi karena dapat mengakibatkan kematian
pada balita, keadaan inilah yang menyebabkan mudahnya terjadi komplikasi
sekunder seperti(Rampengan, 2008) :

 Pneumonia  Laringotrakheobronkitis
 Gastroenteritis  Cervical adenitis
 Ensefalitis  Purpura tuerkulosis
 Otitis media  Ulkus kornea
 Mastoiditis  Apendisitis

5. Tahap Akhir
Berakhirnya perjalanan penyakit campak dapat berada dalam lima pilihan
keadaan,yaitu:
 Sembuh sempurna, yakni bibit penyakit menghilang dan tubuh menjadi
pulih, sehat kembali.
 Sembuh dengan cacat, yakni bibit penyakit menghilang, penyakit sudah
tidak ada, tetapi tubuh tidak pulih sepenuhnya, meninggalkan bekas
gangguan yang permanen berupa bercak-bercak kecoklatan yang disebut
hyperpigmentation .
 Karier, di mana tubuh penderita pulih kembali, namun penyakit masih
tetap ada dalam tubuh tanpa memperlihatkan gangguan penyakit.
 Penyakit tetap berlangsung secara kronik karena berbagai komplikasi
yang ditimbulkan.
 Berakhir dengan kematian

Upaya Pencegahan Penyakit Campak

a. Pencegahan Primordial

Pencegahan primordial dilakukan dalam mencegah munculnya faktor


predisposisi/resiko terhadap penyakit campak. Sasaran dari pencegahan
primordialadalah anak-anak yang masih sehat dan belum memiliki resiko yang
tinggi agar tidak memiliki faktor resiko yang tinggi untuk penyakit campak.
Edukasi kepada orang tua anak sangat penting peranannya dalam upaya
pencegahan primordial. Tindakan yang perlu dilakukan seperti penyuluhan
mengenai pendidikan kesehatan, konselling nutrisi dan penataan rumah yang
baik.
b. Pencegahan Primer
Sasaran dari pencegahan primer adalah orang-orang yang termasuk
kelompok beresiko, yakni anak yang belum terkena campak, tetapi berpotensi
untuk terkena penyakit campak. Pada pencegahan primer ini harus mengenal
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya campak dan upaya untuk
mengeliminasi faktor-faktor tersebut.
b.1. Penyuluhan
Edukasi campak adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan mengenai
campak. Di samping kepada penderita campak, edukasi juga diberikan kepada
anggota keluarganya, kelompok masyarakat beresiko tinggi dan pihak-pihak
perencana kebijakan kesehatan. Berbagai materi yang perlu diberikan kepada
pasien campak adalah definisi penyakit campak, faktor-faktor yang berpengaruh
pada timbulnya campak dan upaya-upaya menekan campak, pengelolaan
campak secara umum, pencegahan dan pengenalan komplikasi campak.
b.2. Imunisasi
Di Indonesia sampai saat ini pencegahan penyakit campak dilakukan dengan
vaksinasi Campak secara rutin yaitu diberikan pada bayi berumur 9 – 15 bulan.
Vaksin yang digunakan adalah Schwarz vaccine yaitu vaksin hidup yang dioleh
menjadi lemah(Stratton dkk, 1994).Vaksin ini diberikan secara subkutan
sebanyak 0,5 ml. vaksin campak tidak boleh diberikan pada wanita hamil, anak
dengan TBC yang tidak diobati, penderita leukemia.Vaksin Campak dapat
diberikan sebagai vaksin monovalen atau polivalen yaitu vaksin measles-
mumps-rubella (MMR). vaksin monovalen diberikan pada bayi usia 9 bulan,
sedangkan vaksin polivalen diberikan pada anak usia 15 bulan.
Penting diperhatikan, penyimpanan dan transportasi vaksin harus pada
temperature antara 2ºC - 8ºC atau ± 4ºC, vaksin tersebut harus dihindarkan dari
sinar matahari. Mudah rusak oleh zat pengawet atau bahan kimia dan setelah
dibuka hanya tahan 4 jam.
Keberhasilan program imunisasi dapat diukur dari penurunan jumlah kasus
campak dari waktu ke waktu. Kegagalan imunisasi dapat disebabkan oleh:
 Terdapatnya kekebalan yang dibawa sejak lahir yang berasal dari
antibodi by. Antibodi itu akan menetralisasi vaksin yang
diberikan.
 Terjadi kerusakan vaksin akibat penyimpanan, pengangkutan,
atau penggunaan di luar pedoman(Widoyono, 2008).
c. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya untuk mencegah atau menghambat
timbulnya komplikasi dengan tindakan-tindakan seperti tes penyaringan yang
ditujukan untuk pendeteksian dini campak serta penanganan segera dan efektif.
Tujuan utama kegiatan-kegiatan pencegahan sekunder adalah untuk
mengidentifikasi orang-orang tanpa gejala yang telah sakit atau penderita yang
beresiko tinggi untuk mengembangkan atau memperparah penyakit.Memberikan
pengobatan penyakit sejak awal sedapat mungkin dilakukan untuk mencegah
kemungkinan terjadinya komplikasi. Edukasi dan pengelolaan campak memegang
peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien berobat.
c.1. Diagnosa Penyakit Campak
Diagnosa dapat ditegakkan dengan anamnese, gejala klinis dan pemeriksaan
laboratorium(Arias, 2003).
 Kasus Campak Klinis
Kasus Campak klinis adalah kasus dengan gejala bercak kemerahan di
tubuh berbentuk macula popular selama tiga hari atau lebih disertai panas
badan 38ºC atau lebih (terasa panas) dan disertai salah satu gejala bentuk
pilek atau mata merah.
 Kasus Campak Konfirmasi
Kasus Campak konfirmasi adalah kasus Campak klinis disertai salah satu
kriteria yaitu :
a. Pemeriksaaan laboratorium serologis (IgM positif atau kenaikan titer
antiantibodi 4 kali) dan atau isolasi virus Campak positif.
b. Kasus Campak yg mempunyai kontak langsung dengan kasus
konfirmasi, dalam periode waktu 1 – 2 minggu.
c.2. Pengobatan penyakit campak
Penderita Campak tanpa komplikasi dapat berobat jalan. Tidak ada obat yang
secara langsung dapat bekerja pada virus Campak. Anak memerlukan istirahat di
tempat tidur, kompres dengan air hangat bila demam tinggi. Anak harus diberi
cukup cairan dan kalori, sedangkan pasien perlu diperhatikan dengan
memperbaiki kebutuhan cairan, diet disesuaikan dengan kebutuhan penderita
dan berikan vitamin A 100.000 IU per oral satu kali. Apabila terdapat malnutrisi
pemberian vitamin A ditambah dengan 1500 IU tiap hari.
d. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk mencegah kecacatan akibat
komplikasi. Kegiatan yang dilakukan antara lain mencegah perubahan dari
komplikasi menjadi kecatatan tubuh dan melakukan rehabilitasi sedini mungkin bagi
penderita yang mengalami kecacatan.
Dalam upaya ini diperlukan kerjasama yang baik antara pasien pasien dengan
dokter mapupun antara dokter-dokter yang terkait dengan komplikasinya.
Penyuluhan juga sangat dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi pasien untuk
mengendalikan penyakit campak. Dalam penyuluhan ini yang perlu disuluhkan
mengenai :
 Maksud, tujuan, dan cara pengobatan komplikasi kronik
 Upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan
 Kesabaran dan ketakwaan untuk dapat menerima dan memanfaatkan keadaan
hidup dengan komplikasi kronik.
Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait juga sangat
diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli sesama disiplin
ilmu.
DAFTAR PUSTAKA

Arias, Kathleen Meehan. 2003. Investigasi dan Pengendalian Wabah di Fasilitas


Pelayanan Kesehatan. Jakarta: EGC
Dian SN., et. al. 2012. Gambaran Epidemiologi Kasus Campak di Kota Cirebon.
Jurnal Kesehatan Masyarakat vol. 1 No. 2 tahun 2012
Drs. Bambang WK, Mkes dan Lilik E., SKM, Mkes. 2007. Jumlah Kasus Campak
Sebelum dan Sesudah “Kampanye Campak 20 Februari – 20 Maret 2007” di
Jawa Timur.
Prof. Dr. T. H. Rampengan, SpA(K). 2008. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak.
Jakarta: EGC.
Rahayu, Tuti dan Alan R. Tumbelaka. 2002. Gambaran Klinis Penyakit Eksantema
Akut Pada Anak. Sari Pediatri vol. 4 No. 3, Desember 2002: 104-113
Stratton, Kathleen R. dkk. 1994. Adverse Events Associated with Childhood
Vaccines, Evidence Bearing on Causality. Washington D. C.: National
Academic Press.
Widoyono. 2011. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, &
Pemberantasannya Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai